,,'4 , ~ r· \! ., ." '11' RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat W a. bahwa untuk menjamin berlangsungnya perekonomian nasional yang berkelanjutan diperlukan sistem keuangan yang stabil dan tangguh guns. rr:ewujudkan. kesejahteraan masyarakat Indonesia berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b, bahwa untuk mewujudkan sistem keuangan yang stabil dan tangguh, diperlukan. suatu jaring pengaman sistem keuangan yang berfungsi untuk mencegah dan menangani krisis sistem keuangan; c, bahwa landasan jaring pengaman sistem keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf b telah dis.manatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 ':'ahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang untuk diatur dalam Undang-Undang tersendirij d, bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan; : 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Repub:ik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indone:;;ia Nomor 3843), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Uridang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20C9 Nomor 7, Tambahan Lem~aran Negara Jepublik Indonesia Nomor 4962); IJ 111 til.. IykHA tuJ)1N ~~J d Jot ('H. MftiltJ. r ~~ /7l..;f~ tCv~ . . t)'r \~ " , -2Dengan Persetujuan Bersarna DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan UNDANG-UNDANG KEUANGAN, TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalarn Undang-Undang ini yang dirnaksud dengan: 1. Jaring Pengarnan Sistern Keuangan adalah rnekanisrne pengarnanan Sistern Keuangan yang rnencakup pencegahan dan penanganan Krisis, 2. Sistern Keuangan adalah suatu sistern yang terdiri atas lernbaga keuangan dan pasar keuangan, terrnasuk pasar Surat Berharga Negara dornestik. yang saling berinteraksi dalam pengurnpulan dana rnasyarakat serta penyediaan fasilitas, terrnasuk sistern pernbayaran, untuk pernbiayaan aktivitas perekonornian. 3. Krisis adalah kondisi Sistern Kec:angan yang sudah gagal rnenjalankan fungsi dan perannya secara efektif dalarn perekonornian nasional yang ditunjukkan dengan rnemburuknya berbagai indikator ekonomi dan keuangan, yang dapat berupa kesulitan likuiditas, rnasalah solvabilitas danl atau penurunan kepercayaan publik terhadap Sistern Keuangan. 4. Bank adalah bank sebagairnana dirnaksud dalarn UndangUndang tentang' Perbankan dan Undang-Undang tentang Perbankan Syariah. 5. Perusahaan Asuransi adalah Perusahaan Asuransi Kerugian dan Perusahaan Asuransi Jiwa sebagairnana dirnaksud dalam Undang-Undang tentang Usaha Perasuransian. 6. Berdarnpak Sisternik adalah berakibat kondisi sulit dan/atau gejolak pasar keuangan yang apabila tidak diatasi dapat rnenyebabkan kegagalan sejurnlah Bank danl atau Perusahaan Asuransi yang rnengakibatkan hilangnya kepercayaan terhadap Sistern Keuangan, yang dapat rnenirnbulkan krisis perekonornian nasional. <1uI ) ~- ... /'-: I, " -37. Fasilitas Pembiayaan Darurat yang selanjutnya disingkat FPD adalah: a. fasilitas pembiayaan dari Bank Indonesia yang dijamin oleh Pemerintah diberikan kepada Bank yang berbadan hukum Indonesia yang mengalami kesulitan likuiditas yang Berdampak Sistemik dan berpotensi Krisis, namun masih memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas; atau b. fasilitas pembiayaan dari Pemerintah melalui Bank Indonesia yang diberikan kepada Bank yang berbadan hukum Indonesia yang mengalami kesulitan likuiditas dalam kondisi Krisis, namun masih memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas. 8. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah surat utang. negara sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang tentang Surat Utang Negara dan surat berharga syariah negara sebagaimana dimak:;ud dalam Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah Negara. 9. Bank Indonesia adalah bank sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. 10. Otoritas Jasa Keuangan adalah otoritas jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan. 11. Lembaga Penjamin Simpanan adalah lembaga penjamin simpanan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Lembaga Penjamin Simpanan. 12. Bank Gagal adalah Bank yang mengalami permasalahan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak dapat lagi disehatkan oleh Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya.. 13. Perusahaan Asuransi Gagal adalah Perusahaan Asuransi yang mengalami permasalahan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak dapat lagi disehatkan oleh Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. 