4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Mujair 2.1.1. Sistematika

advertisement
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ikan Mujair
2.1.1. Sistematika Dan Morfologi Ikan Mujair
Ikan mujair berasal dari perairan Afrika, yaitu sekitar dataran rendah Zambezi,
Shiré dan dataran pantai delta Zambezi sampai pantai Algoa. Pada saat ini, ikan
mujair telah tersebar luas sekurang-kurangnya ke-90 negara di dunia, termasuk
Indonesia. Ikan mujair diperkenalkan sebagai ikan budi daya atau ikan komersial
dan di Indonesia, ikan Mujair awalnya diperkenalkan sebagai ikan hias.
Klasifikasi ikan mujair sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Perciformes
Famili
: Cichlidae
Genus
: Oreochromis
Spesies
: Oreochromis mossambicus
(Webb et al., 2007).
Ikan mujair dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain mujair biasa,
mujair merah dan mujair albino. Berdasarkan warna sisik, ikan ini dapat
dibedakan ke dalam lima varitas, yaitu mujair dengan warna sisik abu-abu, abuabu bercak putih, putih, hitam dan merah (Sugiarti, 1988).
Ikan Mujair merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, bentuk badan pipih
dengan warna abu-abu, coklat atau hitam (Gambar 2.1). Mujair memiliki bentuk
badan yang pipih dan memanjang, bersisik kecil-kecil bertipe stenoid, tubuh
memiliki garis vertikal, sirip ekor memiliki garis berwarna merah. Warna ikan ini
tergantung pada lingkungan atau habitat yang di huni (Webb et al., 2007).
Mulutnya agak besar dan mempunyai gigi-gigi yang halus. Letak mulut
terminal atau di ujung tubuh. Posisi sirip perut terhadap sirip dada adalah
thoracic. Linea lateralis tidak sempurna atau terputus menjadi dua bagian. Jumlah
Universitas Sumatera Utara
5
sisik pada garis rusuk bagian atas 18-21 buah dan pada garis rusuk bagian bawah
ada 10-15 buah. Sirip dada dan sirip perut berwarna hitam kemerahan, sedangkan
sirip punggung dan sirip ekor berwarna kemerah-merahan pada ujung-ujungnya
(Said, 2000).
Ciri-ciri khas dari ikan mujair yaitu dagu berwarna kekuning-kuningan
dan tanda tersebut biasanya akan terelihat lebih jelas pada ikan jantan yang sudah
dewasa. Ikan ini memiliki panjang tubuh dua sampai tiga kali dari tinggi
badannya (Setianto, 2012).
Gambar 2.1. Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus)
Ciri-ciri yang perlu diperhatikan untuk membedakan induk jantan dan
induk betina, yaitu pada betina terdapat tiga buah lubang pada urogenital, yaitu
dubur, lubang pengeluaran telur dan lubang urin. Ujung sirip berwarna pucat
kemerah-merahan, warna perut lebih putih, warna dagu putih, dan jika perut
ditekan tidak mengeluarkan cairan. Induk jantan memiliki dua buah lubang pada
urogenital, yaitu anus dan lubang sperma merangkap lubang urin. Ujung sirip
berwarna kemerah-merahan terang dan jelas. Warna perut lebih gelap/kehitamhitaman, warna dagu kehitam-hitaman dan kemerah-merahan, dan jika perut
ditekan akan mengeluarkan cairan (Popma dan Green, 1990 dalam Erika, 2008).
2.1.2. Ekologi Ikan Mujair
Ikan mujair hidup di perairan tawar, seperti danau, waduk dan rawa. Toleransinya
yang luas terhadap salinitas, menyebabkan ikan ini juga dapat hidup di air payau
Universitas Sumatera Utara
6
dan air laut (Setianto, 2012). Ersa (2008) menambahkan, Ikan mujair bersifat
herbivora, tetapi ikan ini juga mengkonsumsi detritus, crustacea, bentos, dan
berbagai bentuk makanan suplemen yang tersedia di air.
Ikan mujair (O. mossambicus) mempunyai kecepatan pertumbuhan yang
relatif lebih cepat, tetapi setelah dewasa percepatan pertumbuhannya akan
menurun. Telur mujair dierami di dalam mulut induk betina selama 3-4 hari.
