BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Teh Kombucha

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Tentang Teh Kombucha
Teh kombucha pertama kali dikonsumsi oleh masyarakat di daratan Cina
sebagai obat herbal. Teh kombucha juga disebarluaskan ke beberapa negara,
termasuk Indonesia karena mempunyai manfaat kesehatan. Kombucha adalah produk
minuman hasil fermentasi larutan teh dan gula menggunakan starter kombucha.
Starter kombucha merupakan simbiosis antara bakteri dan yeast (khamir) dalam
struktur selulosa (Sievers et al., 1995; Blanc, 1996).
Dalam proses fermentasi ini jamur sangat memegang peranan penting. Jamur
yang berperan dalam pembentukan teh kombucha adalah golongan ragi. Nama
ilmiahnya adalah Saccharomyces cerevisiae. Sedangkan beberapa jenis ragi lain yang
terdapat pada teh kombucha yaitu Saccharomyces ludwigii, S. apiculatus varietas dan
Schizosaccharomyces pombe (Naland, 2004).
2.1.1 Kultur teh kombucha
Kultur teh kombucha adalah organisme berbentuk gelatin (gel) berwarna putih
dengan ketebalan antara 0,3-1,2 cm dan terbungkus selaput liat. Kultur kombucha
berbentuk seperti pancake yang berwarna putih (pucat) dan bertekstur kenyal seperti
karet dan menyerupai gel. Kultur kombucha terletak mengapung di permukaan cairan
atau kadang dijumpai tenggelam di dalam cairan teh kombucha. Kultur kombucha
mencerna gula menjadi asam-asam organik, vitamin B dan C, serta asam amino dan
enzim (Naland, 2004).
5
6
Kultur kombucha hidup dilingkungan nutrisi larutan teh manis yang akan
tumbuh secara terus menerus hingga membentuk susunan yang berlapis. Kultur
kombucha akan memiliki bentuk menurut wadah yang digunakan (tempat pembiakan)
pada proses pembuatan minuman kesehatan teh kombucha. Pada pertumbuhannya,
koloni pertama kombucha akan tumbuh dilapisan paling atas dan pertumbuhannya
akan memenuhi lapisan tersebut, pertumbuhan berikutnya semakin lama semakin
tebal, demikian seterusnya (Naland, 2004).
2.1.2 Kandungan kimia teh kombucha
Menurut Naland, (2004) kandungan teh kombucha secara umum adalah
sebagai berikut :
1. Vitamin B1 (Tiamin)
Vitamin B1 memegang peranan penting dalam pembentukan energi
melalui proses metabolisme. Tiamin berperan sebagai koenzim dalam reaksireaksi yang menghasilkan energi dari karbohidrat dan memindahkan energi
untuk membentuk senyawa kaya energi yang disebut adenosin trifosfat (ATP).
Tiamin tidak bisa disimpan banyak oleh tubuh jika tiamin terlalu banyak
dikonsumsi, kelebihannya akan dibuang melalui air kemih.
Gambar 2.1 Struktur Vitamin B1(Tiamin)
7
2. Vitamin B2 (Riboflavin)
Vitamin B2 diperlukan oleh tubuh untuk memproses asam amino,
lemak dan karbohidrat sehingga menghasilkan energi ATP. Energi ATP
diperlukan bagi sel tubuh kita dan juga berfungsi sebagai antioksidan.
Vitamin ini disimpan didalam tubuh dan sebagian kecil disimpan dihati dan
ginjal.
Gambar 2.2 Vitamin B2 (Riboflavin)
3. Vitamin B3 (Niasin)
Vitamin B3 berperan dalam metabolisme lemak untuk menurunkan
kadar kolesterol, yaitu LDL (Low Density Lipoprotein) dan trigliserida, serta
meningkatkan kadar HDL (High Density Lipoprotein). Niasin juga berfungsi
membantu metabolisme dalam menghasilkan energi.
Gambar 2.3 Struktur Vitamin B3 (Niasin)
8
4. Vitamin B6 (Piridoksin)
Vitamin B6 terdapat dalam 3 bentuk yaitu piridoksin, piridoksal dan
piridoksamin. Piridoksin merupakan vitamin B6 yang berasal dari tumbuhan
sedangkan piridoksal dan piridoksamin merupakan vitamin B6 yang berasal
dari hewan. Ketiga bentuk vitamin tersebut didalam tubuh diubah nenjadi
piridoksal fosfat yang merupakan koenzim dalam metabolisme berbagai asam
amino.
