BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anthurium berasal dari bahasa Yunani yaitu anthos yang berarti bunga dan oura yang berarti ekor. Tanaman asli Amerika Selatan ini sekerabat dengan Aglonema dan Keladi. Anthurium memiliki variasi motif daun yang beragam dan merupakan keunggulan yang memungkinkan untuk membuat silangan-silangan baru (Purwanto, 2007: 7). Ada dua jenis Anthurium yang dikenal oleh masyarakat, yaitu Anthurium daun dan Anthurium bunga. Anthurium bunga menonjol keindahan seludang bunganya yang berwarna cerah dan mengkilap. Berbeda dengan Anthurium bunga, Anthurium daun lebih mengekspos keindahan daunnya. Bentuk daunnya sangat beragam, ada yang bergelombang, mirip daun sawi, atau meliuk-liuk mirip keris (Redaksi AgroMedia, 2007: 45). Anthurium gelombang cinta atau wave of love merupakan salah satu tanaman yang digemari oleh masyarakat, karena memiliki daun dengan tepi daun berliuk indah dan teratur serta daunnya tebal yang tumbuh kompak hingga terlihat rimbun (Krisantini, 2008: 80). Anthurium dapat diperbanyak secara generatif maupun vegetatif. Perbanyakan secara generatif dengan menyemai biji, sedangkan perbanyakan secara vegetatif dengan stek pucuk dan pemisahan anakan (Redaksi PS, 2008: 16). Metode yang masih baru dikembangkan yaitu kultur jaringan tanaman (kultur in vitro). Katuuk (1989), menyatakan bahwa kultur jaringan merupakan salah satu teknik perbanyakan tanaman yang menggunakan sel atau organ atau jaringan tanaman yang dikulturkan pada media tertentu dalam kondisi aseptik. Perbanyakan kultur jaringan dilakukan dalam medium buatan di laboratorium khusus. Perbanyakan dengan cara kultur jaringan lebih baik dibanding anakan. 1 2 Eksplan adalah bahan tanaman yang dipakai untuk perbanyakan tanaman dengan sistem kultur jaringan (Hendaryono, 1994: 17). Biji adalah eksplan yang paling sederhana dalam kultur jaringan (Lingga, 2007: 62). Dengan cara budidaya biji steril, kemungkinan terjadinya kontaminasi pada eksplan yang dibudidayakan lebih kecil daripada memotong jaringan dari lapangan atau dari rumah kaca (Hendaryono dan Ari, 1994: 109-110). Randhawa (1990) dalam Prabakara (2001), menyatakan bahwa masalah yang sering dijumpai dalam perbanyakan Anthurium yaitu sedikitnya perkecambahan biji. Hal ini disebabkan karena biji memiliki viabilitas yang sangat rendah. Perkecambahan biji Anthurium secara in vitro dilakukan untuk menghasilkan tanaman yang steril atau plantlet sebagai sumber eksplan dan menyediakan bibit steril. Plantlet steril kemudian diaklimatisasi pada lingkungan luar ataupun untuk bibit pembuatan terarium in vitro. Terarium merupakan seni bertanam modern dalam botol, gelas, maupun kaca menggunakan media subtitusi tanah seperti batu zeolit, arang, arang sekam, dan lain-lain. Beberapa jenis tanaman hias, terutama yang diperbanyak dengan biji memerlukan lingkungan tumbuh yang khusus. Apabila disemaikan dalam terarium, tanaman akan lebih mudah berkecambah dan tumbuh dengan baik, karena suhu dan kelembabannya relatif stabil (Kristiani, 2002: 10). Keberhasilan perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan ditentukan oleh beberapa faktor yang saling berkaitan dan berpengaruh pada tanaman yang dikulturkan pada semua tahap. Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Berbagai komposisi media kultur telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dikulturkan (Yusnita, 2003: 56). Pembuatan media MS racikan mempunyai beberapa kesulitan terutama dalam penyiapannya. Media MS tersedia kemasan, misalnya 4,43 g/L dengan harga yang relatif mahal yaitu Rp. 55.000,-, sehingga diperlukan media alternatif yang murah, mudah diperoleh dan dapat mensubtitusi media MS. 3 Salah satunya dengan menggunakan pupuk daun, seperti Hyponex, GandasilD, dan Growmore. Hasil observasi terhadap harga pupuk daun di toko pertanian daerah Surakarta, didapatkan data sebagai berikut. Harga Hyponex 100g yaitu Rp. 14.000,- dan pupuk Gandasil D 100g yaitu Rp. 7.000,- serta harga Growmore 100g yaitu Rp. 8.000,-. Menurut penelitian Nadapdap (2000) dalam Laisina (2010), penggunaan pupuk Hyponex berpengaruh nyata terhadap pembentukan daun, namun tidak meningkatkan jumlah akar, sedangkan dalam penelitian Nugroho (2013), Gandasil dan Growmore berpengaruh signifikan terhadap pertambahan jumlah daun. Damayanti (2006), persentase kultur berkecambah mencapai 100% dengan menggunakan Growmore. Selain media, faktor pencahayaan juga dapat mempengaruhi perkecambahan dan pertumbuhan biji tanaman. Perkecambahan dan inisiasi akar umumnya dilakukan pada intensitas cahaya lebih rendah. Kebutuhan intensitas cahaya tanaman anthurium adalah 25-35%. Marlina (2004), melakukan penelitian dalam kultur in vitro Anthurium menggunakan periodisitas penyinaran 9 jam terang 15 jam gelap, yang sebelumnya telah ditanam dan disimpan dalam ruang gelap selama 60 hari, sedangkan Kurnianingsih (2009), melakukan penanaman tunas Anthurium dalam botol kultur menggunakan lama penyinaran 11 jam terang dan 13 jam gelap. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas tidak menutup kemungkinan bahwa media alternatif pupuk daun dan lama pencahayaan yang berbeda dapat mempengaruhi pertumbuhan biji Anthurium secara in vitro. Untuk membuktikan hal tersebut maka peneliti melaksanakan penelitian dengan judul “PERTUMBUHAN BIJI ANTHURIUM SECARA IN VITRO PADA MEDIA ALTERNATIF PUPUK DAUN DAN LAMA PENCAHAYAAN YANG BERBEDA”. 4 B. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Subyek Penelitian Media alternatif menggunakan pupuk daun (Hyponex, Gandasil-D, dan Growmore), lama pencahayaan yang berbeda (24 jam terang, dan 10 jam terang 14 jam gelap), dan biji Anthurium. 2. Obyek penelitian Pertumbuhan biji Anthurium dengan menggunakan media alternatif pupuk daun dan lama pencahayaan yang berbeda. 3. Parameter Persentase perkecambahan, tinggi tanaman, jumlah akar, dan jumlah daun. C. Perumusan Masalah Perumusan masalah pada penelitian ini yaitu : 1. Bagaimanakah persentase perkecambahan biji Anthurium secara in vitro pada media alternatif pupuk daun (Hyponex, Gandasil-D, dan Growmore) dan lama pencahayaan yang berbeda? 2. Bagaimanakah pertumbuhan eksplan Anthurium secara in vitro pada media alternatif pupuk daun (Hyponex, Gandasil-D, dan Growmore) dan lama pencahayaan yang berbeda? D. Tujuan Penelitian Tujuan yang diambil dalam penelitian ini yaitu : 1. Mengetahui persentase perkecambahan biji Anthurium secara in vitro pada media alternatif pupuk daun (Hyponex, Gandasil-D, dan Growmore) dan lama pencahayaan yang berbeda. 2. Mengetahui pertumbuhan eksplan Anthurium secara in vitro pada media alternatif pupuk daun (Hyponex, Gandasil-D, dan Growmore) dan lama pencahayaan yang berbeda. 5 E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Peneliti dapat mengetahui pertumbuhan biji Anthurium secara in vitro pada media alternatif pupuk daun dan lama pencahayaan yang berbeda serta dapat mengembangkan ilmu dan teori yang didapat. 2. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pengusaha souvenir mini terrarium sebagai inovasi produk pertumbuhan tanaman Anthurium melalui produk hasil penelitian ini. 3. Bagi Pembaca Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang mengetahui pertumbuhan biji Anthurium secara in vitro pada media alternatif pengganti MS, pengaruh lama pencahayaan yang digunakan serta bermanfaat untuk referensi penelitian selanjutnya.