BAB. I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian Sinar-X merupakan sepenggal spektrum gelombang elektromagnetik yang terletak di ujung energi tinggi spektrum gelombang elektromagnetik di bawah dan bersinggungan dengan sinar gamma. Sinar-X (Roentgen) mempunyai kemampuan yang sama dengan sinar gamma dalam mengionkan benda-benda yang dilaluinya, sehingga keduanya juga dikenal sebagai sinar pengion. Jika proses ionisasi ini terjadi pada jaringan lunak organ maupun cairan di dalam tubuh manusia, maka bisa mengakibatkan terjadinya kerusakan sel, mutasi gen, terbentuknya radikal bebas, dan sel-sel kanker. Proteksi radiasi di dalam praktik pencitraan diagnostik dimaksudkan untuk menjamin bahwa keuntungan penggunaan sumber radiasi lebih besar dari risikonya terhadap individu yang terlibat. Optimasi proteksi dan keselamatan dilakukan dengan prinsip ALARA (“As Low As Reasonably Achievable”)(Noor dan Normahayu, 2011; Ngaile et al, 2008). Penggunaan berkas pengion Sinar-X (Roentgen) di dalam praktek pencitraan diagnostik telah mengalami kemajuan yang sangat pesat, baik dari sisi teknik pengambilan data, kualitas citra yang dihasilkan maupun jumlah tindakan. Dalam aplikasi radiasi, dosis efektif merupakan parameter yang digunakan untuk menyatakan dan membandingkan dosis radiasi yang diterima pasien pada saat pemeriksaan. The 1 2 International Commission on Radiological Protection (ICRP) telah mengeluarkan rekomendasi dosis efektif yang aman bagi manusia yang bisa digunakan sebagai standar acuan. Sehingga Pemerintah Republik Indonesia sangat perlu mempunyai standar nasionalnya yang mengacu kepada standar internasional ini (Noor dan Normahayu, 2011). Multi Slice Computed Tomography Scan (MSCT scan) adalah alat diagnostik yang mempunyai informasi sangat tinggi. Citra MSCT scan adalah hasil rekonstruksi komputer terhadap citra Sinar-X (Roentgen). Dampak radiasi MSCT scan menimbulkan efek langsung dan efek lanjut bagi pasien (Yuana et al, 2011; Moore et al, 2006). Penggunaan MSCT scan untuk pemeriksaan pasien dalam membantu menegakkan diagnosis suatu penyakit atau adanya kelainan semakin hari semakin meningkat, hal ini juga harus diperhatikan efek radiasi yang ditimbulkan, baik terhadap pasien maupun petugas radiologi. Suatu penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan radiasi eksposur hingga 27-36% dengan MSCT dibandingkan dengan single-slice CT (SSCT). Sinar-X (Roentgen) dari pesawat MSCT scan dapat mengakibatkan radiasi dan berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan, bahkan ada yang berpotensi sebagai possible human carcinogen (Anies, 2007). Penggunaan CT scan untuk pemeriksaan radiologi memberi kontribusi sekitar 20-30 % dari total radiasi ion pada penggunaan di bidang kesehatan (Rehani dan Berry, 2000; Ghavami et al, 2012). Dosis radiasi standar untuk pemeriksaan CT scan pada organ genital = 0,2 mGy, thyroid = 1,1 mGy, lensa mata = 5,4 mGy, sumsum tulang = 15,8 mGy, kulit 3 total = 11,7 mGy, otak besar = 22,2 mGy. (Cohnen et al., 2006). Sekecil apapun dosis radiasi yang diterima dalam proses pemeriksaan modalitas pencitraan yang digunakan untuk pasien, harus mempertimbangkan jumlah paparan radiasi yang diterima, dengan cara mempersingkat waktu ekspose, menjauhkan dari sumber radiasi atau dengan menggunakan alat pelindung (shielding) (Trinavara et al, 2011). Berdasar beberapa referensi yang menyatakan bahwa lensa mata merupakan organ yang sangat sensitif terhadap pengaruh radiasi (Hopper et al, 2001). Dosis radiasi sebesar 0,5 – 2 Gray (50 – 200 rads) akan menyebabkan opasitas, sedang exposure lebih dari 4 Gray (400 rads) menyebabkan gangguan penglihatan sekunder sampai katarak, maka diperlukan alat perlindungan terhadap organ tersebut pada saat dilakukan pemeriksaan menggunakan Sinar-X (Roentgen), khususnya MSCT scan (Hopper et al, 2001; Trinavara et al, 2011). Selama MSCT scan brain (otak), mata menerima radiasi sekitar 50 milligray (mGy) atau 5 rads. Mata anak-anak lebih radiosensitif, kurang dari setengah dosis dewasa, akan menyebabkan katarak. Penting untuk pengawasan exposure radiasi pada mata, khususnya pada pasien-pasien dengan gangguan penglihatan, katarak dan pasien-pasien yang mendapat pemeriksaan multiple scan (Hopper et al, 2001). Pada saat sekarang ini, pemakaian alat pelindung radiasi untuk mata, khususnya lensa mata belum banyak mendapat perhatian, padahal efek radiasi terhadap organ tersebut berpengaruh buruk. Instalasi Radiologi RSUP Dr. Sardjito, pada standar prosedur operasional proteksi radiasi menyebutkan bahwa terdapat prosedur proteksi radiasi terhadap pasien berupa pemakaian APD (alat pelindung diri) 4 pada organ-organ vital pasien yang tidak