BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kepercayaan 2.1.1. Defenisi

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Kepercayaan
2.1.1. Defenisi Kepercayaan
Mayer, Davis, dan Schoorman (1995) mendefinisikan kepercayaan
sebagai suatu keinginan seseorang untuk peka terhadap tindakan orang lain
berdasarkan harapan dimana orang lain akan melakukan tindakan tertentu
pada orang yang dipercayainya, tanpa tergantung pada kemampuannya dalam
mengawasi dan mengendalikannya. Sementara Hall, Dugan, Zheng, dan
Mishra (2001) menyatakan bahwa kepercayaan merupakan suatu keoptimisan
dalam situasi rentan dimana truster mempercayai trustee akan memperhatikan
kepentingan truster dalam artian bahwa ketika individu berada di situasi sulit
yang umumnya juga dialami semua orang, individu tersebut optimis bahwa
individu lain akan menaruh perhatian pada kebutuhan dan kepentingannya.
Rotter (1971) juga mendefiniskan kepercayaan sebagai kecenderungan
seseorang untuk yakin pada orang lain.
Johnson dan Johnson (2009) berpendapat bahwa trust adalah
keyakinan bahwa orang
lain akan mengupayakan hal yang terbaik bagi
truster, berupa sikap menerima, mendukung, sharing, dan kerja sama. Selain
itu, kepercayaan juga meliputi perilaku yang konsisten, jujur, dan bisa
dipercaya yang ditunjukkan seseorang, sehingga kepercayaan bukan
merupakan hal yang mudah untuk dibangun, terutama jika hubungan antar
Universitas Sumatera Utara
kedua pihak tersebut dikarakteristikkan dengan adanya risiko yang tinggi
(Fletcher & Clark, 2001).
Bad dan Pavlou (2002) mendefinisikan kepercayaan sebagai penilaian
hubungan individu dengan orang lain yang akan melakukan transaksi tertentu,
sesuai dengan harapan orang yang dipercayai dalam sebuah lingkungan yang
penuh ketidakpastian. Sehingga kepercayaan akan muncul ketika seseorang
yakin dengan integritas dari orang yang dipercaya (Morgan & Hunt, 1994).
Berdasarkan beberapa definisi tokoh tersebut dapat disimpulkan bahwa
kepercayaan adalah keyakinan dalam diri individu dalam kondisi yang rentan
bahwa orang yang dipercayai (trustee) akan menunjukkan perilaku yang
konsisten, jujur, bisa dipercaya, perhatian terhadap kepentingan orang yang
mempercayai (truster), mengupayakan yang terbaik bagi truster melalui sikap
menerima, mendukung, sharing, dan bekerja sama.
2.1.2. Dimensi Kepercayaan
Hall, Dugan, Zheng, dan Mishra (2001) menyatakan bahwa dasar teori
empiris mengenai kepercayaan dalam setting medis pada umumnya
dikonseptualkan dalam 5 dimensi, yaitu;
a. Fidelity
yaitu
menekankan
kepentingan
pasien
dan
tidak
memanfaatkan keadaan pasien yang rentan untuk kepentingan pribadi.
Hal ini dapat dilihat melalui ekspresi dokter seperti; kepedulian,
respon, membela, dan menghindari konflik kepentingan.
b. Competence berarti upaya untuk menghindari kesalahan dan
menghasilkan perolehan hasil terbaik. Hal ini berarti bahwa dokter
Universitas Sumatera Utara
berupaya untuk tidak melakukan kesalahan ketika melakukan
pekerjaannya (memeriksa pasien dan menegakkan diagnosa penyakit)
dalam artian dokter bekerja dengan baik dan bagus untuk memperoleh
hasil yang memuaskan. Contohnya adalah kemampuan dokter dalam
praktek kerja, keterampilan interpersonal dokter yang bagus, dokter
mampu membuat keputusan yang benar, dan menghindari kesalahan
ketika memeriksa pasien.
c. Honesty yaitu berkata benar dan menghindari kebohongan atau
ketidakjujuran. Hal ini berarti bahwa dokter jujur, terbuka, dan jelas
memberitahukan kondisi dan informasi medis kepada pasien.
d. Confidentiality yaitu melindungi dan menggunakan informasi yang
sensitif ataupun informasi yang bersifat privasi sebagaimana
mestinya. Ini berarti bahwa bagaimana dokter menjaga informasi
penting tentang pasien.
e. Global trust yang merupakan dimensi terakhir, menyajikan dua
fungsi. Pertama, berfungsi sebagai pusat dimensi yang sangat
berhubungan dengan dimensi lainnya dan tidak bisa berdiri sendiri.
