7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENDAHULUAN Bab II ini akan menjelaskan tentang tinjauan pustaka yaitu membicarakan tentang teori-teori yang mendukung dan beberapa parameter yang berhubungan dengan penelitian yang dijadikan sumber dalam pembahasan pembuatan tugas akhir. 2.2 BATERAI Baterai adalah teknologi kunci pada abad 21 dan termasuk abad 20. Kesuksesan peralatan komunikasi bergerak seperti telepon selular, komputer, tablet, kamera digital, dan laptop secara kuat didukung oleh perbaikan kemampuan teknologi penyimpanan energi. Pada era 1980-an hanya baterai Pb dan Ni-Cd yang dipergunakan dalam peralatan elektronik yang bergerak. Pengembangan lebih lanjut dari teknologi baterai seperti hidrid logam nikel serta baterai ion lithium yang memasuki pasar pada tahun 1990 dan 1991 telah mendorong perkembangan teknologi peralatan elektronik bergerak. Sepuluh tahun kemudian, perkembangan teknologi baterai lithium yang mempunyai energi besar telah mendorong perkembangan teknologi elektronik baru yang sebelumnya tidak dapat dilakukan oleh teknologi baterai jenis lama (Jossen, 2015). Baterai adalah suatu perangkat yang terdiri dari dua atau lebih sel elektrokimia yang merubah energi kimia menjadi energi listrik. Pengertian baterai secara umum mencakup beberapa sel baterai yang digabungkan. Sel baterai adalah unit terkecil dari http://digilib.mercubuana.ac.id/ 8 suatu sistem proses elektrokimia yang terdiri dari elektroda, elektrolit, seperator, wadah, dan terminal. Kinerja baterai melibatkan transfer elektron melalui suatu media yang bersifat konduktif dari elektroda negatif (anoda) ke elektroda positif (katoda) sehingga menghasilkan arus listrik dan beda potensial. Bahan dan luas permukaan elektroda mampu mempengaruhi jumlah beda potensial yang dihasilkan. Setiap bahan elektroda memiliki tingkat potensial elektroda yang berbeda-beda. Jika luas permukaan elektroda diperbesar maka akan semakin banyak elektron yang dapat dioksidasi dibandingkan dengan elektroda dengan luas permukaan yang kecil (Kartawidjaja & Abdurrochman, 2008). Tiap sel memiliki terminal positif yaitu katoda dan negatif yaitu anoda. Pada anoda akan terjadi suatu reaksi oksidasi yang akan menghasilkan ion positif (M+) dan elektron. Selanjutnya ion positif (M+) dari anoda akan bergerak menuju elektrolit. Sementara itu elektron akan bergerak melalui eksternal sirkuit menuju katoda, dimana pada katoda akan terjadi reaksi reduksi dengan elektron dan menghasilkan ion negatif (A-) yang juga akan bergerak menuju elektrolit. Pergerakan elektron menuju katoda akan menghasilkan arus listrik seperti yang terlihat pada Gambar 2.1 (Berndt & Kiehne, 2003). Gambar 2.1 Skematik sistem sel baterai (Sumber: Berndt & Kiehne, 2003) Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: Anoda : M(s) M+ + e- Katoda : A(s) + e- A- Keseluruhan: M(s) + A(s) M+ + A- + energi http://digilib.mercubuana.ac.id/ 9 Secara umum, baterai dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu baterai primer dan baterai sekunder. Baterai primer merupakan baterai yang pemakaian hanya satu kali saja, karena baterai jenis ini tidak dapat diisi daya kembali. Sementara baterai sekunder adalah baterai yang dapat dipergunakan beberapa kali, karena baterai jenis ini dapat diisi daya kembali jika daya dari baterai sudah menurun atau habis (Berndt & Kiehne, 2003). 2.2.1 Baterai Primer Baterai jenis ini adalah sulit dan tidak efektif dipergunakan kembali walaupun telah diisi daya kembali. Hal ini dikarenakan elektrolit yang digunakan terkandung pada suatu bahan penyerap ataupun matriks pemisah dan tidak menggunakan elektrolit cair. Sehingga pergerakan ion tidak akan bebas dan cenderung menjadi searah. Baterai jenis ini sering juga disebut sebagai baterai kering. Baterai primer mempunyai kelebihan diantaranya tidak mahal dan ringan sehingga sesuai dipaketkan dengan berbagai jenis peralatan elektronik bergerak seperti kamera digital, tablet, laptop, telepon selular, lampu penerangan meja dan banyak aplikasi lainnya. Kelebihan lain dari baterai primer adalah mempunyai waktu hayat yang panjang, energi densitas yang besar, sedikit perawatan dan mudah dipergunakan. Baterai primer dengan kapasitas energi yang besar biasanya dipergunakan untuk aplikasi militer, radar, dan UPS. Baterai primer sering dijumpai dalam bentuk sel tunggal seperti baterai silinder, baterai berbentuk kancing, ataupun dalam bentuk multisel yaitu baterai tunggal yang disusun dalam satu paket baterai. Baterai logam udara termasuk dalam baterai primer (Linden & Reddy, 2011). Baterai logam udara ini menggunakan logam sebagai anoda dan memerlukan oksigen dari udara yang masuk melalui katoda. Biasanya katoda ini merupakan suatu karbon berpori. Reaksi elektrokimia yang terjadi di dalam baterai logam udara akan menghasilkan energi listrik (Alva & Mohd, 2011). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 10 2.2.2 Baterai Sekunder Baterai ini dapat diisi daya kembali setelah daya dari baterai habis ataupun menurun kembali pada kapasitas awal dari baterai. Pergerakan ion dan elektron ketika diisi daya kembali adalah berlawanan dengan pergerakan ion dan elektron ketika dalam waktu penggunaan. Pergerakan ion dan elektron ketika penggunaan biasanya disebut discas. Dengan demikian, baterai sekunder dapat berfungsi sebagai peralatan elektronik penyimpan energi. Aplikasi dari baterai sekunder ini secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu (Linden & Reddy, 2011). 1) Sebagai energi cadangan utama untuk peralatan elektronik, sistem otomotif, serta pesawat terbang. Sehingga ketika sistem energi utama tidak bekerja, maka baterai sekunder akan memainkan peranannya. Contohnya adalah pada mobil hybrid. Dimana sebelum digunakan, baterai sekunder akan diisi daya oleh sistem energi utama. 2) Sebagai energi utama untuk peralatan elektronik, seperti laptop, telepon selular sampai dayanya menurun. Biasanya dayanya cepat turun, namun dapat diisi daya kembali, sehingga dapat digunakan kembali. Hal ini menjadikan baterai sekunder memiliki kelebihan dibandingkan baterai primer. Baterai sekunder mempunyai ciri seperti densitas yang tinggi, laju discas yang cepat, mempunyai kurva discas yang flat dan kebanyakan kasus adalah mempunyai kinerja yang baik pada temperatur yang rendah. Secara umum, densitas energi dari baterai sekunder lebih rendah dari baterai primer (Linden & Reddy, 2011).Walaupun begitu, baterai logam udara ini ada peneliti yang mengklasifikasikan baterai logam udara sebagai baterai sekunder, karena beberapa baterai logam udara dapat diisi daya kembali (Vincento & Benedetto, 2014). 2.3 SEJARAH PERKEMBANGAN BATERAI Baterai memiliki sejarah yang panjang, bangsa Persia yang menguasai Baghdad (250 SM) dipercaya telah menggunakan alat dengan konsep yang sama dengan baterai untuk menyepuh logam. Bangsa Mesir (2300 SM) menggunakannya untuk menyepuh antimoni pada tembaga. Namun baterai yang dikenal sekarang mempunyai akar dengan baterai yang dibuat pada awal abad ke 19. Alessandro Volta menciptakan baterai http://digilib.mercubuana.ac.id/ 11 pertama yang dikenal dengan tumpukan volta (Voltaic Pile). Baterai ini terdiri dari tumpukan cakram seng dan tembaga berselang-seling dengan kain basah yang telah dicelup air garam sebagai pembatasnya. Baterai ini telah mampu menghasilkan arus yang kontinyu dan stabil (Buchmann, 2001). Tabel 2.1 Sejarah perkembangan baterai (Sumber: Buchmann, 2001) Tahun Penemu Penemuan 1600 Gilbert (Inggris) Peletakkan dasar-dasar elektrokimia. 1789 Galvani (Italia) Penemuan listrik dari hewan. 1800 Volta (Italia) Penemuan sel voltanik. 1802 Chruickshank (Inggris) Baterai pertama yang mampu diproduksi massal. 1820 Ampere (Perancis) Listrik oleh magnet. 1833 Faraday (Inggris) Hukum faraday. 1859 Plante (Inggris) Penemuan baterai timbal asam. 1868 Leclanche (Inggris) Penemuan sel leclanche. 1888 Gassner (AS) Penyempurnaan sel kering. 1899 Jugner (Swedia) Penemuan baterai nikel kadmium. 1901 Edison (AS) Penemuan baterai nikel besi. 1932 Shlect & Ackerman (Jerman) Penemuan sel kutub yang dipadatkan. 1947 Neumann (Perancis) Berhasil mengemas baterai nikel kadmium. 1960 Union Carbide (AS) 1970 Union Carbide (AS) 1990 Union Carbide (AS) Pengembangan baterai alkalin primer. Pengembangan baterai timbal asam dengan pengaturan katup. Komersialisasi baterai Ni-MH. 1992 Kordesch (Kanada) Komersialisasi baterai alkalin yang dapat dipakai ulang. 