Hasil Belajar Matematika Menggunakan Implementasi Model

advertisement
BAB I
A. Latar belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu komponen yang sangat penting
dalam pembentukan dan pengembangan kualitas sumber daya manusia
dalam menghadapi kemajuan zaman. Masalah pendidikan yang utama di
Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang
pendidikan. Setelah dilakukan usaha perbaikan dalam bidang pendidikan,
semakin disadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan yang
mendasar. Salah satu kekurangan tersebut adalah terletak pada inti
kegiatan pendidikan itu sendiri yaitu pada proses belajar mengajar yang
melibatkan anak didik dan pendidik. Hal tersebut juga terjadi pada proses
pembelajaran matematika.
Mata pelajaran matematika sering menjadi momok bagi siswa
sedangkan untuk guru yang bersangkutan diminta menyampaikan materi
agar menarik dan menjadikan siswa senang mengikuti pelajaran tersebut,
Binarsih (2012). Anggapan siswa dengan pelajaran matematika adalah
pelajaran yang menakutkan dan sulit. Persepsi ini akan berdampak pada
siswa yaitu membenci pelajaran matematika, di kelas kurang
memperhatikan pelajaran dan kurang berminat belajar matematika
sehingga hasil belajar matematika kurang maksimal, Irhamna dkk (2009).
Guru dituntut untuk lebih kreatif dalam memilih model pembelajaran yang
akan disajikan kepada siswa. Proses pembelajaran yang sering dilakukan
umumnya guru lebih mendominasi proses pembelajaran yaitu guru
menyampaikan materi dengan metode ceramah sedangkan siswa hanya
mendengar, mencatat dan mengerjakan tugas yang diperintahkan oleh
guru. Pembelajaran seperti itu akan membuat siswa jenuh dan bosan
sehingga dapat berdampak pada rendahnya kemampuan siswa pada
penguasaan dasar matematika hasil belajar siswa. Sumarmo (2006),
mengemukakan lima kemampuan dasar yang harus dimiliki siswa setelah
belajar matematika yaitu kemampuan (1) mengenal, memahami dan
menerapkan konsep, prosedur, prinsip, dan ide matematika, (2)
menyelesaikan masalah matematis (mathematical problem solving), (3)
bernalar matematis (mathematical reasoning), (4) melakukan koneksi
1
2
matematis (mathematical connection), dan (5) komunikasi matematis
(mathematical communication).
Meskipun matematika merupakan salah satu aspek penting dalam
menciptakan generasi bangsa yang unggul, namun pada kenyataannya
kemampuan matematis siswa masih jauh dari yang diharapkan. Kualitas
pembelajaran matematika sekolah, masih memprihatinkan baik dalam
hasil belajar siswa maupun dalam proses pembelajarannya (Soedjadi,
2000). Hal ini tergambar pula dari rerata hasil belajar siswa dalam level
nasional, yaitu Nilai EBTANAS Murni (NEM) dan Ujian Akhir Nasional
(UAN), dari tahun 1984 sampai dengan tahun 2001 selalu di bawah 6
dalam skala 1 sampai 10. Sedangkan dalam pelaksanaannya di dalam kelas,
pembelajaran matematika masih cenderung didominasi dengan cara
konvensional yang lebih terpusat pada guru (Marsigit, 2000).
Laporan evaluasi dari Program of International Student Assessment
(PISA) tahun 2009 diperoleh bahwa : “prestasi anak-anak Indonesia pada
pelajaran matematika masih rendah, hanya menduduki peringkat 61
dengan skor 371 dari 65 negara”. Hasil laporan TIMSS (Trends in
International Mathematics and Science Study) diperoleh bahwa : “Terjadi
penurunan hasil belajar matematika Indonesia. Pada tahun 1999 Indonesia
menempati posisi 34 dari 38 negara. Pada tahun 2003 Indonesia
menempati posisi 35 dari 46 negara sedangkan pada tahun 2007 Indonesia
menempati 36 dari 39 negara, jauh dari negara tetangga yaitu Singapura
yang menempati posisi 3 dan Malaysia menempati posisi 20. Jika dilihat
dari jumlah jam pelajaran matematika, Indonesia jauh lebih banyak
dibandingkan Malaysia dan Singapura. Dalam satu tahun siswa kelas VIII di
Indonesia rata-rata mendapat 169 jam pelajaran matematika, sementara
Malaysia hanya 120 jam dan singapura 112 jam”
Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan model
pembelajaran yang dapat membuat siswa menjadi lebih aktif saat
mengikuti pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat
diterapkan adalah model pemebelajaran Missouri Mathematics Project
(MMP). Model pembelajaran MMP adalah model pembelajaran yang
terstruktur, menurut Krismanto (2003), model pembelajaran MMP yang
secara empiris melalui penelitian, dikemas dalam struktur yang hampir
sama dengan struktur pembelajaran matematika (SPM). Struktur tersebut
dikemas dalam langkah-langkah yang meliputi review, pengembangan,
latihan terkontrol, seat work (kerja mandiri), dan penugasan (pekerjaan
3
rumah/PR). Penerapan model pembelajaran MMP, guru sebagai fasilitator
sedangkan siswa aktif dalam menemukan sendiri suatu konsep, sehingga
konsep tersebut mudah dipahami dan bertahan lama dalam ingatan siswa
dan siswa akan lebih mampu mentransfer pengetahuanya kedalam
pemecahan masalah. Setalah itu siswa secara kooperatif mengerjakan
latihan-latihan, dimana didalamnya siswa saling membantu dalam
menguasai bahan ajar. Selanjutnya latihan mandiri, dengan latihan
mandiri, siswa dapat mengukur sejauh mana pengetahuan atau
pemahaman yang mereka miliki.