Gambar 2.4 Struktur Vitamin B6 (Piridoksin)
5. Vitamin B12 (Sianokobalamin)
Vitamin B12 dibantu asam folat
berperan penting didalam
metabolisme antar sel didalam tubuh. Kekurangan vitamin B12 membuat
perkembangan tubuh menjadi lambat dalam waktu yang cukup lama. Keadaan
ini ditandai dengan gangguan pembentukan dan perkembangan sel darah
(hematopoiesis) yang menimbulkan anemia megaloblastik (anemia pernisiosa)
gangguan neurologi seperti berkurangnya daya ingat dan gangguan
keseimbangan, kerusakan sel epitel terutama epitel saluran cerna.
9
Gambar 2.5 Struktur Vitamin B12 (sianokobalamin)
6. Vitamin B15
Vitamin B15 berasal dari asam amino glisin. Vitamin B15 juga disebut
sebagai asam pangamik. Vitamin B15 berperan sebagai oksigenator jaringan
tubuh dan sebagai penangkap radikal bebas.
Gambar 2.6 Struktur Vitamin B15
7. Vitamin C
Vitamin C berperan dalam pembentukan substansi antar sel dan
berbagai jaringan, serta meningkatkan daya tahan tubuh, misalnya aktifitas
10
fagositosis sel darah putih dan tranportasi zat besi dari transferin didalam
darah ke feritin didalam sumsum tulang, hati dan limpa
Gambar 2.7 Struktur Vitamin C
8. Asam Folat (Citroforum Factor atau Leucovorin)
Asam folat berfungsi untuk membantu produksi sel-sel darah,
menyembuhkan luka, membentuk otot, serta membantu proses pembelahan
sel. Asam folat sangat penting untuk pembentukan DNA dan RDA (zat-zat
pembentuk dinding sel). Kekurangan asam folat dapat menyebabkan
kerusakan DNA yang dapat mengarah ke penyakit kanker.
Gambar 2.8 Struktur Asam Folat
9. Asam Glukoronat
Asam ini berfungsi untuk mengkonjugasi atau mengikat toksin (racun)
dan logam-logam berat, sehingga lemak mudah larut dalam air dan mudah
dikeluarkan oleh tubuh.
11
Gambar 2.9 Struktur Asam Glukoronat
10. Asam Glukonat
Asam glukonat merupakan asam organik nonkorosif, asam lemah,
tidak berbau, tidak beracun, dapat diuraikan dan nonvolatile. Asam glukonat
secara alami dapat ditemui dalam buah-buahan dan madu. Asam glukonat
memiliki berbagai kegunaan dalam industry makanan, minuman dan farmasi,
diantaranya sebagai food aditif, acid regulator maupun sebagai alkaline
derusting agent.
Gambar 2.10 Struktur Asam Glukonat
11. Asam asetat (Asam Etanoat atau Asam cuka)
Asam asetat merupakan bagian terbesar dari asam yang dihasilkan
oleh proses fermentasi Kombucha. Asam inilah yang memberikan rasa masam
pada minuman kombucha. Peran utama asam asetat adalah mengikat toksin
dan bisa menjadi bentuk ester yang mudah larut dalam air, sehingga mudah
12
dikeluarkan oleh tubuh. Didalam tubuh, peranan asam asetat diperkirakan
lebih besar dibandingkan dengan asam glukoronat.
Gambar 2.11 Struktur Asam Asetat
12. Asam Chondrotin sulfat
Asam ini merupakan bagian dari tulang rawan yang melapisi
permukaan sendi, berperan menjaga keutuhan dan kesehatan persendian.
Gambar 2.12 Struktur Asam Kondrotin Sulfat
13. Asam Hialuronik atau Asam Hialuronidase
Asam ini juga berada dicairan sendi dan berperan sebagai pelumas,
sehingga fungsi sendi tetap terjaga dengan baik.
Gambar 2.13 Struktur Asam Hialuronik atau Asam Hialuronidase
13
14. Asam Laktat (Asam 2-Hidroksipropanoat)
Asam laktat yang dihasilkan dalam proses fermentasi kombucha
sangat tinggi, sehingga dapat mencegah serangan penyakit kanker.
Gambar 2.14 Struktur Asam Laktat
15. Acetaminophen (Parasetamol)
Kombucha
mengandung senyawa
yang sangat
mirip dengan
Acetaminophen. Fungsinya sebagai analgetik atau penghilang rasa nyeri yang
sangat kuat.
Gambar 2.15 Struktur Acetaminophen (Parasetamol)
16. Asam Amino Esensial
Selain
mengandung
jenis
protein
tertentu,
kombucha
juga
mengandung berbagai macam asam amino. Asam amino berperan sebagai
bahan untuk membangun protein yang bermafaat menganti bagian sel-sel
tubuh yang telah rusak. Jenis asam amino tersebut antara lain isoleusin, leusin,
lisin, metionin, penilalanin, threonin, triptopan, glisin dan valin dengan
struktur sebagai berikut:
14
Isoleusin
Leusin
Lisin
Metionin
Penilalanin
Threonin
Triptopan
Glisin
Valin
Gambar 2.16 Struktur isoleusin, leusin, lisin, metionin, penilalanin, threonin,
triptopan, glisin dan valin.