14. Pemegang Saham Pengendali Bank adalah badan hukum danl atau perorangan danl atau kelompok usaha yang memiliki saham Bank yang mempunyai hak suara: a. paling sedikit sebesar persentase yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan dari jumlah saham yang dikeluarkan Bank; atau b. kurang. dari persentase yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan dari jumlah saham yang dikeluarkan Bank, namun dapat dibuktikan telah melakukan pengendalian Bank, baik secara langsung maupun tidak langsung. LV J 77f. - ~ ~ -4 15. Pemegang Saham Pengendali Perusahaan Asuransi adalah pihak yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. pihak yang persetujuannya diperlukan agar seseorang dapat ditunjuk menjadi kom:saris atau yang setara dengannya, direktur atau yang setara dengannya, atau pejabat di bawah direktur atau yang setara dengannya yang bertanggung jawab secara langsung kepada direktur atau yang setara dengannya; b. Pemegang Saham yang memiliki saham paling sedikit sebesar persentase yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan; c. pihak yang memiliki hak opsi atau' hak lain untuk memperoleh efek atau hak lain, yang bila hak dimaksud direalisasikan akan mengakibal:kan yang bersangkutan memiliki paling sedikit sebesar persentase yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan dari jumlah seluruh saham; d. pihak yang dapat menguasai atau dapat mengendalikan paling sedikit sebesar persentase yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan dari hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham atau yang setara dengan itu; e. pihak yang memiliki hak opsi atau hak lain untuk memperoleh efek atau hak lain, yang apabila hak dimaksud direalisasikan akan mengakiba;:kan yang bersangkutan dapat menguasai atau dapat mengendalikan paling sedikit sebesar persentase yang ditet:ot?kan oleh Otoritas Jasa Keuangan dari hak suara dalarr: Rapat Umum Pemegang Saham atau yang setara dengan itu; danl atau f. 16. pihak lain yang dinilai oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai pengendali dari Perusahaan Asuransi, Perusahaan Pengelola Takaful, Perusahaan Reasuransi atau Perusahaan Retakaful untuk keperluan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian. Sisa Anggaran Lebih yang selanjutnya disingkat SAL adalah akumulasi sisa lebih pembiayaan anggaran dan sisa kurang pembiayaan anggaran tahun anggaran yang lalu dan tahun anggaran yang bersangkutan setelah ditutup, ditambah, atau dikurangi dengan koreksi pembukuan. Pasal2 ,Jaring Pengaman Sistem Keuangan bertujuan untuk menciptakan dan memelihara stabilitas Sistem Keuangan. . Pasa13 Jaring Pengaman Sistem Keuangan dilaksanakan untuk menanggulangi permasalahan Bank dan/atau Perusahaan Asuransi, serta krisis pada pasar SBN domestik dalam kondisi Sistem Keuangan tidak normal. .~ j M-- • , " , -5BAB II OTORITASjLEMBAGA DALAM JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN Pasa14 (1) Dalam Jaring Pengaman Sistem Keuangan, kewenangan untuk melakukan pencegahan dan penanganan Krisis diberikan kepada: a. Kementerian Keuangan; b. Bank Indonesia yang selanjutnya d:singkat El; c. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK; dan d.Lembaga Penjamin Simpanan yang se!anjutnya disingkat LPS. (2) Masing-masing otoritasj!embaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kewenangan sebagai berikut: a. Kementerian Keuangan terkait kebijakan fiska!, penyediaan pendanaan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Be!anja Negara, dan stabilisasi pasar SBN domestik bersamasama dengan Bank Indonesia; b. BI terkait kebijakan makroprudensia!; c. OJK terkait kebijakan mikroprudensia!; dan d. LPS terkait dengan: 1. penye!esaian Bank Gaga! atau Perusahaan Asuransi Gaga! yang tidak Berdampak Sistemik; 2. penanganan Bank Gagal atau Perusahaan Asuransi Gaga! yang Berdampak Sistemik; dan 3. pemberian pinjaman kepada Perusahaan Asuransi yang Berdampak Sistemik. (3) Masing-masing otoritasj!embaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat me!aksanakan kewenangan se!ain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan Keputusan Forum Stabilitas Sistem Keuangan. BAB III FORUM STABILITAS SISTEM KEUANGAN Bagian Kesatu Pembentukari Pasa!5 (1) Untuk mencapai tujuan Jaring Pengaman Sistem Keuangan, dengan Undang-Undang ini dibentuk Forum Stabilitas Sistem Keuangan yang se!anjutnya disingkat FSSK. (2) Anggota FSSK terdiriatas: u/ a. Menteri Keuangan sebagai Ketua merangkap anggota; b. Gubemur BI sebagai anggota; c. Ketua Dewan Komisioner OJK sebagai anggota; dan d. Ketua Dewan Komisioner LPS sebagai anggota. 7?:i~ / --- • , -7Pasal8 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, FSSK mempunyai wewenang: a. merekomendasikan langkah-Iangkah strategis dalam rangka memelihara stabilitas Sistem Keuangan kepada Kementerian Keuangan, B1, OJK, dan LPS berdasarkan hasil evaluasi terhadap kondisi makro Sistem Keuar:gan; b. menetapkan bahwa kesulitan likuiditas dan/ atau masalah solvabilitas Bank dan/ atau Perusahaan Asuransi adalah Berdampak Sistemik atau tidak Berdampak Sistemik; c. menetapkan kebijakan penanganan permasalahan Bank dan/ atau Perusahaan Asuransi yang dipandang perlu dalarn rangka pencegahan dan penanganan Krisis; d. menetapkan langkah-Iangkah dalam rangka mengatasi krisis pasar SBN domestik; dan e .. menetapkan kondisi Krisis dan berakhirnya kondisi Krisis. Bagian Ketiga Tenaga Ahli dan Sekretariat