1999 Kordesch (Kanada) Komersialisasi baterai Litium Ion Polimer. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 12 Setelah penemuan Alessandro Volta, baterai-baterai lain dengan kemampuan yang lebih baik diciptakan seperti Sel Daniel (1836), Baterai Timbal-Asam (1859), Sel Leclanche (1866) dan lainnya. Tabel 2.1 menunjukkan urutan penemuan yang memberikan sumbagan dalam evolusi baterai. 2.4 PARAMETER-PARAMETER BATERAI Beberapa parameter penting dari suatu baterai yaitu (Buchmann, 2001): 1. Kerapatan Energi Kerapatan energi menunjukkan jumlah energi yang dapat disediakan oleh baterai berbanding massa atau volume baterai tersebut. Sebuah baterai dengan kerapatan energi dua kali baterai lain, secara teoritis mempunyai waktu aktif dua kali lebih lama untuk pemakaian pada beban yang sama. Kerapatan energi ditentukan terutama oleh komponen aktif dari baterai tersebut. Melalui data standar yang telah diperoleh dapat menghitung potensial dan arus maksimum teoritis sebuah baterai. Kemurnian komponen penyususn baterai juga menjadi faktor penting bila nilai potensial dan arus maksimum berbeda dengan nilai teoretisnya. Gambar 2.2 Kerapatan energi berbagai jenis baterai (Sumber: Buchmann, 2001) 2. Profil Potensial Terhadap Waktu Kurva ini menjelaskan hubungan potensial yang dihasilkan baterai terhadap waktu sejak dokosongkan (atau diisi uang). Pada kebanyakan baterai primer, potensial berkurang secara bertahap hingga kapasitasnya habis. Profilnya menurun secara gradual. Baterai http://digilib.mercubuana.ac.id/ 13 dengan profil dapat digunakan pada alat seperti lampu senter, kamera, dan radio. Jenis lainnya adalah profil datar seperti yang ditemui pada baterai Ni-Cd. Sejak pengosongannya baterai hingga kira-kira dua per tiga kapasitasnya, potensial baterai relatif stabil. Namun sisanya, potensial menurun drastis hingga mendekati nol. Baterai jenis ini diperlukan oleh peralatan yang membutuhkan potensial kerja yang stabil. Gambar 2.3 Profil datar dan profil gradual (Sumber: Buchmann, 2001) 3. Laju Pengosongan Diri Setiap baterai jika tidak digunakan dalam waktu yang lama, dapat mengalami penurunan kapasitas walaupun tidak digunakan. Kelembaban udara dan kontak dengan benda lain dapat dijadikan konduktor bagi baterai sehingga pengosongan terjadi. Laju pengosongan diri berbeda-beda pada setiap jenis baterai. Baterai Ni-Cd mempunyai laju pengosongan diri ± 1% per hari. Ni-MH mempunyai laju pengosongan diri sekitar 2-3% perhari. Baterai alkalin mempunyai laju pengosongan diri yang jauh lebih kecil, yaitu antara 5-10% per tahun. 4. Temperatur Operasi Pada umumnya baterai mengalami kinerja pada suhu lebih besar dari 25ºC. Penurunan yang lebih drastis terjadi pada suhu diatas 55ºC. Pada suhu rendah, antara -20ºC sampai 0ºC, kinerja baterai hanya menunjukkan fraksi yang lebih kecil dibandingkan baterai yang beroperasi pada suhu 25ºC. Gambar 2.2 menunjukkan kerapatan energi sebagai fungsi dari temperatur. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 14 5. Siklus Hidup Siklus hidup menunjukkan jumlah pengisian-pengosongan (satu siklus) yang dapat diterima oleh sebuah baterai sekunder sebelum baterai tidak efektif lagi dalam menampung muatan listrik. Itu dengan syarat penggunaan baterai yang normal dan sesuai aturan. Sebuah baterai Ni-Cd mempunyai siklus hidup hingga 300-400 kali. Pada baterai tertentu pengisian berlebih sebuah baterai dapat mengurangi siklus hidup normal baterai tersebut National Institue of Justice (US), 1997. Suatu baterai sekunder dikatakan habis bila pengisiannya mencapai seperempat kapasitas baterai yang masih baru. 2.5 SEL ELEKTROKIMIA Dalam reaksi redoks terjadi transfer elektron dari reduktor ke oksidator. Pengetahuan adanya transfer elektron memberikan manfaat dalam upaya mengembangkan sumber energi listrik alternatif sebab aliran listrik tiada lain adalah aliran elektron. Bidang ilmu yang mempelajari energi listrik dalam reaksi kimia disebut elektrokimia. Perangkat atau instrumen untuk membangun energi listrik dari reaksi kimia dinamakan sel elektrokimia (Sunarya & Setiabudi, 2009). 2.5.1 Sel Volta Sel volta sederhana dalam reaksi redoks terjadi transfer elektron yang menghasilkan energi listrik, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4. Karena reaksi redoks dapat dipisahkan menjadi dua setengah reaksi, sel volta pun dapat dirancang menjadi dua tempat, yakni tempat untuk reaksi oksidasi dan tempat untuk reaksi reduksi. Kedua tempat tersebut dihubungkan melalui rangkaian luar (aliran muatan elektron) dan rangkaian dalam atau jembatan garam (aliran massa dari ion-ion) (Sunarya & Setiabudi, 2009). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 15 Gambar 2.4 Sel volta sederhana (Sumber: Sunarya & Setiabudi, 2009) Pada percobaan tersebut, reaksi tidak akan terjadi jika tidak ada hubungan baik secara rangkaian luar maupun rangkaian dalam. Jika hanya rangkaian luar yang dihubungkan, reaksi akan terjadi hanya sesaat dan seketika itu juga reaksi berhenti. Reaksi akan berjalan terus jika rangkaian dalam (jembatan garam) dihubungkan. Jika kedua rangkaian dihubungkan, akan terjadi reaksi redoks di antara kedua setengah sel itu lihat Gambar 2.5. Persamaan reaksi ionnya (Sunarya & Setiabudi, 2009): Zn (s) + Cu2+ (aq) ⎯⎯→ Zn2+ (aq) + Cu (s) Persamaan reaksi setengah selnya: Pada elektroda Zn : Zn(s) ⎯⎯→ Zn2+ (aq) + 2e– Pada elektroda Cu : Cu2+ (aq) + 2e– ⎯⎯→ Cu (s) Gambar 2.5 Proses pembentukan energi listrik dari reaksi redoks dalam sel volta (Sumber: Sunarya & Setiabudi, 2009) http://digilib.mercubuana.ac.id/ 16 Logam Zn akan teroksidasi membentuk ion Zn2+ dan melepaskan 2 elektron. Kedua elektron ini akan mengalir melewati voltmeter menuju elektroda Cu. Kelebihan elektron pada elektroda Cu akan diterima oleh ion Cu2+ yang disediakan oleh larutan Cu(NO3)2 sehingga terjadi reduksi ion Cu2+ menjadi Cu(s). Ketika reaksi berlangsung, dalam larutan Zn(NO3)2 akan kelebihan ion Zn2+ (hasil oksidasi). Demikian juga dalam larutan CuSO4 akan kelebihan ion NO3– sebab ion pasangannya (Cu2+) berubah menjadi logam Cu yang terendapkan pada elektroda Cu. Kelebihan ion Zn2+ akan dinetralkan oleh ion NO3– dari jembatan garam, demikian juga kelebihan ion NO3– akan dinetralkan oleh ion Na+ dari jembatan garam. Jadi, jembatan garam berfungsi menetralkan kelebihan ion-ion hasil reaksi redoks. Dengan demikian, tanpa jembatan garam reaksi berlangsung hanya sesaat sebab kelebihan ion-ion hasil reaksi redoks tidak ada yang menetralkan dan akhirnya reaksi berhenti seketika. Dalam sel elektrokimia, tempat terjadinya reaksi oksidasi (elektroda Zn) dinamakan anoda, sedangkan tempat terjadinya reaksi reduksi (elektroda Cu) dinamakan katoda (Sunarya & Setiabudi, 2009). 2.5.2 Notasi Sel Elektrokimia Reaksi redoks yang terjadi dalam sel elektrokimia dituliskan dengan aturan tertentu. Misalnya, sel elektrokimia yang tersusun dari elektroda Zn dalam larutan ZnSO4 dan elektroda Cu dalam larutan CuSO4. Aturan penulisan selnya sebagai berikut (Sunarya & Setiabudi, 2009). Zn(s) Zn2+(aq) Cu2+ (aq) Cu(s) Reaksi pada anoda dituliskan terlebih dahulu (sisi kiri) diikuti reaksi pada katoda (sisi kanan). Kedua sisi dipisahkan oleh dua buah garis yang menyatakan rangkaian dalam dan rangkaian luar. Zn(s) Zn2+ (aq) Cu2+ (a ) Cu(s) Anoda rangkaian katoda terminal sel atau elektroda dituliskan di ujung-ujung notasi sel, garis tunggal antara elektroda dan larutan menyatakan batas fasa (padat dan cair). Misalnya, untuk anoda: Zn(s) Zn2+ (aq) Terminal Batas fasa Larutan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 17 2.5.3 Potensial Sel Elektroda Dalam sel elektrokimia, untuk mendorong elektron mengalir melalui rangkaian luar dan menggerakkan ion-ion di dalam larutan menuju elektroda diperlukan suatu usaha. Usaha atau kerja yang diperlukan ini dinamakan gaya gerak listrik disingkat GGL (Sunarya & Setiabudi, 2009). a. Makna GGL Sel Kerja yang diperlukan untuk menggerakkan muatan listrik (GGL) di dalam sel bergantung pada perbedaan potensial di antara kedua elektroda. Beda potensial ini disebabkan adanya perbedaan kereaktifan logam di antara kedua elektroda. Nilai GGL sel merupakan gabungan dari potensial anoda (potensial oksidasi) dan potensial katoda (potensial reduksi). Dalam bentuk persamaan ditulis sebagai berikut: GGL (Esel) = Potensial Reduksi + Potensial Oksidasi Potensial reduksi