1 pendahuluan - E-Journal Universitas Bung Hatta

advertisement
EKOLOGI DAN VEGETASI EKOSISTEM MANGROVE DAN
STRATEGI PENGELOLAANNYA DI AIR BANGIS
KABUPATEN PASAMAN BARAT
(Studi Kasus : Pulau Panjang dan Pulau Tamiang)
ARTIKEL
HASNIL HARIS
NPM. 1110018112006
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS BUNG HATTA
2013
EKOLOGI DAN VEGETASI EKOSISTEM MANGROVE
DI AIR BANGIS KABUPATEN PASAMAN BARAT
(STUDI KASUS : PULAU PANJANG DAN PULAU TAMIANG)
Hasnil Haris1, Eni Kamal2, Suparno2
1
Student of Management Studies Program Coastal and Marine Aquatic Resource
Postgraduate of Bung Hatta University
E-mail: [email protected]
2
Lecture of Management Studies Program Coastal and Marine Aquatic Resource
Postgraduate of Bung Hatta University
E-mail: [email protected]/ [email protected]
ABSTRACT
Mangrove is a major life-supporting ecosystems which is important in coastal areas.
Indonesia has the uniqueness of mangrove ecosystems with the highest species diversity in the
world. The condition of Indonesian mangrove both qualitative and quantitative continued to
decline from year to year. This study aims to determine the ecology and vegetation mangrove
ecosystem in Panjang Island and Tamiang Island in Pasaman Barat. Mangroves conditions in
Panjang Island Tamiang Island were in a good condition. Substrate conditions in Panjang
Island is sandy mud substrate, whereas in Tamiang Island is rocky sand substrate. Based on
the magnitude of importance value (IVi) for overall observations, vegetation transects from
each of the mangrove tree and sapling based parameters as follows: (1) Rate trees on
transect I and transect II is dominated by R. mucronata (IVI = 208.89%) and R. stylosa (IVI
= 135.34%), while the third transect was dominated by R. stylosa (IVI = 300.00%),( 2) Level
I sapling at the transects and transect II is dominated by R. mucronata (IVI = 155.57%) and
R. stylosa (IVI = 240.62%), while the third transect was dominated by R. stylosa (IVI =
300.00%).
Key Words: Ecology, Vegetation, Mangrove, Air Bangis
perairan, tempat pemijahan dan asuhan
PENDAHULUAN
Hutan mangrove Indonesia merupakan
bagi bermacam biota, penahan abrasi,
hutan mangrove terluas di dunia. Luas
penahan angin, tsunami, penyerap limbah,
ekosistem
pencegah
mangrove
di
Indonesia
intrusi
air
laut,
dan
mencapai 75% dari total mangrove di Asia
sebagainya,
hutan
Tenggara, atau sekitar 27% dari luas
mempunyai
fungsi
mangrove di dunia. Mangrove merupakan
penyedia kayu, daun-daunan sebagai bahan
ekosistem utama pendukung kehidupan
baku obat-obatan, dan lain- lain.
yang penting di wilayah pesisir. Selain
mempunyai
fungsi
ekologis
mangrove
lain
ekonomis
juga
seperti
Potensi hutan mangrove di wilayah
penting
pesisir Sumatera Barat adalah ± 39.832 Ha,
sebagai penyedia nutrient bagi biota
sementara di Kabupaten Pasaman Barat ±
6.276,5 Ha atau 15,76% dari total luas
ekosistem mangrove ekosistem mangrove
mangrove Sumatera Barat yang tersebar
di Pulau Panjang dan Pulau Tamiang
sepanjang pesisir dengan tingkat kerusakan
Kabupaten Pasaman Barat.
mencapai lebih dari 30 % (Kamal et al.,
2008). Distribusi dan vegetasi mangrove di
METODE PENELITIAN
Pulau Panjang saat ini lebih banyak di
Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan
bagian Selatan dan Barat pulau dengan
dimulai dari bulan April sampai Juni 2013
luas ekosistem mangrove sebesar 0,03004
berlokasi di Pulau Panjang dan Pulau
km2 atau 3,04 Ha dengan jenis Rhizopora
Tamiang, Air Bangis, Kabupaten Pasaman
apiculata dan sedikit Sonneratia alba
Barat. Metode yang digunakan adalah
(DKP Sumbar, 2011).