Pasal9 (I) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, FSSK didukung oleh tenaga ahli dan sekretariat yang dipimpin oleh sekretaris FSSK. (2) Sekretaris FSSK sebagaimana dim~sud pada ayat (I) secara ex officio dijabat oleh seorang pejabat eselon I di Kementerian Keuangan. (3) FSSK mengusulkan pengangkatan calon sekretaris FSSK dan pemberhentian sekretaris FSSK kepada Presiden. (4) Presiden mengangkat dan memberhentikan sekretaris FSSK dengan mempertimbangkan usulan FSSK. (5) Anggaran sekretariat FSSK bersumber Pendapatan dan Belanja Negara. (5) Ketentuan mengenai organisasi, tata kerja, dan kepegawaian sekretariat FSSK dan tenaga ahli termasuk rernunerasi, tunjangan, dan fasilitas lain diatur dalam Peraturan Presiden. dari Anggaran Bagian Keempat Mekanisme Rapat Pasal 10 (I) to/' Rapat FSSK diselenggarakan paling sedikit I (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan atau sewaktu-waktu atas permintaan dari Ketua atau Anggota FSSK. / 0f;- • • -8(2) Rapat FSSK dapat didahului dengan rapat persiapan pada tingkat Pejabat Eselon 1 Kementerian Keuangan, Deputi Gubernur 81, Kepala Eksekutif OJK, dan Kepala Eksekutif LPS. Pasal 11 (1 ) Rapat FSSK dihadiri oleh seluruh anggota FSSK dan dipimpin oleh Ketua FSSK. (2) Dalam hal diperlukan, FSSK dapat mengundang pihak lain untuk menghadiri rapat FSSK. (3) Dalam hal ketua FSSK berhalangan sementara yang mengakibatkan tidak dapat hadir dalam rapat FSSK karena: a. sakit; b. menjalankan tugas ke luar negeri; atau c. cuti, rapat FSSK dipimpin oleh Menteri Keuangan ad-interim dan didampingi oleh 1 (satu) orang Pejabat Eselon I di Kementerian Keuangan yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. (4) Dalam hal anggota FSSK selain ketua FSSK berhalangan sementara yang mengakibatkan tidak dapat hadir dalam rapat FSSK karena: a. sakit; b. menjalankan tugas ke luar negeri; atau c. cuti, rapat FSSK dihadiri pejabat yang ditunjuk oleh plmpman otoritasjlembaga anggota FSSK. Pasal 12 (1) Dalam hal ketua FSSK berhalangan hadir karena sakit, kewenangan pengambilan keputusan berada pada Menteri Keuangan ad interim. (2) Dalam hal anggota FSSK berhalangan l:adir karena sakit, kewenangan pengambilan keputusan berada pada pejabat yang ditunjuk oleh pimpinan otoritasjlembaga anggota FSSK. (3) Dalam hal ketua berhalangan hadir karena keluar negeri atau cuti, kewenangan pengambilan ~eputusan berada pada Menteri Keuangan sepanjang rapat FSSK masih dapat diselenggarakan melalui sarana komunikasi elektronik. (4) Dalam anggota FSSK berhalangan hadir karena keluar negeri atau cuti, kewenangan pengambilan keputusan berada pada anggota FSSK sepanjang rapa: FSSK masih dapat diselenggarakan melalui sarana kom'_mikasi elektronik. (5) Dalam hal ketua dan anggota FSSK berhalangan hadir karena berhalangan tetap, rapat FSSK dihadiri oleh: w I d ~ • ; , -9a. Pejabat yang ditunjuk oleh Presiden untuk menggantikan Menteri Keuangan; atau b .. pejabat yang dibeti kewenangan berdasarkan mekanisme yang berlaku pada masing-masing otoritas/lembaga anggota FSSK. Pasal 13 (1) Kehadiran Menteri Keuangan ad-interim dan pejabat eselon I di Kementerian Keuangan dan/atau pejabat yang mewakili anggota FSSK lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) dan ayat (4) tidak dimaksudkan mewakili hak suara ketua dan anggota FSSK, namun untuk mewakili kehadiran . secara fisik ketua dan anggota FSSK yang tidak dapat hadir. (2) Pejabat yang mewakili ketua danl atau anggota FSSK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertindak untuk dan atas nama ketua dan anggota FSSK yang diwakilinya hanya dalam menandatangani keputusan rapat FSSK. (3) Dalam hal ketua dan/atau anggota FSSK berhalangan hadir karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), ayat (4), dan pasal 12 ayat (5) keputusan pencegahan dan penanganan Krisis ditetapkan oleh Menteri Keuangan adinterim dan 1 (satu) orang Pejabat Eselon I di Kementerian Keuangan yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan atau pejabat yang ditunjuk oleh Presiden untuk menggantikan Menteri Keuangan beserta anggota FSSK lainnya atau pejabat yang ditunjuk oleh pimpinan otoritas/lembaga atau pejabat yang diberi kewenangan untuk mewakili anggota FSSK lainnya. (4) Penunjukan Pejabat Eselon I Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. (5) Penunjukan pejabat yang mewakili anggota FSSK dalam rapat FSSK selain Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4), berdasarkan mekanisme yang berlaku pada masing-masing otoritas/lembaga anggota FSSK. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme rapat FSSK ditetapkan dengan Keputusan FSSK. , Bagian Kelima Pengambilan Keputusan Pasal 14 (1) Pengambilan keputusan dalam musyawarah untuk mufakat. (2) Dalam hal pengambilan keputusan dalam rapat FSSK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai mufakat, Ketua FSSK berwenang mengambil keputusan yang bersifat mengikat dan keputusan tersebut menjadi tanggung jawab be,,=a ad=h Anggota "SSK. ILV" j rapat FSSK berdasarkan M- • - 10 (3) Keputusan yang diambil dalam rapat FSSK yang berupa: a. penetapan Bank atau Perusahaan Asuransi mengalami kesulitan likuiditas Berdamp9.k Sistemik atau tidak Berdampak Sistemik; b. penetapan Bank Gagal atau Perusahaan Asuransi Gagal yang Berdampak Sistemik atau tidak Berdampak Sistemik; dan/atau c. penetapan kondisi Krisis dan berakhirnya kondisi Krisis, ditetapkan dalam bentuk Keputusan FSSK. (4) Keputusan FSSK sebagaimana dimaksud dilaporkan secara tertulis kepada Presiden. pada ayat (3) (5) Penyampaian laporan Keputusan FSSK kepada Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam kondisi tertentu dapat dilakukan dalam bentuk tele-konferensi/videokonferensi atau pesan/ surat elektronik yang terdokumentasikan. BABlV PENANGGULANGAN PERMASALAHA~ BANK Bagian Kesatu Kondisi Normal Pasal 15 Penyelesaian permasalahan Bank dalam kondisi normal dilaksanakan oleh Bl, OJK, dan LPS sesuai dengan kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. (1) (2) Pasal 16 Dalam hal berdasarkan kajian OJK terdapat permasalahan Bank yang ditengarai akan Berdampak Sistemik, OJK menyampaikan data dan analisis awal atas permasalahan Bank tersebut kepada FSSK. Validitas data dan analisis awal yang disampaikan kepada FSSK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab OJK. Bagian Kedua Pencegahan Krisis Paragraf 1 Tindakan Mengatasi Kesulitan Likuiditas Bank Pasal 17 (1) w Dalam hal terdapat Bank yang mer.galami kesulitanlikuiditas yang ditengarai oleh OJK Berdampak Sistemik, Ketua Dewan Komisioner OJK atau Ketua Dewar. Komisioner OJK bersama Gubernur Bl mengusulkan kepada FSSK untuk menyelenggarakan rapat guna membahas permasalahan Bank tersebut. I #1- • " - 11 (2) Usulan kepada FSSK untuk menyelenggarakan rapat guna membahas permasalahan Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilengkapi dengan data <ian analisis atas permasalahan Bank tersebut. (3) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat dilakukan apabila kondisi Bank masih memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas tertentu. (4) Ketentuan mengenai tingkat solva':.Jilitas Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan OJK. (5) Validitas data dan analisis yang disampaikan kepada FSSK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi tanggung jawab OJK. (6) Berdasarkan usulan Ketua Dewan Komisioner OJK atau Ketua Dewan Komisioner OJK bersama Gubernur BI, FSSK menyeleriggarakan rapat guna mem':.Jahas permasalahan Bank sebagaimanadimaksud pada ayat (1). (7) Dalam hal FSSK berpendapat bahwa Bank yang mengalami kesulitan likuiditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak Berdampak Sistemik, FSSK menetapkan Bank tersebut tidak Berdampak Sistemik dan meminta kepada OJK untuk melakukan penanganan lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (8) Dalam hal FSSK berpendapat bahwa Bank yang mengalami kesulitan likuiditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Berdampak Sistemik, maka FSSK menetapkan Bank tersebut Berdampak Sistemik. (9) Penetapan Bank tidak Berdampak Sistemik sebagaimana dimaksud pada ayat (7) atau Berdampak Sistemik sebagaimana dimaksud pada ayat (8) oleh FSSK dilakukan dengan Keputusan FSSK. Terhadap Bank yang ditetapkan sebagai Bank Berdampak Sistemik oleh FSSK sebagaimana dimaksud pada ayat (8), BI memberikan FPD sebagai pinjaman kepada Bank tersebut. (10) (11) Besaran pagu, suku bunga, dan jangka waktu FPD sebagaimana dimaksud pada ayat lID) ditetapkan oleh FSSK setelah mendapat rekomendasi dari BI terkait dengan suku bunga FPD dan rekomendasi dari OJK terkait dengan besaran pagu danjangka waktu FPD. (12) Rekomendasi BI terkait dengan suku bunga FPD dan rekomendasi OJK terkait dengan besarar.. pagu dan jangka waktu FPD sebagaimana dimaksud pada ayat (11) disampaikan kepada FSSK pada saat diselenggarakannya rapat FSSK. (13) Penetapan besaran pagu' suku bunga, danjangka waktu FPD oleh FSSK dilakukan bersamaan pada saat ditetapkannya Keputusan FSSK mengenai Bank Berdampak Sistemik sebagaimana dima~sud pada ayat (8). w I 7#. --- • .' - 12 Pasal 18 (1) (2) (3) (4) (5) Pemberian FPD kepada Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (10) dituangkan dalam peIjanjian antara Bank tersebut· dan BI yang dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: a. daftar aset Bank dengan nilai taksasi sementara yang menjadi agunan FPDi dan . b. rencana kerja Bank dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi yang telah disetujui oleh OJK. Pengikatan aset Bank yang menjadi agunan FPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan BI setelah dokumen aset yang menjadi agunan lengkap. Ketentuan mengenai tata cara pemberian FPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh FSSK. BI melakukan verifikasi terhadap dokumen aset yang menjadi agunan FPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2). BI dapat meminta aparat pengawas internal Pemerintah danl atau penilai