4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Mujair 2.1.1. Sistematika Dan Morfologi Ikan Mujair Ikan mujair berasal dari perairan Afrika, yaitu sekitar dataran rendah Zambezi, Shiré dan dataran pantai delta Zambezi sampai pantai Algoa. Pada saat ini, ikan mujair telah tersebar luas sekurang-kurangnya ke-90 negara di dunia, termasuk Indonesia. Ikan mujair diperkenalkan sebagai ikan budi daya atau ikan komersial dan di Indonesia, ikan Mujair awalnya diperkenalkan sebagai ikan hias. Klasifikasi ikan mujair sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Famili : Cichlidae Genus : Oreochromis Spesies : Oreochromis mossambicus (Webb et al., 2007). Ikan mujair dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain mujair biasa, mujair merah dan mujair albino. Berdasarkan warna sisik, ikan ini dapat dibedakan ke dalam lima varitas, yaitu mujair dengan warna sisik abu-abu, abuabu bercak putih, putih, hitam dan merah (Sugiarti, 1988). Ikan Mujair merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, bentuk badan pipih dengan warna abu-abu, coklat atau hitam (Gambar 2.1). Mujair memiliki bentuk badan yang pipih dan memanjang, bersisik kecil-kecil bertipe stenoid, tubuh memiliki garis vertikal, sirip ekor memiliki garis berwarna merah. Warna ikan ini tergantung pada lingkungan atau habitat yang di huni (Webb et al., 2007). Mulutnya agak besar dan mempunyai gigi-gigi yang halus. Letak mulut terminal atau di ujung tubuh. Posisi sirip perut terhadap sirip dada adalah thoracic. Linea lateralis tidak sempurna atau terputus menjadi dua bagian. Jumlah Universitas Sumatera Utara 5 sisik pada garis rusuk bagian atas 18-21 buah dan pada garis rusuk bagian bawah ada 10-15 buah. Sirip dada dan sirip perut berwarna hitam kemerahan, sedangkan sirip punggung dan sirip ekor berwarna kemerah-merahan pada ujung-ujungnya (Said, 2000). Ciri-ciri khas dari ikan mujair yaitu dagu berwarna kekuning-kuningan dan tanda tersebut biasanya akan terelihat lebih jelas pada ikan jantan yang sudah dewasa. Ikan ini memiliki panjang tubuh dua sampai tiga kali dari tinggi badannya (Setianto, 2012). Gambar 2.1. Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) Ciri-ciri yang perlu diperhatikan untuk membedakan induk jantan dan induk betina, yaitu pada betina terdapat tiga buah lubang pada urogenital, yaitu dubur, lubang pengeluaran telur dan lubang urin. Ujung sirip berwarna pucat kemerah-merahan, warna perut lebih putih, warna dagu putih, dan jika perut ditekan tidak mengeluarkan cairan. Induk jantan memiliki dua buah lubang pada urogenital, yaitu anus dan lubang sperma merangkap lubang urin. Ujung sirip berwarna kemerah-merahan terang dan jelas. Warna perut lebih gelap/kehitamhitaman, warna dagu kehitam-hitaman dan kemerah-merahan, dan jika perut ditekan akan mengeluarkan cairan (Popma dan Green, 1990 dalam Erika, 2008). 2.1.2. Ekologi Ikan Mujair Ikan mujair hidup di perairan tawar, seperti danau, waduk dan rawa. Toleransinya yang luas terhadap salinitas, menyebabkan ikan ini juga dapat hidup di air payau Universitas Sumatera Utara 6 dan air laut (Setianto, 2012). Ersa (2008) menambahkan, Ikan mujair bersifat herbivora, tetapi ikan ini juga mengkonsumsi detritus, crustacea, bentos, dan berbagai bentuk makanan suplemen yang tersedia di air. Ikan mujair (O. mossambicus) mempunyai kecepatan pertumbuhan yang relatif lebih cepat, tetapi setelah dewasa percepatan pertumbuhannya akan menurun. Telur mujair dierami di dalam mulut induk