PENYUTRADARAAN NASKAH DRAMA SIBORU TUMBAGA KARYA TILHANG OBERLIN GULTOM Skripsi Untuk memenuhi salah satu syarat Mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi S-1 Seni Teater Jurusan Teater Oleh Daniel Raja Kesatria Nainggolan NIM. 1210697014 FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA YOGYAKARTA 2017 UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta i UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta ii SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Daniel Raja Kesatria Nainggolan Alamat : Jalan Tanjung Bunga II No. 31 Simpang Limun, Medan. No. Telepon : 082138559601 Email : [email protected] Menyatakan bahwa skripsi dengan judul Penyutradaraan Naskah Drama Siboru Tumbaga karya Tilhang Oberlin Gultom adalah benar – benar asli, ditulis sendiri, bukan jiplakan, disusun berdasarkan aturan ilmiah akademis yang berlaku dan sepengetahuan penulis belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi manapun. Sumber yang ditulis dan diacu pada skripsi telah dicantumkan pada daftar pustaka. Apabila pernyataan saya tidak benar, saya siap dicabut hak dan gelar sarjana dari Program Studi S-1 Seni Teater Jurusan Teater Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta. UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta Yogyakarta, 23 Januari 2017 Daniel Raja Kesatria Nainggolan iii Kata Pengantar Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat yang diberikan, sehingga pencipta masih diberikan kesempatan untuk berkarya dalam proses penyutradaraan naskah Siboru Tumbaga karya Tilhang Oberlin Gultom untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Strata Satu di Jurusan Teater Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Dalam proses penyutradaraan, pencipta banyak mendapatkan pelajaran baik dari segi cerita dalam naskah drama tersebut maupun dalam menghadapi dan menyikapi semua yang terlibat dalam proses penciptaan. Proses penyutradaraan naskah Siboru Tumbaga karya Tilhang Oberlin Gultom memberikan banyak pelajaran kepada pencipta. Proses pendewasaan sangat dibentuk dalam proses penyutradaraan ini. Belajar untuk sabar dan memahami karakter aktor-aktor demi terciptanya sebuah pementasan yang baik. Naskah lakon Siboru Tumbaga juga memberikan pelajaran untuk menghargai, menghormati dan menyayangi perempuan seperti yang sudah diatur dalam adat Batak Toba. Tahapan demi tahapan telah dilalui untuk mendapatkan hasil terbaik dalam proses penyutradaraan ini. Jatuh bangun telah dijalani tentunya tidak lepas dari bantuan semua pihak yang tidak dapat dituliskan satu per satu. Semua pihak yang terus – menerus mendorong dan memberikan uluran tangannya secara langsung ataupun tidak. Terima kasih dengan segenap hati saya ucapkan kepada orang-orang tercinta : 1. Kedua orang tua tercinta Ayahku Tingki Nainggolan, S.E. , Ibuku Dumasnah Suriati Naibaho. Kakakku tercinta Christy Ruth Titiary Nainggolan, S.Psi. , UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta iv Margaret Hakim Natama Nainggolan, S.E. Adikku tersayang Dian Princessa Oktasea Nainggolan, S.Pd. , dan si bungsu Bahtera Enjelina Nainggolan yang selalu memberi dukungan kepadaku. 2. Rektor ISI Yogyakarta Prof. Dr. Agus Burhan, M. Hum beserta staf dan pegawai. 3. Dekan FSP ISI Yogyakarta Prof. Dr. Yudiaryani, M. A beserta staf dan pegawai. 4. Terima kasih kepada Dr. Koes Yuliadi M. Hum selaku ketua Jurusan Teater Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta 5. Philipus Nugroho H. W., M. Sn. selaku sekretaris Jurusan Teater Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta. 6. Prof. Dr. Yudiaryani, M. A. selaku dosen pembimbing I dan pak Nanang Arisona, M.Sn. selaku dosen pembimbing II yang senantiasa memberikan masukan dan saran baik dalam dalam proses penulisan maupun pengkaryaan. 7. Drs. Agus Prasetiya, M. Sn. selaku penguji ahli. 8. Seluruh dosen Jurusan Teater yang telah memberikan bimbingan ilmu dan pengalamannya kepada penulis dalam menempuh pendidikan selama 4,5 tahun di Jurusan Teater. 9. Bapak Drs. Agus Prasetiya, M. Sn. sebagai orang tua / dosen wali yang setia menjadi tempat curhat saya dalam menjalani pendidikan di Jurusan Teater. 10. Para pemain Siboru Tumbaga: Ghea, Eka, Alfath, Pandu, Byta, Gusti, Imam, Ikbal, Irfan, Nano, Lismade Siagian, Diva, Anita Siahaan, Dimas, Agung, Upon, Prass, Bang Babam, Kadek, dan Muchlis. UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta v 11. Penata musik Siboru Tumbaga Josua Torang Pardede bersama para pemain: Josua Samosir, Sardy Aritonang, Lince Silalahi, Endo Ginting, Ivan Panjaitan, Sephanja, Anugrah Nainggolan, Reven Sialagan, Martinus Sigalingging, Savini Sevin, Mario Pardede, Triesa Melialah, Pertakus, Yayan Sihombing, Tigor Samosir. 12. Para penari dalam pementasan Siboru Tumbaga: Ecik Damanik, Anggun, Junia, Marisa, Tia, Bella, Astin. 13. Penata cahaya Siboru Tumbaga: Imanuel Kristanto 14. Penata rias Siboru Tumbaga: Gradhina Melyawati bersama timnya Juyes, Binti Wa, Ayun, Alif, Ayu, Galuh, dan mbak Nina. 15. Penata kostum Siboru Tumbaga: Lutfi bersama timnya Mbak Dita dan Binti Wi. 16. Penata artistik set panggung Siboru Tumbaga Dhani Martin bersama timnya: Bang Beny dan teman-teman Teater Renjana. 17. Chandra Nilasari, Bang Tubi, Bang Agung yang setia menemani dan memberikan nasihat dalam proses penyutradaraan Siboru Tumbaga. 18. Aldo dan Yuda sebagai teman sharing dalam mengurus Himpunan Jurusan Teater. 19. Vivin Prinka ( Pipin ) yang sudah menemani saya sampai detik – detik perjuangan deadline revisi skripsi terakhir. 20. Pimpinan produksi Siboru Tumbaga Medi Syahputra S.Sn bersama timnya. 