metode
Seiring
dengan
berkembangnya
survey.
digunakan
Pengukuran
untuk
mengetahui
vegetasi
penduduk dari tahun ke tahun maka
menggunakan Metode Transek Garis dan
kondisi mangrove di Pulau Panjang dan
Petak Contoh (Line Transect Plot). Metode
Pulau
Transek
saat
ini
mengalami
adalah
kondisi
pembangunan dan meningkatnya jumlah
Tamiang
mangrove
yang
dengan
Garis
dan
Petak
Contoh
Line
Plot)
adalah
metode
kerusakan. Kerusakan mangrove di kedua
(Transect
pulau tersebut dikarenakan pemanfaatan
pencuplikan
oleh masyarakat untuk membuat dermaga
ekosistem dengan pendekatan petak contoh
kayu, membuat tiang untuk pagar, rumah,
yang berada pada garis yang ditarik
cadik kapal/ gudang kapal. Habisnya hutan
melewati
mangrove ini tentunya akan mengganggu
(Bengen, 2002).
keseimbangan ekologi pada wilayah pesisir
disekitarnya.
wilayah
populasi
ekosistem
suatu
tersebut
Parameter ekologi yang diamati adalah
parameter kualitas perairan yang meliputi
Menyadari akan pentingnya fungsi dan
manfaat
contoh
ekosistem
mangrove,
baik
suhu, salinitas, pH tanah, fosfat, nitrat dan
substrat.
langsung maupun tidak langsung maka
ekosistem mangrove di Pulau Panjang dan
Pulau Tamiang perlu dikaji potensinya saat
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas Perairan P. Panjang dan P.
Tamiang
ini dan selanjutnya ditentukan strategi
pengelolaan
untuk
Penelitian
ini
menaganalisis
keberlanjutannya.
bertujuan
ekologi
dan
untuk
vegetasi
Parameter kualitas perairan akan sangat
berpengaruh terhadap kehidupan dan jenisjenis ikan yang ada di hutan mangrove,
parameter perairan sangat menentukan
Tabel 1. Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Perairan di Lokasi Penelitian
Stasiun Penelitian
Parameter
Satuan
Baku Mutu
I
II
III
Suhu
0
C
29
30
30
28 – 30
Salinitas
0
/00
30
32
29
33 – 34
-
7,46
7,27
7,39
7 – 8,5
Fosfat
mg/l
3,27
4,63
3,21
0,015
Nitrat
mg/l
0,09
0,32
0,12
0,008
-
Lumpur
berpasir
Lumpur
berpasir
pasir
berkarang
-
pH
Substrat
perkembangan,
pertumbuhan
keberadaan
jenis
memperlihatkan
ikan
kondisi
baik
dan
bahwa tumbuhan mangrove tumbuh subur
serta
didaerah estuaria dengan salinitas 10 - 30
atau
ppt tetapi beberapa spesies dapat tumbuh
buruknya suatu perairan.
didaerah dengan salinitas yang tinggi.
Suhu merupakan faktor yang cukup
penting
dalam
keasaman
(pH)
berperan
perairan.
penting dalam menentukan nilai guna bagi
akan
kehidupan organisme perairan dan juga
mempengaruhi proses-proses biologis dan
berkaitan erat dengan faktor- faktor lain
ekologis yang terjadi di dalam air dan pada
yang terdapat di perairan. Kondisi pH di
akhirnya akan mempengaruhi komunitas
perairan mangrove biasanya bersifat asam,
biologis di dalamnya. Hasil pengukuran
karena banyak bahan-bahan organik di
suhu pada lokasi penelitian berkisar antara
kawasan hutan tersebut. Hasil pengukuran
29 – 30 0C.
pH di lokasi penelitian berkisar antara 7,27
Perubahan
lingkungan
Derajat
suhu
perairan
Salinitas atau kadar garam merupakan
– 7,46, sesuai dengan standar baku mutu
suatu istilah untuk menyatakan banyaknya
air
kadar garam yang terkandung dalam air
Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004
laut. Salinitas di lokasi penelitian berkisar
bahwa standar baku mutu pH untuk
antara 29 – 32 0/00, hal ini menunjukkan
mangrove pada kisaran 7 – 8,5.
bahwa salinitas di perairan Pulau Panjang
tergolong
baik
untuk
pertumbuhan
mangrove. Kusmana (2005) menjelaskan
laut
untuk
biota
laut
Kepmen
Fosfat merupakan bentuk fosfor yang
dapat
dimanfaatkan
oleh
tumbuhan.