Pemerintah ur:tuk melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4). (6) Pemberian FPD oleh BI kepada Bank dapat diberikan melebihi nilai agunan. (7) Ketentuan mengenai pelaksanaan dan tata cara verifikasi aset Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal19 Dengan diberikannya FPD kepada Bank, hak dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham beralih kepada B1. Pasal20 Bank penerima FPD . dilarang membagikan dividen kepada Pemegang Saham dan manfaat finansial lain di luar gaji, honor, danl atau tunjangan kepada pengurus Bank sebelum Bank melunasi seluruh kewajiban FPD. Pasal21 (1) Menteri Keuangan atas nama Pemerintah memberikan jaminan secara tertulis atas FPD yang diberikan oleh B1. (2) Nilai jaminan Pemerintah terhadap FPD yang diberikan oleh BI sebesar pokok dan bunga FPD. (3) Penerbitan surat jaminan Pemerintah dilaporkan oleh Menteri Keuangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam jangka waktu 1 (satu) har:i kerja sejak diterbitkannya surat jaminan Pemerintah. tV I m- - 13 (4) Jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat(l) diberikan untuk menjamin penggantian dana FPD yang tidak dapat dilunasi oleh Bank kepada Bl dalam hal: a. Bank tidak melunasi FPD sampai dengan jangka waktu yang ditetapkan berakhir; atau b. Bank dinyatakan oleh OJK sebagai Bank Gagal sebelum berakhirnyajangka waktu pelunasan FPD. Pasal22 (1) Apabila Bank penerima FPD tidak capat melunasi FPD sampai dengan jangka waktu yang d:tetapkan berakhir, OJK menetapkan Bank tersebut sebagai Bank Gaga!. (2) Berdasarkan penetapan Bank Gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua Dewan Komisioner OJK mengusulkan diadakan rapat FSSK untuk membahas: a. penyelesaian FPD yang belum dilunasi Bank Gagal tersebut; dan b. kondisi Bank Gagal tersebut Berdampak Sistemik atau tidak Berdampak Sistemik. (3) Berdasarkan usulan Ketua Dewan Komisioner OJK sebagaimana dimaksud pada ay?t (2), FSSK menyelenggarakan rapat guna membahas p.ermasalahan Bank Gagal tersebut. (4) Dalam hal FSSK berpendapat Bank Gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak Berdampak Sistemik, FSSK menetapkan Bank Gagal tersebut :idak Berdampak Sistemik dan meminta kepada OJK untuk menyerahkan Bank Gagal tersebut kepada LPS untukdilakukan penyelesaian sesuai dengan undang-undang yang mengatur mengenai lembaga penjamin simpanan. (5) Dalam hal FSSK berpendapat Bank Gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Berc.ampak Sistemik, FSSK menetapkan Bank Gagal tersebut Berdampak Sistemik dan menyerahkan kepada LPS untuk dilakukan penanganan sesuai dengan undang-undang yang mengatur mengenai lembaga penjamin simpanan. (6) Dalam rangka penyelesaian Bank Gagal tidak Berdampak Sistemik dan penanganan Bank Gagal Berdampak Sistemik, LPS berwenang memberikan pinjaman untuk menutup kebutuhan likuiditas Bank. (7) Penetapan Bank Gagal tidak Berdampak Sistemik oleh FSSK sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau penetapan Bank Gagal Berdampak Sistemik oleh FSSK sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dengan Keputusan FSSK. Pasal23 Larangan pemberian manfaat finansial lain diluargaji, honor, dan/ atau tunjangan kepada pengu:-us Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, dikecualikan bagi Bank Gagal penerima ':PD yang ,<dang dal= p,nanganan LPS. / /7f_ - 14 Pasal24 Keputusan FSSKsebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (7) selain memuat penetapan Bank penerirr:a FPD sebagai Bank Gagal juga memuat penetapan mengenai: a. penggantian oleh Pemerintah dana FPD yang belum dilunasi oleh Bank penerima FPD kepada BI; dan b. penyerahan piutang FPD dan agunannya oleh B1 kepada Menteri Keuangan melalui Perjanjian Pengalihan Hak atas Piutang beserta seluruh dokumen yang telah diteliti kelengkapannya oleh B1. Pasal25 (1) Terhadap Bank Gagal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (7), LPS melakukan penanganan Bank Gagal tersebut melalui Penyertaan Modal Sementara sesuai dengan undangundang yang mengatur mengenai lembaga penjarnin simpanan dan/atau pinjaman sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Inl. (2) Dalam hal kondisi keuangan LPS tidak mencukupi untuk penyelesaian Bank Gagal tidak Berdampak Sistemik dan penanganan Bank Gagal Berdampak Sistemik, Pemerintah memberikan pinjaman kepada LPS. (3) Pinjaman Pemerintah kepada LPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikonversi sebagai tarr::.bahan modal negara pada LPS yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal26 Pelunasan FPD oleh Bank Gagal yang sedang dalarn penanganan LPS dilakukan sebelum LPS menjual saham Bank Gagal terse but. Paragraf2 Tindakan Mengatasi Permasalahan Solvabilitas Bank Pasal27 (1) Dalam hal terdapat Bank yang mengalami permasalahan solvabilitas dan dinyatakan sebagai Bank Gagal yang ditengarai Berdampak Sistemik oleh OJK, Ketua Dewan Komisioner OJK atau Ketua Dewan Komisioner OJK bersama Gubernur B1 mengusulkan kepada FSSK untuk