MORGAN CHAPTER 21 ANESTESI UNTUK PASIEN DENGAN PENYAKIT KARDIOVASKULER Kata kunci Komplikasi kardiovaskuler menyebabkan kematian sekitar 25-50% setelah operasi non jantung. Infark miokard (IM) perioperatif, edema pulmo, gagal jantung kongestif (CHF), aritmia, dan tromboemboli adalah yang paling banyak ditemukan pada pasien dengan kelainan kardiovaskuler. Dua faktor yang paling penting resiko perioperatif adalah unstable coronary syndrome dan terjadinya CDF. Kontraindikasi secara umum untuk bedah nonjaniung elektif adalah jinfark miokard yang terjadi kurang dari 1 bulan sebelum operasi dengan resiko iskemia persisten dengan tes noninvasive, gagal jantung dekompensasi dan stenosis aorta berat atau stenosis mitral. Tanpa memperhatikan derajat tckanan darah preoperative, banyak pasien dengan dengan hipertensi mcnurijukan respon hipotens; saat induksi anestesi diikuti dengan respon hipertensi yang berlebihan setelah intubasi. Pasien hipertensi menunjukan respon berlebihan karena katekolamin endogen (karena rangsangan intubasi atau bedah) dan secara eksogen karena pemberian obat agonis simpatis. Pasien dengan penyakit jantung koroner berat (tiga cabang koroner atau cabang utama), ada riwayat MI atau disfungsi ventrikel adalah resiko terbesar pada komplikasi kardiovaskuler. Resiko perioperatif dari MI dihubungkan dengan jumlah iskemia residual yang menetap(sebagai tambahan resiko infark). Monitor holter, EKG exercise, scan perfusi jantung, dan ekhokardiografi adalah pemeriksaan penting resiko perioperatif dan membutuhan angiografi koroner. Tapi pemeriksaan ini diindikasikan hanya jika terdapat perbedaan hasil pada pasien yang dirawat. Penghentian tiba-tiba terapi medis antiangina pada perioperatif, terutama beta bloker, dapat mencetuskan peningkatan tiba-tiba dari episode iskemia (rebound). Pada pasien dengar. penyakit jantung kongenital, peningkatan SVR relative meningkatkan pulmonary vascular resistance (PVR) menyebabkan peningkatan PVR left to secara right relatif shunting, dimana meningkatkan SVR menyebabkan rigth to left shunting. Adanya aliran shunting antara jantung kanan dan kiri, bagaimanapun juga arah aliran darah, mengharuskan pengeluaran gelembung udara atau clot dari cairan intravena untuk mencegah emboiisme paradoksal masuk ke otak a|au sirkulasi koroner. Tujuan pengelolaan anestesi pada pasien dengan tetralogi fallot adalah mcnjaga volume intravaskulur dan SVR. Peningkatan PVR, seRerti karena asidosis atau tekanan airway yang berlebihan scbaiknya dihindari. Right to left shunting cenderung menurunkan uptake zat anestesi inhalasi, sebaliknya, mempercepat onset dengan agen intravena. Tranplantasi pengaruh jantung sarafotonom didenervasi secara langsung total jadi, tidak ada. Sebagai, tanbahan, tidak adanya peningkatan reflek membuat pasien kadang sensitif uhtuk ccpat vasodilatasi. Vasopressor indirect seperti efedrin dan dopamin kurang efektif daripada agen yang direct acting karena tidak adanya cadangan katekolamin pada saraf jantung. Penyakit kardiovaskuler, terutama iskemi hipertensi dan penyakit katup jantung, adalah keadaan yang sering ditemui dalam praktek anestesi dan penyebab utarna morbiditas dan mortalitas perioperatif. Pengelolaan pasien dengan penyakit ini merupakan tantangan yang berkelanjutan dan kecerdasan ahli anestesi. Respon adrenergik terhadap rangsang bedah dan efek sirkulasi dari zat anestesi, positif , intubasi kehilangan endotrakeal, darah, tekanan pergerakan ventilasi cairan dan perubahan suhu tubuh memaksaan beban tambahan pada sistem kardiovaskuler yang sudah membahayaknn. Banyak agen anestesi menyebabkan depresi myokard, vasodilatasi atau keduanya. Bahkan zat anestesi tidak mempunyai efek sirkulasi langsung yang menyebabkan depresi sirkulasi nyata pada pasien yang tergantung aktifitas simpatis yang kronis. Terhentinya aktifitas ini sebagai konsekuensi keadaan dekompensasi sirkulasi akut. anestesi menyebabkan Pengelolaan yang optimal pasien dengan penyakit kardiovaskuler membu-tuhkan pengetahuan fisiologi jantung normal, efek sirkulasi dari beberapa agen anestesi dan patofisiologi dan pe.natalaksanaan dari penyakit ini. Prinsip-prinsip yang sama digunakan untuk terapi penyakit ini secara preoperatif untuk diterapkan dalam intraoperatif. Singkatnya pilihan bagaimana agen agen tadi anestesi digunakan tidak dan sepenting pemahaman latarbelakang patofisiolioginya. FAKTOR-FAKTOR RESIKO JANTUNG Prevalensi penyakit jantung meningkat progresif dengan bertambahnya umur. Sebagai tambahan, jumiah pasien umur lebih dari 65 tahun akan meningkat 25-35% dalam 2 dekade berikutnya. Perioperatif infark myokard (MI), edema pulmo, gagal jantung kongestif, aritmia dan tromboemboli adalah palingsering tampak pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler. Komplikasi kardiovaskuler berkisar 25-50% menyebabkan kematian setelah operasi nonkardiovaskuler. Insiden edema pulmo lardiogenik postoperatif kira-kira 2% pada semua pasien, umur lebih dari 40 tahun, tapi 6% pada pasien dengan riwayat gagal jantung dan 16% pada pasien dengan gagal jantung berat. Prevalensi relative tinggi pada gangguan kardiovaskuler pada pembedahan sebagai jsaha untuk mendefinisikan cardiac risk atau semacam tingkat kefatalan intraoperatif atau postoperatif atau komplikasi jantung yang mengancam jiwa An American Coilege of Cardiology/American Heart Association Task Force Report membagi tarc'a-tanda klinis peningkatan cardiac intermediate, dan risk minor. menjadi Tanda prediktor mayor mayor, menunjukan pengelolaan yang intensif, intermediate ditandai dengan peningkatan resiko dan membutuhkan peniiaian preoperative yang lebih hati-hati dan minor ditandai dengan adanya penyakit kardiovaskuler yang tidak jelas menunjukan adanya peningkatan resiko perioperatif. Pasien dengan tanda mayor sebaiknya dilakukan evaluasi cardiac noninvasive dan bila bila perlu angiografi. Sebagian besar pasien dengan tanda-tanda peningkatan resiko masuk kedalam intermediate dan katagori minor. Skema pengelolaan sederhana menierlukan pemeriksaan jantung noninvasif pada pasien dengan 2 dari 3 kriteria klinis. Dua faktor penting resiko preoperatif adalah sindroma koroner unstable dan kejadian gagal jantung kongestif. Identifikasi pasien dengan resiko terbesar harus diperiksa secara tepat agar memberikan hasil yang baik. Memang, banyak penelitian menyarankan derajat komplikasi yang terendah dicapai bite ada monitor invasif dan intervensi hemodinamik yang agresif (mis. Vasodilator, blok adrenergik) diberikan pada pasien resiko tinggi komplikasi jantung. Secara umutn disepakati bahwa opetfasi noncardiac elektif pada pasien dengan MI yang niendapat serangan kurang dari 1 bulan sebelum operasi dengan gejala atau perneriksaan noninvasif, jantung, dan stenosis aorta dan mitral stenosis. gagal Faktor-faktor resiko intraoperitif yang paling penting timbul saat operasi mendesak dan lokasi operasi. Komplikasi jantung 2-3 kali lebih banyak pada pasien yang menjalani operasi yang emergency. Tabel 20-3 menunjukan daftar faktor resiko jantung untuk beberapa prosuur operasi noncardiac dari American College of Cardiology/American Heart Association Task Force Sebagian besar komplikasi jantung dihubungkan dengan operasi bedah thorak,abomen dan bedah vaskuler. Bedah vaskuler, terutama prosedur bypass infrainguinal, merupakan suatu prosedur resiko tinggi karena penyakit vaskuler pcrifer dan penyakit arteri koroner (CAD) memperbesar resiko (mis. Diabetes, riwayat merokok, hiperlipidemia dan usia lanjut); gejala CAD tidak jelas berupa terbatasnya aktifitas saat klaudikasi dan alamiah, dimana diperpanjang dan dikaitkan dengan kehilangan darah. Resiko kardiovaskuler untuk bedah arteri karotis lebih sedikit daripada bedah aorta dan bypass arteri infrainguinal. Meskipun hipertensi yang tak terkontrol tidak jelas menyebabkan resiko untuk komplikasi postopcratif, tapi sering dihubungkan dengan meningkatnya tekanan darah intraoperatif. Menariknya, hipertensi intraoperatif lebih sering menyebabkan morbiditas jantung daripada hipotensi. Meskipun regional anestesi tinggi dapat dilakukan disamping dengan anestesi umum, tapi penilitian tentang itu kurang hemodionamik mendukung. karena Sebagai anestesi tambahan, spinal dan efek epidural mungkin lebih menyulitkan daripada dengan anestesi umum. HIPERTENSI Pertimbangan Preoperatif Hipertensi adalah penyebab utama kematian dan kecacatan di menyebabkan masyarakat Barat abnormalitas setelah dan lebih operasi. sering Dengan prevalensi sekitar 20-25 %. Hipertensi tak terkontrol yang lama mempercepat ateros-klerosis dan kerusakan organ karena hipertensi. Hipertensi merupakan resiko utama untuk bedah jantung, Komplokasinya otak, adalah ginjal infark dan bedah miokard, vaskuler. gagal jantung kongestif, stroke, gagal ginjal, penyakit oklusi perifer dan diseksi aorta. Adanya ventrikel kiri (LVH) pada pasien adalah prediktor penting mortalitas jantung. Naiknya mortalitas jantung telah dilaporkan karena bruit tergantung pada karotis,meski tanpa gejala. Definisi Pengukuran tekanan darah beberapa variabel termasuk postur tubuh, siang atau malam periksanya, status emosional, aktifitas terakhir, obat yang diminum dan termasuk peralatan dan teknik yang digunakan. Diagnosis hipertensi tidak dapat dibuat hanya karena terbaca saat konfirmasi dengan Meskipun cemas preoperatif riwayat tapi hipertensi preoperatif membutuhkan yang atau menetap. nyeri sering menyebabkan hipertensi pada pasien normal, pasien dengan riwayat hipertensi menunjukan peningkatfin tekanan darah preoperatif. Penelitian epidemiologi monyowong hubungan langsung dan terus menerus antara hipertensi sisatolik dirstolik dengan rata-rata mortalitas. Definisi hiper-tensi sistemik adalah bisa berubah ubah tapi secara umum adalah naiknya tekanan darah diastolik lebih dari 90-95 mmiHg atau tekanan sistolik lebih dari 140-160 mmHg. Daftar klasifikasi secara umum ada pada tabel 20-4. Hipertensi borderline bila tekanan diastolik 85-89 mmH atau tekanan sistolik 150-139 mmHg. Biasanya pasien dengan hipertensi borderline dapat menimbulkan resiko komplikasi kardiovaskuler. Hipertensi yang dipercepat atau berat (derajat 3) didefinisikan sebagai meningkatnya tekanan darah yang Lta-tiba, berlarut-larut dan progresif, biasanya tekanan diastolik lebih dari 110-119 mmHg: biasanya ada gangguan fungsi ginjal. Hipertensi malignan adalah keadaan emergensi ditandai dengan hipertensi berat (>210/120 mmHg) dengan papiledema dan sering dengan encephalopati. Patofisiologi Hipertensi bisa karena idiopatik (essensial) atau biasanya sedikit, kondisi medis lain atau hipertensi sekunder seperti penyakit ginjal, hiperaldosteronisme primer, sindroma chusing, acromegali, feokromasitoma, kehamilan atau terapi estrogen. Hipertensi essensial berjumlah kira-kira 80-95 % kasus dan dikaitkan dengan abnormalitas kardiak output, resistensi vaskuler sistemik (SVR) atau keduanya. Sebuah pola perkenbasngan dapat terlihat output setelah naik, jalanya tapi SVR (nyatanya,biasanya penyakit. timbul agak Awalnya, dalam tinggi). kardiak batas Sejalan normal dengan penyakitnya, kardiak output kembali normal, tapi SVR menjadi abnormal tinggi. Volume cairan extraseluler dan aktifitas renin plasma dapat rendah,normal atau tinggi. Poningkatan kronik pada afterload jantung menyebabkan LVH konsentrik oan perubahan fungsi diastolik. Hipertensi juga merubah autoregulasi otak,maka CBF normal harus dipertahankan dengan keadaan tekanan darah tinggi; batas ajtoregiiiasi otak berkisar pada kisaran tekanan darah rata rata 110-180 mmHg. Mekanisme perubahan yang hanjs diamati pada pasien hipertensi tetap sukar dipahami tapi timbul karena adanya hipertropi vaskuler, hiperinsulinemia, peningkatan abnormal dari calsium intraseluler dan meningkatnya konsentrasi sodium intraseluler pada pembuluh darah otot polos dan intraseluler sel tubuler mungkin ginjal. akibat Peningkatan kalsium meningkatnya tonus arterioler dimana meningkatnya konsentrasi sodium; menghalangi ekskresi sodium ginjal. Over aktifitas sistern saraf simpati dan meningkatnya respon agonis simpatis timbul pada beberapa pasien. Pasien hipertensi sering menunjukan respon berlebihan terhadap vasopresor. Overaktifitas dari sisteni renin-angiotensin- aldosteron memainkan peranan penting pada pasien dengan hipertensi yang dipercepat. Terapi Jangka Panjang Terapi obat telah menunjukan penurunan progresifitas hipertensi dan insiden stroke, gagal jantung kongestif, CAD, dan kerusakan ginjal. Terapi juga dapat melawan beberapa perubahan patofisilogi yang bersamaan,seperti LVH dan perubahan autoregulasi otak. Banyak pasien dengan hipertensi ringan rnembutuhkan hanya terapi obat tunggal,biasanya diuretik thiazid,ACE inhibitor,blok reseptor angiotensin (ARB), blok β adrenergik atau blok kanal kalsium. The JNC for hipertension (USA) merekomendasikan dosis rendah diuretik thiazid untuk pasien.Bagaimanapun, penyakit yang menyertai harus dipertimbangkan dalam memililrobat. ACE inhibitor merupakan pilihan first-line untuk pasien dengan disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung dimana ACE inhibitor atau ARB adalah obat tunggal awal yang optimal untuk hiperlipidemte penyakit gagal ginjal kronik atau diabetes (terutama dengan iiefropati. Blok Padrenergik atau jarang, blok calcim chanel digunakan sebagai obat first-line untuk pasien dengan CAD. ACE inhibitor, ARB,dan blok β adrenergik umumnya kurang efektif daripada diuretik dan blok calcium channel pada orang kulit hitam. Guideline terapi merekomendasikan diuretik dengan atau tanpa blok β adrenergik atau blok calcium channel saja untuk pasien usia lanjut. Pasien dengan hipertensi sedang atau berat membutuhkan obat dobel atau tripel. Diuretik sering digunakan untuk menunjang blok gadrgnergik dan ACE inhibitor dimana sebagai obat tunggal kurang efektifl ACE inhibitor dapat tcrbukti memperpanjang kemungkinan hidup pada pasien dengan gagal jantung kongestif atau disfungsi ventrikd kiri. Sebagai tambahan, obat ini melindungi fungsi ginjal pada pasien dengan diabetes atau dengan penyakit ginjal. Nama dan mekanisme kerja secara umum yang digunakan sebagai antihipertensi sangat penting untuk ahli anestesi. Pengelolaan Preoperatif Pertanyaan yang timbul dalam praktek anestesi adalah derajat hipertensi preoperatif yang mana untuk pasien yang akan dioperasi clektif. Kecuali untuk pasien yang terkontrol datang ke derajat optimal, ruang operasi hipertensinya. banyak pasien dengan Meskipun hipertensi berbagai data macam menunjukan hipertensi preopcrati sedang (tekanan diastolik < 9 O - 1 0 0 mmHlg) tidak jelas secara statistik berhubungan dengan komplikasi postoperatif, data lain menun-jukan bahvva pasien dengan kontrol jelek atau tidak diterapi lebih mudah mengalami gangguan intraoperatif seperti iskemia myokard, aritmia, atau hipertensi dan hipotensi. Dengan anestesi dalam intraoperatif dan menggunakan obat vasoaktif dapat menurunkan insiden komplikasi postoperative karena kontrol hiperlensi preoperatif yang jelek. Meskipun secara ideal pasien dengan operasi elektif hanya bila dibuat normotensi,ini tidak seialu dapat atau dinginkan Penurunan karena tekanan mempengaruhi perubahan darah perfiisi yang cerebral. autoregulasi. berlebihan Sebagai dapat tambahan, keputusan menunda atau melanjutkan operasi sangat individual berdasarkan beratnya naiknya tekanan darah preoperatif ; seperti adanya iskemia myokard, disfungsi vsntrikcl atau komplikasi ginjal atau serebrovaskuler dan prosedur pembedahan (bila operasi besar dapat mencetuskan perubahan hingga preload dan afterload siap diantisipasi). Singkatnya, hipertensi preoperatif tergantung respon pasien terhadap obat. Dengan pengecualian, terapi obat hipertensi sebaiknya diteruskan sampai wakfu mau operasi. Banyak dokter tidak memberi ACE inhibitor pada pagi hari menjelang opcrasi karena: dengan alasan peningkatan insiden hipotensi intraoperatif, walaupun pembatalan obat ini menaikan resiko hipertensi perioperatif dan membutuhkan antihipertensi parenteral. Prosedur operasi pada pasien dengan tekanan darah diastolik yang terus terutama ditunda tinggi lebih menyebabkan sampai dari kerusakan organ, tekanan terkontrol baik dalam beberapa hari. Riwayat 110 mmHg, sebaiknya darah Rivayat preoperatif sebaiknya ditanyakan bcrat dan durasi hipertensi,terapi yang telah diberikan dan ada atau tidak adanya komplikasi hipertensi. Gejala iskemia myokard,gagal ventrikel. gangguan perfusi serebral atau penyakit vaskuler perifer harus didapat demikian juga catatan pengobatannya. Pertanyaan diarahkan adakah nyeri dada, daya tahan latihan, nafas pendek (teratama malam hari), edema, sinkop karena perubahan posisi kepala, amaurosis dan claudikasio. Efek samping dari antihipertensi sebaiknya didentifikasi. Pemeriksaan riwayat MI dapat dibagi seperti dibawah stroke dibicarakan pada bab 27. Pemeriksaan Fisik dan evaluasi Laboratorium Oftalmoskopi mungkin berguna sangat berguna dalam pemeriksaan pasien dengan hipertensi daripada spigmomanometer) difakukan. Perubahan tapi penglihatem vaskuler paralel dengan beratnya (lain sayang karena dan jarang pcrubahan arterosklerosis progress dan kerusakan organ karena hipertensi. Suara gallop S4 umumnya pada pasien dengan LVH. Temuan fisik lain seperti suara pulmonal dan suara gallop S3 yang mclambat mcnunjukan gagal jantung kongestif. Tekanan darah sebaiknya berbaring. vasodilatasi diukur Ortostatik dengan terjadi berlebihan atau posisi karena terapi berdiri dan deplesi volume, obat simpatis; pemberian cairan preoperatif dapat mencegah hipotensi btrat setelah induksi anestesi pada pasien ini. Meskipun bruit carotis asimtomatis kadang secara hemodinamik tidak signifikan, ini mencerminkan penyr.kit aterosklerosis yang mungkin berpengaruh ke sirkulasi koroner. Bila bruit diJeteksi Dopier pada arteri carotis ini menunjukan terjadi blokade secara hemodinamik. EKG mungkin normal, tapi pasien dengan riwayat hipertensi yang lama scring menunjukan gejala iskemia, konduksi yang abnormal dan old infark atau LVH atau strain. EKG normal tidak mengenyampingkan penyakit arteri koroner atau LVH. Rupanya, ukuran normal jantung pada rontgen thoraks, belum menyingkirkan hipertropi ventrikel. Ekokardiografi lebih sensitif unluk LVH dan dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi diastolik dan sistolik ventrikel pada pasien dengan gejala gagal jantung. Rontgen thoraks biasanya tidak dapat untuk patokan tapi gambaran jantung seperti sepatu boot (menyokong LVH), kardiomegali ringan atau kongesti vaskuler pulmoner. Fungsi ginjal diperiksa dengan mengukur kreatinin serum dan kadar BUN. Kadar elektrolit serum sebaiknya diukur pada pasien dengan terapi digoxin atau diuretik atau adanya kerusakan ginjal. Hipokalemi ringan sampai sedang sering tampak pada pasier yang diberi diuretik (33,5 mEq/L) tapi biasanya tidak punya efek samping. Terapi kalium mungkin nanya diberikan pada pasien dengan gejala atau yang Hipomagnesemia juga mendapat sering terapi ada dan digoxin. penting menyebabkan aritmia perioperatif. Hiperkalemia dijumpai pada pasien terutama dengan kerusakan fungsi ginjal, yang mendapat diuretik hemat kalium atau ACE inhibitor. Preinedikasi Premedikasi menuruiikari kecemasan preoperatif dan cenderung meningkat pada pasien dengan hipertensi. Hipertensi preopcratif ringan sampai scdang sering dapat diberi dengan obat anxiolitik seperti midazolam. Obat antihipertensi preoperatif sebaiknya diteruskan redekat mungkin dengan jadwal operasi. Seperti yang telah diumumkan diawal tadi, beberapa dokter menghindari ACE inhibitor kaiena pemikiran dapat meningkatkan insiden hipotensi intraoperatif. Agonis α2 adrenergik central dapat sebagai obat tambahan untuk premedikasi pasien hipertensi; klonidin (0,2mg) msnurunkan