iii HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI, KONSUMSI PANGAN GOITROGENIK DAN GARAM DENGAN KADAR IODIUM URIN IBU HAMIL DI DESA GEKBRONG CIANJUR SRI LUSIAWATI INDRIANI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iv v v PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Pengetahuan Gizi, Konsumsi Pangan Goitrogenik dan Garam dengan Kadar Iodium Urin Ibu Hamil di Desa Gekbrong Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2016 Sri Lusiawati Indriani NIM I14120022 vi vii vii ABSTRAK SRI LUSIAWATI INDRIANI. Hubungan Pengetahuan Gizi, Konsumsi Pangan Goitrogenik dan Garam dengan Kadar Iodium Urin Ibu Hamil di Desa Gekbrong Cianjur. Dibimbing oleh EVY DAMAYANTHI dan HADI RIYADI. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan gizi, konsumsi pangan goitrogenik dan garam dengan kadar iodium urin ibu hamil di Desa Gekbrong, Cianjur. Desain penelitian adalah cross sectional study. Jumlah ibu hamil pada penelitian sebanyak 50 orang. Penelitian dilakukan di Desa Gekbrong pada bulan Februari-Mei 2016. Hasil uji hubungan menunjukkan terdapat hubungan negatif secara signifikan antara hubungan konsumsi pangan goitrogenik baik berdasarkan frekuensi maupun kandungan tiosianat dengan kadar iodium urin dan hubungan antara pengetahuan gizi dengan frekuensi konsumsi pangan goitrogenik (P value <0.05). Namun, tidak terdapat hubungan secara signifikan antara hubungan pengetahuan gizi dengan konsumsi garam, hubungan antara pengetahuan gizi dengan kandungan tiosianat, hubungan antara usia dengan kadar iodium urin, hubungan antara pengetahuan gizi dengan kadar iodium urin dan hubungan antara konsumsi garam dengan kadar iodium urin (P value >0.05). Kata kunci: garam, goitrogenik, iodium viii ABSTRACT SRI LUSIAWATI INDRIANI. The Correlation of Nutritional Knowledge, Consumption of Goiterogenic Food and Salt with Urinary Iodine Concentration of Pregnant Women in Gekbrong village Cianjur. Supervised by EVY DAMAYANTHI and HADI RIYADI. This study aimed to analyze the correlation between nutritional knowledge, consumption of goiterogenic food and salt with urinary iodine concentration of pregnant women in Gekbrong village Cianjur. Design of study was cross sectional study. The total of pregnant women in this study were 50 peoples. This research was conducted in Gekbrong village, Cianjur on FebruaryMay 2016. The results showed that there was a negative significant correlation between consumption of goiterogenic food both based on the frequency and content thiocyanate with urinary iodine concentration. There was also a negative significant correlation between nutritional knowledge with frequency of consumption goiterogenic food (P value <0.05). However, there were not a significant correlation between nutritional knowledge with consumed salt, correlation between nutritional knowledge with content of thiocyanate, correlation between age with urinary iodine concentration, correlation between nutritional knowledge with urinary iodine concentration, and correlation between consumed salt with urinary iodine concentration (P value >0.05). Keywords: goiterogenic, iodine, salt ix ix HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI, KONSUMSI PANGAN GOITROGENIK DAN GARAM DENGAN KADAR IODIUM URIN IBU HAMIL DI DESA GEKBRONG CIANJUR SRI LUSIAWATI INDRIANI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 x xi xi Judul Nama NIM : Hubungan Pengetahuan Gizi, Konsumsi Pangan Goitrogenik dan Garam dengan Kadar Iodium Urin Ibu Hamil di Desa Gekbrong Cianjur : Sri Lusiawati Indriani : I14120022 Disetujui oleh, Prof Dr Ir Evy Damayanthi, MS Pembimbing I Diketahui oleh, Dr Rimbawan Ketua Departemen Tanggal Lulus: Dr Ir Hadi Riyadi, MS Pembimbing II xii xiii PRAKARTA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Pengetahuan Gizi, Konsumsi Pangan Goitrogenik dan Garam dengan Kadar Iodium Urin Ibu Hamil di Desa Gekbrong Cianjur” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan arahan dari berbagai pihak khususnya pihak pembimbing, baik berupa materi maupun teknis. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Prof Dr Ir Evy Damayanthi, MS selaku dosen pembimbing skripsi. 2. Bapak Dr Ir Hadi Riyadi, MS selaku dosen pembimbing skripsi. 3. Bapak Dr Rimbawan, selaku ketua Departemen Gizi Masyarakat IPB. 4. Ibu Dr Ir Lilik Kustiyah, MSi selaku pemandu seminar dan penguji sidang. 5. Bapak Mashudi selaku pembimbing teknisi laboratorium. 6. Bapak Dadang selaku kepala desa di Desa Gekbrong. 7. Bapak Wahyu selaku kepala desa di Desa Songgom. 8. Ibu-ibu kader Posyandu di Desa Gekbrong dan Songgom. 9. Ibu-ibu hamil selaku sampel penelitian di Desa Gekbrong dan Songgom. Penulis mohon maaf atas segala kekurangan ataupun kekhilafan yang penulis lakukan dalam penyusunan skripsi ini. Demikian kata pengantar ini penulis buat, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pihak lain pada umumnya sebagai sumber informasi serta bahan perencanaan penelitian program gizi dalam penelitian selanjutnya. Bogor, Agustus 2016 Sri Lusiawati Indriani I14120022 xiv xv xv DAFTAR ISI Lembar Pengesahan PRAKARTA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Hipotesis Manfaat KERANGKA PEMIKIRAN METODE Desain, Waktu dan Tempat Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis Wilayah Karakteristik Ibu Hamil Karakteristik Sosial Ekonomi Ibu Hamil Pengetahuan Gizi Ibu Hamil Konsumsi Garam pada Ibu Hamil di Desa Gekbrong Konsumsi Pangan Goitrogenik pada Ibu Hamil di Desa Gekbrong Urinary Iodine Concentration (UIC) Hubungan antar Variabel SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP xi xiii xv xv xvi xvi 1 1 3 4 4 4 5 7 7 7 9 10 12 14 14 15 16 19 21 22 26 26 33 33 33 34 39 50 DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 Sebaran ibu hamil di Desa Gekbrong, Cianjur Variabel, jenis dan cara pengumpulan data Pengategorian variabel data yang dianalisis dan sumber acuannya Hubungan antara asupan iodium, pengeluaran urin dan status iodium Geografis Kabupaten Cianjur dalam tiga wilayah Sebaran ibu hamil berdasarkan usia dan usia kehamilan Sebaran ibu hamil berdasarkan besar keluarga Sebaran tingkat pendidikan ibu hamil dan suami 8 9 11 12 14 16 16 17 xvi 9 Sebaran jenis pekerjaan ibu hamil dan suami 10 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat pendapatan 11 Jumlah dan persentase ibu hamil yang menjawab benar terhadap pertanyaan pengetahuan gizi 12 Sebaran ibu hamil berdasarkan kategori pengetahuan gizi 13 Sebaran ibu hamil berdasarkan konsumsi garam beriodium 14 Sebaran ibu hamil berdasarkan frekuensi konsumsi pangan goitrogenik 15 Sebaran ibu hamil berdasarkan rata-rata frekuensi konsumsi pangan goitrogenik 16 Kandungan sianida pada berbagai sayuran (mg/100 g) 17 Sebaran ibu hamil berdasarkan rata-rata konsumsi kadar tiosianat dalam pangan goitrogenik 18 Sebaran ibu hamil berdasarkan kadar iodium urin 19 Hubungan antara pengetahuan gizi dengan konsumsi garam beriodium 20 Hubungan antara konsumsi garam beriodium dengan kategori UIC 21 Hubungan antara pengetahuan gizi dengan kategori UIC 22 Hubungan pengetahuan gizi dengan konsumsi pangan goitrogenik 23 Hubungan antara frekuensi konsumsi pangan goitrogenik dengan kategori UIC 24 Hubungan antara konsumsi pangan goitrogenik berdasarkan kandungan tiosianat dengan kategori UIC 25 Hubungan antara usia dengan kategori kadar iodium urin (UIC) 18 18 20 21 22 23 24 25 25 26 27 28 29 29 30 31 32 DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran hubungan pengetahuan gizi, konsumsi pangan goitrogenik dan garam dengan kadar iodium urin 2 Pengumpulan urin ibu hamil 3 Iodine test 4 Urin ibu hamil 5 Jenis garam yang digunakan 6 43 43 43 43 DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 Hasil uji Correlations Spearman antara pengetahuan gizi dengan konsumsi garam beriodium Hasil uji Correlations Spearman antara konsumsi garam beriodium dengan kadar iodium urin Hasil uji Correlations Spearman antara pengetahuan gizi dengan kadar iodium urin Hasil uji Correlations Spearman antara pengetahuan gizi dengan frekuensi konsumsi pangan goitrogenik Hasil uji Correlations Spearman antara pengetahuan gizi dengan frekuensi konsumsi kadungan tiosianat dalam pangan goitrogenik 39 39 39 40 40 xvii xvii 6 Hasil uji Correlations Spearman antara frekuensi konsumsi pangan goitrogenik dengan kadar iodium urin 7 Hasil uji Correlations Spearman antara frekuensi konsumsi kadar sianida dalam pangan goitrogenik dengan kadar iodium urin 8 Hasil uji Correlations Spearman usia dengan kadar iodium urin 9 Hasil pemeriksaan kadar iodium urin (UIC) 10 Dokumentasi 11 Kuesioner 40 41 41 42 43 44 1 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keberagaman flora dan fauna, biasanya masyarakat yang tinggal di dataran tinggi lebih banyak memanfaatkan flora dan fauna untuk dijadikan sebagai sumber makanan. Flora yang banyak dimanfaatkan masyarakat dataran tinggi biasanya banyak mengandung zat goitrogenik. Bahan pangan tersebut sering dikonsumsi masyarakat dataran tinggi karena pangan tersebut mudah untuk ditanam dan diolah menjadi makanan. Pangan inilah yang dapat menyebabkan gangguan penyerapan iodium dalam tubuh. Wafiyah dan Muwakhidah (2013) menyatakan pengaruh defisiensi iodium tidak sebatas pada pembesaran kelenjar tiroid dan kretinisme. Namun, defisiensi iodium dapat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia (Oktaviana 2013), karena defisiensi iodium seringkali tidak terlihat secara klinis dan tidak disadari. Escott-Stump (2012) menyatakan defisiensi iodium pada orang dewasa dapat mengakibatkan hipotiroid, infertilitas, meningkatkan kepekaan terhadap radiasi nuklir, kanker tiroid, gondok, gangguan kognitif, lemas, dan penurunan produktifitas. Namun, defisiensi iodium bukan penyebab tunggal terjadinya Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI), akan tetapi peran lain seperti adanya zat goitrogenik yang juga dapat menyebabkan GAKI. Pangan goitrogenik merupakan pangan yang mengandung zat yang dapat menghambat penyerapan iodium di dalam tubuh. Contoh pangan goitrogenik yaitu brokoli, singkong, daun melinjo, bayam, buncis, daun pepaya, daun singkong, selada air, ubi jalar, kol/kubis, caisin dan lain-lain (Murdiana dan Saidin 2001). Interaksi yang dihasilkan antara goitrogen dengan iodium dapat menyebabkan terganggunya metabolisme iodium. Apabila sebagian besar goitrogenik masuk ke dalam tubuh, senyawa tersebut akan bersaing dengan iodium dalam proses transpor aktif di dalam sel tiroid. Hal ini karena struktur goitrogen hampir mirip dengan iodium sehingga dapat menghambat penyerapan iodium dan pengeluaran hormon di dalam kelenjar. Badan Pusat Statistik (2014) menyatakan sebagian besar masyarakat Cianjur bekerja sebagai petani/buruh tani dan berdagang sebagai urutan kedua. Hasil panen yang ditanam berupa padi, sayuran dan umbi-umbian, berdasarkan hasil panen tersebut sebagian besar masyarakat memanfaatkan hasil panennya untuk kebutuhan makan sehari-hari. Jenis pangan yang dikonsumsi tersebut sebagian besar merupakan jenis pangan dengan kandungan zat goitrogenik yang cukup tinggi. Salah satu daerah yang merupakan penghasil sayuran dan tinggal di dataran tinggi dengan memanfaatkan pangan goitrogenik adalah Desa Gekbrong. Namun, masyarakat Gekbrong tidak menunjukkan tanda dan gejala GAKI secara klinis. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian. Penyebab GAKI tidak hanya dipengaruhi oleh pangan goitrogenik saja akan tetapi dapat dipengaruhi juga oleh konsumsi pangan sumber iodium (Laurberg et al. 2006; Mutalazimah et al. 2013). Iodium merupakan salah satu mikromineral yang dibutuhkan oleh tubuh. Iodium akan diabsorpsi di dalam usus dan diedarkan melalui sirkulasi darah dalam bentuk senyawa iodida anorganik 2 plasma (PII/Plasma Inorganic Iodide) kemudian sel-sel kelenjar tiroid mengambil senyawa iodida melalui pompa iodium (sodium/iodine symporter), mekanisme ini dikendalikan oleh Thyroid-stimulating hormone (TSH) dari kelenjar hipofisis, mekanisme ini disebut mekanisme transportasi aktif yang mempertahankan gradien 100:1 antara sel-sel kelenjar tiroid dan cairan ekstrasel. Gradien ini dapat meningkat hingga 400:1, jika terjadi defisiensi iodium. Iodium akan dilepaskan ke dalam koloid kelenjar tiroid, kemudian iodium dioksidasi oleh hidrogen peroksida melalui sistem peroksidase tiroid. Senyawa iodida disatukan ke dalam molekul tirosin dari tiroglobulin untuk membentuk monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT) (Gibney et al. 2005). DIT dengan DIT akan membentuk tetraiodotironin/tiroksin (T4) dan MIT dengan DIT akan membentuk triiodotironin (T3). Tiroglobulin akan diambil oleh sel-sel kelenjar tiroid melalui proses pinositosis. Hormon T3 dan T4 akan dilepas dari kelenjar tiroid melalui proses proteolisis yang dipengaruhi oleh TSH yang distimulasi oleh Thyrotropin-releasing hormone (TRH) dari hipotalamus. Selain itu, pada mekanisme ini terjadi mekanisme umpan balik (feedback mechanism), ketika kadar T4 meningkat maka dapat menghambat sekresi TSH dan melawan kerja TRH. Namun, ketika kadar T4 menurun maka sekresi TSH meningkat, hal ini akan menstimulasi aktivitas sel-sel kelenjar tiroid sehingga terjadi hipertrofi dan hiperplasia sel-sel tiroid dan menghasilkan pembesaran kelenjar tiroid (Gibney et al. 2005). Namun, jika tubuh kelebihan iodium maka akan dikeluarkan melalui urin. Hasil iodida dalam urin berhubungan dengan konsentrasi iodida di dalam plasma dan asupan iodium dalam makanan karena sebanyak 33% iodium akan diabsorpsi oleh tiroid dan sisanya 67% akan diabsorpsi oleh ginjal dan diekskresikan melalui urin. Saidin (2009) menyatakan mekanisme ini dikenal dengan 6 tahap yaitu tahap traping, oksidasi, penggabungan (coupling), penimbunan, deiodinasi, dan proteolisis. Riset Kesehatan Dasar (2013) menunjukkan wilayah Jawa Barat menggunakan garam beriodium dengan kategori cukup (68.6%), kurang (20.5%) dan tidak beriodium (10.9%). Berdasarkan data tersebut, wilayah Jawa Barat masih dikategorikan penggunaan garam beriodiumnya relatif rendah karena berada dibawah ketetapan nasional dalam penggunaan garam yaitu dikategorikan cukup (77.1%), kurang (14.8%) dan tidak ada (8.1%). Secara nasional angka ini masih belum mencapai target Universal Salt Iodization (USI) atau garam beriodium untuk semua yaitu minimal 90% rumah tangga mengonsumsi garam dengan kandungan cukup