adalah ukuran kemampuan suatu oksidator (zat pengoksidasi= zat tereduksi) untuk menangkap elektron dalam setengah reaksi reduksi. Potensial oksidasi kebalikan dari potensial reduksi dalam reaksi sel elektrokimia yang sama. Potensial Oksidasi = –Potensial Reduksi Tinjaulah setengah reaksi sel pada elektroda Zn dalam larutan ZnSO4. Reaksi setengah selnya sebagai berikut. Zn(s) ⎯⎯→ Zn2+ (aq) + 2e– Jika –EZn adalah potensial elektroda untuk setengah reaksi oksidasi, +EZn adalah potensial untuk setengah sel reduksinya: Potensial oksidasi: Zn(s) ⎯⎯→ Zn2+ (aq) + 2e– EZn = –EZn V Potensial reduksi: Zn2+ (aq) + 2e– ⎯⎯→Zn(s) EZn = EZn V Sel elektrokimia yang terdiri atas elektroda Zn dan Cu dengan reaksi setengah sel masing-masing: Cu2+ (aq) + 2e– ⎯⎯→ Cu(s) ECu = ECuV Zn2+ (aq) + 2e– ⎯⎯→ Zn(s) EZn = EZnV Nilai GGL sel elektrokimia tersebut adalah: Esel = ECu + (–EZn) = ECu – EZn Dengan demikian nilai GGL sel sama dengan perbedaan potensial kedua elektroda. Oleh karena reaksi reduksi terjadi pada katoda dan reaksi oksidasi terjadi pada anoda maka nilai GGL sel dapat dinyatakan sebagai perbedaan potensial berikut: http://digilib.mercubuana.ac.id/ 18 Esel = EReduksi – EOksidasi atau Esel = EKatoda – EAnoda Gambar 2.6 Baterai merupakan contoh sel elektrokimia (Sumber: Sunarya & Setiabudi, 2009) Nilai potensial elektroda tidak bergantung pada jumlah zat yang terlibat dalam reaksi. Berapapun jumlah mol zat yang direaksikan, nilai potensial selnya tetap. Contoh: Cu2+ (a ) + 2e– ⎯⎯→ Cu(s) ECu = ECu V 2Cu2+ (a ) + 4e– ⎯⎯→ 2Cu(s) ECu = ECu V b. Potensial Elektroda Standar (Eº) Karena potensial oksidasi merupakan kebalikan dari potensial reduksinya maka data potensial elektroda suatu logam tidak perlu diketahui dua-duanya, melainkan salah satu saja. Misalnya, data potensial reduksi atau data potensial oksidasi. Menurut perjanjian IUPAC, potensial elektroda yang dijadikan sebagai standar adalah potensial reduksi. Dengan demikian, semua data potensial elektroda standar dinyatakan dalam bentuk potensial reduksi standar. Potensial reduksi standar adalah potensial reduksi yang diukur pada keadaan standar, yaitu konsentrasi larutan M (sistem larutan) atau tekanan atmosfer (sel yang melibatkan gas) dan suhu. Untuk mengukur potensial reduksi standar tidak mungkin hanya setengah sel (sel tunggal) sebab tidak terjadi reaksi redoks. Oleh sebab itu, perlu dihubungkan dengan setengah sel oksidasi (Sunarya & Setiabudi, 2009). Nilai GGL sel yang terukur dengan voltmeter merupakan selisih kedua potensial sel yang dihubungkan (bukan nilai mutlak). Karena nilai GGL sel bukan nilai mutlak maka nilai potensial salah satu sel tidak diketahui secara pasti. Jika salah satu elektroda dibuat tetap dan elektroda yang lain diubah-ubah, potensial sel yang dihasilkan akan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 19 berbeda. Jadi, potensial sel suatu elektroda tidak akan diketahui secara pasti, yang dapat ditentukan hanya nilai relatif potensial sel suatu elektroda (Sunarya & Setiabudi, 2009). Oleh karena itu, untuk menentukan potensial reduksi standar diperlukan potensial elektroda rujukan sebagai acuan. Dalam hal ini, IUPAC telah menetapkan elektroda standar sebagai rujukan adalah elektroda hidrogen, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7. Gambar 2.7 Elektroda hidrogen ditetapkan sebagai elektroda standar (Sumber: Sunarya & Setiabudi, 2009) Elektroda hidrogen pada keadaan standar E°, ditetapkan pada konsentrasi H+ 1 M dengan tekanan gas H2 1 atmosfer pada 25°C. Nilai potensial elektroda standar ini ditetapkan sama dengan nol volt atau E°H+ → H2 = 0,00 V. Potensial elektroda standar yang lain diukur dengan cara dirangkaikan dengan potensial elektroda hidrogen pada keadaan standar, kemudian GGL selnya diukur. Oleh karena potensial elektroda hidrogen pada keadaan standar ditetapkan sama dengan nol, potensial yang terukur oleh voltmeter dinyatakan sebagai potensial sel pasangannya. Potensial elektroda yang lain untuk berbagai reaksi setengah sel dapat diukur, hasilnya ditunjukkan pada Tabel 2.2 (Sunarya & Setiabudi, 2009). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 20 Tabel 2.2 Nilai potensial reduksi standar beberapa elektroda (Sumber: Sunarya & Setiabudi, 2009) c. Kekuatan Oksidator dan Reduktor Data potensial reduksi standar pada Tabel 2.2 menunjukkan urutan kekuatan suatu zat sebagai oksidator (zat tereduksi). Oksidator + ne– ⎯⎯→ Reduktor Semakin positif nilai E°sel, semakin kuat sifat oksidatornya. Sebaliknya, semakin negatif nilai E°sel, semakin lemah sifat oksidatornya. Berdasarkan data potensial pada gambar 2.8, oksidator terkuat adalah gas fluorin (F2) dan oksidator paling lemah adalah ion Li+. Reduktor paling kuat adalah logam Li dan reduktor paling lemah adalah ion F–. Reduktor ⎯⎯→ Oksidator + ne– http://digilib.mercubuana.ac.id/ 21 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa suatu reduktor paling kuat merupakan oksidator yang paling lemah. Sebaliknya, suatu oksidator terkuat merupakan reduktor terlemah (Sunarya & Setiabudi, 2009). d. Penentuan GGL Sel Nilai GGL sel elektrokimia dapat ditentukan berdasarkan tabel potensial elektroda standar. Syarat bahwa sel elektrokimia akan berlangsung spontan jika oksidator yang lebih kuat berperan sebagai pereaksi atau GGL sel berharga positif. Esel = (Ekatoda – Eanoda) 0 Sel elektrokimia yang dibangun dari elektroda Zn dan Cu memiliki setengah reaksi reduksi dan potensial elektroda berikut: Zn2+ (aq) + 2e– ⎯⎯→ Zn(s) E°= –0,76 V Cu2+ (aq) + 2e– ⎯⎯→ Cu(s) E°= +0,34 V Untuk memperoleh setengah reaksi oksidasi, salah satu dari reaksi tersebut dibalikkan. Pembalikan setengah reaksi yang tepat adalah reaksi reduksi yang potensial setengah selnya lebih kecil. Pada reaksi tersebut yang dibalik adalah reaksi reduksi Zn2+ sebab akan menghasilkan nilai GGL sel positif. Pembalikan reaksi reduksi Zn2+ menjadi reaksi oksidasi akan mengubah tanda potensial selnya. Zn(s) ⎯⎯→ Zn2+ (aq) + 2e– E° = +0,76 V Cu2+ (aq) + 2e– ⎯⎯→ Cu(s) E° = +0,34 V Penggabungan kedua setengah reaksi tersebut menghasilkan persamaan reaksi redoks dengan nilai GGL sel positif. Zn(s) ⎯⎯→ Zn2+(aq)+ 2e– 2+ – E° = +0,76 V Cu (aq) + 2e ⎯⎯→ Cu(s) E° = +0,34 V Zn(s) + Cu2+ (aq) ⎯⎯→ Zn2+ (aq) + Cu(s) E°sel = +1,10 V Nilai GGL sel sama dengan potensial standar katoda (reduksi) dikurangi potensial standar anoda (oksidasi). Metode ini merupakan cara alternatif untuk menghitung GGL sel. E°sel = E°katoda – E°anoda E°sel = E°Cu – E°Zn = 0,34 V – (–0,76 V) = 1,10 V http://digilib.mercubuana.ac.id/ 22 2.6 BATERAI LOGAM UDARA Adanya keterbatasan densitas energi dari baterai lithium saat ini diakibatkan oleh terjadinya interkalasi kimia pada bahan elektroda baterai, yang menyebabkan baterai terlihat menjadi kurang praktikal untuk aplikasi kendaraan listrik. Keadaan ini menjadikan baterai logam udara menjadi menarik perhatian untuk diteliti lebih lanjut sebagai alternatif. Hal ini dikarenakan baterai logam udara secara ekstrim mempunyai densitas energi yang lebih tinggi berbanding baterai lainnya. Yang menjadi catatan dari ciri utama yang membedakan antara baterai logam udara dengan baterai konvensional lainnya adalah struktur selnya yang berbeda. Baterai logam udara mempunyai struktur yang terbuka dan baterai ini menggunakan gas oksigen dari udara untuk masuk ke dalam sistem baterai melalui katoda. Sementara itu, struktur sel pada baterai konvensional adalah tertutup. Pengklasifikasian dari baterai logam udara ini biasanya didasarkan pada jenis-jenis logam yang digunakan sebagai anoda. Sementara itu mekanisme yang terjadi di dalam sistem baterai logam udara juga bervariasi, bergantung kepada jenis komponen dari sel baterai tersebut. Berdasarkan pendekatan sistem elektrolitnya, baterai logam udara dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu elektrolit akues dan elektrolit dengan pelarut aprotik. Sistem sel yang berbasiskan elektrolit akues merupakan sistem yang tidak sensitif dengan kelembaban. Ini berbeda dengan sistem berbasiskan elektrolit dengan pelarut aprotik yang dapat terdegradasi oleh kelembaban (Jang et al., 2011). Diantara baterai logam udara, bahan logam yang biasa dipergunakan sebagai anoda pada sistem akues diantaranya adalah logam Ca, Al, Fe, Cd, dan Zn. Baterai aluminium udara mempunyai densitas energi yang lebih besar dibandingkan dengan baterai seng udara (Vincento & Benedetto, 2014). Walaupun begitu, logam aluminium lebih mudah mengalami korosi berbanding logam seng di dalam larutan alkali. Sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengatasi permasalahan korosi pada logam aluminium yang terjadi di dalam sistem baterai logam udara (Gelman et al., 2014 dan 2015). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 23 2.7 KOMPONEN BATERAI LOGAM UDARA Secara umum, baterai logam udara mempunyai tiga komponen utama, pertama yaitu anoda yang berupa bahan logam. Kedua adalah elektrolit, dimana elektrolit yang paling umum adalah KOH. Sementara yang ketiga adalah katoda yang berupa karbon berpori (Vincento & Benedetto, 2014), Walaupun begitu, pada beberapa jenis baterai logam udara ada yang menambahkan suatu komponen tambahan yaitu bahan pemisah di dalam sistem baterai logam udara tersebut (Jang et al., 2011). Gambar 2.8 Skema baterai logam udara (Sumber: Jang et al., 2011) 2.7.1 Anoda Anoda merupakan salah satu komponen yang penting di dalam baterai logam udara. Baterai logam udara sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, pengklasifikasiannya didasarkan pada jenis logam yang digunakan (Jang et al., 2011). Secara teoritis, nilai tegangan (voltage) yang dihasilkan oleh masing-masing jenis baterai logam udara ini akan berbeda mengikut jenis logam yang digunakan sebagai anoda. Perbedaan ini di dasarkan kepada nilai energi potensial standar masing-masing logam. Tabel 2.3 berikut memperlihatkan densitas energi untuk beberapa jenis logam baterai udara (Vincento & Benedetto, 2014). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 24 Tabel 2.3 Karakteristik baterai logam udara (Sumber: Vincento & Benedetto, 2014) Ekivalen Anoda Elektrokimia Logam Voltase Teoritikal (Ah/g) (V) Muatan Valensi Energi spesifik Teori (Logam) kWh/kg Voltase Operasi Praktikal (V) Li 3,86 3,4 1 13,0 2,4 Ca 1,34 3,4 2 4,6 2,0 Mg 2,20 3,1 2 6,8 1,2 - 1,4 Al 2,98 2,7 3 8,1 1,1 - 1,4 Zn 0,82 1,6 2 1,3 1,0 - 1,2 Fe 0,96 1,3 2 1,2 1,0 Logam seng bertindak sebagai anoda pada baterai ini, sehingga baterai ini dinamakan sebagai baterai seng udara. Reaksi kimianya adalah: Katoda : 1/2O2 + H2O + 2e− + 2OH− Anoda : Zn → Zn2+ + 2e− Zn2+ + 2OH− → Zn(OH)2 Zn(OH)2 → ZnO + H2O Keseluruhan: Zn + 1/2O2 → ZnO: E0 = 1.65V Sell seng udara pertama kali dipertimbangkan pada ilmu kimia karena kesederhanaan dan kepadatan energi yang tinggi (Malone et al., 2004). 2.7.2 Elektrolit Elektrolit merupakan komponen yang berfungsi sebagai jembatan garam dalam sistem sel galvanis atau baterai. Tujuan dari elektrolit ini adalah sebagai mediator untuk terjadinya perpindahan ion didalam sistem baterai, sehingga reaksi elektrokimia dapat berlangsung. Jenis elektrolit yang digunakan akan mempengaruhi densitas energi, konduktivitas, waktu hayat, kapasitas energi. Dengan demikian, pemilihan elektrolit http://digilib.mercubuana.ac.id/ 25 yang sesuai menjadi sangat penting. Elektrolit adalah zat yang jika dilarutkan dalam air menghasilkan larutan yang dapat menghantarkan arus listrik (Wang, 2006). Elektrolit yang digunakan dalam sel mempunyai persyaratan yaitu, mempunyai konduktivitas yang baik dan tidak bereaksi dengan komponen lain dalam baterai. Elektrolit merupakan bagian penting dalam sel elektrokimia baik dalam pengoperasiannya maupun dalam sistem kelengkapannya. Selain itu elektrolit harus dapat menghantarkan elektron dan menghasilkan elektron untuk menjalankan sel elektrokimia (Jouannea, 2002). Elektrolit terbagi menjadi dua yaitu elektrolit padat dan elektrolit cair. Elektrolit padat menunjukkan kestabilan pada suhu tinggi dan memiliki resistansi listrik yang baik. Namun elektrolit padat memiliki beberapa kelemahan diantaranya aliran arus rendah, kemampuannya menurun pada temperatur rendah dan sangat rentan terhadap hubungan singkat yang dapat menyebabkan hilangnya energi. Sedangkan elektrolit cair dapat menembus celah-celah atau pori-pori dari bahan elektroda, baik anoda maupun katoda. Karena elektrolit berupa larutan, maka elektrolit sangat mudah mencapai permukaan serbuk elektroda. Untuk penerapan elektrolit padat persyaratan yang harus dipenuhi adalah adanya pertemuan permukaan serbuk elektroda dengan elektrolit. Oleh karena itu komponen elektroda dibuat dengan komposisi yang mengandung bahan elektrolit atau garam lithium, sehingga reaksi redoks dapat berlangsung tepat di permukaan serbuk elektroda (Prihandoko & Achmad, 2008). Di dalam sistem baterai aluminium udara, ada dua isu utama yang sangat menonjol dan dapat mempengaruhi performa dari baterai logam udara. Isu yang pertama adalah bahwa logam sangat mudah mengalami korosi pada kondisi potensial sirkuit terbuka (open-circuit potential) dan ketika mengalami discas yang disebabkan oleh reaksi yang terjadi diantara air dan anoda. Isu kedua adalah terbentuknya lapisan hidroksida yang pasif pada permukaan logam, sehingga menghambat pelarutan logam dan menyebabkan berubahnya energi potensial dari logam (Egan et al., 2013), disamping itu masalah lain yang timbul adalah dihasilkannya gas H2 yang dihasilkan melalui reaksi antara logam dengan elektrolit, sehingga akan membuat sistem dari baterai pecah (Vincento & Benedetto, 2014). Secara garis umum, sistem elektrolit di dalam baterai logam udara ini terbagi dalam dua, yaitu: sistem akues dan non akues. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 26 Sistem akues merupakan sistem elektrolit yang berbasiskan kepada air sebagai pelarut dari elektrolit dalam baterai logam udara (Richard et al., 2002), Sementara sistem nonakues menggunakan pelarut organik/aprotik ataupun cairan ionik sebagai elektrolit (Lorenzo et al., 2014). Penggunaan cairan ionik ini didasarkan kepada sifat logam yang mudah teroksidasi oleh air ataupun larutan alkali (Gelman et al., 2014 dan 2015). Namun, menurut laporan yang dinyatakan oleh Jang et al pada tahun 2011, selain sistem akues dan non-akues, sistem elektrolit baterai logam udara dapat ditambah lagi sistem hybrid dan elektrolit padatan. Tujuan penggunaan dari sistem elektrolit hybrid dan elektrolit padatan pada dasarnya adalah sama dengan sistem non-akues, yaitu mengurangi kontak langsung antara logam anoda baterai dengan air. Pada sistem hybrid, larutan elektrolit yang digunakan terdiri dari kombinasi dua jenis elektrolit, yaitu non-akues dan akues seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.9. Cairan ionik atau juga pelarut aprotik diletakkan di atas permukaan anoda. Ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kontak langsung antara air dengan logam anoda. Sementara larutan elektrolit akues diletakkan pada posisi bersentuhan dengan katoda dan diantara cairan ionik dan larutan akues diletakan suatu matriks pembatas yang berupa membran semi permeable ataupun keramik berpori (Jang et al., 2011). Gambar 2.9 Skematik sistem sel baterai logam udara (a) sistem hybrid dan (b) sistem elektrolit padatan (Sumber: Jang et al., 2011) Pada sistem elektrolit secara umum, struktur sel baterai logam udara mirip dengan akues ataupun non akues, dimana elektrolitnya diganti dengan padatan. Biasanya merupakan keramik atau membran gelas yang terdop dengan suatu doping. Biasanya doping yang http://digilib.mercubuana.ac.id/ 27 digunakan mengandung ion yang sejenis dengan jenis logam anoda yang digunakan. Bentuk struktur dari baterai logam udara dengan elektrolit padatan dapat dilihat pada Gambar 2.9 di atas (Jang et al., 2011). Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa tantangan dalam pembangunan baterai logam udara adalah munculnya masalah korosi dari logam anoda, terbentuknya lapisan oksida dari penghasilan gas H2. Ketiga masalah ini terkait penggunaan elektrolit berbasiskan kepada akues dan sifat alamiah dari kebanyakan logam yang bereaksi dengan air, asam ataupun alkali (Vincento & Benedetto, 2014). Salah satu cara yang dikembangkan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan mengunakan membran polimer hidrogel (Marliyana et al., 2015). Membran polimer hidrogel mempunyai kemampuan untuk mengikat air dengan cukup baik serta mempunyai permebialitas yang tinggi, sehingga proses migrasi ion tetap terjaga. Hal ini akan membuat konduktivitas dari baterai tetap tinggi. Ini menjadikan membran polimer hidrogel menjadi salah satu cara yang pontensial untuk menghambat proses pengkorosian pada permukaan anoda baterai logam udara (Othman et al, 2001 dan Mohamad, 2008). 