kebutulian zat menambah anestesi sedasi, intraoperatf dan menurunkan hipertensi periopeiatif. Sayangnya, pemberian klonidin preoperatif telah dihubungkan dengan hipotensi intraoperatif dan bradikardi. PENGELOLAAN INTRAOPERATIF Obyektif Seluruh rencana anestesi untuk pasien hipertensi adaiah memelihara range tekanan darah yang stabil. Pasien dengan hipertensi borderline dapat diterapi sebagai pasien normotensi. Hipertnsii yang lama atau kontrol yang jelek,bagaimanapun, dapat mengubah autoregulasi CBF. Tekanan darah lebih tinggi dari normal diperlukan untjk menjaga CBF adekuat. Karena banyakjpasien dengan hipertensi lama dapat menyebabkan elemen CAD dan hipertropi jantung, kenaikan tekanan darah berlebihan tidak diharapkan. Hipertensi, terutama dengan takikardi, dapat mencetuskan atau mengeksaserbasi iskemia myokard, disfungsi ventrikel atau keduanya. Tekanan daiah arteri sebaiknya dijaga sekitar 10-20% dari level preoperatif. Bila ada tanda hipertersi (>180-120 mmHg) saat preoperatif, tekanan darah arteri sebaiknya dipelihara pada range normal tinggi (150-140/90-80 mmHg) Monitoring Banyak pasien hipertensi tidak memerlukan monitor intraoperatif yang khusus. Pengawasan tekanan intraarteri langsung sebaiknya dilakukan pada pasien dengan tekanan darah yang prosedur tidrk bedah stabil mayor dan untuk dengan yang cepat atau menjalani ditandai perubahan pada preload afterload jantung. Monitor EKG sebaiknya berfokus pada deteksi iskemia. Output urin hams dimonitor ketat dengan urin kateter pada pasien dengan kerusakan ginjal yang mengalami operasi kurang dari 2 hari. Bila monitor invasif dipakai, menurunnya kompliance ventrikel sering terlihat pada pasien dengan hipertropi ventrikel, tekanan baji arteri pulmonari lebih tinggi (12-18mmHg) mungkin dibutuhkan pemeliharaan adekuat dari enddiastolik ventrikel kiri; volume dan kardiak output. Induksi Induksi anestesi dan intubasi endotrakhea sering merupakan saat hemodinamik mengalami instabililas pada pasi'jn hipertenri. Tanpa menghiraukan derajat kontrol tekanan darah preoperatif, banyak pasicn menunjukan penekanan respon hipotensi dari induksi anestesi, diikuti respon hipertcnsi yang berlebihan saat intubasi. Respon hipotensi saat induksi mungkin menambah efek depresan sirkulasi dari Banyakjika zat anestesi tidak dan dikatakan obat antihipe/tensi. paling banyak, obat antihipertensi dan onat anestesi umum adalah vasodilator, depresan jantung atau keduanya. Sebagai tambahan, Banyak pasien hiperensj mengalami deplesi cairan. Agen simpatis juga melemahkan reflek protektif sirkulasi normal,menurunkan tonus simpatis dan meningkatkan aklilltas vagal. Lebih dari 25% pasien dengan hipertensi berat setelah intubasi endotrakheal. Selama memasang kyyngoskopi, tanpa memperhatikan derajat hipertensi, sebaiknya secepat mungkin dilakukan.Sebagai tambahan, intubasi sebaiknya dengan anestesi dalam (dengan menghindari hipotensi). Satu dari beberapa teknik dapat dipakai sebelum intubasi untuk menurunkan respon hipertensi.; Anestesi dalam dengan agen volatil poten selama 5-10 menit Pemberian bolus opiuid (fentanil 2,5-5 μg/kg;alfcntanil 15-25 μg/kg; sufentauil 0,25-0,5 μg/kg atau remifentunil 0,5-1 μg/kg) Pemberian lidokain 1,5 μg/kg iv atau intratekal. Pemberian blok βadenergik dengan esmolol 0,3-1,5 mg/kg; propanolol 1-3 mg atau labetolol 5-20 mg. Menggunakan anestesi topikal pada airway. Pilihan Agaen Anestesi A. Agen Induksi Kelebihan dari salati satu obat antihipertensi atau teknik tidak secara jelas terlihat. Bahkan setelah setelah anestesi regional, pasien hipertensi sering menunjukan penurunan tekanan darah yang berlebihan daripada pasien normotensi. Propofol, barbiturat, benzodiazepin dan ctomidat adalah agen yang aman untuk induksi anestesi pada pasien hipertensi. Ketamin merupakan kontraindikasi relatif untuk pasien elektif, karena rangiang simpatis memper-cepat tanda hipertensi; ini juga memiliki rangsang simpatis yang dapat dihalangi atau dieliminasi dengan pemberian dosis, kecil agen lain terutama benzodiazepin atau propofol. B. Agen Maintenance Anestesi akan aman dilanjutkan dengan agen volatil (dengan atau tanpa N2O),teknik (opioid+N 2 O+pelumpuh Tanpa , balans otot),atau mengenyampingkan teknik anestesi leknik TIVA. pcmcliharaan primer, tambahan agen volatil atau vasodilator intravem. secara umum dapat Iebih memuaskan untuk mengendalikan tekanan darah. Vasodilatasi alau deprcsi myokard relatif cepat dan reversibel dapat dicapai dengan agen volatil ctrasi.sesai dengan tekanan darah arteri. Banyak ahli percaya dengan opioid sufentanil dapat mendepresi darah tinggi. sarafotonom dan mengendalikan tekanan C. Pelumpuh Otot Dengan perkecualian pancuronium dosis besar bolus,semua pelumpuh otot (atau blok neuromuskuler) bisa digunakan. Pancuronium mencetuskan blok vagal dan saraf mengeluarkan katekolamin yang dapat mengakibatkan hipertensi pada pasien hipertensi tak terkortrol. Jika pancuronium akan dipakai dengan lambat dosis kecil. Walaupun, ditandai dengan peningkatan heart rate atau tekanan darah yang kurang disukai. Tambahan lagi, pancuronium berguna untuk menutup kerugian tonus vagal berlebihan karera opioid dan manipulasi bedah.Hipotensi setelah pemberian dosis besar (intubasi) dari tubukurarin, metokurarin, atrakurium atau mivakurium dapat menekan pasien hipertensi, D. Vasopresor Pasien hipertensi menunjukan respon berlcbilian karena katekolamin endogen (karena rangsang intubasi dan bedah) dan secara eksogen karena pemberian agonis simpatis. Bila vasopresor dipakai untuk terapi hipotensi yang berlebihan, dosis kecil obat direct acting seperti fenilefrin (25-50 μg) dapat juga digunakan obat indirect. Nam.un, dosis kecil efedrin (5-10 mg) lebih tepat bila tonus vagal tinggi. Pasien jnendapat simpatolitik yang dapat menurunkan respon tcrhadap vasopresor, terutama efedrin; jarang dengan dosis kecil epinefrin 2-5 μg bisa digunakan. Dosis yang salah pada pasien hipertensi dapat menyebabkan morbiditas kardiovaskuler. Hipertensi Intraoperatif Hipertensi intraoperatif tidak berespon anestesi dalan terutama dengan agen diterapi dengan agen parenteral. reversibel, seperti anestesi dalam hipoksemia atau hiperkapnia dengan volatil) dapat Penyebab yang sebaiknya yang inadekuat, dihilangkan sebelum terapi anti hipertensi. Pilihan obat anestesi tergantung pada beratnya, terjadinya dan penyebab bipcrtensUfungsi vcnlrikcj dasar, heart rate dan adanya penyakit pulmoner bronkospasme, blok βadrenergik saja atau sebagai suplemen adalah pilihan terbaik untuk pasien dengan fungsi ventrikel baik dan me.ningkatnya heart rate tapi dikontrainikisikan bila ada pe-nyakit bronkospastik. Nikardipin lebih disukai pada pasien dengan penyakit bronkospastik. Reflek takikat di setelah nifedipin sublingual telah dihubungkan dengan iskemia myokard dan efek antihipertensinya mempunyai onset yang lambat. Nitroprusid dipakai sebagai obat yang efektif dan cepat untuk terapi intraoperatif hipertensi sedang sampai berat. Nitrogliserid mungkin kurang efektif tapi juga berguna untuk mencegah iskemia myokard. Fenoldopam juga obat yang berguna dan mungkin memperbaiki atau memelihara fungsi ginjal. Hidralazin berguna untuk kontrol tekanan darah yang terlarut tapi juga mempunyai onset lambat dan menyebabkan reflek takikardi. Yang terakhir tidak terlihat bila dengan labetalol karena kombinasi blok & dan P adrenergik. . Pengelolaan Postoperatif Hipertensi postoperatif sebaiknya diantisipasi pada urmim terjadi dan pasien hipertensi yang tcrkontrol jelek. Monitoring tekanan darah yang kctat sebaiknya diteruskan sampai ke RR dan periode awal postoperatif. Bila ada iskemia myokard dan gagal jantung kongestifj ditandai dengan tekanan darah naik yang dapat menyebabkan pembenti'kan hematom dan kerusakan garis vaskuler. Hipertensi saat periode recovery sering karena multifakior dan diperberat dengan abnormalitas respirasi, nyeri.. volume overload atau distensi kandung kemih. Penyebabnya parenteral harus dikcreksi dan obat diberikan jika perlu. antihipertensi Labetalol intravena torutama bcrguna untuk mengendalikan hipertensi dan Ukikaidi,dimana nicardipin mengendalikan tekanan berguna darah dengan untuk heart rate lambat,terutnma jika iskemia myokard dicurigai dan ada bronkospasme. Bila p'is.ien mendapat in'.ake oral, pengobatan preoperatif sebaiknya dimulai. PENYAKIT JANTUNG ISKEMIA Pertimbangan Preoperatif Iskemia myokard ditandai dengan kebutuhan oksigen metabolik melebihi dari suplay oksigen. Iskemia dapat sebagai akibat dari kenaikan kebutuhan metabolik myokard, penurunan kombinasi keduanya. hipertensi berat oksigen atau delivery Penyebab takikardi myokard atau umumnya adalah (terutama adanya ventrikel hipertropi) vasospasme arteri koroner atau obstruksi anatomis; hipotensi berat, hipoksemia atau aremia dan stenosis aorta berat atau regurgitasi. Lebih jauh penyebavb paling banyak dari iskemia myokard adalah aterosklerosis dari arteri koroner. CAD adalah penyebab lebih dari sepertiga kematian di masyarakat barat dan penyebab utama rnorbiditas dan mortalitas perioperatif. Semua insiden CAD pada pasien yang menjalani pembedahan diperkirakan sekitar 5% - 10 % CAD Penyebab resiko utama CAD adalah hiperlipidemia, diabetes, merokok, bertambahnya umur, laki-laki dan ada riwayat keluarga. Faktor resiko lain adarah obesitas, riwayat penyakit vaskuler perifer atau serebrovaskuler, menopause, kontrasepsi oral dengan estrogen tinggi (pada wanita perokok),lebih banyak duduk dan mungkin perilaku koroner pronasi. Sesudah umur 65 tahun, insiden CAD mendekati 37 % untuk laki-laki dibanding perempuan 18%. CAD secara kHnis berupa gejala-gejala nekrosis myocardial, iskemia (biasanya angina), aritmia (penyebab sudden death), atau disfungsi ventrikel (gagal jantung kongestif). Jika gejala gagal jantung predominan, maka istilah iskemia kardiomiooati digunakan. Tiga gejala klinis utama secara umum ditetapkan; MI, angina unstable dan angina stable kronis. MI akut dibahas pada bab 49. Angina Unstable Angina unstable didefinisikan sebagai (l) memberatnya abrup frekuensi, (lebih dari 3episode perhari) atau durari serangan angina (angina cresendo),(2) angina saat istirahat,atau (3) angina onset baru (dalam 2 bulan terakhir) dengan berat dan frekuensi sering (lebih dari 3 kali sehari). Episode angina sering tidak dengan faktor pencetus. Angina unslable juga terjadi setelah MI atau dipicu oleh kondisi non kardiak (misal anemia berat, panas, infeksi. tirotoksikosis, hipoksemia, dan stress emosional) pada pasien sebelumnya stabil. Angina unstabel, terutama bile dikaitkan dengan pefrubahan ST segmen saat istirahat, biasanya mencerminkan beratnya, penyakit korpiner dan sering mendahului M|. Kerusakan palq karena agregasi platelet atau trombus dan vasospasme sering saling berhubungan. Stenosis kritus pada satu atau Iebih arteri koroner utama ada pada lebih dari 80% pasien. Pasien dengan angina unstabel membutuhkan perawaran ICCU untuk evaluasi dan terapi. Antikoagulan heparin biasanya diberikan, bersama dengan aspirin, nitrogliserin intravena, (βbloker dan mungkin calcium chanel bloker. Jika iskemia tidak reda dalam 24-48 jam, pasien diperiksa dengan angiografi koroner untuk angioplasty atau operasi revas-kularisasi emergency. Angina Stabil Kronis Nyeri dada sering substernal, pemerasan.menjalar ke leher atau lengan hilang dengan istirahat atau nitroglisein. Gejala bervariasi, yaitu nyeri epigastrik, tulang punggung leher atau nafas pendek dari disfungsi ventrikel (equivalen angina). Iskemia nonexertional dan silent iskemia diakui sebagai kejadian biasa. Penderita diabetes relatif mempunyai insiden tinggi terjadinya silent iskemia. Gejala-gejala secara umum tidak ada sampai lesi menyebabkan 50%-75% oklusi pada sirkulasi koroner. Jika stenosis segmen mencapai 70% oklusi, kompensasi dilatasi maksimum berada di bagian distal, aliran darah secara umum adekuat saat istirahat tai menjadi inadekuat dengan meningkatnya kebutuhan metabolisme. Suply darah kolateral pada beberapa pasien secara relatif menimbulkan asimptomatik meskipun penyaskitnya berat. Vasospasme transmural koroner pada juga beberapa menyebabkan iskemia pasien; episode 90% vasospastik terjadi sebelum lesi stenosis pada pembuluh darah apikardial dan sering faktor, termasuk status dipicu oleh bermacam-macam emosional dan hiperventilasi (angina Printzrnetal). Spasme vasospasme koroner sering ditemukan pada pasien yang mempunyai aktifitas bervariasi atau dengan stress. Semua prognosis pasien dengan CAD berhubungan dengan jumlah dan beratnya obstruksi sesuai denga fungsi ventrikel Terapi Penyakit Jantung Iskemia Pendekatan umum dalam perawatan pasien dengan jantung iskemia ada 5 pedoman : Memperbaiki faktor resiko koroner memperlambat progresifitas penyakit ini. dengan harapan Memodifikasi gaya hidup pasien untuk mengeliminasi stress dan olahraga Memperbaiki korr.piikasi mengeksaserbasi kondisi iskemia medis seperti yang dapat hipertensi. inemia, hipoksemia, tiroktosikosis, panas, infeksi atau efek samping obat. Manipulasi farmakologi dalam hubungan oksigen supply and demand Memperbaiki lesi koroner dengan intervensi koroner perkutaneus atau PCI (angioplasti dengan atau tanpa stenting atau aterektomi) atau operasi bypas arteri koroner. Pendekatan langsung dengan tiga ahli yang terakhir anestesi. berhubungan Prinsip yang sama sebaiknya diterapkan untuk merawat pasien di ruang operasi dan di ICU. Obat farmakologi yang paling sering digunakan adalah nitrat, βbloker dan calcium channel bloker. Obat-obat ini juga mempunyai potensi efek sirkulasi, dimana ditunjukan pada tabel 20-8. Banyak agen dapat digunakan untuk angina ringan.Calcium channel blocker adalah obat pilihan untuk pasien dengan angina predominan vasospnsdk, sedangkan βbloker sering digunakan pasien dengan angina exertional dan fungsi ventrikel adekuat. Nitrat adalah agen yang bagus untuk kedua tipe angina.: A. Nitrat Nitrat merelaksasi semua otot polos pembuluh buluh darah tapi mempunyai efek yang lebih besar pada vena daripada arteri pembuluh darah. Penurunan tonus vena dan menurunya venus return kejantung (preload jantung) menurunkan tekanan dinding Efek ini cenderung menurunkan dan aftexloid. kebutuhan oksigen jantung. Menonjolnya venodilatasi membuat nitrat agen terbaik bila ada gagal jantung kongestif. Hampir sama pentingnya, nitrat juga mendilatasi arteri koroner. Bahkan derajat minor dilatasi pada daerah stenosis dapat meningkatkan aliran darah karena aliran ini secara langsung berhubungan dengan kekuatan keempat radius. Nitrat menyebabkan vasodilatasi koroner khususnya meningkatkan aliran darah subendokardial pada daerah iskemik. Redstribusi aliran darah koroner ke daerah iskemik ini tergantung adanya kolateral disirkulasi koroner. Nitrat dapat juga digumakan untuk terapi iskemia akut dan prophilaksi melawan serangan angina. Tidak seperti β bloker dan calcium channel blocker, nitrat tidak mempunyai efek inetropik negative yang diharapkan untuk disfungsi ventrikel. Nitrogliserin_ intravena dapat juga digunakan untuk mengendalikan anestesi hipotensi. B. Calcium Channel Blocker Efek pengugunaan calcium channel blocker dapat dilihat pada tabel 20-8 dan 20-9,) Calcium channel blocker menurunkan kebutuhan oksigen myokard dengan menurunkan afterload dan menambah suplai oksigen dengan menaikan aliran darah (vasodilatasi. koroner). Verapamil dan diltiazam juga menurunkan kebutuhan oksigen. Efek poten nifedipin pada tekanan darah sistemik menimbulkan kcduanya; hipotensi preparat dihubungkan dan onset untuk MI reflek cepat pada takikardi (mis atau sublingual) beberapa pasien. Kecenderungan ini menurunkan afterload secara umum mengimbangi sfek initropik negatifnya. Bentuk lepas lambat nifedipin dihubungkan dengan kurangnya reflek takikardi dan lebih nyaman daripada agep lain untuk pasien dengan mempunyai disfungsi profil ventrikel. Amlodipin, mirip nifodipintai tapi hampir tidak ada efek pada heart rate juga digunakan pada pasien dengan disfungsi dandiltiazam ventrikel. mempunyai Sebaliknya, efek pada verapamil kontraktilitas jantung dan konduksi atrioventrikuler (AV) dan sebaiknya dipakai dengan hati – hati terutama pada pasien dengan disfungsi ventrikel, bradiaritmia. abnormalitas Diltiazam verapamil untuk ventrikel. Nikardipin dapat pasien lebih dengan dan konduksi baik daripada kerusakan nimodipin atau secara fungsi umum mempunyai efek sama sepert nifedtpin; nimodipin secara primer serebral digunakan setela untuk perdarahan mencegah vaso-spasme subak-ahnoid, sedangkan nikardipin digunakan sebagai vasodilator arterial intravena. Calcium channel blocker mempunyai yang nyata dengan agen anestesi. Semua mempotensiasi obat interaksi agen dapat obat pelumpuh otot depplarisasi dan non nondepolarisasi dan efek sirkulasi dari agen volatil. Verapamil juga menurunkan sedikit kebutuhan zat anestesi. Verapamil dan diltiazam dapat mempotensiasi depresi kontraktilitas jantung dan konduksi pada nodus AV dengan agen anestesi volatile. Nifedipin dan agen yang mirip dapat mempotensiasi vasodilatasi sistemik dengan agen volatil dan intravena. C. Agen blok βadrenergi Obat ini menurunkan kebutuhan oksigen dengan menurunkan heart rate dan kontraktilitas pada banyak kasus afterload (karena efek antihipertensinya). Blok optimal menghasilkan heart rate anlara 50-60X/rnnt dan mencegah kenaikan (meningkat <20X/mnt tersedia berbeda cukup pada besar selama dengan exercise). selektifitas exercise Agen reseptor, yang aktifitas intrinsik simpatomimetik (agonis parsiai) Stabilisasi membran, serig digambarkan sebagai efek quinidin like, menghasilkan aktifitas antiaritmia. Agen yang memiliki intrinsik simpatomimetik akan ditoleransi dengan baik pada pasien dengan disfungsi ventrikel ringan sampai sedang. Dosis rendah βbloker menunjukan keuntungan pada pasien dengan gagal jantung kongestif. Blok preseptor selektif dikontra indikasikan untuk pasien dengan disfungsi ventrikel yang nyata, abnorrnalitas konduksi atau penyakit bronkospastik. Blok resptor β adrenergik juga menutupi gejala hipoglikemia pada pasien diabetes, menunda recovery dari hipoglikemi dan merusak sejumlah besar cadangan kalium. Blok nonselektif juga secara teori menir.ibulkan vasospasme koroner pada beberapa pasien dan dikontraindika sikan pada pasien dengan angina predominan vasospastik. Agen kardioselektif (reseptor β1) harus digunakan hati-hati pada pasien dengan reakrif airway.karena selektifitas agen ini cenderung tergantung pada dosis. Acebutolol paling banyak dipakai pada pasien dengan penyakit bronkospastik airway,karena mempunyai aktifitas β1 selektif dan simpatomimetik intrinsik. D. Agen Lain ACE inhibitoh menunjukan kemungkinan hidup lama pada pasien dengan gagal jantung kongestif dan disfungsi ventrikel kiri. Digoxin berguna untuk pasien atrial fibrilasi cepat yang mampu dan untuk (pasien merespon ventrikel dengan kardiomegali, terutama jika ada gejala gagal jantungn-Terapi aspirin kronis menurunkan kejadian koroner bahkan pada pasien dengan CAD asimtomatik. Terapi antiaritmia pada pasien dengan komplek ventrikel oktopik yang dengan CAD dan disfungsi ventrikel kiri sebaiknya dipandu dengan pemeriksaan elektrofisiologi. Pasien dengan takikardi ventrikel yang berlaru-larut atau ventrikel fibrilasi merupakan calon untuk kardioverter defibrilator (ICD) otomatik internal. Terapi untuk ventrikel ektopik (perkecualian takikardi ventrikel berlanjut) pada pasien dengan fungsi ventrike! baik tidak dapat diberikan dan dapat meningkatkan mortalites. Sebaliknya ICD telah terbukti memperpanjang hidup pada pasien dengan kardiomiopati lanjut (fraksi ejeksi <30%) bahkan tidak ada aritmia. E. Terapi Kombinasi Angina sedang sampai berat sering membutuhkan terapi kombinasi dengan dua atau semua tiga klas. Pasien