PEMANFAATAN HIJAUAN LAMTORO SEBAGAI PAKAN TERNAK M .E . Siregar Balai Penelitian Ternak, Bogor PENDAHULUAN Pemanfaatan hijauan lamtoro sebagai pakan ternak telah lama dikenal di Indonesia . Untuk memenuhi kebutuhan akan hijauan pada musim kemarau, telah dilaporkan oleh Siregar (1958) bahwa petani di Wonogiri (Gunung Kidul), telah menanam lamtoro bersama-sama rumput gajah di lahan kering . Terbukti, pada akhir musim kemarau lamtoro masih menghasilkan hijauan yang berguna bagi ternak, sebaliknya rumput gajah tidak menghasilkan hijauan lagi. Di Boyolali juga dilaporkan, bahwa lamtoro dan rumput gajah ditanam pada batas kebun, tegalan clan galengan sebagai sumber hijauan bagi ternak . Neil dan Rolinson (1974) juga menyebutkan, bahwa petani di Nusa Tenggara Timur telah umum menggunakan lamtoro clan batang pisang untuk menggemukkan ternak sapi Bali selama 6 bulan atau lebih . Hal semacam ini belum pernah dilakukan di daerah lainnya di Indonesia . Mengingat kebutuhan akan hijauan pada musim kemarau cukup serius, maka peranan tanaman lamtoro untuk mengisi kekurangan tersebut merupakan hal yang perlu diperhatikan . Dalam tulisan ini dicoba clipaparkan beberapa informasi tentang tanaman lamtoro bagi peningkatan hijauan, dengan harapan bahwa para ahli yang berminat pada pakan ternak pun akan tergugah hatinya untuk meneliti lebih lanjut manfaat lamtoro ini. PEMBAHASAN Lamtoro sebagai pakan ternak telah dilaporkan oleh beberapa ahli baik di dalam maupun di luar negeri, terutama di negara-negara tetangga. 1 . Dalam Negeri Di Indonesia, lamtoro seperti yang dikemukakan di atas telah dikenal sebagai hijauan pakan ternak. Penelitian daun lamtoro baik teknologi maupun pe manfaatannya telah dilakukan di Indonesia . Dari informasi yang cliketahui selama musim kemarau di Nusa Tenggara Timur, sapi Bali dapat diberi hijauan 100% lamtoro selama 6 bulan untuk penggemukan tanpa ada efek negatif (Neil clan Rolinson, 1974) . Penelitian tanaman lamt&O untuk pakan ternak belum banyak dilakukan di Indonesia . Walaupun demikian, beberapa survei clan ulasan mengenai hijau an pakan ternak (Lebdosukoyo dkk, 1979; Nitis, 1979) menunjukkan bahwa penelitian ke arah ini sedang berlangsung . Lamtoro sebagai pakan temak telah lama dikenal di Indonesia (Siregar, 1958), tetapi perhatian khusus terhadap tanaman serbaguna ini baru dilaku kan akhir-akhir ini . Berbagai usaha penyebarluasan bibit tanaman ini ke seluruh Indonesia telah dilakukan oleh instansi yang berwenang, demikian pula penyebarluasan tulisan mengenai tanaman telah dilakukan antara lain oleh Siregar clan Prawiradiputra (1978) . Beuge (1981) melaporkan bahwa tanaman lamtoro di daerah kurang air di Flores, dapat tumbuh dengan baik sebagai penahan erosi dan sekaligus merupakan sumber hijauan bagi ternak . Dari segi penelitian manajemen tanaman lamtoro, Siregar dkk . (1982) melaporkan bahwa tanaman lamtoro cv. Peru, dengan tinggi pemotongan 100 cm dari permukaan tanah clan interval potong 6 minggu, menghasilkan hijauan segar 113,7 ton/ha/ tahun (U . 20 ton berat kering) . Penelitian manfaat lamtoro pada ternak telah dilakukan di Balai Penelitian Temak Ciawi pada sapi Peranakan Ongole yang diberi hijauan rumput segar dan 60% daun lamtoro dengan hasil pertambahan berat badan 593 gram/hari . Mengenai kanclungan protein daun lamtoro, telah dilaporkan oleh beberapa ahli, yakni : 36,8% (Lubis, 1953),25,96% (Tan, 1956), 22,0% (Triwahono, 1981) clan 30,1% (Lowry, 1981) . Jadi daun lamtoro menganclung 22,0 sampai 36,8% protein . Jones (1982) dari Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization (CSIRO) Australia, telah melaporkan hasil penelitiannya mengenai lam toro di Balai Penelitian Ternak Ciawi terhadap akibat