21. Stage manager Siboru Tumbaga: Rana Maulidia, Mifta Simanjuntak, dan Anwar yang siap saya pusingkan untuk mengurus segala kebutuhan panggung. UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta vi 22. Tim dokumentasi Siboru Tumbaga: Anggie Butar-butar dan Ody. 23. Keluarga Besar HMJ Teater 24. Seluruh karyawan yang selalu membantu kelancaran pertunjukan di Jurusan Teater : Lek Sarana, Lek Wandi, Lek Margono, Mas Budi. 25. Kawan-kawan seperjuangan Tugas Akhir 2016 / 2017 : Vicky, Kiki, Kristo, Kukuh, Gandes, Ayu, Firdaus Adisucipto, Firdaus A.G Parani, Nanda, Uul, kak Nina, Lismade, Happy, Slamet, Alif, dan Vioeletta. 26. Sahabat – sahabat Angkatan 2012 Teater Atlas: Gandung, Galang, Firdaus A.G Parani, Firdaus Adisucipto, Dhani, Nur Cholis, Happy, Alif, Slamet, Dodo, Mamak, Dayu, Nindya, Gandes, Ayu, Vio, Ade, Lismade, Uul. 27. Seluruh pihak yang telah mendukung Tugas Akhir ini. Karya ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu skripsi ini membutuhkan kritik dan saran yang membangun untuk karya-karya berikutnya. Akhirnya, terselesaikanlah Tugas Akhir dengan minat utama Penyutradaraan sebagai salah satu syarat untuk menempuh jenjang S1 Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Terima kasih. Yogyakarta, 20 Januari 2017 Penulis Daniel Raja Kesatria Nainggolan DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL............................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. ii HALAMAN PERNYATAAN ................................................................ iii UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta vii KATA PENGANTAR ............................................................................ iv DAFTAR ISI ........................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xiii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xvi ABSTRAK .............................................................................................. xvii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang............................................................................... 1 B. Rumusan Penciptaan...................................................................... 8 C. Tujuan Penciptaan ........................................................................ 8 D. Tinjauan Karya.............................................................................. 8 E. Landasan Teori............................................................................... 10 F. Metode Penciptaan 1. Pendekatan Penyutradaraan..................................................... 12 2. Analisis Naskah ....................................................................... 13 3. Penentuan Konsep Awal dan Gaya Pemanggungan................ 13 4. Pemilihan Tim Artistik ............................................................ 13 5. Casting .................................................................................... 14 6. Dramatic Reading ................................................................... 14 7. Blocking ................................................................................... 14 8. Cut to Cut ................................................................................ 15 9. Run Through ............................................................................ 15 10. Finishing................................................................................ 15 BAB II ANALISIS NASKAH LAKON A. Riwayat Pengarang ..................................................................... 17 B. Ringkasan Cerita ......................................................................... 18 C. Analisis Struktur .......................................................................... 19 UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta viii 1. Tema ........................................................................................ 19 2. Alur Cerita (Plot) .................................................................... 20 3. Penokohan ............................................................................... 23 4. Latar ........................................................................................ 25 a. Latar Tempat dan Peristiwa ................................................ 26 b. Latar Waktu ........................................................................ 26 D. Analisis Tekstur .......................................................................... 27 1. Dialog.................................................................................... 27 2. Spektakel ............................................................................... 29 3. Suasana (Mood) .................................................................... 30 BAB III PROSES PENYUTRADARAAN A. Peranan Sutradara........................................................................ 35 B. Perancangan Tata Artistik ........................................................... 38 1. Tata Pentas ............................................................................ 38 2. Hand Property....................................................................... 41 3. Tata Busana dan Rias ............................................................ 42 a. Tumbaga ............................................................................. 43 b. Buntulan.............................................................................. 44 c. Guasa .................................................................................. 45 d. Buangga .............................................................................. 46 e. Pidol .................................................................................... 47 f. Rittik .................................................................................... 48 UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta ix g. Guru Parlindungan .............................................................. 