betina selama 3-4 hari. Larva yang baru menetas akan hidup dari kuning telurnya selama 5-7 hari. Larva ikan mujair mulai bisa makan pada hari ke delapan. Selama periode 14-17 hari larva mujair dilindungi oleh induk betina di dalam mulutnya. Pada waktu tertentu larva ikan keluar dari mulut induk, berenang di sekitar induk untuk mendapatkan pakan. Ketika lepas dari perlindungan mulut induk betina, larva mujair biasanya sudah mencapai ukuran 9-10 mm (Setianto, 2012). Ikan mujair dapat berkembang pesat di kolam, sawah dan sungai air deras. Kolam dengan sistem pengairan yang mengalir sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik ikan mujair. Keasaman air (pH) yang baik untuk perkembangan ikan mujair berkisar antara 5-8, dengan suhu air berkisar antara 2027ºC. Ikan mujair dapat tumbuh normal, jika lokasi pemeliharaan berada pada ketinggian antara 150-1000 m dpl. Kualitas air untuk pemeliharaan ikan mujair harus bersih, tidak terlalu keruh, tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan limbah pabrik (Sugiarti, 1988). Berat ikan dapat mencapai 120 sampai 200 gram dalam waktu empat bulan dengan sedikitnya 80% yang dapat bertahan hidup. Panjang total maksimum yang dapat dicapai ikan mujair adalah 40 cm. Ikan ini mulai bisa berkembang biak pada umur 3 bulan, dan setealh itu ikan mujair dapat berkembang biak setiap 1½ bulan sekali (Setianto, 2012). 2.1.3. Kandungan Gizi Ikan Mujair Ikan salah satu bahan makanan yang memiliki protein tinggi. Rasanya yang gurih meneyebabkan ikan disukai berbagai kalangan masyarakat. Salah satunya ikan mujair. Menurut Setianto (2012), ikan mujair merupakan salah satu sumber protein yang tinggi, mengandung asam lemak tak jenuh (omega-3, Eicosapentaenoic acid/EPA, Docosahexanoic acid/DHA) yang berfungsi untuk Universitas Sumatera Utara 7 perkembangan otak. Selain itu masih banyak lagi kandungan gizi dari ikan mujair ini, antara lain air 80,0 g, protein 16,0 g, energi 86,0 kalori, lemak 2,0 g, kalsium 20,0 mg, besi 2,0 g, vitamin A 150,0. Ikan mujair yang kaya akan gizi tersebut bisa juga dijadikan sebagai makanan pengganti ikan laut, yang mana seperti kita ketahui harga ikan laut semakin hari semakin mahal (Ersa, 2008). Menurut Setianto (2012), tingginya kandungan gizi pada ikan, sangat berguna bagi kesehatan. Konsumsi ikan secara kontiniu juga terbukti mampu menghambat dampak buruk penyakit jantung. Menurut ahli gizi, mengkonsumsi ikan sebanyak 30 g dalam sehari dapat menurunkan resiko kematian akibat penyakit jantung hingga 50%. 2.2. Parasit Ikan Indonesia merupakan Negara yang beriklim tropis, kondisi ini memberikan keuntungan bagi kehidupan mikroorganisme seperti parasit, jamur, bakteri dan virus untuk berkembang biak dengan baik di daratan maupun di perairan. Akibatnya banyak jenis-jenis ikan yang mudah terserang penyakit (Handajani dan Sri, 2005). Penyakit ikan sebagian besar disebabkan karena adanya kontaminasi yang berasal dari luar tubuh (eksternal) baik yang bersifat infeksius maupun non infeksius. Organ-organ yang sering terpapar oleh agen penyakit diantaranya adalah insang, saluran pencernaan, dan otot ikan. Salah satu penyebab terjadinya penyakit tersebut adalah parasit (Cheng, 1973). Penyakit yang disebabkan oleh aktifitas organisme parasit disebut Parasiter. Sedangkan non-parasiter adalah penyakit yang disebabkan oleh kondisi lingkungan, pakan, dan keturunan. Berdasarkan daerah penyerangannya, penyakit yang disebabkan oleh parasit dibagi menjadi penyakit