BAB I PENDAHULUAN 1. Pendahuluan Keperawatan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Pendahuluan
Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang
mencakup pelayanan bio-psiko-sosio dan spiritual yang komprehensif serta ditujukan
kepada individu, keluarga serta masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat,
keperawatan pada dasarnya adalah human science and human care and caring
menyangkut upaya memperlakukan klien secara manusiawi dan utuh sebagai manusia
yang berbeda dari manusia lainnya dan kita ketahui manusia terdiri dari berbagai sistem
yang saling menunjang, di antara sistem tersebut adalah sistem neurobehavior (Potter &
Perry, 2006).
Susunan tulang pada manusia terdiri dari berbagai macam tulang di antaranya tulang
vertebra (servikal, torakal, lumbal, sakral, koksigis). Tulang servikalis terdiri dari 7
tulang yaitu C1 atau atlas, C2 atau axis, C3, C4, C5, C6 dan C7. Apabila cidera pada
bagain servikal akan mengakibatkan terjadinya trauma servikal.di mana trauma servikal
merupakan keadaan cidera pada tulang bekalang servikal dan medulla spinalis yang
disebabkan oleh dislokasi, sublukasi atau frakutur vertebra servikalisdan di tandai
kompresi pada medulla spinal daerah servikal (Muttaqin, 2011).
Trauma medula spinalis terjadi pada 30.000 pasien setiap tahun di Amerika serikat.
Insidensi pada negera berkembang berkisar antara 11,5 hingga 53,4 kasus dalam
1.000.000 populasi. Umumnya terjadi pada remaja dan dewasa muda.2 Penyebab
tersering adalah kecelakaan lalu lintas (50%), jatuh (25%) dan cedera yang berhubungan
dengan olahraga (10%). Sisanya akibat kekerasan dan kecelakaan kerja. Hampir 40%50% trauma medulla spinalis mengakibatkan defisit neurologis, sering menimbulkan
gejala yang berat, dan terkadang menimbulkan kematian. Walaupun insidens pertahun
relatif rendah, tapi biaya perawatan dan rehabilitasi untuk cedera medulla spinalis sangat
besar, yaitu sekitar US$ 1.000.000 / pasien. Angka mortalitas diperkirakan 48% dalam
24 jam pertama, dan lebih kurang 80% meninggal di tempat kejadian (Emma, 2011).
Di Indonesia kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit
jantung, kanker, dan stroke, tercatat ±50 meningkat per 100.000 populasi tiap tahun, 3%
penyebab kematian ini karena trauma langsung medulla spinalis, 2% karena multiple
trauma. Insiden trauma pada laki-laki 5 kali lebih besar dari perempuan. Ducker dan
Perrot melaporkan 40% spinal cord injury disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh,
40% luka tembak, sport, kecelakaan kerja. Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi cervical
paling sering pada C2 diikuti dengan C5 dan C6 terutama pada usia dekade 3 (Emma,
2011).
Dampak trauma servikal mengakibatkan syok neurogenik, syok spinal, hipoventilasi,
hiperfleksia autonomic, gangguan pada pernafasan, gangguan fungsi saraf pada jari-jari
tangan, otot bisep, otot trisep, dan otot- otot leher. Akibat atau dampak lebih lanjut dari
trauma servikal yaitu kematian.
Peran perawat sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan guna mencengah
komplikasi pada klien dan memberikan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan
pengetahuan pasien dan keluarga tentang trauma servikal.
Dari uraian diatas kelompok tertarik untuk membahas masalah asuhan keperawatan
kegawatdaruratan dengan masalah trauma servikal.
2.
Tujuan
a. Tujuan umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada
pasien dengan kasus trauma servikal.
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan fraktur
servical
2. Mahasiswa mampu mengelompokkan data sesuai dengan tanda dan gejala
3.
pada trauma servikal.
Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan dalam asuhan
4.
keperawatan kegawatdaruratan pada trauma serikal.