iodium (WHO/UNICEF ICCIDD 2010), dan hanya 13 provinsi di Indonesia yang telah mencapai USI dari total provinsi yang ada di Indonesia. Selain itu, GAKI tidak hanya dipengaruhi oleh pangan goitrogenik maupun asupan iodium, akan tetapi ada beberapa faktor yang dapat menghambat penyerapan iodium. Begna dan Abdissa (2012) menyatakan faktor lainnya meliputi gen dan kurangnya konsumsi bahan pangan sumber protein serta rendahnya kandungan iodium dalam tanah di dataran tinggi (Octavia et al. 2015). Selain itu, Mousavi et al. (2006) menyatakan faktor risiko terjadinya GAKI yaitu rendahnya tingkat pengetahuan dan malnutrisi (Patuti et al. 2010), serta kondisi geografis daerah tersebut (Pharoah et al. 2012). GAKI merupakan permasalahan kesehatan yang masih banyak dijumpai di Indonesia. Berdasarkan survei yang dilakukan pada tingkat kabupaten di seluruh Indonesia pada tahun 1996-1998 3 menunjukkan sebanyak 5.8% kabupaten atau kota termasuk kategorik endemik berat, 10.9% kabupaten atau kota termasuk kategorik endemik sedang, 38.6% kabupaten atau kota termasuk kategorik endemik ringan, dan 44.7% kabupaten atau kota termasuk kategorik non-endemik. Namun, survei yang dilakukan pada tahun 2003 menunjukkan sebanyak 8.8% kabupaten atau kota termasuk kategorik endemik berat, 12.2% kabupaten atau kota termasuk kategorik endemik sedang, 35.7% kabupaten atau kota termasuk kategorik endemik ringan, dan 43.3% kabupaten atau kota termasuk kategori non-endemik. Berdasarkan data tersebut, GAKI masih dianggap sebagai masalah kesehatan karena prevalensi kejadiannya masih di atas 5% yang merupakan ambang batas masalah kesehatan masyarakat di Indonesia (Depkes RI 2006). Selain itu, berdasarkan hasil survei nasional Tahun 2003 di provinsi Jawa Barat tergolong ke dalam tingkat TGR (Total Goiter Rate) ringan yaitu berkisar antara 5-19.9%. Salah satu risiko rawan GAKI adalah rendahnya kadar iodium dalam urin terutama pada kelompok-kelompok rentan di masyarakat seperti ibu hamil, menyusui, balita dan wanita usia subur (Mutalazimah et al. 2013). Djokomoeljanto (2002) menyatakan wanita usia subur merupakan kelompok yang sangat strategis dalam pencegahan gangguan mental yang diakibatkan dari defisiensi iodium. Selain itu, Budiman dan Sumarno (2007) menyatakan GAKI dapat berdampak pada kelainan neuropsikologi dalam masa pertumbuhan janin, sedangkan Depkes RI (2006) menyatakan kadar iodium dalam urin pada wanita usia subur merupakan indikator untuk melihat kecenderungan suatu daerah endemik atau tidak, sehingga salah satu cara untuk mengetahui tingkat kerawanan GAKI adalah dengan mengukur kadar iodium dalam urin (Supariasa et al. 2012). Hal ini karena analisis nilai iodium dalam urin digunakan sebagai indikator untuk mengukur kecukupan asupan iodium, mengingat hampir sebagian besar iodium dalam tubuh diekskresikan melalui urin. Selain itu, Sartini (2012) menyatakan indikator utama dalam penanganan GAKI adalah untuk melihat asupan iodium dipakai kadar iodium dalam garam, sedangkan untuk melihat implikasi dari konsumsi dipakai pemeriksaan iodium dalam urin. Berdasarkan uraian tersebut, perlu adanya analisis terkait hubungan pengetahuan gizi, konsumsi pangan goitrogenik dan garam dengan kadar iodium urin ibu hamil di Desa Gekbrong Kabupaten Cianjur, yang mana pada penelitian ini tidak akan diberikan intervensi apapun, tetapi peneliti akan mengumpulkan data secara langsung dari responden. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan pokokpokok permasalahan yang menjadi fokus penelitian adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tingkat pengetahuan gizi, konsumsi pangan goitrogenik dan garam, serta kadar iodium urin pada ibu hamil di Desa Gekbrong, Cianjur? 2. Bagaimana hubungan antara pengetahuan gizi, konsumsi pangan goitrogenik dan garam dengan kadar iodium urin (UIC) ibu hamil di Desa Gekbrong, Cianjur? 4 Tujuan Tujuan Umum Secara umum tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan gizi, konsumsi pangan goitrogenik dan garam dengan kadar iodium urin (UIC) ibu hamil di Desa Gekbrong Kabupaten Cianjur. Tujuan Khusus 1. 2. 3. 4. 5. 6. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: Mengidentifikasi karakteristik sosial dan ekonomi pada ibu hamil. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan gizi pada ibu hamil. Mengidentifikasi konsumsi pangan goitrogenik pada ibu hamil. Mengidentifikasi garam yang dikonsumsi oleh ibu hamil. Menganalisis kadar iodium urin pada ibu hamil. Menganalisis hubungan antara pengetahuan gizi, konsumsi pangan goitrogenik dan garam dengan kadar iodium urin (UIC) ibu hamil. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Terdapat hubungan antara pengetahuan gizi dengan kadar iodium urin. 2. Terdapat hubungan antara konsumsi pangan goitrogenik dengan kadar iodium urin. 3. Terdapat hubungan antara konsumsi garam dengan kadar iodium urin. Manfaat 1. Memberikan informasi ilmiah demi perkembangan ilmu pengetahuan dalam upaya pencegahan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI). 2. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan untuk melakukan penelitian selanjutnya dengan ruang lingkup metode yang lebih luas. 3. Memberikan informasi sehingga pemerintah dapat mencegah secara dini terhadap penurunan kemajuan pembangunan yang diakibatkan dari GAKI. 5 KERANGKA PEMIKIRAN Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan kumpulan penyakit yang disebabkan oleh kurangnya asupan iodium dalam tubuh. EscottStump (2012) menyatakan gangguan akibat kekurangan iodium meliputi hipotiroid, hipertiroid, pembesaran kelenjar tiroid, penurunan mental dan Intellegence Quotient (IQ) serta penyakit graves dan bahkan kanker tiroid. Saputri dan Soekatri (2016) menyatakan Indonesia sudah melaksanakan program fortifikasi garam beriodium sejak tahun 1993, hal ini dilakukan sebagai salah satu cara dalam penanggulangan GAKI untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan iodium dalam tubuh. Namun, karena masih adanya kesenjangan antara peningkatan distribusi garam beriodium dengan meningkatnya prevalensi risiko GAKI yang tinggi, sehingga GAKI tidak berujung menurun meskipun terjadi peningkatan presentase dalam mengonsumsi garam beriodium (Cahyadi 2006). Selain itu, karakteristik sosial dan ekonomi diduga dapat memengaruhi risiko GAKI. Karakteristik sosial dan ekonomi contoh dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu tingkat pendidikan, pendapatan, dan banyaknya jumlah anggota dalam keluarga. Karakteristik ini dapat memengaruhi pengetahuan gizi, karena semakin tinggi tingkat pendidikan seorang ibu, ibu akan cenderung dapat menerima pengetahuan baru sehingga pengetahuan gizi ibu baik. Ketika pengetahuan gizi ibu baik maka ibu akan mengaplikasikan praktik gizi dengan memilih jenis pangan yang kandungan gizinya baik. Kemudian dilihat dari tingkat pendapatan, semakin besar tingkat pendapatan keluarga maka pola konsumsi keluarga akan semakin baik sehingga status gizinya pun baik. Selain itu, banyaknya jumlah anggota dalam keluarga dapat memengaruhi pola konsumsi karena semakin banyak jumlah anggota dalam keluarga maka setiap anggota dalam keluarga tersebut akan mendapat makanan dalam jumlah sedikit dibandingkan dengan jumlah anggota keluarga yang lebih sedikit. Pengetahuan gizi pada ibu dapat memengaruhi frekuensi konsumsi pangan goitrogenik dan konsumsi garam beriodium. Rizqiawan (2015) menyatakan tingkat pendidikan contoh sangat berpengaruh terhadap pengetahuan, sikap dan praktik gizi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin baik tingkat pengetahuan gizinya, hal ini dapat dibuktikan dengan mudahnya menerima informasi baru terkait gizi. Namun, sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka semakin kurang tingkat pengetahuan gizinya karena akan sulit menerima pengetahuan baru terkait gizi hanya untuk mempertahankan kebiasaan makan yang dulu (Khomsan 2000). Selain itu, salah satu faktor lainnya adalah usia, Mutalazimah et al. (2013) menyatakan salah satu usia rentan terkena GAKI yaitu ibu hamil dan usia wanita subur (WUS). Frekuensi konsumsi pangan goitrogenik dan garam beriodium dapat mempengaruhi kadar iodium dalam urin (Ningtyas et al. 2014), karena rendahnya konsumsi garam beriodium seiring dengan tingginya konsumsi pangan goitrogenik maka kadar iodium urin rendah. Sebaliknya, tingginya penggunaan garam beriodium seiring dengan rendahnya konsumsi pangan goitrogenik maka kadar iodium urin normal/optimum atau bahkan tinggi. Tingkat pengetahuan gizi contoh berbanding positif pada konsumsi garam beriodium artinya semakin baik tingkat pengetahuan gizi contoh maka semakin 6 tinggi tingkat penggunaan garam beriodium (Laurberg et al. 2006), sedangkan tingkat pengetahuan gizi contoh berbanding negatif pada konsumsi pangan goitrogenik artinya semakin baik tingkat pengetahuan gizi contoh maka semakin rendah tingkat konsumsi pangan goitrogenik (Ningtyas et al. 2014), sehingga pada penelitian ini faktor-faktor tersebut akan diteliti lebih lanjut terkait hubungannya dengan kadar iodium urin. Berikut ini merupakan tampilan gambar yang menjelaskan hubungan pengetahuan gizi, konsumsi pangan goitrogenik dan garam dengan kadar iodium urin yang dapat dilihat pada gambar 1. Karakteristik sosial ekonomi: - Tingkat pendidikan - Tingkat pendapatan - Jumlah anggota dalam keluarga Pengetahuan gizi Konsumsi garam Konsumsi pangan goitrogenik Faktor lain: - Usia Kadar iodium urin Keterangan : : Variabel yang dianalisis : Hubungan yang dianalisis Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan pengetahuan gizi, konsumsi pangan goitrogenik dan garam dengan kadar iodium urin 7 METODE Desain, Waktu dan Tempat Desain rancangan penelitian menggunakan cross sectional study dan peneliti tidak memberikan intervensi apapun terhadap contoh. Studi ini mengumpulkan data untuk menganalisis hubungan pengetahuan gizi, konsumsi pangan goitrogenik dan garam dengan kadar iodium urin pada ibu hamil di Desa Gekbrong Kabupaten Cianjur. Penelitian ini dilakukan di Desa Gekbrong dan Desa Songgom Kecamatan Gekbrong Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Desa Songgom dipilih dalam penelitian sebagai desa untuk menguji validitas dan reliabilitas kuesioner sebelum kuesioner digunakan, sedangkan Desa Gekbrong dipilih secara sengaja (purposive) karena BPS (2014) menyatakan Desa Gekbrong merupakan desa dengan matapencaharian utama masyarakatnya sebagai petani/buruh tani dan memanfaatkan hasil panen untuk kebutuhan sehari-hari. Hasil yang dipanen berupa padi-padian, sayur dan umbi-umbian. Jenis sayur yang dipanen berupa brokoli, tomat, kol, kembang kol, sawi pahit, sawi putih dan lainlain. Padahal jenis sayuran tersebut merupakan jenis sayuran yang mengandung zat goitrogenik. Meskipun masyarakat mengonsumsi sayuran tersebut setiap hari, namun tidak menunjukkan tanda dan gejala GAKI secara klinis. Selain itu, berdasarkan survei nasional Tahun 2003, wilayah provinsi Jawa Barat tergolong ke dalam tingkat Total Goiter Rate (TGR) sebesar 7% atau tergolong ringan dengan kisaran TGR antara 5-19.9%. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-Mei 2016. Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Subjek dari Desa Songgom yang digunakan untuk uji validitas dan reliabilitas dipilih secara acak (simple random sampling) dengan jumlah 30 orang ibu hamil menggunakan prinsip minimal sampling. Subjek dari Desa Gekbrong yang digunakan dalam penelitian merupakan subjek yang diambil secara acak (simple random sampling) dengan karakteristik ibu hamil umur 20-45 tahun. Berdasarkan hasil survei nasional Tahun 2003 wilayah provinsi Jawa Barat tergolong ke dalam tingkat Total Goiter Rate (TGR) sebesar 7% atau tergolong ringan dengan kisaran antara 5-19.9%. Berdasarkan prevalensi tersebut, berikut ini merupakan cara penarikan sampel dengan menggunakan rumus Lemeshow dan David (1997): n ≥ [(Z1-α)2 x p(1-p)] d2 n ≥ [(1.96)2 x 0.07(1-0.07)] (0.1)2 n ≥ 25.00 Keterangan: n: Jumlah sampel 8 α: Derajat kepercayaan (0.05) p: Proporsi (tingkat TGR 7%) d: Presisi (10%) Perhitungan subjek berdasarkan rumus Lemeshow dan David (1997) menunjukkan subjek yang akan digunakan sebesar 25 orang dengan penambahan subjek sebanyak 25 orang untuk mengantisipasi adanya drop out ditengah penelitian sehingga besar sampel minimal pada penelitian ini adalah 50 orang ibu hamil dari Desa Gekbrong Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Kriteria inklusi yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah ibu hamil dengan umur 20-45 tahun dalam keadaan normal, tidak sedang mengonsumsi obat maupun suplemen selama minimal 3 hari sebelum pengambilan data, dan bersedia untuk diwawancarai dan mengisi formulir SQ-FFQ (Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire). Kriteria inklusi umur ibu hamil dipilih pada rentang usia 20-45 tahun karena kelompok wanita sampai usia 49 tahun rentan mengalami GAKI jika dibandingkan dengan kelompok laki-laki (Agustin et al. 2015). Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah subjek yang tidak termasuk ke dalam kriteria inklusi yaitu ibu hamil dengan umur 20-45 tahun dalam keadaan GAKI, menyusui dan berpenyakit kronik. Sebelum dilakukan wawancara pada ibu hamil, peneliti mengunjungi kader posyandu untuk meminta data ibu hamil. Setelah memperoleh data terkait ibu hamil kemudian data tersebut dipilih secara acak berdasarkan jarak tempat tinggal sehingga didapatkan subjek sebanyak 50 orang. Berikut ini tabel yang menunjukkan data ibu hamil di Desa Gekbrong, Cianjur yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Sebaran ibu hamil di Desa Gekbrong, Cianjur Dusun/kampung Tabrik Pasir buntu Loji Babakan Gekbrong Padabenghar Kebon konang Pasir cinaa Lembur tengaha Pasir tulang Pajaganb Total a Total (Orang) 9 10 15 7 10 15 7 0 0 7 0 80 Jumlah terpilih (Orang) 5 5 10 5 6 10 5 0 0 4 0 50 Dusun/kampung yang tidak dikunjungi; bDusun/kampung yang tidak ada ibu hamilnya. Tabel 1 menunjukkan seluruh jumlah ibu hamil dari 8 dusun/kampung yang dikunjungi sebanyak 80 orang. Setelah dipilih secara acak dengan menandai data, diperoleh jumlah ibu hamil sebanyak 50 orang yang dijadikan subjek penelitian. Berdasarkan sebaran data tabel 1 sebagian besar ibu hamil yang dijadikan sampel penelitian dipilih setengahnya dari jumlah ibu hamil yang masuk ke dalam kriteria inklusi perdusun/kampungnya, kecuali untuk dusun/kampung pajagan yang tidak ditemukan ibu hamil dan dusun/kampung pasir cina dan lembur tengah yang tidak dikunjungi karena lokasi tempat yang cukup jauh. 9 Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan sekunder. Data primer dapat diperoleh melalui wawancara langsung pada subjek penelitian menggunakan kuesioner yaitu dengan pengisian karakteristik contoh secara lengkap, pengetahuan gizi, formulir SQ-FFQ (Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire) dan analisis Urinary Iodine Concentration (UIC). Kuesioner ini dimodifikasi dari Rizqiawan (2015) yang disesuaikan dengan kebutuhan data pada penelitian. Kuesioner ini dijadikan sebagai panduan dalam wawancara karena pada saat di lapangan peneliti menggunakan bahasa daerah masyarakat Cianjur yaitu bahasa sunda untuk mempermudah komunikasi antara peneliti dengan ibu hamil. Urin yang dikumpulkan merupakan urin sewaktu yang ditampung dalam tabung urin. Urin yang terkumpul kemudian diukur kadar iodiumnya menggunakan prinsip Acid Digestion dengan metode Ammonium Persulfate di Laboratorium GAKI Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND) Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah. Data sekunder merupakan data gambaran wilayah Desa Gekbrong Cianjur. Berikut ini merupakan tabel jenis dan cara pengumpulan data berdasarkan variabel yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Variabel, jenis dan cara pengumpulan data Variabel Karakteristik contoh Identitas Umur Usia kehamilan Karakteristik sosial dan ekonomi contoh Pekerjaan contoh dan suami Pendapatan contoh dan suami Pendidikan contoh dan suami Besar keluarga Frekuensi konsumsi pangan goitrogenik Jenis data Primer Cara pengumpulan data Wawancara ibu hamil menggunakan kuesioner Primer Wawancara ibu hamil menggunakan kuesioner Primer Wawancara ibu hamil mengunakan kuesioner metode SQ-FFQ (Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire) Penggunaan jenis garam Garam beriodium Garam tidak beriodium Pengetahuan gizi Primer Tes garam menggunakan iodine test Primer Kadar iodium urin (UIC) Primer Karakteristik Desa Gekbrong Cianjur Sekunder Wawancara ibu hamil menggunakan kuesioner Analisis kadar iodium urin dengan metode Ammonium Persulfate menggunakan spektrofotometri Cianjur dalam Angka (BPS 2014) Profil Jawa Barat (BPS 2014) Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan gizi, konsumsi pangan goitrogenik dan garam sedangkan variabel terikat adalah kadar iodium urin. Pengetahuan gizi yang ditanyakan pada ibu hamil terdiri dari 15 pertanyaan 10 yang barkaitan dengan GAKI, iodium dan pangan goitrogenik. Jawaban yang sesuai diberi nilai 1 sedangkan jawaban yang tidak sesuai diberi nilai 0. Hasil penjumlahan seluruh jawaban kemudian ditambahkan 5 dan dibagi dengan 20 kemudian dikalikan 100. Konsumsi pangan goitrogenik didefinisikan sebagai jenis dan jumlah konsumsi pangan goitrogenik dalam makanan yang diperoleh dengan metode SQ-FFQ (Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire). Jenis pangan goitrogenik yang ditanyakan sebanyak 32 jenis sayuran yang termasuk ke dalam pangan goitrogenik, sedangkan jumlah konsumsi pangan goitrogenik dikonversikan dengan kadar tiosianat dalam pangan goitrogenik. Metode SQ-FFQ digunakan dalam penelitian karena memberikan gambaran untuk menghubungkan penyakit dengan kebiasaan makan, hal ini sesuai dengan kelebihan dari metode SQ-FFQ (Supariasa et al. 2012). Namun, karena variabel terikat berupa pengukuran kadar iodium urin dengan mempertimbangkan proses metabolisme iodium sehingga perlu ditambahkan metode recall 2x24 jam. Kadar iodium dalam urin diuji menggunakan prinsip Acid digestion dengan metode Ammonium Persulfate detection of the Sandell-Kolthoff menggunakan spektrofotometri di laboratorium GAKI Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND) Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah. Urin yang digunakan merupakan urin sewaktu. WHO menyatakan pengukuran iodium urin efektif menggunakan urin sewaktu karena pada saat di lapangan pengumpulan urin 24 jam cukup sulit (Sartini 2012). Kelemahan dari metode ini adalah hasil analisis hanya dapat menggambarkan implikasi dari asupan makanan dan tidak dapat menggambarkan kerusakan tiroid yang telah berlangsung lama (irreversible) pada daerah gondok endemik terutama dengan tingkat TGR yang tinggi (Alioes 2010). Sebenarnya, selain menggunakan urin untuk menganalisis dapat pula digunakan darah untuk menganalisis status iodium seseorang terutama pada daerah endemik GAKI (Budiman dan Widagdo 2006; Purwanti et al. 2006). WHO menyatakan nilai kadar iodium dalam urin diinterpretasikan defisiensi iodium berat jika nilai UIC <20 μg/L, defisiensi iodium sedang jika nilai UIC 2049 μg/L, defisiensi iodium ringan jika nilai UIC 50-99 μg/L, normal/optimal jika nilai UIC 100-199 μg/L, lebih dari kecukupan jika nilai UIC 200-299 μg/L dan berlebihan jika nilai UIC >299 μg/L (Sardesai 2012). Pengolahan dan Analisis Data Data karakteristik contoh disajikan dalam bentuk tabel dan dideskripsikan dalam bentuk paparan. Jenis variabel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 10 variabel yang meliputi usia contoh, usia kehamilan contoh, banyaknya jumlah anggota dalam keluarga, tingkat pendidikan contoh dan suami, jenis pekerjaan contoh dan suami, pendapatan, frekuensi konsumsi pangan goitrogenik, konsumsi garam, pengetahuan gizi dan kadar iodium urin (UIC). Hurlock (2004) menyatakan usia contoh dapat dikategorikan berdasarkan 4 kelompok yaitu remaja <18 tahun, dewasa dini 18-40 tahun, dewasa madya 40-60 tahun dan dewasa lanjut ≥60 tahun. Selain itu, banyaknya jumlah anggota dalam keluarga pun dapat dikategorikan berdasarkan 3 kelompok yaitu kecil jika jumlah anggota <4 orang, sedang jika jumlah anggota 5-6 orang dan besar jika jumlah anggota ≥7 orang. 11 WNPG (2004) menyatakan usia kehamilan contoh dapat dikategorikan ke dalam 3 kelompok yaitu trimester 1, trimester 2 dan trimester 3. Pendidikan contoh dan suami merupakan pendidikan formal tertinggi yang dicapai, pendidikan contoh dan suami dapat dikategorikan ke dalam 6 jenjang pendidikan yaitu tidak sekolah, tidak tamat SD, SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat dan Perguruan Tinggi/sederajat. Selain itu, jenis pekerjaan contoh dan suami pun dapat dikategorikan ke dalam 7 kelompok yaitu tidak bekerja, PNS, Wiraswasta, Pegawai Swasta, Polisi/ABRI, Petani/Nelayan/Buruh dan lainnya. Berikut ini merupakan tabel karakteristik contoh yang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Pengategorian variabel data yang dianalisis dan sumber acuannya Jenis variabel Usia contoh Kategori Remaja <18 tahun Dewasa dini 18-40 tahun Dewasa madya 40-60 tahun Dewasa lanjut ≥60 tahun Usia kehamilan contoh Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3 Besar keluarga Kecil ≤4 orang Sedang 5-6 orang Besar ≥7 orang Tingkat pendidikan Tidak sekolah Tidak tamat SD SD/sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat Perguruan tinggi/sederajat Jenis pekerjaan contoh dan Tidak Bekerja suami PNS Wiraswata Pegawai swasta Polisi/ABRI Petani/Nelayan/Buruh Lainnya Pendapatan Miskin <1 GK Hampir miskin 1-2 GK Menengah ke atas >2 GK Frekuensi konsumsi pangan Tidak pernah = 0x/bulan goitrogenik Sangat jarang <1x/bulan Jarang 1-8x/bulan Sering 9-30x/bulan Jenis garam yang digunakan Beriodium: Ungu/violet Tidak beriodium: Putih Pengetahuan gizi Kurang <60 Sedang 60-79.9 Baik ≥80 Sumber Hurlock 2004 WNPG 2004 Hurlock 2004 Kuesioner pendidikan contoh dan suami Kuesioner pekerjaan contoh dan suami BPS 2014 Nutrisurvey 2007 Depkes 2000 Khomsan 2000 Tingkat pendapatan dapat dikategorikan ke dalam 3 kelompok berdasarkan penjumlahan pendapatan keluarga dibagi dengan banyaknya jumlah anggota dalam keluarga, sehingga diperoleh kategori pendapatan keluarga yaitu miskin jika pendapatan perkapita <1Garis Kemiskinan, hampir miskin jika pendapatan 12 perkapita 1-2 Garis Kemiskinan, dan menengah ke atas jika pendapatan perkapita >2 Garis Kemiskinan (BPS 2014), dengan Garis Kemiskinan untuk Provinsi Jawa Barat di daerah pedesaan bulan September tahun 2014 sebesar Rp. 285 076/kap/bulan (BPS 2014). Frekuensi konsumsi pangan goitrogenik dapat dikategorikan ke dalam 4 kelompok yaitu tidak pernah jika 0x/bulan, sangat jarang jika <1x/bulan, jarang jika 1-8x/bulan dan sering jika 9-30x/bulan (Nutrisurvey 2007). Depkes (2000) menyatakan penggunaan jenis garam dapat dikategorikan ke dalam 2 kelompok, yaitu beriodium jika garam ditetesi iodine test berwarna ungu/violet dan tidak beriodium jika garam ditetesi dengan iodine test berwarna putih. Selain itu, Khomsan (2000) menyatakan pengetahuan gizi dapat dikategorikan ke dalam 3 kelompok yaitu, kurang jika nilai <60, sedang jika nilai 60-79.9 dan baik jika nilai ≥80. WHO mengategorikan kadar iodium urin ke dalam 6 kelompok yaitu defisiensi iodium berat, defisiensi iodium sedang, defisiensi iodium ringan, normal, lebih dari kecukupan dan berlebihan (Sardesai 2012). Berikut ini merupakan tabel yang menunjukkan pengategorian kadar iodium urin yang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Hubungan antara asupan iodium, pengeluaran urin dan status iodium Pengeluaran iodium Asupan iodium urin (μg/L) (μg/hari) <20 <30, tidak cukup 20-49 30-47, tidak cukup 50-99 75-94, tidak cukup 100-199 150-299, cukup 200-299 300-449, lebih dari cukup >299 >499, berlebihan Status iodium Defisiensi iodium berat Defisiensi iodium sedang Defisiensi iodium ringan Normal Lebih dari kecukupan Berlebihan Sumber: WHO dalam Sardesai 2012 Pengolahan data penelitian dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu pengodean (coding), pemasukan data (entry), pengeditan (editing)/pengecekan ulang (cleaning) dan analisis data. Tahapan pengodean (coding) dilakukan dengan cara menyusun code-book sebagai panduan pemasukan data dan pengolahan data. Setelah itu, data dimasukan (entry) ke dalam tabel yang sudah disediakan. Kemudian dilakukan pengeditan (editing)/pengecekan ulang (cleaning) untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukan data. Tahapan terakhir adalah analisis data yang diolah dengan menggunakan fungsi Microsoft Excell 2010 dan Statitical Program for Social Sciences (SPSS) Windows 16.0. Data karakteristik contoh disajikan secara deskriptif, sedangkan analisis yang dilakukan untuk mengetahui antara hubungan pengetahuan gizi, konsumsi pangan goitrogenik dan garam dengan kadar iodium urin ibu hamil adalah dengan uji Spearman correlations. Definisi Operasional Besar keluarga adalah seluruh jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan dalam suatu keluarga yang dapat dikategorikan ke dalam 3 kelompok yaitu ≤4 orang: kecil, 5-6: sedang dan ≥7: besar. 13 Contoh adalah ibu hamil yang dijadikan responden penelitian di desa Gekbrong Kabupaten Cianjur. GAKI merupakan kumpulan penyakit yang diakibatkan kurangnya asupan iodium yang ditandai dengan kadar iodium di dalam urin ≤100 μg/L. Garam beriodium merupakan garam dengan kandungan iodium yang sesuai dengan anjuran SNI yaitu 30-80 ppm dalam bentuk KIO3. Garis Kemiskinan adalah pembagian dari seluruh penghasilan yang diterima dengan jumlah anggota keluarga yang dapat dikategorikan ke dalam 3 kelompok yaitu <1 GK: miskin, 1-2 GK: hampir miskin dan >2 GK: menengah keatas. Goitrogenik adalah zat yang terkandung dalam pangan yang dapat menghambat penyerapan iodium dan hormon tiroid di dalam tubuh. Iodine test adalah kit yang digunakan untuk menganalisis adanya iodium dalam garam. Karakteristik responden adalah suatu indikator yang ditetapkan peneliti pada sampel yang terdiri dari ibu hamil dengan usia 20-45 tahun, keadaan normal, dan bersedia untuk diwawancara. Pendapatan merupakan penjumlahan dari total penghasilan tiap anggota keluarga yang bekerja, uang yang diterima baik secara perhari, minggu maupun perbulan. Pendidikan merupakan tingkatan jenjang pendidikan formal yang dicapai seseorang yang dapat dikategorikan ke dalam tidak sekolah, tidak tamat SD, SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat dan Perguruan Tinggi/sederajat. Pengetahuan gizi merupakan segala sesuatu yang diketahui berkenaan tentang gizi yang dapat dikategorikan ke dalam 3 kelompok yaitu baik jika skor ≥80, sedang jika skor 60-79.9, dan kurang jika skor <60. Sampel adalah sebagian subjek yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap dapat mewakili populasi. Status iodium adalah interpretasi median nilai ekskresi iodium urin yang dapat dikategorikan ke dalam 6 kelompok yaitu defisiensi iodium berat, defisiensi iodium sedang, defisiensi iodium ringan, normal, lebih dari kecukupan dan kelebihan. Total Goiter Rate adalah hasil penjumlahan kelas 1A, 1B, 2 dan 3 dalam bentuk prevalensi. 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis Wilayah Kabupaten Cianjur secara geografis terletak di bagian tengah Provinsi Jawa Barat, dengan garis Lintang Selatan diantara 6º21’-7º25’ dan garis Bujur Timur antara 106º42’-107º25’ (BPS 2014). Luas wilayah Kabupaten Cianjur sebesar 361 434.98 hektar dengan jumlah penduduk sebanyak 2 225 316 jiwa yang terdiri dari 1 146 670 jiwa laki-laki dan 1 078 646 jiwa perempuan. Lapangan pekerjaan utama penduduk di Kabupaten Cianjur adalah sebanyak 52% di sektor pertanian, sedangkan sebanyak 23% di sektor lainnya yang banyak menyerap tenaga kerja seperti sektor perdagangan. Sebanyak 42.85 sektor pertanian merupakan penyumbang terhadap PDRB Kabupaten Cianjur disusul dengan sebanyak 24.2% di sektor perdagangan (BPS 2014). Pemerintah Kabupaten Cianjur secara administratif terbagi ke dalam 32 kecamatan, dengan batas-batas administratif: Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta. Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia/Hindia. Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Garut. Secara geografis Kabupaten Cianjur dapat dibedakan dalam tiga wilayah pembangunan yaitu wilayah utara, tengah dan wilayah selatan. Berikut ini merupakan tabel geografis Kabupaten Cianjur pada Tabel 5. Tabel 5 Geografis Kabupaten Cianjur dalam tiga wilayah Wilayah Utara Kecamatan Cianjur Kecamatan Cilaku Kecamatan Warungkondang Kecamatan Gekbrong Kecamatan Cibeber Kecamatan Karangtengah Kecamatan Sukaluyu Kecamatan Ciranjang Kecamatan Bojongpicung Kecamatan Mande Kecamatan Cikalongkulon Kecamatan Cugenang Kecamatan Sukaresmi Kecamatan Cipanas Kecamatan Pacet Kecaatan Haurwangi Sumber: BPS 2014 Wilayah Tengah Kecamatan Sukanagara Kecamatan Takokak Kecamatan Campaka Kecamatan Campaka Mulya Kecamatan Tanggeung Kecamatan Pagelaran Kecamatan Leles Kecamatan Cijati Kecaatan Kadupandak Wilayah Selatan Kecamatan Cibinong Kecamatan Agrabinta Kecamatan Sindangbarang Kecamatan Cidaun Kecamatan Naringgul Kecamatan Cikadu Kecamatan Pasirkuda 15 Tabel 5 menunjukkan Kecamatan Gekbrong tergolong ke dalam wilayah utara dengan jumlah penduduk sebanyak 52 635 orang. Luas wilayah 5 076.88 hektar dan ketinggian wilayah sekitar 300-900 mdpl serta kemiringan tanah 040%. Saidin (2009) menyatakan ketinggian wilayah dibagi ke dalam 3 wilayah, yaitu dataran tinggi dengan ketinggian diatas 200 m, dataran rendah dengan ketinggian dibawah 200 m dan daerah rawa dengan ketinggian sama dengan permukaan laut. Agus (2007) menyatakan wilayah yang termasuk ke dalam wilayah dataran tinggi mengandung iodium yang rendah baik kandungan iodium pada tanah maupun kandungan pada air, sehingga hal ini dapat menyebabkan suatu wilayah tersebut termasuk ke dalam wilayah endemik GAKI. Djokomoeljanto (2002) menyatakan dataran tinggi atau pegunungan biasanya memiliki kandungan iodium yang rendah karena lapisan paling atas dari tanah yang mengandung iodium terkikis dari waktu ke waktu. Sedangkan dataran rendah kemungkinan tanah yang mengandung iodium terkikis lebih kecil sehingga diduga kandungan iodium masih normal. Begitupun, daerah rawa diharapkan tidak terjadi pengikisan tanah sehingga kadar iodium tanah dan air cukup tinggi. Kecamatan Gekbrong terdiri dari 8 desa yaitu desa Cikancana, Cipadang, Bangbayang, Songgom, Kebon Peuteuy, Karang Tengah, Gekbrong dan Cikahuripan. Selain itu, Kecamatan Gekbrong terdiri dari 238 RT dan 71 RW. Desa Gekbrong terdiri dari 11 kampung/dusun yaitu kampung Tabrik, Pasir Buntu, Loji, Babakan Gekbrong, Gekbrong, Padabenghar, Kebon Konang, Pasir Cina, Lembur Tengah, Pajagan, dan Pasir Tulang. Berdasarkan letak geografis tersebut masyarakat Desa Gekbrong banyak memanfaatkannya dengan bertani sayuran seperti brokoli, wortel, kentang, sawi pahit, sawi putih, tomat, kol/kubis dan jenis sayuran lainnya, sehingga sebagian besar masyarakatnya memanfaatkan hasil panen untuk makan sehari-hari (BPS 2014). Karakteristik Ibu Hamil Karakteristik ibu hamil yang dianalisis dalam penelitian meliputi usia dan usia kehamilan pada ibu hamil. Subjek dalam penelitian merupakan ibu-ibu hamil dari 8 kampung/dusun di Desa Gekbrong, Cianjur. Jumlah keseluruhan ibu hamil sebanyak 80 orang, kemudian dipilih secara acak menjadi 50 orang dengan kriteria umur 20-45 tahun dalam keadaan sehat, tidak sedang mengonsumsi obat maupun suplemen selama minimal 3 hari sebelum pengambilan data, dan bersedia untuk diwawancarai dan mengisi formulir SQ-FFQ (Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire). Usia merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi pengambilan keputusan dalam kehidupan rumah tangga, termasuk dalam keputusan memilih jenis makanan (Amalia et al. 2015). Berdasarkan tabel 6 menunjukkan sebagian besar 98% sebaran usia pada ibu hamil tergolong ke dalam usia dewasa dini (1840 tahun). Hal ini sesuai dengan kriteria inklusi pada penelitian yaitu 20-45 tahun. Namun, sebagian besar berusia pada dewasa dini mengakibatkan pengalaman ibu hamil masih terbatas dan dapat berimplikasi pada rendahnya dalam pemilihan makanan yang baik (Amalia et al. 2015), dengan demikian apabila wanita usia subur hamil menderita kekurangan iodium maka dapat menyebabkan abortus, lahir mati, kelainan bawaan pada bayi, meningkatnya angka kematian pranatal dan 16 melahirkan bayi kretin (Supariasa et al. 2012). Berikut ini merupakan tabel karakteristik ibu hamil yang dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran ibu hamil berdasarkan usia dan usia kehamilan Karakteristik contoh Usia Dewasa dini 18-40 tahun Dewasa madya 40-60 tahun Total Usia kehamilan Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3 Total Jumlah (Orang) Persentase (%) 49 1 50 98 2 100 7 28 15 50 14 56 30 100 Adapun sebagian besar 56% sebaran usia kehamilan pada ibu hamil tergolong ke dalam trimester 2 (4-6 bulan) dan sebagian kecil 14% sebaran usia kehamilan pada ibu hamil tergolong ke dalam trimester 1 (1-3 bulan). Usia kehamilan baik pada trimester 1, 2 maupun trimester 3 tetap dijadikan sampel dalam penelitian karena ketiganya memiliki angka kecukupan/kebutuhan iodium yang sama yaitu 220 μg/hari. Karakteristik Sosial Ekonomi Rumah Tangga Data karakteristik sosial dan ekonomi rumah tangga pada ibu hamil dapat dilihat dari besarnya jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, pekerjaan dan pendapatan keluarga. Besar Keluarga Besarnya jumlah anggota keluarga dapat memengaruhi konsumsi pangan dalam rumah tangga, semakin banyak jumlah anggota yang ada dalam keluarga biasanya makanan untuk setiap orangnya dapat berkurang. Begitupun sebaliknya, semakin sedikit jumlah anggota dalam keluarga biasanya makanan untuk setiap anggotanya semakin banyak (Adiana dan Karmini 2012). Berikut ini merupakan tabel sebaran ibu hamil berdasarkan besar keluarga yang dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran ibu hamil berdasarkan besar keluarga Besar keluarga Keluarga kecil (≤4 orang) Keluarga sedang (5-6 orang) Total Jumlah (Orang) 46 4 50 Persentase (%) 92 8 100 Tabel 7 menunjukkan sebagian besar 92% sebaran ibu hamil tergolong ke dalam keluarga kecil (≤4 orang). Namun, bukan berarti konsumsi pangan pada anggota keluarga tersebut jauh lebih baik karena masih terdapat beberapa faktor lain seperti pendapatan dan pendidikan yang dapat memengaruhi faktor-faktor konsumsi pangan yang baik (Sediaoetama 2000). Sediaoetama (2000) menyatakan 17 semakin besar pendapatan pada suatu keluarga biasanya semakin baik konsumsi pangan keluarga tersebut, sebaliknya semakin kecil pendapatan pada suatu keluarga biasanya semakin kurang konsumsi pangan keluarga tersebut. Selain itu, semakin tinggi tingkat pendidikan pada keluarga tersebut biasanya semakin baik dalam pemilihan bahan makanan yang akan dikonsumsi, sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan pada keluarga tersebut biasanya pemilihan bahan makanan yang akan dikonsumsi semakin kurang baik. Pendidikan dan Pekerjaan Ibu Hamil dan Suami Tingkat pendidikan seseorang biasanya akan memengaruhi tingkat pendapatan, dengan demikian tingkat pendapatan seseorang akan memengaruhi pola konsumsinya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang biasanya cenderung dapat memilih makanan yang baik dan bergizi dengan harga yang murah, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan sudah menjadi kebiasaan makan sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik (Rizqiawan 2015). Berikut ini merupakan tabel sebaran tingkat pendidikan pada ibu hamil dan suami yang dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Sebaran tingkat pendidikan ibu hamil dan suami Pendidikan Terakhir Tidak tamat SD/ Sederajat Tamat SD/ Sederajat Tamat SMP/ Sederajat Tamat SMA/ Sederajat Tamat Perguruan Tinggi/ Sederajat Total Ibu Hamil n (Orang) % 0 0 30 60 19 38 1 2 0 0 50 100 Suami n (Orang) 2 27 10 10 1 50 % 4 54 20 20 2 100 Tabel 8 menunjukkan sebagian besar 60% sebaran tingkat pendidikan pada ibu hamil adalah lulus SD/Sederajat dan sebagian kecil 2% sebaran tingkat pendidikan pada ibu hamil adalah lulus SMA/Sederajat. Namun, sebagian besar 54% sebaran tingkat pendidikan pada suami adalah lulus SD/Sederajat dan sebagian kecil 2% sebaran tingkat pendidikan suami adalah tamat Perguruan Tinggi/Sederajat. Berdasarkan sebaran data tersebut, menunjukkan pendidikan pada ibu hamil dan suami belum menjadi prioritas karena tingkat pendidikannya masih tergolong rendah, sehingga dapat menyebabkan penyampaian informasi yang baru terkait gizi cukup sulit diterima oleh ibu hamil di Desa Gekbrong. Sediaoetama (2000) menyatakan tingkat pendidikan seseorang dapat berimplikasi pada jenis pekerjaan seseorang, kemudian jenis pekerjaan dapat berimplikasi pada tingkat pendapatan sehingga dapat berimplikasi pada pembatasan pemilihan makanan. Tabel 9 menunjukkan sebagian besar 92% ibu hamil bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT), sedangkan sebagian besar 34% suami bekerja sebagai wiraswasta dan sebagian kecil 2% suami bekerja sebagai PNS. Selain itu, sebanyak 20% suami bekerja sebagai lainnya yang meliputi berdagang, tukang ojek, kompeksi, sales, dan satpam (security). Berdasarkan sebaran tersebut, jenis pekerjaan suami berimplikasi dari tingkat pendidikan yang rendah, dengan demikian kemungkinan pendapatan yang diterima pun akan terbatas sehingga hal 18 ini akan berpengaruh pada konsumsi pangan keluarga (Rizqiawan 2015). Berikut ini merupakan tabel sebaran jenis pekerjaan ibu hamil dan suami yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran jenis pekerjaan ibu hamil dan suami Pekerjaan IRT PNS Wiraswasta Pegawai Swasta Petani Buruh tani Lainnya Total Ibu Hamil n (Orang) % 46 92 0 0 0 0 4 8 0 0 0 0 0 0 50 100 Suami n (Orang) 0 1 17 8 4 10 10 50 % 0 2 34 16 8 20 20 100 Pendapatan Keluarga Pendapatan merupakan total penjumlahan dari hasil pekerjaan anggota keluarga dalam bentuk uang atau upah dari pekerjaannya, biasanya pendapatan dijadikan sebagai indikator dalam kesejahteraan ekonomi rumah tangga. Garis Kemiskinan Provinsi Jawa Barat di daerah pedesaan yang ditetapkan oleh BPS Jawa Barat 2014 yaitu Rp. 285 076/kap/bulan. Berikut ini merupakan tabel sebaran keluarga berdasarkan tingkat pendapatan yang dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat pendapatan Pendapatan/kap/bulan Keluarga miskin (<Rp. 285 076) Keluarga hampir miskin (Rp. 285 076-Rp. 570 152) Keluarga menengah atas (>Rp. 570 152) Total Min-Max (Rp) Rata-rata±SD (Rp) n (Orang) Persentase (%) 11 22 25 50 14 28 50 100 75 000-2 500 000 535 000±438 864 Tabel 10 menunjukkan sebaran keluarga berdasarkan tingkat pendapatan/kap/bulan terletak pada rentang Rp. 75 000,- sampai Rp. 2 500 000,-. Sebagian besar 50% keluarga tergolong ke dalam keluarga hampir miskin, namun rata-rata tingkat pendapatan/kap/bulan berada diatas garis kemiskinan yaitu Rp. 535 000,- dengan standar deviasi tingkat pendapatan sebesar Rp. 438 864,-. Hal ini menunjukkan seharusnya kuantitas dan kualitas dalam mengonsumsi makanan dapat dikonsumsi dengan baik, namun realitanya sebagian besar ibu hamil belum dapat memilih pangan dengan baik. Berdasarkan tingkat pendidikan pada suami, sebagian besar tingkat pendidikan suami relatif rendah namun jenis pekerjaan yang diperoleh sebagian besar yaitu wiraswasta, sehingga pendapatan yang diperoleh cukup tinggi. Seharusnya dengan pendapatan yang cukup tinggi akan berpengaruh terhadap konsumsi makanan menjadi lebih baik (Rizqiwan 2015). 19 Pengetahuan Gizi Ibu Hamil Pengetahuan gizi merupakan sesuatu yang diketahui seseorang terkait gizi, baik definisi, manfaat maupun kandungan gizi di dalam makanan. Pengetahuan gizi sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seseorang, artinya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang biasanya semakin baik tingkat pengetahuannya. Begitupun sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan seseorang biasanya semakin rendah tingkat pengetahuannya. Seseorang dengan tingkat pendidikan yang tinggi biasanya orang tersebut akan lebih mudah untuk menerima dan memahami informasi-informasi terkait gizi dan lainnya, sehingga diharapkan dengan tingginya tingkat pendidikan seseorang dapat meningkatkan pengetahuannya, selanjutnya dengan pengetahuan gizi yang baik dapat mengubah sikap seseorang dan dapat mempraktikan gizi dengan cara memilih makanan yang sehat dan bergizi. Begitupun sebaliknya, seseorang dengan tingkat pendidikan yang rendah biasanya orang tersebut sedikit sulit untuk menerima dan memahami informasi baru terkait gizi karena akan mempertahankan kebiasaan yang berhubungan dengan makanan (Khomsan 2000). Namun, Rizqiawan (2015) menyatakan pengetahuan gizi yang baik belum tentu baik dalam mempraktikkan praktik gizi. Kuesioner terkait pengetahuan gizi dijadikan sebagai panduan peneliti, secara teknis pengetahuan gizi yang ditanyakan pada ibu hamil disederhanakan dengan menggunakan bahasa daerah masyarakat Cianjur yaitu bahasa Sunda. Pengetahuan gizi ibu hamil dalam penelitian ini meliputi pengetahuan tentang pengertian, bahaya dan penyebab dari GAKI; pengertian, manfaat dan akibat dari kekurangan iodium; dan pengertian, jenis-jenis, dan bahaya pangan goitrogenik; serta ciri-ciri garam beriodium dan tidak beriodium. Tabel 11 menunjukkan beberapa pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar yaitu faktor lain terjadinya gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) atau gondok adalah konsumsi pangan goitrogenik (pangan yang menyebabkan gondok) yang tinggi, rendahnya kandungan iodium dalam tanah dan air, tidak mengonsumsi garam beriodium, gen (faktor pembawa keturunan), dan faktor usia; tanda dan gejala dari gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) atau gondok adalah cepat lelah, kulit kering, pecah-pecah, bersisik dan menebal, pembengkakan pada tangan, mata dan wajah, rambut rontok, kering dan pertumbuhannya buruk, serta timbulnya benjolan pada leher; palpasi merupakan teknik untuk mengamati dan meraba pembesaran gondok; iodium bermanfaat untuk memproduksi hormon tiroksin sehingga dapat mencegah penyakit gondok; contoh dari pangan sumber iodium adalah sereal, ikan, daging, aneka ikan laut, dan garam beriodium; bila tubuh kita kekurangan iodium maka akan berdampak timbulnya penyakit gondok, kretin, menurunnya tingkat kecerdasan, dan gangguan mental; dan contoh pangan goitrogenik (pangan yang dapat menyebabkan gondok) dari sayur adalah brokoli dan jagung muda. Sebagian besar ibu hamil dapat menjawab pertanyaan dengan benar mengenai GAKI atau gondok, sedangkan beberapa ibu hamil kurang mengetahui iodium bahkan lupa padahal sudah disosialisasikan oleh bidan dan kader-kader posyandu setempat. Meski demikian bukan berarti tingkat pengetahuan ibu hamil dapat dikategorikan baik pengetahuannya, karena apabila dilihat dari masing- 20 masing tingkat pengetahuan ibu hamil masih ada yang menjawab tidak sesuai untuk pertanyaan diatas. Berikut ini merupakan tabel sebaran pertanyaan yang menjawab benar dijawab oleh ibu hamil yang dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Jumlah dan persentase ibu hamil yang menjawab benar terhadap pertanyaan pengetahuan gizi No Pertanyaan 1 Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) atau gondok merupakan kumpulan dari berbagai penyakit yang disebabkan akibat kekurangan iodium di dalam tubuh Etiologi atau penyebab Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) atau gondok dapat disebabkan oleh gangguan pada tiroid (Hipotiroid) primer, sekunder, tersier dan resistensi jaringan tubuh terhadap hormon tiroid Faktor lain terjadinya Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) atau gondok dapat dipengaruhi oleh konsumsi pangan goitrogenik (pangan yang menyebabkan gondok) yang tinggi, rendahnya kandungan iodium dalam tanah dan air, tidak mengonsumsi garam beriodium, gen (faktor pembawa keturunan), dan faktor usia Tanda dan gejala dari Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) atau gondok adalah cepat lelah, kulit kering, pecah-pecah, bersisik dan menebal, pembengkakan pada tangan, mata dan wajah, rambut rontok, kering dan pertumbuhannya buruk, serta timbulnya benjolan pada leher Palpasi merupakan teknik untuk mengamati dan meraba pembesaran gondok Iodium merupakan zat gizi mikro (yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit) yang diperlukan tubuh Iodium bermanfaat untuk memproduksi hormon tiroksin sehingga dapat mencegah penyakit gondok Contoh dari pangan sumber iodium adalah sereal, ikan, daging, aneka ikan laut, dan garam beriodium Kebutuhan iodium untuk ibu hamil sebanyak 220 μg/hari Bila tubuh kita kekurangan iodium maka akan berdampak timbulnya penyakit gondok, kretin, menurunnya tingkat kecerdasan, dan gangguan mental Garam beriodium jika ditetesi dengan iodine test akan berwarna ungu Garam yang tidak beriodium jika ditetesi dengan iodine test akan berwarna bening Pangan goitrogenik (pangan yang dapat menyebabkan gondok) adalah pangan yang mengandung zat yang dapat menghambat penyerapan iodium dalam tubuh Contoh dari pangan goitrogenik (pangan yang dapat menyebabkan gondok) adalah singkong, kubis/ kol, kembang kol, brokoli, dan ubi jalar Contoh pangan goitrogenik (pangan yang dapat menyebabkan gondok) dari sayur adalah brokoli dan jagung muda 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Benar n % (Orang) 23 46 19 38 26 52 32 64 33 66 16 32 27 54 30 60 21 42 35 70 5 10 22 44 9 18 16 32 46 92 21 Tabel 11 menunjukkan 7 dari 15 pertanyaan yang diberikan pada ibu hamil dapat dijawab dengan benar. Pertanyaan tersebut berkaitan dengan GAKI atau gondok, meski pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan benar bukan berarti tingkat pengetahuan ibu hamil dapat digolongkan baik. Namun, perlu dilihat juga sebaran ibu hamil berdasarkan kategori tingkat pengetahuan gizinya. Berikut ini merupakan tabel sebaran ibu hamil berdasarkan kategori pengetahuan gizi yang dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Sebaran ibu hamil berdasarkan kategori pengetahuan gizi Pengetahuan gizi Kurang (<60) Sedang (60-79.9) Baik (≥80) Total Min-Max Rata-rata±SD Jumlah (Orang) Persentase (%) 27 54 18 36 5 10 50 100 25-90 61.0±14.49 Tabel 12 menunjukkan sebagian besar 54% ibu hamil tergolong ke dalam kategori kurang dengan nilai minimum sebesar 25 dan maksimal 90. Selain itu, rata-rata ibu hamil memiliki tingkat pengetahuan gizi sebesar 61.0 dengan standar deviasi sebesar 14.49. Hal ini menunjukkan tingkat pengetahuan pada ibu hamil masih tergolong pada kategori kurang sehingga berpotensi mudah terkena dampak GAKI karena sulit untuk menerima informasi pengetahuan gizi yang baru. Konsumsi Garam pada Ibu Hamil di Desa Gekbrong Garam merupakan bahan yang selalu dipakai disetiap masakan. Namun, biasanya garam hanya digunakan dalam jumlah yang sedikit. Garam yang digunakan diharuskan sesuai dengan anjuran SNI yaitu garam beriodium (30-80 ppm) (Riskesdas 2013). Namun, masyarakat di daerah-daerah tertentu masih menggunakan garam yang tidak beriodium (Sulistyowati et al. 2013). Iodium merupakan salah satu mikromineral yang dibutuhkan oleh tubuh (Puspitasari et al. 2014; Setijowati 2005). Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2006) menyatakan pemerintah membuat program penggunaan garam beriodium dengan menambahkan kalium iodat ke dalam garam dapur. Namun, kekurangan iodium dapat disebabkan oleh kurangnya asupan yang mengandung iodium atau mengonsumsi garam beriodium yang tidak sesuai standar. Selain itu, faktor lain yang dapat menyebabkan penurunan mutu garam adalah penurunan yang disebabkan selama penyimpanan, proses pengolahan dan pemasakan (Cahyadi 2006). Namun, faktor tersebut tidak diteliti lebih lanjut karena penelitian ini memfokuskan pada konsumsi garam beriodium atau tidak beriodium dengan menggunakan iodine test. Berikut ini merupakan tabel ibu hamil berdasarkan konsumsi garam beriodium yang dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Sebaran ibu hamil berdasarkan konsumsi garam beriodium Jenis Garam Garam beriodium Garam tidak beriodium Total Jumlah (Orang) 39 11 50 Persentase (%) 78 22 100 22 Tabel 13 menunjukkan sebagian besar 78% ibu hamil mengonsumsi garam yang beriodium. Meskipun tingkat pengetahuan gizi ibu hamil tergolong ke dalam kategori kurang namun sebagian besar ibu hamil sudah mengonsumsi garam beriodium, hal ini karena warung-warung di sekitar banyak menyediakan garam beriodium. Namun, beberapa ibu hamil masih juga menggunakan garam yang tidak beriodium dengan alasan rasa garam yang tidak beriodium lebih asin daripada garam yang beriodium dan ketidaktahuan manfaat dari penggunaan garam yang beriodium. Hal ini dikhawatirkan akan berpotensi terjadinya GAKI pada ibu hamil di Desa Gekbrong Cianjur (Mutalazimah et al. 2013; Soeid et al. 2006). Konsumsi Pangan Goitrogenik pada Ibu Hamil di Desa Gekbrong Goitrogenik merupakan zat yang terkandung di dalam bahan pangan yang dapat menghambat penyerapan iodium di dalam tubuh. Goitrogenik secara harfiah berasal dari kata goiter dan gens. Goiter berarti gondok atau pembesaran kelenjar tiroid, sedangkan gens berarti kelahiran atau menghasilkan. Goitrogenik ini mampu mengganggu penyerapan iodium (thiocyanates) dan menekan hormon tiroid (glucosinolates), dalam kondisi normal beberapa makanan atau komponen makanan mampu memengaruhi bioavailabilitas iodium atau metabolismenya (Begna dan Abdissa 2012). Pangan goitrogenik merupakan pangan yang mengandung zat yang dapat menghambat penyerapan kadar iodium di dalam tubuh (Gibney et al. 2005). Jenisjenis pangan goitrogenik ini banyak ditemukan di daerah pegunungan, jenis pangan tersebut seperti sawi putih, sawi pahit, brokoli, singkong, daun singkong, kol/kubis, kemang kol, buncis, bayam, lobak, koro, daun pepaya, ubi, kulit melinjo, daun melinjo, kangkung dan lain-lain. Gibney et al. (2005) menyatakan bahwa penyerapan iodium dan pelepasan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid dapat dihambat oleh tiga jenis goitrogen, diantaranya adalah: a. Goitrogen yang menghasilkan substansi yang bersaing dalam pengambilan iodium di dalam kelenjar tiroid, meliputi senyawa-senyawa glikosida sianogenik yang terdapat dalam singkong, jagung, rebung, ubi jalar, lima beans, dan millet. b. Goitrogen yang menghasilkan substansi yang mencegah (secara nonkompetitif) pengambilan iodium oleh kelenjar tiroid, yaitu goitrin (5vinil-2-tiooksazolidindion). Jenis tanaman yang mengandung goitrin adalah jenis tanaman genus Brassica yang meliputi kubis, bit, dan mustard) dari famili Cruciferae. c. Goitrogen yang menghasilkan substansi yang mencegah proteolisis hormon tiroid tiroglobulin yang meliputi iodida yang berlebihan dan substansi dari beberapa jenis rumput laut. Ningtyas dan Asdie (2015) menyatakan sianida memiliki sifat yang mudah larut dalam air, hilang atau berkurang karena panas. Pada umumnya proses rebus pada sayuran dapat mengurangi kadar sianida sebesar 50%, sedangkan proses tumis hanya dapat mengurangi kadar sianida kurang dari 50%. Berikut ini merupakan tabel sebaran ibu hamil berdasarkan frekuensi konsumsi pangan goitrogenik yang dapat dilihat pada Tabel 14. 23 Tabel 14 Sebaran ibu hamil berdasarkan frekuensi konsumsi pangan goitrogenik No Bahan Makanan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Talas Ganyong Gatot Brokoli Tomat Lobak Kacang hijau Kubis/kol Kembang kol Caisin Bayam Cabe hijau Daun kacang panjang Daun bawang merah muda Daun bawang bakung Daun tangkil Kangkung Daun singkong Daun pepaya Jagung muda Kulit tangkil Sawi putih Koro Seledri Buncis Gambas Pare Sawi pahit Selada air Terong ungu Ubi Singkong 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 Tidak pernah (=0x/bulan) 42 49 48 7 2 49 8 6 27 8 5 21 Sangat jarang (<1x/bulan) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Jarang (18x/bulan) 8 1 2 34 23 1 31 26 20 38 24 12 Sering (930x/bulan) 0 0 0 9 25 0 11 18 3 4 21 17 49 0 1 0 49 0 0 1 44 0 2 4 35 5 7 43 35 44 7 48 33 10 43 44 28 34 16 2 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 14 40 30 7 15 6 37 2 15 32 5 6 19 16 33 44 43 1 5 13 0 0 0 6 0 2 8 2 0 3 0 1 4 4 Tabel 14 menunjukkan jenis bahan pangan goitrogenik yang tidak pernah dikonsumsi oleh ibu hamil di Desa Gekbrong adalah talas, ganyong, gatot, lobak, kembang kol, cabe hijau, daun kacang panjang, daun bawang merah muda, daun bawang bakung, daun tangkil, daun pepaya, jagung muda, kulit tangkil, koro, seledri, gambas, pare, sawi pahit, dan selada air. Jenis pangan goitrogenik tidak pernah dikonsumsi disebabkan pada bulan ini jenis pangan goitrogenik tersebut tidak tersedia di Desa Gekbrong sehingga para ibu hamil tidak memakannya. Selain itu, jenis bahan pangan goitrogenik yang jarang dikonsumsi oleh ibu hamil adalah brokoli, kacang hijau, kubis/kol, caisin, bayam, kangkung, daun singkong, sawi putih, buncis, terong ungu, ubi, dan singkong. Jenis pangan goitrogenik jarang dikonsumsi karena jenis pangan tersebut dikonsumsi kisaran 23x dalam seminggu sehingga para ibu hamil di Desa Gekbrong mengonsumsi pangan tersebut dengan tingkat konsumsi yang jarang. Namun, jenis bahan 24 pangan goitrogenik yang sering dikonsumsi ibu hamil adalah tomat. Sebagian besar ibu hamil mengonsumsi tomat setiap hari dalam bentuk segar. Adapun sebaran ibu hamil berdasarkan rata-rata frekuensi konsumsi pangan goitrogenik dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Sebaran ibu hamil berdasarkan rata-rata frekuensi konsumsi pangan goitrogenik Konsumsi pangan goitrogenik Tidak pernah (=0x/bulan) Sangat jarang (<1x/bulan) Jarang (8x/bulan) Sering (30x/bulan) Total Rata-rata±SD Jumlah (Orang) Persentase (%) 0 0 0 0 19 38 31 62 50 100 12.21±5.83 Tabel 15 menunjukkan sebagian besar 62% ibu hamil sering mengonsumsi pangan goitrogenik, dan sebagian kecil 38% ibu hamil jarang mengonsumsi pangan goitrogenik dengan rata-rata frekuensi konsumsi pangan goitrogenik sebanyak 12x dalam tiga bulan. Berdasarkan tabel 15, ibu hamil dengan frekuensi sering mengonsumsi pangan goitrogenik berpotensi mengalami GAKI (Begna dan Abdissa 2012). Ibu hamil jarang mengonsumsi pangan goitrogenik karena pada bulan Januari-Maret ketersediaan jenis pangan goitrogenik sangat sedikit dan jenisnya pun sangat sedikit. Jenis pangan goitrogenik yang biasa dikonsumsi setiap hari adalah tomat dalam bentuk segar. Pangan goitrogenik erat kaitannya dengan kadar tiosianat, tiosianat dalam pangan goitrogenik dapat hilang dengan proses pemasakan seperti perebusan, penumisan dan penggorengan (Ningtyas dan Asdie 2015). Berdasarkan pengamatan di lapangan, sebagian besar ibu hamil mengolah pangan goitrogenik dengan cara direbus, disayur dan ditumis. Jenis pangan goitrogenik yang biasa direbus adalah daun singkong, caisin, kubis/kol, daun pepaya, sawi pahit dan sawi putih. Jenis pangan goitrogenik yang biasa disayur adalah brokoli, kubis/kol, bayam, daun melinjo/tangkil, seledri dan gambas. Jenis pangan goitrogenik yang biasa ditumis adalah brokoli, kubis/kol, kembang kol, caisin, daun bawang bakung, kangkung, jagung muda, kulit tangkil, sawi putih, buncis dan terong ungu. Ningtyas dan Asdie (2015) menyatakan pada umumnya proses perebusan pada sayuran dapat mengurangi kadar sianida lebih dari 50%, sedangkan proses penumisan mengurangi kadar sianida kurang dari 50%. Selain itu, proses perebusan berkuah sisa sianida dalam pangan goitrogenik menjadi 5.4-52%, sedangkan proses penumisan sisa sianida dalam pangan goitrogenik menjadi 1.575%, sedangkan proses blanshing sisa sianida dalam pangan goitrogenik menjadi 0.5-34.32%. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan sebagian besar ibu hamil sudah baik dalam mengolah pangan goitrogenik karena sebagian ibu hamil banyak mengolah pangan goitrogenik dengan cara direbus, sayur dan tumis. Proses pengolahan tersebut diharapkan dapat mengurangi kandungan tiosianat yang terkandung di dalam sayuran tersebut. Namun, beberapa ibu hamil masih ada mengonsumsi sayur seperti tomat dan selada air dala bentuk segar, hal ini dikhawatirkan dapat berpotensi pada terjadinya GAKI. 25 Berikut ini merupakan tabel kandungan sianida setelah proses pengolahan pada berbagai sayuran yang dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Kandungan sianida pada berbagai sayuran (mg/100g) Jenis sayuran Kembang kol Caisin Bayam Cabe hijau Daun kacang panjang Daun bawang merah muda Daun bawang bakung Daun tangkil Kangkung Daun singkong Daun pepaya Jagung muda Kulit tangkil Kol Sawi putih Koro Seledri Buncis Gambas Pare Sawi pahit Selada air Terong ungu Ubi Singkong Talas Ganyong Gatot Segar 5.04 2.52 3.84 3.99 9.32 5.45 8.47 12.97 6.85 1.64 9.18 5.89 19.58 12.09 4.75 2.54 3.66 6.42 5.11 6.15 8.73 18.54 4.09 3.88 7.8 4.68 5.58 5.22 Rebus 4.50 0.41 1.87 0.62 0.00 2.24 5.40 6.67 0.00 0.00 0.00 0.73 14.90 3.95 1.96 1.35 0.00 3.70 0.00 0.37 5.77 6.74 1.09 1.04 0.20 0.37 1.75 2.02 Tumis 4.03 2.41 0.65 0.55 0.78 3.33 8.09 7.83 0.97 0.90 8.69 3.54 14.90 4.28 0.36 0.67 3.27 2.11 0.00 2.99 4.03 8.58 3.56 - Sumber: Murdiana dan Sukadi 2001 FAO dan WHO menyatakan batas aman sianida adalah 10 mg/kg bahan kering, sedangkan menurut The Breeder menyatakan kadar sianida tidak boleh lebih dari 10 mg/100 gram bahan mentah (Ningtyas et al. 2014). Berikut ini merupakan tabel sebaran ibu hamil berdasarkan rata-rata konsumsi kadar tiosianat dalam pangan goitrogenik yang disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 Sebaran ibu hamil berdasarkan rata-rata konsumsi kadar tiosianat dalam pangan goitrogenik Konsumsi pangan goitrogenik Rendah Normal Tinggi Total Rata-rata±SD Jumlah (Orang) Persentase (%) 19 38 21 42 10 20 50 100 7.22±4.62 Tabel 17 menunjukkan sebagian besar 42% ibu hamil mengonsumsi kadar tiosianat dalam pangan goitrogenik yang normal dengan rata-rata konsumsi kadar 26 tiosianat sebanyak 7.22 g/100 g pangan goitrogenik. Namun, sebagian kecil 20% ibu hamil mengonsumsi kadar tiosianat yang tinggi, hal ini diduga ibu hamil banyak mengonsumsi selada air dan tomat dalam keadaan segar, sehingga jenis pangan goitrogenik tersebut dapat mengindikasikan penyumbang kandungan tiosianat. Ningtyas dan Asdie (2015), potensi terjadinya GAKI yaitu konsumsi pangan goitrogenik yang tinggi. Urinary Iodine Concentration (UIC) Urinary Iodine Concentration (UIC) merupakan metode pengukuran kadar iodium dalam urin yang paling banyak dianjurkan untuk mengetahui tingkat defisiensi awal, hal ini dikarenakan lebih dari 90% iodium dalam tubuh akan diekskresikan melalui urin, sehingga kadar iodium dalam urin dapat menggambarkan asupan iodium seseorang saat ini. Pengukuran kadar iodium yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan spektrofotometer. Berikut ini merupakan tabel sebaran ibu hamil berdasarkan kadar iodium urin yang dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Sebaran ibu hamil berdasarkan kadar iodium urin UIC (μg/L) <20: Defisiensi iodium berat 20-49: Desiensi iodium sedang 50-99: Defisiensi iodium ringan 100-199: Optimal/normal 200-299: Lebih dari kecukupan >299: Berlebihan Total Jumlah (Orang) 0 7 12 21 9 1 50 Persentase (%) 0 14 24 42 18 2 100 Tabel 18 menunjukkan sebagian besar 42% ibu hamil dengan kadar iodium urin optimal, 38% ibu hamil dengan kadar iodium urin defisiensi, 18% ibu hamil dengan kadar iodium urin lebih dari kecukupan dan 2% ibu hamil dengan kadar iodium urin berlebihan. Meskipun sebagian besar ibu hamil mengonsumsi garam beriodium namun masih ditemukan sebanyak 38% ibu hamil mengalami defisiensi kadar iodium urin, hal ini diduga karena ada faktor lain yaitu konsumsi pangan goitrogenik dengan tingkat frekuensi konsumsi pangan goitrogenik sering. Selain itu, faktor lainnya adalah keadaan metabolisme antar ibu hamil, karena proses metabolisme antar ibu hamil memiliki proses metabolisme yang berbeda-beda. Namun, faktor metabolisme ini tidak diteliti lebih lanjut oleh peneliti. Budiman (2012) menyatakan manifestasi dari defisiensi iodium yaitu pembesaran kelenjar tiroid atau gondok, sehingga ibu hamil yang mempunyai kadar iodium urin rendah sangat dikhawatirkan terkena GAKI. Hubungan antar Variabel Hubungan antara Pengetahuan Gizi dengan Konsumsi Garam Beriodium Pengetahuan akan menjadi suatu sikap dan kemudian menghasilkan suatu tindakan nyata, apabila tindakan dilakukan terus-menerus maka menjadi suatu kebiasaan dan akhirnya membentuk gaya hidup. Berikut ini merupakan tabel 27 hubungan antara pengetahuan gizi dengan konsumsi garam beriodium yang dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Hubungan antara pengetahuan gizi dengan konsumsi garam beriodium Pengetahuan gizi Kurang Sedang Baik Total Konsumsi garam Beriodium Tidak beriodium n % n % 20 51.3 7 63.6 15 38.5 3 27.3 4 10.2 1 9.1 39 100 11 100 Total n 27 18 5 50 Nilai P % 54 36 10 100 0.517 Tabel 19 menunjukkan sebagian besar 51.3% ibu hamil dengan tingkat pengetahuan gizi yang kurang sudah mengonsumsi garam beriodium dan hanya sebagian kecil 9.1% ibu hamil dengan tingkat pengetahuan gizi baik masih mengonsumsi garam tidak beriodium. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi dengan konsumsi garam beriodium yang ditandai dengan nilai (P value >0.05). Rizqiawan (2015) menyatakan meskipun tingkat pengetahuan gizi seseorang baik belum tentu praktik gizi pun baik begitupun sebaliknya. Selain itu, terwujudnya praktik gizi tidak hanya dibutuhkan sebatas pengetahuan gizi akan tetapi diperlukan faktor pendukung lainnya seperti keadaan sosial dan ekonomi (Mirmiran et al. 2013; Prawini dan Ekawati 2013; Rosidi 2008). Darmawan dan Darmawan (2012) menyatakan faktor lain yang dapat memengaruhi pemilihan garam yang dikonsumsi terbagi ke dalam dua bagian yaitu faktor demand dan supply. Faktor demand meliputi pengetahuan dan pendapatan, sedangkan faktor supply meliputi ketersediaan garam beriodium dan harga di pasar. Berdasarkan pengamatan di lapangan menunjukkan meskipun sebagian besar pengetahuan gizi ibu hamil di Desa Gekbrong kurang akan tetapi sebagian besar ibu hamil mengonsumsi garam yang beriodium karena warungwarung disana banyak yang menyediakan garam yang beriodium. Namun, ada juga beberapa ibu hamil yang masih mengonsumsi garam yang tidak beriodium dengan alasan garam yang tidak beriodium lebih terasa asin dibandingkan garam yang beriodium. Berdasarkan alasan tersebut, menunjukkan sikap yang dimiliki ibu hamil mempunyai pengaruh yang kuat pada praktik gizi ibu hamil dalam pemilihan garam yang dikonsumsi (Handayani et al. 2013). Hubungan antara Konsumsi Garam Beriodium dengan Kadar Iodium Urin Laurberg et al. (2006) menyatakan penyebab GAKI tidah hanya dipengaruhi oleh pangan goitrogenik saja akan tetapi dapat dipengaruhi juga oleh konsumsi pangan sumber iodium. Irawati et al. (2011) menyatakan tingkat konsumsi garam beriodium mempunyai peranan dalam hal meningkatkan atau menurunkan kadar iodium urin. Selain itu, kejadian GAKI dapat disebabkan oleh rendahnya asupan iodium dan tingginya konsumsi pangan goitrogenik (Ningtyas et al. 2014; Sulistiyani dan Rahayuningsih 2013). Berikut ini merupakan tabel hubungan antara konsumsi garam beriodium dengan kadar iodium urin (UIC) yang dapat dilihat pada Tabel 20. 28 Tabel 20 Hubungan antara konsumsi garam beriodium dengan kategori UIC Konsumsi garam Beriodium Tidak beriodium Total Defisiensi n % 16 84.2 3 15.8 19 100 Kategori UIC Normal n % 15 71.4 6 28.6 21 100 Total Lebih n % 8 80 n 39 % 78 Nilai P 2 20 11 22 10 100 50 100 0.394 Tabel 20 menunjukkan sebagian besar 84.2% ibu hamil dengan tingkat konsumsi garam beriodium mengalami defisiensi iodium urin dan hanya sebanyak 71.4% ibu hamil dengan tingkat konsumsi garam beriodium mengalami kadar iodium urin yang normal. Berdasarkan tabel 20 diduga faktor lain yang memengaruhi kadar iodium urin pada ibu hamil adalah proses metabolisme, namun faktor tersebut tidak diteliti lebih lanjut oleh peneliti. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi garam beriodium dengan kadar iodium urin yang ditandai dengan nilai (P value >0.05). Yanti dan Prameswari (2015) menyatakan asupan total iodium tidak berhubungan dengan kadar iodium dalam urin. Namun, Mutalazimah et al. (2013) menyatakan seseorang mengonsumsi garam beriodium dengan kadar yang sedikit diiringi dengan frekuensi konsumsi pangan goitrogenik yang cukup sering, hal ini dapat mengakibatkan kadar iodium urin rendah, begitupun sebaliknya seseorang mengonsumsi garam yang tidak beriodium diiringi dengan frekuensi konsumsi pangan goitrogenik yang sangat jarang, hal ini dapat mengakibatkan kadar iodium dalam urin normal. Begna dan Abdissa (2012) menyatakan faktor yang dapat memengaruhi GAKI yaitu predisposisi genetik dan kurangnya konsumsi pangan sumber protein. Berdasarkan pengamatan di lapangan sebagian ibu hamil banyak mengonsumsi pangan sumber protein seperti telur, ikan laut yang sudah diawetkan (ikan asin), tahu dan tempe akan tetapi konsumsi pangan sumber protein tidak diteliti lebih lanjut oleh peneliti. Dardjito dan Rahardjo (2010) menyatakan faktor lainnya yaitu pendidikan, pekerjaan dan rendahnya kandungan iodium dalam tanah di dataran tinggi (Octavia et al. 2015). Selain itu, Mousavi et al. (2006) menyatakan faktor risiko terjadinya GAKI yaitu malnutrisi, rendahnya tingkat pengetahuan dan kondisi geografis daerah tersebut (Pharoah et al. 2012). Oleh karena itu, kadar iodium urin tidak hanya dipengaruhi oleh asupan garam beriodium saja akan tetapi ada beberapa faktor lainnya yang dapat memengaruhinya. Hubungan antara Pengetahuan Gizi dengan Kadar Iodium Urin Khomsan (2000) menyatakan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang biasanya semakin baik tingkat pengetahuan gizinya, dengan tingkat pengetahuan gizi yang baik biasanya sikap dan praktik gizi pun akan baik. Begitupun sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan seseorang biasanya semakin kurang tingkat pengetahuannya sehingga orang tersebut cukup sulit untuk menerima dan memahami informasi baru terkait gizi karena mempertahankan tradisi-tradisi yang berhubungan dengan makanan. Berikut ini merupakan tabel hubungan antara pengetahuan gizi dengan kadar iodium urin (UIC) yang dapat dilihat pada Tabel 21. 29 Tabel 21 Hubungan antara pengetahuan gizi dengan kategori UIC Pengetahuan gizi Kurang Sedang Baik Total Defisiensi n % 11 57.9 8 42.1 0 0 19 100 Kategori UIC Normal n % 12 57.1 6 28.6 3 14.3 21 100 Total Lebih n % 4 40 4 40 2 20 10 100 n 27 18 5 50 Nilai P % 54 36 10 100 0.329 Tabel 21 menunjukkan sebagian besar 57.9% ibu hamil dengan tingkat pengetahuan gizi kurang mengalami defisiensi iodium urin, dan hanya sebagian kecil 14.3% ibu hamil dengan tingkat pengetahuan gizi baik mengalami normal iodium urin. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi dengan kadar iodium urin yang ditandai dengan nilai (P value >0.05). Rizqiawan (2015) menyatakan meskipun pengetahuan gizi seseorang baik belum tentu praktik gizi pun baik. Berdasarkan pengamatan di lapangan, meskipun sebagian besar tingkat pengetahuan gizi pada ibu hamil kurang. Namun, sebagian besar ibu hamil mengalami kadar iodium urin yang cenderung normal sehingga hal ini menunjukkan meskipun pengetahuan gizi kurang belum tentu praktik gizi pun kurang baik. Selain itu, Madanijah dan Hirmawan (2007) menyatakan faktor lain yang dapat memengaruhi sikap dan praktik gizi seseorang adalah kesadaran diri seseorang dan kebiasaan praktik gizi terdahulu. Hubungan antara Pengetahuan Gizi dengan Konsumsi Pangan Goitrogenik Berikut ini merupakan tabel hubungan antara pengetahuan gizi dengan konsumsi pangan goitrogenik yang dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Hubungan antara pengetahuan gizi dengan konsumsi pangan goitrogenik Pengetahuan gizi Kurang Sedang Baik Total Tidak pernah n % 0 0 0 0 0 0 0 0 Konsumsi pangan goitrogenik Sangat Jarang jarang n % n % 0 0 8 42.1 0 0 8 42.1 0 0 3 15.8 0 0 19 100 Sering n 19 10 2 31 % 61.3 32.3 6.4 100 Total n 27 18 5 50 Nilai P % 54 36 0.046* 10 100 Tabel 22 menunjukkan sebagian besar 61.3% ibu hamil dengan tingkat pengetahuan gizi kurang cenderung sering mengonsumsi pangan goitrogenik dibandingkan dengan ibu hamil dengan tingkat pengetahuan gizi baik. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan negatif secara signifikan antara pengetahuan gizi dengan frekuensi konsumsi pangan goitrogenik yang ditandai dengan nilai (P value <0.05) dan (r=-0.098). Hasil analisis ini menunjukkan semakin baik tingkat pengetahuan gizi seseorang biasanya semakin jarang frekuensi konsumsi pangan goitrogenik dan semakin rendah tingkat pengetahuan gizi seseorang biasanya semakin sering frekuensi konsumsi pangan goitrogenik. 30 Khomsan (2000) menyatakan semakin rendah tingkat pendidikan seseorang biasanya semakin kurang tingkat pengetahuan gizi sehingga orang tersebut cukup sulit untuk menerima dan memahami informasi baru terkait gizi karena mempertahankan tradisi-tradisi yang berhubungan dengan makanan. Namun, hasil uji korelasi Spearman yang dilakukan pada uji hubungan antara pengetahuan gizi dengan kandungan tiosianat dalam pangan goitrogenik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan dengan ditandai nilai (P value >0.05). Rizqiawan (2015) menyatakan meskipun pengetahuan gizi seseorang baik belum tentu praktik gizi pun baik begitupun sebaliknya. Hubungan antara Konsumsi Pangan Goitrogenik dengan Kadar Iodium Urin Berikut ini merupakan tabel hubungan antara frekuensi konsumsi pangan goitrogenik dengan kadar iodium urin (UIC) yang dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23 Hubungan antara frekuensi konsumsi pangan goitrogenik dengan kategori UIC Konsumsi pangan goitrogenik Tidak pernah Sangat jarang Jarang Sering Total Defisiensi n % 0 0 0 0 1 5.3 18 94.7 19 100 Kategori UIC Normal n % 0 0 0 0 11 52.4 10 47.6 21 100 Lebih n % 0 0 0 0 7 70 3 30 10 100 Total n 0 0 19 31 50 Nilai P % 0 0 38 0.000* 62 100 Tabel 23 menunjukkan sebagian besar 94.7% ibu hamil dengan tingkat frekuensi sering mengonsumsi pangan goitrogenik mengalami defisiensi iodium urin dibandingkan dengan ibu hamil dengan tingkat frekuensi jarang mengonsumsi pangan goitrogenik. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan negatif yang signifikan antara frekuensi konsumsi pangan goitrogenik dengan kadar iodium urin yang ditandai dengan nilai (P value <0.05) dan (r=-0.625). Hasil analisis ini menunjukkan semakin sering mengonsumsi pangan goitrogenik maka semakin rendah kadar iodium urin. Sebaliknya, semakin jarang mengonsumsi pangan goitrogenik maka semakin tinggi kadar iodium urin. Alfitri et al. (2013) menyatakan biasanya konsumsi tiosianat dalam pangan goitrogenik relatif sedikit sehingga tidak menggambarkan adanya hubungan antara kandungan tiosianat dengan kadar iodium urin. Namun, Ningtyas et al. (2014) dan Cao et al. (2010) menyatakan kejadian GAKI dapat disebabkan oleh rendahnya asupan iodium dan tingginya konsumsi pangan goitrogenik (Santoso et al. 2006). Selain itu, Gibney et al. (2005) menyatakan goitrogen yang terkandung di dalam pangan goitrogenik dapat menghambat penyerapan iodium pada proses transport aktif, menghambat sekresi hormon tiroid dan mencegah proses proteolisis hormon tiroid tiroglobulin. Oleh karena itu, peran goitrogen dapat menurunkan kadar iodium di dalam urin. Ningtyas et al. (2014) menyatakan sianida dalam jumlah kecil ada dalam berbagai jenis tumbuhan yang biasa dikonsumsi. Namun, sampai sekarang belum diketahui besarnya kontribusi zat goitrogenik, khususnya tiosianat terhadap kejadian GAKI pada masyarakat. Berikut ini merupakan tabel hubungan antara 31 konsumsi pangan goitrogenik berdasarkan kandungan tiosianat dengan kategori kadar iodium urin disajikan pada Tabel 24. Tabel 24 Hubungan antara konsumsi pangan goitrogenik berdasarkan kandungan tiosianat dengan kategori UIC Konsumsi pangan goitrogenik Rendah Normal Tinggi Total Defisiensi n % 2 10.5 8 42.1 9 47.4 19 100 Kategori UIC Normal n % 13 61.9 7 33.3 1 4.8 21 100 Total Lebih n % 4 40 6 60 0 0 10 100 n 19 21 10 50 Nilai P % 38 42 20 100 0.000* Tabel 24 menunjukkan sebagian besar 61.9% ibu hamil dengan tingkat konsumsi kadar tiosianat dalam pangan goitrogenik yang rendah mengalami kadar iodium urin normal dibandingkan dengan ibu hamil dengan tingkat konsumsi kadar tiosianat dalam pangan goitrogenik yang tinggi. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan negatif yang signifikan antara kandungan tiosianat dengan kadar iodium urin yang ditandai dengan nilai (P value <0.05) dan (r=-0.489). Hasil analisis ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi kadar tiosianat dalam pangan goitrogenik maka semakin rendah kadar iodium urin, sebaliknya semakin rendah kadar tiosianat dalam pangan goitrogenik maka semakin tinggi kadar iodium urin. Alfitri et al. (2013) menyatakan biasanya konsumsi tiosianat dalam pangan goitrogenik relatif sedikit sehingga tidak menggambarkan adanya hubungan antara kandungan tiosianat dengan kadar iodium urin. Namun, Ningtyas et al. (2014) dan Cao et al. (2010) menyatakan kejadian GAKI dapat disebabkan oleh rendahnya asupan iodium dan tingginya konsumsi pangan goitrogenik (Santoso et al. 2006). Selain itu, Gibney et al. (2005) menyatakan goitrogen yang terkandung di dalam pangan goitrogenik dapat menghambat penyerapan iodium pada proses transport aktif, menghambat sekresi hormon tiroid dan mencegah proses proteolisis hormon tiroid tiroglobulin. Oleh karena itu, peran goitrogen dapat menurunkan kadar iodium di dalam urin. Hubungan antara Usia dengan Kadar Iodium Urin (UIC) Berikut ini merupakan tabel hubungan antara usia dengan kategori kadar iodium urin (UIC) yang dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25 Hubungan antara usia dengan kategori kadar iodium urin (UIC) Usia Dewasa dini Dewasa madya Total Defisiensi n % 18 94.7 Kategori UIC Normal n % 21 100 Lebih n % 10 100 Total Nilai P n 49 % 98 1 5.3 0 0 0 0 1 2 19 100 21 100 10 100 50 100 0.149 Tabel 25 menunjukkan sebagian besar 100% ibu hamil dengan usia dewasa dini mengalami kadar iodium urin yang normal. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan 32 kadar iodium urin yang ditandai dengan nilai (P value >0.05). Hariyanti dan Indrawati (2013) menyatakan proses metabolisme seseorang dengan lainnya berbeda dan variasi usia pada ibu hamil tidak bervariasi yaitu sebagian besar ibu hamil berusia diantara 20-30 tahun sehingga jarak antara usia satu orang dengan lainnya tidak terlalu jauh. Mungkin akan lebih bervariasi jika pemilihan sampel dalam penelitian ini semua usia dimasukan ke dalam kriteria inklusi. Namun, Rahayu et al. (2015) menyatakan tidak ada hubungan antara umur ibu hamil dengan kadar iodium urin, karena rentang umur ibu hamil memiliki kebutuhan iodium yang sama sehingga pemenuhan iodium tidak jauh berbeda dan diduga pangan yang dikonsumsi relatif dapat memenuhi kebutuhan iodium. 33 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Sebagian besar ibu hamil merupakan keluarga kecil yang tergolong dalam kategori keluarga hampir miskin sebanyak 50%. Pendapatan perkapita keluarga tergolong dalam kategori hampir miskin (Rp 285 076,- sampai Rp. 570 152,-). Umumnya sebagian besar pendidikan suami dan contoh adalah lulus SD/sederajat sebanyak 54% dan 60% dengan pekerjaan ibu hamil adalah ibu rumah tangga (IRT) sebanyak 92% sedangkan suami adalah wiraswasta sebanyak 34%. Pangan sumber goitrogenik yang sering dikonsumsi ibu hamil adalah tomat. Pangan tersebut sering dikonsumsi karena akses untuk mendapatkannya mudah dan ratarata sebagian petani yang ada di daerah Gekbrong bertani sayuran seperti kubis/kol, tomat, brokoli, sawi putih, daun singkong dan lain-lain. Sebagian besar ibu hamil menggunakan garam beriodium namun beberapa ibu hamil masih ada yang menggunakan garam tidak beriodium. Berdasarkan hasil analisis terdapat hubungan negatif yang signifikan antara pengetahuan gizi dengan konsumsi pangan goitrogenik dan juga hubungan antara konsumsi pangan goitrogenik baik frekuensi makan maupun kandungan tiosianat dalam pangan goitrogenik dengan kadar iodium urin. Namun, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi dengan konsumsi garam, hubungan antara konsumsi garam dengan kadar iodium urin, hubungan antara pengetahuan gizi dengan kadar iodium urin, hubungan antara pengetahuan gizi dengan kadar tiosianat dalam pangan goitrogenik, dan hubungan antara usia dengan kadar iodium urin. Saran Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai konsumsi pangan sumber iodium dan protein sehingga dapat dibandingkan dengan konsumsi pangan sumber goitrogenik dan penelitian tentang cara penyimpanan garam rumah tangga yang digunakan serta menghitung berapa besar jumlah kehilangan iodium pada saat pemasakan pada pangan sumber iodium. Selain itu, sebaiknya semua usia sampel dipilih dalam penelitian agar usia terlihat bervariasi dan sebaiknya ditambahkan metode recall 2x24 jam untuk menghasilkan data hasil pengukuran iodium urin yang lebih akurat. 34 DAFTAR PUSTAKA Adiana PP & Karmini N. 2012. Pengaruh pendapatan, jumlah anggota keluarga, dan pendidikan terhadap pola konsumsi rumah tangga miskin di kecamatan Gianyar. E-jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. Vol 1;1:1-60. Agus H, Budiman H, Faiza Y. 2015. Faktor yang berhubungan dengan kejadian gangguan akibat kekurangan yodium di Kecamatan Koto Tangah, Padang. Jurnal Kesehatan Kounitas. Vol 2;6:262-269. Agus Z. 2007. Peta prevalensi gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) di kota Padang Tahun 2006. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol 1;2:59-64. Alfitri, Widodo US, Sudargo T. 2013. Faktor-faktor pada kejadian GAKY ibu hamil di Tabunganen Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia. Vol 1;1:7-14. Alioes Y. 2010. Hubungan penyakit gondok dengan kadar yodium dalam urin murid Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Korong Gadang Kecamatan Kuranji Kota Padang. Majalah Kedokteran Andalas. Vol 34;2:184-192. Amalia L, Permatasari II, Khomsan A, Riyadi H, Herawati T, Nurdiani R. 2015. Pengetahuan, sikap, dan praktek gizi ibu terkait iodium dan pemilihan jenis garam rumah tangga di wilayah pegunungan Cianjur. Jurnal Gizi Pangan. Vol 10;2:133-140. [Badan POM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2006. Penentuan kadar spesi iodium dalam garam beriodium dan makanan dengan metode HPLC pasangan ion. InfoPOM. Vol 7;3:1-12. Begna FD & Abdissa N. 2012. Understanding the ecology of iodine deficiency and its public health implications: the case of Oromia region in Ethiopia. Journal of Community & Health. Vol 1;1:4-17. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kabupaten Cianjur dalam Angka 2014. Badan Pusat Statistik Kabupaten Cianjur. No. 32.03.14. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Jawa Barat dalam Angka: Jawa Barat in Figure 2015. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. No. 32.000.14.01. Budiman B, Widagdo D. 2006. Hipertiroidi subklinik di daerah ‘replete’ endemis. Puslitbang Gizi dan Makanan. Vol 30;1:13-24. Budiman B, Sumarno I. 2007. Hubungan antara konsumsi iodium dan gondok pada siswi berusia 15-17 tahun. Universa Medicina. Vol 26;2:80-9. Budiman B. 2012. Status iodium di Indonesia saat ini: perlunya penajaman sasaran. Gizi Indon. Vol 35;1:1-9. Cahyadi W. 2006. Penentuan kadar spesi iodium dalam garam beriodium yang beredar di pasar dan sediaan makanan. Media Gizi dan Keluarga. Vol 30;1:65-71. 35 Cahyadi W. 2006. Penentuan konstanta laju penurunan kadar iodat dalam garam beriodium. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol 17;1:38-43. Cao Y, Blount BC, Blasini LV, Bernbaum JC, Phillips TM, Rogan WJ. 2010. Goitrogenic anions, thyroid-stimulating hormone, and thyroid hormone in infants. Environmental Health Perspectives. Vol 118;9:1332-1337. Dardjito E, Rahardjo S. 2010. Gangguan akibat kekurangan yodium pada wanita usia subur di Kecamatan Baturaden Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol 5;3:105-109. Darmawan NI, Darmawan ES. 2012. Analisis demand dan supply konsumsi garam beryodium tingkat rumah tangga. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol 6;6:273-276. [Depkes RI] Departemen Kesehatan RI. 2000. Profil kesehatan Indonesia 2000. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan RI. [Depkes RI] Departemen Kesehatan RI. 2006. Profil kesehatan Indonesia 2004. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan RI. Djokomoeljanto. 2002. Evaluasi masalah gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) di Indonesia. Indonesian Journal of IDD. Vol 3;1:31-9. Escott-Stump S. 2012. Nutrition and Diagnosis-Related Care Edition Seventh. China (CN): Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer business. Gibney MJ, Margetts BM, Kearney JM, Arab L. 2005. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Handayani E, Saraswati DD, Munayarokh. 2013. Perbedaan tingkat pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang penggunaan garam beriodium di Wilayah Puskesmas Borobudur Kabupaten Magelang Tahun 2013. Jurnal Kebidanan. Vol 2;5:20-27. Hariyanti W, Indrawati V. 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian GAKY pada anak usia sekolah dasar di Kecamatan Kendal Kabupaten Ngawi. Ejournal Boga. Vol 2;1:150-158. Hurlock E. 2004. Psikologi Perkembangan. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka. Irawati TE, Hadi H, Widodo U. 2011. Tingkat konsumsi garam beryodium dan kaitannya dengan gangguan akibat kekurangan yodium ibu hamil. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Vol 8;1:1-6. Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor (ID): IPB Press. Laurberg P, Jorgensen T, Perrild H, Ovesen L, Knudsen N, Pedersen IB, Rasmussen LB, Carle A, Vejbjerg. 2006. The Danish investigation on iodine intake and thyroid disease, DanThyr: status and perspectives. European Journal of Endocrinology. ISSN: 0804-4643. P: 219-228. Lemeshow S & David WH. 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. 36 Madanijah S & Hirmawan AB. 2007. Faktor-faktor sosial ekonomi keluarga yang berhubungan dengan kejadian gondok pada murid SD. Jurnal Gizi dan Pangan. Vol 2;1:47-55. Mirmiran P, Nazeri P, Amiri P, Mehran L, Shakeri N, Azizi F. 2013. Iodine nutrition status and knowledge, attitude, and behavior in Tehranian women following 2 decades without public education. Journal of Nutrition Education and Behavior. Vol 45;5:412-419. Mousavi SM, Tavakoli N, Mardan F. 2006. Risk factors for goiter in primary school girls in Qom city of Iran. European Journal of Clinical Nutrition. 60:426-433. Murdiana A, Saidin S. 2001. Kadar sianida dalam sayuran dan umbiumbian di daerah gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY). Panel Gizi Makan. 24:33-37. Mutalazimah, Mulyono B, Murti B, Azwar S. 2013. Asupan yodium, ekskresi yodium urine, dan goiter pada wanita usia subur di Daerah Endemis defisiensi yodium. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol 8;3:133138. Ningtyas FW, Asdie AH, Julia M, Prabandari YS. 2014. Eksplorasi kearifan lokal masyarakat dalam mengonsumsi pangan sumber zat goitrogenik terhadap gangguan akibat kekurangan yodium. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol 8;7:3-10. Ningtyas FW, Asdie AH, Julia M, Prabandari YS. 2014. Perubahan pola konsumsi pangan sumber zat goitrogenik sianida dan cara pengolahannya melalui penyuluhan gizi. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol 9;2:121129. Ningtyas FW, Asdie AH. 2015. Hubungan konsumsi goitrogenik sianida dengan kadar tiosianat urin di daerah Endemik GAKI Kabupaten Jember. MGMI. Vol 6;2:101-110. Octavia L, Karyadi E, Alisjabana B, Widjaja M. 2015. Status mikronutrien remaja putri dengan riwayat berat badan lahir rendah (BBLR). Jurnal Gizi Pangan. Vol 10;2:117-124. Octaviana. 2013. Hubungan kejadian gizi kurang, anemia gizi besi dan GAKY dengan prestasi belajar. Unnes Journal of Pudlic Health. Vol 2;1:1-6. Patuti N, Sudargo T, Wachid DN. 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian GAKY pada anak sekolah dasar di pinggiran pantai Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Vol 7;1:17-26. Pharoah POD, Buttfield IH, Hetzel. 2012. Neurological damage to the fetus resulting from severe iodine deficiency during pregnancy. International Journal of Epidemiology. 41:589-592. Prawini GA, Ekawati NK. 2013. Gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku ibu rumah tangga terhadap garam beryodium di Desa Lodtunduh Wilayah Kerja UPT Kesehatan Masyarakat Ubud I Tahun 2013. Community Health. Vol 1;2:122-130. 37 Purwanti KD, Susyati, Insani S, Hapsari IS. 2006. Deteksi dini hipotiroid kongenital di Nusa Tenggara Barat. Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Fungsional Teknis Non Peneliti. ISSN:1410-5381. Puspitasari C, Rachmawanti D, Siswanti. 2014. Pengaruh kombinasi media dan konsentrasi iodium pada dua jenis garam (NaCl dan KCl) terhadap kadar iodium dan kualitas sensoris telur asin. Jurnal Teknosains Pangan. Vol 3;4:1-7. Rahayu R, Mutalazimah, Mustikaningrum. 2015. Hubungan faktor demografi, frekuensi konsumsi zat goitrogenik dan status iodium urin bumil. University Research Colloquium. ISSN:2407-9189. [Riskesdas] Riset Kesehatan Dasar. 2013.Riset Kesehatan Dasar. Jakarta (ID): Badan Litbangkes. Rizqiawan A. 2015. Hubungan pola konsumsi pangan sumber iosium dan zat goitrogenik dengan status iodium dan stunting pada siswa SD di Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap. [Skripsi]. Bogor (ID): IPB. Rosidi A. 2008. Hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang garam beryodium dengan ketersediaan garam beryodium pada tingkat rumah tangga di Desa Krajan Kecamatan Tembarak Kabupaten Temanggung. Jurnal Keperawatan. Vol 1;2:67-79. Saidin S. 2009. Hubungan keadaan geografi dan lingkungan dengan gangguan akibat kurang yodium (GAKY). Media Litbang Kesehatan. Vol 19;2:101108. Santoso EB, Hadi H, Sudargo T. 2006. Hubungan antara konsumsi makanan goitrogenik dan status iodium pada ibu hamil di Kecamatan Endemis gangguan akibat kekurangan iodium. Berita Kedokteran Masyarakat. Vol 22;3:93-99. Saputri L & Soekatri. 