dengan disfimgsi ventrikel mungkin tidak toleransi dengan dikombinasi efek inotropik negative dan βbloker calcium channel bloker bersamaan; ACE inhibitor ditoleransi dengan baik dan memperbaiki kualitas. Hampir sama, penambahan efek βbloker dari calcium channel βbloker pada nodus AV. yang menyebabkan blok jantung pada pasien yang dicurigai. Kombinasi amlodipin dan nitrat long akting secara urnum. ditolerans; dengan baik pada pasien dengan disfungsi ventrikel tapi menyebabkan vasodilatasi beriebihan pada beberapa pasien. Pengelolaan Preoperatif Kepentingan penyakit jantung iskemik, terutama dengan riwayat MI, sebagai faktor resiko morbiditas dan mortalitas preoperatif seperti yang telah dibahas didepan. Banyak penelitian yang inengkonfirmasikan hasil perioperatif berkaitan dengan beratnya penyakit dan fungsi ventrikel. Pasien dengan CAD extensive (tiga pembuluh darah atau cabang utama) riwayat MI, atau disfungsi ventrikel komplikasi jantung. transmural setelah adalah resiko Resiko yang terbesar sama untuk pada MI dan subendokardial. Resiko perioperatil timbul MI dihubungkan dengan jumlah sisa iskemia (tambahan resiko infark). Meskipun mayoritas kejadian MI perioperatif dilaporkan infar gelombang noriQ, rata-rata mortalitas untuk infark perioperatif pada orangtua mendekati 50%. Gambar 20-2 menunjukan mene jemen pasien preoperative dari American Collate of Cardiology/American Heart Association Task Force Guidlines yang mempunyai gejala klinis meningkatnya resiko kardiovaskuler (tabel 20-1). Penelitian menunjukan bahwa pemeriksaan preoperatif pada pasien resiko, tinggi dengan bedah rcvaskularisasi (bypass koroner), bila menjalani pembedahan aorta abdominal, memperbaiki kualitas hidup jangka pendek dan lama. Data yang mirip pada PCI preoperatif menurunkan komplikasi kardiovaskuler pada pasien resiko tinggi juga kurang. Sebagai tambahan, prosedur pembedahan harus secara umum ditunda minimum 2 minggu setelah PCI untuk mencegah perdarahan postoperatif bila pasien mendapat terapi antiplatelet untuk mencegah trombosis. Angina stabil kronis (ringan sampai sedang) secara substansial tidak menunjukan kenaikan resiko perioperatif. Hampir sama, riwayat bedah bypass arteri koroner atau sederhana menejemen perawatan untuk pasien dengan gejala minor dan intermediate ditunjukkkan pada tabel 20-2 dan gambar 20-1. Blok βreseptor preoperatif telah terbukti menurunkan mortalitas perioperatif dan insiden komplikasi kardiovaskuler postoperatif. Riwayat Riwayat penyakit sangat penting pada pasien dengan penyakit jantung iskemik. Pertanyaan sebaiknya mencakup gejala, terapi sekarang dan dulu,komplikasi dan hasil evaluasi. Informal ini biasanya cukup untuk memperkirakan beratnyagenyakit dan fungsi ventrikel. Gejala paling penting adalah nyeri dada, dyspnea, toleransi exercise yang jelek, sinkop dan near syncop. Hubungan antara gejala dan derajat aktifitas sebaiknya ditegakar. Aktifitas sebaiknya digambarkan pada tugas harian seperti jalan atau naik tangga. Kemampuan bekerja ringan di rumah atau naik tangga secara lambat yang berhubungan dengan 4 metabolik eqivalen (METs) dan adalah kriteria untuk menentukan keutuhan test kardiak noninvasif. Pasien dengan penyakit berat secara relatif asimtomatik kartna gaya hidup sangat. statis. Pasien diabetes terutama terlihat silent iskemia. Gambaran pasien dari nyeri dada adalah peranan penting untuk vasospasme (variasi angina treshold). mudah lelah dan nafas pendek menyokong gambaran fungsi ventrikel kurang bagus. Riwayat angina unstable atau MI sebaiknya kapan terjadinya dan komplikasinya yaitu aritmia, kerusakan konduksi atau gagal jantung. Pasien dengan infark anterior cenderung mempunyai penyakit lebih berat daripada infark inferior. Lokaliaasi dari daerah iskemia sangat berharga dimana dimonitor dengan elektrokardiografi. Aritmia dan konduksi abnormal lebih sering pada pasien dengan infark dan fungsi ventrikel jelek. Pada kelompk pasien yang disebut terakhir ini perlu ICD. Pemeriksaan Fisik Dan Evaluasi Laboratorium Rutin Evaluasi pasien dengan CAD mirip dengan pasien hipertensi; sebagai tambahan kedua penyakit ini sering muncul secara simultan pada pasien yang sama. Evaluasi pasien yang mempunyai riwayat yang cocok yaitu angina unstable dan mengalami prosedur emergency sebaiknya juga enzim kardiak serum. Kadar trogonin. (T atau I), kreatin kinase (MB isoenzim) dan laktat dehidrogenase (tipe isoenzim) berguna untuk MI. Kadar digoxin serum dan antiaritmia lain juga berguna untuk toksisitas obat. Dasar EKG yang normal pada 25-50% pasien CAD tapi tidak MI.Segmen ST yang sangat panjang dihubungkan dengan latarbelakang gradual melandai CAD; dari QRS segmen komplek Stnormal dan secara masuk ke gelombang T. Adanya iskemia dengan EKG sering terjadi hanya biia ada nyeri dada. Paling banyak garis abnormalitas adalah segmen ST nonspesifik dan perubahan gelombang T. Terjadinya infark sering diwujudkan dengan gelombang Q atau hilangnya gelombang R pada lead dekat infark. Blok AV dciajat pcrtama, bundle branch blok atau hemiblek mungkin ada. Elevasi oersisten segmen ST setelah MI sering karena aneurisma ventrikel kiri. Menunj; ngnya interval QT (QT>0;44dtk) mencerminkan adanya iskemia, toksisitas obat (biasanya agen antidepresan atau fenotiazin), antiaritmia klas abnormalitas la, elektrolit (hipokalemi atau hipomagnesia), disfungsi saraf otoriom, prolapsus katup mitral atau sangat jarang, abnormalitas kongenitai. Pasien dengan interval QT nieman mempunyai resiko aritmia ventrikel,terutama jang takikardi ventrikel polimor phik (torsade de pointes) yang dapat menimbulkan ventrikel menunjukan ventrikel Operasi fibrilasi. prolongasi dan pasien Interval nonuniform QT dari predisposisi panjang repolatisasi gejala reentry. elektif dikerjakan sampai imbaians elektrolit dan toksisitas obat sudah tidak ada. Sebaliknya untuk aritmia ventrikel polimorfik dengan interval QT normal, dimana respon terhadap antiaritmia kon vensional, takiaritmia polimorfik dengan interval QT memanjang secara umuin respon paling baik pacing atau magnesium. Pasien dengan prolongasi kong enital secara umum respon terhadap obat blok padrenergik. menganjurkan Blok bahwa stelate imbalans kiri juga otonomik efektif dan memainkan peranan penting pada kelompok pasien ini. Foto rontgen berguna untuk tes skreening kardiomegali atau kongesti vaskuler pulmoner sekunder karena disfungsi ventrikel. Jarang, kalsifikasi dari koroner,aorta, atau katup aorta dapat terlihat. Penelitian Khusus Bila digunakan tes skreening untuk populasi umum, tes stress noninvasif mempunyai perkiraan yang rendah pada pasien normal tapi cukup dapat dipercaya pasien dengan curiga penyakit koroner(Bayes' theorem). Interpretasi preoperatif yang baik dari tes ini sangat penting, terutama pada pasien dengan curiga CAD. Monitor Holter, EKG exercise, scan perfusi myokard, dan ekokardiografi sangat penting unfuk pemenksaan resiko ptrioperatif dan membutuhkan angiografi koroner. Tapi tes ini diindikasikan hanya bila hasMnya berbeda dengar perawatan pasien. A. Monitoring Holter Contininuous ambulatory electrocardiographic (Halter) monitoring berguna untuk evaluasi aritmia,terapi obat antiaritmia dan beratnya dan seringnya mendapat serangan iskemia. Silent (asimptomatik) iskemia sering ditemukan pada pasien dengan CAD. Sebagai tambahan,terjadinya serangan iskemia pre operatif pada monitor Holter mempengaruhi iskemia intraopartif dan post operatif. Monitor holter adalah skreening terbaik karena harga perkiraan negatif paling bagus untuk komplikasi jantung portoperaif. B. Exercise Electrocardiograph Penggunaan tes ini terbatas pada pasien dengan segmen ST abnormal dan yang tidak dapat menaikan heart rate nya (perkiraan maksimal 85%) karena kelelahan, dyspnea atau terapi obat. Dengan sensitifitas 65% dan spesifisitas 90%. Paling banyak sensitif tes ini (85%)untuk pasien dengan 3 pembuluh darah atau cabang utama kiri CAD. Penyakit ini terbatas pada artcri sirkumfleksa kiri dapat juga tidak ada karena iskemianya terdistribusi tidak muncul dengan EKG standart. Tes normal tidak perlu menyingkirkan CAD tapi mendukung beratnya penyakit yang tidak diharapkan. Derajat depresi segmen ST,berat dan konfigurasinya, onset tesnya, dart vvaktu yang dibutuhkan untuk resolusi adalah temuan penting. Respon iskemia myokard dihubungkan pada dengan derajat rendah saat exercise meningkatnya resiko komplikasi periopeiatif dan kejadian jantu ig jangka lama. Temuan lain yang signifkan adalah perubahan tekanan darah dan lerjadinya seringnya dikaitkan aritmia. Ektopi mengindikasikan dengan ventrikel karena beratnya exercise CAD yang disfungsi vefitrikel, perkiraan iskemia karena instabilitas sel-sel myokard. Faktor-faktor yan» berkaitan dengan penyakit multi pembuluh darah berat terdapat pda tabel 20-11. B. Scan Perfusi Myokardial Pencitraan perfusi myokard menggunakan thallium201 atau technetium-99m yang dipakai untuk evaluasi Dasien yang tidak exercise (karena penyakit vaskuler perifer) atau yang mempuiyai latar belakang abnormalitas EKG yang menghalangi interpretasi selama exercise, pencitraan didapat sebelum dan setelah injeksi dilator koroner intravena, seperti dypridamol atau adenosine, untuk menghasilkan respon hiperemik yang mirip exercise. Pemeriksaan perfusi myokardial setelah exercise atau injeksi dypiridamol atau adenosine mempunyai sensitifitas tinggi tapi hanya agak baik untuk deteksi CAD. ini baik untuk deteksi penyakit dua atau tiga pembuluh darah. Scan ini berlokasi dan berjumlah pada daerah iskemia atau scarring dan dibedakan antara keduanya. Defek perfusi mengisi saat fase redistribusi iskemia, bukan sebelum infark. Harga perkiraan negatif scan normal kira-kira 99%. C. Ekhokardiografi Teknik ini mendapat informasi tentang fungsi ventrikel regional dan global dan mungkin terbawa saat istirahat, setelah exercise, atau dengan pemberian dobutamin.Deteksi abnormalitas geiakan dinding regional dan membagi fraksi eieksi ventrikel kiri berkorelasi dengan tcmuan angiografi. menekan timbulnya Sebagai EKG tambahan, sebagai dobutamin prediktor yang dipercaya untuk komplikasi jantung pada pasien yang tidak dapat exercise. Abnormalitas gerakan dinding yang baru atau jelek setelah pemberian infus dobutaniin mcngindikasi-kan adanya iskemia yang signifikan. Pasien dengan (iaksi ojeksi kurang dari 50% cctiderung lebih bei'at penyakitnya dan meningkatkan morbiditas perioperatif. Dobutamin menekan EKG,walaupun, mungkin tidak dipercaya pda pasien dengan bundle branch blok karena gerakan septal abnormal bahkan tidak ada cabang anterior kiri CAD pada beberapa pasien. D. Angiografi Koronc; Angiografi koroner me-upakan gold standart imtuk evaluasi CAD dan mempunyai derajat komplikasi rcndah (<1%). Mcski demikian angiografi hanya untuk menentjkan koroner keuntungan dilakukan pasien dari angiplasti koroner perkutaneus atau graft bypass arteri koroner selama bedah nonkardiak. Lokasi dan beratnya oklusi dapat didefinirikan, dan visospasmekoroner juga diamati saat angiografi.. Pada evaluasi lesi oklusi lebih besar dari 50-75% umumnya dianggap signiflkan. Pekiraan presentase oklusi dapat me nyesatkan (terutama bila antara 40% dan 80%)karena perbedaan pengamat dan alasan khusus bila oklusinya konsentrik padahal seringnya eksentrik. Beratnya penyakit sering ditunjukan menurut jumlah pembuluh darah koroner yang terkena (satu,dua atau tiga pembuiuh darah). Stenosis yang signifikan dari arteri koroner cabang utama kiri tidak menyenangkan karena letaknya hampir di jalan masuk ventrikel kiri. Sebagai tambahan, oklusi 50-7->% pada arteri utama kiri secara hemodinamik signifikan. Ventrikulografi dan pengukiiran tekanan intiakardiak juga memberikan informasi penting. Pengukuran paling penting adalah fraksi ejeksi. Indikator disfungsi ventrikel signifikan adalah frakri ejeksi kurang dari 0,5%, tekanan enddiastolik ventrikel kiri lebih besar dari 18 mmHg setelah injeksi kontras, cardiac indeks kurang dari 2,2L/mnt/m2 dan ditandai dengan multipel abnor-malitas gerakan dinding. Premedikasi Menghilangkan preoperatif merupakan ketakutan,ccmas tujuan pada dan nyeri pasien CAD. Premedikasi yang memuaskan mencegah aktivasi simpatis, yang mengakibatkan balans. suply-d; maid oksigen akan merusak dan Overmedikasi dihindari karena respirasi dan menyebabkan hipotensi. myokard sebaiknya hipoksemia, Benzodiazepin asidosis tunggal atau dikombinasi dengan opioid sering digunakan. Hasil yang paling baik diberikan komhinusi morphin 0,1-05 μg/kg---daxi scolpolamin O,2-0,4 mg IM. Pemberian oksigen bersamaan lewat kanul membartu mencegah hipoksemia setelah premedikasi Pasien dengan fungsi ventrikel jelek dan dengan penyulit penyakit paru dosisnya dikurangi.medikasi preoperatif umumnya diteruskan sampai waktunya operasi. Mereka diberi sedikit air peroral, intiamuskuler, intraven,sublingual atau secara transdermai. Henti obat secara tiba-tiba dari antiangina perioperatif, terutama βbloker, dapat memicu serangan iskemik (rebound). Selanjutnya, blok Padrenergik prophilaksi teiah terbukti menurunkan insiden :skemia intraoperatifdan postoperatif. Banyak dokter meinberi prophilaksis nitrat intravena atau transder mal pada pasien dengan CAD saat perioperatif. Walaupun praktek ini sesuai teori, efikasi pasien tidak ada pada terapi nitrat jangka panjang dan tanpa kejadian iskemia tidak ditegakan. Absorbsi transdermal nitrogliserin dapat menghi langkan serangan perioperatif, sedangkan pemberian intravena dapat menu-runkan preload jantung yang terbaca mengakibatkan hipotcnsi jika tidak dikom-pensasi dengan pemberian cairan. Menejemen Intraoperaiif Periode intraoperatif secara reguler dikaitkan dengan faktor-faktor dan kejadian itu dapat sebagai efek samping hubungan supplai-demand oksigen myokard. Aktivasi sistem simpatis memainkan peranan pending. Hipertensi dan meningkatnya kontraktilitas menaikan kebutuhan oksigen meningkatkan jantung, kebutuhan sedangkan dan menurunkan takikardi supply. Meskipun iskemia dikaitkan dengan takikardi. Obyektif Prioritas pada pengeloiaan pasien dengan penyakit jantung iskemik adalah dengan memelihara hubungan suply demand jantung yang seimbang. Penirtgkatan heart rate melalui saraf otonomik dan tekanan darah sebaiknya dikontrol dengan anestesi dalam atau blok adrenergik dan reduksi yang berlebihan dari tekarian perfusi koroner atau menurunkan oksigen content arteri sebaiknya dihindari. Walaupun batas yang pasti tidak dapat diprediksi tekanan diastolik arteri umumnya dijaga pada 50 mmHg atau diatasnya.Tekanan diasiclik tcrtinggi lebih disukai pada pasien dengan derajat tinggi oklusi koroner. Peningkatan berlebihan, seperti disebabkan overload cairan, pada tekanan karena enddiastoik ini (avlerload) ventrikel meningkatkan dan kiri tekanan menurunkan sebaiknya dihindari dinding ventrikel perfusi subendokardial. Konsentrasi hemoglobin darah adekuat (>9-10 mg/dl) dan dijaga tekanan oksigen arteri (>60 mmHg). Monitor Monitor tekanan intraarterial dianjurkan untuk semua pasien dengan CAD berat dan dengan faktor resiko jantung mayor dan multipei. Tekanan arteri pulmonal atau vena sentral dimonitor selama operasi atau prosedur yang melibatkan pemberian cairan besar atau kehilangan darah. Monitoring tekanan arteri pulmonal mungkin dapat dipasang pada pasien dengan disfungsi ventrike! yang signifikan (fraksi transesofagal berharga ejeksi<40-50%). (TEE) baik dapat kualitatif Ekokardiografi memberikan maupm informasi kuantitatifjpada kontraktilitas dan ukuran bilik ventrikel (preload). Penting Jicatat bahwa meskipun pengalaman klinis mendukung, monitoring tekanan arteri pulmoner maupun monitoring TEE harus jelas memperbaiki outcome pada beberapa penelitian klinis. Deteksi intraoperatif dari iskemia tergantung pada peftibahan elektro-kardiografi, manifestasi hemodinamik atau abnormalitas gerakan dinding regional pada TEE. Dopier TEE juga dapat mendeteksi onset dari regurgitasi mitral yang disebabkan disfungsi otot papiler iskemik. A. Elektrokardiografi Perubahan awal iskemik hampir tidak tampak dan sering terlupakan. Tampak perubahan gelombang T, yaitu inversi, tenting, atau keduanya. Iskemia lebih jelas terlihat dengan bentuk seamen ST depresi progresif. ST depresi horisontal dan curam ke bawah adalah paling spesifik untuk iskemia darpada depresi landai keatas.Elevasi segmen ST baru adalah jarang selama operasi nonjantung dan indikasi iskemia berat, vasospasme, atan infark. Ini sebaiknya dicatat bahwa. ST elevasi ST minor isolated pada lead mid prekordial (V3 dan V4) dapat normal pada pasien muda. Iskemia juga ada sebagai aritmia ventrikel dan atrial intraoperatif yang tidak dapat dijelaskan atau abnormalitas onset konduksi baru. Sensitifitas EKG untuk mendeteksi iskemia berhubungan dengan jumlah lead monitor. Penelitian menganjurkan lead V5,V4,II, dan V3 (kalau sensitifitas menurun) paling bapyak dipakai. fdealnya,pa!ing tidak ada 1 lead untuk monitor terus menerus. Biasanya, lead II untuk memor.itor iskemia dinding inferior o'an aritmia dan V5 untuk iskemia dinding anterior. Lead esophagal juga dipakai pada pasien dengan iskemia dinding posterior. Bila hanya satu channel yang dimonitor, modiflkasi lead V5 dapat menunjukan sensitifitas yang tinggi. B. Monitoring Hemodinamik Abnormalitas hemoduamik yang paling umum selama serangan iskemia adalah .lipertensi dan takikardi. Ini hampir selalu menjadi penyebab daripada akibat 'skemia. Hipotensi biasanya terlambat dan bermanifestasi kurang menyenangkan menjadi disfungsi ventrikuler. Hemodinamik paling sensitif berkorelasi dari monitoring tekanan arteri puimoner. Iskemia seringnya, tapi tidak selalu, berhubungan dengan meningkatnya tekanan baji kapilcrpulmoner. prominen pada Timbulnya bentuk tiba-tiba gelombang gelombang biasanya v karena rogurgitasi mitral akut dari disfungsi otot papiler iskemik atau dilatasi ventrikel kirn. C. Ekokardiografi Esofagal (TEE) TEE dapat secara jelas membantu mendctcksi disfungsi jantung global dan regional sesuai fungsi katup pada pasicn tcrtcntu. Sebagai tambahan, deteksi dari abnormalitas gerakan binding regional baru dapat cepat dan indikator lebih sensitive untuk iskemia myokarJ daripada EKG. Penelitian pada hewan yang aliran darah koroner diturunkan secara gradual, abnormalitas gerakan regional terjadi sebeium kejadian abnormalitas perubahan intraoperatif EKG. baru Meskipun berkoreiasi dengan Mf postoperatif pada beberapa penelitian, tidak semua abnormalitas sepenting iskemik. Abnormalitas regional dan global dapat disebabkan perubahan pada heart rate, perubahan konduksi, aflerload atau drug induced kontraktilitas. Menurunnya sirtolik karena penebalan dinding dapat lebih dipercaya indeks iskemia daripada gerakan dinding endokardial saja. Sayang-nya, TEE membutuhkan peralatan ekpansi dan membutuhkan teknik yang fami-lier untuk benar dan cepat secara intraoperatif diinterpretasikan Menejemen Internal Cardioverter Defibrilator Peningkatan jumlah pasien dengan CAD dan otomatis ICD ada dalam pembedahan. Pasien biasanya mempunyai kardiomyopati lanjut dan./atau riwayat gejala ventrikel takikardi atau ventrikel fibrilasi. ICD yang bekerja sebagai pacemaker sebaik defibrilator, muncul masalah karena penggunaan elec<rocauter bedah. Ini karena (1) ICD karena alatnya diinterpretasikan sebagai fibrilasi ventrikel (2) inhibisi fungsi pacemaker selama Cauterisasi,(3) peningkatan selama aktivasi sensor respon rate dan (4) secara temporer atau permanen direseting menjadi mode reset atau back up. Penggunaan cauter bipolar, penempatan ground jauh dari alat ICD dan terbatas menggunakan cauter hanya inenimbulkan ledakan pendek membantu menurunkan njasalah tapi mengdiminasinya. Alat ICD sebaiknya mempunyai fungsi defibrilator diprogram off secepatnya sebelum pembedahan dan