17. Enzim
Enzim adalah senyawa organik tertentu yang berperan memperlancar
metabolisme zat-zat didalam tubuh. Misalnya enzim lipase yang berperan
15
dalam metabolisme lemak dan enzim protease yang berperan dalam
metabolism protein.
18. Antibiotik
Antibiotik yang terkandung didalam kombucha terutama dalam
membatasi pertumbuhan bakteri lain (terutama bakteri patogen) yang dapat
mencemari koloni jamur kombu. adanya antibiotik ini, jamur kombucha dapat
memproteksi dirinya sendiri.
2.1.3 Cara kerja kombucha dalam tubuh
Dalam tubuh kerja teh kombucha tidaklah mengkhusus pada organ tertentu
saja, melainkan akan berpengaruh secara menyeluruh dalam tubuh dan akan
menstabilkan metabolisme serta sebagai penawar racun dengan asam glukoronatnya.
Hal ini menyebabkan peningkatan kapasitas pertahanan endogenis tubuh terhadap
pengaruh racun dan tekanan lingkungan, sehingga metabolisme sel yang rusak
diperkuat, dan berlanjut dengan pemulihan kesehatan tubuh (Hidayat et al., 2006).
Kandungan asam glukonat yang ada pada minuman kombucha mampu
memperkuat daya kekebalan tubuh terhadap infeksi dari luar serta mempunyai
kemampuan untuk mengikat racun dan mengeluarkannya dari tubuh lewat urin.
Kandungan
antimikroba
pada
minuman
kombucha
mampu
menghambat
pertumbuhan Shigella sonmei, E. coli, dan Salmonella typhimurium. Selama
fermentasi kultur kombucha akan menghasilkan sejumlah alkohol, karbondioksida,
vitamin B, vitamin C, serta berbagai jenis asam organik yang sangat penting bagi
metabolisme manusia seperti asam asetat, asam glukonat, asam glukoronat, asam
oksalat, dan asam laktat (Hidayat et al., 2006).
16
2.2
Asam Urat
Asam urat merupakan produk akhir dari metabolisme purin. Purin adalah
protein yang termasuk dalam golongan nukleoprotein. Selain didapat dari makanan
purin juga berasal dari penghancuran sel–sel tubuh yang sudah tua (Dalimarta, 2008).
Pada manusia kebanyakan purin dalam asam nukleat yang dimakan langsung
dikonversi menjadi asam urat (Martin, 1987).
Gambar 2.17 Struktur Asam Urat
Di dalam tubuh, perputaran purin terjadi secara terus menerus seiring dengan
sintesis dan penguraian RNA dan DNA, sehingga walaupun tidak ada asupan purin
tetap terbentuk asam urat dalam jumlah yang substansial. Asam urat disintesis
terutama dalam hati, dalam suatu reaksi yang dikatalisis oleh enzim xantin oksidase.
Asam urat kemudian mengalir melalui darah ke ginjal, tempat zat ini difiltrasi,
direabsorbsi sebagian dan dieksresi sebagian sebelum akhirnya diekskresikan melalui
urin (Misnadiarly, 2007).
Pada pH normal asam urat akan terionisasi di dalam darah dan jaringan
menjadi ion urat karena merupakan asam lemah. Ion urat akan membentuk garam dan
98 % asam urat ekstraselular akan membentuk garam monosodium urat (MSU).
Dalam kondisi normal, 2/3 – 3/4 urat diekskresi melalui ginjal, sedangkan sisanya
17
melalui intestinum (usus). Kira – kira 8 – 12% dari urat yang difiltrasi oleh
glomerulus dikeluarkan melalui urin sebagai asam urat (Dalimarta, 2006).
Nilai asam urat dalam darah yang dianggap normal bagi pria adalah 0,20 -0,45
mmol/L dan wanita mempunyai kadar asam urat 10% lebih rendah daripada pria yaitu
0,15 – 0,38 mmol/L. Titik jenuh teoritis urat dalam plasma pada 37 oC adalah 0,42
mmol/L (7 mg/100 mL) (Tjay and Raharja, 2002). Rentang acuan untuk asam urat di
serum lebih tinggi pada laki-laki sehat dibandingkan pada perempuan sehat, sehingga
laki-laki lebih rentan menderita asam urat (Misnadiarly, 2007). Sedangkan pada tikus
kadar asam urat normal sebesar 1,7 – 3,0 mg/dL (Artini, 2012).