Larva yang baru menetas akan hidup dari kuning telurnya selama 5-7 hari. Larva
ikan mujair mulai bisa makan pada hari ke delapan. Selama periode 14-17 hari
larva mujair dilindungi oleh induk betina di dalam mulutnya. Pada waktu tertentu
larva ikan keluar dari mulut induk, berenang di sekitar induk untuk mendapatkan
pakan. Ketika lepas dari perlindungan mulut induk betina, larva mujair biasanya
sudah mencapai ukuran 9-10 mm (Setianto, 2012).
Ikan mujair dapat berkembang pesat di kolam, sawah dan sungai air deras.
Kolam dengan sistem pengairan yang mengalir sangat baik bagi pertumbuhan dan
perkembangan fisik ikan mujair. Keasaman air (pH) yang baik untuk
perkembangan ikan mujair berkisar antara 5-8, dengan suhu air berkisar antara 2027ºC. Ikan mujair dapat tumbuh normal, jika lokasi pemeliharaan berada pada
ketinggian antara 150-1000 m dpl. Kualitas air untuk pemeliharaan ikan mujair
harus bersih, tidak terlalu keruh, tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan
limbah pabrik (Sugiarti, 1988).
Berat ikan dapat mencapai 120 sampai 200 gram dalam waktu empat
bulan dengan sedikitnya 80% yang dapat bertahan hidup. Panjang total
maksimum yang dapat dicapai ikan mujair adalah 40 cm. Ikan ini mulai bisa
berkembang biak pada umur 3 bulan, dan setealh itu ikan mujair dapat
berkembang biak setiap 1½ bulan sekali (Setianto, 2012).
2.1.3. Kandungan Gizi Ikan Mujair
Ikan salah satu bahan makanan yang memiliki protein tinggi. Rasanya yang gurih
meneyebabkan ikan disukai berbagai kalangan masyarakat. Salah satunya ikan
mujair. Menurut Setianto (2012), ikan mujair merupakan salah satu sumber
protein
yang
tinggi,
mengandung
asam
lemak
tak
jenuh
(omega-3,
Eicosapentaenoic acid/EPA, Docosahexanoic acid/DHA) yang berfungsi untuk
Universitas Sumatera Utara
7
perkembangan otak. Selain itu masih banyak lagi kandungan gizi dari ikan mujair
ini, antara lain air 80,0 g, protein 16,0 g, energi 86,0 kalori, lemak 2,0 g, kalsium
20,0 mg, besi 2,0 g, vitamin A 150,0.
Ikan mujair yang kaya akan gizi tersebut bisa juga dijadikan sebagai
makanan pengganti ikan laut, yang mana seperti kita ketahui harga ikan laut
semakin hari semakin mahal (Ersa, 2008). Menurut Setianto (2012), tingginya
kandungan gizi pada ikan, sangat berguna bagi kesehatan. Konsumsi ikan secara
kontiniu juga terbukti mampu menghambat dampak buruk penyakit jantung.
Menurut ahli gizi, mengkonsumsi ikan sebanyak 30 g dalam sehari dapat
menurunkan resiko kematian akibat penyakit jantung hingga 50%.
2.2. Parasit Ikan
Indonesia merupakan Negara yang beriklim tropis, kondisi ini memberikan
keuntungan bagi kehidupan mikroorganisme seperti parasit, jamur, bakteri dan
virus untuk berkembang biak dengan baik di daratan maupun di perairan.
Akibatnya banyak jenis-jenis ikan yang mudah terserang penyakit (Handajani dan
Sri, 2005).
Penyakit ikan sebagian besar disebabkan karena adanya kontaminasi yang
berasal dari luar tubuh (eksternal) baik yang bersifat infeksius maupun non
infeksius. Organ-organ yang sering terpapar oleh agen penyakit diantaranya
adalah insang, saluran pencernaan, dan otot ikan. Salah satu penyebab terjadinya
penyakit tersebut adalah parasit (Cheng, 1973).
Penyakit yang disebabkan oleh aktifitas organisme parasit disebut
Parasiter. Sedangkan non-parasiter adalah penyakit yang disebabkan oleh kondisi
lingkungan, pakan, dan keturunan. Berdasarkan daerah penyerangannya, penyakit
yang disebabkan oleh parasit dibagi menjadi penyakit kulit, penyakit pada insang,
dan penyakit pada organ dalam (Suwarsito dan Mustafidah, 2011).