Menurut penelitian yang dilkukan oleh Rauf (2011) tentang
“Peningkatan Hasil Belajar Bangun Ruang Melalui Missouri Mathematics
Project (MMP) pada siswa kelas VII.7 SMP Negeri Parepare” dari penelitian
tersebut didapat hasil bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitriyani (2011) tentang
“Penggunaan Puzquare Melalui Missouri Mathematics Project (MMP)
untuk Meningkatkan Hasil belajar Luas Daerah segiempat siswa kelas VII
SMP Negeri 3 Pati” yang menunjukan adanya peningkatan hasil belajar
pada materi luas daerah segiempat. Berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Widiastuti (2011) tentang “Eksperimentasi Pembelajaran
Kooperatif tipe Two stay Two Stray (TSTS) dan Tipe Missouri Mathematics
Project (MMP) pada prestasi belajar ditinjau dari Sikap Sosial siswa” hasil
penelitian menunjukan bahwa Model pembelajaran TSTS menghasilkan
prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran
MMP atau Konvensional.
Hasil observasi dengan guru MTs Negeri Kalibeber Wonosobo
bahwa hasil belajar matematika belum maksimal, walaupun ada sebagian
siswa yang hasil belajarnya sudah baik. Kegiatan pembelajaran masih
berpusat pada guru sehingga siswa kurang memiliki kesempatan untuk
mengembangkan sendiri konsep-konsep matematika yang ada. Karena
kegiatan pembelajaran berpusat pada guru dan guru hanya mengajarkan
dengan metode ceramah dan pemberian tugas maka siswa cenderung
pasif. Bahkan beberapa siswa menanggapinya dengan menyebut guru
matematika terlalu galak sehingga mereka malas belajar ataupun
mengikuti pembelajaran. Siswa menyebutkan jika proses pembelajaran
yang demikian menjadikan matematika tidak menarik, sehingga
berdampak pada hasil belajar mereka yang belum maksimal.
4
Informasi dari guru MTs Negeri Kalibeber Wonosobo bahwa nilai
standar ketuntasan belajar matematika siswa adalah 73. Selain itu juga
didapat informasi jika nilai matematika siswa pada beberapa kelas VII
semester II tahun ajaran 2012/2013 masih berada dibawah nilai standar
ketuntasan yang ditetapkan. Beberapa faktor yang mengakibatkan hasil
belajar matematika masih belum maksimal adalah, kurangnya keaktifan
siswa dalam menanggapi materi yang dismpaikan oleh guru. Siswa malu
bertanya, kemampuan awal siswa yang masih rendah, kemampuan siswa
untuk mengingat materi yang telah dipelajari masih kurang, dan dalam
pemberian materi pelajaran guru lebih mendominasi proses pembelajaran
yaitu guru yang aktif menyampaikan materi sedang siswa hanya duduk
mendengar, mancatat, menghafal dan mengerjakan soal yang diberikan
oleh guru. Siswa perlu diberikan kesempatan untuk belajar lebih aktif,
lebih berpartisipasi serta mampu berinteraksi dengan siswa lain dalam
pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas hasil belajar masih tergolong masih
rendah karena sebagian siswa masih mendapatkan nilai dibawah KKM dan
diperlukan model pembelajaran yang lebih kreatif dan tidak hanya
berpusat pada guru. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian mengenai “Hasil Belajar Matematika Dengan Implementasi
Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project Siswa Kelas VII MTs
Negeri Kalibeber Wonosobo Tahun Ajaran 2012/2013”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka perumusan
masalahnya adalah, sebagai berikut: Bagaimana hasil belajar matematika
siswa kelas VII MTs Negeri Kalibeber Wonosobo tahun ajaran 2012/2013
setelah diberikan perlakuan menggunakan model pembelajaran Missouri
mathematics project?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil belajar siswa
kelas VII MTs Negeri Kalibeber Wonosobo tahun ajaran 2012/2013 dengan
menggunakan model pembelajaran missouri mathematics project;
5
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, maka penelitian ini
diharapkan mempunyai manfaat atau kegunaan dalam pendidikan baik
secara langsung maupun secara tidak langsung. Adapun manfaat penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan
sumbangan kepada pembelajaran matematika, terutama terhadap
pengaruh model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP)
terhadap hasil belajar matematika siswa. Secara khusus, penelitian ini
memberikan kontribusi kepada model pembelajaran matematika yang
berupa pergeseran dari pembelajaran yang hanya bersifat monoton
menuju pembelajaran yang lebih kreatif dan inovatif.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi sekolah, Penelitian ini memberikan sumbangan dalam rangka
perbaikan model pembelajaran matematika.
b. Bagi Guru, Model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP)
dapat digunakan untuk menyelengarakan pembelajaran yang inovatif dan
kreatif.
c. Bagi Siswa, Proses pembelajaran model Missouri Mathematics Project
(MMP) dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan mengoptimalkan
kemampuan berfikir positif dalam mengembangkan diri ditengah-tengah
lingkungan dalam meraih keberhasilan belajar.
d. Bagi Peneliti, Sebagai bahan pertimbangan, masukan atau referensi untuk
penelitian lebih lanjut dengan subyek yang hampir sama.
Download