Senyawa fosfat dalam perairan berasal dari
sumber alami seperti erosi tanah, buangan
Panjang
dari hewan dan pelapukan tumbuhan, dan
berpasir, hal ini dikarenakan Pulau Panjang
dari laut itu sendiri. Nilai rata-rata kadar
merupakan pertemuan dua arus sungai,
fosfat yang terdapat di lokasi penelitian
yaitu sungai Batang Tomak dan sungai Air
adalah 3,81 mg/l, hal ini dapat disebabkan
Bangis, sehingga lumpur pada pantai
karena limbah kegiatan antropogenik yang
berasal dari proses pengendapan sedimen
berasal
pupuk,
yang dibawa oleh arus sungai tersebut.
pestisida dan lain-lain masuk ke sungai dan
Sedangkan pada transek III yaitu di Pulau
dibawa oleh aliran sungai hingga bermuara
Tamiang
ke laut.
berkarang. Dari segi keadaan tanah atau
dari
Kesuburan
daratan
seperti
perairan
merupakan
substrat
mengandung
lumpur
substrat
pasir
biasanya
substrat, hutan bakau mempunyai tanah
ditentukan oleh tingginya kandungan zat
yang halus, bertanah lumpur atau berlunau
hara antara lain fosfat dan nitrat. Kadar
yang biasanya terdapat di kawasan kuala,
nitrat di lokasi penelitian adalah 0,17 mg/l
muara maupun delta. Tumbuhan bakau
yang berarti jauh berada dari ambang batas
tumbuh dengan baik pada tanah lumpur
yang
dapat
alluvial di kawasan persekitaran pantai dan
mempengaruhi kehidupan biota-biota yang
muara sungai dan umumnya dipengaruhi
hidup di dalam perairan tersebut karena
oleh beberapa faktor, seperti kekeringan,
kadar nitrat yang tinggi diperairan dapat
kuatnya gelombang, keadaan air pasang
menyebabkan keracunan bagi biota yang
surut,
hidup
mineral (Kamal, 2008).
diperbolehkan.
di
dalamnya
Hal
dan
ini
juga
dapat
sedimentasi
dan
penumpukan
menyebabkan kematian masal. Kandungan
nitrat dapat berasal dari bahan organik
yang terbawa aliran sungai menuju ke laut.
Kadar
nitrat
air
Dari hasil pengamatan yang dilakukan
menunjukan adanya sisa-sisa buangan
di lokasi penelitian, penentuan profil hutan
biologis
mangrove dilakukan pada setiap transek.
atau
yang
tinggi
berasal
dari
dalam
Profil Hutan Mangrove P. Panjang dan
P. Tamiang
sisa-sisa
pemupukan yang berat. Selain melalui
Pada
transek
I
didominasi
oleh
R.
proses tersebut diatas, nitrat yang terlarut
mucronata dan transek II didominasi oleh
di laut merupakan hasil suplai dari sungai
R. stylosa, hal ini dikarenakan substrat
(Odum, 1971).
pada transek ini adalah lumpur berpasir.
Dari hasil pengamatan secara visual
Sesuai dengan pernyataan Bengen (2001)
substrat pada transek I dan II yaitu di Pulau
bahwa lebih ke arah darat, hutan mangrove
umumnya didominasi oleh Rhizophora
Marfu’ah (2005) mengatakan bahwa hutan
spp. Witasari (2000) mengatakan zonasi
mangrove yang tumbuh alami mempunyai
yang terdapat di kawasan hutan mangrove
daya adaptasi morfologi
bagian barat Batang Tomak Air Bangis,
terhadap lingkungan yang ada disekitarnya
didominasi oleh bakau yaitu R. mucronata
dan
dan R. apiculata dimana substrat dari
terbawa oleh sungai akibat banjir serta
lokasi penelitian terdiri dari lumpur hitam
memperlihatkan adanya zonasi.
mampu
menahan
yang tinggi
sedimen
yang
dan kecoklatan.