Maksudnya, kepercayaan memiliki komponen yang tidak terpisahkan,
yang disebut juga sebagai soul of trust. Kedua, dimensi kepercayaan
global mencakup dimensi kepercayaan secara holistik.
2.1.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepercayaan
Universitas Sumatera Utara
Hall, Dugan, Zheng, dan Mishra (2001) mengklasifikasikan tiga faktor
yang mempengaruhi kepercayaan pasien terhadap dokter, yaitu;
a. Karakteristik pasien (patient characteristics)
Usia menengah memiliki hubungan yang positif dengan kepercayaan
yang muncul dari sejumlah interaksi pasien dengan dokternya
(Pescosolido, Tuch, and Martin, 2001). Faktor demografi lainnya
yang berhubungan dengan kepercayaan yaitu ras dan pendidikan
(Wholey and Sommers, 2001) serta gender, pendapatan, dan status
kesehatan (Doescher, Saver, Franks, dan Fiscella, 2000).
b. Karakteristik dokter (characteristic phycisian)
Karakteristik dokter yang sangat mempengaruhi kepercayaan pasien
adalah kepribadian (personality) dan perilaku dokter, seperti gaya
komunikasi dokter dan interpersonal skills dokter (Hall, Zheng,
Dugan,
Camacho,
Kidd,
Mishra,
dan
Balkrishnan,
2002b).
Karakteristik demografi dokter dan karakteristik dokter kurang
mempengaruhi kepercayaan pasien jika demografi antara dokter
dengan pasien berbeda (Hall, Dugan, Zheng, dan Levine, 2000).
c. Faktor hubungan dan situasi (relationship or situasional factors)
Faktor yang sangat mempengaruhi kepercayaan pasien yaitu apakah
pasien merasa punya cukup pilihan dalam memilih dokter, dan alasan
yang mendasari pasien dalam memilih dokter, apakah pasien memilih
dokter karena rekomendasi seseorang atau keinginan sendiri
(recommendation personal vs convenience) (Hall, Zheng, Dugan,
Universitas Sumatera Utara
Camacho, Kidd, Mishra, dan Balkrishnan, 2002b). Kekuatan
hubungan dokter dan pasien ataupun jumlah kunjungan pasien
memiliki korelasi yang lemah dengan kepercayaan (Thom, Ribisl,
Stewart, dan Luke, 1999).
2.1.4. Konsekuensi Kepercayaan
Hall, Dugan, Zheng, dan Mishra (2001) menyatakan bahwa
konsekuensi kepercayaan terhadap dokter berdampak pada perilaku pasien,
salah satunya adalah terhadap keputusan pasien dalam memilih dokter. Selain
itu, pengukuran kepercayaan juga dapat digunakan untuk mengetahui
bagaimana self report pasien yang mana dasar utamanya adalah kepercayaan
pasien. Dalam konteks medis, kepercayaan memiliki hubungan positif dengan
kepatuhan pasien terhadap pengobatan, loyalitas pasien dengan tidak
mengganti dokter, pasien tidak mencari second opinion, pasien bersedia
merekomendasikan dokter kepada yang lain, pasien kurang membantah
dokter, pasien memperoleh perawatan yang efektif, dan adanya peningkatan
pada laporan kesehatan pasien (Hall, Zheng, Dugan, Camacho, Kidd, Mishra,
dan Balkrishnan, 2002b).