Mahasiswa mampu membuat perencanaan dalam asuhan keperawatan
kegawatdaruratan pada trauma serikal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian
Trauma servikal adalah suatu keadaan cedera pada tulang belakang servikal dan
medulla spinalis yang disebabkan oleh dislokasi, subluksasi, atau fraktur vertebra
servikalis dan ditandai dengan kompresi pada medula spinalis daerh servikal.
Dislokasi servikal adalah lepasnya salah satu struktur dari tulang servikal. Subluksasi
servikal merupakan kondisi sebagian dari tulang servikal lepas. Fraktur servikal
B.
adalah terputusnya hubungan dari badan tulang vertebra servikalis (Muttaqin, 2011).
Etiologi
Cedera medulla spinalis servikal disebabkan oleh trauma langsung yang mengenai
tulang belakang di mana tulang tersebut melampaui kemampauan tulang belakang
dalam melindungi saraf-saraf belakangnya. Menurut Emma, (2011) Trauma langsung
tersebut dapat berupa :
1. Kecelakaan lalulintas
2. Kecelakaan olahraga
3. Kecelakaan industry
4. Jatuh dari pohon/bangunan
5. Luka tusuk
6. Luka tembak
7. Kejatuhan benda keras
C. Patofisiologi
Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang
Jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga
Mengakibatkan patah tulang belakang, paling banyak cervicalis dan lumbalis
Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutif dan dislokasi,
sedangkan sumsum tulang belakang dapat berupa memar, kontusio, kerusakan
melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan pendarahan darah
Blok syaraf parasimpatis
pelepasan mediator kimia
Kumpulan otot pernapasan
respon nyeri hebat dan akut
anestesi
syok spinal
gangguan fungsi rektum,
Iskemia dan hipoksemia
kelumpuhan
Kandung kemih, nyeri terus
Gangguan kebutuhan oksigen
gangguan rasa nyaman nyeri
gangguang eleminasi
D.
Manifestasi Klinis
Menurut Hudak & Gallo, (1996) menifestasi klinis trauma servikal adalah sebagai
berikut:
1. Lesi C1-C4
Pada lesi C1-C4. Otot trapezius, sternomastoid dan otot plastisma masih
berfungsi. Otot diafragma dan otot interkostal mengalami partalisis dan tidak ada
gerakan (baik secara fisik maupun fungsional0 di bawah transeksi spinal
tersebut. Kehilangan sensori pada tingkat C1 malalui C3 meliputi daerah
oksipital, telinga dan beberapa daerah wajah. Kehilangan sensori diilustrasikan
oleh diagfragma dermatom tubuh. Pasien dengan quadriplegia pada C1, C2, atau
C3 membutuhkan perhatian penuh karena ketergantungan pada semua aktivitas
kebutuhan sehari-hari seperti makan, mandi, dan berpakaian. quadriplegia pada
C4 biasanya juga memerlukan ventilator mekanis tetapi mengkn dapat
dilepaskan dari ventilator secara. intermiten. pasien biasnya tergantung pada
orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari meskipun dia mungkin
2.
dapat makan sendiri dengan alat khsus.
Lesi C5
Bila segmen C5 medulla spinalis mengalami kerusakan, fungsi diafragma rusak
sekunder terhadap edema pascatrauma akut. paralisis intestinal dan dilatasi
lambung dapat disertai dengan depresi pernapasan. Ekstremitas atas mengalami
rotasi ke arah luar sebagai akibat kerusakan pada otot supraspinosus. Bahu dapat
di angkat karena tidak ada kerja penghambat levator skapula dan otot trapezius.
setelah fase akut, refleks di bawah lesi menjadi berlebihan. Sensasi ada pada
3.
daerah leher dan triagular anterior dari daerah lengan atas.
Lesi C6
Pada lesi segen C6 disters pernafasan dapat terjadi karena paralisis intestinal dan
edema asenden dari medulla spinalis. Bahu biasanya naik, dengan lengan
abduksi dan lengan bawah fleksi. Ini karena aktivitasd tak terhambat dari deltoid,
bisep dan otot brakhioradialis.