Sedangkan di Pulau Tamiang (transek
III) ini didominasi oleh spesies R. stylosa
Spesies Mangrove di P. Panjang dan P.
Tamiang
dikarenakan substrat pada transek ini
Di Pulau Panjang didominasi oleh R.
adalah pasir berkarang dan pengaruh air
mucronata, R. apiculata dan R. stylosa
laut lebih dominan dari air sungai. Dalam
karena kondisi substrat lumpur berpasir,
kajian
dan
dengan pH berkisar 7,27 – 7,46, dan
Soerianegara (1989) di Pulau Rambut
salinitas antara 30 – 32 ppt. Sedangkan di
mendapati bahwa populasi R. stylosa
Pulau Tamiang di dominasi oleh R. stylosa
tumbuh pada substrat lumpur berpasir dan
karena di lokasi ini memiliki substrat pasir
berkarang.
berkarang, pH 7,39 dan salinitas sebesar 29
lain,
Soemodihardjo
ppt.
Tabel 2. Spesies Mangrove Sejati dan Ikutan yang Terdapat di Lokasi Transek P. Panjang.
No
Famili
Mangrove Sejati
1.
Rhizophoraceae
Mangrove Ikutan
1
Malvaceae
2
Rubiaceae
3
Leguminosae
4
Pandanaceae
5
Fabaceae
6
Gooddeniaceae
7
Combretaceae
8
Guttiferae
Kawasan
penelitian
ini
Genus
Spesies
Nama Lokal
Rhizophora
R. stylosa
Bakau
Hibiscus
Morinda
Pongamia
Pandanus
Desmodium
Scaevola
Terminalia
Calophyllum
H. tiliaceu
M. citrifolia
P. pinnata
P. tectorius
D. umbellatum
S. taccada
T. catappa
C. inophyllum
Waru Laut
Mengkudu
Kacang Laut
Pandan
Kacang-kacang
Gegabusan
Ketaping
Camplung
berbentuk
Soegiarto
(1984)
dalam
laporannya
memanjang sehingga perputaran air kuat
menyatakan bahwa penyebaran salinitas air
ketika pasang naik dan transek terendam
laut ditentukan oleh beberapa faktor,
oleh pasang surut. Pramudji (2001) dalam
seperti geologi, tanah, curah hujan dan
keadaan iklim. Oleh karena itu kawasan-
seperti S alba, B. gymnorrhyza dan A.
kawasan yang berdekatan dengan laut
corniculatum sedangkan jenis R. apiculata
merupakan
tempat
bagi
akan tetap tumbuh pada perairan yang
tumbuhnya
spesies
bakau,
lebih dalam karena ukuran dari biji atau
terutama dengan salinitas air tidak kurang
buahnya yang sedikit agak panjang dari
daripada 20 ppt, sehingga ada kaitannya
yang lainnya sehingga akarnya lebih cepat
dengan kadar garam di kawasan tersebut.
menyentuh dasar perairan.
yang
cocok
tumbuhan
Tabel 3. Spesies Mangrove Sejati dan Ikutan yang Terdapat di Lokasi Transek P. Tamiang.
No
Famili
Mangrove Sejati
1.
Rhizophoraceae
2.
Rhizophoraceae
3.
Rhizophoraceae
4.