direprogram defibrilator kembali seeepatnya eksternal sebaiknya setelah dan itu. diikat Alas pada mesineksternal secara intraoperatif. Monitoring hati-hati pada pulsasi arteri dengan pulse oksimetri atau bentuk gelombang arteri adalah perto untuk inemastikart pacemaker tidak mati dan ada perfusi arteri selama EKG dari cauter bedah. Produsen alat sebaiknya dikont^ak untuk membuat metodc yang paling baik untuk menejemen alat (mis. Reprograming atau menggunakan magnst) selama operasi. digunakan. Sejumlah Walaupun, besar paling model banyak ICD fungsi sering anti takikardianya respon ke magnet dan tergantung modelnya. Pilhan Anestesi A. Regional Anestesi Meskipun penelitian mendokumentasikan kelubihan regional anestesi daripada anestesi umum tidak ada, anestesi regional sering sebagai rjilihan baik untuk prosedur yang menyangkut extremitas, perineum, dan kemungkinan abdomen bawah. Keadaan yang menurunkan tekanan darah setelah spinal atau epidural anestesi sebaiknya secepatnya diterapi dosis kecil (25-50 μg) dari epinerfrin atau obat yang mirip untuk menjaga tekanan perfusi koroner sampai cairan intravena tercukupi. Dosis kecil efedrin (5-10 mg) lebih disukai bila ada bradikardi. Hipotensi biasanya dihinaari selama loading volume. Hipotensi yang tidak respon dengan phsnilefrin atau efedrin dapat diterapi dengan epinefrin (2-10 μg). Pasien dengan gagal jantung terkompensasi biasanya toleransi karena simpatektomi baik dan tidak membutuhkan volume preoperatif. Anestesi yang tidak lengkap atau pacthy anestesi atau sedasi yang dalam selama regional anestesi menggagalkan tujuan teknik regional anestesi, stress pasien pada hal yang tidak perlu, dan dapat memicu iskemia myokard. Konversi dari regional anestesi ke anestesi umum adalah lepat untuk secepatnya dan mengoreksi hal yang berkaitan dengan hipertensi, takikardi, hipoksia, atau hiperkapnia. B. Anestesi Umum 1. Induksi Dengan prinsip yang sama untuk diterapkan pada pasien hipertensi juga bisa untuk pasien dengan penyakit jantung iskemik. Beberapa,tidak semua pasien dengan CAD mempunyai hipertensi Teknik induksi untuk pasien dengan CAD sedang scmpai berat (penyakit 3 pembuluh darah,cabang kiri,atau fraksi ejeksi <40%) membutuhkan beberapa modifikasi Induksi sebaiknya mempunyai efek hemodinamik minimal,menghasilkan sedikit pusing dan dengan anestesi vasopresor dalam karena untuk intubasi mencegah (bila respon intubasi dibutuhkan),bagaimanapun, beberapa kasus, hipertensi ringan sampai sedang ditoleransi lebih baik daripada hipotensi. Tanpa melihat agen yang digunakan, hal ini secara konsisten dilanujtkan dengan teknik kontrol p:lan. Induksi dengan dosis kecil dan menghindari obat yang menurunkan tekanan darah dapat tampak setelah masuk bolus besar. Titrasi dari agen induksi, pertama melawan kehilangan kesadaran kemudian menurunkan tekanan darah, mempunyai respon bervariasi. Sebagai tambahan, anestesi yang cukup dalam untuk intubasi endotrakeal uapat dilanjutkan dengan mendepresi kardiovaskuler yang disebabkan teknik bolus. Pemberian pelumpuh otot (secepatnya setelah reflek bulu mata hilang) dan ventilasi kontrol menjamin oksigenasi adekuat seiama induksi. Hiperkarbi sering menyebabkan hipertensi. Intubasi endotrakheal dilakukan dengan anestesi dalam sampai tekanan darah ba;as paling bawah yang paling memungkinakan. Tekanan darah, heart rate dan ECG sebaiknya dinilai berulang-ulang bertahap selama induksi. 2. Pemilihan Agen a. Agen induksi, pilihan agen khusus tidak mendesak pada sebagian besar pasien. Propofol, barbiturat, etomidat, benzodiazepin, opioid dan variasi kombinasi obat ini sering digunakan. Ketamin secara relatif dikontraindikasikan karena efek simpatomimetik tidak langsung dapat menimbulkan efek samping terganggunya keseimbangan supply and demand oksigen myokard. Bila dikombinasikan dengan benzodiazepin atau propofol, bagaimanapun, ketamin tidak mening-katkan aktifltas simpatis clan akibatnya secara relatif hemodina-mikanya stabil dengan depresi myokard minimal. Kombinasi benzodiazepin dan ketamin, mungkin lebih berguna pada pasien dengan fungsi ventrikel yang jelek (fraksi ejeksi<30%) Anestesi dengan dosis tinggi opioid mempunyai kegunaan yang luas untuk pasien dengan disfungsi ventrikel yang signifikan. Dengan perkecualian ineperidin (dalam dosis besar), opioid saja menyebabkan minimal atau tidak ada depresi jantung. Kombinasi ini dengan agen intravena (terutama benzodiazepin), bagaimanapun, sering mengakibatkan depresi jantung yang tergantung dosis. Depresi jantung dapat terjadi dengan induksi dosis tinggi murni opioid; meningkatnya ini mungkin tonus karena simpati. Pasien withdrawal dengan atau fimgsi ventrikel yang jelek sering mengandalkan peningkatan tonus simpatis untuk mempertahankan kardiak output dan mungkin dekompensasi dengan anestesi ipioid dosis tinggi. Sebagai tambahan, opioid digunakan sebagai obat tunggal yang tidak lengkap karena insiden tinggi dari bangun selama intraoperatil (Recall) dan hipertensi; depresi respirasi memanjang setelah teknik juga tidak nyaman selama operasi nonjantung. Beberapa dokter selalu memberikan dosis tambahan kecil agen intravena atau obat anestesi volatil dengan obai abestesi dasar opioid primer. Kontrol respon adrenergik untuk intubasi endotrakheal telah dibicarakan pada bab hipertensi. b. Agen pemeliharaan Pasien umumnya dikelola dengan teknik anestesi opioid-volatil. Pasien dengan fraksi ejeksi kurang dari 40% mungkin sangat sensitif dengan agen volatil atau bolus besar opioid untuk mendepresi januing. Nitros oxide, terutama dengan opioid dapat menghasilkan depresi jantung yang sigifikan. Efek agen potensial pada sirkulasi koroner sudah dibhnrakan pada bab 19. Semua agen volatil umumnya umumnya mempunyai efek menyenangkan pada balans oksigen myokard. Isofiuran mendiatasi arteri intramyokard lebih daripada pembuluh darah epikardial besar tapi ada kejadian kecil isofluan menyebabkan steal phenomenon intrakoroner pada praktek klinis. Deteksi iskemia intraoperatif sebaiknya cepat untuk mencari faktor presiritasi dan intervcnsi awal untuk mengoreksi. Oksigenasi dan hermatokrit (atau hemoglobin) sebaiknya dicek dan abnormalitas hemodinamik dikoreksi. dengan (hipertensi, Hematokrit iskemia hipotensi, kurang dari atau 28% perioperatif takikardi) berhubungan dan komplikasi postopcratif, terutama pada pasien dengan operasi vaskuler. Kegagalan untuk identifikasi penyebab atau untuk menghilangkan manifestasi iskemia menunjukan untuk penggunaan nitrogliserin intravena. Nitrogliserin insersi secara optimal membutuhkan arteri line dan pada beberapa pasien (kerusakan ventrikel sedang sampai berat), kateter arteri pulmonal. Pasta nitro gliserin dapat digunakan jika nitrogliserin intravena tidak dapat dipakai,tapi mempu-nyai onset lambat dan varidsi absobsi. . c. Pelumpuh otot Tidak uda efek samping sirkulasi sigriifikan yang umumnya karena rokuronium vecuronium, pipecuronium dan doxacurium adalah pelumpuh otot yang baik untuk pasien dengan penyakit jantung iskemik. βradikardi berat, telah dilaporkan dengan vecuronium (dan atrakurium) yang jarang teijadi, tapi hampir semua kejadian telah dilaporkan yang berhubungan dengan pemberiari opioid sintetik. Bila harus digunakan, pelumpuh otot lain dapat juga aman diberikan pada pasien dengan CAD. Sebagai tanbaharu efek sirkuiasi ini dapat dipakai untuk mengimbangi efek agen anestesi lain,misal,vagolitik yang dimiliki pancuroniurr dapat melawan efek vagotonik dar opioid. Atrakurium dengan dosis kurang dari 0,4 mg/kg dan mivakurium pada dosis diatas 0,15 mg/kg,diberikan perlahan umumnya mempunyai efek hemodinamik minimal. Efek sirkuiasi dari suksinil-kholin secara primer merangsang ganglia otonomik dan reseptor muskarinik dan dapat menghasilkan variasi efek dari heart rate dab lekanan darah. Efek ini dipengaruhi oleh tonus simpatisdan parasimpatis, premedikasi dengan antikholinergik dan blok padrenergi. Bradikardi verlihat setelah pemberian suks^inilkholin pada pasien dengan agen blok βadrenergik. Melawan paralysis otot dengan agen standart tidak timbul untuk memiliki efek irerugikan pada pasierv dengan CAD. Penggunaan glykopyrolaie sebagai ganti atropin dapat menurunkan takikardi. Menejemen Postopeatif Pemulihan anestesi dan periode scgera setelah postoperatif dapat meneruskan stress myokardium. Pasien sebaiknya diberikan suplemen oksigen sampai oksigenasi adekuat. Mengigil biasanya hilang setelah pemberian meperidin 20-30mg intravena; terapi butorphanol klonidin intravena. penghangat 75 u.g Hipotermia dengan atau sebaiknya dikompres. dilaporkan dikoreksi Nyeri 1-2 mg dengan postoperatif sebaiknya dikontrol dengan analgesik umumnya atau teknik anestesi regional. Jika ada kecurigaan overload cairan atau pasien dengan riwayat fungsi ventrikel jelck, rontgen dada postoperatif dapat digunakan. Kongesti paru harus cepat diterapi dengan furosemid 20-40 mg intravena atau terapi vasodilator intravena (biasanya nitrogliserin). Resiko terbesar pacia pasien ini adalah tidak ditemukan iskemia. Meskipun sebagian besar perioperatif gelombang Q pada MI muncul dalam tiga hari pertama setelah operasi (biasanya setelah 24-48 jam), jumlah infark non gelombang Q ada pada 24 jam pertama. Klarena lebih sedikit dari 50% pasieamempunyai nyeri dada EKG 12 lead pcstoperatif rutin mungkin perlu untuk mendeteksi beberapa kejadian. Presentasi yang uvnum tidak dijelaskan adalah hipotensi. Presentasi lain yaitu gagal jantung kongesif dan pcrubahan status mental. Hampir semua pasien mengalami komp'ikasi ini yang berusia lebin dari 50 tahun. Diagnosis ini biasanya berdasarkan temuan elektrokardiografi dan enzim jantung atau, jarang dengan, pemeriksaan radionuklcar. Transthoraksik atau TEE juga dapat berharga. PENYAKIT KATUP JANTUNG 1. Evaluasi Umum dari Pasien Tanpa melihat lesi atau pcnycbabnya.evaluasi preoperatif sebaiknya secara primer menitikberatkan pada penentuan beratnya lesi dan signifikansi hemodinamik,fungsi ventrikel residua! dan adanya etek sekunder pada pulmo,ginjal dan fungsi hepar. Penyakit penyerta CAD sebaiknya tidak teiiewatkan, terutama pada pasien tua dan dikenal sebagai faktor resiko (lihat diatas). Iskemia myokard mungkin juga terjadi oengan tidak adanya oklusi koroner pada pasien dengan stenosis aorta berat atau aorta regurgitasi. Riwayat Riwayat preanestesi sebaiknya difokuskan pada fungsi ventrikel dan sebaiknya dihubungkan dengan data laboratorium. Peranyaan sebaiknya ditujukan pada toleransi exercise, kelelahan, dan edema telapak kaki dan nafas pendek (paroksismal (umum), nokturnal ortopnea atau maiam dispnea). New York had Heart Association mengklasifikasikan penyakit jantung secara fungsional yang berguna untuk klasifikasi klinis dari beratnya gagal jantug, perbandingan pasien, dan perkiraan prognosis. Pasien sebaiknya ditanyakan tentang nyeri dada dan gejala neurologis. Banyak bsi katup yang dihubungkan dengan fenomena tromboemboli. Selama prosedur seperti valvulotomi atau pergantian katup dan efeknya sebaiknya didokumentasikan dengan baik. Review pengobatan sebaiknya dievaluasi efikasi dan mengeluarkan efek samping yang serius. Umumnya menggunakan agen digoxin, diuretik, vasodilator, ACE inhibitor.antiaritmia dan antikoagulan. Diuretik secara umum paling efektif untuk mengontrol ventikel rate pada pasien dengan atrial fibrilasi. Ventrikuler rate sebaiknya kurang dari 80-90 X/mnt saat istirahat dan tidak sampai 120X/mnt dengan stres atau exercise. Tanda-tanda toksisitas digoxin merupakan primer jantung (aritmia), gastrointestinal (mual dan muntah), neurologis (bingung) atau visual (perubahan persepsi warna atau scotomas). Aritmia disebabkan oleh digoxin naik dari kombinasi peningkatan otomatisitas dan menurunnya konduksi pada sel-sel khusus di atrium, ventrikel dan nodus SA dan AV. Terapi vasodilator preoperatif dapat; digunakan untuk mcnurunkan preload, afterload atau kedimnya. Vasodilatasi berlelihan memperburuk toleransi exercise dan sering dengan manifestasi pertama idalah hipotcnsi postural. Pemeriksaan Fisik Tanda-tanda paling penting pada pemeriksaan fisik adalah tanda gagal jantung kongesti. Sisi kiri (S3 gallop atau suara paru) sesuai dengan sisi kanan (distensi vena jugularis, refluk hepatojuguler, hepatoslenomegali atau udem kaki) mungkin ada. Temuan denga/i auskullasi untuk konfirmasi disfungsi katup, tapi pemeriksaan ekokardiografi un.umnya dapat dipercaya. Defisit neurologis, yang biasanya sekunder dengan fenomena emboli sebaiknya didokumentasikan. Evaluasi Laboratorium Tambahan untuk pemeriksaan laboratorium dibicarakan untuk pasien dengan hipertensi dan CAD, tes fungsi liver berguna .untuk menilai disfungsi hepar disebabkan kongesti hepar pasif pada pasien dengan gagal jantung sisi kiri kronis atau berat. Analisa gas darah sebaiknya diukur pada pasien dengan gejala pulmoner yang jelas. Obat antikoagulan sebaiknya didokumentasikan dengan protombin time dan partial trombopiaitin time selama operasi. Temuan EKG secaia umum tidak spesifik. Yaitu gelommbang T atau perubahan segmen ST ,aritmia, abnormalitas konduksi atau deviasi aksis QRS yang menunjukan hipertropi ventrikel. P-R interval memanjang menunjukan toksisitas digoxin. Aritmia dihubungkan dengan toksisitas digoxin yaitu (penurunan frekuensi) ventrikule ektopi, takikardi atrial paroksismal dengan 2:1 AV blok, AV blok tunggal,snus bradika di, low atrial atau AV junctional ritme dan bcrguna untuk mcnilai katup pulmonal. dissosiasi Rontgen lho raks ukuran jantung dan kongesti Pembesaran b il ik jantung spesifik mungkin terlihat. Pemeriksaan Khusus Ekhokardiografi, angiografi nukleotid dar kateterisasi jantung menunjukan diagnosis penting dan inforniasi prognosis mengenai lesi katup. Lesi lebih dari satu katup mungkin sering ditemukan. Pada yang lebih cepat, pemeriksaan noninvasif membutuhkan kateterisasi jantung. Informasi dari pemeriksaan ini dapat dinilai oleh ahli kardiologi. Pertanyaan yang harus dijawab: Dimana katup abnormal yang penting secara hemodinamik? Seberapa berat lesi itu? Bagaimana derajat kerusakan ventrikuler yang ada,? Apakah ada abnormalitas hemodinamik yang signifikan atau abnormalitas lain? Apakah terdapat CAD ? 2. Premedikasi Premedikasi dengan dosis standart umumnya menggunakan agen yang sering dipakai dan tok ransi baik pada pasien dengan fungsi ventrikel normal atau hamper normal. Pasien Jengari fungsi ventrikel jelek,pada satu sisi, cenderung sangat sensitif untuk beberapa agen dan dosis preniedikasi proporsional sebaiknya menurut beratnya diturunkan kerusakan secara ventrikel. Pasien sebaiknya diberi medikasi biasa pada pagi hari sebelum operasi. Suplemen oksigen yang berguna untuk pasien dcngan hipertcnsi pulmonal atau dengan latar belakang panyakit pulmoner. Antibitik prophilaksis Variasi resiko endokarditis sesuai dengan abnormalitasnya.Resiko infeksi endokarditis pada pasicn dengan penyakit remia,tennasuk jantung dari nasopharyngeal, katup gigi, karena bakte- oropharingcal gastrointestinal atau atau operasi genitourinari atau karena incisi dan drainase harus segera ditegakan. Prophilaksi sebaiknya diikuti dengan panduan yang direkomendasi olch American Heart Association. Menejemen Antikoagulan Pasien yang mendapat antikoagulan umumnya terapinya dihentikan tromboemboli 1-3 meningkat hari perioperatif. dengan adanya kisiden riwayat embolisme dan adanya trombus,atrial fibrilasi atau katup mekanis prostetik. Resiko tromboemboli paling tinggi dengan mekanikal prostetik.terutuma cage-ball posisi (Starr-Edward) trikuspidal atau mitral; intermadiate untuk katup tilting-disc (St.Jude) dan paling rendah pada bioprostetik (jaringan katup dari bovin atau porcine). Beberapa pasien dapat sccara aman dengan dihentikannya warfarin 3 hari menjelang operasi dan dimulai kembali 2-3 hari postoperatif. Bila resiko tromboemboli dinilai tinggi, antikoagulan dapat dihentikan sehari sebelum operasi dan diberi cadangan dengan vitamin K atau fresh frozen plasma; terapi heparin intavena dapat dimulai kembali dengan diawali 12-24 jam posloperatif sckali hemostasis yang dapat dipercaya adekuat. 3. Gangguan Katup Spesifik MITRAL STENOSIS Pengaruh Preoperatif Mitral stenosis hampir selalu terjadi sebagai komplikasi lanjut dari demam rematik akui. Dua pertigd pasien dengan mitral stenosis adalah laki-laki. Proses stenosis diperkirakan dimulai setelah minimum 2 tahun terjadinya penyakit akut dan akibat dari fijsi progresif dan kalsifikasi dari lembar katup. Gejala-gejala umumnya berkembang setelah 20-30 tahun ,dimana orificium katup mitral diturunkan dari normalnya 4-6 cm2 menjadi kurang dari 2 cm2. kurang dari 50% pasien mempunyai mitral stenosis isolated, sisanya juga mempunyai mitral regurgitasi dan lebih dari 25 % juga mempunyai terkenanya katup aorta (stenosis atau regurgitasi). Patofisiologi Proses menebal, rematik kalsifikasi menyebabkan dan menjadi lembar berbentuk katup corong; kalsifikasi anuler juga ada. Fusi komisura mitral, fusi korda tendineadan memendeK dan katup menjadi rigid; sebagai akibatnya, lembar katup menjadi khas bentuk busur kubah selama diastolik pada ekokardiografl. Restriksi yang nyata dari aliran darah menuju katup mitral mengakibatkan gradien tekanan transvalvuler yang tcrgasntung cardiac output, heart rate (waktu diastolik)dan ada atar ticlak adanya tendangan kardiak output atrium atau normal. heat rate Peningkatan (menurunnya pada waktu diastolik) mengharuskan aliran lebih tinggi melewat' katup dan mengakibatkan gradien tekanan transvalvuler paling linggi. Atrium kiri sering ditandai dengan dilatasi dan takikardi supraventrikeLterutama atrium fibrilasi. Aliran darah stasis pada atrium membentuk formasi trombi, biasanya pada tarnbahan atrium kiri. Hilangnya sistolik atrium normal (yang biasanya sekitar 20-30% pengisian ventrikel) membutuhkan aliran diastolik lebih tesar melewati katup untuk memelihara kardiak output yang san a dan meningkatkan gradien transvalvuler. Peningkatan akut pada tekanan atrium kiri secara cepat dihantarkan kebelakang ke kapiler paru. Bila tekanan kapiler paru secara akut naik diatas 25 mmHg, transudasi cairan kapiler mengakibatkan udema pulmonum. Peningkatan kronis dari tekanan kapiler paru secara parsial dikompensasi dengan meningkatnya aliran limfe pulmoner pulmoner mengubah vaskuler resistence menjadi (PVR) meningkatnya dan hipertensi pujmoner. Menurunya komlpians paru dan meningkatnya secara sekunder kerja pernafasan menimbulkan dyspnea kronik.gagal ventrikel kiri sering dipicu oleh peningkatan kronik atau akut dari afterload ventrikel kanan. Tanda dilatasi dari ventrikel kanan dapat mengakibatkan regurgitasi katup trikuspidal atau pulmoner. Kejadian emboli umumnya pada pasien dengan mitral stenosis dan atrial fibrilasi. Pengeluaran klot dari atrium kiri mengakibatkan emboli sistemik,yang umumnya sampai ke sirkulasi otak. peningkatan insiden emboli hemoptisis sering dan bronkitis mengakibatkan Pasien juga mempunyai pulmoner,infark berulang. ruptur dari pulmoner, Hemoptisis paling hubungan vena pulmonary brokhial. Nyeri dada pada 10-15% pasien dengan mitral stenosis, bahkan tidak ada aterosklerosis koroner;sebagai etiologi sering sisa yang tak bisa dijelaskan tapi mungkin emboIi pada sirkulasi koroner atau akut tekanan ventrike! kanan. Pasien menjadi serak sebagai akibat dari kompresi laryngeal dari pembesaran atrium kiri Fungsi ventrikel kiri normal pada scbagian besar pasien dengan mitral stenosis murni,tapi rusaknya fungsi ventrikel kiri mungkin meningkat Iebih dari 25% pasien dan kiranyp menunjukan sisa kerusakan dari rematik myokarditis atau hipertensi penyakit jantung iskemik. Perhitungan Daerah katuo Mitral dan Gradien transvalvulaer Hubungan sntara cardiac ooutput,daerah katup dan gradiens dapat ditunjukan dengan keseimbangan Gorlin: Daerah