4. Lesi C7
Lesi medulla pada tingkat C7 memungkinkan otot diafragma dan aksesori untuk
mengkompensasi otot abdomen dan interkostal. Ekstremitas atas mengambil
posis yang sama seperti pada lesi C6. Fleksi jari tangan biasnya berlebihan ketika
kerja refleks kembali.
A.
Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Doenges, (2000) ada pun pemeriksaan penunjang trauma servikal yaitu:
1. Sinar X spinal
Menentukan loksi dan jenis cedera tulang (fraktur, disloksi) untuk
kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi.
CT scan
Menentukan tempat luka/jejas, mengevaluasi gangguan struktural.
3. MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi.
4. Mielografi
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor
2.
patologisnya tidak jelas atau di curigai adanya oklusi pada ruang
5.
6.
subarakhnoid medulla spinalis.
Foto rontgen torak
Memperlihatkan keadaan paru (contohnya: perubahan pada diagfragma,
anterlektasis).
GDA
Menunjukkan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi.
B.
Komplikasi
Menurut Emma, (2011) komplikasi pada trauma servikal adalah :
1. Syok neurogenik
Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang
desending pada medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan
tonus vasomotor dan kehilangan persarafan simpatis pada jantung sehingga
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah visceral serta ekstremitas bawah
2.
maka terjadi penumpukan darah dan konsekuensinya terjadi hipotensi.
Syok spinal
Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah
terjadinya cedera medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan tampak
3.
seperti lesi komplit walaupun tidak seluruh bagian rusak.
Hipoventilasi
Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan hasil dari
cedera yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal bawah atau
torakal atas.
4. Hiperfleksia autonomic
Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut, keringat banyak, kongesti
nasal, bradikardi dan hipertensi.
C.
Penatalaksanaan
Menurut ENA, (2000) penatalaksanaan pada pasien truama servikal yaitu :
1. Mempertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation)
2. Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway : headtil, chin lip,
jaw thrust. Jangan memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi),
mempertimbangkan pemasangan intubasi nasofaring.
3. Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan servikal collar,
4.
imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang.
Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen (C1 - C7)
dengan menggunakan collar (mencegah hiperekstensi, fleksi dan rotasi),
5.
6.
member lipatan selimut di bawah pelvis kemudian mengikatnya.
Menyediakan oksigen tambahan.
Memonitor tanda-tanda vital meliputi RR, AGD (PaCO2), dan pulse
7.
8.
oksimetri.
Menyediakan ventilasi mekanik jika diperlukan.
Memonitor tingkat kesadaran dan output urin untuk menentukan pengaruh
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
dari hipotensi dan bradikardi.
Meningkatkan aliran balik vena ke jantung.
Berikan antiemboli
Tinggikan ekstremitas bawah
Gunakan baju antisyok.
Meningkatkan tekanan darah
Monitor volume infus.
Berikan terapi farmakologi ( vasokontriksi)
Berikan atropine sebagai indikasi untuk meningkatkan denyut nadi jika
17.
18.
terjadi gejala bradikardi.
Mengetur suhu ruangan untuk menurunkan keparahan dari poikilothermy.
Memepersiapkan pasien untuk reposisi spina.
19.
Memberikan obat-obatan untuk menjaga, melindungi dan memulihkan spinal
cord : steroid dengan dosis tinggi diberikan dalam periode lebih dari 24 jam,
dimulai dari 8 jam setelah kejadian.
a. Memantau status neurologi pasien untuk mengetahui tingkat kesadaran
b.
pasien.
Memasang NGT untuk mencegah distensi lambung dan kemungkinan
c.
d.
e.
f.
aspirasi jika ada indikasi.
Memasang kateter urin untuk pengosongan kandung kemih.
Mengubah posisi pasien untuk menghindari terjadinya dekubitus.
Memepersiapkan pasien ke pusat SCI (jika diperlukan).
Mengupayakan pemenuhan kebutuhan pasien yang teridentifikasi secara
konsisten untuk menumbuhkan kepercayaan pasien pada tenaga
g.
kesehatan.