Soneratiaceae
Mangrove Ikutan
1
Malvaceae
2
Rubiaceae
3
Leguminosae
4
Pandanaceae
5
Fabaceae
6
Gooddeniaceae
7
Combretaceae
8
Guttiferae
Genus
Spesies
Nama Lokal
Rhizophora
Rhizophora
Rhizophora
Soneratia
R. apiculata
R. mucronata
R. stylosa
S. alba
Bakau Minyak
Bakau Hitam
Bakau
Pidado
Hibiscus
Morinda
Pongamia
Pandanus
Desmodium
Scaevola
Terminalia
Calophyllum
H. tiliaceu
M. citrifolia
P. pinnata
P. tectorius
D. umbellatum
S. taccada
T. catappa
C. inophyllum
Waru Laut
Mengkudu
Kacang Laut
Pandan
Kacang-kacang
Gegabusan
Ketaping
Camplung
Contohnya pada salinitas 10 – 30 ppt yang
Nybakken (1988) berpendapat bahwa
dipengaruhi oleh air pasang terdapat
bakau dapat berkembang sendiri pada
banyak genus Avecennia, Sonneratia dan
tempat dimana tidak terdapat gelombang.
juga Rhizopora.
Kondisi pertama yang harus terdapat pada
Kamal et al., 2008 dalam penelitiannya
menyatakan
bahwa
sistem
perakaran
hutan mangrove adalah adanya gerakan air
yang minimal. Gerakan air yang lambat
mangrove yang sangat rapat dan juga
menyebabkan
ukuran dari biji mangrove Rhizopora sp
halus
tidak sama besar antara satu dengan yang
berkumpul di dasar. Hasilnya berupa
lainnya.
kumpulan lumpur yang menjadi substrat
Hanya beberapa tipe mangrove yang
partikel
cenderung
sendimen
yang
mengendap
dan
lumpur pada rawa sehingga berpengaruh
bisa hanyut sampai ke perairan yang lebih
pada
akar
bakau
yang
mempunyai
dangkal yaitu jenis biji dan buah yang
penyangga yang khas, yang memanjang ke
relative lebih kecil dan lebih ramping
bawah dari batang dan dahan. Adanya
sistem akar yang padat akan mengurangi
2) Tingkat sapling pada transek I dan
gerakan
membentuk
transek II didominasi oleh R. mucronata
kumpulan sedimen yang mengelilingi akar
(IVi = 155,57%) dan R. stylosa (IVi =
dari mangrove.
240,62%),
air
sehingga
sedangkan
didominasi
Berdasarkan
Berdasarkan besarnya Nilai Penting
dari
keseluruhan
hasil
pengamatan
transek
maka
R.
stylosa
III
(IVi
=
300,00%).
Komposisi Mangrove P. Panjang dan P.
Tamiang
(IVi)
oleh
transek
Kepmen
Lingkungan
Hidup No. 201 Tahun 2004 tentang
secara
Kriteria
Baku
Kerusakan
Mangrove,
diketahui
bahwa kondisi mangrove di Pulau Panjang
vegetasi dari masing-masing mangrove
dan Pulau Tamiang masih dalam kategori
tersebut berdasarkan parameter pohon dan
baik yaitu persentase penutupannya >75%.
sapling sebagai berikut: 1) Tingkat pohon
Nilai Penting (IVi) dari suatu spesies
pada transek I dan transek II didominasi
semakin
oleh R. mucronata (IVi = 208,89%) dan R.
peranan
stylosa (IVi= 135,34%), sedangkan transek
komunitasnya (Kamal et al., 2008).
besar
maka
spesies
semakin
tersebut
besar
dalam
III didominasi oleh R. stylosa (IVi =
300,00%);
Tabel 4. Nilai Kerapatan Relatif (RDi), Frekuensi Relatif (RFi), Penutupan Relatif (RCi) dan
Nilai Penting (IVi) Tingkat Pohon di P. Panjang dan P. Tamiang.
Stasiun
Jenis Mangrove
RDi (%)
RFi (%)
RCi (%)
IVi (%)
I.
R. apiculata
R. mucronata
R. stylosa
15,39
69,22
15,39
33,33
50,00
16,67
4,86
89,67
5,47
53,58
208,89
37,53
II.
R. apiculata
R. mucronata
R. stylosa
S. alba
27,27
4,55
63,63
4,55
37,50
12,50
37,50
12,50
8,74
0,90
34,21
56,15
73,51
17,95
135,34
73,20
III.
R. stylosa
100,00
100,00
100,00
300,00
Tabel 5. Nilai Kerapatan Relatif (RDi), Frekuensi Relatif (RFi), Penutupan Relatif (RCi) dan
Nilai Penting (IVi) Tingkat Sapling di P. Panjang dan P. Tamiang.