katup = aliran yang melewati katup K X √rata-rata gradien transvalvuler. Dimana K adalah konstanta teakan hidrolik. Dimana aliran katup diukur dalam ml/dtk,tekanan dalam mmHg, dan daerah katup dalam cm 3,K= 38. Aliran katup mitral (MVF) dapat diukur sebagai berikut: MVF = Karuiak Output Periode pengisian diastoIik X Meart Rate Ekhokardiogiafi dua dimensi dan Dopier dapat digunakan untuk memperkirHkan kedua tekanan turun melewati katup sterotik dan daerah katup. berdasarkan asumsi itu kecepatan aliran darah paling besar pada distal daripada proksima! dari obstruksi, keseimbangan Bernaulli dapat disederhanakan : ∆P = 4 V2 Dimana AP adalah gradien tekanan (mmHg) dan V adalah kecepatan aliran darah (m/dtk) scbehn distal dari obstruksi. Pintu katup dapat diperkirakan dari vvaktu mengambil gradien tekanan puncak awal sampai keluarnya satu sisi adalah harga asli, tekanan vvaktu paruh (TA). Hubungan ini diperkirakan : A = 220 TV2 Dimana A adalah pintu katap (cm 2) dan T iadalah waktu dari kecepatan aliran puncak (Vmax) menuju VmaxV2 (Vmax/1,4). Hubungan ini berdasarkan pengamatan bahwa T'A relatif konstan saat membukanya pintu yang lebar untuk mengalirkan. Sjatu tekanan waktu paruh dari 220 mdtk membuka daerah katup mitral sebesar 1 cm2. Daerah katup dapat juga diperkirakan dengan planimetri pada short axis ventn'kel kiri (gbr 21). Tidak adanya mitral regurgitasi yang signifikan, daerah katup mitral (MVF) dapat dibcdakan dari persamaan terus menerus (lihat Bagian stenosis aorta): MVA-SVmv/VTIms-jet Dimana SVm tdalah stroke volume (trapsmitral) dan VTIms adalah kecepatan. waktu integral dari sinyal Dopier dari jet mitral stenosis; stroke volume dapat dihitung dengan pengukuran daerah cross setcional dan kecepatan integral Dopier pada ventrikel kiri aliran keluar (lih bagian stenosis aorta). Daerah katup mitral kurang dari 1 secara khas dengan tekanan 20 mmHg saat isitirahat dan dispnea dengan minimal pengerahan tenaga. Daerah katup mitral kurang dari 2 cm 2 sering dirujuk sebagai stenosis mitral kr.itis. Pasien dengan daerah katup antara 1,5-2,0 cm2 umumnya asimtomatik atau hanya gejala sedang dengan minimal pengerahan tenaga. Meskipun kardiak output dapat normal saat istirahat, tapi gagal meningkat sesuai dengan pengerahan tenaga karena menurunnya prebad ventrikel kiri. Penatalaksanaan Waktu dari onset geja!a sampai menjadi tidak mampu.adalah 5-10 tahun. Pada saat itu banyak pasien meninggal dalam waktu 2-3 tahun. Perbaikan dengan operasi (open valvuloplusty) biasanya dapat menurunkan gejala secara signikan. Mitral stenosis berulang selelah valvulopasty biasanya diterapi dengan pergantian katup. transeptai perkutaneus dengan ballon valvuloplasti dapat digunakan pada usia muda tertentu dan pasien hamil sebaik pada usia tua yang mempunyai calon pembedahan jelek. Mencjcmen medik dengan suportif primer dan dengan pembatasan aktifitas fisik, pembatasan sodium dan diuretik. Digoxin berguna hanya pasien dengan atrium fibrilasi dan respon ventrikel cepat. Dosis kecii obat blok Padrenergik juga berguna untuk niengendalikan heart rate pada pasien dengan gejala sedang sampai bcrat. Pasien dengan riwayat cm bo I i dan dengan resiko tinggi (umur lebih dari 40 tahun; atrium besar dengan atrium fibrilasi kronis) biasanya diberi antikoagulan. Menejemen Anestesi A. Obyektif Secara ,menjaga prinsip sinus ritme tujuan (bila hemodinamiknya secara adalah preoperatif) dan menghindari takikardi, meningkatnya kardiak output yang besar dan hipovolemik dan overload cairan harus diterapi dengan cermat). B. Monitoring Monitoring hcmcdinamik penuh (tekanan intrartcrial dan tekanan arteri pulmonni) umunya diindikasikan untuk semua proeour operasi besar terutama yang berhubungan dengan pcrpindahan cairan besar. Terapi cairan berlebihan memcetuskan edema pulmo pade pasien dengan penyakit berat. Tekanan arteri pulmo sebaiknya dimonitpr ketat. Pengukuran tekanan baji kapiler pulmo pada mitral stenosis mencerminkan gradien transvalvuler dan pentingnya tekanan enddiastolik ventrkel kiri. Penonjolan gelombang a dan menurunya descent yang tanipak pada tekanan baji kapiler pulmo dengan pasien sinus ritme. Penonjolan gelombang cv pada CVP adalah mengindikasikan regurgitasi trikuspidal sekunder. EKG yang khas menunjukan gelombang Pnotch pada pasien dengan sinus ritme. C. Pilihan agen Pasien yang mu.ikin sangat sensitif dengan efek vasodilatasi dari spinal dan epidural anestesi. Epidural lebih disukai daripada spinal karena onsetnya lebih gradual blok simpatisnya. Ketamin secara tunggal merupakan agen induksi yang jelek karena ranf; sang simpatisnya. Serupa pancuronium sebaiknya dengan takikardia dihindari, Bila karena menggunakan agen yang digunakan, tipe opioid lebih baik daripada agtn volatil. Yang disebut terakhir dapat menimbulkan vasodilatasi berlebihan atau inencetuskan rilme junctional dengan kehilangan efektifitas'otrial kick . Bila dengan agen volatil, halothan mungkin yang paling nyaman karena menurunkan heart rate dan vasodilatasi minimal, tapi agen volatil lain dapat digunakan secara aman, Nitros okside sebaiknya digunakan secara hati-hati karena dapat menyebabkan pen ingkatan PVR akut pada beberapa pasien. Takikardi intraoperatif dapat dikendalikan dengan anestesi dalam dengan opioid (kecuali meperidin) atau pbloker (esmolol atau propanolol). Bila ada atrial fibrilasi, ventrikel rate harus dikendalikan dengan diltiazam atau digoxin. Verapamil mungkin kurarng disukai karena menyebabkan vasodilatasi. Keadaan yang memburuk secara hemodinamik dengan takikardi supraventrikel mengharuskan kardioversi. Phenilefrin lebih disukai dari efedrin sebagai Padrenergiknya vasopresor kurang. karena Terapi aktifitas hipertensi akut agon's atau menurunkan afterload dengan vasodilator poten diber'kanhanya dengan monitor hemodinamik yang lengkap. .RECURCITASI MITRAL Pendekatan pre opeiasi Regurgitasi mitral dapat berkembang secara akut atau tersembunyi sebagai akibat sejumlah gangguan. ilegurgitasi demam mitral kronik biasanya diakibatkan reumatik (sering bersamaan dtngan oleh mitral stenosis); abnormalitas katub apparatus congenital atau dapatan; atau dilatasi, destruks :, atau kalsifikas: annulus mitralis. Regurgitasi mitral akut biasanya berhubungan dengan iskemia atau infark miokard (disfungsi muskulus papilaris atau rupture corda tendinec), endokartitis infektif, atau trauma thorax. Patofisiologi Gangguan utama adalah pengurangan stroke volume forward yang berkaitan dengan aliran darah yang kembalj menuju atrium kiriselania systole. Ventrikel kiri mengkornpensasi dengan dilatasi dan Teiingkatkan volume end diastolic. Regurgitasi melalui katub mitral mengurangi afterload ventrikel kiri yang sering memngkatkan kontraktilitas. Volume end sistolik masih normal tapi pada akhirnya meningkat selama progresifitas penyakit. Dengan. peningkatan volume end diastolic, volume ventrikel kiri berlebih dapat menjaga output jantung normal bahkan sewaktu fraksi ejeksi berkurang. Pasien dengan regurgitasi mitral kronik dapat terjadi hipertropi ventricular kiri eksentrik dan gangguan kontraktilitas progresif sebagai refleksi penurunan fraksi ejeksi (<50%). Pada pasien dengan regurgitasi mitral berat, melampaui volume stroke forward. volume regurgitasi Volume regurgitasi yang meialui katub mitral tergantung pada ukuran orificium katub mitralis (yang dapat bervariasi dengan ukuran cavum ventrikel), detak jantung (vvaktu sistolik), dan gradient t;kanan atrium kiriventrikel kiri selama sistolik. Faktor terakhir adalah resistensi relative 2 jalur yaitu ventrikel kiri yang disebut SVR dan kompliansi atrium kiri. Penurunan SVR atau peningkatan tekanan rerata atrium kiri akan mengurangi volume regurgitasi. Kompliansi atrial juga menetukan manifestasi klinis utama. Pasien dengan kompliansi normal atau berkurang (regurgitasi mitral akut) terutama mengalami kongestif vaskular pulmo dan edem. Pasien dengan kompliansi atrial meningkat (regurgitasi miiral lama menyebabkan atrium kiri dilafasi) menunjukan tanda, output jantung yang rendah. Kebanyakan pasien berada di antaia dua ekstrem dan menunjukan gejala kongestif pulmoner dan output jantung yanf rendah. Pasien dengan fraksi regurgitasi kurang dari 30% total stroke volume pada umumnya mengalami gejala ringan. Fraksi regurgitasi 3060% menyebabkan gejala sedang dan fraksi iebih dari 50% menyebabkan penyakit yang berat. Ek.okardiografi, terutama TEE, sangat bermanfaat menggambarkan patofisiologi yang mendasari tcrjadinya regurgitasi mitralis sebagai panduan terapi. Pergerakan katub mitral sering dikategorikan menjadi normal, berlebihan (prolap), atau restriktif. Gerak berlebih atau prolaps ditentukan o'eh pergerakan katub melewati/melebihi dataraa katub mitral dan masuk ke atrium kiri. ekokardiografi Pancaran Dopier regurgitasi vvarna ditindai eksentrik pada dengan katub prolaps sedangkan pancaran sentral lebih tipikal pada regurgitasi dengan pergerakan katub normal atau restriktif. Menghitung Fraksi Regurgitasi Untuk menghitung fraksi regurgitasi (RF), stroke volume forward (SV) dan stroke volume regurgitasi (RSV) hams diukur. Meskipun keduanya dapat diperkirakan dengan data kateterisasi, pulsed Dopler echocardiography menyediakan penghitungan akut. Stroke volume diukur di left ventricular outlaw trad (LVOT) dan di katub mitral (LV) dimana : . Stroke volume = cross sectional area (A) x TVI {lime velocity integral) dan cross sectional area (A) dapat diperkirakan sebagai A= 0,785 x (diameter)2 TVI adalah daerah diperoleh kecepatan disbanding melalui waktu pulsed yang Dopler. Sehingga RSV regurgitasi mitral = (AMVX VTI mv) - (ALVOT X TVI LVOT ), dan RF = RSV/SV RSV lebih dari 65 mL biasanya berhubungan dengan regurgitasi mitral berat. Terapi vasodilatator medis adalah termasuk ACE digoksin, inhibitor. diuretic, dan Pengurangan afterload bermanfaat pada banya pasien dan bahkan mungkin sebagai lifesaving pasien regurgitasi mitral akut. Pengurangan SVR meningkatkan SV forward dan menurunkan volume regurgitasi. Terapi bedah biasanya dilakukan pada pasien dengan gejala sedang sampai berat. Operasi valvfloplasti dilakukan kapanpun mungkin utnuk menghindari masalah yang berkaitan dengan pemindahan katub (misal tromboemboli, hemoragi, dan kegagalan prostetik). Managemen Anestesi A. Tujuan Managemen anestesi harus disesuaikan dengan keparahan regurgitasi mitral seperti fungsi ventrikuler kiri, Faktor yang merangsang eksaserbasi regurgitasi seperti detak jantung pelan (systole panjang) dan peningkatan afterload akut harus dihindari. Bradikardi dapat meningkatkan volume regurgitasi dengan menigkatkan volume end diastolic ventrikel kiri dan dilatasi annulus mitral. Detak jantung idealnya antara 80-100 kali/menit. Peningkatan akut dari afterload ventrikel kiri, seperti setelah pemasangan intubasi endotrakeal ddn stimulasi operasi, harus diterapi dengan cepat tapi tanpa depresi miokardial yang berlebihan Ekspansi volume berlebih juga dapat memperburuk ventrikel kiri. B. Monitoring regurgitasi dengan dilatasi Monitor berdasar keparahan disfungsi ventrikel sesuai dengan proseedur. Monitoring tekanrn arteri pulmonaer sangat berguna bagi pasien dengan simtomatik. Pengurangan afterload intraoperatif dengan vasodilator membutuhkan monitor hemodinamik penuh. Regurgitasi mitral mungkin berdasar bentuk gelombang baji arteri pumoner sebesar gelombang v dan kecepatan penunlnanjy. tinggi gelombang v berbanding terbalik dengan kompliansi vaskuler atrium dan pulmoner tapi berbanding lurus dengar. aliran darah pulmoner dan volume regurgitasi; gelombang v tidak prominen pada pasien dengan regurgitas mitral kronik kecuali terjadi perburukan tiba-tiba. Gelombang v yang sangat lebar sering mubcul pada gelombang tekanan arteri pulmoner bahkan tanpa kateter. Color flow Dopier TEE sangat tidak ternilai dalarn menilai kuantitas keparahan regurgitasi dan sebagai panduan terapi intervensi pasien" dengan regurgitasi mitral beral. Dapat diartikan, aliran darah membalik dalam pembirkih darah pulmoner selama sistolik dengan regurgitasi mitral berat. C. Pilihan obat Pasien dengan fungsi ventrikuler terjaga cenderung membaik dengan teknik anestetik. Anestesi spinal dan epidural ditolcransi dengan baik, bradikarid dcegah. Pasien dengan gangguan ventrikel sedang sarripai berat sering sangat sensitive terhadap efek depresan dari obat volatile. diterima Anestesi pasien dengan mencegah opioid lebih bradikardi. dapat Pemilihan pancuronium sebagai relaksan otot dengan anestesi opioid mungkin bermanfaat. PROLAPS KATUB MITRAL Pendekatan preoperative Prolaps katub mitral ditandai dengan klik middiascolik'dengan atau tanpa bising sistolik apical lambat pada auskultasi. Ini merupakan abnormalitas yang relative sering pada lebih 5% populasi umum, paling umum terjadi pada wanita (lebih dari 15%). Diagnosis berdasarkan penemuan auskultasi dan dikonfhmasi dengan ckokardiografi yang menunjukkan prolaps katub mitral yang masuk ke atrium kiri saat systole. Pasien dengan bising sering mempunyai gejala regurgitasi mitral Katub mitral posterior lebih sering terpengaruh disbanding katub anterioi. Annulus mi'ralis Secara patologi, kebanyakan atau beberapa mungkin juga dilatasi. pasien memiliki kelebihan degenerasi miksoniatoous katub. Kebanyakan kasus prolaps kasus mitral bersifat sporadic atau familial. Insiden kasus prolaps katub mitral tinggi. Ditemukan pada pasien den^an gangguan jaringan ikat (terutama sindrom Marfan). Mayoritas asimtomatik pasien tapi prolaps pada katub prosentase mitral kecil adalah terdapat degenerasi miksomatis progresif. Manifestasi, jika terjadi, dapat berupa nycri dada, aritnra, emboli, regurgitas : mitral florid, endokarditis infektif dan kematian mendadak. Diagnosis dapat ditegakan secara p.-eoperasi melalui auskultasi klik eKokirdiografi. tapi Prolpp harus clitckan dikonfirmasi olcli maneuver dengan yang menurunkan volume vcntrikel (preload). ECG biasanya nornial tapi pada beberapa pasien sering terdapat gelombang T inverse atau bifasik atau peiubahan segmen ST. Biasa terjadi aritmia ventrikuler di'n atrial. Walaupun brndiaritmia jupn dilnpoiknn, takiknrdi supraventrikuler paroksimal paling sering terjadi mendukung aritmia Peningkatan insidensi abnormal AV bypass dilaporkan pada pasien dengan prolaps katub mitral. Kebanyakan pasien mempunyai kehiciupan yang normal. Sekitar 15% mengalami regurgitasi mitral progresif. Dengan persentase lebih kecil mengalami embeli atau endokarditis infektif. Pasien dengan klik dan bising sistolik mempunyai resiko lebih besar mengalarni komplikasi. Aiitikoagulan atau antiplatelet mungkin digunakan untuk pasien dengan riwayat emboli, sedang obat (3 adrsnergic blocking sering dipakai untuk aritmia. Managemen Anestesi Penanganan pasien berdasar gejala klinis. Kebanyakan pasien asimtomatik kecuali untuk antibiotik profilaksis, tidak membutuhkan perawatan khusus. Pasien dengan bisisng sistolik tampaknya mempunyai resiko lebih besar mengalami endokarditis infektif. Aritmia ventrikuler mungkin terjadi preoperatif, terutama sete'ah stimulasi simpatetik dan akar. respon terhaoap lidokain atau β adrenergic blocking. Anestesi relatif dalam dengan bahan volatile biasanya intraoperatif. menurunkan Regurgitasi mitral kemungkinan karena aritmia prolaps pada umumnya dirangsang oleh penurunan ukuran ventrikuler. Hipovolemi dan faktor yang meningkatkan kekosongan ventrikuler seperti penurunan aflerload dengan aktifitas fenilefrin) lebih peningkatan sebaiknya agonis dipilih α tonus dihindari. adrenergic terutama simpatis agonis Vasopresor murni β atau (seperti adrenorgic (efedrin). STENOSIS AORTA Pcndekatan Preoperatif Stenosis aorta valvular paling sering disebabkan oleh obstruksi terhadap aliran ventrikel kiri. Obstruksi aliran keluar ventrikel kiri jarang berkaitan dengan kardiomiopati hipertrofi, stenosis subvalvular kongenital, rheumatik, atau degeneratif. Aonormalitas dari jumlah titik (paling sering katub bikuspid) atau dalam anatomi mereka msnyebabkan turbulensi yang melukai katub dan bahkar rnengawali terjadinya stenosis. Stenosis aorta rheumatik jarang terjadi, lebih sering berhubungan dengan regurgitasi mitral atau kelainan katub mitral. Bentuk degeneratif paling banyak, kaisifikasi stenosis aorta, kerusakan akibat deposit calcium di atas litik puncak, menghalangi dari pembukaan penuh. Patofisiobgi Berbanding balik dengan obstruksi akut aliran keluar ventrikel kiri, yang secara cepat dilatasi ventrikel dan mengurangi SV, obstruksi kareni stenosis aorta valvular berangsur-angsur sesuai ventrikel, untuk kompensasi dan menjaga SV. Hipertrofi ventrikel konsentrik memungkinkan ventrikei kiri menjaga SV dengan rnenimbulkan gradien transvalvular dan untuk mengurangi tekanan dinding ventrikuler. Stenosis aorta tetap eksis ketika orficium katub aorta dikurangi sampai 0,5-0,7 cm 2 (normal adalah 2,53,5cm2). Dengan stenosis derajat ini, pasien pada umumnya mempunyai gradien transvalvular sampai 50 mmHg saat istirahat (dengan output jantung normal) dan tidak mungkin untuk meningkatkan output jantung cukup besar. Peningkatan gradien transvalvular tidak meningkatkan SV secara signifikan. Area katub airta antara 0,7-0,9 cm2 sering berhubungan dengan gejala ringan sampai sedang. mokardial Stenosis secara aorta lama, progresif kontraktilitas memburuk dan membahayakan fungsi ventrikel kiri. Pada umumnya pasien dengan stenosis aorta mempunyai periods laten panjang yaitu 30-60 tahun (tergantung penyebab)sebelum gejala signifikan berkembang. Pasien dengan stenosis aora mempunyai trias yaitu dispnea saat aktifitas, angina, dan sinkop ortostatik atau aktifitas. Gambaran proniinen stenosis aorta adalah penurunan kompliansi ventrikel kiri sebagai akibat hipcrtropi. Disfungsi diastolik adalah akibat peningkatan masa otot ventrikel, fibrosis, atau iskemia miokard. Sebaliknya pada volume end diastolik ventrikel kiri yang masih normal tekanan end sampai penyakit diatole ventrikel yang kiri sangat lama, meninpkat awal. Penurunan gradien tekanan diastolik antara atrirm kiri dengan ventrikelkiri dibanding pengisian vertrikel yang menjadi tergantung kontraksi atrial normal. Hilangnya sistole atiial dapat menyebabkan gagal jantung kongestif atau hipotensi pada pasien dengan stenosis aorta. Output jantung dapat normal pada pasien simtoniatik yang istirahaf tapi secara karakterirtik tidak sesuai dengan peningkatan Iatihan. Pasien niungkin mengalami angina walaupun tidak ada CAD. Myokardial oxygen demand meningkat karena hipertropi ventrikel, sedangkan suplai oksigen miokard menurun akibat kompresi pembuluh darah koronaria intramiokarJ oleii karena tekanan sistolik intracavkas yang tinggi (sampai 300 mmHg). Sinkop saat aktifitas atau sinkop dekat diperkirakan karena ketidakmampuan. toleransi vasodilatasi jaringan dot pada saat Iatihan. Aritmia memulai hipoperfusi berat dan mungkin juga sinkop serta kemaiian mendadr.k pada beberapa pasien. Emboli kalsium menyebabkan komplikasi neurelogi. Menghitung Gradien Katub Aorta dan Transvalvufar Seperti stenosis mitralis, aren katub diperoleh dari data kateterisasi karena gradien tramvalvular sesuai dengan output jantung. Menggunakan persamaan Gorlin : Area katub = aliran yang melalui katub/K x egradien rerata transvalvular Aliran katub aorta dituijukkan dalam mL/s, tekanan sebagai mmHg, dan area katub sebaga: cm2; K =44. aliran kaiu'c aorta dapat dihitung dari: Aliran katun aorta = output jantung / (periode ejeksi sistelik x denyut jantung) Seperti mitral stenosis, gradien tekanan yang mclalui katub aorta dapat diketahui secara noninvasif inenggunakan ekokardiografi Copier gelombi.ng kontinu. cP = 4V2 dirr.ana CP adalah puncak gradien tekanan (minHg) dan V adalah puncak velociti aliran darah (m/s) distal ke obstruksi. Puncak velociti leoih