2.2.1
Pembentukan asam urat
Pembentukan asam urat dimulai dengan pemecahan purin dengan sintesis dari
5 fosforibosil pirofosfat (5-PRPP) dan glutamin. Manusia mengubah nukleosida purin
yang utama yaitu adenosin dan guanin menjadi produk akhir asam urat yang
diekskresikan keluar.
Adenosin mengalami deaminasi menjadi inosin oleh enzim adenosin
deaminase. Fosforolisis ikatan N-glikosidat inosin dan guanosin, yang dikatalisasi
oleh enzim nukleosida purin fosforilase, dan melepas senyawa ribose 1-fosfat dan
basa purin. Hipoksantin dan guanin selanjutnya membentuk xantin dalam reaksi yang
dikatalisasi masing-masing oleh enzim xantin oksidase dan guanase. Kemudian
xantin teroksidasi menjadi asam urat dalam reaksi kedua yang dikatalisasi oleh enzim
xantin oksidase. Dengan demikian, xantin oksidase merupakan tempat yang essensial
untuk intervensi farmakologis pada penderita hiperurisemia dan penyakit gout
(Murray et al., 2009).
18
Pada manusia asam urat diekskresi di dalam urin, tetapi pada mamalia lain
asam urat dioksidasi lagi menjadi allantoin sebelum diekskresi. Pada primata yang
lebih rendah dan mamalia lain, enzim urikase bertanggungjawab untuk hidrolisis
asam urat menjadi allantoin. Produk akhir katabolisme purin yang sangat larut dalam
air pada hewan–hewan ini mengekskresi asam urat dan guanin sebagai produk akhir
metabolisme purin maupun metabolisme nitrogen (protein) (Martin, 1987).
Mekanisme konversi asam urat menjadi allantoin dapat dilihat pada gambar 2.
Asam urat [O] + H2O
CO2
Allantoin
Gambar 2.19 Konversi Asam Urat Menjadi Alantoin (Martin, 1987).
2.2.2
Hiperurisemia
Hiperurisemia adalah peningkatan kadar asam urat serum di atas nilai normal.
Hiperurisemia disebabkan adanya gangguan pada metabolisme zat nitrogen purin,
yang berakibat terganggunya keseimbangan antara sintesis asam urat dan ekskresinya
oleh ginjal. Kadar urat dalam darah menjadi terlampau tinggi karena “inborn error of
metabolism” tersebut (Tjay and Rahardja, 2002).
Mengkonsumsi makanan tinggi purin merupakan salah satu faktor penyebab
hiperurisemia karena asam urat dibentuk dari purin, adenin, dan guanin.
Hiperurisemia dapat diakibatkan pula antara lain oleh beberapa penyakit darah
(leukemia, anemia hemolitik) dan psoriasis, begitu pula pada radioterapi, transfuse
darah dan injeksi dengan hati yang tinggi purin. Sejumlah obat dapat menginduksi
19
serangan
seperti
diuretika
terkecuali
amilorida,
spironolakton,
etambutol,
pirazinamida, dan klofibrat dalam dosis rendah terkecuali kolkisin (Tjay and
Rahardja, 2002).
Tabel 2.1 Beberapa Makanan dengan Kadar Purin Tinggi (Asaidi, 2010)
Makanan
Asam Urat
Makanan
Asam Urat
(mg/100 g)
(mg/100 g)
Kafein coklat
Limpa domba/kambing
Hati sapi
Ikan sarden
Jamur kuping
Limpa sapi
Kangkung, bayam
Ginjal sapi
Hati ayam
Jantung domba/kambing
2300
773
554
480
448
339
290
256
243
241
Ikan teri
Udang
Biji melinjo
Kacang-kacangan
Dagig ayam
Ikan kakap
Tempe
Kerang
Lobster
Tahu
239
234
222
190
169
160
138
136
118
108
Tindakan umum dianjurkan dengan pembatasan kalori, khususnya bagi
pasien-pasien gemuk atau overweight. Minuman dengan kadar alkohol tinggi
sebaiknya dihindari, karena alkohol menghambat ekskresi urat oleh ginjal (Tjay and
Rahardja, 2002).
Ada dua kelompok obat untuk pengobatan penyakit pirai (kristal asam urat)
yaitu obat yang menghentikan proses inflamasi akut, misalnya kolkisin, fenilbutason,
oksifenbutason, dan indometasin. Serta obat yang mempengaruhi kadar asam urat
meliputi golongan obat urikosurik dan urikostatik. Kolkisin memiliki khasiat
antiradang dan analgetik yang spesifik untuk encok dengan efek cepat dalam 0,5-2
jam pada serangan akut (Tjay and Rahardja, 2002).