50 h. Tobok .................................................................................. 51 i. Togap ................................................................................... 52 j. Datu Partungkot Bosi .......................................................... 54 k. Penjual 2 ............................................................................. 55 l. Penjual 1 .............................................................................. 56 m. Pembeli .............................................................................. 57 n. Masyarakat Laki-laki .......................................................... 58 o. Masyarakat Perempuan....................................................... 59 4. Tata Bunyi dan Musik ........................................................... 60 5. Tata Cahaya .......................................................................... 65 C. Proses Penyutradaraan ................................................................... 66 1. Pemilihan Pendukung ........................................................... 67 a. Pemilihan Aktor................................................................ 67 b. Pemilihan Tim Produksi ................................................... 67 c. Pemilihan Tim Artistik ..................................................... 68 2. Latihan Membaca.................................................................. 68 a. Aktor Memahami Aktor ................................................... 68 b. Aktor Memahami Tokoh .................................................. 68 c. Dramatic Reading ............................................................ 69 3. Pelatihan Pemeranan........................................................... 69 4. Blocking.............................................................................. 70 5. Menyatukan Permainan ...................................................... 79 6. Gladi Bersih ........................................................................ 80 7. Pementasan ......................................................................... 80 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .................................................................................... UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta x 81 B. Saran .............................................................................................. 82 KEPUSTAKAAN ................................................................................... 84 LAMPIRAN ............................................................................................ 85 UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta xi DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Rancangan Set Desa Parlindungan .......................................................39 Gambar 2. Rancangan Set Rumah Guasa ..............................................................39 Gambar 3. Rancangan Set Hutan menuju Desa Barus ...........................................40 Gambar 4. Rancangan Set Pasar ............................................................................40 Gambar 5. Rancangan Set Hutan, Pertemuan Tumbaga dengan Togap ................41 Gambar 6. Rancangan Rias dan Busana Tokoh Tumbaga .....................................43 Gambar 7. Rias dan Busana Tokoh Tumbaga ........................................................44 Gambar 8. Rancangan Rias dan Busana Tokoh Buntulan .....................................44 Gambar 9. Rias dan Busana Tokoh Buntulan ........................................................45 Gambar 10. Rancangan Rias dan Busana Tokoh Guasa ........................................46 Gambar 11. Rias dan Busana Tokoh Guasa ...........................................................46 Gambar 12. Rancangan Rias dan Busana Tokoh Buangga ....................................47 Gambar 13. Rias dan Busana Tokoh Buangga.......................................................47 Gambar 14. Rancangan Rias dan Busana Tokoh Pidol..........................................48 Gambar 15. Rias dan Busana Tokoh Pidol ............................................................48 Gambar 16. Rancangan Rias dan Busana Tokoh Rittik .........................................49 Gambar 17. Rias dan Busana Tokoh Rittik............................................................49 Gambar 18. Rancangan Rias dan Busana Tokoh Guru Parlindungan ...................50 Gambar 19. Rias dan Busana Tokoh Guru Parlindungan ......................................51 Gambar 20. Rancangan Rias dan Busana Tokoh Tobok........................................52 Gambar 21. Rias dan Busana Tokoh Tobok ..........................................................52 Gambar 22. Rancangan Rias dan Busana Tokoh Togap ........................................53 Gambar 23. Rias dan Busana Tokoh Togap...........................................................53 Gambar 24. Rancangan Rias dan Busana Tokoh Datu Partungkot Bosi ...............54 Gambar 25. Rias dan Busana Tokoh Datu Partungkot Bosi ..................................54 UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta xii Gambar 26. Rancangan Rias dan Busana Tokoh Penjual 2 ...................................55 Gambar 27. Rias dan Busana Tokoh Penjual 2 ......................................................55 Gambar 28. Rancangan Rias dan Busana Tokoh Penjual 1 ...................................56 Gambar 29. Rias dan Busana Tokoh Penjual 1 ......................................................56 Gambar 30. Rancangan Rias dan Busana Tokoh Pembeli .....................................57 Gambar 31. Rias dan Busana Tokoh Pembeli ........................................................57 Gambar 32. Rancangan Rias dan Busana Tokoh Masyarakat Laki – laki .............58 Gambar 33. Rias dan Busana Tokoh Masyarakat Laki – laki ................................58 Gambar 34. Rias dan Busana Tokoh Masyarakat Perempuan ...............................59 Gambar 35. Rias dan Busana Tokoh Masyarakat Perempuan ...............................59 Gambar 36. Partitur Musik Duhai Perahu .............................................................61 Gambar 37. Partitur Musik Lari-lari......................................................................62 Gambar 38. Partitur Musik Kematian Bapak .........................................................63 Gambar 39. Partitur Musik Hutan..........................................................................64 Gambar 40. Plot Lampu Pementasan Siboru Tumbaga .........................................66 Gambar 41. Garis Blocking Pementasan Siboru Tumbaga ....................................66 Gambar 42. Poster Pementasan Siboru Tumbaga ..................................................86 Gambar 43. Adegan Opening, Tobok dan Togap dihukum gurunya .....................88 Gambar 44. Adegan Tobok dan Togap sedang berunding .....................................88 Gambar 45. Adegan dua pemuda dan Opung di rumah Buangga ..........................89 Gambar 46. Adegan Buangga dikroyok pemuda dan Opung ................................89 Gambar 47. Adegan Buangga menyerah kepada kelompok pemuda ....................90 Gambar 48. Adegan Ritik dan Pidol mencari muka dengan Guasa .......................90 Gambar 49. Adegan Pemuda mendengar tangisan Tumbaga dan Buntulan ..........91 Gambar 50. Adegan Kematian Guasa ....................................................................91 Gambar 51. Adegan Buangga Menangis ...............................................................92 Gambar 52. Adegan Guasa Menasehati Tumbaga dan Buntulan ..........................92 UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta xiii Gambar 53. Adegan Perjumpaan Tumbaga dengan Datu Partungkot Bosi ...........93 Gambar 54. Adegan Tumbaga dan Datu Partungkot mendapat serangan .............93 Gambar 55. Adegan Penyamaran Tumbaga terbongkar ........................................94 Gambar 56. Adegan Pasar ......................................................................................94 Gambar 57. Adegan Guru Parlindungan Menyanyi ...............................................95 Gambar 58. Adegan Pemuda bernyanyi.................................................................95 Gambar 59. Adegan Jual beli di Pasar ...................................................................96 Gambar 60. Adegan Para Penjual sedang membicarakan Nasib Tumbaga ...........96 Gambar 61. Adegan Tumbaga dan Buntulan hendak ditolong oleh warga ...........97 Gambar 62. Adegan Togap hendak Membunuh Buangga .....................................97 Gambar 63. Adegan Opung Doli dan Opung Boru marah – marah di pasar .........98 Gambar 64. Adegan Kemunculan Guru Parlindungan ..........................................98 Gambar 65. Adegan Tumbaga Tersipu Malu dirayu Togap ..................................99 UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta xiv DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN I (Poster Pementasan) ........................................................ 86 LAMPIRAN II (Foto Pementasan) ......................................................... 87 LAMPIRAN III (Naskah Siboru Tumbaga) ........................................... 100 UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta xv PENYUTRADARAAN NASKAH SIBORU TUMBAGA KARYA TILHANG GULTOM Oleh : Daniel Raja Kesatria Nainggolan NIM : 1210697014 Abstract Script directing process Siboru Tumbaga creation Tilhang Gultom aims for presents a performance to be object reflection for indicarion audience happened in Indonesia especially Batak Toba. Division inheritance be a conflict, who’s woman less benefit in system and common law. Observe this things director interesting for appoint that performance so that become learning for all people. Alienation Technique Bertold Brecht become choice director for to be theory base used with singing, dancing in performance for break in feeling and thinking of audience. Through this process director creation be examined that skill for make combine all element so that can make audience think and take attitude after enjoy this performance. Keyword : Siboru, Tumbaga, reflection, Batak Toba, woman, alienation, bertold Brecht. Abstrak Proses penyutradaraan lakon Siboru Tumbaga karya Tilhang Gultom bertujuan untuk menghadirkan sebuah pertunjukan yang menjadi bahan refleksi kepada penonton atas gejala yang terjadi di masyarakat Indonesia khususnya Batak Toba. Pembagian harta warisan menjadi konflik, dimana pihak perempuan kurang diuntungkan dalam sistem dan hukum adat. Melihat hal ini sutradara tertarik untuk mengangkat pertunjukan tersebut sehingga menjadi pembelajaran bagi semua orang. Teknik Alienasi Bertold Brecht menjadi pilihan sutradara untuk dijadikan landasan teori dengan menggunakan nyanyian, tarian dalam pertunjukannya untuk mendobrak perasaan dan pemikiran penonton. Melalui proses pengkaryaan ini sutradara diuji kemampuannya untuk mampu menyatukan segala unsur sehingga mampu membuat penonton berfikir dan mengambil sikap setelah menikmati pertunjukan ini. Kata kunci: Siboru Tumbaga, refleksi, Batak Toba, perempuan, alienasi, Bertold Brecht UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta xvi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Opera Batak merupakan teater tradisi yang dimiliki oleh masyarakat suku Batak Toba. Kemunculan