negatif mimosin pada ternak. Dengan menggunakan kambing dan tanaman lamtoro asal Australia, ternyata bahwa kondisi ternaknya makin memburuk . Tetapi dengan meminclahkan cairan rumen kambing Indonesia ke dalam rumen kambing Australia yang telah diberi daun lamtoro terus menerus tadi, dalam beberapa hari saja konclisinya membaik dan sehat . Jadi terbukti kebenaran hasil penelitian Jones di 31 M.E. SIREGAR : Pemanfaatan hijauan lamtoro Philipina dan Hawaii, yang menemukan bahwa beberapa ekor kambing di sana mempunyai bakteri dalam perut besarnya, yang dapat menghilangkan efek sampingan akibat keracunan mimosin . Di Indonesia, menurut pengamatan hingga kini, belum ada laporan terjadinya keracunan atau efek negatif zat mimosin pada ternak yang diberi hijauan lamtoro . Dari beberapa informasi yang ada ternyata bahwa tanaman lamtoro merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk menutup kekurangan jumlah ataupun mutu hijauan pada musim paceklik . Tanaman lamtoro dapat diberikan kepada ternak berupa hijauan segar, kering, tepung, silase dan pellet, atau ternak tersebut langsung merumput di lapangan . Lamtoro boleh dikata sangat disenangi oleh ternak, antara lain sapi, kerbau dan kambing . Di Indonesia, lamtoro dapat ditanam sebagai pagar, pencegah erosi, penahan angin, penghijauan, batas tanah tegalan/pekarangan, atau padang peng gembalaan, serta sekaligus merupakan sumber hijauan, terutama pada musim kemarau . Nitis dkk. (1982) telah melaporkan bahwa daun lamtoro biasa diberikan pada kambing di samping daun-daun lainnya pada musim kemarau di Bali tanpa ada keluhan . 2 . Negara tetangga Penelitian Wong dkk. (1980) di Malaysia melalui grazing selama 40 minggu pada padang rumput lamtorolBrachiaria decumbens dan lamtoro/rumput lokal dengan menggunakan sapi Kedah, Kelantan, menghasilkan pertambahan berat badan masingmasing 351 dan 300 gram/ekor/hari dan tidak ada tanpa-tanda keracunan mimosin . Dewasa ini di Malaysia telah disebarkan bibit lamtoro cv. Peru kepada petani yang memerlukannya . Berhubung luasan pemilikan tanah para petani terbatas, penggunaan leguminosa perdu seperti lamtoro mungkin baik untuk memperbaiki mutu hijauan pakan ternak di Malaysia . Dari hasil penelitian juga dilaporkan bahwa rata-rata hasil bahan kering daun lamtoro dari dua cultivar yang dicoba, yaitu lamtoro cv. Peru dan Phit. line 65, menghasilkan masing-masing 5 - 8 ton/ha/ tahun dan 10 - 15 ton/ha/tahun . Dari hasil introduksi beberapa jenis leguminosa di Thailand, Anake Topark-Ngarm dkk . (1981) menyatakan bahwa lamtoro merupakan salah satu ta naman yang menunjukkan potensi besar untuk padang penggembalaan dan/atau tanaman pakan ternak sebagai hijauan potong di berbagai daerah . Di Burma, lamtoro cv. Peru dan Cunningham dapat tumbuh dengan baik di daerah pegunungan dengan ketinggian 1000 - 1700 m dari permukaan 32 laut (Richards, 1981) . Di Universitas Philipina, Los Banos telah dilakukan beberapa penelitian, umumnya terhadap produksi hijauan dan percobaan makanan . Penelitian pada peternak sapi "backyard" yang menggunakan hijauan daun lamtoro, rumput segar dan pucuk tebu, menunjukkan bahwa lamtoro merupakan hijauan pakan ternak yang baik, dapat menghasilkan pakan secara efektif pada sistem produksi pertanian sempit tanpa keluhan terhadap keracunan mimosin . Guna penelitian lebih lanjut terhadap lamtoro, Mendoza (1981), melaporkan adanya koleksi plasma nutfah lamtoro sebanyak 139 accessions pada Institute of Plant Breeding (IPB), Philipina . Di Propinsi Batanges, Philipina terdapat cara penggemukan sapi muda dengan sistem "Supak" yang ransumnya terdiri dari campuran daun lamtoro yang dicacah halus, dedak dan air . Sumber hijauannya berasal dari lamtoro