menyelenggarakan rapat guna membahas permasalahan Bank tersebut. (2) Usulan kepada FSSK .untuk menyelenggarakan rapat guna membahas permasalahan Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan validitas data dan analisis atas permasalahan Bank tersebut. (3) Validitas data dan analisis yang disampaikan kepada FSSK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi tanggung jawab OJK. ewI / ~- - 15 (4) Berdasarkan usulan Ketua Dewan Komisioner OJK atau Ketua Dewan Komisioner OJK bersama Gubernur Bl sebagaimana dimaksud pada ayat (1), FSSK menyelenggarakan rapat untuk membahas Bank tersebut sebagai Bank Gagal Berdampak Sistemik atau tidak Berdampak Sistemik. (5) Dalam hal FSSK berpendapat bahwa Bank yang mengalami permasalahan solvabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Bank Gagal tidak Berdampak Sistemik, FSSK menetapkan Bank terse but sebagai Bank Gagal tidak Berdampak Sistemik dan meminta kepada OJK untuk menyerahkan Bank Gagal tersebut kepada LPS untuk dilakukan penyelesaian sesuai dengan undang-undang yang mengatur mengenai lembaga penja:nin simpanan. (6) Dalam hal FSSK berpendapat bahwa Bank yang mengalami permasalahan solvabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Bank Gagal Berdampak Sistemik, FSSK menetapkan Bank tersebut sebagai Bank Gagal Berdampak Sistemik dan menyerahkan Bank Gagal tersebut kepada LPS untuk dilakukan penanganan sesuai dengan undang-undang yang mengatur mengenai lembaga penjamin simpanan. (7) . Dalam rangka penye1esaian Bank Gagal tidak Berdampak Sistemik dan penanganan Bank Gagal Berdampak Sistemik, LPS berwenang memberikan pinjaman untuk menutup kebutuhan likuiditas Bank. (8) Dalam hal kondisi keuangan LPS tidak mencukupi untuk penyelesaian Bank Gagal tidak Berdampak Sistemik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan penanganan Bank Gagal Berdampak Sistemik sebaga:.mana dimaksud pada ayat (6), Pemerintah memberikan pinjaman kepada LPS. (9) Pinjaman Pemerintah kepada LPS sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat dikonversi sebagai tambahan modal negara pada LPS yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Paragraf 3 Tindakan Mengatasi Kesulitan Likuiditas Dan Permasalahan Solvabilitas Bank Pasal28 Dalam hal Bank yang mengalami permasalahan solvabilitas dan sekaligus kesulitan likuiditas ditetapkan oleh FSSK sebagai Bank Gagal Berdampak Sistemik, FSSK menyerahkan Bank Gagal tersebut kepada LPS untuk dilakukan penanganan melalui Penyertaan Modal Sementara sesuai dengan undang-undang yang mengatur mengenai lembaga penjamin simpanan danl atau pinjaman sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Ik/ / r;/;7f- ~ - 16 Paragraf 4 Tindakan Mengatasi Kesulitan Likuiditas Dan/ Atau Permasalahan Solvabilitas Bank Gagal Yang Sedang Dalam Penanganan LPS Pasal29 Dalam hal Bank Gagal Berdampak Sistemik yang ditangani oleh LPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (5) dan Pasal 27 ayat (6) kembali menghadapi permasalahan likuiditas dan/atau solvabilitas yang membahayakan kelangsungan usaha Bank, tindakan untuk mengatasi permasalahan likuiditas danl atau solvabilitas Bank tersebut dapat dilakukan oleh LPS .dengan menambah Penyertaan Modal Sementara sesuai dengan ketentuan undang-undang yang mengatur mengenai lembaga penjamin simpanan dan/atau pemberian pinjaman sebagaimana diatur dalarn Undang-Undang inL Bagian Ketiga Penanganan Krisis Pasal30 (1) Dalam hal terjadi keadaan yang dinilai rnernbahayakan stabilitas Sistem Keuangan dan perekonomian nasional yang berpotensi mengakibatkan Krisis, FSSK menetapkan kondisi Krisis dengan Keputusan FSSK. (2) Keputusan FSSK mengenai kondisi dimaksud pada ayat (1) meliputi: Krisis sebagaimana a. langkah-Iangkah penanganan Krisis; b. kriteria Bank yang dapat penyertaan modal sementara; c. pemberian FPD oleh Bl kepada Bank yang mengalami kesulitan likuiditas yang pembiayaannya berasal dari Pemerintah; danl atau d. penambahan modal berupa penyertaan modal sementara kepada Bank yang mengalami perrnasalahan solvabilitas yang pelaksanaannya dilakukan oleh LPS sesuai dengan undang-undang yang mengatur mengenai lembaga penjamin simpanan. diberikan FPD danl atau (3) Ketentuan mengenai tata cara pemberian FPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c ditetapkan oleh FSSK. (4) Jangka waktu dive stasi atas penyertaan modal sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dikecualikan dari ketentuan dalam undang-undang yang mengatur mengenai lerribaga penjamin simpanan. (5) Ketentuan mengenai jangka waktu divestasi atas penyertaan modal sementara sebagaimana dim3.ksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah. rv' / m- - 17 Pasal31 (1) Pemberian FPD kepada Bank dalam kondisi Krisis dituangkan dalam perjanjian antara Bank dan BI yang bertindak untuk dan atas nama Pemerintah, yang dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: a. daftar aset Bank dengan nilE.i taksasi sementara yang menjadi agunan FPD yang telah