kulit, penyakit pada insang, dan penyakit pada organ dalam (Suwarsito dan Mustafidah, 2011). Parasit merupakan suatu organisme yang hidup pada tubuh organisme lain (inang) sebagai sumber nutrisi dan umumnya menimbulkan efek negatif pada organisme yang ditempatinya. Salah satu organisme yang sering terserang parasit adalah ikan. (Akbar, 2011). Adanya cacing parasitik di dalam tubuh ikan akan Universitas Sumatera Utara 8 menyebabkan penurunan produksi dan bobot badan ikan, serta dapat menurunkan ketahanan tubuh ikan terhadap penyakit-penyakit lain (Rahayu et al., 2013). Pemicu terjadinya serangan penyakit antara lain adanya ketidakseimbangan antara daya dukung lingkungan dengan kuantitas produksi dalam satu areal budidaya (infeksi tidak seimbang antara ikan, pathogen, dan lingkungannya) (Yuliartati, 2011). Menurut Suhendi (2009), penyebaran parasit ditentukan oleh musim, lokasi geografis, umur, ukuran dan daya tahan inang. Setiap parasit yang hidup dalam tubuh inang bisa menimbulkan pengaruh yang berbahaya bagi inang. Pengaruh ini dapat menyebabkan perubahan yang luas pada organ maupun jaringan, bahkan dapat mengakibatkan perubahan karakter inang secara umum. Ada sekitar 10.000 spesies parasit yang diketahui dapat menyerang ikan, terdiri dari Hirudinea, Acanthocephala, Monogenea, Digenea, Cestoda, Protozoa dan Crustacea (Sasanti, 2000). Dan menurut Heryadi dan Sutarmanto (1995), berdasarkan serangan parasit pada hospes, parasit dapat dibedakan menjadi 2 yaitu ektoparasit dan endoparasit. 2.2.1. Ektoparasit Menurut Ohoilum (2002), ektoparasit merupakan parasit yang menyerang organ tubuh bagian luar, seperti bagian sirip, kulit, insang, operculum, hidung, mata dan rongga mulut. Salah satu organ yang sering terserang ektoparasit adalah insang. Karena insang merupakan organ pernapasan yang langsung bersentuhan dengan lingkungan sekitarnya yang menyaring bahan-bahan yang terlarut, menyaring partikel-partikel pakan dan mengikat oksigen (Yuliartati, 2011). Menurut Sitanggang (2008), gejala serangan parasit pada insang berupa mengembangnya tutup insang dan munculnya bintik-bintik merah pada insang. Jika serangan parasit sudah terlalu banyak, maka ikan akan kesulitan bernapas. Dan golongan parasit yang bersifat ektoparasit antara lain adalah Ciliata, Flagellata, Monogenea, Copepoda, Isopoda dan Branchiuran (Yuliartati, 2011). Universitas Sumatera Utara 9 2.2.2. Endoparasit Menurut Yuliartati (2011), endoparasit merupakan parasit yang menyerang organ tubuh bagian dalam ikan, seperti sistem peredaran darah, sistem syaraf dan sistem pencernaan. Salah organ yang paling sering terserang endoparasit adalah usus, hal ini karena usus merupakan tempat yang paling banyak terdapat zat-zat makanan. Dan zat-zat makanan inilah yang dibutuhkan oleh parasit sebagai sumber nutrisinya (Akbar, 2011). Masuknya cacing endoparasit ke tubuh ikan adalah melalui makanan seperti udang, siput, ikan-ikan kecil yang semuanya merupakan inang perantara dalam siklus hidup cacing. Oleh sebab itu, ikan yang bersifat karnivora dan omnivora mempunyai kemungkinan terinfeksi cacing endoparasit yang jauh lebih besar dibandingkan dengan ikan herbivora (Irianto, 2005). Menurut Yuliartati (2011), gejala serangan parasit pada bagian dalam tubuh ikan (usus) akan menyebabkan perut ikan membengkak dan sisiknya berdiri. Hal ini sering dialami oleh jenis ikan cupang. Jika serangan penyakit ini sampai pada gelembung renangnya, keseimbangan ikan saat berenang akan