2.1.5. Bentuk-Bentuk Kepercayaan
Universitas Sumatera Utara
Pearson dan Raeke (2000) dan Hall, Dugan, Zheng, dan Mishra (2001)
menyatakan bahwa di dalam setting medis, terdapat dua bentuk kepercayaan,
yaitu:
a. Institutional Trust yaitu kepercayaan terhadap institusi, sistem medis,
dan dokter secara umum. Bentuk kepercayaan ini dipengaruhi oleh
peran media dan lembaga-lembaga sosial seperti rumah sakit, lembaga
pendidikan kesehatan, lembaga hukum, dan lembaga sosial yang
terkait dengan bidang kesehatan.
b. Interpersonal Trust yaitu kepercayaan yang dibangun melalui
pengulangan interaksi, dimana pengharapan mengenai perilaku dari
orang yang dipercayai diuji dari waktu kewaktu. Kepercayaan
interpersonal ini didasarkan oleh pengalaman dan kepribadian
individu.
2.2. DOKTER
2.2.1. Defenisi dokter
Menurut Kamus Saku Kedokteran, dokter adalah petugas kesehatan
yang lulus dari sekolah kedokteran dan mempunyai izin untuk praktik
(Dorland, 1998). Daldiono (2006) juga menambahkan bahwa defenisi dokter
secara formal adalah orang yang telah menyelesaikan pendidikan pada
fakultas kedokteran (lulus dan berijazah) dan memiliki surat izin bekerja
sebagai dokter dari pemerintah. Makna dokter lainnya adalah orang yang
memiliki pengetahuan kedokteran (klinik) yang memiliki hak serta kewajiban
Universitas Sumatera Utara
untuk mengamalkan (mempraktikkan) ilmu dan keterampilannya, seperti
memberikan pertolongan medis kepada pasien. Sehingga berdasarkan
beberapa defenisi tersebut, dokter dapat diartikan sebagai orang yang telah
lulus dari sekolah kedokteran, memiliki izin praktek, memiliki hak dan
kewajiban untuk mempraktikkan ilmu dan keterampilan bagi pasien yang
membutuhkan pertolongan medis.
2.2.2 Defenisi Dokter Lokal
Dokter lokal adalah petugas kesehatan yang lulus dari sekolah
kedokteran, telah memperoleh Sertifikat Kompetensi Dokter dari Kolegium
Dokter
Indonesia
(KDI),
telah
mengkuti
program
internship
yang
diselenggarakan oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bersama dengan
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, dan telah memperoleh Surat Ijin
Praktik di tiga institusi medis sebagaimana yang telah disyaratkan oleh Konsil
Kedokteran Indonesia (KKI) dan Departemen Kesehatan Indonesia (IDI,
1997).
2.2.3 Defenisi Dokter Luar Negeri
Dokter luar negeri adalah petugas kesehatan yang telah lulus dari
sekolah kedokteran yang berpraktik di satu institusi medis di luar negeri dan
tidak memiliki ijin praktik di institusi medis lain (Thabrany, 2007).
2.3. PASIEN
Universitas Sumatera Utara
2.3.1. Defenisi pasien
Berdasarkan Kamus Kedokteran, pasien didefenisikan sebagai orang
yang sakit atau orang yang sedang berobat untuk penyakitnya (Markam dan
Soemarno, 2008). Hal yang sama juga dinyatakan oleh Daldiono (2006)
bahwa pasien adalah orang sakit, orang sehat menderita suatu penyakit atau
orang yang memiliki problema medik (gangguan kesehatan) baik bersifat
psikologis, fungsional, dan organik, yang datang ke dokter dengan maksud
meminta pertolongan medik. Dari beberapa defenisi tersebut, dapat diartikan
bahwa pasien adalah orang sakit ataupun orang sehat menderita penyakit atau
problema medis baik psikologis, fungsional, dan organik, yang datang ke
dokter dengan maksud meminta bantuan medik untuk mengatasi penyakitnya.
2.4. KEPERCAYAAN PASIEN TERHADAP DOKTER
Kesehatan sangatlah penting bagi seorang individu (Daldiono, 2006).