Opera Batak dipengaruhi oleh kondisi kesenian dalam masyarakat Batak Toba yang pada saat itu hanya diadakan pada acara ritual atau upacara adat. Kondisi tersebut mendorong Tilhang Oberlin Gultom untuk membuat Opera Batak sebagai kesenian tradisi yang ditampilkan di luar upacara. Maka dari itu Tilhang Oberlin Gultom mendirikan grup Opera Batak Tilhang Serindo pada tahun 1920-an. Opera Batak sebagai seni teater tradisi awalnya dilakukan dengan cara berkeliling. Opera Batak mengadakan pertunjukan hingga berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan di tempat terbuka kemudian berpindah dari suatu tempat ke tempat lainnya. Upaya ini dilakukan oleh Tilhang Gultom untuk memperkenalkan kesenian Opera Batak kepada masyarakat Batak Toba. Dalam Opera Batak ada tiga unsur seni yang terkandung di dalamnya yaitu tari, musik, dan teater yang ditampilkan secara terpisah, tetapi ketiganya masih menjadi rangkaian pertunjukan Opera Batak. Pertunjukan dibuka dengan musik, kemudian disusul dengan tarian, selanjutnya dengan pertunjukan teater, namun di tengah pertunjukan diselingi kembali dengan musik dan tari. Opera adalah drama yang berisikan nyanyian dan musik pada sebagian besar penampilannya. Nyanyian digunakan sebagai dialog. Kata opera diambil UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 1 dari bahasa Yunani yang berarti perbuatan.1 Berdasarkan pemahaman tersebut terdapat perbedaan antara Opera Batak dengan Opera di Barat. Pertunjukan Opera di Barat unsur musik, tari, dan teater menjadi satu kesatuan dalam pertunjukan. Dialog diucapkan dengan bernyanyi dan diiringi musik sesuai dengan jalan cerita yang disajikan. Sedangkan dalam setiap pementasan Opera Batak, unsur musik, tari, dan teater disajikan secara terpisah dan tidak menjadi satu kesatuan dalam jalan ceritanya. Opera Batak merupakan pertunjukan yang bersumber dari cerita rakyat, legenda, maupun nilai-nilai moral dalam adat-istiadat masyarakat Batak Toba. Tilhang Gultom telah menciptakan dua puluh empat naskah drama selama hidupnya. Salah satunya adalah naskah drama berjudul Siboru Tumbaga. Kisah Siboru Tumbaga mengandung nilai-nilai moral dalam adat-istiadat masyarakat Batak Toba. Naskah drama Siboru Tumbaga menceritakan kisah dua orang perempuan kakak beradik yaitu Tumbaga dan Buntulan anak dari seorang yang kaya raya bernama Guasa. Di penghujung usianya yang sudah tua, pergelutan batin terjadi antara Guasa dengan kedua anaknya. Di mana situasi dan takdir yang memposisikan dirinya tidak memiliki anak laki-laki sebagai penerus keturunan dan harta kekayaannya. Hingga akhirnya Guasa meninggal dan harta kekayaannya turun kepada adik laki-lakinya Buangga. Setelah mendapatkan harta kekayaan abangnya, Buangga dan anaknya mulai bersikap kasar kepada Tumbaga dan adiknya. Mereka memperlakukannya 1 Adhy Asmara. 1983. Apresiasi Drama, Yogyakarta : CV. Nur Cahaya, hlm.51. UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 2 seperti binatang, bahkan mereka berniat ingin membunuhnya hingga Tumbaga dan adiknya kabur dari kampung. Di perjalanan mereka bertemu dengan dua orang pemburu dan menceritakan perbuatan yang dilakukan Buangga kepada mereka. Mendengar itu dua orang pemburu tersebut iba dan berniat membantu Tumbaga. Merekapun kembali ke kampung dan membicarakan permasalahan itu. Ketika kedua pemuda tersebut bertemu Buangga, amarahnya meledak, kemudian menyerang kedua pemburu tersebut. Kedua pemburu tersebut menyerang balik dan ingin membunuh Buangga, namun Tumbaga menahannya. Walaupun perlakuan Buangga dan anak-anaknya sangat kejam terhadap Tumbaga dan adiknya, namun Tumbaga tidak ingin pemburu tersebut membunuh Buangga. Melihat itu Buangga merasa bersalah dan meminta maaf kepada Tumbaga dan adiknya. Akhirnya Buangga dan Tumbaga pun berdamai dan mereka hidup bersama lagi. Dapat dilihat Tumbaga sebagai perempuan Batak masih memiliki jiwa yang besar untuk memaafkan perlakuan Buangga, karena bagi Tumbaga harta yang sesungguhnya bukanlah tanah, rumah, atauapun emas, melainkan keluarga. Konflik yang terjadi dalam cerita tersebut, karena sesuai adat Batak harta warisan yang dimiliki orangtuanya harus jatuh kepada saudara laki-laki ayahnya. Seperti yang dikatakan oleh Ihromi Simatupang dalam kata pengantar buku Masyarakat dan Hukum Adat Batak yaitu, hal lain yang juga merupakan kelemahan adalah bahwa anak perempuan tidak berhak menjadi ahli waris, dan UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 3 bila sepasang suami-istri tidak mempunyai anak laki-laki maka harta peninggalannya akan jatuh kepada kerabat laki-laki yang dekat.2 Naskah Siboru Tumbaga menceritakan nasib perempuan yang secara adat tidak berhak mendapatkan harta warisan, ini disebabkan karena struktur kekerabatan yang bersifat patrilineal (garis keturunan dibawa oleh laki-laki.) dalam suku Batak. Dalam kata pengantar buku Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba, Ihromi Simatupang mengatakan penulis mengemukakan bahwa seluruh hidup orang Batak Toba dikuasai oleh struktur kekerabatan yang bersifat patrilineal. Pengaruh itu, misalnya, meliputi sistem kewarisan, perkawinan, sistem pemilikan tanah, dan pola tempat tinggal.3 Namun bukan berarti pihak laki-laki bisa bertindak semena-mena kepada kaum perempuan, karena sebenarnya adat sudah mengatur semuanya agar keseimbangan tetap terjaga. . J.V. Vergouwen mengatakan bahwa : “Jika dikatakan bahwa anak perempuan mempunyai hak atas harta kekayaan yang ditinggalkan oleh bapak, itu adalah dalam arti bahwa ia dapat mengimbau saudara laki-lakinya agar mau memberikan kepadanya sebagian dari harta kekayaan yang selama ini menjadi sandaran keluarga, yang dengan kematian bapak, sekarang menjadi “bubar”. Jika tidak ada saudara laki-laki, imbauan harus ditujukan kepada paman atau kerabat yang lebih jauh agar sudi menyerahkan kepada anak perempuan orang yang meninggal sebagian harta bapak yang sekarang berpindah ke tangan mereka.” 