hilang, dan beberapa golongan parasit yang masuk kelompok endoparasit antara lain adalah Digenea, Cestoda, Nematoda, Acantocephala, Coccidia, dan Microsporidia. Parasit yang menyerang akan mempengaruhi hidup ikan dengan menghambat pertumbuhannya. Pengaruh yang muncul diawali dengan terganggunya sistem metabolisme tubuh inang sampai merusak organ. Pakan yang dikonsumsi ikan dan digunakan untuk pertumbuhan dimanfaatkan oleh parasit yang terdapat pada tubuh inang (ikan) sehingga tubuh inang kekurangan nutrien. Pengaruh tersebut terjadi mulai parasit menempel dan tumbuh pada organ inang sampai dengan yang merusak organ sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan bahkan kematian inang (Hadiroseyani, 2006). Serangan parasit dapat menyebabkan kerugian secara ekonomis. Efek ekonomis parasit pada ikan antara lain pengurangan populasi ikan konsumsi, pengurangan berat ikan dan terjadinya perubahan morfologi ikan (Akbar, 2011). Universitas Sumatera Utara 10 2.3. Jenis-Jenis Parasit Yang Menyerang Ikan Mujair Ada beberapa jenis parasit yang umum menyerang ikan mujair antara lain : 2.3.1. Plathyhelminthes 2.3.1.1. Monogenea Monogenea adalah parasit yang memiliki siklus hidup langsung (tanpa membutuhkan inang perantara) yang berbentuk pipih dorsoventral, simetris bilateral, tidak bersegmen, dan tidak memiliki rongga tubuh, Monogenea merupakan jenis ektoparasit yang dapat ditemukan menginfeksi kulit, insang dan sirip (Fernando et al.,1972). Ditambahkan oleh Noble and Noble (1989), bahwa Monogenea menempel pada organ-organ tersebut dengan menggunakan kait atau jangkar yang ada pada lempeng penempel (Opisthaptor). Monogenea yang sering menyerang ikan salah satunya adalah Dactylogyrus. Menurut Yuliartati (2011), Dactylogyrus merupakan cacing insang atau habitat hidupnya di insang ikan. Menurut Kabata (1985), Dactylogyrus memiliki dua pasang bintik mata yang terdapat pada bagian anterior. Memiliki empat tonjolan pada bagian anterior dan 14 kait marginal pada bagian posterior. 2.3.1.2. Digenea Digenea adalah parasit yang memiliki siklus hidup tidak langsung (membutuhkan inang perantara), digenea bersifat endoparasit yang hidup dilapisan lumen usus, jaringan tubuh dan pembuluh darah. Digenea memiliki bentuk tubuh dorsoventral, tidak bersegmen, tidak memiliki rongga tubuh dan berbentuk oval. Yang membedakan Monogenea dengan Digenea yaitu terletak pada sucker, dimana Digenea memiliki dua buah sucker yaitu oral dan ventral sucker. Parasit yang tergolong Digenea adalah Bucephalus elegans dan Fasciola hepatica (Kabata, 1985). 2.3.2. Protozoa Protozoa adalah hewan bersel satu yang berukuran mikroskopis, Protozoa dapat hidup sebagai organism bebas maupun parasitik. Protozoa parasit ikan berbahaya bagi ikan disebabkan karena kemampuan multiplikasinya yang cepat dan dapat Universitas Sumatera Utara 11 menyerang ikan dari berbagai umur. Protozoa pada ikan dapat ditemukan di sirip, kulit, insang, rongga mulut dan saluran pencernaan (Kabata, 1985). Salah satu Protozoa yang paling sering menginfeksi ikan adalah Trichodina dan Icthyophthirius. Menurut Rukyani (1990), ciri Trichodina yang paling dominan adalah dari tipe pergerakkannya yang berputar-putar menyerupai piring terbang karena mempunyai dentikel dan alat gerak berupa cilia. Menurut Kabata (1985), pada Trichodina terdapat attachment disc yang berfungsi untuk menempel pada inang. Bentuk dan ukuran sel, bentuk dan jumlah dentikel, serta lingkaran silia merupakan dasar untuk mengidentifikasi spesies ini. Selain Trichodina, ada juga parasit yang dapat menyebabkan penyakit white spot atau bercak putih. Penyakit ini disebabkan oleh parasit Ichtyoptirius yang menginfeksi kulit, insang, dan mata. Parasit ini dapat menyebabkan erupsi berat pada kulit yang kadang dapat menyebabkan kematian inang (Noble and Noble, 1989). 