2.7.3 Katoda Katoda dalam sistem baterai logam udara terdiri dari tiga komponen utama, yaitu karbon berpori, katalis serta polimer pengikat. Arsitektur performa elektrokimia dari katoda pada baterai logam udara adalah mirip dengan sel bahan bakar, karena mekanisme reaksi yang terjadi pada sel bahan bakar mirip dengan mekanisme yang terjadi dengan baterai logam udara. Pada kasus sel bahan bakar hidrogen, proton H+ bergerak melalui elektrolit untuk bereaksi dengan ion oksida pada katalis untuk membentuk air (Jang et al., 2011). Sementara pada kasus baterai logam udara, ion logam dari anoda bergerak melalui elektrolit dan bereaksi dengan ion O22- atau O2- yang diperoleh dari reaksi reduksi O2 oleh katalis pada permukaan katoda udara untuk membentuk suatu endapan oksida dari ion logam anoda. O2 yang terlibat dalam sistem baterai logam udara berasal dari udara yang masuk melalui pori-pori karbon yang terdapat pada katoda (Sun, 2013). Keberadaan endapan oksida logam dari ion logam anoda yang berlebihan akan membawa masalah baru kepada sistem baterai logam udara. Endapan oksida ini dapat http://digilib.mercubuana.ac.id/ 28 menutupi pori-pori dari karbon pada katoda, sehingga oksigen dari udara tidak dapat masuk kedalam sistem baterai logam udara. Kondisi ini akan menyebabkan turunnya densitas energi baterai logam udara, karena reaksi elektrokimia dalam sistem baterai terhambat. Ini menunjukkan bahwa mikrostruktur dari karbon akan memberikan efek pada performa dari baterai logam udara. Ukuran partikel karbon yang terlalu kecil kurang sesuai digunakan sebagai matriks pembuatan katoda udara. Hal ini karena, dengan ukuran partikel karbon yang kecil, maka ketika terjadi penyusunan partikel-partikel karbonya akan membentuk poripori yang lebih kecil dan rapat. Kondisi ini menyebabkan kemampuan oksigen untuk masuk ke dalam sistem baterai logam udara melalui katoda akan turun. Idealnya ukuran partikel karbon adalah sekitar 30 nm (Jang et al., 2011). Sementara jika partikel karbon terlalu besar, memang akan membentuk pori-pori yang lebih besar, yang secara teoritis akan memudahkan masuknya oksigen kedalam sistem baterai logam udara. Namun pada aplikasinya, terutama untuk baterai logam udara dengan sistem akues, justru akan menyebabkan densitas energi baterai menurun. Fenomena ini terjadi karena, dengan semakin banyaknya oksigen yang masuk ke dalam sistem baterai logam udara, maka kecepatan reaksi elektrokimia yang terjadi juga semakin cepat, sehingga proses pembentukan endapan dan korosi pada permukan anoda akan berlangsung cepat (Zheng et al., 2008). Komponen lain yang terdapat di dalam katoda baterai logam udara adalah katalis yang dicampur bersama dengan partikel karbon. Fungsi dari katalis ini adalah mereduksi gas O2 dari udara menjadi O22- atau O2- (Sun, 2013). Beberapa jenis katalis yang digunakan diantaranya adalah Pt, La0.8Sr 0.2, MnO3, Fe2O3, NiO, Fe3O4, Co3O4, CuO dan CoFe2O4 dengan ukuran partikel 1-5 μm. Sementara itu katalis dengan ukuran nanostruktur yang telah dilaporkan oleh peneliti sebelum ini diantaranya adalah dari kelompok mangan oksida seperti α-MnO2, β-MnO2, λ-MnO2, Mn2O3 and Mn3O4. Reaksi katalitik yang terjadi pada oksigen adalah reaksi reduksi oksigen (oxygen reduction reaction, ORR) dan reaksi evolusi oksigen (oxygen evolution reaction,OER) (Jang et al., 2011). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 29 2.7.4 Matriks Pemisah Salah satu keuntungan menggunakan sistem akues pada baterai logam udara adalah densitas energi yang diperoleh cukup tinggi. Ini karena proses migrasi ion logam dari anoda menuju katoda melalui media elektrolit akan berlangsung secara lebih baik (Jake et al., 2012). Namun begitu, penggunaan sistem akues juga mempunyai kerugian sepertinya logam anoda yang terkorosi akibat reaksi antara elektrolit dengan permukaan anoda baterai logam udara, selain itu juga akan membentuk lapisan logam hidroksida. Hal ini menyebabkan proses migrasi ion logam menuju katoda akan terhambat dan ini menyebabkan densitas energi yang menurun dan masa hidup baterai menjadi singkat (Mohamad, 2008). Salah satu cara mengatasi permasalahan tersebut diantaranya dengan meletakkan matriks pemisah seperti pada Gambar 2.9 (a). Tujuan dari matriks pemisah adalah untuk menghindari kontak langsung antara anoda dengan elektrolit. Syarat dasar dari matriks pemisah diantaranya adalah mempunyai kestabilan dengan larutan elektrolit, terutama alkali. Selain itu juga bersifat penghantar ion yang tinggi, mempunyai pori-pori yang sesuai dengan ion logam, bersifat inert terhadap reaksi pengoksidaan, stabil sewaktu proses discas dan cas berlangsung (Jang et al., 2011). Selain itu, matriks pemisah juga haruslah mempunyai koefisien difusi yang rendah terhadap OH- dan spesis gas H2O, O2, CO2, N2 serta gas lainnya yang mungkin eksis berada di udara, mempunyai kestabilan terhadap pelarut organik, serta stabil secara mekanikal ketika proses asembli berjalan (Zhang, 2007). Bahan matriks pemisah yang biasa digunakan diantaranya adalah keramik, polimer, membran gelas, serta komposit polimer keramik. Penambahan matriks pemisah dapat menyebabkan terjadinya peningkatan resistansi dari baterai logam udara, sehingga biasanya ketebalan dari matrik pemisah juga harus cukup tipis (Jake et al., 2012). Selain itu, bahan pemisah yang digunakan biasanya didoping atau disisipkan suatu garam atau oksida sesuai dengan jenis logam anodanya seperti Al2(WO4)3 yang digunakan oleh Mori pada tahun 2015. Tujuan penambahan doping ini adalah untuk meningkatkan konduktivitas ionik dari matriks separator. Salah satu jenis matriks membran gelas yang berpotensi digunakan sebagai matriks bahan pemisah adalah sol-gel (Jo et al., 2012). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 30 2.7.5 Separator (Pemisah) Separator adalah suatu material berpori yang terletak di antara anoda dan katoda berfungsi untuk mencegah agar tidak terjadi hubungan singkat dan kontak antara katoda dan anoda. Separator dapat berupa elektrolit yang berbentuk gel, atau plastik film nano pori (microporous), atau material inert berpori yang diisi dengan elektrolit cair. Sifat listrik separator ini mampu dilewati oleh ion tetapi juga mampu memblokir elektron, jadi bersifat konduktif ionik sekaligus tidak konduktif elektron (Prihandoko & Achmad, 2011). Beberapa hal yang penting untuk memilih material agar dipilih sebagai separator antara lain material tersebut bersifat insulator, memiliki hambatan listrik yang kecil, kestabilan mekanik (tidak mudah rusak), tidak mudah terdegradasi dengan elektrolit serta memiliki ketebalan lapisan yang seragam atau sama di seluruh permukaan. Struktur pori dan penyerapan elektrolit berpengaruh terhadap konduktivitas ion. Separator dengan porositas yang tinggi dapat menyerap lebih banyak elektrolit liquid. Sehingga besarnya penyerapan elektrolit pembawa muatan ion sangat dibutuhkan (H. Li et al., 2011). Beberapa material yang dapat digunakan sebagai separator antara lain polyolefins (polyethylene dan polypropylen), PVDF (polyvinylidene fluodire), PTFE, PVC dan poly ethylene oxide (Manjunatha, 2011). 2.8 TEORI DASAR LISTRIK 2.8.1 Potensial/Tegangan Listrik Sebuah benda bermuatan positif jika benda tersebut kehilangan elektron dan bermuatan negatif jika benda tersebut kelebihan elektron. Dalam keadaan berbeda muatan inilah munculnya tenaga potensial yang berada di antara benda-benda itu. Karena itu bila sepotong kawat penghantar dihubungkan diantara kedua benda yang berbeda muatan menyebabkan terjadinya perpindahan energi diantara benda-benda itu. Peralihan energi ini berlangsung terus selama ada beda tegangan. Terjadinya tegangan disebabkan adanya beda tiap muatan mempunyai tenaga potensial untuk menggerakkan suatu muatan lain dengan cara menarik atau menolak. Beda tegangan dapat dihasilkan dengan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 31 memberikan tekanan listrik dari suatu pembangkit listrik pada salah satu tempat penghantar. Satuan untuk mengukur tegangan listrik adalah Volt (V) (Wahyu, 2012). 