BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian penyakit degeneratif akhir-akhir ini cenderung meningkat. Salah satu penyakit degeneratif yang prevalensinya terus meningkat adalah diabetes mellitus (DM). Menurut data World Health Organization (WHO), prevalensi diabetes di seluruh dunia diproyeksikan meningkat dari 2,8% pada tahun 2000 menjadi 4,4% pada tahun 2030 dan jumlah tersebut diperkirakan terus meningkat (Wild et al., 2004). Menurut laporan Depkes (2008), Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita diabetes di dunia setelah India, Cina dan Amerika. Penderita diabetes mellitus di Indonesia tahun 2000 sekitar 8,4 juta dan pada tahun 2030 diperkirakan sekitar 21,3 juta. Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang semua gejalanya ditandai dengan peningkatan kadar gula darah (hiperglikemik) yang disebabkan oleh defisiensi insulin (Mycek, et. al., 2001). Insulin merupakan hormon yang dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggung jawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang normal. Insulin memasukan gula ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau dapat menyimpan energi cadangan (Soegondo, 2007). Pada saat terjadi resistensi insulin, terjadi peningkatan produksi glukosa dan penurunan penggunaan glukosa sehingga mengakibatkan peningkatan kadar 1 gula darah (hiperglikemia), maka peningkatan kadar glukosa darah disertai dengan penurunan aksi insulin ini merupakan pencetus terjadinya DM (Justitia, 2013). Diabetes mellitus merupakan sekumpulan gangguan pada tubuh yang timbul akibat gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein dengan banyak sebab lainnya. Diabetes mellitus ditandai dengan peningkatan kadar glukosa yang melebihi nilai normal (hiperglikemia) akibat kekurangan insulin, sehingga insulin tidak mampu bekerja dengan baik. Umumnya DM disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil atau sebagian besar dari sel-sel β pulau Langerhans kelenjar pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin. Selain itu, DM juga dapat terjadi karena gangguan terhadap fungsi insulin yang mengalami defisiensi dan menyebabkan terjadi gangguan metabolisme dalam tubuh misalnya penurunan pemasukan glukosa ke dalam sel dan peningkatan serta pelepasan glukosa dari hati ke sirkulasi darah. Kadar glukosa darah pada kasus DM yang tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan komplikasi berdampak jangka panjang, misalnya serangan jantung, stroke dan menyebabkan kematian (Rindiastuti dan Tyasari, 2008). Pengobatan DM dapat dilakukan secara medis, tetapi karena tingginya biaya pengobatan medis terkadang sangat sulit dilakukan dan dirasa sangat berat. Dalam pengobatan DM memerlukan jangka waktu yang panjang sehingga memerlukan biaya besar. Diabetes mellitus juga dapat diatasi dengan pengobatan alami dengan memanfaatkan tanaman berkhasiat obat. Tanaman berkhasiat obat dapat diperoleh dengan mudah, dapat dipetik langsung untuk pemakaian segar 2 atau dapat dikeringkan. Oleh karena itu, pengobatan tradisional dengan tanaman obat menjadi langkah alternatif untuk mengatasi kasus DM. Sebagai salah satu alternatif adalah penggunaan obat tradisional yang mempunyai efek hipoglikemik. Pada tahun 1980 WHO merekomendasikan agar dilakukan penelitian terhadap tanaman yang memiliki efek menurunkan kadar gula darah karena penggunaan obat modern kurang aman karena dapat menimbulkan hipoglikemia, mual, rasa tidak enak diperut dan anoreksia (Kumar et al., 2005). Salah satu tanaman obat yang digunakan sebagai tanaman obat DM adalah tapak dara. Tapak dara (Catharanthus roseus) merupakan salah satu obat tradisional, dimana ekstrak daun, bunga atau batang dapat digunakan sebagai obat oleh beberapa masyarakat pedesaan (Nayak, 2006). Bagian-bagian tanaman tapak dara baik pada akar, batang, daun hingga bunga mengandung zat kimia seperti, vinblasine, vincristine, vindasine, vinorelbine yang bermanfaat untuk mengobati penyakit leukimia, kanker payudara, penderita tumor pigmen dan sebagai bahan pengobatan untuk mencegah pembelahan kelenjar. Tanaman tapak dara juga mengandung senyawa tanin, triterpenoid, alkaloid dan flavonoid, yang mana senyawa alkaloid dan flavonoid diyakini dapat memberi efek hipoglikemik (Dalimartha, 2007). Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang ekstrak daun tapak dara, kemampuan dalam menghambat aktivitas α-glukosidase dan menurunkan kadar glukosa darah. 3 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: 1. Apakah ekstrak daun tapak dara (Catharanthus roseus) mampu menghambat aktivitas enzim α-glukosidase dan dapat menurunkan kadar gula darah pada tikus yang mengalami hiperglikemik? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan ekstrak daun tapak dara (Catharanthus roseus) mampu menghambat aktivitas enzim α-glukosidase dan pengaruhnya terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus DM. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kemampuan ekstrak daun tapak dara (Catharanthus roseus) dalam menurunkan kadar glukosa darah pada tikus DM. 1.5 Kerangka Konsep Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang semua gejalanya ditandai dengan peningkatan kadar gula darah (hiperglikemik) yang disebabkan oleh defisiensi insulin (Mycek, et. al., 2001). Insulin merupakan hormon yang dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggung jawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang normal. Insulin memasukkan gula ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau dapat menyimpan energi 4 cadangan. Hiperglikemia terjadi setelah kita memakan makanan atau minuman yang mengandung karbohidrat dan merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin sehingga kadar glukosa darah yang tinggi lebih lanjut dan menyebabkan kadar glukosa darah normal (Soegondo, 2007). Hiperglikemia biasanya terjadi apabila sel β dalam pulau Langerhans tidak dapat menghasilkan insulin atau mengalami defisiensi insulin (Dominiczak, 2005). Defisiensi insulin menyebabkan gangguan proses biokimia dalam tubuh, yaitu penurunan ambilan glukosa ke dalam sel dan peningkatan pelepasan glukosa dari hati ke dalam sirkulasi. Hiperglikemia disebabkan karena kegagalan sekresi insulin dan atau kerja insulin (El-Soud et al., 2007). Hiperglikemia kronik pada diabetes berubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan pada beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (Suryohudoyo, 1996). Dalam mengatasi berbagai komplikasi penyakit akibat DM, maka harus melakukan upaya diet makanan yang rendah kalori dan lemak, olah raga yang teratur, terapi insulin, selain itu juga dibantu dengan pemberian obat diabetes oral seperti glibenclamide, glipizide dan glimepiridae. Selain relatif mahal, obat kimia juga memiliki efek samping yaitu dapat menimbulkan hipoglikemia, mual, rasa tidak enak diperut, dan anoreksia. Maka dipilihlah cara yang lebih murah yaitu pengobatan alternatif dengan obat herbal. Cara tradisional ini telah banyak diketahui melalui penelitian-penelitian, dengan memanfaatkan bahan alam yaitu tanaman herbal yang tidak hanya menyembuhkan penyakit tetapi juga memperbaiki jaringan tubuh yang rusak. Disamping itu tanaman herbal tidak 5 memiliki efek samping, dengan harga yang relatif murah dan mudah dibudidayakan sendiri (Winarto, 2003). Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai tanaman obat tradisional adalah tapak dara. Tapak dara merupakan salah satu obat tradisional yang mengandung senyawa tanin, triterpenoid, alkaloid dan flavonoid. Senyawa alkaloid dan flavonoid diyakini dapat memberi efek terhadap penurunan kadar glukosa darah, sehingga kemampuan daya hambat α-glukosidase ekstrak tapak dara (Catharanthus roseus) (Dalimartha, 2007), dan pengaruhnya terhadap kenaikan gula darah (hiperglikemik) perlu dilakukan penelitian agar pemanfaatan dan khasiatnya dapat dipertanggung jawabkan secara ilmah. 1.6 Hipotesis Berdasarkan kerangka konsep di atas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H0 : Ekstrak daun tapak dara (Catharanthus roseus) dapat menghambat αglukosidase dan menurunkan kadar glukosa darah tikus diabetes. H1 : Ekstrak daun tapak dara (Catharanthus roseus) tidak dapat menghambat α-glukosidase dan menurunkan kadar glukosa darah tikus diabetes. 6