PENDAHULUAN Latar Belakang Dendrobium merupakan genus anggrek yang banyak tersebar di daratan Asia seperti Indonesia dan Filipina, serta Kepulauan Pasifik dan Australia. Di Kalimantan diperkirakan terdapat 143 jenis anggrek Dendrobium, dan sebagian besar ditemukan di hutan pada lokasi dengan ketinggian antara 600-1600 m di atas permukaan laut (m dpl), hampir semuanya epifit, pertumbuhan simpodial dengan tangkai yang berdaging, dan daun dengan berbagai bentuk (Sabran et al. 2003). Dendrobium merupakan komoditas yang paling banyak digemari masyarakat karena sifatnya yang relatif lebih tahan lama dan memiliki warna bunga yang bervariasi, sehingga sangat berpotensi untuk dikembangkan karena memliki nilai ekonomis ekspor maupun pasar dalam negeri (Widiastoety et al. 2000). Spesies anggrek Dendrobium banyak terdapat di kawasan timur Indonesia, seperti Papua dan Maluku (Widiastoety et al. 2010). Salah satu anggrek Dendrobium yang berasal dari Indonesia adalah Dendrobium lasianthera (JJ. Smith). Anggrek jenis ini merupakan anggrek yang hidup di Papua dan Papua New Guinea. Tinggi tanaman ini dapat mencapai 3 m, dengan panjang tangkai bunga 20 - 50 cm diduga jumlah kuntum bunga dapat mencapai 30 kuntum bunga yang letaknya saling berdekatan (Yusuf et al. 2012). Habitus tanaman yang terlalu tinggi dan beratnya tandan bunga yang memiliki begitu banyak kuntum bunga akan memudahkan tanaman menjadi rebah saat terkena angin kencang dan mengakibatkan bunga menjadi rusak. Selain itu akibat ukuran tanaman yang terlalu besar dapat membatasi tempat peletakan tanaman. Oleh sebab itu, perbaikan sifat genetik tanaman dirasa perlu untuk mendapatkan morfologi tanaman yang lebih baik. Menurut Soedjono (2003) perbaikan sifat agronomik dan genetik dapat dilakukan secara konvensional, yakni dengan persilangan antar spesies, varietas, genera, atau kerabat yang memiliki sifat yang diinginkan, akan tetapi metode pemuliaan tanaman konvensional memiliki keterbatasan. Menurut Lamadji et al. (1999) pemuliaan tanaman secara konvensional memerlukan waktu yang cukup lama, sulit memilih dengan tepat gen-gen yang menjadi target seleksi untuk diekspresikan pada sifat-sifat morfologi atau agronomi. Rendahnya frekuensi individu hasil pemuliaan yang berada dalam suatu populasi yang besar sehingga menyulitkan kegiatan seleksi untuk mendapatkan hasil yang valid secara statistik, dan pautan gen antara sifat yang diinginkan sulit dipisahkan saat melakukan persilangan. Cara lain untuk menginduksi keragaman genetik selain dengan persilangan adalah dengan pemberian mutagen, baik mutagen fisik (sinar X, sinar α, sinar β, sinar γ) ataupun mutagen kimia (EMS, NMU, NTG) (Poespodarsono 1998). Mutasi adalah proses perubahan pada materi genetik suatu mahluk yang terjadi secara tiba-tiba dan acak serta merupakan dasar bagi sumber variasi organisme hidup yang bersifat terwariskan (Soeranto 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Soedjono et al. (1996) menunjukkan adanya perubahan warna pada Dendrobium ekapol panda hasil iradiasi sinar gamma, semakin tinggi dosis iradiasi dimulai 2 dari dosis 50 Gy maka warna plb akan semakin pucat akibat adanya kerusakan pada sel. Iradiasi sinar gamma pada penelitian ini digunakan untuk menginduksi keragaman genetik anggrek Dendrobium lasianthera (JJ.Smith) terutama perubahan genetik yang diekspresikan terhadap bentuk morfologi tanaman khususnya pada tinggi tanaman. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan Protocorm Like Bodies (plb) serta mendapatkan Lethal Dose (LD) 30 dan 50 dari proses iradiasi sinar gamma pada anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith). Hipotesis Iradiasi sinar gamma berpengaruh terhadap pertumbuhan plb anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) serta LD 30 dan LD 50 diperoleh pada salah satu dosis perlakuan iradiasi sinar gamma. TINJAUAN PUSTAKA Botani Anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) Lebih dari 1200 spesies Dendrobium merupakan tanaman asli dari daerah tropis Asia Pasifik. Papua New Guinea memiliki lebih dari 500 spesies, salah satunya adalah Dendrobium lasianthera (JJ. Smith). Anggrek ini merupakan anggrek yang hidup di Indonesia tepatnya di Papua dan Papua New Guinea. Menurut Yusuf et al. (2012) anggrek ini dapat tumbuh hingga mencapai 3 meter panjang tangkai bunga 20-50 cm diduga jumlah kuntum bunga dapat mencapai 30 kuntum bunga yang letaknya saling berdekatan. Panjang bunga berukuran 6.5 cm dengan petalnya melintir serta saling berdekatan. Warna bunga merah gelap, merah muda, merah keunguan, merah jingga (gambar 1). Menurut Sastrapradja et al. 1979 anggrek ini memiliki daun berbentuk lonjong dengan panjang 15 cm. daun daun tersebut tersusun berselang seling dalam 2 deretan, tekstur daunnya kaku. Gagang perbungaan tegak dan kaku dan pembungaan muncul pada bagian ujung batang. Tanaman ini umumnya tumbuh baik didataran rendah agak teduh tapi berhawa panas. Batang anggrek dibedakan berdasarkan tipe pertumbuhannya yakni simpodial dan monopodial. Menurut Handayani (2007) anggrek yang memiliki batang tipe simpodial adalah anggrek yang memiliki pertumbuhan ujung batang yang terbatas. Batang Dendrobium termasuk dalam tipe simpodial dan umumnya beruas ruas, termasuk batang anggrek Dendrobium Lasianthera (JJ. Smith) yang tingginya dapat mencapai 3 meter.