yang digunakan sebagai paga r. Rivas dkk. (1977) melaporkan hasil penelitiannya di UPLB, bahwa babi muda dan tua dapat diberi pakan yang terdiri atas 20% daun lamtoro kering dengan syarat dicampur dengan 0,4% Feri Sulfat . Di samping itu ayam-ayam petelur yang diberi ransum 10% daun lamtoro kering ditambah dengan 0,2-0,4% Feri Sulfat, tidak terjadi penurunan produksi telur dibandingkan dengan ransum makanan dari pabrik . Produksi telur menurun bila diberi 20% daun lamtoro dalam ransum . Dewasa ini di Philipina, lamtoro merupakan bahan pakan yang cukup populer di kalangan peternak ayam (Anon ., 1977). Penelitian lapangan di UPLB Philipina dengan lamtoro cv. Peru memberikan hasil 18 ton daun kering/ha/tahun (Mendoza dkk., 1975) dan pada petak lainnya menghasilkan 28 ton/ha/tahun . Humphreys (1981) melaporkan bahwa lamtoro mempunyai hal-hal yang tidak diinginkan, karena mengandung mimosin tinggi. Sapi yang makan lam toro selama beberapa bulan akan memberi efek negatif yaitu pembengkakan kelenjar gondok : Pada sapi-sapi yang merumput di padang penggembalaan lamtoro di bagian tropika Australia, mengakibatkan keracunan bagi ternak dengan pembengkakan kelenjar gondok (Holmes, 1980). Di samping itu, dengan hasil yang sama, penelitian oleh CSIRO juga menunjukkan bahwa ternak yang diberi hijauan lamtoro terus menerus akan menimbulkan pembengkakan kelenjar gondok akibat keracunan zat mimosin . Tapi pembengkakan itu akan hilang bila pemberian lamtoro dihentikan, tanpa ada gangguan sampingan . Penelitian di Hawaii pada padang penggembalaan lamtoro dan rumput Panicum maximum (Benggala) dengan perbandingan 50 : 50, dapat mening katkan produksi susu sapi perah dengan kepadatan WARTAZOA Vol. 1 No . 1, Juli 1983 6 ekor/ha (Plucknett, 1970). Dilaporkan pula bahwa susu segar dari sapi-sapi yang diberi pakan lamtoro memiliki wama yang menarik (kekuning-kuningan yang berasal dari "carotene" lamtoro) . Walaupun baunya tidak enak, tetapi bau tersebut dapat hilang bila susu dididihkan dahulu atau juga dapat diusahakan agar pemberian lamtoro pada sapi tidak kurang dari 2 jam sebelum susu diperah . KESIMPULAN DAN SARAN 1 . Hijauan lamtoro dapat diberikan kepada ternak secara segar, kering, dalam bentuk silage, pellet atau ternak langsung merumput di lapangan . 2. Lamtoro dapat ditanam sebagai pagar, pencegah erosi, penahan angin, padang penggembalaan dan batas tegalan yang daunnya digunakan sebagai hijauan pakan ternak. 3 . Karena kadar sodium (Na) pada daun lamtoro sedikit sekali, maka disarankan agar penanaman lamtoro dikombinasikan dengan rumput pangola yang kadar Na-nya tinggi. 4. Sebagai pakan ternak, hijauan lamtoro haruslah dicampur dengan bahan lain, antara lain rumputrumputan, katul, sagu dan lain-lain . Dianjurkan maksimum pemberian lamtoro hingga 60% . 5. Aspek teknis tanaman lamtoro lokal ataupun yang baru didatangkan menyangkut sifat pertumbuhan, agronomis, pemanfaatan bagi ternak dan pengembangannya ; untuk itu perlu dilakukan pengamatan atau penelitian secara mendalam. 6. Dalam jangka pendek perlu adanya inventarisasi, koleksi dan dokumentasi dari lamtoro lokal yang telah lama tersebar luas di Indonesia . 7. Peru dihilangkan pikiran lama bahwa lamtoro mempunyai efek sampingan bagi ternak, sebagai hasil penelitian di luar negeri, terutama Australia . 8. Agar pengetahuan tentang manfaat lamtoro untuk pakan ternak menjadi tuntas, perlu dipikirkan kegiatan penelitian terpadu/multidisipliner dan terarah antara peternakan, tanaman pangan, kehutanan dan bidang-bidang lain . 9 . Di pertanian lahan kering, agroforestrydan proyek DAS, pengembangan tanaman lamtoro perlu digalakkan dalam rangka usahatani terpadu . DAFTAR PUSTAKA 1 . Anon ., 1977. Leucaena promising forage and tree crop for the tropics . National Academy of Sciences, Washington, D .C . 