2.3.3. Copepoda Kabata (1985), mengatakan bahwa lebih dari 1500 spesies Copepoda merupakan parasit ikan air tawar, ada 4 genus yang biasa dijumpai pada ikan air tawar di Asia Tenggara, yaitu Learnea, Caligus, Ergasilus dan Lamproglena. Parasit yang sering menyerang ikan adalah Caligus dan Learnea. Menurut Sasanti (2000), family Caligidae (Caligus) memiliki bagian cephalothoraks pipih dorsoventral dengan permukaan ventral cekung dan permukaan dorsal cembung. Antena ke 2 dan maksilliped dilengkapi kuku yang tajam untuk mengait pada inang. Sedangkan menurut Dana et al.,(1994), Learnea memiliki ciri-ciri tubuh yang tidak beruas, parasit ini sangat merugikan usaha budidaya ikan air tawar dikarenakan ukurannya yang relatif besar. 2.3.4. Nematoda Menurut Kabata (1985), Nematoda berbentuk silindris, filiformis dan ditutupi oleh kutikula yang fleksibel. Dasar identifikasi yang penting adalah bentuk kepala dan mulut. Universitas Sumatera Utara 12 Bentuk tubuh Nematoda tidak bersekat-sekat, cacing ini juga memiliki sistem pencernaan yang lengkap darimulut sampai ke anus. Salah satu cacing Nematoda yang sering dijumpai adalah Anisakis sp. sebagai penyebab penyakit Anisakiasis (Noble and Noble, 1989). 2.4. Prevalensi Parasit Untuk mengetahui tingkat infeksi atau serangan parasit dalam populasi inang dikenal istilah prevalensi, intensitas dan kelimpahan parasit (Yuliartati, 2011). Menurut Fernando et al.,(1972), prevalensi menggambarkan persentase ikan yang terinfeksi oleh parasit tertentu dalam populasi ikan, intensitas menggambarkan jumlah parasit tertentu yang ditemukan pada ikan yang diperiksa dan terinfeksi, sedangkan kelimpahan rata-rata adalah jumlah rata-rata parasit tertentu yang ditemukan dalam populasi pada ikan baik yang terinfeksi maupun tidak. Peningkatan kemampuan perkembangbiakan parasit akan meningkatkan prevalensi parasit pada tubuh hospes. Hal ini dapat memacu peningkatan perkembangbiakan parasit yang dapat merugikan inang. Penyakit pada ikan dapat mengakibatkan kerugian terhadap investasi dan juga berdampak negatif pada perkembangan budidaya perikanan suatu daerah (Ramadan et al., 2012). Prevalensi parasit dipengaruhi oleh ukuran ikan, perubahan musim dan aktivitas pemeliharaan ikan. Perubahan umur ikan menyebabkan perubahan pada ukuran ikan, perubahan morfologi, perubahan fisiologi dan perubahan ekologi dari ikan, hal ini menyebabkan pola hubungan prevalensi dan ukuran ikan ini berbeda-beda pada tiap jenis ikan (Ohoilum, 2002). 2.5. Kualitas Air Kualitas air adalah suatu batasan yang digunakan untuk menjelaskan seluruh sifatsifat kimia, fisika dan biologi air. Ketiga sifat parameter kualitas air tersebut sangat mempengaruhi kehidupan organism perairan, khususnya sektor perikanan. Pengaruh perubahan kualitas air dalam jangka waktu cepat ataupun lama akan mempengaruhhi kelangsungan hidup ikan dalam perairan terbuka maupun tertutup (BKIPM, 2011). Universitas Sumatera Utara 13 2.5.1. Temperatur Temperatur merupakan faktor lingkungan yang utama pada perairan karena merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan dan penyebaran hewan. Kenaikan temperature perairan akan mengakibatkan kenaikan aktivitas fisiologi organisme. Menurut hukum van’t hoffs kenaikan temperatur sebesar 10⁰ C akan meningkatkan aktivitas fisiologis organisme sebesar 2-3 kali lipat. Kenaikan temperatur yang cukup tinggi ditandai dengan munculnya ikan-ikan dan hewanhewan air lainnya ke permukaan untuk mencari oksigen (Siagian, 2009). 