Melibatkan orang terdekat untuk mendukung proses penyembuhan.
D. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
A. Pengkajian Primer
Data Subyektif
1. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Mekanisme Cedera
b. Kemampuan Neurologi
c. Status Neurologi
d. Kestabilan Bergerak
2. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
a. Keadaan Jantung dan pernapasan
b. Penyakit Kronis
Data Obyektif
a. Airway
Adanya desakan otot diafragma dan interkosta akibat cedera spinal
sehingga mengganggu jalan napas
b. Breathing
Pernapasa dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan, pergerakan
dinding dada
c. Circulation
Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg), Bradikardi, Kulit
teraba hangat dan kering, Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur
suhu tubuh, yang mana suhu tubuh bergantung pada suhu lingkungan)
d. Disability
Kaji Kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan bergerak,
kehilangan sensasi, kelemahan otot
B. Pengkajian Sekunder
1. Exposure
Adanya deformitas tulang belakang
2. Five Intervensi
 Hasil AGD menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya
ventilasi
 CT Scan untuk menentukan tempat luka atau jejas
 MRI untuk mengidentifikasi kerusakan saraf spinal
 Foto Rongen Thorak untuk mengetahui keadaan paru
 Sinar – X Spinal untuk menentukan lokasi dan jenis cedera tulang
(Fraktur/Dislokasi)
3. Give Comfort
Kaji adanya nyeri ketika tulang belakang bergerak
4. Head to Toe
 Leher : Terjadinya perubahan bentuk tulang servikal akibat cedera
 Dada : Pernapasa dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan,
pergerakan dinding dada, bradikardi, adanya desakan otot
diafragma dan interkosta akibat cedera spinal
 Pelvis dan Perineum : Kehilangan control dalam eliminasi urin
dan feses, terjadinya gangguan pada ereksi penis (priapism)
 Ekstrimitas : terjadi paralisis, paraparesis, paraplegia atau
quadriparesis/quadriplegia
5. Inspeksi Back / Posterior Surface
Kaji adanya spasme otot, kekakuan, dan deformitas pada tulang
belakang
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai
dengan dispnea,terdapat otot bantu napas
b. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penyumbatan
aliran darah ditandai dengan bradikardi, nadi teraba lemah, terdapat
sianosis, akral teraba dingin, CRT > 2 detik, turgor tidak elastis,
kelemahan, AGD abnormal
c. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan neurologis
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
ditandai dengan paralisis dan paraplegia pada ekstremitas.
e. Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan kerusakan sensori
motorik ditandai dengan kehilangan kontrol dalam eliminasi urine.
f. Risiko decera berhubungan dengan penurunan kesaradaran.
3. Rencana Tindakan
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai
dengan dispnea,terdapat otot bantu napas
Tujuan keperawatan : setelah diberikan tindakan keperawatan selama
2x15 menit, diharapkan pola napas pasien efektif dengan kriteria hasil:
1. Pasien melaporkan sesak napas berkurang
2. Pernapasan teratur
3. Takipnea tidak ada
4. Pengembangan dada simetris antara kanan dan kiri
5. Tanda vital dalam batas normal (nadi 60-100x/menit, RR 16-20
x/menit, tekanan darah 110-140/60-90 mmHg, suhu 36,5-37,5 C)
6. Tidak ada penggunaan otot bantu napas
Intervensi
Mandiri :
1. Pantau ketat tanda-tanda vital dan pertahankan ABC
R/ : Perubahan pola nafas dapat mempengaruhi tanda-tanda vital
2. Monitor usaha pernapasan pengembangan dada, keteraturan
pernapasan nafas bibir dan penggunaan otot bantu pernapasan.
R/ : Pengembangan dada dan penggunaan otot bantu pernapasan
mengindikasikan gangguan pola nafas
3. Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontra indiksi
R/ : Mempermudah ekspansi paru
4. Gunakan servikal collar, imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan
di bawah tulang belakang.