dari 4,5 m/s menunjukkan adanya stenosis berat. Terlebih lagi jika area proksimal stenosis (LVOT) dapat diukur, kelanjutan persamaan dapat diaplikasikan untuk memperkirakan area katub. Walaupun TVI atau velociti maksimum dapal digunakan : A2 = A1V1/V2 dimana A2 adalah area katub, A 1 adalah area LVOT, Vi aliran velociti maksimum melalui katub aorta. Adanya regurgitasi aorta tidak mempengaruhi akurasi perhitungan. Terapi Pada pasien tersebut uniuk monitoring iskemia, preload ventrikel, kontraktilitas, fungsi katub, dan efek intervensi terapeutik. C. Pilihan Obat Pasien dengan stenosis sedang (biasanya asimtematik) aorta ringan sampai mentoleransi anestesi spinal atau epidural. Teknik ini sebaiknya dilakukan dengan sangat hati-hati karena dapat terjadi hipotensi akibat pengurangan preload, afterload, atau keduanya. Anestesi epiaural lebih dipilih daripada anestesi spinal karena onset hipotensi lebih lambat. Anestesi sp;na! dan epidural merupakan kontraindikasi pada pasien dengan stenosis aorta berat. Pomilihan obat anestesi innum sangat penting untuk pasien stenosis aorta simtomatis (sedang sampai berat). Pada pasien ini, anestesi dengan opioid menyebabkan depresi jantung minimal; obat induksi non opioid yang aesuai termasuk etomidate dan kombinasi ketamine dan benzodiazepin. Jika menggunakan obat volatil, konsentrasi obat harus enar-benar dikontrol untuk mencegah depresi miokardial berlebih, vasodilatasi, atau hilangnya sistole atrial normal. Takikardi dan hipertensi dapat menyebabkan iskemia harus diterapi dengan ireningkatkan kedalaman anetesi. Jika menggunakan obat (3 adrenergic blocking, lebih dipilih esmolol karena waktu paruh pendek. Pada umumnya, pasien dengan stenosis aorta sangat sensitif terhadap vasodilatator. Karena ketidakseimbangan oksigen, supia; merekatidak miokardial yang mentoleransi terganti'irg bahkan terhadap hipotensi derajit ringan. Hipotensi sebaiknya diterapi dengan fenilefrin dosis supraventrikuslr Lemodinamik kardioversi. adanya kecil (25-50 intraoperatif harus Ektopi iskemi) dengan diterapi ventrikel biasanya mg). dengan (sering kurang Takikardi gangguan sinkronisasi menggambarkan ditolerasni secara hemodinamik dan sebaiknya diterapi denga.i lidokain intravena. Amiodarone pada umumnya aritmia supraventrikel dan ventrikel. KARDIOMIOPATI HIPERTROFI efektif untuk Pendekatan preoperatif K.ardiomiopati hipertrfil dapat bersifat herediter (biasanya dengan penetrasi bervariasi) atau dapat terjadi sporadik. Dapat mengacu nama lain : idiopathic hypertrophic subaortic stenosis, hipertrofi septal as.mctris, kardiomiopati obstruktif, dan stenosis subaortic mukular. Ditandai dengan hipertrofi ventrikel kiri heterogen dengan penyebab tidak jelas. Hipertrofi otot secara khas menunjukkan susunan seluler abnormal. Pasien yang menunujukkan disfungsi diastolik yang direfleksikan oleh peningkatan tekanan end diastolik ventrikel kiri valaupun fungsi ventrikel hiperdinamik. Kesulitan diastolik mungkin karena hipertrefi otot abnormal yang cenderung terletak di atas septum intervenfrikuler di bawah katub aorta; jurang hanya di apeks ventrikel. Sekitar 25% pasien, hipertrofi menyebabkan obsnuksi dinamik aliran keluar ventrikel kiri selama sistole. Obstruksi disebabkan oleh nenyempitnya daerah fubaorta akibat systolic anterior motion (SAM) katub mitral anterior melawan hipertrofl septum. SAM mungkin akibat efek Venturi di katub anterior selama ejeksi cepat dan ventrikel hipertrofi. Berlawanan dengan obstruksi terfiksir (stenosis aorta valvular), akibat obstruksi (dan gradien tekanan) adalah dinamik dan puncak di mid sampai sistole akhir. Derajat obstruksi befvariasi pada setiap detak. Faktor yang cenderung memperburuk obstruksi ada-Iah kontraktilitas, penurunan volume ventrikel, dan penurunan aflerload venfWkel kiri, Regurgitasi mitral sekunder sampai SAM berkaitan dengan kegr.galan katub mitral meiuitup saat sistolilc akhir sehingga. menyebabkan pancaran regurgitan di posterior. Stuhi anatomi juga menyebutkan bahwa kebanyakan pasien mempunyai abnormalitas katub mitral, leaflet mitral terutama anterior yang lebih panjang dibanding normal. Kebanyakan simtomatis aktifitas, pada fatique, pasien asimtomatik. umumnya sinkop, mongeluh near sinkop, Pasien yang dispnea saat atau angina. Slmtom tidak dibutuhkan korelasi dengan adanya atau keparahan cbstruksi aliran keluar ventrikel kiri. Kematian mendadaic akibat jantung sering sebagai manifestasi pertama kelainan pada pasien kurang dari 30 tahun dan paling banyak menyebabkan kematian. Aritnia supraventrikuier dan ventrikuler biasa teijadi. Pasien obstruksi mempunyai karakter bising sistolik keras. ECG menggainbarkan hipertrofi ventrikel kiri dan dalain, gelombang Q luas. Diagnosis dapat dikonfirmasi dengan ekokardicgrafi. Bahkan pasien asimtomatik menunjukkan defek perfijsi miokardial Puncak gradien dengan thalium tekanan dapat 201 diukur scan. dengan ekokardigrafi Dopier dengan inencnlukan puncak velociti pada LVOT. Terapi dengan P adrenegik dan calcium channel blocking. Kedua obat tersebut menurunkan kontraktilitas dan dapat mencegah meningkatnya subaortik pada blocking juga pasien obstruksi. memperbaiki gradien tekanan Calcium channel kompliansi diastolik (relaksasi). Amiodarone; pada umumnya efektif untuk aritmia supraventrikuler dan ventrikuler. Nitrat, digoksin, dan diuretik dihindari arena memperparah obstruksi ventrikel kiri. Persiapan miomektomi atau miotomi bagi pasien dengan gejala sedang sampai berat; TEE adalah alat bantu yang sangat tidak ternilai. Managemen Anestesi Evaluasi pasien kardiomiopati hipertrofi preoperasi sebaiknya fokus pada evaluasi potensi obstruksi dinamik, aritmia malignan, dan skemia miokard. Hasil ekokardiografi (atau angiografi) dan monitoring Holter idealnya dilihat dan dilkukan bertujuan oleh ahli untuk menambah meminimalisir volume hipovolemia, dan jantung (kardiologi). Anstesi aktifasi intravaskular merninimalkan untuk penurunan simpatis, mencegah afterload ventrikel kiri. Dibutuhkan monitoring untuk obstruksi berat dan prosedur operasi. Monitor hemodinamik penuh untuk mengawasi terapi cairan pada kompliansi ventrikel abnormal. Bentuk gelombang tekanan arteri pada pasien obstruksi mungkin bifida (denyut bisfcrien): puncak initial nampak pada ejeksi ventrikuler unobstruksi awa! sedangkan puncak kedua serta penurunan berikutnya sebagai akibat obstruksi dinamik. Pada pasein dengan obstruksi signifikan, beberapa derajat depresi miokardial biasanya diperlukan dan dapat dicapai dengan menggunakan obat anestesi volatile terutama lialotan dan enfluran. β adrenergik juga bermanfaat untuk menetralkan efek aktifasi simpatis dan penururan obstruksi. Anestesi regi onal mengeksaserbasi obstruksi aliran keluar ventrikel kiri dengan mening-katkan preioad dan afterload jantung. Fenilefrin dan agonis α adrenergic murni lainnya merupakan vasopresor ideal karcna tidak meningkatkan kontraktilitas tapi menambah SVR (afterload ventrikel) RECURGITASI AORTA Pendekatan preoperatif Regurgitasi aorta biasa terjadi perlahan dan progrcsif (kronik) tapi juga dapat lorjadi dengan cepat (akut). Regurgitasi aorta kronik dapat disebabkan oleh abnormalitas katub aorta, batang ko.ta, atau keduanya. Abnormalitas katub biasanya kongenital (katub bikuspid) atau berkaitan dengan demam reumati. Penyakit yang melibatkan aorta ascenden menyebabkan regurgitasi dengan dilatasi anjlus aorta; termasuk di antaranya adalah sipilis, ektasia anuloaorta, nekrosis medial kistik (dengan atau tanpa sindrom Marfan), spondilitis ankilosing, reumatoid, dan artritis psoriatik serta berbagai kelainan jaringan ikat lain. Insufisiensi aorta akut paling banyak diikuti endokartrdif is infektif, trauma, atau diseksi aorta. Pafofisiologi Tanpa menghiraukan penyebab, regurgitasi aorta menyebabkan volume ventrikel kiri overload. SV forward yang efcktifdikurangi karcna aliran darah balik(regurgitan) ke ventrikel kiri selama diastole. Tekanan distolik arieri sistemik dan SVR rendah. Penurunan af'erload jantung menibantu memfasilitasi ejcksi ventrikel. SV total adalah junilah dari stroke volume eieklif dan volume regurgitan. Volume regurgitan tergantung detak jantung (waktu diastole) dan gradien tekanan diastole yang melalui katub aorta (tekanan aorta diastolik dikurangi tekan«in end diastolik ventrike! meningkatkan peningkatan kiri). Denyut regurgitasi waktu karena diastolik jantung lambat ketidakseimbangan sedangkan peningkatan tekanan arteri diastolik menambah volume regnrgitan dengan meningkatkan gradien tekanan untuk aliran Dengan regurgitasi aorta kronik, ventrikel kiri dilatasi secara progresif dan menjadi rpertrcpi eksentrik. Pasien dengan regurgitasi aorta berat mempunyai volume end diastolik erbesar dari berbagai penyakit jantung; jantung dilatasi secara masif sering engacu pada antung bovinum. Peningkatan volume end diatolik menjaga SV efektif karena volume end iastolik tidak berubah. Berbagai peningkatan volume regurgitan dikompensasi oleh eningkatan volume end diastolik. Tekanan end diastolik ventrikel kiri pada umumnya ormal atau sedikit meningkat karena kompliansi ventrikel pada awalnya meningkat. Seperti erburukan fungsi ventrikel, fraksi ejeksi menurun dan gangguan pengesongan ventrikel ermanifestasi sebagai peningkatan bertahap tekanan end diastolic ventrikel kiri dan volume id sistolik. Inkompetensi menyebabkan mendadak dilatasi katub kompensatori aorta atau tidak pertropi ventrikel kiri. SV efektif secara cepat turun karena ventrikel berukuran normal tiak dapat mengakomodasi pembesaran volume regurgitan secara mendadak. Peningkatan tekanan end diastolik ventrikel kiri yang mendadak ditransmisi balik ke sirkulasi paru dan menyebabkan kongesti paru akut. Regurgitasi aorta akut ditunjukan dengan adanya onset edem paru mendadak dan hipotensi sedangkan regurgitasi kronik biasanya mengalami gagal jantung kongestif tersembunyi. Gejala biasanya minimal (pada bentuk kronik) ketika volume regurgitan masih di bawah 40% SV tapi menjadi berat/parah ketika melcbihi 60%. Angina dapat terjadi bahkan tanpa disertai penyakit koronaria. Miokardial oxygen demand meningkat akibat hipertrofi otot dan dilatasi sedang suplai daiah miokard berkurang oleh tekanan diastolic rendah di aorta sebagai akibat regurgitasi. Menghitung Fraksi Regurgitan dan Ukuran Keparahan lain Seperti regurgitasi mitral, RSV dan RF untuk regurgitasi aorta dapat diperkirakan dengan pulsed Dopier echocardcgraphy. Stroke volume diukur di taktus outflow ventrikel kiri (LVOT) dan katub mitral (MV). Sehingga : RSV regurgitasi aorta = RSV / SV. = (A LVOT X TVI LVOT ) - (A MV X VTI mv) dan RF Tekanan waktu paruh (T12 lihat di seksi stenosis aorta) pancaran regurgitan adalah parameter ekokardiografi lain yang berguna untuk menilai derajat regurgitasi aorta. Waktu paruh lebih pendek merupakan regurgitasi yang lebih parah; regurgitasi berat cepat meningkatkan tekanan diastole menghasilkan keseimbangan ventrikel tekanan kiri lebih dan cepat. Sayangnya, T½ dipengaruhi tidak hanya oleh area orifisium regurgitan tapi juga oleh tekanan aorta dan ventrikel. Pacaran regurgitasi aorta dengan T½ kurang dari 240 ms berhubungan dengan regurgitasi berat. Terapi Kebanyakan pasien regurgitasi aorta kronik bersifat asimtomatik selama 10-20 tahun. Sekali simtorn nampak, perkiraan waktu bertahan sekitar 5 tahun tanpa penggantian katub. Digitalis, diuretik, dan pengurangan afterload terutama dengan ACE inhibitor pada umumnya menguntungkan pasien dengan regurgitasi aorta kronik. Penurunan tekanan darah arterial mengurangi gradien diastole regurgitasi. Pasien dengan regurgitasi aorta kronik sebaiknya dioperasi sebelum terjadi disfungsi ventrikel ireversibel. dobutamin) dan vasodilatitor (ivtropruside). Operasi dini diindikasikan untuk pasiep dengan regurgitasi aorta akut, managemen medis dengan angka kematian tinggi. Managemen Anestesi A. Tujuan tunggal berhubungan Kecepatan jantung hams dijaga di atas batas normal (80-100 kali/menit). Bradikardi dan peningkatan SVR meningkatkan volume regurgitan pada pasien regurgitasi aorta sedangkan takikardi dapat mcnyebabkan iskemi miokard. Depresi miokard berlebih juga harus dihindari. Harus dijaga kompensasi yang meningkatkan preload jantnng tapi penggantian cairan ber'ebih dapat menyebabkan edem pulmo. , B. Monitoring Monitoring hemodinamik penuh sebaiknya dilakukan pada semua pasien regurgitasi aorta akut dan regurgitasi kronik berat. Penutupan prematur katub mitral sering terjadi selama regurgitasi aorta akut dan mcnyebabkan tekanan kapiler paru meningkat sehingga memberi perkiraan tekanan end diastole ventrikel kiri yang salah. Adanya gelombang v yang bcsar menunjukan regurgitasi mitral sekunder sampai dilatasi ventrikel kiri. Gelombang tekanan arteri pasien regurgitasi aorta mempunyai khas tekanan nadi yang sangat lebar. Denyut bisferies juga nampak pada beberapa pasien dan diperkirakan akibat ejeksi yang cepat dari SV besar. Color flow Dopier TEE sangat tidak ternilai dalam menilai derajat regurgitusi dan memandu terapi intervensi. Aliran balik darah di aorta sepanjang diastole (holodiaiole) dengan regurgitasi aorta berat; aliran balik holodiastole aorta terdeteksi, regurgitasi yang lebih berat. C. Pilihan Obat Kebanyakan pasien mentoleransi anestesi spinal dan epidural asalkan volume intravaskular terjaga. Ketika anestesi unum mungkin tepat dibutuhakan, karena isofluran berk.iitan dan desflurane dengan vasodilata. Teknik.anestesi umum dengan opioid lebih dapat diterima pasien dengan depresi fungsi ventrikei. Pancuronium adalah pilihan tepat sebagai muscle rc'aksan dengan teknik yang terakhir karena sering mencegali bradikardi. Pengurangan afterload intraoperasi dengan nitropruside membutuhkan pengawasan penuh terhadap hemodinamik. Efedrin adalah vasopresor yang dipilih sebagai terapi hipotensi. Fenileff-in dosis keeii (25-50 mg) dapat digunakan ketika hipotensi jelas disebabkan oleh vasodilatasi berlebih. Fenilefrin dosis besar meningkatkan SVR (dan tekanan distolik arteeri) s<. rta niungkin mengeksaserbasi regurgitasi. REGURGITASI TRIKUSPID Pendekatan preoperatif Sampai 70-90% pasien ditemukan regurgitasi trikuspid pada ekokardiografi; volume regurgitan pada kasus ini hampir tidak signifikan. Secara klinis regurgitasi trikuspid paling senng karena vasodilatasi ventrikel kiri akibat hipertensi pulmoner yang disebabkan oleh kerusakan ventrikel kiri kronic. Regurgitasi trikuspid juga dapat menyebabkan endokarditis infektif (biasanya pada penyalahgunaan obat injeksi), demam reumatik, sindrom kursinoid, trauma thorax, atau mungkin anomali Ebstein (letak katub yang salah yaitu ke depan bawah karena abnor-malitas leaflet katub tambahan). Patofisiologi Kerusakan ventrikel kiri kronik sering menyebabkan peningkatan aftc:load tekanan kronik vaskuler menyebabkan pulmcner. dilatasi Peningkatan progresif dari dinding tipis ventrikel kiri dan dilatasi anulus trikuspid berlebih menye-babkan regurgitasi. Peningkatan volume end diastole menyebabkan ventrikel ka-nan mengkompensasi volume regurgitan dan menjaga aliran forward efektif. Ka-rena atrium kanan dan vena kava komplian dan dapat mengakomodasi volume overload, tekanan rerata atrium kanan dan vena sentrali sedikit meningkat. Peningkatan akut pulmonaris meningkatkan dan volume tekanan arteri regurgitan dan direfleksikan oleh peningkatan tekari,an vena sentral. Peningkatan mendadak afterload ventrikei kanan secara tajam mengurangi output ventrikel kanan efektif, mengurangi preload ventrikel kiri, dan dapat menimbulkan hipotensi sistemik. Hipertensi vena kronik menimbulkan hepar kongestif pasif dan disfungsi heaptik progresilyang dapat menyebabkan sirosis jantung. Kerusakan ventrikel kanan berat dengan overload jantung kiri mungkin juga menghasilkan pirau kanan ke kiri melalui foramen ovale yang tertutup tidak sempurna (atau probe paten) schingga dapat terjadi hipoksemia. Menghitung Volume RegurfiLin dan Tekanr.n Arteri Pulmoner Untuk menghitung volume rcgurgitan, stroke volume dihitung di katub trikuspid dan tempat yang tidak terpengaru/i Iain sepcrti LVOT atau katub mitral. RSV renurgitasi trikuspid = (A TV x VT TV - A LVOT x TVI L VO T ) Dimana ATv adalah daerah katub trikuspd dan VTI Tv adalah integral velociti wak'tu aliran yang melalui katub trikuspid. Regurgitasi trikuspid berat sistolik normal mengalir masuk ke atrium kiri dibalikan cian kebrlikan aliran juga dapat diobservasi di pembuluh darah hepatik. Tekanan arteri pulmoier sistolik (PAS) dapat diperkirakan dari puncak velociti regurgitan : ΔP = 4 x V2 dimuna A P adalah gradien tekanan sistolik (mmHg) antara ventrikel kanan dengan atrium kanan, v adalah puncak velositi aliran darah (m/s) pancara regurgitan. Jika lekanan vena sentral (CVT) uikctahui maka PAS = CVP + Δ P. Terapi Regurgitasi trikuspid pada umumnya sangat ditoleransi. pasien. Ketika tidak ada hipertensi pulmoner, dapat inentoleransi eksisi,katub trikuspid komplit. Karena kelainan dasar biasanya lebih penting dibanding regurgitasi trikuspid sendiri, terapi ditujukan pada proses penyakit yang mendasari. Regurgitasi sedang sampai berat, anuloplasti trikuspid mungkin dilakukan dengan dibantu penggantian katub lain. Managemen Anestesi A. Tujuan Tujuan hemodinamik langsung pada penyakit yang mendasari. Hipovolemi dan faktor-faktor yang menyebabkan pemngkatan afterload ventrikel kanan seperti hipoksia dan asidosis harus dihindari untuk tnenjaga SV vemrikel kanan dan preload ventrikel kiri tetep efektif. Tekanan end skspirasi positif dan tekanan jalan nafas tinggi tidak diinginkan selama ventilasi mekanik karsna mengurangi venous return dan meningkatkan afterload ventrikel kanan. B. Monitoring Mengawasi tekanan vena sentral dan arteri pulmoner sangat bermanfaat. Yang terakhir tidak selalu mungkin, seperti aliran regurgitan besar membuat pemasangan kate'er arteri pulmoner rulit melalui katub trikuspid. CVP sangat berguna dalam mengetahui rungsi ventikel kanan sedangkan pengukuran tekanan afterload arteri aan preload pulmoner menuntut ventrikel kiri. CVP menunjukkan disfungsi ventrikel kanan yang memburuk. Tidak ada penurunan x dan gelombang cv terdapat pada, bentuk gelombang termodilution CVP. seolah-olah Pengukuran meningkat output karena jantung regurgitasi trikuspid. Coior flow Dopler TEE penting untuk mengevaluasi keparahan regurgitasi dan abnormalitas lain. C. Pilihan Obat Pemilihan penyakit yang obat anestesi mendasari. sebaiknya Pada berdasarkan umumnya, pasien mentoleransi ancstesi spinal dan epidural dengan baik. Koagulopati sekunder sampai disfungsi hepar disingkirkan sebelum teknik regional. Selama anestesi umum, nitrooksida mengsksaserbasi Iiipertensi pulmoner dan diberikan dengan hati-hati. PENYAKIT JANTUNG KONGENITAL Pendekatan preoperatif Penyakit jantung kongenital nampaknya meliputi daftar abnormalitas yang tak henti-hentinya yang mungkin terdeteksi pada bayi, masa kanak-kanak awal, jarang pada dewasa. Insiden penyakit jantung bawaan di seluruh kelahiran hidup mencapai 1%. Riwayat alami beberapa efek pada pasien sering bertahan sampai dewasa. Jumlah orang dewasa yang bertahan dengan penyakit jantung bawaan nampaknya terus meningkat, kemungkinar. Sebagai akibat pemberian terapi medis. Peningkatan jumlah pasien dengan penyakit jantung bawaan ditemukan selama operasi non jantung dan rujukan obstetric Kompleksitas dan variari patofisiologi defek jantung kongenital sulit diklasifikasikan. Skema yang sering digunakan terdapat di tabel 20-18. Keba-nyakan pasien terdapat sianosis, abnormalitas kerusakan asimtomatik. jantung Sianosis kongestif, akibat atau hubungan intrakardiak abnormal sehingga chrah tanpa oksigcn mencapai sirkulasi arteri sistemik kanan). Gagal jantung kongestif (shunting paling kiri ke prominen dengan defek yang