Parasit merupakan suatu organisme yang hidup pada tubuh organisme lain
(inang) sebagai sumber nutrisi dan umumnya menimbulkan efek negatif pada
organisme yang ditempatinya. Salah satu organisme yang sering terserang parasit
adalah ikan. (Akbar, 2011). Adanya cacing parasitik di dalam tubuh ikan akan
Universitas Sumatera Utara
8
menyebabkan penurunan produksi dan bobot badan ikan, serta dapat menurunkan
ketahanan tubuh ikan terhadap penyakit-penyakit lain (Rahayu et al., 2013).
Pemicu
terjadinya
serangan
penyakit
antara
lain
adanya
ketidakseimbangan antara daya dukung lingkungan dengan kuantitas produksi
dalam satu areal budidaya (infeksi tidak seimbang antara ikan, pathogen, dan
lingkungannya) (Yuliartati, 2011). Menurut Suhendi (2009), penyebaran parasit
ditentukan oleh musim, lokasi geografis, umur, ukuran dan daya tahan inang.
Setiap parasit yang hidup dalam tubuh inang bisa menimbulkan pengaruh yang
berbahaya bagi inang. Pengaruh ini dapat menyebabkan perubahan yang luas pada
organ maupun jaringan, bahkan dapat mengakibatkan perubahan karakter inang
secara umum.
Ada sekitar 10.000 spesies parasit yang diketahui dapat menyerang ikan,
terdiri dari Hirudinea, Acanthocephala, Monogenea, Digenea, Cestoda, Protozoa
dan Crustacea (Sasanti, 2000). Dan menurut Heryadi dan Sutarmanto (1995),
berdasarkan serangan parasit pada hospes, parasit dapat dibedakan menjadi 2 yaitu
ektoparasit dan endoparasit.
2.2.1. Ektoparasit
Menurut Ohoilum (2002), ektoparasit merupakan parasit yang menyerang organ
tubuh bagian luar, seperti bagian sirip, kulit, insang, operculum, hidung, mata dan
rongga mulut. Salah satu organ yang sering terserang ektoparasit adalah insang.
Karena insang merupakan organ pernapasan yang langsung bersentuhan dengan
lingkungan sekitarnya yang menyaring bahan-bahan yang terlarut, menyaring
partikel-partikel pakan dan mengikat oksigen (Yuliartati, 2011).
Menurut Sitanggang (2008), gejala serangan parasit pada insang berupa
mengembangnya tutup insang dan munculnya bintik-bintik merah pada insang.
Jika serangan parasit sudah terlalu banyak, maka ikan akan kesulitan bernapas.
Dan golongan parasit yang bersifat ektoparasit antara lain adalah Ciliata,
Flagellata, Monogenea, Copepoda, Isopoda dan Branchiuran (Yuliartati, 2011).
Universitas Sumatera Utara
9
2.2.2. Endoparasit
Menurut Yuliartati (2011), endoparasit merupakan parasit yang menyerang organ
tubuh bagian dalam ikan, seperti sistem peredaran darah, sistem syaraf dan sistem
pencernaan. Salah organ yang paling sering terserang endoparasit adalah usus, hal
ini karena usus merupakan tempat yang paling banyak terdapat zat-zat makanan.
Dan zat-zat makanan inilah yang dibutuhkan oleh parasit sebagai sumber
nutrisinya (Akbar, 2011).
Masuknya cacing endoparasit ke tubuh ikan adalah melalui makanan
seperti udang, siput, ikan-ikan kecil yang semuanya merupakan inang perantara
dalam siklus hidup cacing. Oleh sebab itu, ikan yang bersifat karnivora dan
omnivora mempunyai kemungkinan terinfeksi cacing endoparasit yang jauh lebih
besar dibandingkan dengan ikan herbivora (Irianto, 2005).