4 Dalam naskah Siboru Tumbaga, Buangga sebagai orang yang memiliki hak waris atau sebagai pengganti saudara laki-laki Tumbaga seharusnya bertanggung jawab untuk mengurus Tumbaga dan adiknya sampai mereka 2 J.C. Vergouwen, 2004, Masyarakat Dan Hukum Adat Batak Toba, Yogyakarta : LKiS, hlm.xvii. 3 Ibid. hlm.xv. 4 Ibid. hlm.386. UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 4 menikah, akan tetapi Buangga tidak menjalankan kewajiban tersebut dan hanya menikmati hartanya saja. Naskah Siboru Tumbaga karya Tilhang Gultom pertama kali dipentaskan dalam bentuk pertunjukan opera Batak oleh grup Opera Batak Tilhang Serindo yang menjadi pelopor seni pertunjukan Opera Batak. Sejak saat itu naskah ini sering dipentaskan oleh kelompok seni pertunjukan Opera Batak lainnya. Opera Batak Tilhang Serindo merupakan seni panggung yang menonjolkan seni teater tradisional, namun tidak lepas dari unsur-unsur seni lainnya.5 Unsur-unsur seni lainnya yang dimaksud adalah tarian, musik, nyanyian. Dalam Opera Batak unsur seni tersebut tidak berkaitan dengan peristiwa atau jalannya cerita, namun disajikan secara terpisah sebagai rangkaian dalam satu pertunjukan Naskah ini sangat menarik untuk diangkat sebagai sebuah pementasan di atas panggung, karena dalam naskah ini Tilhang Gultom membahas tentang harta warisan dalam adat suku Batak. Di mana harta warisan tidak menjadi hak untuk seorang perempuan, hal tersebut dikarenakan laki-lakilah yang menjadi pembawa garis keturunan/marga. Cerita Siboru Tumbaga ini dapat menjadi ilmu pengetahuan ataupun informasi bagi masyarakat Indonesia yang bukan berlatar belakang suku Batak. Dalam pementasannya pun naskah Siboru Tumbaga ini akan sangat menarik untuk dikembangkan menjadi bentuk pertunjukan yang unik, karena berangkat 5 Krismus Purba. 2002. Opera Batak Tilhang Serindo. Yogjakarta : Kalika, hlm.7. UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 5 dari tradisi di Suku Batak yang sangat besar untuk dapat dikembangkan atau dikreasikan. Dalam penyutradaraan naskah Siboru Tumbaga, sutradara mempunyai gagasan untuk mewujudkan naskah ini menjadi sebuah bentuk pertunjukan teater modern berbasis tradisi Batak. Adapun beberapa pendapat mengenai teater modern di Indonesia adalah sebagai berikut : Dalam buku Radhar Panca Dahana Ideologi Politik Dan Teater Modern Indonesia, Hatley mengatakan teater modern Indonesia bersifat kolaboratif, yakni ia diproduksi oleh penulis yang juga aktor, bahkan sekaligus sutradara, dan naskah-naskah asing dimainkan dalam bentuk saduran yang sangat bebas. 6 Begitu juga yang akan dilakukan dalam proses penciptaan untuk menggarap adegan – adegan pada penyutradaraan Siboru Tumbaga ini. Radhar Panca Dahana sendiri memiliki pemahaman teater modern Indonesia sebagai sebuah kerja seni pertunjukan perkotaan yang dilandasi pemikiran (mise en scene) Barat, menggunakan bahasa Indonesia, sebagai medium bahasa utama, serta memiliki kebebasan fakultatif dalam proses kreatif maupun pemilihan idiom-idiom panggungnya.7 Pementasan Siboru Tumbaga ini akan menggunakan bahasa Inonesia meskipun berasal dari tradisi Batak dan penggarapannya tetap menggunakan latar waktu, tempat, dan suasana Batak. Hal yang secara esensial paling membedakan bentuk teater modern dan teater tradisional adalah bangunan atau struktur teatrikalnya, dramaturgi atau mise 6 Radhar Panca Dahana. 2000. Ideologi Politik Dan Teater Modern Indonesia, Magelang : Indonesiatera, hlm.13. 7 Ibid. hlm.16. UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 6 en scene-nya.8 Pementasan Siboru Tumbaga merupakan sebuah pementasan teater modern berbasis tradisi batak dengan memperhatikan struktur teatrikal, dramaturgi dan juga mise en scene-nya. Untuk mewujudkan penyutradaraan naskah Siboru Tumbaga karya Tilhang Gultom menjadi bentuk teater modern berbasis tradisi Batak. Sutradara akan menggunakan prinsip-prinsip dramaturgi dalam penciptaannya yang dalam Opera Batak unsur ini tidak terlalu diperhatikan. Ada pun unsur tersebut meliputi akting, ruang, waktu, garis, warna, cahaya, komposisi, gambar atau sketsa, movement, dramatisasi pantomimic dan irama. Setelah itu sutradara akan memasukkan unsur-unsur tradisi Batak di dalam penciptaan tersebut, yakni meliputi musik gondang, tor-tor (tarian Batak), mossak (silat Batak), artistik yang menggambarkan nuansa Batak seperti rumah adat Batak, ulos (kain batak), nyanyian Batak, umpassa (pantun Batak), dan bahasa Indonesia dengan dialek Batak Toba. Berbeda dengan Opera Batak yang unsur tari, musik, dan teaternya berdiri sendiri-sendiri, dalam penyutradaraan ini sutradara akan menggabungkan semua unsur tersebut menjadi satu kesatuan dalam jalan cerita seperti Opera di Barat. Namun yang membedakannya dengan Opera di Barat, dialog dalam penciptaan ini tidak disampaikan lewat nyanyian. Akan tetapi sutradara menghadirkan beberapa nyanyian dan tarian yang dibawakan oleh aktor sesuai dengan konteks peristiwa yang berlangsung. Hal lain yang juga membedakan penciptaan ini dengan Opera di Barat, adalah tradisi Batak yang merupakan milik Bangsa Indonesia. 8 Ibid. hlm. 17. UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 7 B. Rumusan Penciptaan Dari uraian latar belakang tersebut maka pemahaman sutradara dalam naskah Siboru Tumbaga karya Tilhang Gultom beserta perwujudannya perlu dan butuh dirumuskan. Hal tersebut penting bagi sutradara untuk mempersiapkan diri menghadapi permasalahan yang mungkin timbul dalam proses penciptaan karya. 1. Bagaimana memilih dan melatih aktor untuk mampu menyanyi, menari, dan berperan? 