Pentingnya kesehatan ini lebih begitu berarti bagi individu yang sedang sakit
karena tidak dapat menikmati kebebasan dan lebih membutuhkan pertolongan
medis berupa pelayanan medis (Bertens, 2004). Notoatmodjo (2007) menjelaskan
bahwa orang yang sakit memiliki beberapa perilaku dan salah satu nya adalah
berobat ke fasilitas pengobatan, seperti; balai pengobatan, puskesmas, dan rumah
sakit ataupun berobat ke dokter praktik. Selain itu, ketersediaan fasilitas
pengobatan tidak hanya ada di Indonesia melainkan juga ada di luar negeri.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien ketika sakit akan mencari dan memilih
sarana pengobatan untuk mengobati dan mengatasi masalah medis yang diderita.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa faktor penting yang mempengaruhi pemilihan pelayanan medis
seperti yang dijelaskan oleh Shaikh dan Hatcher (2004) yaitu: faktor demografi,
gender, ekonomi, ketersediaan sarana pengobatan dan tingkat keparahan penyakit.
Faktor lainnya juga dinyatakan oleh Ahmed (2005), seperti; biaya pengobatan,
tingkat pendidikan, etnik, usia, dan jarak tempat tinggal pasien dari sarana
pengobatan. Sarafino (2006) juga menambahkan faktor penting lainnya adalah
kepercayaan pasien.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, salah satu fasilitas medis yang
menjadi pilihan pasien adalah fasilitas medis di luar negeri. Sebagaimana hasil
penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Propinsi Sumatera pada tahun
2005, ada dua faktor yang menyebabkan pasien memilih berobat ke luar negeri,
yaitu; faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mendasari
pemilihan pelayanan medis salah satu nya adalah kepercayaan pasien terhadap
dokter (Hanafie, 2007).
Dari penjelasan faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan fasilitas
medis baik di Indonesia maupun di luar negeri yang telah dipaparkan,
kepercayaan menjadi salah satu faktor penting pada keputusan pasien dalam
memilih pelayanan medis yang akan digunakan oleh pasien. Sebagaimana
penjelasan Hall, Dugan, Zheng, dan Mishra (2001) bahwa kepercayaan adalah
keoptimisan pasien dalam kondisi yang rentan dimana pasien mempercayai dokter
akan perhatian pada kepentingan pasien. Hal yang sama juga dijelaskan oleh
Pearson dan Raeke (2000) bahwa kepercayaan adalah elemen utama pada
Universitas Sumatera Utara
hubungan interpersonal pasien-dokter, yang mencakup sekumpulan keyakinan
ataupun harapan pasien bahwa dokter akan bertindak dengan cara tertentu.
Dalam setting medis, kepercayaan dibedakan menjadi dua bentuk yaitu
institusional trust dan interpersonal trust. Institusional trust adalah kepercayaan
terhadap institusi ataupun sistem medis dan dokter secara umum, dipengaruhi oleh
media dan lembaga-lembaga yang berkaitan dengan bidang kesehatan, seperti
rumah sakit. Sedangkan yang dimaksud dengan interpersonal trust adalah
kepercayaan terhadap seorang provider kesehatan, seperti terhadap seorang dokter
yang dibangun melalui pengulangan interaksi dan adanya pengharapan mengenai
perilaku dari orang yang dipercayai dapat diuji dari waktu kewaktu (Pearson dan
Raeke, 2000; Hall, Dugan, Zheng, dan Mishra, 2001).
Selanjutnya, kepercayaan juga diartikan sebagai sikap pasien yang
langsung ditujukan kepada karakter dan kepribadian dokter secara umum dan
berlanjut pada hubungan interpersonal (Hall, Dugan, Zheng, dan Mishra, 2001).