2.5.2. Derajat keasaman (pH) Derajat keasaman (pH) merupakan parameter dari banyaknya kandungan ion hidrogen yang terkandung dalam air. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan PH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses kimia perairan. pH yang normal untuk kehidupan nekton berkisar 6,5-8,5 (Gonawi, 2009). 2.5.3. Dissolve oxygen (DO) Dissolve oxygen (DO) atau oksigen terlarut merupakan jumlah mg/L gas oksigen yang terlarut di dalam air. Kadar oksigen yang terlarut pada suatu perairan alam sangat bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer suatu perairan (Gonawi, 2009). Oksigen diperlukan oleh ikanikan untuk menghasilkan energi yang sangat penting bagi pencernaan dan asimilasi makanan, pemeliharaan keseimbangan osmotik dan aktivitas lainnya. Jika persediaan oksigen diperairan sangat sedikit, maka perairan tersebut tidak baik lagi untuk ikan dan makhluk hidup lainnya yang hidup di air, karena akan mempengaruhi kecepatan makan dan pertumbuhan ikan (Siagian, 2009). 2.5.4. BOD (Biochemical Oxygen Demand) BOD (Biochemical Oxygen Demand) atau kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam memecah bahan organik. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran BOD adalah jumlah senyawa organik yang akan diuraikan, adanya mikroorganisme aerob yang Universitas Sumatera Utara 14 mampu menguraikan senyawa organik tersebut dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian itu (Wardana, 1995). 2.5.5. Salinitas Menurut teori, zat-zat garam tersebut berasal dari dalam dasar laut melalui proses outgassing yakni perembesan dari kulit bumi di dasar laut yang berbentuk gas ke permukaan dasar laut. Bersama gas-gas ini, terlarut pula hasil kikisan kerak bumi dan bersama-sama garam-garam ini merembes pula air,semua dalam perbandingan yang tetap sehingga terbentuk garam di laut (Rommimoharto, 2009). 2.5.6. TSS (Total Suspended Solid) Zat padat tersuspensi (Total Suspended Solid) adalah semua zat padat (pasir, lumpur, dan tanah liat) atau partikel-partikel yang tersuspensi dalam air dan dapat berupa komponen hidup (biotik) seperti fitoplankton, zooplankton, bakteri, fungi, ataupun komponen mati (abiotik) seperti detritus dan partikel partikel anorganik. Zat padat tersuspensi dapat dikelompokkan menjadi zat padat terapung dan zat padat terendap. Zat padat terapung ini selalu bersifat organik, sedangkan zat padat terendap dapat bersifat organik dan anorganik (Ramadan et al., 2012). 2.5.7. Penetrasi Cahaya Kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan ke dalam air. Dengan mengetahui kecerahan suatu perairan, kita dapat mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air, lapisan-lapisan manakah yang tidak keruh, yang agak keruh danyang paling keruh. Air yang tidak terlampau keruh dan tidak pula terlampau jernih baik untuk kehidupan ikan. Kekeruhan yang baik adalah kekeruhan yang disebabkan oleh jasad renik atau plankton. Nilai kecerahan yang baik untuk kehidupan ikan adalah lebih dari 45 cm atau lebih. Karena bila kecerahan kurang dari 45 cm, batas pandangan ikan akan berkurang (Kordi, 2004). Universitas Sumatera Utara