termasuk dalam area pemeriksaan (Instalasi Radiologi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, 2013). Akan tetapi pada prosedur tersebut belum dicantumkan tentang jenis dan ketebalan alat pelindung untuk proteksi radiasi. Di Rumah Sakit Umum Pusat DR Sardjito Yogyakarta terdapat fasilitas radiologi diagnostik berupa MSCT Brilliance 64 slice merk Philips dengan pelindung mata berupa shielding kaca mata timbal setebal 0,35 mm dan setebal 0,5 mm, tetapi sampai saat ini belum ada data tentang efektifitas kedua alat pelindung tersebut dalam mereduksi besarnya dosis radiasi yang diterima oleh mata pada pemeriksaan MSCT scan thorax. B. Perumusan Masalah Berdasarkan fakta-fakta tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. MSCT scan adalah alat radiologi diagnostik yang menggunakan Sinar-X (Roentgen), sehingga akan mempunyai efek radiasi terhadap organ tubuh manusia yang terkena sinar tersebut. 2. Dosis radiasi yang mengenai organ tubuh manusia harus dipastikan cukup aman atau tidak melebihi nilai batas dosis yang diperbolehkan, sehingga perlu pengukuran dosis radiasi pada organ-organ yang sensitif tersebut diantaranya mata (lensa mata) dan efektifitas alat pelindung dalam mereduksi radiasi yang mengenai organ-organ yang sensitif. 5 C. Pertanyaan Penelitian Berdasar latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : Bagaimanakah perbandingan dosis radiasi pada mata dengan memakai shielding (kaca mata timbal) setebal 0,35 mm dibandingkan dengan yang memakai shielding (kaca mata timbal) setebal 0,5 mm saat pemeriksaan MSCT scan thorax ? D. Keaslian Penelitian Dari penelusuran kepustakaan yang dilakukan peneliti, belum ditemukan penelitian yang sama dengan penelitian ini, yaitu perbandingan dosis radiasi mata dengan shielding (kaca mata timbal) setebal 0,35 mm dan shielding (kaca mata timbal) setebal 0,50 mm pada saat pemeriksaan MSCT scan thorax di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Peneliti menemukan beberapa artikel/jurnal penelitian yang dapat digunakan sebagai bahan pustaka, diantaranya terlihat pada tabel. Tabel. 1. Data Keaslian Penelitian Peneliti Ngaile et al, 2008 Jumlah Sampel 60 pasien dan phantom Hopper 2001 et al, 30 pasien dan phantom Cohnen 2006 et al, Alderson-rando anthropomorphic phantom Topik Penggunaan shielding timah untuk proteksi radiasi organ superficial pada pasien dengan pemeriksaan MSCT scan kepala Radioproteksi mata selama MSCT scan, menguji kemampuan shielding metal, bismuth dengan ketebalan 1T, 2T dan 3T dalam mereduksi radiasi lensa mata pada MSCT scan kepala Paparan radiasi pada pasien stroke akut,px: komprehensif MSCT Scan kepala Hasil Shielding timah setebal 0,35 mm mereduksi entrance surface doses (ESDs) pada lensa mata dan thyroid sebesar 44 % dan 51 %. Kelompok phantom: terdapat reduksi radiasi 48,5 %, 59,8 % dan 65,4 % pada penggunaan 1T, 2T dan 3T. Pada kelompok pasien: terdapat reduksi radiasi 39,6 %, 43,5 % dan 52,8 % pada penggunaan 1T, 2T dan 3T. Pencitraan stroke komprehensif memberikan hasil hingga >9,5 mSv dengan kemungkinan dosis local 490 mGy,walaupun dosis kritis untuk kerusakan organ (seperti katarak atau Alopecia) tidak terjangkau, dokter harus waspada pada akibat radiasi yang menyebabkan cacat terutama pada pemeriksaan yang berulang. 6 Shortt et al, 2008 20 phantoum Proteksi radiasi mata dan thyroid selama diagnostic cerebral angiografi perbandingan dengan dan tanpa shield Kelompok tanpa shield dosis yang diterima mata > besar dari thyroid (13.03 vs 5.98 mSv,P<0.001) dan > besar dosis mata pada sisi yang sama dengan tube. Kelompok dengan shield, mengurangi dosis radiasi pada mata dan thyroid secara bermakna (47%, rata-rata 2.46 vs 4.62 mSv,P<0.001) E. Tujuan Penelitian Mengetahui perbandingan besarnya dosis radiasi yang diterima mata memakai shielding (kaca mata timbal) setebal 0,35 mm dengan yang memakai shielding (kaca mata timbal) setebal 0,5 mm pada saat pemeriksaan MSCT scan thorax. F. Manfaat Penelitian 1. Dari segi pelayanan di rumah sakit, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk penyusunan standar pelayanan medis di Instalasi Radiologi dalam rangka penerapan proteksi radiasi dengan pemanfaatan alat proteksi radiasi yang efektif dan efisien. 2. Dari segi pasien, pemakaian shelding bisa sebagai proteksi atau meminimalkan dosis radiasinya, maka perlu penggunaan alat pelindung radiasi (shielding) pada mata. 3. Dari segi pendidikan, melatih peserta didik dalam berpikir dan meneliti, sehingga akan terpacu untuk mengembangkan penelitian yang lebih lanjut. 4. Dari segi penelitian, agar dapat menjadi dasar bagi penelitian berikutnya, sehingga menjadi suatu karya ilmiah yang benar-benar bermanfaat.