PENDAHULUAN Latar Belakang Sosis merupakan salah satu bahan pangan yang berasal dari produk olahan daging yang cukup dikenal dan disukai masyarakat Indonesia. Sosis mudah mengalami kerusakan karena kandungan nutrien yang tinggi, sehingga perlu adanya usaha untuk meningkatkan daya tahan sosis. Cara yang dapat dilakukan yaitu dengan mengawetkan sosis. Pengawetan sosis dapat dilakukan dengan memfermentasi sosis tersebut. Sosis fermentasi (salami) merupakan produk fermentasi olahan daging dengan penggunaan kultur bakteri asam laktat. Penggunaan kultur bakteri asam laktat sebagai starter fermentasi sangat menguntungkan karena bersifat antisinergis dengan mikrobia pathogen sehingga produk olahan menjadi lebih awet. Salah satu kultur bakteri asam laktat yang sering digunakan dan tersedia secara komersial yaitu Pediococcus pentosaceus. Menurut Osmanagaoglu et al. (2011) menyatakan bahwa Pediococcus pentosaceus mempunyai kemampuan untuk menghasilkan agen anti mikrobia yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Kedelai merupakan salah satu sumber pangan nabati yang sangat diminati masyarakat Indonesia. Pengolahan pangan yang bersumber dari kedelaipun sudah banyak diproduksi di Indonesia seperti tempe, tahu, dan susu kedelai. Persentase konsumsi kedelai untuk makanan di Indonesia sebesar 82,3%, yang sebagian besar untuk bahan makanan dalam bentuk olahan (Mudjisihono, 2001). Menurut Badan Pusat Statistik (2016), produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2015 yaitu 963.183 ton, sehingga konsumsi kedelai di Indonesia sebesar 792.699,609 ton. Banyaknya pengolahan pangan yang bersumber dari kedelai, maka hasil samping yang berupa ampas kedelaipun juga melimpah. Menurut Susanti (2006) hasil samping (by product) dari pengolahan biji kedelai dapat dipakai sebagai bahan penyusun pangan. Kandungan protein hasil samping pengolahan biji kedelai masih dapat dimanfaatkan. Kandungan protein biji kedelai adalah 37% (NRC, 1994), sedangkan protein ampas sari kedelai menurut Suprapti (2005) sebesar 23,39%, dan serat kasar 19,44%. Ampas sari kedelai dapat dijadikan tepung untuk mempermudah penggunaan dan penyimpanan. Tepung ampas sari kedelai dapat digunakan sebagai substitusi binder susu skim dalam pembuatan sosis. Hal ini dikarenakan tepung ampas sari kedelai mempunyai kandungan protein yang hampir sama dengan susu skim dan harganya lebih ekonomis. Susu skim memiliki kandungan protein 37,4%(Buckle et al., 1987). Salah satu faktor penting dalam pengolahan makanan yaitu lamanya produk tersebut dapat disimpan. Penyimpanan merupakan upaya untuk mempertahankan mutu produk sehingga produk tersebut tetap diterima oleh konsumen. Lama penyimpanan dapat mempengaruhi kualitas lemak yang ada dalam sosis fermentasi karena lemak dapat mengalami ketengikan (ransiditas). Jika suatu makanan sudah mengalami ransid, maka kualitas makanan tersebut jadi menurun dan daya terima masyarakat juga pasti menurun. Penggunaan tepung ampas sari kedelai sebagai substitusi binder dapat memperpanjang masa simpan sosis karena tepung ampas sari kedelai mengandung antioksidan yang dapat memperlambat proses oksidasi lemak pada sosis. Menurut Marazza et al. (2013), ampas sari kedelai bersifat prebiotik, mengandung antioksidan (isoflavon 22%), menurunkan kadar kolesterol dan gula darah. Selain itu, tepung ampas sari kedelai sebagai prebiotik dapat digunakan sebagai sumber makanan untuk probiotik, sehingga sosis lebih awet. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dilakukan penelitian mengenai pengaruh lama penyimpanan terhadap kualitas lemak dan sensoris sosis sapi fermentasi dengan substitusi tepung ampas sari kedelai. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh substitusi binder susu skim dengan tepung ampas sari kedelai, lama penyimpanan, dan interaksi keduanya terhadap angka ketengikan, kadar lemak, dan sensoris pada sosis daging sapi fermentasi. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah dapat mengetahui dan memberikan informasi mengenai pengaruh substitusi tepung ampas sari kedelai, lama penyimpanan, dan interaksi keduanya pada sosis sapi fermentasi dilihat dari kualitas lemaknya.