Menurut Yuliartati (2011), gejala serangan parasit pada bagian dalam
tubuh ikan (usus) akan menyebabkan perut ikan membengkak dan sisiknya
berdiri. Hal ini sering dialami oleh jenis ikan cupang. Jika serangan penyakit ini
sampai pada gelembung renangnya, keseimbangan ikan saat berenang akan
hilang, dan beberapa golongan parasit yang masuk kelompok endoparasit antara
lain adalah Digenea, Cestoda, Nematoda, Acantocephala, Coccidia, dan
Microsporidia.
Parasit yang menyerang akan mempengaruhi hidup ikan dengan
menghambat
pertumbuhannya.
Pengaruh
yang
muncul
diawali
dengan
terganggunya sistem metabolisme tubuh inang sampai merusak organ. Pakan yang
dikonsumsi ikan dan digunakan untuk pertumbuhan dimanfaatkan oleh parasit
yang terdapat pada tubuh inang (ikan) sehingga tubuh inang kekurangan nutrien.
Pengaruh tersebut terjadi mulai parasit menempel dan tumbuh pada organ inang
sampai dengan yang merusak organ sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan
bahkan kematian inang (Hadiroseyani, 2006).
Serangan parasit dapat menyebabkan kerugian secara ekonomis. Efek
ekonomis parasit pada ikan antara lain pengurangan populasi ikan konsumsi,
pengurangan berat ikan dan terjadinya perubahan morfologi ikan (Akbar, 2011).
Universitas Sumatera Utara
10
2.3. Jenis-Jenis Parasit Yang Menyerang Ikan Mujair
Ada beberapa jenis parasit yang umum menyerang ikan mujair antara lain
:
2.3.1. Plathyhelminthes
2.3.1.1. Monogenea
Monogenea adalah parasit yang memiliki siklus hidup langsung (tanpa
membutuhkan inang perantara) yang berbentuk pipih dorsoventral, simetris
bilateral, tidak bersegmen, dan tidak memiliki rongga tubuh, Monogenea
merupakan jenis ektoparasit yang dapat ditemukan menginfeksi kulit, insang dan
sirip (Fernando et al.,1972). Ditambahkan oleh Noble and Noble (1989), bahwa
Monogenea menempel pada organ-organ tersebut dengan menggunakan kait atau
jangkar yang ada pada lempeng penempel (Opisthaptor).
Monogenea
yang sering menyerang
ikan
salah
satunya
adalah
Dactylogyrus. Menurut Yuliartati (2011), Dactylogyrus merupakan cacing insang
atau habitat hidupnya di insang ikan. Menurut Kabata (1985), Dactylogyrus
memiliki dua pasang bintik mata yang terdapat pada bagian anterior. Memiliki
empat tonjolan pada bagian anterior dan 14 kait marginal pada bagian posterior.
2.3.1.2. Digenea
Digenea adalah parasit yang memiliki siklus hidup tidak langsung (membutuhkan
inang perantara), digenea bersifat endoparasit yang hidup dilapisan lumen usus,
jaringan tubuh dan pembuluh darah. Digenea memiliki bentuk tubuh dorsoventral,
tidak bersegmen, tidak memiliki rongga tubuh dan berbentuk oval. Yang
membedakan Monogenea dengan Digenea yaitu terletak pada sucker, dimana
Digenea memiliki dua buah sucker yaitu oral dan ventral sucker. Parasit yang
tergolong Digenea adalah Bucephalus elegans dan Fasciola hepatica (Kabata,
1985).
2.3.2. Protozoa
Protozoa adalah hewan bersel satu yang berukuran mikroskopis, Protozoa dapat
hidup sebagai organism bebas maupun parasitik. Protozoa parasit ikan berbahaya
bagi ikan disebabkan karena kemampuan multiplikasinya yang cepat dan dapat
Universitas Sumatera Utara
11
menyerang ikan dari berbagai umur. Protozoa pada ikan dapat ditemukan di sirip,
kulit, insang, rongga mulut dan saluran pencernaan (Kabata, 1985).
Salah satu Protozoa yang paling sering menginfeksi ikan adalah
Trichodina dan Icthyophthirius. Menurut Rukyani (1990), ciri Trichodina yang
paling dominan adalah dari tipe pergerakkannya yang berputar-putar menyerupai
piring terbang karena mempunyai dentikel dan alat gerak berupa cilia.