2.8.2 Arus Listrik Arus Listrik merupakan aliran elektron-elektron dari atom ke atom yang terjadi pada sebuah penghantar dengan kecepatan dalam waktu tertentu. Penyebab timbulnya arus listrik tersebut dikarenakan adanya beda potensial pada kedua ujung penghantar yang terjadi karena mendapatkan suatu tenaga untuk mendorong elektron-elektron tersebut berpindah-pindah tempat. Umumnya gerakan aliran elektron ini akan menuju tempat yang lebih lemah tekanannya (Wahyu, 2012). Arus listrik tersebut juga haruslah dapat dialirkan atau diputuskan agar aliran listrik aman dengan kecepatan yang stabil. Kecepatan perpindahan arus listrik ini dapat disebut laju arus yang dapat ditulis dengan I dengan satuan ampere (A). Dan arus listrik tersebut terjadi jika muatan listrik tersebut mengalir setiap detik. Sehingga dapat kita tuliskan hubungan muatan listrik, arus listrik, dan waktu, dengan rumus: I = Q/t atau Q=Ixt (2.1) (2.2) Dimana: I = Kuat arus listrik (A) Q = Banyaknya muatan Listrik (Coulomb) t = waktu (s) Arus listrik yang mengalir tersebut dari sumber arus listrik dapat kita bedakan menjadi 2 macam yaitu : a. Arus bolak-balik (Alternating Current) Arus bolak-balik (AC) adalah arus yang mengalir dengan polaritas yang berubah dan dimana masing-masing terminal polaritasnya bergantian. Pada umumnya arus AC ini adalah arus yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti alat-alat elektronika yang dipakai didalam rumah kita. Arus listrik ini dihasilkan oleh pembangkit tenaga listrik yang bernama generator yang ada pada pembangkit listrik. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 32 b. Arus searah (Direct Current) Arus searah (DC) merupakan arus yang mengalir dengan arah yang tetap (konstan) dengan masing-masing terminal selalu tetap pada polaritasnya. Arus ini bisa terjadi karena berasal dari akumulator (Accu). Arus listrik searah ini dapat dihasilkan dengan cara merubah arus AC menjadi DC menggunakan power supply dengan dioda sebagai penyearah arus yang dapat menyearahkan arus bolak-balik (AC) menjadi arus searah (DC). 2.8.3 Daya Listrik Daya listrik adalah energi yang dibawa oleh elektron yang bergerak tiap satuan waktu. Karena ada arus yang mengalir dalam rangkaian maka akan ada konversi energi listrik menjadi energi bentuk lain. Contoh, arus mengalir melalui filamen merubah energi listrik menjadi terang (energi cahaya) dan energi panas. Daya listrik dapat didefenisikan sebagai ukuran (rate) pada saat energi listrik dikonversi dan merupakan kuantitas yang penting dalam rangkaian-rangkaian praktis. Daya merupakan ukuran disipasi energi dalam sebuah alat. Karena tegangan dan arus dapat berubah sesuai fungsi dari waktu, kita segera memperkirakan bahwa nilai sesaat dan nilai rata-rata dapat digunakan untuk menggambarkan disipasi. Watt (W) adalah ukuran dasar dari daya listrik. Secara matematis rumus daya listrik dapat ditulis sebagai berikut (Wahyu, 2012): P=VxI (2.3) Dimana: P = Daya/energi listrik (watt) V = Tegangan/beda potensial (Volt) I = Arus (Ampere) 2.9 VARIASI KOSENTRASI ELEKTROLIT Berdasarkan daya hantarnya larutan elektrolit terbagi menjadi dua, yaitu elektrolit kuat dengan daya hantar yang besar. Contohnya larutan asam kuat, basa kuat dan garam. yang kedua elektrolit lemah, yaitu larutan dengan daya hantar yang lemah (Othman, 2001). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 33 Ciri-ciri larutan elektrolit kuat adalah sebagai berikut: Penghantar arus listrik kuat atau baik Terionisasi dengan sempurna Tetapan atau derajat ionisasi (a) a= 1 Jika diuji, larutan elektrolit kuat memiliki nyala lampu yang terang dan muncul gelembung gas yang banyak Contoh larutan elektrolit kuat adalah asam kuat (HCl, HI, HBr, H2SO4 dan Fe (OH3), basa kuat (NaOH, Ca(OH2), Mg(OH2), dan KOH), Garam Kuat (NaCl, KCl, CuSO4, dan KNO3). 2.9.1 Elektrolit NaOH Natrium Hidroksida ( NaOH ) merupakan salah satu senyawa ion yang bersifat basa kuat, kaustik dan memiliki sifat korosif dan higroskopik (suka menyerap air). Dalam kehidupan kita sehari-hari,senyawa ini biasa kita sebut dengan nama "soda api" atau "kaustik soda",namun untuk nama resmi atau nama perdagangnganya senyawa ini biasa disebut dengan nama "Sodium Hidroksida". Tingkat kelarutan senyawa natrium hidroksida di dalam air cukup tinggi. Pada 0 suhu 0 C, kelarutan natrium hidroksida berada pada kisaran 418 g/L. Pada suhu 20 0C, kelarutan natrium hidroksida berada pada kisaran 1150 g/L. Jika dilihat dari data diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa senyawa ini memiliki tingkat kelarutan yang sangat tinggi. Selain itu, ada beberapa fakta-fakta penting dari natrium hidroksida yang perlu ketahui, berikut ini fakta-fakta penting dari (Ramadhan, 2016): http://digilib.mercubuana.ac.id/ Natrium Hidroksida (NaOH) 34 Gambar 2.10 Natrium Hidroksida (NaOH) (Sumber: Ramadhan, 2016) 1. Profil Natrium Hidroksida (NaOH): Jenis senyawa: Senyawa ion Bentuk: Kristal dan bubuk berwarna putih dan tidak berbau Densitas: 2,13 gr/cm Titik leleh: 318 0C Titik didih: 1388 0C Tingkat kelarutan dalam air: Suhu 0 0C , 418 gr/L. suhu 20 0C , 1150 gr/L Massa molekul relatif (Mr)= 40 Larut dalam: Air, methanol, ethanol, larutan ammonia dan eter Bahaya: Bersifat corrosive Tingkat kebasaan (Pkb)= 0,2 (Rank 4) Rivalitas asam= HCl 2. Fakta Fisik Natrium Hidroksida (NaOH) Natrium Hidroksida memiliki wujud padat pada suhu kamar, bentuknya bisa seperti kristal atau bubuk tergantung pada tujuan atau kegunaan analisisnya. Senyawa ini bewarna putih metalik dan tidak berbau. Tingkat kelarutanya di dalam air juga cukup tinggi seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Ketika senyawa ini dilarutkan ke dalam air, maka suhu air akan naik dan suhu disekitarnya akan terasa panas, hal ini terjadi karena pelarutan senyawa ini bersifat eksotermik sehingga sejumlah kalor akan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 35 dilepaskan. Hal ini terjadi sama persis dengan pelarutan Asam Sulfat ke dalam air. Ketika dilarutkan, asam sulfat juga dapat melepaskan sejumlah kalor ke lingkungan bebas (Ramadhan, 2016). 3. Fakta Kimia Natrium Hidroksida (NaOH) Senyawa NaOH mungkin merupakan salah satu senyawa paling umum dan paling kita kenal dalam reaksi asam basa seperti reaksi penetralan. Senyawa ini dapat bereaksi dengan asam kuat dan asam lemah untuk membentuk garam, seperti ditunjukkan oleh reaksi dibawah ini: HCl + NaOH → NaCl + H2O (reaksi NaOH dengan asam kuat) CH3COOH + NaOH → CH3COONa + H2O (Reaksi NaOH dengan Asam Lemah) Selain dapat bereaksi dengan asam kuat dan asam lemah, senyawa NaOH juga dapat bereaksi dengan oksida-oksida pembentuk asam seperti gas CO2 dan SO2, berikut ini persamaan reaksinya: NaOH + CO2 → Na2CO3 + H2O NaOH + SO2 → Na2SO3 + H2O senyawa ini mampu melarutkan logam-logam seperti logam alumunium serta beberapa logam transisi lainya. Berikut ini persamaan reaksinya: 2NaOH + 2Al + 6H2O → 2NaAl(OH)4 + 3H2 - Reaksi Pengendapan Oleh NaOH Dengan menggunakan NaOH, kita dapat mengendapakan senyawa-senyawa logam yang memiliki tingkat kelarutan yang sangat rendah seperti logam golongan transisi dan logam golongan utama seperti timbal (Pb) dan timah (Sn). Berikut ini reaksi pengendapan senyawa-senyawa logam oleh NaOH: ZnCl2 + NaOH → Na2ZnO2 + H2O PbSO4 + NaOH → Na2PbO2 + H2O CuSO4 + NaOH → Cu(OH)2 + H2O Jadi itulah beberapa reaksi pengendapan senyawa logam oleh senyawa NaOH. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 36 4. Fakta Produksi Natrium Hidroksida (NaOH) Senyawa Natrium Hidroksida diproduksi dalam skala industri dengan cara elektrolisis larutan garamnya atau biasa kita sebut dengan proses khloroalkali. Proses ini dilakukan dengan cara melarutkan garam murni ke dalam air sampai dihasilkan larutan NaCl jenuh, kemudian dilakukanlah suatu elektrolisis yang sangat kompleks yang mana pada proses ini akan dihasilkan 3 senyawa penting yaitu Gas Klorin, Gas Hidrogen Dan senyawa Natrium Hidroksida. Ketiga senyawa penting ini dipisahkan secara sistematis dan kompleks sehingga kualitas senyawa natrium hidroksida yang dihasilkan bisa bernilai jual tinggi (Ramadhan, 2016). Sampai saat ini proses kloroalkali masih digunakan diseluruh negara yang memproduksi senyawa ini, selain lebih mudah dan simple, proses kloroalkali juga lebih hemat biaya produksinya.Untuk skala laboratorium, NaOH dapat dibuat dengan cara mereaksikan Ca(OH)2 dengan Na2CO3 seperti ditunjukan pada reaksi dibawah ini : Ca(OH)2 + Na2CO3 → 2NaOH + CaCO3 Padatan CaCO3 yang dihasilkan dapat disaring dan larutan NaOH yang dihasilkan dapat diuapkan agar konsentrasi NaOH yang dihasilkan bisa lebih tinggi. 