20
Mekanisme kerjanya menghambat polimerisasi tubulin, kemungkinan dalam
fagosit yang menimbulkan inflamasi. Walaupun sangat selektif, kolkisin bersifat
toksik dan telah digantikan kedudukannya pada pengobatan artritis pirai akut oleh
indometasin dan obat Antiinflamasi Non Steroid (NSAID) lain (Katzung, 1994).
Obat-obat urikosurik seperti probenesid dan sulfinpirazon juga dapat
menurunkan kadar asam urat darah dengan jalan memperkuat ekskresinya melalui
kemih. Karena kadar urat dalam kemih tetap bernilai tinggi, maka resiko
terbentuknya batu ginjal (urat atau oksalat) juga tidak dikurangi. Mekanisme kerja
urikosurik adalah melalui hambatan reabsorpsi kembali urat dalam tubuli ginjal,
sehingga lebih banyak urat dikeluarkan melalui kemih (Tjay and Rahardja, 2002).
Meningkatkan ekskresi asam urat urin akan menaikkan resiko pembentukan
batu urat. Resiko ini dapat diminimalkan dengan cara mempertahankan pemasukan
cairan dalam jumlah banyak dan alkalinisasi urin. Obat urikostatik yang umum
digunakan untuk menurunkan kadar asam urat darah yaitu allopurinol. Mekanisme
dari obat ini adalah melalui penghambatan enzim xantin oksidase.
Allopurinol berfungsi menurunkan produksi asam urat dan meningkatkan
pembentukan xantin dan hipoxantin dengan cara menghambat pekerjaan enzim xantin
oksidase. Penghambatan kerja xanthin oksidase menyebabkan degradasi hipoxanthin
berkurang dan konsentrasi asam urat yang dihasilkan juga ikut berkurang dan
menghambat masuknya leukosit ke dalam sendi yang terkena deposit asam urat
dengan kolkisin. Indikasi pemberian allopurinol adalah:
1. Pada keadaan produksi berlebihan asam urat baik primer maupun sekunder.
2. Pada nefropati yang asli disebabkan oleh asam urat.
21
3. Pada pasien batu urat (uric acid calculi).
Gambar 2.20 Mekanisme Penghambatan Allopurinol Terhadap Enzim Xantin
Oksidase Pada Pembentukan Asam Urat (Artini, 2012).
2.3
Spesies Oksigen Reaktif dan Kerusakan Oksidatif DNA
Asam deoksiribonukleat (DNA) adalah suatu senyawa pembawa sifat, yang
terdapat di inti dan mitokondria. DNA disusun oleh nukleotida adenin (A), guanin
(G), timin (T) dan sitosin (C). Pada proses fertilisasi inti, akan terjadi peleburan
dengan sel telur. Adanya kelainan pada inti dapat diwariskan pada keturunannya.
Sedangkan mitokondria adalah tempat terjadinya respirasi sel, melalui reaksi
enzimatik fosforilasi oksidasi menghasilkan energi dalam bentuk ATP (Adenosine
Triphosphate). Pada respirasi tersebut oksigen yang diperlukan tubuh, sekitar 90%
dikonsumsi mitokondria dan sekitar 1–2% diubah menjadi radikal superoksid anion.
Gangguan rantai respirasi sel di samping menurunkan produksi energi juga
22
mengakibatkan meningkatnya ROS (Reactive Oxygen Species) termasuk radikal
bebas yang bersifat oksidator. Selain di mitokondria, inti juga menghasilkan ROS,
antara lain oksida nitrit (Sohal and Brunk, 1992; Cahill et al., 1997).
Radikal bebas oksigen yang paling penting menyebabkan kerusakan untuk
biomolekul dasar (protein, lipida, dan DNA) adalah radikal hidroksil (HO•). Radikal
hidroksil dapat diproduksi oleh berbagai mekanisme, terutama oleh reaksi Fenton
yaitu hidrogen peroksida (yang berdifusi ke dalam inti), logam dan endogen lainnya
dan ROS eksogen. Serangan HO• untai terhadap DNA ketika diproduksi berdekatan
dengan sel dan mitokondria menyebabkan penambahan radikal baru, yang mengarah
ke generasi dari berbagai produk oksidasi (Valavanidis et al, 2009).
Interaksi H• dengan nukleobasa dari untai DNA, seperti guanin, mengarah
pada
pembentukan
C8-hidroksiguanin
(8-OHGua)
atau
nukleosida
bentuk
deoksiguanosin. Awalnya, reaksi penambahan HO• mengarah ke generasi
pembentukan radikal, kemudian oleh satu abstraksi elektron, akan terbentukan 8OHdG. 8-OHdG mengalami keto-enol tautomerisme, yang mendukung produk
teroksidasi 8-okso-7,8-dihidrodiguanosin (8-oxodG). Dalam literatur ilmiah 8-OHdG
dan 8-oxodG digunakan untuk senyawa yang sama (Valavanidis et al., 2009).