Sikap pasien juga akan mempengaruhi keberlanjutan hubungan antara pasien dan
dokter. Sehingga berlanjutnya hubungan antara pasien dan dokter, berarti kedua
pihak mampu membangun dan mempertahankan kepercayaan serta melawan
faktor-faktor yang mengancam kepercayaan (Rousseau, Sitkin, Burt, dan
Camerer, 1998). Mechanic (1998) dan Goold (1998) menambahkan bahwa sikap
merupakan bagian dari pengalaman masa lalu pasien dengan dokternya yang juga
didasarkan pada image dokter yang ditampilkan media ataupun melalui
pemaknaan sosial lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Pasien yang memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap dokter secara
umum, maka juga akan mempercayai seorang dokter ketika pertama kali bertemu
(Hall, Camacho, Dugan, dan Balkrishnan, 2002a). Ini karena, pada awal hubungan
pasien dengan seorang dokter, kepercayaan interpersonal didasarkan pada fiturfitur sistem umum dan sikap pasien terhadap dokter secara lebih general
(Mechanic dan Schlesinger 1996; Buchanan, 2000). Namun, level kepercayaan
tersebut bisa berubah (kepercayaan pasien bisa lebih tinggi atau lebih rendah pada
dokter) baik pada institusional trust (kepercayaan terhadap dokter secara umum)
dan interpersonal trust (kepercayaan terhadap seorang dokter) yang disebabkan
oleh faktor pembelajaran tentang karakteristik dokter (Hall, Camacho, Dugan, dan
Balkrishnan, 2002a). Selain itu, Gray (1997) juga menambahkan bahwa
kepercayaan pasien terhadap seorang dokter juga akan mempengaruhi
kepercayaannya terhadap Rumah Sakit, rencana program kesehatan, dan dokter
yang bekerja di institusi medis tersebut.
Soetjiningsih (2007) menjelaskan bahwa hubungan interpersonal antara
pasien dan dokter, akan mempengaruhi kualitas pelayanan dokter dan juga
kepercayaan pasien. Sehingga tanpa adanya kepercayaan pasien, maka tindakan
terapeutik yang efektif akan menurun (Isselbacher, 1999). Selain itu, kepercayaan
juga berdampak pada ketaatan pasien. Hal ini berarti bahwa pasien yang
mempercayai dokternya, akan lebih mengikuti pengobatan atau lebih sukses
dalam usaha mengubah perilaku yang lebih sehat (Shore, 2005).
Berdasarkan penjelasan yang sudah dipaparkan sebelumnya, kepercayaan
pasien adalah suatu konsep penting terutama dalam setting medis. Sehingga dapat
Universitas Sumatera Utara
disimpulkan bahwa, kepercayaan adalah atribut dari nilai-nilai instrinsik dalam
hubungan medis sehingga pengukuran kepercayaan dinyatakan sebagai alat baru
yang penting dalam memonitor kinerja pelayanan dari tenaga kesehatan secara
individual dan general (Hall, Camacho, Dugan, dan Balkrishnan, 2002a). Sarafino
(2006) juga menjelaskan bahwa kerjasama antara pasien dan dokter harus dijaga
agar terciptanya hubungan yang baik antara pasien dan dokter untuk menunjang
proses kegiatan medis. Namun, jika kerjasama tersebut tidak tercipta maka akan
menyebabkan pasien berhenti menggunakan jasa pelayanan medis dan bahkan
memutuskan mencari yang lain. Selain itu, kepercayaan pasien terhadap dokter
secara umum juga berdampak pada hubungan baru yang terbentuk. Ini karena,
kepercayaan interpersonal pada hubungan baru didasarkan pada sikap pasien
terhadap image dokter ataupun fitur-fitur mengenai dokter dan juga pengalaman
masa lalu pasien dengan dokter sebelumnya. Sehingga Hall, Camacho, Dugan,
dan Balkrishnan (2002a) menyatakan bahwa pasien akan lebih memilih dokter
yang sangat dipercayainya.
2.5. HIPOTESA PENELITIAN
Berdasarkan uraian teoritis diatas, maka dapat ditarik sebuah hipotesis
dalam penelitian ini yaitu:
1. Ada perbedaan kepercayaan pasien terhadap dokter lokal dan dokter di
luar negeri
2. Ada perbedaan kepercayaan pasien terhadap dokter lokal dan dokter di
luar negeri berdasarkan interpersonal trust
Universitas Sumatera Utara
3. Ada perbedaan kepercayaan pasien terhadap dokter lokal dan dokter di
luar negeri berdasarkan institusional trust
Universitas Sumatera Utara
PARADIGMA BERFIKIR
Individu sakit
mencari pelayanan medis
(berobat di Indonesia)
mencari pelayanan medis
(berobat ke luar negeri)
Faktor internal
Faktor eksternal
Kepercayaan
Interpersonal Trust
Institutional Trust
Kepercayaan Pasien Terhadap Dokter Lokal Dan Dokter Di Luar
BAB III
Negeri
Universitas Sumatera Utara
Download