2 . Beuge M .D., 1981 . System agro kehutanan dengan menggunakan Leucaena sebagai barisan pengontrol erosi. Tech. series, Bull. No. 26 DSB/AGR,Washington . 3. Holmes, J .H .G ., 1980. Deleterious effects of Leucaena leucocephela on grazing cattle. Malaysian Soc . Anim. Production . 4. Humphreys, L .R ., 1981 . A guide to better pastures for the tropics and sub-tropics . Wright Stephenson I* Co (Australia) Pty . Ltd . 5. Jones, R .J ., 1982. Effect of Leuceena feeding on Australian goats infused with rumen fluid from Indonesia goat and thoughts on fu ture work with Leucaena in Indonesia, Seminar Program BPT-Ciawi. 6 . Lebdosukoyo, S., S . Priyono, R . Utomo I:t S. Reksohadiprodjo, 1979. Status gizi sapisapi induk di Playen dan Cangkringan D.I. Yogyakarta . Proceedings Seminar Penelitian dan Penunjang Pengembangan Peternakan (2) : 171 - 174 . LPP - Bogor . 7 . Lowry, J .B ., 1981 . Caliandra as Animal Feed, Preliminary Results, BPT Ciawi . 8 . Lubis, D .A., 1953. Ilmu Makanan Ternak . Publ. Yayasan Pembangunan, Jakarta . 9., Mendoza, dkk., 1975. Herbage Crude Protein and Digestible Dry Matter Yield of Ipil-Ipil (L . latisiliqua cv . Peru) in Hedge Rows. Paper presented during the 1975 Animal Scientific Convention of the Philippines Society of Animal Science . 10. Mendoza, R ., 1981 . Forage Crop Improvement and its Germplasm Resource Base in the Philippines . Reg . Comm. IBPGR for Southeast Asia . News letter, FAD 5 : 3 . 11 . Neil, A.J. £t D.H .L . Rolinson, 1974. Livestock Planning and Research in Indonesia ., UNDP/FAO . 12. Nitis, I .M ., 1979. Tanaman Makanan Ternak Potensi pemanfaatan dan pengelolaannya . Proc. Seminar Penelitian Penunjang Pengembangan Peternakan (2) : 194 - 205. LPP - Bogor . 13 . Nitis, I .M., K . Lana., 1,13. Sudana Fr N . Sutji, 1982. Pengaruh klasifikasi wilayah terhadap komposisi botani hijauan yang diberikan kambing di Bali di waktu kemarau . Buku Panduan Abstrak Seminar Penelitian Peternakan, 1982, Puslitbangnak, Bogor . 14. Plucknett, D .L., 1970. Productivity of Tropical Pasture in Hawaii . Proc. 11th Intern . Grassland Congress, Brisbane. 15. Richards, S.V., 1981 . Conservation and Utilization of Pasture legumes in Burma. Reg . Comm. IBPGR for Southeast Asia . News Letter, FAO Vol . 5 No . 3. 16. Rivas, E .T. et al., 1977 . The Production Performance and Carcass Characteristics of 33 M. E. SIREGAR : PLmanfaatan hyauan lamtoro Growing Pigs Fed High Levels of lpil-Ipil (Leucaena leucocephala Lam . de Wit) Leaf Meal With and Without Ferrous Sulfate Supplementation . Paper presented during the Graduate Seminar, December 1977. Department of Animal Science, UPLB, College of Agriculture, College Laguna, Philippines . 17. Siregar, M .E., 1958. Laporan perjalanan dinas ke Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Madura, LPP - Bogor . 18 . Siregar, M .E. £t Bambang R . Prawiradiputra, 1978 . Lamtoro sebagai bahan makanan ternak. Lembaran LPP Th . VIII No. 1, 1978. LPP - Bogor . 19. Siregar, M .E., Bambang R . Prawiradiputra £t Tati Herawati, 1982. Pengaruh tinggi pemotongan terhadap produksi hijauan Lamtoro (Leucaena leucocephala cv Peru) . Proceedings Seminar Penelitian Peternakan, 1982. Bogor . 20. Tan, Hok Sang, 1956. Something about Leucaena glauca (L) Beuth and its use as fodder. Hemera Zoa 63, No. 11 - 12. 21 . Triwahono, Riyanto, 1981., Mengenal Tanaman Lamtoro Gung . Duta Rimba no . 46/VII. 22. Wong, C.C., A . Irham £t C. Devendra, 1980. Establishment and Utilization of Peruvian Leucaena leucocephala in Peninsular Malaysia . Paper presented at list Australian Science Congress, at UPM, Serdang, Malaysia .