Menurut Kabata (1985), pada Trichodina terdapat attachment disc yang
berfungsi untuk menempel pada inang. Bentuk dan ukuran sel, bentuk dan jumlah
dentikel, serta lingkaran silia merupakan dasar untuk mengidentifikasi spesies ini.
Selain Trichodina, ada juga parasit yang dapat menyebabkan penyakit
white spot atau bercak putih. Penyakit ini disebabkan oleh parasit Ichtyoptirius
yang menginfeksi kulit, insang, dan mata. Parasit ini dapat menyebabkan erupsi
berat pada kulit yang kadang dapat menyebabkan kematian inang (Noble and
Noble, 1989).
2.3.3. Copepoda
Kabata (1985), mengatakan bahwa lebih dari 1500 spesies Copepoda merupakan
parasit ikan air tawar, ada 4 genus yang biasa dijumpai pada ikan air tawar di Asia
Tenggara, yaitu Learnea, Caligus, Ergasilus dan Lamproglena.
Parasit yang sering menyerang ikan adalah Caligus dan Learnea. Menurut
Sasanti (2000), family Caligidae (Caligus) memiliki bagian cephalothoraks pipih
dorsoventral dengan permukaan ventral cekung dan permukaan dorsal cembung.
Antena ke 2 dan maksilliped dilengkapi kuku yang tajam untuk mengait pada
inang. Sedangkan menurut Dana et al.,(1994), Learnea memiliki ciri-ciri tubuh
yang tidak beruas, parasit ini sangat merugikan usaha budidaya ikan air tawar
dikarenakan ukurannya yang relatif besar.
2.3.4. Nematoda
Menurut Kabata (1985), Nematoda berbentuk silindris, filiformis dan ditutupi
oleh kutikula yang fleksibel. Dasar identifikasi yang penting adalah bentuk kepala
dan mulut.
Universitas Sumatera Utara
12
Bentuk tubuh Nematoda tidak bersekat-sekat, cacing ini juga memiliki
sistem pencernaan yang lengkap darimulut sampai ke anus. Salah satu cacing
Nematoda yang sering dijumpai adalah Anisakis sp. sebagai penyebab penyakit
Anisakiasis (Noble and Noble, 1989).
2.4. Prevalensi Parasit
Untuk mengetahui tingkat infeksi atau serangan parasit dalam populasi inang
dikenal istilah prevalensi, intensitas dan kelimpahan parasit (Yuliartati, 2011).
Menurut Fernando et al.,(1972), prevalensi menggambarkan persentase ikan yang
terinfeksi oleh parasit tertentu dalam populasi ikan, intensitas menggambarkan
jumlah parasit tertentu yang ditemukan pada ikan yang diperiksa dan terinfeksi,
sedangkan kelimpahan rata-rata adalah jumlah rata-rata parasit tertentu yang
ditemukan dalam populasi pada ikan baik yang terinfeksi maupun tidak.
Peningkatan kemampuan perkembangbiakan parasit akan meningkatkan
prevalensi parasit pada tubuh hospes. Hal ini dapat memacu peningkatan
perkembangbiakan parasit yang dapat merugikan inang. Penyakit pada ikan dapat
mengakibatkan kerugian terhadap investasi dan juga berdampak negatif pada
perkembangan budidaya perikanan suatu daerah (Ramadan et al., 2012).
Prevalensi parasit dipengaruhi oleh ukuran ikan, perubahan musim dan
aktivitas pemeliharaan ikan. Perubahan umur ikan menyebabkan perubahan pada
ukuran ikan, perubahan morfologi, perubahan fisiologi dan perubahan ekologi
dari ikan, hal ini menyebabkan pola hubungan prevalensi dan ukuran ikan ini
berbeda-beda pada tiap jenis ikan (Ohoilum, 2002).
2.5. Kualitas Air
Kualitas air adalah suatu batasan yang digunakan untuk menjelaskan seluruh sifatsifat kimia, fisika dan biologi air. Ketiga sifat parameter kualitas air tersebut
sangat mempengaruhi kehidupan organism perairan, khususnya sektor perikanan.
Pengaruh perubahan kualitas air dalam jangka waktu cepat ataupun lama akan
mempengaruhhi kelangsungan hidup ikan dalam perairan terbuka maupun tertutup
(BKIPM, 2011).