R/ : Stabilisasi tulang servikal
Kolaborasi :
1. Berikan oksigen sesuai indikasi
R/ : Oksigen yang adekuat dapat menghindari resiko kerusakan
jaringan
2. Berikan obat sesuai indikasi
R/ : Medikasi yang tepat dapat mempengaruhi ventilasi pernapasan
b. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penyumbatan
aliran darah ditandai dengan bradikardi, nadi teraba lemah, terdapat
sianosis, akral teraba dingin, CRT > 2 detik, turgor tidak elastis,
kelemahan, AGD abnormal
Tujuan Keperawatan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x5 menit diharapkan perfusi jaringan adekuat dengan kriteria hasil :
1. Nadi teraba kuat
2. Tingkat kesadaran composmentis
3. Sianosis atau pucat tidak ada
4. Nadi Teraba lemah, terdapat Sianosis
5. Akral teraba hangat
6. CRT < 2 detik
7. GCS 13-15
8. AGD normal
Intervensi :
1. Atur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway (jaw thrust).
Jangan memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi),
mempertimbangkan pemasangan intubasi nasofaring.
R/ : Untuk mempertahankan ABC dan mencegah terjadi obstruksi
jalan napas
2. Atur suhu ruangan
R/ : Untuk menurunkan keparahan dari poikilothermy.
3. Tinggikan ekstremitas bawah
R/ : Meningkatkan aliran balik vena ke jantung.
4. Gunakan servikal collar, imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan
di bawah tulang belakang.
R/ : Stabilisasi tulang servikal
5. Sediakan oksigen dengan nasal canul untuk mengatasi hipoksia
R/: Mencukupi kebutuhan oksigen tubuh dan oksigen juga dapat
menurunkan terjadinya sickling.
6. Ukur tanda-tanda vital
R/: Perubahan tanda-tanda vital seperti bradikardi akibat dari
kompensasi jantung terhadap penurunan fungsi hemoglobin
7. Pantau adanya ketidakadekuatan perfusi :
Peningkatan rasa nyeri
Kapilari refill . 2 detik
Kulit : dingin dan pucat
Penurunanan output urine
R/: Menunjukkan adanya ketidakadekuatan perfusi jaringan
8. Pantau GCS
R/: Penurunan perfusi terutama di otak dapat mengakibatkan
penurunan tingkat kesadaran
9. Awasi pemeriksaan AGD
R/: Penurunan perfusi jaringan dapat menimbulkan infark terhadap
organ jaringan
c. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan neurologis
Tujuan keperawatan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x
15 menit diharapkan nyeri pasien dapat berkurang dengan kriteria hasil :
1. Tanda-tanda vital dalam batas normal (Nadi 60-100 x/menit),(Suhu
36,5-37,5),( Tekanan Darah 110-140/60-90 mmHg),(RR 16-20
x/menit)
2. Penurunan skala nyeri( skala 0-10)
3. Wajah pasien tampak tidak meringis
Intervensi:
a. Kaji PQRST pasien :
R/: pengkajian yang tepat dapat membantu dalam memberikan
intervensi yang tepat.
b. Pantau tanda-tanda vital
R/: nyeri bersifat proinflamasi sehingga dapat mempengaruhi
tanda-tanda vital.
c. Berikan analgesic untuk menurunkan nyeri
R/ : Analgetik dapat mengurangi nyeri yang berat (memberikan
kenyamanan pada pasien)
d. Gunakan servikal collar, imobilisasi lateral kepala, meletakkan
papan di bawah tulang belakang.
R/ : Stabilisasi tulang belakang untuk mengurangi nyeri yang
timbul jika tulang belakang digerakkan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC
Ariani, Tutu April. 2012. Sistem Neurobehaviour. Jakarta : Salemba Medika
Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Persyarafan.
Jakarta : Salemba Medika
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan
Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien,
EGC, Jakarta.
Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott
company, Philadelpia.
Saanin, Syaiful. 2009. Cedera Sistema Saraf Pusat Traumatika Dan Nontraumatika. PDF
Jurnal. Diakses tanggal 27 Februari 2012.
Download