2006. Gambaran karakteristik garam beriodium, penyimpanan, tempat membeli garam dan jumlah konsumsi pada keluarga miskin di Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat. Gizi Indon. Vol 29;1:65-75. Sardesai V. 2012. Introduction to Clinical Nutrition Third Edition. New York (US): CRC Press. Sartini DN. 2012. Hubungan antara ekskresi iodium urin dan ekskresi tiosianat urin dengan total goiter rate studi pada anak SD di Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Jurnal Media Medika Muda. p:1-12 Sediaoetama AD. 2000. Faktor Gizi. Jakarta (ID): Bharata Karya Aksara. Setijowati N. 2005. Hubungan kadar seng serum dengan tinggi badan anak sekolah dasar penderita GAKY. Jurnal Kedokteran Brawijaya. Vol 19;1:22-28. Soeid NLS, Azwar NR, Hasim, Komari. 2006. Pembuatan dan uji stabilitas garam fortifikasi ganda dengan kalium iodat dan besi elemental mikroenkapsula. Akta Kimia Indonesia. Vol 1;2:123-130. 38 Sulistiyani R, Rahayuningsih HM. 2013. Gambaran konsumsi garam iodium, kadar TSH (Tyroid Stimulating Hormon) dan kadar UIE (Urine Iodium Excretion) pada ibu hamil. Journal of Nutrition College. Vol 2;4:720-729. Sulistyowati S, Indhira T, Suwasono B, Suryani E. 2013. Optimalisasi pemanfaatan hasil pemurnian garam krosok secara mekanis untuk menghasilkan garam beryodium. Neptunus Jurnal Kesehatan. Vol 19;1:35-45. Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2012. Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Wafiyah N dan Muwakhidah. 2013. Penyimpanan garam, kualitas yodium dan kadar yodium dalam urin pada ibu hamil di puskesmas Ampel II Boyolali. Jurnal Kesehatan. ISSN 1979-7621. Vol 6;2:163-177. Yanti N, Prameswari GN. 2015. Gambaran perilaku dan persepsi ibu rumah tangga terhadap konsumsi garam beryodium di Wilayah Kerja Puskesmas Toroh 1 Kabupaten Grobogan pada Tahun 2014. Unnes Journal of Public Health. Vol 4;2:100-107. [WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta (ID): LIPI. 39 LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil uji Correlations Spearman pengetahuan gizi dengan konsumsi garam Correlations 1=Kurang, 1=Tidak 2=Sedang, beriodium, 3=Baik 2=Beriodium Spearman’s rho 1=Kurang, 2=Sedang, Correlation 3=Baik Coefficient Sig. (2-tailed) N 1=Tidak beriodium, 2=Beriodium Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N 1.000 .094 . .517 50 50 .094 1.000 .517 . 50 50 Lampiran 2 Hasil uji Correlations Spearman konsumsi garam dengan Urinary Iodine Concentration (UIC) Correlations Peng_Garam Spearman’s rho Peng_Garam Correlation Coefficient 1.000 -.123 . .394 50 50 Correlation Coefficient -.123 1.000 Sig. (2-tailed) .394 . 50 50 Sig. (2-tailed) N UIC UIC N Lampiran 3 Hasil uji Correlations Spearman pengetahuan gizi dengan UIC Correlations Pengetahuan_Gizi Spearman’s rho Pengetahuan_Gizi Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N UIC Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N UIC 1.000 .141 . .329 50 50 .141 1.000 .329 . 50 50 40 Lampiran 4 Hasil uji Correlations Spearman pengetahuan gizi dengan frekuensi konsumsi pangan Goitrogenik Correlations Pengetahuan_Gizi Frek_Goitrogenik Spearman’s rho Pengetahuan_Gizi Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Frek_Goitrogenik Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N 1.000 -.284* . .046 50 50 -.284* 1.000 .046* . 50 50 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2tailed). Lampiran 5 Hasil uji Correlations Spearman pengetahuan gizi dengan frekuensi kadar sianida pangan goitrogenik Correlations Pengetahuan_Gizi Frek_Sianida Spearman’s rho Pengetahuan_Gizi Correlation Coefficient 1.000 -.098 . .497 50 50 Correlation Coefficient -.098 1.000 Sig. (2-tailed) .497 . 50 50 Sig. (2-tailed) N Frek_Sianida N Lampiran 6 Hasil uji Correlations Spearman frekuensi konsumsi pangan goitrogenik dengan Urinary Iodine Concentration (UIC) Correlations Frek_Goitrogenik Spearman’s rho Frek_Goitrogenik 1.000 -.625** . .000 50 50 Correlation Coefficient -.625 ** 1.000 Sig. (2-tailed) .000* . 50 50 Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N UIC UIC N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). 41 Lampiran 7 Hasil uji Correlations Spearman frekuensi kadar sianida dalam pangan goitrogenik dengan Urinary Iodine Concentration (UIC) Correlations Frek_Sianida Spearman’s rho Frek_Sianida 1.000 -.489** . .000 50 50 Correlation Coefficient -.489 ** 1.000 Sig. (2-tailed) .000* . 50 50 Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N UIC UIC N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Lampiran 8 Hasil uji Correlations Spearman usia dengan UIC Correlations Usia Spearman’s rho Usia Correlation Coefficient 1.000 -.207 . .149 50 50 Correlation Coefficient -.207 1.000 Sig. (2-tailed) .149 . 50 50 Sig. (2-tailed) N UIC UIC N 42 HASIL PEMERIKSAAN UIC Lampiran 9 Tabel hasil pemeriksaan UIC No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Kode sampel P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 P22 P23 P24 P25 P26 P27 P28 P29 P30 P31 P32 P33 P34 P35 P36 P37 P38 P39 P40 P41 P42 P43 P44 P45 P46 P47 P48 P49 P50 Hasil (μg/L) 122 148 140 169 216 135 79 150 42 301 69 167 288 50 43 183 85 51 103 139 200 103 284 62 133 50 140 65 49 282 64 66 156 115 154 40 109 166 39 251 92 71 202 211 32 129 119 44 212 144 43 Lampiran 10 Dokumentasi penelitian Gambar 2 Pengumpulan urin ibu hamil Gambar 3 Iodine test Gambar 4 Urin ibu hamil Gambar 5 Jenis garam yang digunakan 44 Lampiran 11 Kuesioner KUESIONER HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI, KONSUMSI PANGAN GOITROGENIK DAN GARAM DENGAN KADAR IODIUM URIN IBU HAMIL DI DESA GEKBRONG CIANJUR Oleh: Sri Lusiawati Indriani Penelitian ini dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dan data secara langsung dari ibu hamil di wilayah Cianjur. Demi kelancaran penelitian ini dukungan dan kejujuran anda sangat saya harapkan. Terimakasih Kode Responden Tanggal Wawancara Enumerator Nama Responden Jenis Kelamin No Handphone Alamat Rumah : .................................. : .................................. : .................................. :L/P : .................................. : .................................. DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016 45 A. Karakteristik Ibu Hamil A.1 Nama Lengkap A.2 Usia A.3 Tanggal Lahir (DD/MM/YYYY) A.4 Jenis Kelamin A.5 Pekerjaan A.6 Pendapatan/ bulan A.7 Pendidikan Terakhir A.8 Usia Kehamilan A.9 Berat Badan A.10 Tinggi Badan A.11 Riwayat Kesehatan : : tahun : / / :L/P : 1. Tidak Bekerja 2. PNS 3. Wiraswasta 4. Pegawai Swasta 5. Polisi/ ABRI 6. Petani/ Nelayan/ Buruh 7. Lainnya.... : 1. <Rp. 500 000 2. Rp. 500 000-Rp. 1 000 000 3. Rp. 1 000 000- Rp. 3 000 000 4. >Rp. 3 000 000 : 1. Tidak sekolah 2. Tidak tamat SD/ Sederajat 3. Tamat SD/ Sederajat 4. Tamat SMP/ Sederajat 5. Tamat SMA/ Sederajat 6. Tamat Perguruan Tinggi/ Sederajat : 1. Hamil Trimester 1 2. Hamil Trimester 2 3. Hamil Trimester 3 : kg : cm : 1. Hipertensi 2. Diabetes Melitus 3. Stroke 4. Jantung Koroner 5. Kanker 6. Lainnya.... B. Karakteristik Keluarga B.1 Suami B.1.1 Nama Lengkap : B.1.2 Usia : tahun B.1.3 Tanggal Lahir (DD/MM/YYYY) : / / B.1.4 Jenis Kelamin :L/P B.1.5 Pekerjaan : 1. Tidak Bekerja 2. PNS 3. Wiraswasta 4. Pegawai Swasta 5. Polisi/ ABRI 6. Petani/ Nelayan/ Buruh 7. Lainnya.... 46 B. Karakteristik Keluarga (Lanjutan) B.1 Ayah/ Suami B.1.6 Pendidikan Terakhir : 1. Tidak sekolah 2. Tidak tamat SD/Sederajat 3. Tamat SD/Sederajat 4. Tamat SMP/Sederajat 5. Tamat SMA/Sederajat 6. Tamat Perguruan Tinggi/Sederajat B.1.7 Pendapatan/ bulan : 1. <Rp. 500 000 2. Rp. 500 000-Rp. 1 000 000 3. Rp. 1 000 000- Rp. 3 000 000 4. >Rp. 3 000 000 B.1.8 Berat Badan : kg B.1.9 Tinggi Badan : cm B.1.10 Riwayat Kesehatan : 1. Hipertensi 2. Diabetes Melitus 3. Stroke 4. Jantung Koroner 5. Kanker 6. Lainnya.... B.2 Besar Keluarga B.3 Jumlah Tanggungan Keluarga B.4 Alamat Tempat Tinggal : : : orang orang C. Pengetahuan Pangan Goitrogenik dan Iodium 1 Gangguan Akibat a. Kumpulan dari berbagai penyakit yang Kekurangan Iodium (GAKI) disebabkan kelebihan iodium di dalam atau gondok merupakan tubuh b. Kumpulan dari berbagai penyakit yang disebabkan kelebihan lemak di dalam tubuh c. Kumpulan dari berbagai penyakit yang disebabkan akibat kekurangan iodium di dalam tubuh d. Kumpulan dari berbagai penyakit yang disebabkan kekurangan lemak di dalam tubuh 2 Etiologi (penyebab) a. Gangguan pada sistem pencernaan Gangguan Akibat b. Gangguan pada ginjal Kekurangan Iodium (GAKI) c. Gangguan pada otak dan sistem saraf atau gondok dapat d. Gangguan pada tiroid (Hipotiroid) primer, disebabkan oleh sekunder, tersier dan resistensi jaringan tubuh terhadap hormon tiroid 47 3 4 5 6 7 C. Pengetahuan GAKI, Pangan Goitrogenik dan Iodium (Lanjutan) Faktor lain terjadinya a. Konsumsi asupan iodium yang tinggi, Gangguan Akibat rendahnya konsumsi pangan goitrogenik Kekurangan Iodium (GAKI) (pangan yang dapat menyebabkan gondok), atau gondok dapat bertempat tinggal di daerah non-endemik dipengaruhi oleh b. Konsumsi pangan goitrogenik (pangan yang dapat menyebabkan gondok) yang tinggi, rendahnya kandungan iodium dalam tanah dan air, tidak mengonsumsi garam beriodium, gen (faktor pembawa keturunan), dan faktor usia c. Konsumsi makanan yang berlemak d. Konsumsi tinggi protein dan berlemak Tanda dan gejala dari a. Cepat lelah, kulit kering, pecah-pecah, gangguan akibat kekurangan bersisik dan menebal, pembengkakan pada iodium (GAKI) atau gondok tangan, mata dan wajah, rambut rontok, adalah kering dan pertumbuhannya buruk, serta timbulnya benjolan pada leher b. Demam, nafsu makan turun, tekanan darah turun dan sering buang air kecil dimalam hari c. Gelisah, tekanan darah naik, diare, dan berat badan turun d. Mudah mengantuk, konstipasi, mual, dan muntah Palpasi merupakan teknik a. Untuk mengamati dan meraba pembesaran gondok b. Untuk mengamati pembesaran kanker c. Untuk mengamati pembesaran luka pada ganggren diabetes d. Untuk mengamati tanda dan gejala pada diare Iodium merupakan a. Zat gizi mikro (zat gizi yang diperlukan dalam jumlah sedikit) yang diperlukan tubuh b. Zat gizi makro (zat gizi yang diperlukan dalam jumlah cukup banyak) yang diperlukan tubuh c. Zat gizi mikro (zat gizi yang diperlukan dalam jumlah sedikit) yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan tubuh d. Zat gizi makro (zat gizi yang diperlukan dalam jumlah cukup banyak) yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan tubuh Iodium bermanfaat untuk a. Sebagai suplemen yang dibutuhkan tubuh b. Untuk meningkatkan nafsu makan c. Untuk memproduksi hormon tiroksin sehingga dapat mencegah penyakit gondok d. Untuk meningkatkan kecerdasan 48 8 9 10 11 12 13 14 15 C. Pengetahuan GAKI, Pangan Goitrogenik dan Iodium (Lanjutan) Contoh dari pangan sumber a. Beras, buah-buahan, dan sayur-sayuran iodium adalah b. Sereal, ikan, daging, aneka ikan laut, garam beriodium c. Kacang-kacangan, daging, dan buah-buahan d. Sereal, sayur-sayuran, dan susu Kebutuhan iodium untuk ibu a. 200 μg/hari hamil adalah b. 220 μg/hari c. 240 μg/hari d. 250 μg/hari Bila tubuh kita kekurangan a. Timbulnya hipertiroidisme (kelebihan iodium maka akan hormon tiroid) berdampak b. Timbulnya gizi buruk c. Timbulnya hipertensi (tingginya tekanan darah) d. Timbulnya penyakit gondok, kretin, menurunnya tingkat kecerdasan, dan gangguan mental Garam beriodium jika ditetesi a. Bening dengan iodine test akan b. Kuning berwarna c. Ungu d. Merah Garam yang tidak beriodium a. Bening jika ditetesi dengan iodine b. Kuning test akan berwarna c. Ungu d. Merah Pangan goitrogenik (pangan a. Pangan yang dapat mempercepat yang dapat menyebabkan penyerapan kadar iodium di dalam tubuh gondok) adalah b. Pangan yang mengandung zat yang dapat menghambat penyerapan iodium c. Pangan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh d. Pangan yang bermanfaat bagi tubuh Contoh dari pangan a. Singkong, kubis, kembang kol, brokoli, dan goitrogenik (pangan yang ubi jalar dapat menyebabkan gondok) b. Beras, ikan, kacang panjang, dan kacang adalah merah c. Singkong, daging, ayam, dan kacang polong d. Beras, buah mangga, kubis, daging, dan ayam Contoh pangan goitrogenik a. Brokoli c. Nangka muda (pangan yang dapat b. Bengkuang d. Jagung muda menyebabkan gondok) dari sayur adalah 49 D. Uji Iodium Berikut ini akan dilakukan uji Iodium pada garam yang digunakan. Jenis garam yang digunakan ibu adalah (dilakukan iodine test) a. Garam beriodium b. Garam tidak beriodium Formulir kuesioner frekuensi pangan (Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire) Isilah pada kolom yang sesuai dengan kebiasaan anda dalam mengonsumsi makanan (dalam 3 bulan terakhir) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 Bahan Makanan Talas Ganyong Gatot Brokoli Tomat Lobak Kacang hijau Kubis Kembang kol Caisin Bayam Cabe hijau Daun kacang panjang Daun bawang merah muda Daun bawang bakung Daun tangkil Kangkung Daun singkong Daun pepaya Jagung muda Kulit tangkil Kol Sawi putih Koro Seledri Buncis Gambas Pare Sawi pahit Selada air Terong ungu Ubi Singkong Hari Frekuensi (x/...) Minggu Bulan Rata-rata/konsumsi URT Gram 50 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cianjur, Jawa Barat pada tanggal 27 Desember 1993. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara pasangan Arip Saripudin dan Enung Saopah. Pendidikan formal yang ditempuh penulis yaitu SD Negeri Songgom 1 dari tahun 2000 hingga tahun 2006, tahun 2006 hingga 2009 melanjutkan studi ke SMP Negeri 2 Cianjur, dan tahun 2009 melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 2 Cianjur hingga tahun 2012. Penulis diterima sebagai Mahasiswa Gizi Masyarakat Angkatan 49, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2012 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN) Undangan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi, yaitu sebagai Ketua Dewan Mushola A1 Tingkat Persiapan Bersama (TPB) dan anggota divisi Lembaga Kampus periode 2013/2014. Penulis juga mengikuti kepanitian seperti Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB 50) dan Masa Perkenalan Fakultas (MPF 50). Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Berbasis Profesi (KKN-P) di Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor dan mengikuti Praktik Kerja Lapang (PKL) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cibinong, Bogor. Selain itu, pennulis tercatat sebagai mahasiswa penerima beasiswa Bidik Misi tahun 2012-2016.