5. Kegunaan Senyawa Natrium Hidroksida (NaOH) Senyawa Natrium Hidroksida memiliki peranan yang sangat penting dalam dunia industri terutama dalam industri kertas. Dalam proses kraft, senyawa ini digunakan untuk memisahkan lignin dari serat selusosa sehingga dapat memudahkan dalam proses pengolahan selanjutnya. Selain dalam proses industri kertas, senyawa ini juga digunakan dalam pembuatan deterjen, sabun, Pembersih posrselen, Ph buffer serta digunakan juga dalam skala analisis laboratorium seperti untuk mensintesis senyawasenyawa orgnaik. 6. Bahaya Senyawa Natrium Hidroksida (NaOH) Senyawa natrium hidroksida bersifat korrosif, sehingga kontak dengan kulit atau mata sebaiknya dihindari. Sifat korrosif dari senyawa NaOH ini dapat menyebabkan sensasi terbakar pada kulit kita sehingga alangkah baiknya kita menggunakan sarung tangan disaat bekerja dengan senyawa NaOH. Bila kulit kita terlanjur bersentuhan dengan senyawa ini, maka sebaiknya segeralah mencuci tangan dengan air yang mengalir selama 10-15 menit untuk mengurangi resiko berbahaya yang timbul selanjutnya. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 37 Gambar 2.11 Hofmeister series (Sumber: Rosseto, 2008) Dari deret hofmeister series diatas, dapat dilihat bahwa posisi OH- berada disebelah kiri daripada Cl-, hal ini menunjukan bahwa tingkat kosmotropy OH- lebih tinggi dibandingkan dengan Cl-. OH- dari NaOH akan lebih mudah membentuk ikatan hidrogen yang menyebabkan ion bergerak lebih cepat sehingga penggunaan NaOH sebagai elektrolit menunjukan kemampuan baterai dalam menghasilkan tegangan dan arus menjadi lebih tinggi (Rosseto, 2008). 2.10 LOGAM SENG (ZINC) Seng (bahasa Belanda: zink), zink, atau timah sari adalah unsur kimia dengan lambang kimia Zn, bernomor atom 30, dan massa atom relatif 65,39. Ia merupakan unsur pertama golongan 12 pada tabel periodik. Beberapa sifat kimia seng mirip dengan magnesium (Mg). Hal ini dikarenakan ion kedua unsur ini berukuran hampir sama. Selain itu, keduanya juga memiliki keadaan oksidasi +2. Bijih seng yang paling banyak ditambang adalah sfalerit (seng sulfida). Berikut dapat dilihat dibawah ini (Wikipedia, 2017): http://digilib.mercubuana.ac.id/ 38 Nomor atom: 30 Massa atom: 65,37 g/mol Elektronegativitas menurut Pauling: 1,6 Densitas: 7,11 g/cm3 pada 20 °C Titik lebur: 420 °C Titik didih: 907 °C Radius Vanderwaals: 0,138 nm Radius ionik: 0,074 nm (+2) Isotop: 10 Energi ionisasi pertama: 904,5 kJ/mol Energi ionisasi kedua: 1723 kJ/mol Potensial standar: – 0,763 V Ditemukan: Andreas Marggraf tahun 1746 1. Sifat Kimia dan Fisika Seng (Zn): a. Seng merupakan logam putih kebiruan berkilau dan berada dalam kelompok IIb tabel periodik. b. Seng bersifat getas pada suhu normal, tetapi berubah menjadi ulet dan bisa ditempa ketika dipanaskan antara 110 °C hingga 150 °C. c. Unsur ini merupakan logam cukup reaktif yang akan bereaksi dengan oksigen dan non-logam, serta bereaksi dengan asam encer untuk melepaskan hidrogen. d. Seng merupakan unsur umum di alam dengan sejumlah makanan mengandung konsentrasi tertentu seng. e. Air minum juga mengandung sejumlah seng, yang mungkin akan semakin tinggi bila disimpan dalam wadah logam. f. Limbah industri berpotensi menyebabkan peningkatan jumlah seng dalam air minum sehingga memicu masalah kesehatan. g. Seng terjadi secara alami di udara, air dan tanah, tetapi peningkatan konsentrasi seng umumnya disebabkan oleh aktivitas manusia. h. Sebagian seng ditambahkan ke alam selama kegiatan industri, seperti pertambangan, pembakaran batu bara, dan pengolahan baja. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 39 i. Seng merupakan unsur ke-23 paling melimpah di kerak bumi. Bijih utama seng dikenal sebagai sfalerit. Bijih seng lainnya adalah wurzite, smithsonite, dan hemimorphite. 2. Penggunaan Seng (Zn) (Wikipedia, 2017): a. Seng terutama digunakan dalam proses peleburan besi serta sebagai campuran paduan logam. b. Seng terutama digunakan dalam proses peleburan besi serta sebagai campuran paduan untuk atap dan selokan dalam konstruksi bangunan, serta dalam die casting di industri otomotif. c. Seng oksida digunakan sebagai pigmen putih dalam cat air atau cat dan sebagai aktivator dalam industri karet. d. Sebagai pigmen, seng juga digunakan dalam industri plastik, kosmetik, kertas fotokopi, wallpaper, tinta cetak dan lain-lain. 2.11 POLIMER Polimer adalah rantai berulang dari atom yang panjang, terbentuk dari pengikat yang berupa molekul identik yang disebut monomer. Sekalipun biasanya merupakan organik (memiliki rantai karbon), ada juga banyak polimer inorganik. Contoh terkenal dari polimer adalah plastik dan DNA. Polimer didefinisikan sebagai substansi yang terdiri dari molekul-molekul yang menyertakan rangkaian satu atau lebih dari satu unit monomer. Manusia sudah berabadabad menggunakan polimer dalam bentuk minyak, aspal, damar, dan permen karet. Tapi industri polimer modern baru mulai berkembang pada masa revolusi industri. Di akhir 1830-an, Charles Goodyear berhasil memproduksi sebentuk karet alami yang berguna melalui proses yang dikenal sebagai “vulkanisasi”. 40 tahun kemudian, Celluloid (sebentuk plastik keras dari nitrocellulose) berhasil dikomersialisasikan. Adalah diperkenalkannya vinyl, neoprene, polystyrene, dan nilon pada tahun 1930-an yang memulai „ledakan‟ dalam penelitian polimer yang masih berlangsung sampai sekarang (Hartika, 2011). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 40 a. Teknologi polimer berdasarkan sumbernya dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok, yaitu: 1. Polimer Alam yang terjadi secara alami seperti karet alam, karbohidrat, protein, selulosa, dan wol. 2. Polimer Semi Sintetik yang diperoleh dari hasil modifikasi polimer alam dan bahan kimia seperti serat rayon dan selulosa nitrat. 3. Polimer Sintesis, yaitu polimer yang dibuat melalui polimerisasi dari monomermonomer polimer, seperti formaldehida. b. Berdasarkan sumber dayanya polimer, yaitu: 1. Polimer alami: kayu, kulit binatang, kapas, karet alam, rambut. 2. Polimer semisintetis: karet alam tervulkanisir. 3. Polimer sintetis: a. Tidak terdapat secara alami: nylon, poliester, polipropilen, polistiren. b. Terdapat di alam tetapi dibuat oleh proses buatan: karet sintetis. c. Polimer alami yang dimodifikasi: seluloid, cellophane (bahan dasarnya dari selulosa tetapi telah mengalami modifikasi secara radikal sehingga kehilangan sifat-sifat kimia dan fisika asalnya). 2.11.1 Jenis- jenis Polimer Poimer dapat dibedakan dalam beberapa jenis diantaranya, yaitu (Primadianto, 2013): 1. Poly Ethylene (PE) adalah barang plastik yang digunakan sebagai packing minuman atau barang cairan. 2. Poly Propylene (PP) adalah bahan plastik yang digunakan untuk dipakai pada packing makanan kering atau snack. 3. Poly Vinly Chlorine (PVC) adalah bahan plastik yang dipergunakan untuk packing botol minyak, daging, pipa air dan jendela plastik. 4. Oriented Polystyrene (OPP): Sangat bening, kurang tahan panas. 5. High Density Polyethylene (HDPE) adalah bahan plastik yang berwarna putih susu atau putih bersih. 6. Karet Bahan adalah karet yang berupa karet gelang bersifat transparant, kuat dan elastis. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 41 7. Low Density Polyethylene (LDPE) adalah bahan plastik yang digunakan untuk pelapis kaleng. 8. Polyethylene Terephthalate (PET) adalah polimer jernih dan kuat dengan sifat-sifat penahan gas dan kelembaban. 9. Polystyrene (PS): bersifat berubah bentuk dan berbunyi. 10. Lunchbox Polystyrene adalah bahan plastik yang digunakan untuk packing makanan ringan, nasi, dan lain-lain. 11. Plastik Cor adalah bahan plastik yang bisa dipergunakan untuk pengecoran bangunan. 2.11.2 Reaksi Pembentukan Polimer Reaksi pembentukan polimer dikelompokkan menjadi dua, yaitu polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi. 1. Polimerisasi Adisi Polimerisasi adisi adalah perkaitan langsung antar monomer berdasarkan reaksi adisi. Polimerisasi adisi terjadi pada monomer yang mempunyai ikatan rangkap, di mana dengan bantuan suatu katalisator (misalnya peroksida), maka ikatan rangkapnya terbuka dan monomer-monomer dapat langsung berkaitan. Contohnya pembentukan polietilena (polietena) (Hartika, 2011): CH2 = CH2 + CH2 = CH2 → CH2-CH2-CH2-CH2 - → (-CH2-CH2-) 2 monomer dimer polimer 2. Polimerisasi Kondensasi Pada polimerisasi kondensasi, monomer-monomer saling berkaitan dengan melepas molekul kecil, seperti H2O dan metanol. Polimerisasi ini terjadi pada monomer yang mempunyai gugus fungsi pada kedua ujung rantainya. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 42 2.12 TETRAHYDROFURFURYL ACRYLATE (THFA) Tetrahydrofurfuryl acrylate (THFA) adalah membran yang akan digunakan pada sistem baterai logam udara, mengingat permasalahan yang sering terjadi pada sistem baterai logam udara adalah korosi terhadap anoda. Maka kebanyakan penelitian terdahulu mengatasinya dengan suatu material polimer dengan membuat padatan atau Ionic Liquid. Membran padatan yang biasa dipakai oleh penelitian terdahulu yaitu menggunakan polimer, namun masalah dengan polimer sekarang ini adalah dari segi pembuatannya (preparation) lambat bahkan susah. Maka ditemukan alternatif polimer lain yaitu dengan menggunakan tetrahydrofurfuryl acrylate (THFA) dengan sifat seperti biocompatible (Tanaka et al., 2014). Tetapi masalahnya polimer yang ada saat inipun seperti tetrahydrofurfuryl acrylate (THFA) peyediaannya menggunakan pengaliran (reflux) dengan sistem pemanasan yang waktunya 7 sampai 8 jam atau dengan waktu yang tidak sebentar (Mochizuki et al., 2009). Untuk itu digunakanlah cara foto polimer karena waktu dalam penyediaannya poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pTHFA) lebih singkat. Hal ini didasarkan kepada bahwa beberapa jenis acrylate itu bisa di foto polimerkan seperti potassium ion sensor berdasarkan photocured (Alva & Lee, 2011). Berdasarkan uraian tentang tetrahydrofurfuryl acrylate (THFA), maka dapat dilihat struktur dari tetrahydrofurfuryl acrylate (THFA) pada Gambar 2.13. CH3 CH2 C O O CH2 O Gambar 2.12 Struktur monomer THFA (Sumber: Rosseto, 2008) http://digilib.mercubuana.ac.id/ 43 2.13 FOURIER TRANSFORM INFRA-RED (FTIR) Spektroskopi FTIR adalah teknik pengukuran untuk mengumpulkan spektrum inframerah. Energi yang diserap sampel pada berbagai frekuensi sinar inframerah direkam, kemudian diteruskan ke interferometer. Sinar pengukuran sampel diubah menjadi interferogram. Perhitungan secara matematika fourier transform untuk sinyal tersebut akan menghasilkan spekrum yang identik pada spektroskopi inframerah. Komponen utama spektroskopi FTIR adalah interferometer Michelson yang mempunyai fungsi menguraikan (mendispersi) radiasi inframerah menjadi komponenkomponen frekuensi. Penggunaan interferometer Michelson tersebut memberikan keunggulan metode FTIR dibandingkan metode spektroskopi inframerah konvensional maupun metode spektroskopi yang lain. Diantaranya adalah informasi struktur molekul dapat diperoleh secara tepat dan akurat (memiliki resolusi yang tinggi). Keuntungan yang lain dari metode ini adalah dapat digunakan untuk mengidentifikasi sampel dalam berbagai fase (gas, padat atau cair). Kesulitan-kesulitan yang ditemukan dalam identifikasi dengan spektroskopi FTIR dapat ditunjang dengan data yang diperoleh dengan menggunakan metode spektroskopi yang lain (Nugraha, 2016). FTIR terdiri dari 5 bagian utama, yaitu: 1. Sumber sinar, yang terbuat dari filamen Nerst atau globar yang dipanaskan menggunakan listrik hingga temperatur 1000-1800 0 C. 2. Beamsplitter, berupa material transparan dengan indeksrelatif, sehingga menghasilkan 50 % radiasi akan direfleksikan dan 50 % radiasi akan diteruskan. 3. Interferometer, merupakan bagian utama dari FTIR yang berfungsi untuk membentuk interferogram yang akan diteruskan menuju detektor. 4. Daerah cuplikan, dimana berkas acuan dan cuplikan masuk ke dalam daerah cuplikan dan masing-masing menembus sel acuan dan cuplikan secara bersesuaian. 5. Detektor, Merupakan piranti yang mengukur energi pancaran yang lewat akibat panas yang dihasilkan. Detektor yang sering digunakan adalah termokopel dan balometer. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 44 Transformasi fourier inframerah spektroskopi lebih disukai daripada metode dispersive atau filter analisis spektral inframerah karena beberapa alasan. Teknik non-destruktif. Menyediakan metode pengukuran tepat yang tidak memerlukan kalibrasi eksternal. Meningkatkan kecepatan, menyecan hanya dalam beberapa detik. Meningkatkan sensitifitas, scan pertama dan kedua dapat ditambah untuk rasio kebisingan acak. mekanis sederhana dengan hanya satu bagian bergerak. Fourier Transform Infrared (FT-IR) spektrometri dikembangkan dalam rangka mengatasi keterbatasan yang dihadapi dengan instrumen dispersi. Kesulitan utama adalah proses scanning lambat. Sebuah metode untuk mengukur semua frekuensi inframerah secara bersamaan, bukan secara individual, diperlukan. Sebuah solusi yang dikembangkan yang digunakan perangkat optik yang sangat sederhana disebut interferometer. interferometer menghasilkan sinyal unik yang memiliki semua frekuensi inframerah “dikodekan” ke dalamnya. Sinyal dapat diukur dengan sangat cepat, biasanya hanya dengan beberapa detik saja. Kebanyakan interferometer menggunakan beamsplitter yang mengambil sinar inframerah yang masuk dan membagi menjadi dua sinar. Satu sinar memantul dari cermin datar yang tetap. Sinar lain memantul dari cermin datar yang dapat bergerak pada jarak pendek dari beamsplitter. Dua sinar memantul dari masing-masing cermin dan direkombinasi ketika bertemu kembali di beamsplitter itu. Karena perjalanan satu garis dengan panjang tetap dan yang lainnya terus berubah sebagai cermin yang bergerak, sinyal yang keluar interferometer adalah hasil dari dua sinar “mengganggu” satu sama lain. Sinyal yang dihasilkan disebut interferogram yang memiliki sifat unik bahwa setiap titik data (fungsi dari posisi cermin yang bergerak) yang membentuk sinyal memiliki informasi tentang setiap frekuensi inframerah yang berasal dari sumber. Ini berarti bahwa sebagai interferogram diukur, semua frekuensi sedang diukur secara bersamaan. Dengan demikian, hasil interferometer dalam pengukuran sangat cepat. (Fadhli, 2015). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 45 Karena analisis memerlukan spektrum frekuensi (plot intensitas pada masing-masing frekuensi) untuk membuat identifikasi, sinyal interferogram diukur tidak dapat ditafsirkan secara langsung. Sebuah cara untuk “decoding” frekuensi individu diperlukan. Hal ini dapat dicapai melalui teknik matematika terkenal yang disebut transformasi fourier. Transformasi ini dilakukan oleh komputer yang kemudian menyajikan pengguna dengan informasi spektral yang diinginkan untuk analisis. Gambar 2.13 Proses transformasi pada FTIR (Sumber: Nugraha, 2016) Untuk determinasi gugus fungsi, pengamatan pertama kali ditujukan pada puncak yang berada pada daerah gelombang 4000-1500. Daerah sebelah kanan 1500-400 disebut daerah sidik jari (fingerprint region). Daerah sidik jari akan khas dengan masing-masing senyawa. Pada gambar diatas dibagi menjadi 4 daerah dimana puncak karakteristik ada. Rentang wilayah pertama dari 4.000 ke 2.500. Rentang wilayah kedua dari 2.500 sampai 2.000. Ketiga wilayah berkisar dari 2.000 sampai 1.500. Rentang wilayah keempat dari 1.500 ke 400. Pada rentang wilayah pertama yaitu 4000-2500, puncak sesuai dengan penyerapan yang disebabkan oleh NH, CH, dan obligasi OH tunggal. Pada wilayah kedua kisaran 2500-2000, puncak sesuai dengan penyerapan yang disebabkan oleh ikatan rangkap tiga. Pada wilayah ketiga kisaran 2000-1500, puncak sesuai dengan penyerapan yang disebabkan oleh ikatan rangkap seperti C=O, C=N, dan C=C (Ferry, 2011). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 46 Proses analisis sampel, proses instrumental normal adalah sebagai berikut (Nugraha, 2016): a. The source (sumber): Energi inframerah IR yang dipancarkan dari sebuah benda hitam menyala. Sinar ini melewati celah yang mengontrol jumlah energi yang disampaikan kepada sampel (dan akhirnya untuk detektor). b. Interferometer: Sinar memasuki interferometer dimana “encoding spektral” terjadi. Sinyal Interferogram yang dihasilkan kemudian keluar interferometer. c. Sampel: Sinar memasuki ruang sampel dimana ditransmisikan (diteruskan) melalui cermin dari permukaan sampel, tergantung pada jenis analisis yang dicapai. Di sinilah frekuensi energi tertentu, yang karakter unik dari sampel, diserap. d. Detector: Sinar akhirnya lolos ke detektor untuk pengukuran akhir. Detektor ini digunakan khusus dirancang untuk mengukur sinyal interferogram khusus. e. Komputer: Sinyal diukur didigitalkan dan dikirim ke komputer untuk diolah ke fourier transformation. Spektrum disajikan untuk interpretasi lebih lanjut. Gambar 2.14 Proses siklus FTIR (Sumber: Nugraha, 2016) http://digilib.mercubuana.ac.id/