Stasiun
Jenis Mangrove
RDi (%)
RCi (%)
IVi (%)
I.
R. apiculata
R. mucronata
54,05
45,95
50,00
50,00
40,38
59,62
144,43
155,57
II.
R. apiculata
14,29
33,33
11,76
59,38
R. stylosa
85,71
66,67
88,24
240,62
R. stylosa
100,00
100,00
100,00
300,00
III.
KESIMPULAN
Hasil
penelitian
DAFTAR PUSTAKA
diketahui
bahwa
kondisi ekologi substrat Pulau Panjang
adalah lumpur berpasir, dimana jenis
mangrove yang mendominasi adalah R.
mucronata, R. apiculata, dan R. stylosa,
sedangkan kondisi substrat Pulau Tamiang
adalah pasir berkarang dan jenis mangrove
yang mendominasi adalah R. stylosa.
Berdasarkan hasil Nilai Penting diketahui
bahwa kondisi mangrove di Pulau Panjang
dan Pulau Tamiang dalam kondisi baik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Bupati Pasaman Barat dan
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan
yang telah memberikan izin kepada penulis
untuk melanjutkan pendidikan dan kepada
seluruh masyarakat Pulau Panjang yang
telah
RFi (%)
membantu
penulis
dalam
memberikan informasi yang dibutuhkan
sehingga tesis ini dapat dipublikasikan.
Bengen D.G. 2001. Sinopsis Ekosistem dan
Sumberdaya Alam Pesisir dan
Laut. Pusat Kajian Sumberdaya
Pesisir
dan
Lautan.
Intitut
Pertanian Bogor. Bogor.
Bengen D.G. 2002. Sinopsis Ekosistem
Sumberdaya Alam Pesisir dan
Laut
serta
Prinsip
Pengelolaannya. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan,
Institut Pertanian Bogor.
Departemen Lingkungan Hidup. 2001.
Kepmen Lingkungan Hidup No.
201 Tahun 2004. Kriteria Baku
Kerusakan Mangrove. Jakarta.
Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi
Sumatera Barat. 2011. Laporan
Akhir Identifikasi Potensi dan
Pemetaan Pulau-Pulau Kecil di
Pesisir Selatan dan Pasaman
Barat. Padang.
Kamal E, 2008. Ekologi Hutan Bakau.
Bung Hatta University Press.
Padang
Kamal E, Yusnandar R, Suardi M.L. 2008.
Komposisi dan Profil Hutan
Mangrove di kawasan Pesisir
Jorong
mandiangin
Nagari
Katiagan
Kecamatan
Kinali
Kabupaten
Pasaman
Barat.
Mangrove dan Pesisir Vol. VIII
No. 3/2008. Padang.
Kusmana C. 2005. Teknik Rehabilitasi
Mangrove. Fakultas Kehutanan.
Intitut Pertanian Bogor. Bogor.
Marfuah. 2005. Komposisi dan Profil
Hutan Mangrove di Kawasan Teluk
Betung Kabupaten Pesisir Selatan.
Skripsi Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Universitas Bung
Hatta. Padang. 80 Halaman.
Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut: Suatu
Pendekatan
Ekologis.
PT.
Gramedia, Jakarta.
Odum E.P. 1971. Fundamentals of
Ecology, 3rd ed. WW.B. Saunders
Company. Philadelphia, 574p.
Soegiarto A. 1994. Ekologi Kuantitatif.
Penerbit
Usaha
Nasional.
Surabaya.
Soemodiharjo S, dan Soerianegara I. 1989.
The Status of Mangrove Forest in
Indonesia. Dalam: Soerinegara, I,
Zamora, P.M., Kartawinata, K.
Umaly, R.C dan Rosalina, U. (Eds).
Symposium
on
Mangrove
Management: Its Ecological and
Economic Conideration. Biotrop
Special Publication 37:73-114.
Witasari P.Y. 2000. Komposisi dan Zonasi
Mangrove di Bagian Barat Batang
Tomak Air Bangis Pasaman
Sumatera Barat. Skripsi Fakultas
Perikanan dan Kelautan Universitas
Bung Hatta Padang. 104 Halaman.
Download