2. Bagaimana menyutradarai naskah Siboru Tumbaga menjadi bentuk teater modern dengan berbasis tradisi Batak? C. Tujuan Penciptaan 1. Memilih dan melatih aktor untuk mampu menyanyi, menari, dan berperan. 2. Menyutradarai naskah Si Boru Tumbaga menjadi bentuk teater modern dengan berbasis tradisi Batak D. Tinjauan Karya Tinjauan karya mengacu pada karya pementasan terdahulu. Pementasan terdahulu yang dimaksud adalah pementasan teater yang mengangkat naskah lakon yang sama, dengan yang sedang digarap oleh penulis. Naskah Siboru Tumbaga pernah dipentaskan oleh Sekolah Seminari Menengah „Christus Sacerdos‟ di Auditorium Universitas Negeri Medan pada tahun 2009. Pada tanggal 24 Agustus 2015, SMA Negeri 1 Andam Dewi juga mementaskan naskah Siboru Tumbaga yang dibimbing oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Tapanuli Tengah pada puncak perayaan hari jadi Tapanuli Tengah ke-70. UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 8 Berdasar pada pencarian dan pengumpulan data, pada 23 April – 8 Mei 1994 naskah Opera Ular Putih karya N. Riantiarno yang sekaligus menjadi sutradaranya dipentaskan terakhir kali di Graha Bakti Budaya – Taman Ismail Marzuki oleh Teater Koma. Beberapa bentuk penggarapan adegan pada pementasan tersebut memberikan inspirasi dalam proses penciptaan penyutradaraan Siboru Tumbaga. Di antaranya adalah ketika adegan – adegan sedih disampaikan oleh aktor – aktrisnya dengan nyanyian yang sendu. Pementasan teater berjudul Mencari Keadilan karya Bertold Brecht yang diterjemahkan oleh W. S. Rendra, dipentasan oleh Kelompok Seni Budaya EsAuniversitas Islam Sultan Agung (Unissula) di gedung serbaguna Taman Budaya Raden Shaleh. Karya yang disutradai oleh Genta Irianto ini berlatar asli Jerman dengan permasalahan ras Yahudi dan Arya. Namun diubah ke dalam latar Indonesia. Akan tetapi adaptasi yang dilakukan tampak kurang teliti sehingga permasalahan menjadi tidak masuk akal. Salah satu contoh ketika mengangkat proses persidangan di ruang sidang pengadilan sangat terlihat minim referensi proses persidangan yang sebenarnya, dan akhirnya penonton diberi gambaran yang salah. Hal ini memicu dalam proses penciptaan karya penyutradaraan Siboru Tumbaga untuk menampilkan latar dan tradisi batak meskipun sudah diadaptasi dengan bahasa Indonesia, namun tidak keliru dalam memberikan gambaran dan referensi kepada penonton tentang latar dan kejadian sebenarnya. UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 9 E. Landasan Teori Dalam penciptaan pementasan naskah lakon Siboru Tumbaga karya Tilhang Gultom, teori dari Bertolt Brecht merupakan teori yang dipilih oleh sutradara sebagai landasan penciptaan. Sutradara ingin menempatkan posisi penonton untuk tetap sadar bahwa mereka sedang menonton sebuah pertunjukkan teater saja dan tidak terlalu larut dalam alur dramatiknya, sehingga tetap kritis terhadap pertunjukan naskah Siboru Tumbaga ini. Di sinilah sengaja diciptakan ruang untuk penonton agar mengevaluasi realitas sosial yang disajikan dalam pertunjukan, sehingga penonton juga mempunyai kesempatan untuk mengevaluasi diri mereka. Menurutnya tujuan utama pertunjukan teater bukanlah menumbuhkan katarsis, tapi menyadarkan orang-orang yang terlibat di dalamnya (para pemeran dan penonton) tentang kondisi sosial masyarakat tempat mereka hidup yang dapat dan senantiasa berubah.9 Sutradara akan menggunakan konsep “Efek Alienasi” Brecht, karena konsep ini mampu untuk mewujudkan keinginan sutradara. Penempatan kembali atau pembaruan tempat teater dalam konstelasi masyarakat modern, tampaknya mesti diakui dan mau tak mau diiringi risiko untuk berusaha “menemukan” kembali manusia yang berdiam dan mungkin mengambil titik pusat di dalamnya.10 Untuk merealisasikan tujuannya Brecht menggunakan konsep 9 Ipit Saefidier Dimyati. 2010. Komunikasi Teater Indonesia, Bandung : Kelir, hlm. 19. 10 Radhar Panca Dahana. Op. Cit. hlm.13. UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 10 “Efek Alienasi” (verfremdungseffekt) yaitu memisahkan penonton dari peristiwa panggung sehingga mereka dapat melihat panggung dengan kritis.11 Brecht sering bicara pada seorang aktor, ”Katakan dengan ucapanmu sendiri,‟ia berkata‟, dalam rangka menunjukkan tokoh tersebut pada penonton.” Ini sejenis akting berorientasi pada penonton, dan Brecht sangat mengagumi akting aktor Cina, yang menampilkan tokoh secara objektif.12 “Masalah yang dihadapi oleh aktor Brecht sekarang adalah bahwa mereka diharuskan mempelajari baik bagaimana mengidentifikasi tokoh mereka (seperti yang diinginkan Stanislavski) dan sebentar-sebentar, bagaimana memutus identifikasi dan mengungkap bahwa kenyataannya mereka hanyalah aktor yang menghadirkan tokoh yang diperankannya.”13 Untuk mewujudkan konsep “Efek Alienasi” Brecht, sutradara akan menggunakan tarian, nyanyian, dan interaksi aktor kepada penonton. Seperti yang dianjurkan Brecht aktor terkadang keluar panggung untuk menyanyi, dan berbicara langsung kepada penonton.14 Dengan menggunakan teori dan teknik dari Brecht tersebut, sutradara menganggap bahwa teori ini cukup mampu untuk dijadikan sebagai landasan teori penciptaan bagi sutradara, sehingga tujuan penciptaan seperti yang telah disebutkan di atas dapat tercapai. 11 Yudiaryani. 2002. Panggung Teater Dunia : Perkembangan dan Perubahan Konvensi, Yogyakarta : Pustaka Gondho Suli, hlm. 250. 12 George Kernodle. 2008. Invitation to the Theater (Menonton Teater), Terjemahan Yudiaryani, Yogyakarta : ISI Yogyakarta, hlm. 122-123. 13 Shomit Mitter. 2002. Stanislavski, Brecht, Grotowski, Brook: Sistem Pelatihan Aktor, Terjemahan Yudiaryani, Yogyakarta: MSPI dan arti, hlm. 66. 