mengobstruksi alirn keluar ventrikel kiri atau meningkatnya aliran darah pulmoner. Kemudian biasanya berkaitan dengan hubungan intrakardiak abnormal dimana mengembalikan darah teroksigenasi ke jantung kanan (shunting kiri ke kanan). Shunting kanan ke kiri pada umumnya mengurangi aliran darah pulmoner, beberapa lesi komplek meningkatkan aliran darah pulmoner bahkan terdapat pirau kanan ke kiri. Pada banyak kasus terdapat lebih dari 1 lesi. Kenyataannya, bertahan dengan banyak anomali (transposisi, total anomalous venous return, atresia pulomoner) tergantung pada adanya lesi shunting lain (misal patent ductus arteriosus, patent foramen ovale, ventriculer septal defect). Hipoksemiakronik pada pasien penyakit jantung sianotik darah menvebabkan eritrositosis. Peningkatan sel merah dikarenakan sekresi eritropoetin dari ginjal meningkat, untuk mengembalikan konsentrasi oksigen jaringan menjadi normal. Sayangnya, viskositas darah juga dapat meningkat sampai titik dimana mengganggu pengangkutan oksigen. Defisiensi besi mengeksaserbasi hiperviskositas dengan membuat sel darah merah lebih rigid dan kurang berbentuk dalam mikroshkulasi. Ketika oksigenasi jaringan kembali normal, hematokrit stabil (biasanya <65%) dan tidak terdapat simtom srndrom hiperviskositas, pasien dikatakan mempunyai eritrositosit terkompensasi. Pasien dengan eritrositosis tidak terkqmpensasi tidak menentukan keseimbangan ini, mereka mengalami gejala hiperviskositas dan mungkin berisiko komplikasi trombotik terutama stroke. Bertambah buruk dengan adanya dehidrasi dan defisiensi besi. Faktorfektor yang menyebabkan stroke pada orang dewasa adalah plebotomi dan aspirin atau terapi antikoagulan berlebih. Plebotomi umumnya tidak direkomendasikan jika tidak didapatkan gejala hiperviskcsitas dan hematokrit <65%. Abnormalitas dengan penyakit koagulasi jantung biasanya sianosis. pada pasien Jumlah platelet cenderung rendah-normal dan banyak pasien dengan defek koagulasi yang jelas. memperbaiki hemostasis Hiperurisemi sering reabsorbsi Arthritis sekunder Plebotomi pada terjadl urat beberapa karena sampai pasien. peningkatan hipoperfusi renal. gout jarang tapi hiperurisemi dapat menye babkan gangguan renal progresif. Dopier mungkin preoperasi membantu Ekokardiografi menemukan anatomi defek, mengkonfirmasi atau menyingkirkan eksistensi lesi lain atau komplikasi, signifikasi fisiologi, dan efek berbagai terapi intervensi. Managemen Anestesi Populasi pasien dalam 4 kelompok yaitu menjalani operasi koreksi jantung dan tidak membutuhkan operasi lagi; hanya menjalani operasi paliatif; belum menjalani operasi jantung sama sekali; dan kondisi yang tidak memungkinkan operasi serta menunggu transplantasi jantungJi Walau managemen pada kelompok pertama sama seperti orang normal (kecuali pada kondisi terapi antibiotik orofilaksis), perawatan kelompok lain membutuhkan pengertian patofisiologi defek ini. Pahkan pasien yang mendapat operasi koreksi jantung mudah mendapat masalah perioperasi. mengeliminasi meningkatkan resiko resiko Beberapa endokarditis melalui prosedur operasi sedangkan lainnya penggunaan katiib atau saluran prostetik atau pembuatan saluran baru. Pasien dengan ostiu sekundum ASD dan stenosis pulmonal ringan mempunyai resiko paling rendah. Managemen pasien untuk operasi jantung dan selama obstetri dirujuk didiskusikan di bab 21 dan 43. Managemen umum pasien pediatrik didiskusikan di bab 44. Untuk tujuan manajemen anestesi, defek jantung kongenital dibagi menjadi lesi obstruksi,. shunting kiri ke kanan, atau shunting kanan ke kiri.. Kenyatannya, shunting dapat dua arah dan berkebalikan tergantung kondisi. 1. Lesi Obstruksi Stenosis aorta kongenital telah didiskusikan di atas dan koartasio aorta didiskusikan dibab21. Stenosis Pulmonal Stenosis katub pulmoner menghambat aliran keluar ventrikel kanan dan menyebabkan hipertrofi ventrike kanan. Obstruksi berat terdapat pada periode neonatal seedangkan derajat lebili rendah tidak terdeteksi sampai dewasa. Katub tidak terbentuk baik bikuspid maupun trikuspid. Katub sering menyatu sebagian dan menunjukkan kubah sistolik pada ekokardiografi. Ventrikel kanan mulai hipertrofi dan dilatasi poststenotik arteri pulmoner sering terjadi. Gejala pasien termasuk fatique, dispnea, dan sianosis perifer dengan usaha akibat aliran darah pulmoner terbatas dan peningkatan ekstraksi oksigen oleh jaringan Stenosis berat, gradien katub pulmonal melebihi 60-80 mmHg, tergantung usia pasien. Pirau kanan ke kiri juga terjadi pada pasien dengan patent foramen ovale atau atrial septal defect. Output jantung sangat tergan-tung peningkatan detak jantung tapi melebihi pcnivigkatan dapat memba-hayakan pengisian ventrikel. Volvuloplasti balon percuian umumnya sebagai pilihan pendekatan awal bagi pasien dengan stenosis pulmonal simtomatik. Managemer. anestesi untuk pasien yang menjalani operasi sebaiknya menjaga denyut jantung normal atau sedikit meningkat meniperbesar preload, dan menghindari faktor yang meningkatkan PVR. 2. Shunt kiri ke kanan (simpel). Pirau simpel adalah huhimgan abnormal antara sisi jantung kanan dan kiri. Karena tekanan secara normal lebih tinggi di sisi kiri, darah biasa mengalir dari kiri ke kanan dan alirar, darah melalui jantung lanan dan paru meningkat. Tergantung ukuran dan lokasi lubang, ventrikel kanan menjadi tujuan tekanan sisi kiri yang lebih tinggi, menyebabkan overload tekanan dan volume. Afierload ventrikel kanan normalnya 5% ventrikel kiri sehingga meskipun kecil gradien tekanan kiri ke kanan dapat menyebabkan peningkatan aliran darah pulmoncr. Rasio pulmoner dengan aliran darah sistemik dapat dihitung dari saturasi oksigen saat dikateterisasi dengan persamaan berikut:' QF/QS = (Cao2 - CvO2)/Cpvo2 - Cpao2) dimana Cao2 adalah aliran darah arteri sistemik, CV02 adalah aliran darah vena campuran, Cpvo2 adalah darah vena pulmoner berisi oksigen, dan Cpao: adalah darah artei pulmoner berisi oksigen. Rasio lebih dari 1 biasanya menunjukkan adanya shunting kiri ke kanan sedang rasio kurang dari 1 menunjukkan shunting kanan ke kiri. Rasio 1 menunjukkan tidak ada shunting atau shunting dua arah. Peningkatan aliran darah pulmoner menyebabkan kongestif vaskuler pulmoner dan peningkatan cairan paru ekstravaskuler. Kemudian mengganggu pertukaran gas, menurunkan kompliansi paru, dan meningkatkan kerja perna-fasan. Pembesaran atrium kiri juga menekan bronkus kiri sedang pembesaran pembuluh darah pulmoner menekan bronki kecil. Setelah pelatihan beberapa tahun, kronik meningkat, dalam aliran darah pulmoner menyebabkan perubahan vaskuler yang ireversibel meningkatkan PVR. Peningkatan afterload ventrikel kanan menyebabkan hipertrofi dan secara progresif menimbulkan tekanan jantung sisi kanan. Tekanan dalam jantung kanan dapat melebihi jantung kiri. Pada kondisi tersebut, shunting intrakardiak triembalik dan menjadi kanan ke kiri (sindrom Eisenmenger). Jika lubang kecii, aliran shunting tergantung pada ukuran lubang (shunting restriksi). Jika lubarg besar (shunting ncnrestriktif), aliran shunting tergantung keseimbangan relative antara PVR dengan SVR. Kenaikan SVR relatif ke PVR menyerupai shunting kiri ke kanan sedang kenaikan PVR relatif ke SVR menyerupai shunting kanan ke kiri. Banyak lesi bilik (misal atrium tunggal, ventrikel tunggal, truncus arteriosus) menunjukkan bentuk shunting non restriktif ekstrem; aliran pirau dengan lesi te/sebut adalah dua arah dan total tergantung perubahan relatif aiverload ventrikel. Adanya aliran shunting antara jantung kiri dan kanan, tanpa memperhatikan arah aliran darah, mengeluarkan gdembung udara atau bekuan dari cairan Lntravena dengan teliti untuk mencegah emboli paradoksial ke merupakan tipe sirkulasi serebral atau koronaria. Atrial Septal Defect Ostium sekundum ASD paling banyak dan biasa terjadi dari lesi di daerah fosa ovalis. Defek kadang-kadang berkaitan dengan return vena pulmones anomaly sebagian, paling sering pembuluh darah pulmones atas kanart. ASD sekundum mungkin akibat dari pembukaan tunggal atau multiple (fenestrata) antara atrium. Sinus vsnosus jararia terjadi dan ASD ostium primum bcrhubungandengan abnormalitas jantung lain. Defek sinus venosus berlokasi ai atas septum interstitial dekat vena cava superior; satu atau lebih pambuluh darah peru kanan sering mengalir secara abnormal ke vena cava superior. Sebaliknya, ASD ostium primum terletak di bawah septum interatrial dan berada di katub mitral serta katub trikuspid; kebanyakan pasien juga mempunyai celah di katub anterior mitral dan katub septal abnormal pada katub trikuspid. Kebanyakan anak dengan ASD mempunyai simtomatis minimal; beberapa mengalami infeksi pulmo rekuien. Gagal jantung kongestif dan hipertensi pulmoner sering bersamaan pada orang dewasa dengan ASD. Pasien dengan ostium primum: defek sering. mempunyai pirau lebar oan juga berkembang menjadi regurgitasi mitral. Tidak adanya gagal jantung, respon anestesi terhadap obat inhalasi dan intravena umumnya tidak berubah significan pada pasien ASD. Kenaikan SVR sebaiknya dihindari karena memperburuk shunting kiri ke kanan Ventricular Septal Defeit 'Ventricular Septal Defect (VSD) merupakan defek jantung kongenital paling banyak, sekitar 25-35% penyakit jantung membrane kongenital. septum Defek interventrikuler lebih sering (membran di atau infrakristal VSD) di posterior dan anterior septal katub trikuspid. VSD muskular merupakan tipe lain yang juga sering terjadi, terletak di tengah atau apikal septum interven-trikuler dimana mungkin terdapat lesi tungsal atau pembukaan multiple (rnenyi;rupai keju Swiss). Defek di septum subpulmoner (suprakristal) sering berhubungan dengan regurgitasi aorta karena koronaria kanan dapat prolaps ke VSD. Defek septal di jalan'masuk ventrikel biasanya sama dengan perkem- bangan dan lokasi AV sepia 1 defek. Akibat abnormalita? fungsional VSD iergantung usuran defek, PVR, dan ada tidaknya abnormalitas lain. VSD kecil terutama tipe muscular sering menutup waktu anak-anak. Defek restriktif beikaitan hanya dengan shunting kecil kiri ke kanan (rasio aliran arteri istemikpulmoner kurang dari 1,75:1). Defek 6esar menyebabkan shunting kiri ke kanan (pirau lebih dari 2:1) yang bervariasi langsung dengan SVR dan tidak langsung dengan PVR. Infeksi pulmo rekuren dan gagal jantung kongestif biasa dengan rasio aliran sistemik-pulinoner 35:1. Pasien dengan VSD kecil diterapi medis dan diikuti oleh elektrokardiografi (untuk tanda hipertrofi ventrikel kanan) serta ekokardiografi. Penutupan dengan operasi biasanya dilakukan imtuk pasien dengan VSD besar sebelum terjadi penyakit vaskuler paru ilan sindrom eisenmenger. Bersamaan dengan defek atrial, tidak adanya gagal jantung, respon anesiesi terhadap obat inhalasi dan intravena tidak memperburuk btrubah shunting signifikan. kiri ke kanan. Kenaikan Ketika SVR terjadi shunting kanan ke kiri, pcningkatan PVR rrwndadak atau penurunan SVR kurang ditoleransi. Atrioventricular Septal Defect Defek menyebabkan bantalan defek endoKardial septal atrium (AV dan canal) ventrikel berkesinambungan sering dengan katub AV yang sangat abnormal. Sering terjadi pada pasien sindrom Down. Defek dapat merye-babkan shunting lebar di tingkat atrial dan ventrikel. Regurgitasi mitral dan trikuspid mengeksaserbsi overload volume di ventrikel. Pada awalnya pirau dari kiri ke kanan dengan kenaikan hipertensi pulmoner. Sindrom Eisen-menger terdapat sianosis nyata. Patent Ductus Arteriosus Persistensi hubungan antara arteri pulmones utama dengan aorta dapat menyebabkan shunting restriktif atau non restriktif kiri ke kanan. Abnormalitas ini bertanggungjawab terhadap keburukan kardiopulmoner dari infant prematur, dan kadang-kadang nampak pada kehidupan akhir. Tujuan p.nestesi sama dengan defek septal atrial dan ventrikel Partial Anomalous Venous Return Defek ini nampak ketika satu atau lebih aliran pembuluh darah pulmoner ks jantung kanan; kelainan pembuluh darah biasanya dari paru kanan. Kemungkinan anomali masuk 4 dalah atrium kanan, vena cava superior dan inferior, dan sinus koronaria. Abnormalitas menyebabkan shunting kiri ke ka-nan. Gambaran klinis dan prognosis biasanya sangat bagus dan sama dengan ASD sekundum. Sinus koronaria yang besar pada TEE menunjukkan anomali drainase ke sinus koronaria yang mungkin mempersulit managemen cardio-plegi selama operasi jantung. Shunt kiri ke kanan (komplek). Lesi kelompok ini (beberapa juga disebut lesi campur) sering menyebabkan obstruksi aliran keluar ventrikel dan shunting. Obstruksi menyerupai aliran toward unobstruksi. Ketika obstruksi relatif ringan, jumlah shunting dipengaruhi oleh rasio SVR-PVR tapi kenaikan derajat obstruksi menentukan arah dan besar shunting. Atresia katub jantung menampakan ben-tuk obstruksi ekstrrem. shunting terjadi proksimal ke katub atrial dan secara keseluruhan ditetapkan; pertahanan tergantung shunting distal Ian (pada umumnya PDA, patent foramen ovale, ASD, atau VSD), dirriana aliran darah di arah bcrlawanan. Kelompok defek ini dibagi berdasar apakah mereka meningkatkan atau nenurunkan aliran darah pulmoner. Tetralogi Fallot Tetralogi berupa obstruksi ventrikel kanan, hipertrofi ventrikel kanan, VSD, dan overriding aorta. Obstruksi vertrikel kanan pada banyak pasien berkaitan dengan stenosis infundibular yang berhubungan dengan hipertrofi otot subpulmonik (krista ventrikularis). Sedikitnya 20-25% pasien mempunyai stenosis pulmonik dan presentase kecil mengalami obstruksi supravalvular. Katub pulmonik sering bikuspid atau jarang atretik. Obstruksi infundibulum meningkat oleh tonos simpatis sehingga bersifat dinamik, obstruksi ini bertanggung jawab atas hipe~sianotik spell pada pasien yang sangat muda. Kombinasi obstruksi ventrikel kanan dan VSD menyebabkan ejeksi darah ventrikel kanan tidak teroksigenasi sedangkan darah ventrikel kiri teroksigenasi masuk aorta. Shunting kanan ke kiri pada VSD mempunyai komponen tetap dan bervariasi. Komponen tetap ditentukan oleh keparahan obstruksi ventrikel kanan sedang componen variable tergantung SVR dan PVR Neonatus dengan obstruksi ventrikel kanan berat rnemburuk dengan cepat karena alran darah pulmoner rnenurun intravena ketika PDA mulai terjadi. (0,05-C,2mg/kg/menit) Prostaglandin digunakan Ei untuk mencegah penutupan duktus di beberapa instansi. Operasi paliasi dengan shunting kiri ke kanan atau koreksi total biasa dilakukan. Shunting modifikasi Blalock-Taussig (arteri pulmones-subclavia kiri) paling sering digunakan untuk meningkatkan aliran darah pulmones. Pada prosedur ini, graft sintetis dianastomose antara arteri subclavia dengan arteri pulmones ipsilateral. Koreksi penuh melibatkan penutupan VSD, pengangkatan obstruksi otot infundibular, dan valvulotomi pulmonial atau valvuloplasti jika dibutuhkan. Tujuan managemen anestesi terhadap pasien tetralogi Falot adalah menjaga volume intravaskuler dan SVR. Kenaikan PVR seperti terjadi asidosis atau tekanan jalan nafas berlebih harus dihindari. Ketamine (intramuskuler atau intravena) sering digunakan sebagai obat induksi karena menjaga atau meningkatkan SVR sehingga tidak memperburuk shunting dari kiri ke kanan. Pasien dengan derajat lebih ringan umumnya mentoleransi induksi inhalasi dengan halotane. Oksigenasi sering memperbaiki setelah induksi anestesi. Relaksan otot yang melepas histamin diterapi dengan harus dihindari. Hipersianotik cairan intravena dan spell fenilefrin (5 mg/kg). Propanolol (0,1 mg/kg) juga efektlf utnuk melepaskan suasme infundibular. Natrium bikarbonat, untuk mengkoreksi asidosis metabolik, juga mem bantu saat hipokserhia berat dan memanjang. Atresia Trikuspid Pada atresia trikuspid, darah dapat mengalir keluar atrium kanan hanya melalui patent foramen ovale (atau ASD). PDA (atau VSD) dibutuhkan untuk darah mangalir dari ventrikel kiri ke sirkulasi pulmonal. Sianosis biasa terjadi saat kelahiran dan derajat keparahan tergantung jumlah aliran darah pulmoner yang dicapai. Pertahanan awal tergantung infus prostaglanuin Ei dengan atau tanpa perkutan, septostomi atrial balon Rashkind. Sianosis berat membu-tuhkaii shunting modifikasi Blalock-Taussig awal kehidupan. Managemen operasi yang dpilih adalah prosedur Fontan dimanan atrium kanan dia-nastomosekan dengan arteri pumoner kanan. Pada beberapa senter, vena cava superior menjaga shunting atteri pumonalis (bidirectional Glenh) dilakukan sebelum atau selama prosedur Fontan. Dengan kedua prosedur darah dari/ pembuluh darah sistemik mangalir ke atrium kiri sebagai akibat gradien teka-nan. Kesuksesan prosedur tergantung tekanan vena sistemik tinggi dan menjaga aliran PVR rendah serta tekanan atrium kiri rendah. Transplantasi jantung dibutuhkan jika prosedur Fontan gagal. Transposisi Arteri Besar Pasien dengan transposisi arteri besar (TGA), aliran enous return sistemik dan pulmoner normalnya kembali ke atrium kiri dan kanan tapi aorta muncul dari ventrikel kanan den arteri pulmoner muncul dari ventrikel kiri. Darah deoksigenasi kembali masuk ke sirkulasi sitemik dan darah teroksigenasi kembali ke paru. Bertahan hanya mungkin melalui pencampura darah teroksigenasi dengan deoksigenasi melalu foramen ovale dan PDA. Adanya VSD meningkatkan pencampuran dan mengurangi hipoksemia. Biasanya dibutuhkan infus prostaglandiri E1. septostomi Rashkin mungkin diperlukan jika operasi koreksi terlambat dilakukan, Terapi operasi koreksi meliputi prosedur perubahan arteri dimana aorta dibagi dan di reanastomose ke ventrikel kiri dan arteri pumonalis dibagi dan di reahastomose ke ventrikel kanan. Arteri kornaria juga harus direimplantasi ke batang arteri ipulmonaris lama. Jika terdapat VSD maka ditutup. Prosedur perubahan atrial (Senning) dilakukan jika perubahan arterial tidak memungkinkan. Pada prosedur ini, intraatrial dibuat dari dinding atrial dan darah dari pembuluh darah pulmoner mengalir melalui ASD ke ventrikel kanan, dimana akan diejeksikan ke dalam sirkulasi sistemik. TGA mungkin terjadl dengan VSD dan stenosis pulmonal. Kombinasi defek mempengaruhi ventrikel tetralogi Falot, obstruksi kiri bukan ventrikel kanan. Operasi koreksi melibatkan penutupsn VSD, langsung mengalirkan ventrikel kiri ke aorta, ligasi arteri pulmonal proksimal, dan menghubungkan ventrikel kanan ke arteri pu'monal dengan sebuah saluran katub (prosedur Rastelli). Total Anomalous Venous Return Tidak adanya hubungan langsung antara pembuluh darah paru dengan atrium kiri paoa total anomalous venous return. Campuran darah teroksigenasi dengan deoksigenasi pada atau sebelum atrial kanan menyebabkan pembuluh darah pulmonal mengalir ke vena cava superior atau inferior, sinus koronaria, atau duktus stenosus. Darah biasanya mencapai atrium kiri melalu foramen ovale atau ASD. Obstruksi alran balik vena puimoner yang terjadi ketika darah mengalir ke duktus vna dan mulai menutup, menyebabkan kongestif paru bcrat. Operasi koreksi ineliputi reanastomose pulmoner langsung ke atrium kiri dan pe/uiupan ASD. Truncus Arteriosus vena Defek truncus arteriosus, badan aretri tunggal mensuplai sirkulasi sitemik dan puimoner. Truncus selalu mengesampinghkan VSD, menyebabkan kedua ventrikel menyembur ke dalamnya. PVR menurun bertahap setelah kelahiran, aliran darh puimoner meningkat cepat menyebabkan gagal jantung. Jika tidak diterapi, PVR meningkat dan terjadi Eisenmenger. Operasi memisahkan arteri sianosis koreksi dengan sindrom penutupan puimoner vgSD, dari trunkus danmenghubungkan dengan ventrikel kanan ke arteri pulmoner dengan safuren (perbaikan Rastelli). Hypoplastic Left heart Syndrnrre Sindrom ini menggambarkan kelompok defek ditandai dengan ventrikel kin yang tidak berkembang. Ini sering dikaitkan dengan anorr.aii kongenital non jantung lain. vertrikel kanan adalah bilik pompa utama utnuk sirkulasi sistemik dan pulmoner. Dipancarkan secara