Berikut reaksi 2-deoksiguanosin dengan radikal hidroksil, pembentukan
radikal diikuti dengan pengurangan 7-hidro-8-hidroksi-2-deoksiguanosin, dan dengan
oksidasi menjadi 8-OHdG atau tautomernya 8-oxodG.
23
Gambar 2.21 Reaksi pembentukan 8-OHdG
Sasaran oksidasi ROS adalah lipid, protein dan DNA (Sies and Menck, 1992).
Pada oksidasi DNA, nukleotida guanin adalah nukleotida yang rawan terhadap
oksidasi ROS. Hasil oksidasi guanin adalah 8-OHdG, dengan teroksidasinya guanin
pada untai DNA, maka untai DNA akan kehilangan nukleotida guanin. Jumlah
hilangnya guanin tergantung kadar ROS, hal ini menyebabkan keadaan yang disebut
mutasi DNA. Akibatnya dapat menyebabkan kerusakan mitokondria dan inti.
Kerusakan pada inti akan mengganggu proses pembelahan sel pada spermatogenesis,
24
dan pada mitokondria mengganggu rantai respirasi sel yang dapat menurunkan energi
sel (Sohal and Brunk, 1992).
Tingginya 8-OHdG menandakan kerusakan DNA yang terjadi. Pada keadaan
“steady state” 8-OHdG 10 kali lebih tinggi di DNA mitokondria dari pada di DNA
inti, dan meningkat secara signifikan pada proses penuaan (Anson et al., 1998).
Sangat penting untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan risiko
kelainan genetik yang bertanggung jawab terhadap perubahan genetik. Senyawa 8OHdG adalah promutagenik kelainan DNA dari hasil oksidasi deoksiguanosin oleh
radikal oksigen.
Dalam kadar yang tinggi ROS akan mengoksidasi DNA karena bersifar
sebagai oksidator. Oksidasi terhadap nukleotida guanin akan membentuk 8-OHdG.
(Chung and Xu, 1992). Terbentuknya 8-OHdG pada DNA menginduksi perubahan
Guanin:Sitosin ke Timin:Adenin terutama pada replikasi DNA. Adanya akumulasi
kerusakan DNA endogen akan berpengaruh pada proses transkripsi RNA (Holmes et
al., 1992).
2.4
Makanan Tinggi Purin
2.4.1 Jeroan ayam
Jeroan merupakan bagian-bagian organ dalam tubuh hewan yang sudah
dijagal, dan biasanya adalah semua bagian, kecuali daging utama, otot, dan tulang.
Jeroan sendiri terdiri dari berbagai bagian, yaitu hati, jantung, ginjal, lidah, usus, dan
otak. Di berbagai daerah pandangan mengenai jeroan masih berbeda tergantung
daerah setempat, ada yang menganggap sebagai makanan bahkan tidak berguna dan
dibuang begitu saja (Astawan, 2009).
25
Disamping memiliki manfaat seperti memelihara saraf, mencegah anemia,
memelihara jaringan epitel, mencegah kerusakan pembuluh darah, dan lainnya,
ternyata jeroan tidak baik dikonsumsi terutama bagi orang yang menderita asam urat.
Hal tersebut disebabkan karena jeroan merupakan makanan tinggi purin, dimana
purin merupakan pemicu asam urat (Astawan, 2009).
2.4.2 Melinjo
Melinjo (Gnetum gnemon Linn.) adalah suatu spesies tanaman berbiji terbuka
(Gymnospermae) berbentuk pohon, Bijinya tidak terbungkus daging tetapi
terbungkus kulit luar. Klasifikasi tanaman melinjo (Gnetum gnemon L.) dalam dunia
tumbuh – tumbuhan adalah sebagai berikut:
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Gymnospermae
Kelas
: Gnetinae
Ordo
: Gnetales
Famili
: Gnetaceae
Genus
: Gnetum
Spesies
: Gnetum gnemon L.
Seluruh bagian tanaman melinjo bisa dimanfaatkan tetapi melinjo jarang
dibudidayakan secara intensif. Kayunya dapat dipakai sebagai bahan papan dan alat
rumah tangga sederhana. Daun mudanya digunakan sebagai bahan sayuran (misalnya
pada sayur asem). Bunga (jantan maupun betina) dan bijinya yang masih kecil-kecil
(pentil) maupun yang sudah masak dijadikan juga sebagai sayuran. Biji melinjo juga
menjadi bahan baku emping sedangkan kulitnya bisa dijadikan abon kulit melinjo.