14 Yudiaryani. Op.Cit. hlm. 251. UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 11 F. Metode Penciptaan Harymawan dalam buku Drama : Teori dan Pengajarannya karya Herman J. Waluyo, menyatakan bahwa sutradara adalah karyawan teater yang bertugas mengkoordinasikan segala anasir teater, dengan paham, kecakapan, serta daya imajinasi yang intelegen guna menghasilkan pertunjukan yang berhasil.15 Dalam proses penciptaan pertunjukan Siboru Tumbaga ini, sutradara memerlukan metode untuk mencapai hasil yang diinginkan. Adapun metode yang dilakukan sutradara adalah sebagai berikut : 1. Pendekatan Penyutradaraan Yudiaryani dalam buku Panggung Teater Dunia, ada beberapa macam pendekatan penyutradaraan, yaitu : Pendekatan pertama: sutradara adalah penafsir naskah langsung ke atas panggung; menterjemahkan secara lengkap, halaman demi halaman staging yang ditulis oleh pengarang. Pendekatan kedua: pandangan sutradara yang tujuannya untuk menangkap spirit naskah, meskipun mungkin akan berbeda jauh dengan apa yang disarankan oleh pengarang. Pendekatan ketiga: merupakan cara kerja yang tidak terpusat pada naskah meskipun terkadang naskah tetap menjadi acuan. Pendekatan keempat: penyutradaraan ini benar-benar menghilangkan peran seorang penulis.16 Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan oleh sutradara yang dikemukakan oleh Yudiaryani dalam bukunya Panggung Teater Dunia, namun dalam proses penciptaan ini sutradara memilih pendekatan pertama dan kedua. Hal itu disebabkan, pendekatan inilah yang paling tepat untuk proses penciptaan pertunjukan Siboru Tumbaga. 15 Herman J. Waluyo. 2001. Drama : Teori dan Pengajarannya, Yogyakarta : PT Hanindita Graha Widya, hlm. 98. 16 Yudiaryani. Op.Cit. hlm. 349-351. UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 12 2. Analisis Naskah Analisis naskah sangat berguna bagi sutradara untuk menentukan tema, plot, dan penokohan. Analisis drama sangat penting untuk memahami karakterisasi tiap tokoh secara tepat, memahami tata panggung yang sesuai, menciptakan panggung yang sesuai, membuat diagram konflik yang tepat, memahami suasana yang terdapat di dalam naskah serta nadanya, mengetahui komponen teknis yang sesuai, memahami aspek-aspek pentas lain yang dibutuhkan dan sebagainya.17 3. Penentuan Konsep Awal dan Gaya Pemanggungan Langkah penting yang harus diterapkan sepanjang permainan yaitu adanya satu macam gaya, kesatuan kata, akting, gerak, garis, bentuk, dan warna.18 Langkah ini akan di tempuh setelah menganalisis naskah, kemudian sutradara akan menentukan konsep dan gaya pemanggungan, namun hal itu bisa berubah seiring berjalannya proses. Ini disebabkan karena ide bisa saja muncul dalam proses latihan. 4. Pemilihan Tim Artistik ( Tata Rias dan Busana, Panggung, Pencahayaan) Wilayah Penataan Artistik biasanya meliputi set-dekor-properti, busana, rias wajah dan rambut, serta pencahayaan. Perlu ditekankan bahwa penataan artistik merupakan salah satu bagian penting dari sebuah pertunjukan teater.19 Sehubungan dengan pentingnya penataan artistik, maka sudah menjadi tugas 17 Akhmad Saliman. 1996. Teori dan Aplikasi Kajian Naskah Drama, Surakarta : Khazanah Ilmu, hlm.13-14. 18 Yudiaryani. Op. Cit. hlm. 358. 19 N. Riantiarno, 2011, Kitab Teater : Tanya Jawab Seputar Seni Pertunjukan. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia, hlm. 147. UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 13 sutradara untuk memilih tim yang akan menjadi pendukung dalam pengerjaan konsep sampai dengan eksekusi penataan artistik untuk pertunjukan Siboru Tumbaga. 5. Casting Casting atau pemilihan pemain merupakan hal yang sangat penting dalam proses penentuan aktor yang akan memerankan tokoh. Aktor merupakan elemen penting dalam pertunjukan, yang paling aktif dalam menggerakkan alur atau jalannya cerita. Untuk mengadakan casting atau recruitment pemain, berbagai metode dapat digunakan oleh seorang sutradara. Salah satunya adalah membuka kesempatan bagi mereka yang ingin ikut terlibat.20 6. Dramatic Reading Pada tahap ini dialog diucapkan tidak hanya sekedar membaca, akan tetapi dengan penuh penghayatan, emosi, sesuai dengan peristiwa yang terjadi pada naskah. Hal ini perlu dilakukan agar para aktor terbiasa untuk mengucapkan dialog sesuai dengan emosi dalam setiap adegannya. Tahap ini akan sangat membantu sutradara ketika sudah memasuki blocking. 7. Blocking Blocking berbeda dengan gerak panggung. Blocking adalah penampatan pemain di atas panggung, sedangkan gerak panggung merupakan perpindahan tokoh dari satu titik ke titik yang lain di atas panggung. Gerak panggung (stage movement) adalah suatu gerak perpindahan tempat sorang pelaku (actor) diatas 20 Yudiaryani. Op. Cit. hlm. 387. UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 14 panggung.21 Penggarapan blocking ini bertujuan untuk menciptkan komposisi yang ideal berdasarkan peristiwa dalam naskah. 8. Cut to Cut Cut to cut adalah tahap yang dilakukan sutradara untuk menggarap secara detail adegan demi adegan. Tahap ini juga berfungsi untuk menakar dramatik sehingga sutradara bisa melihat kelebihan dan kekurangan yang ada dalam pengadeganan. 9. Runtrough Runtrough merupakan tahap pengadeganan dari awal hingga akhir tanpa adanya instruksi cut dari sutradara sesuai dengan kesepakatan yang sudah didapat selama latihan. Dalam tahap ini, sutradara dapat melihat rajutan – rajutan setiap adegan, dari awal hingga akhir. Di sinilah sutradara dapat melihat kelemahan – kelemahan dari setiap unsur yang nantinya akan menjadi ruang evaluasi setelah latihan. 10. Finishing Tahapan ini merupakan proses akhir dari semua rangkaian latihan, tujuannya untuk memperbaiki setiap kesalahan maupun kekurangan yang tampak pada saat runtrough. 21 Prasmadji. 1984. Teknik Menyutradarai Drama Konvensional. Jakarta : PN Balai Pustaka, hlm. 35. UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 15