normal kedalam arteri pulmonal dan semua (hampir semua) darah mengalir masuk aorta biasanya berasal dari PDA. Pilihan opcrasi bersifat paliatif dengan prosedur Norwood atau transplantasi jantung yang sangat komplikasi. Prosedur Norwood dilakukan melalui 3 stadium. PASIEN DENGAN TRANSPLANTASI JANTUNG Pendekatan preoperatif Jumlah pasien dengan transplantasi jantung meningkat karena kenaikan rekuensi transplantasi dan perbaikan angka pertahanan. Pasien tersebut menjalani operasi awal periode post operasi untuk sksplorasi mcdiastinal atau retransplantasi, atau mereka menjalani incisi dan drainasc infeksi, operasi ortopedi, alau prosedur yang tidak ada hubungan. Transplantasi sehingga tidak jantung ada terdapat pengaruh denervasi autonomik total langsung. Pembentukan impuls jantung dan konduksi normal tapi tidak ada pengaruh vagal sehingga denyut jantung meningkat (100-120 kali/menit). Meskipun saraf simpatis di potong, respon terhadap katekolamin yang berada di sirkulasi adalah normal atau bahkan tinggi karena dencrvasi sensitifitas (densitas reseptor naik). Reinervasi sebagian terjadi pada beberapa pasien setelah beberapa lama. Output jantung cenderung rendah-normal dan naik lambat dalam merespon iatihan/ olah raga karena respon tergantung peningkatan katekolamin. Karena hubungan Starling antara volume end diastole dengan output jantung normal, dikatakan transplantasi tergantung preload. jantung juga Autoregulasi sering koronaria dipertahankan. Evaluasi preoperatif harus fokus pada pemeriksaan status fungsional organ yang ditransplantasikan dan mendeteksi. komplikasi imunosupresan. Insiden penolakan tertinggi terjadi dalam 3 bulan pertama; kemudian angka penolakan sekitar 1 pasien / tahun. Penolakan nampak dari aritmia (dalam 6 bulan pertama) atau penurunan toleransi olahraga/latihan dari pemburukan miokardial secara progresif. Pemeriksaan ekokardiografi secara berkala biasa dilakukan untuk mengetahui penolakan tapi teknik paling dapat diandalkan adalah biopsi endomiokardial. Akselerasi aterosklerosis pada grail sangat sering dan menjadi masalah serius yang membatasi hidup transplant. Iskemi dan infark miokard paling sering tidak nampak karena denervasi. menjalani. Oleh pemeriksaan sebab itu, berkala pasien harus termasuk angiografi untuk aterosklerosis koronaria. Terapi imunosupresi biasa termasuk siklosporin, azathioprine, termasuk dan prednison. nefrotoksisitas, Efek samping penting supresi sunsum tulang, hepatotoksisitas, infeksi oportunisttk dan osteoporosis. Mipertensi dan membutuhkan retensi terapi cairan diuretik sering dan terjadi ACE dan inhibitor. Kortikosteroid diperlukan ketika pasien menjalani prosedur besar. Managemen Anestesi Hampi semua teknik anestesi termasuk anestesi regional digunakan dengan sukses bagi pasien yang menjalani transplantasi. Preload tergantung fungsi graft mempertahankan oreload jantung normal atau tinggi. Tidak adanya reflek meningkatkan denyut jantung dapat menyebabkan pasien sensitif terhadap vasodilatasi cepat. Vasopresor tidak langsung seperti efedrin dan dopamine kurang cfcktif dibanding obat vasopresor langsung karena tidak ada cadangan katekolamin di neuron miokardial. Isoproterenol atau efedrin terdilusi (10 mg/ml) harus siap tersedia utnuk (meningkatkan denyut jantung jika diperlukan. Tidak didapatkan bradikardi. sekunder karena opioid dan inhibitor kolinesterase. Peningkatan detak jantung tidak nampak setelah pemberian antikolinergik, pancuronium, atau meperidine. Antikolinergik harus tetap diberikan untuk relaksan otot cadangan untuk menghambat efek muskarinik non kardiak dari asetilkolin. Dlbutuhkan monitoring EKG jntuk iskemia. EKG biasanya menunjukkan 2 gelombang P, satu menggambarkan nodus SA resipien (yang masih intak) dan lainnya menggambarkan nodus SA donor. Nodus SA resipien masih tetap dipengaruhi oleh antonom tapi tidak mempengaruhi fungsi jantung. Monitoring tekanan arteri langsung, vena sentral, dan arteri pulmonal harus dilakukan untuk operasi besar; asepsis tepat sebaiknya diobservasi selama penggantian. DISKUSI KASUS : FRAKTUR HIP PADA WANFTA PARUH BAYA Wanita berusia 71 tahun dengan reduksi terbuka dan fiksasi internal karena fraktur hip kiri. la mempunyai riwayat dua episode kepala ringan beberapa hari sebelum ia jatuh. Ketika dhanyakan bagaimana ia terjatuh, ia hanya dapat mengingat berdiri di kamar mardi saat gosok gigi dan terbangun di lantai dengan nyeri pangkal paha. EKG preoperasi menunjukan ritme sinus dengan interval PR 220ms dan pola RBBB. Mengapa Anestesiologis Harus Memperhatikan Riwayat Sinkop? Riwayat sinkop pada pasien lanjut usia selalu menimbulkan kemungkinan aritinia dan penyakit jantung organik yang diakibatkan mendasari. oleh aritmia Sinkop mendadak jantung biasanya sehingga output jantung mendadak buruk dan gangguan perfusi serebral. Kepala ringan, presinkop, mungkin menggambarkan derajat lebih ringan dari gangguan serebral. Bradiaritmia dan takiaritmia dapat menyebabkan aritmia (lihat bab 19). Tabel 20-20 mendata penyakit jantung dan non jantung lain yang menyebabkan sinkop. Bagaimana Bradiaritmia Timbul? Bradiaritmia muncul aktot disfungsi nodus SA atau fungsi konduksi AV impuls jantung abnormal. Impuls lambat atau torhambat dapat terjadi dimanapun antara nodus SA dan distal sistem His Purkinie. Abnormalitas reversibel mungkin abnormal, obat,hipotermi, berkaitan abnormalitas atau iskemi dengan tonus vagal elektrolit, keracunan rniokard. Abnormalitas irevesibel yang pada awaJnya hanya intermiteri sebelum akhirnya menjadi permanen menunjukkan abnonnalitas sitem konduksi atau penyakit jantung yang mendasari (paling sering adalah hipertensi, penyakit arteri kororaria atau penyakit katub jantung). Bagaimana Patofisiologi Disfungsi Nodus Sinus? Pasien dengan disfungsi nodus sinus mungkin mempunyai EKG normal tapi aktifitas nodus SA berhenti mendadak (sinus arrest) atau hambatan intermiten konduksi impuls SA ke jaringan sekitar (exit block). Gejala biasa nampak ketika pemberhentian memanjang (> 3detik) atau kecepatan ventrikel kurang dari 40kali/menit. Pasien mungkin mengalami pusing intermiten, sinkop, kebingungan, fatique, atau nafas pendek. Gejala disungsi nudus SA atau sick sinus syndrom sering diketahui oleh obat penghambat P adrenergik, calcium channel riocker, digoksin, atau kuinidine. Istilah sindrom takikardi-bradikardi sering digunakan ketika pasien mengalami takiaritmin paroksimal (debaran atau flbrilasi atrium) yang diikuti sela sinus atau bradikardi. Kemudian bradikardi mungkin menunjukkan kegagalan nodus SA mengembaliKan ke normal secara otomatis setelah supresi oleh takiaritmia. Diagnosis harus berdasarkan EKG yang dibuat selama gejala (monitoring Halter) atausetelah tes provokatif (stimulasi baroreseptor carotid atau rapid atria pacing). Bagaimana Abnormalitas Koriduksi AvBermanlfestasidi 12 lead EKG? Abnormalitas konduksi AV biasanya dimanifestasikan olch depolarisasi ventrikel abnormal (bundle, brach block), interval PR memanjang (AV block derajat pertama), kegagalan beberapa impuls atrial untuk mendepolarisasi ventrikel (AV block derajat kedua), atau disosiasi AV (AV block derajat tiga yang juga disebut complete heart block). Bagaimana Mengetahui Abnormalitas Konduksi? Signifikansi abnormalitas sistem konduksi tergantung lokasi, kemungkwian progresif menuju blok jantung komplit dan tempat pacemaker distal akan dapat dipertahankan stabil dan rltme adekuat (> 40kali/menit). His bundle normalnya di daerah sistem konduksi terbawah yang dapat mempertahankan ritme stabil (biasanya 40-60 kali/menit). Ketika konduksi gagal dimanapun di atasnya, his bundle normal dapat mengambil alih fungsi pacemaker jantung dan menjaga QRS komplek normal kecuali kalau terdapat defek konduksi intraventrikuler distal. Saat ritme muncul lebih jauh dari sistem His purkinje, ritme biasanya melambat (<40 kali/menit) dan sering tidak stabil; ini menyebabkan komplek QRS lebar. Apakah Signifikasi Bundle Branch Block Degan Interval PR Normal? Konduksi lambat atau terhambat di berkas bundle kanan menimbulkan pola khas QRS RBBB pada EKG (M shape atau rSR di VI) dan abnormalitas kongeifital atau penyakit jantung organik yang mendasari/ sebaliknya, hambatan bundle branch kiri menimbulkan pola QRS LBBB (R lebar dengan upstroke lambat di V5) dan hampir selalu menampakan penyakit jantung yang mendasari. Istilah hemiblok sering digunakan jika hanya 1 dari 2 fasikel budle ranch kiri terhambat (hemiblok posterior atau anterior). Ketika interval PR normal dan tidak ada infark miokard akut, hambatan konduksi baik di bundle kiri maupun kanan jarang menyebabkan hambat jantung komplit. Apakah Tempat Blok Av Selalu Ditentukan Dari 12 lead EKG? Tidak. Blok AV derajat pertama (interval PR > 200 ms) dapat merefleksikan konduksi abnormal dimanapun antara atria dengan sistem his purkinje distal. Mobitz tipe 1 blok AV derajat dua yang ditandai dengan peinanjangan interval PR progresif sebelum gelombang P tidak terkonduksi (QRS tidak mengikuti gelombang P) biasanya berhubungan dengan blok lodus AV dan dapat disebabkan oleh keracunan digitalis atau iskemia miokard; Blok AV derajat tiga progresif jarang terjadi. Pasien dengan Mobitz tipe 2- Blok AV derajat 2, impuls atrial secara periodik tidak nengkonduksi ventrikel tanpa pemanjangan interval PR yang progresi. Hambatan konduksi hampir selalu pada atau di di bawah berkas his dan sering progresif menjadi komplit, terutama VTI anteroseptal akut. QRS lebar. Pasien dengan Blok AV derajat tiga, kecepatan atrial dan depolarisasi ventrikel independent (disosiasi AV) karena impuls atrial gagal mencapai ventrikel. Jika tempat hambatan di nodus AV, ritme berkas his stabil akan terjadi dengan komplek QRS normal dan kecepatan ventrikel akan sering meningkat setelah pemberian atropin. Jika hambatan melibatkan berkas his, asal ritme ventrikel lebih distal, menyebabkan komplek QRS lebar. Komplek QRS lebar tidak penting kecuali beras his normal, ini menunjukkan hambatan di bawah dari cabang berkas his. Dapatkah Disosiasi AV Terjadi Tanpa Blck AV? Ya. Disosiasi AV sering terjadi selama anestesi dengan obat volatile tanpa hambatan AV dan disebabkan dari sinus bradikardi atau akselerasi ritme junction AV. Selama disosiasi isoritrnik, detak atria dan ventriktl hampir sama. Gelom-bang mengikuti komplek dipertahankan. P sering QRS Interferensi hanya dan mendahului hubungan disosiasi AV atau mereka akibat ritme junctional yang lebih cepat dari kecepatan sinus- sehingga impuls sinus selalu ditemukan nodus AV refraktori. Bagaimana Terjadi Blok Bifasikiler Dan Trifasikuler? Blok bifasikuler terrjadi ketika dua dari tiga berkas his utama (kanan, kiri anterior, kiri posterior) sebagian atau sepenuhnya terhambat. Jika 1 fasikel terhambat penuh dan lainnya terhambat sebagian, pola hambatan cabang berkas berkaitan dengan blok AV derajat 1 dan 2. Jika ketiganya terpengaruhi muka dikatakan terjadi blok trifasikuler. Blok lambat atau sebagian pada 3 fasikel menyebabkan interval PR memanjang (blok AV derajat 1) atau I..BBB dan RBBB yang bergantian. Hambatan total di ketiga. fasikel menyebabkan blok AV derajat Bagaimana Signifikasi Penemuan EKG Pada Pasien Ini ? Penemuan EKG ( blok Av derajat I dan RBBB) menyatakan adanya blok bifasikuler. Penyakit ekstensif dari sistem konduksi. Sinkop pasien dan episode sinkop dekat mendukung resiko bradiaritmia yang mengancam jiwa (Blok AV derajat 3). EKG intrakardia akan penting untuk mengkonfirmasi tempat konduksi yang terlambat. Apa Managemen Tepat Untuk Pasien Ini? Pemeriksaan jantung dibutuhkan karena gejala blok bifasikuler. Satu dari dua pendekatan dapat direkomendasikan, tergantung kedaruratan operasi Jika operasi benar-benar darurat,, kateter pacing transver.a temporer diindikasikan terutama untuk induksi anestesi uinum atau regional. Jika operasi dapat ditunda 24-48 jam (seperti pada kasus ini), monitoring EKG terus, EKG 12 lead serial, dan pengukuran isoenzim jantung dibutuhkan untuk menyingkirkan iskemi atau infark miokard dan untuk mencoba mencatat penemuan selama gejala. Laporan singkat dari studi mungkindapat tentang membantu berkas his menentukan intrakardia kebutuhan pacemaker permanen jika diagnosis klinis dari gejala bradikardi tidak dapat dibuat. jika interval HV normal atau 60-100 ms, pacing permanen mungkin tidak diindiasikan tapi akses vena sentralis (jugulatis interna) dan akses untuk pacing masih disarankan karena riwayat sinkop. Apakah Perioperatif Umum.Indikasi Untuk Pacing Temporer? Indikasi yang disarankan adjlah bradiaritmia, blok berkas his baru, blok AV derajat 2, atau blok AV derajat 3 yang berkaitan dengan Mf, blok bifasikuler pada pasien koma (kontroversial), refraktori. Tiga dan takiaritmia indikasi supraventrikuler pertama umumnya membutuhkan pacing ventrikel sedang 4 indikasi lain membutuhkan elektroda pacing atrial dan pemograman cepat pemicu denyut atrial. Bagaimana Dapat Menetukan Pacing Jantung Temporer? Pacing dapat dilakukan dengan transvena, transcutan, epikardial, atau electrode transesofageal. Metode yang paling baik adalah elektrode pacing trasvena dalam bentuk kawat atau balon kateter pacing. Kawat pacing selalu diposisikan secara fluoroskopi tapi aliran kateter pacing langsung dapat juga diletakan di ventrikel kanan di bawah pengawasan. Kawat pacing harus xiigunakan ketika aliran darah berhenti. Jika pasien memiliki ritme, rekaman peningkatan EKG segmen intrakardiak ST saat mcnunjukkan elektrode kontak dengan endokardium ventrikel kanan menkonfirmasikan letak elektrode. Kateter arteri pulmonal mempunyai tempat ekstra untuk dilalui kawat pacing ventrikel kanan. Kateter terutama berguna pada pasien dengan LBBB yang dapat berkembang menjadi blok jantug komplit selama peletakan kateter. Pacing ventrikel transkutan juga mungkin dilakukan melalui lapisan adesif stimulasi besar yang diletakan di dada dan sebaiknya dipakai ketika pacing transvena tidak tersedia. Elektrode epicardial biasa digunakan selama operasi jantung. Pacing atrium kiri melalui elekcrode esofageal, merupakan teknik yang mudah, non invasive tapi hanya berguna jika gejalanya sinus bradikaidi dan untuk termihasi takiaritmia supraventrikuler. Sekali diletakkan, elektrode pacing dihubungkan dnegan generator denyut elektrik yang seoara periodik mengirim impuls dengan kecepatan dan jarak yang sudah diatur. Pembangkit pacemaker dapat juga merasakan aktifltas elektrik jantung secara spontan (biasa ventrikuler). Ketika akdfitas terdeteksi, pembangkit mensupresinya. Pembangkit pacemaker dapat berfungsi sebagai mode tetap (usinkrom) meningkatkan atau sensitiftas). mode pilihan Elektrode (dengan terendah )ang dapat depolarisasi miokardium disebut ambang (biasanya < 2 mA untuk elektrode transvena). Pola LBBB diobservasi ketika elektrode pacing di dalam ventrikel kanan karena ventrikel Kanan didepolarisasi langsung. Sedangkan ventrikel kiri didepolarisasi kemudian oleh konduksi yang melalui miokardium, bukan sistem konduksi normal. Apakah AV Sequential Pacing? Pacing ventrikel sering menurunkan output jantung karena kontribusi atrial kc pengisiari ventrikel menghilang. Saat sistem konduksi AV mengala kelainan, kohtraksi atrial dapdt dipertahankan oleh stimulasi mernisahkan pR dapat elektrode atrial bervaiiasi sekuensial dengan dengan ventrikel. Interval dengan mengatur kelambatan antara impute atrial dengan ventrikel (biasanya 150200ms). Bagaimana Pacemaker Diklasifikasikan? Pacemaker dikategorikan olch 5 kode, berdasar letak bilik, bilik rasa, respon merasa, programabilitas, dan fungsi aritmia. 2 pacing yang paling sering digu-nakan adalah WI dan DDD. Jika pacemaker diletakan pada pasien ini bagaimana dapat mengevaluasi fungsi? Jika ritme yang mendasan lebih lambat dari pengaturan kecepatan pacemaker, puncak pacing tampak di EKG. Puncak kecepatan perlu diketahui utnuk diprogramkan (pacemaker permanen biasanya 72/menit) atau pengaturan pacemaker temporer; kecepatan lebih lambat menunjukan baterai lemah. Setiap puncak pacing diikuti komplek QRS. Setiap impuls diikuti denyut arteri yang teraba. Jika pasien me;npunyai pacemaker temporer, ritme daat ditetapkan secara temporer memperlambat kecepatan pacing atau menurunkan output. Ketika detak jantung pasien lebih cepat, puncak pacing sebaiknya merasakan tidak dengan diobservasi benar.gambaran jika pembangkit ventrikel tidak dievaluasi kecuali jika kecepatan pacemaker meningkat; atau penurunan denyut jantung mendadak. Yang terakhir mungkin disebabkan oleh peniugkatan tonus vagal (manuver valsava atau stimulasi karotid). Foto thorax berguna untuk menyingkirkan fraktur atau pemindahan lead pacing. Jika diduga terdapat mal-fungsi pacemaker, dibutuhkan konsultasi ke kardiologis Apakah Kondisi Pacemaker ? IntraoperatifMenyebabkan Malfungsi Interferensi, elektrik dari unit elektrokauter operasi dapat diinterprestasikan miokardial Masalah dan dapat dengan sebagai supresi aktiftas generator olektrokauter elektrik pacemaker. diminimalisir dengar pembatasan pemakaian , membatasi output kekuatan, meletakan lempeng di tanah ssbisa mungkin jauh dari generator pacemaker dan menggunakan kauter bipolar. Monitoring kontinu dari gelombang denyut arteri (tekanan, pletismogram, atau sinyal oksimetri) untuk memastikan perfusi selama elektrokauter. Miopotensial berkaitan dengan suksinilkolin menginduksi fasikulasi atau menggigil post pacemaker. operasi dapat Hipokalemia mensupresi dan venerator hiperkalemia dapat mengubah ambang elektrode pacing untuk depolarisasi miokardium dan dapat menyebabkan kegagalan impuls pacing untuk depolarisasi ventrikel. Iskemi miokard, infark, atau jaringan parut dapat mningkatkan kegagalan ventrikel. ApakahTepat Mengukur Jika Pacemaker Gagal Intraoperasi? Jika pacemaker temporer gagal intraoperasi, konsentrasi oksigen inspirasi ditingkatkan sampai 100%. Hubungan dan baterai harus dicek. Kebanyakan unit mempunyai indicator baterai dan lampu menyala tiap impuls. Generator diatur pada mode asinkron dan output ventrikel diatur maksimum. Eiektrode transvena temporer gagal memfoto ventrikel berkaitan dengan peletakan elektrode jauh dari endokardium ventrikel. Managemen farmakologi (atropin, isoproterenol, atau epinefrin) mungkin bermanfaat sampai masalah diatasi. Jika tekanan darah arterial adekuat tidak dapat dipertahankan dengan adrenergik, resusitasi kardiopulmoner dilakukan sampai elektrode pacing lain diletakan atau generator barn tersedia. Jika malfungsi pacemaker permanen (seperti elektrokauter), sebaiknya dikonversi menjadi mode asinkron. Beberapa unit akan reprogram otomatis ke mode asinkron jika terdeteksi malfungsi. Pacemaker lain harus direprogram dengan meletakan magnet eksternal. Efek magnet ekstcrnal pada beberapa pacemaker terutama selama elektrokauter tidak dapat diduga dan sebaiknya ditentukan sebelum operasi. Obat Anestesi Manakah Yang Sesuai Untuk Pasien Dengan Pacemaker? Semua pasien yang obat anestesi menggunakan aman digunakan pacemaker. unutk Bahkan obat volatile tidak menunjukkan efek pada ambang elektrode pacing. Anestesi lokal biasa digunakan dengan sedasi infra vena ringan untuk peletakan pacemaker permanen. Kapan-Lead Pacemaker Transvena Permanen Diletakan, Bagaimana Menilai Fungsi Mereka? Fungsi lead permanen pada posisi akhir mereka diketahui dengan tes eksternal dengan mengukur ambang voltage, impedensi lead, dan amplitude) potensial. Output voltage inisial 5mV dan durasi denyut 0,5 ms. kecepatan pacing meningkat sampai 100%. Pada poin tersebut, output voltage turun lambat untuk menentukan voltage minimum yang menyababkan 100% (ambang voltage). Ambang voltage ventrikel sebaiknya < 0,8 mV dan ambang voltage atrial sebaiknya 250-1000 Ω pada output 5V.Amplitude) potensia1 biasanya > 6mV dan >2 mV untuk elektrode ventrikel dan atrial