26
Selain itu melinjo juga menghasilkan senyawa antioksidan. Aktivitas
antioksidan ini diperoleh dari konsentrasi protein tinggi, 9-10 persen dalam tiap biji
melinjo. Protein utamanya berukuran 30 kilo Dalton yang amat efektif untuk
menghabisi radikal bebas yang menjadi penyebab berbagai macam penyakit. Selain
itu melinjo juga merupakan antimikroba alami. Itu artinya protein melinjo juga bisa
dipakai sebagai pengawet alami makanan sekaligus obat baru untuk penyakit yang
disebabkan oleh bakteri. Peptida yang diisolasi dari biji melinjo diindikasikan punya
potensi aktif menghambat beberapa jenis bakteri gram positif dan negatif.
Banyak mitos yang mengatakan bahwa melinjo dapat menyebabkan kenaikan
asam urat (hiperurisemia) yang signifikan. Hal ini benar karena melinjo mengandung
purin. Peningkatan asam urat terjadi karena gangguan metabolisme purin dan asupan
purin tinggi dari makanan secara berlebihan. Hiperurisemia terjadi karena gangguan
pengeluaran asam urat oleh ginjal. Hiperurisemia dapat disebabkan oleh faktor
genetik dan dapat diturunkan. Konsumsi makanan dengan purin tinggi, konsumsi
gula dan lemak berlebihan dapat meningkatkan kadar asam urat. Kegemukan,
pengguna obat diuretik, diet penurunan berat badan, juga sering menyebabkan
hiperurisemia. Namun, apabila tidak dikonsumsi secara berlebihan dan cara
pengolahannya benar tidak akan menyebabkan asam urat.
Konsumsi berlebihan dan minyak goreng yang digunakan untuk menggoreng
emping hasil olahan melinjo tersebut yang menyebabkan kadar asam uratnya
meningkat. Jadi, bukan melinjo itu sendiri yang menyebabkan asam urat, karena
apabila disiapkan dalam bentuk makanan lain tanpa minyak dan tidak dikonsumsi
secara berlebihan tidak akan menyebabkan peningkatan asam urat (Shatikah, 2010).
27
2.5
Hewan Uji
Hewan yang dipakai dalam percobaan harus memenuhi syarat dan telah
diperiksa sebelum dipergunakan. Berikut syarat-syarat hewan percobaan yaitu:
1. Jenis dan variasi biologis ( spesies dan strain ) harus jelas dan sama.
2. Sehat dengan tingkah laku normal, seragam (umur, berat badan dan jenis
kelamin).
3. Terkondisi (diet, kandang/situasi, stres, temperatur dsb).
Sedangkan beberapa pemeriksaan yang dilakukan terhadap hewan uji dalam
penggunaannya, antara lain :
1. Pemeriksaan toksisitas (keracunan) atau safety, yang tujuannya adalah untuk
mengetahui komponen racun atau batas-batas yang dapat diterima.
2. Pemeriksaan potensi, dilakukan untuk menentukan kekuatan atau kemampuan
atau potensi suatu produk.
3. Pemeriksaan atau percobaan terhadap adanya substansi pirogen di dalam
bahan biologis (misalnya: cairan infus), yang tujuannya adalah untuk
mengetahui apakah bahan tersebut mengandung substansi pirogen atau tidak.
Dalam penelitian ini dipilih tikus jantan galur wistar (Rattus norvegicus)
sebagai hewan coba karena :
1.
Hewan ini lebih besar dan lebih menguntungkan untuk perlakuan jenis
penelitian dalam pengambilan serum atau pun plasma yang lebih banyak
(Gutama, 2008).
2.
Aspek perilaku dan fisiologi pada tikus lebih relevan dengan manusia dan lebih
mudah untuk diamati.
28
Pemilihan jenis kelamin jantan pada hewan uji tikus wistar didasarkan atas
pertimbangan bahwa :
1.
Tikus jantan lebih stabil karena tidak memiliki hormon estrogen yang relatif
berpengaruh pada masa-masa tertentu seperti siklus estrus, masa kehamilan dan
menyusui sehingga dapat berpengaruh pada kondisi psikologis hewan uji.
2.
Tingkat stress tikus jantan lebih kecil dibandingkan tikus betina yang mungkin
mengganggu selama proses pengujian (Gutama, 2008).
2.6
Enzim Linked Immunosorbent Assay
Enzim Linked Immunosorbent Assay (ELISA) pertama kali diperkenalkan
pada tahun 1971 oleh Peter Perlmann dan Eva Engvall. Teknik ELISA merupakan
teknik pengujian serologi yang didasarkan pada prinsip interaksi antara antibodi dan
antigen.
Interaksi antigen dengan antibodi ditandai dengan menggunakan suatu
enzim yang berfungsi sebagai signal (Sugiono et al., 2010).