Universitas Sumatera Utara
13
2.5.1. Temperatur
Temperatur merupakan faktor lingkungan yang utama pada perairan karena
merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan dan penyebaran hewan.
Kenaikan temperature perairan akan mengakibatkan kenaikan aktivitas fisiologi
organisme. Menurut hukum van’t hoffs kenaikan temperatur sebesar 10⁰ C akan
meningkatkan aktivitas fisiologis organisme sebesar 2-3 kali lipat. Kenaikan
temperatur yang cukup tinggi ditandai dengan munculnya ikan-ikan dan hewanhewan air lainnya ke permukaan untuk mencari oksigen (Siagian, 2009).
2.5.2. Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) merupakan parameter dari banyaknya kandungan
ion hidrogen yang terkandung dalam air. Sebagian besar biota akuatik sensitif
terhadap perubahan PH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Nilai pH sangat
mempengaruhi proses kimia perairan. pH yang normal untuk kehidupan nekton
berkisar 6,5-8,5 (Gonawi, 2009).
2.5.3. Dissolve oxygen (DO)
Dissolve oxygen (DO) atau oksigen terlarut merupakan jumlah mg/L gas
oksigen yang terlarut di dalam air. Kadar oksigen yang terlarut pada suatu
perairan alam sangat bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan
tekanan atmosfer suatu perairan (Gonawi, 2009). Oksigen diperlukan oleh ikanikan untuk menghasilkan energi yang sangat penting bagi pencernaan dan
asimilasi makanan, pemeliharaan keseimbangan osmotik dan aktivitas lainnya.
Jika persediaan oksigen diperairan sangat sedikit, maka perairan tersebut tidak
baik lagi untuk ikan dan makhluk hidup lainnya yang hidup di air, karena akan
mempengaruhi kecepatan makan dan pertumbuhan ikan (Siagian, 2009).
2.5.4. BOD (Biochemical Oxygen Demand)
BOD (Biochemical Oxygen Demand) atau kebutuhan oksigen biologis
adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam memecah
bahan organik. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran BOD adalah
jumlah senyawa organik yang akan diuraikan, adanya mikroorganisme aerob yang
Universitas Sumatera Utara
14
mampu menguraikan senyawa organik tersebut dan tersedianya sejumlah oksigen
yang dibutuhkan dalam proses penguraian itu (Wardana, 1995).
2.5.5. Salinitas
Menurut teori, zat-zat garam tersebut berasal dari dalam dasar laut melalui
proses outgassing yakni perembesan dari kulit bumi di dasar laut yang berbentuk
gas ke permukaan dasar laut. Bersama gas-gas ini, terlarut pula hasil kikisan kerak
bumi dan bersama-sama garam-garam ini merembes pula air,semua dalam
perbandingan yang tetap sehingga terbentuk garam di laut (Rommimoharto,
2009).
2.5.6. TSS (Total Suspended Solid)
Zat padat tersuspensi (Total Suspended Solid) adalah semua zat padat
(pasir, lumpur, dan tanah liat) atau partikel-partikel yang tersuspensi dalam air
dan dapat berupa komponen hidup (biotik) seperti fitoplankton, zooplankton,
bakteri, fungi, ataupun komponen mati (abiotik) seperti detritus dan partikel
partikel anorganik. Zat padat tersuspensi dapat dikelompokkan menjadi zat padat
terapung dan zat padat terendap. Zat padat terapung ini selalu bersifat organik,
sedangkan zat padat terendap dapat bersifat organik dan anorganik (Ramadan et
al., 2012).
2.5.7. Penetrasi Cahaya
Kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan ke dalam air. Dengan
mengetahui kecerahan suatu perairan, kita dapat mengetahui sampai dimana
masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air, lapisan-lapisan
manakah yang tidak keruh, yang agak keruh danyang paling keruh. Air yang tidak
terlampau keruh dan tidak pula terlampau jernih baik untuk kehidupan ikan.
Kekeruhan yang baik adalah kekeruhan yang disebabkan oleh jasad renik atau
plankton. Nilai kecerahan yang baik untuk kehidupan ikan adalah lebih dari 45 cm
atau lebih. Karena bila kecerahan kurang dari 45 cm, batas pandangan ikan akan
berkurang (Kordi, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Download