Umumnya ELISA dibedakan menjadi dua jenis, yaitu competitive assay yang
menggunakan konjugat antigen enzim atau konjugat antobodi enzim, dan noncompetitive assay yang menggunakan dua antibodi. Pada ELISA non-competitive
assay, antibodi kedua akan dikonjugasikan dengan enzim sebagai indikator. Teknik
kedua ini sering disebut sebagai "Sandwich" ELISA (Lequin, 2005).
Prinsip dasar teknik ELISA secara sederhana dapat dijabarkan sebagai
berikut:
a. Antigen atau antibodi yang akan diuji ditempelkan pada permukaan
microtier. Penempelan tersebut dapat dilakukan melalui dua cara yaitu
penempelan secara spesifik dengan menggunkan antibodi atau antigen
29
lain yang bersifat spesifik dengan antigen atau antibodi yang diuji
(digunakan dalam Sandwich ELISA) dan dengan penempelan
nonspesifik dengan adsorpsi ke permukaan microtier.
b. Antigen atau antibodi spesifik yang telah ditautkan dengan suatu
enzim signal kemudian disesuaikan dengan sampel, bila sampel
berupa antigen maka digunakan antibodi spesifik sedangkan bila
sampel berupa antibodi maka digunakan antigen spesifik yang
dicampurkan di atas permukaan sehingga dapat terjadi interaksi antara
antigen dengan antibodi yang bersesuaian. Kemudian ke atas
permukaan tersebut dicampurkan suatu substrat yang bereaksi dengan
enzim signal. Pada saat substrat dicampurkan, enzim enzim yang
bertaut dengan antibodi atau antigen spesifik yng berinteraksi dengan
antibodi atau antigen sampel akan bereaksi dengan substrat yang akan
menimbulkan suatu signal yang dapat dideteksi.
Dalam perkembangan selanjutnya, selain digunakan sebagai uji kualitatif
untuk mengetahui keberadaan suatu antibodi atau antigen dengan menggunakan
antyibodi atau antigen spesifik, teknik ELISA juga dapat diaplikasikan dalam uji
kuantitatif untuk mengukur kdar antibodi atau antigen yang diuji dengan
menggunakan alat bantu berupa spektrofotometer atau dengan cara menentukan
jumlah penambahan atau kadar antibodi atau antigen (Sugiono et al., 2010).
Pengujian terhadap kerusakan DNA dengan ELISA merupakan pengujian
yang cepat dan sensitif untuk mendeteksi dan mengkuantisasi 8-OHdG dalam serum.
8-OHdG telah menjadi biomarker untuk kerusakan DNA dan stres oksidatif.
30
Pengujian dengan ELISA menggunakan antibodi monoklonal 8-OHdG untuk
mengikat secara kompetitif 8-OHdG dalam sampel dan standar. Anti-8 OHdG terikat
pada 8-OHdG dalam sampel atau standar yang ditangkap oleh 8-OHdG teramobilisasi
yang dideteksi dengan antibodi sekunder yaitu Horseradish Peroxidase (HRP)
konjugat. Uji ini dikembangkan dengan substrat tetramethylbenzidine (TMB
Substrat) kemudian absorbansinya diukur pada panjang gelombang 450 nm dengan
Spektrofotometer UV-Vis.
2.7
Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometer Ultraviolet-Visible (UV-Vis) mempelajari serapan atau
emisi
radiasi
elektromagnetik
sebagai
fungsi
dari
panjang
gelombang.
Spektrofotometer UV-Vis memiliki dua daerah pengukuran yaitu daerah radiasi
ultraviolet pada panjang gelombang 220-380 nm dan daerah radiasi sinar tampak
(visible) pada panjang gelombang 380-780 nm (Riyadi, 2009).
Analisis kuantitatif dengan spektrofotometer UV-Vis didasarkan pada teknik
analisis standar tunggal, kurva kalibrasi, dan metode pemisahan standar (adisi
standar). Sebagian besar teknik yang digunakan untuk analisi kuantitatif didasarkan
pada metode kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi diperoleh dengan mengukur konsentrasi
dari larutan standar. Untuk senyawa atau zat yang memenuhi hukum Lambert Beer,
plot antara absorbansi dengan konsentrasi merupakan garis lurus (Kenkel, 1992).
Kurva kalibrasi yang ideal mempunyai intersep (b) sama dengan nol, karena
larutan tanpa sampel idealnya tidak menyerap cahaya pada panjang gelombang yang
diukur. Konsentrasi larutan sampel dapat dengan mudah diketahui atau dihitung dari
pembacaan absorbansi pada kurva kalibrasi atau kurva standar. Perhitungan
31
konsentrasi sampel juga dapat menggunakan regresi linear y = ax + b, dimana y =
absorbansi; x = konsentrasi; a = slope dan b = intersep (Syaahputra, 2004).
Absorbansi
Konsentrasi
Gambar 2. 22 Grafik hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi.
Download