diverifikasi oleh aparat pengawas internal Pemeri:J.tah danl atau penilai Pemerintah; dan b. rencana kerja Bank dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi yang telah disetujui OJK. (2) Pengikatan aset Bank yang menjadi agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh BI setelah dokumen agunan lengkap. Pasal32 (1) Terhadap Bank penerima FPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) berlaku pula ketentuan mengenai pembagian dividen' kepada Pemegang Saham dE.n manfaat finansial lain di luar gaji, honor, dan/atau tunjangan kepada pengurus Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan Pasal 23. (2) Dengan diberikanriya FPD kepada Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1), hak dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham beralih kepada Pemerintah. (3) Hak dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham yang beralih kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh LPS. Pasal33 (1) Dalam hal Bank tidak dapat melunasi FPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) sampai dengan jangka waktu yang ditetapkan berakhir canl atau Bank mengalami permasalahan solvabilitas, OJK menyatakan Bank tersebut sebagai Bank Gagal dan meminta FSSK untuk membahas kebijakan penanganan Bank Gaga!. (2) Permintaan OJK kepada FSSK untuk membahas kebijakan penanganan Bank Gaga! sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan data dan analisis atas permasa!ahan Bank tersebut. (3) Validitas data dan ana!isis yang disampaikan kepada FSSK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi tanggung jawab OJK. (4) Berdasarkan permintaan OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), FSSK membahas penanganan Bank Gaga! dan menetapkan Bank Gagal tersebut sebagai Bank Gagal Berdampak Sistemik atau Bank Gagal tidak Berdampak Sistemik, serta meminta OJK agar menyerahkan Bank Gaga! tersebut kepada LPS. f<u.i ) Of. - 18 (5) Terhadap Bank Gagal yang diserahkan oleh OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (4), LPS melakukan penyelesaian atau penanganan Bank Gagal tersebut sesuai undang-undang yang mengatur mengenai lembaga penjamin simpanan. (6) Dalam rangka penanganan Bank Gagal Berdampak Sistemik, LPS berwenang memberikan pinjaman untuk menutup kebutuhan likuiditas Bank. Pasal34 (1) Dalam rangka optimalisasi pengembalian dana, LPS menjual seluruh saham Bank yang ditangani oleh LPS baik yang dimiliki oleh LPS maupun pemegang saham lama. (2) Dalam hal hasil penjualan saham Bank oleh LPS: a. kurang dari biaya penanganan Bank Gagal yang dikeluarkan oleh LPS, kekurangan tersebut dicatat oleh LPS sebagai biaya; atau b. lebih dari biaya penanganan Bank Gagal yang dikeluarkan oleh LPS, kelebihan tersebut merupakan pendapatan lainlain. Bagian Keempat Penetapan Berakhirnya Krisis Pasal35 Dalam hal keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dinilai sudah tidak membahayakan stabilitas sistem keuangan dan perekonomian nasional, FSSK menetapkan berakhirnya Krisis dengan Keputusan FSSK. BABV PENANGGULANGAN PERMASALAHAN PERUSAHAAN ASURANSI Bagian Kesatu Kondisi Normal Pasal36 Penyelesaian permasalahan Perusahaan Asuransi dalam kondisi normal dilaksanakan ole)! OJK dan LPS sesuai dengan kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan. £«I / d - .' - 19 Pasal37 (1) Dalam hal berdasarkan kajian OJK terdapat permasalahan Perusahaan Asuransi yang ditengarai akan Berdampak Sistemik, OJK menyampaikan data dananalisis awal atas permasalahan Perusahaan Asuransi tersebut kepada FSSK. (2) Validitas data dan analisis awal yang disampaikan kepada FSSK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab OJK. Bagian Kedua Pencegahan Krisis Paragraf 1 Tindakan Mengatasi Kesulitan Likuiditas Perusahaan Asuransi Pasal38 (1) Dalam hal terdapat Perusahaan Asuransi yang mengalami kesulitan likuiditas yang ditengarai oleh OJK Berdampak Sistemik, Ketua Dewan Komisioner OJK mengusulkan kepada FSSK untuk menyelenggarakan rapat guna membahas permasalahan Perusahaan Asuransi tersebut. (2) Usulan kepada FSSK untuk menyelenggarakan rapat guna membahas permasalahan Perusahaan Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilengkapi dengan data dan analisis atas permasalahan Perusahaan Asuransi tersebut. (3) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat dilakukan apabila kondisi Perusahaan AsuraJ;1si masih memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas tertentu. (4) Ketentuan mengenai tingkat solvaJ:;ilitas Perusahaan Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan OJK. (5) Validitas data dan analisis yang disampaikan kepada FSSK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi tanggung jawab OJK. (6) Berdasarkan usulan Ketua Dewan Komisioner OJK, FSSK menyelenggarakan rapat guna membahas permasalahan Perusahaan Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (7) Dalam hal FSSK berpendapat bahwa Perusahaan Asuransi yang mengalami kesulitan likuiditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak Berdampa~ Sistemik, maka FSSK menetapkan Perusahaan Asuransi tersebut tidak Berdampak Sistemik dan meminta kepada OJK untuk melakukan penanganan lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (8) Dalam hal FSSK berpendapat bahwa Perusahaan Asuransi yang mengalami kesulitan likuiditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Berdampak Sistemik, maka FSSK menetapkan Perusahaan Asuransi tersebut Berc.ampak Sistemik. w ) m. " - 20 (9) Penetapan Perusahaan Asuransi tidak Berdampak Sistemik sebagaimana dimaksud pada ayat (7) atau Berdampak Sistemik sebagaimana dimaksud pada ayat (8) oleh FSSK dilakukan dengan Keputusan FSSK. (10) Terhadap Perusahaan Asuransi yang ditetapkan sebagai Perusahaan Asuransi Berdampak Sistemik oleh FSSK sebagaimana dimaksud pada ayat (8), LPS memberikan pinjaman kepada Perusahaan Asuransi tersebut. (11) Besaran pagu, suku bunga, dan jangka waktu pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (10) ditetapkan oleh FSSK setelah mendapat rekomendasi dari LPS terkait dengan suku bunga pinjaman dan rekomendas: dari OJK terkait dengan besaran pagu dan jangka waktu pinjaman. (12) Rekomendasi LPS terkait dengan suku bunga pinjaman dan rekomendasi ·OJK terkait dengan besaran pagu dan· jangka waktu pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (11) disampaikan kepada FSSK pada saat diselenggarakannya rapat FSSK. (13) Penetapan besaran pagu, suku bunga, dan jangka waktu pinjaman oleh FSSK dilakukar. bersamaan pada saat ditetapkannya Keputusan FSSK mengenai Perusahaan Asuransi Berdampak Sistemik sebagaimana dimaksud pada ayat (8). Pasal39 (1) Pemberian pinjaman LPS kepada l,"erusahaan Asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (10) dituangkan. dalam perjanjian antara Perusahaan Asuransi dan LPS yang dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: a. daftar aset Perusahaan Asuransi dengan nilai taksasi sementara yang menjadi agunan pemberian pinjaman; dan b. rencana kerja Perusahaan Asuransi dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi yang telah disetujui oleh OJK. (2) Pengikatan aset Perusahaan Asuransi yang menjadi agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan oleh LPS setelahdokumen aset yang menjadi agUnan lengkap. (3) Ketentuan mengenai tata cara pemberian pmJaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh FSSK. (4) LPS melakukan verifikasi terhadap dokumen. aset yang menjadi agunan atas pinjaman se':Jagaimana dimaksud pada ayat (2). (5) LPS dapat meminta aparat pengawas internal Pemerintah danl atau penilai Pemerintah untuk melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (6) Pemberian pinjaman oleh LPS kepada Perusahaan Asuransi dapat diberikan melebihi nilai agunan. uvI I m_ ·21 (7) Ketentuan mengenai jenis aset dan tata cara verifikasi dokumen aset yang menjadi agumm diatur dengan Peraturan LPS, Pasal40 Dengan diberikannya pinjaman kepada Perusahaan Asuransi, hak dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham beralih kepada LPS. Pasa141 Perusahaan Asuransi penerima pinjaman dilarang membagikan dividen kepada Pemegang Saham .dan manfaat finansiallain di luar gaji, honor, danl atau tunjangan kepada pengurus Perusahaan Asuransi sebelum Perusahaan Asur-ansi melunasi seluruh pinjaman. Pasal42 (1) Apabila Perusahaan Asuransi penerima pinjaman Udak dapat melunasi pinjaman sampai dengan jangka waktu yang ditetapkan berakhir, OJK menetapkan Perusahaan Asuransi tersebut sebagai Perusahaan Asuransi Gaga!. (2) Berdasarkan penetapan Perusahaan Asuransi Gaga! sebagaimana dimaksud pada ayat (I), KetuaDewan Komisiciner OJK mengusulkan· diadakan rapat FSSK untuk membahas: a. penyelesaian pinjaman yang 'belum Perusahaan Asuransi Gagal tersebut; dal'). dilunasi b. kondisi Perusahaan Asuransi Gagal tersebut Berdampak Sistemik atau tidak Berdampak Sistemik. . (3) Berdasarkan usulan Ketua Dewan Komisioner OJK sebagaimana dimaksud paca ayat (2), FSSK menyelenggarakan rapat guna membahas permasa1ahan Perusahaan Asuransi Gagal tersebut. (4) Dalam hal FSSK berpendapat Perusahaan Asuransi Gagal sebagaimana' dimaksudpada ayat (1) tidak Berdampak Sistemik, FSSK menetapkan Perusahaan Asuransi Gagal tersebut tidak Berdampak Sistemik dan meminta kepada OJK untuk menyerahkan Perusahaan Asuransi Gagal tersebut kepada LPS untuk dilakukan penyelesaian sesuai dengan undang-undang yang mengatur mengenai lembaga pen:amin simpanan. (5) Dalam hal FSSK berpendapat Perusahaan Asuransi Gagal sebagaimana dimalcsud pada ayat (1) Berdampak Sistemik, FSSK menetapkan Perusahaan Asuransi Gagal tersebut Berdampak Sistemik dan menyerahkan kepada LPS untuk dilakukan penanganan sesuai dengan undang-undang yang mengatur mengenai lembaga p,ojamin ,imp""an. . ~- . J wi , - 22 (6) Dalam rangka penyelesaian Perusahaan Asuransi Gagal tidak Berdampak Sisterriik dan penanganan Perusahaan Asuransi Gagal Berdampak Sistemik, LPS berwenang memberikan pinjaman untuk menutup kebutu~an likuiditas Perusahaan Asuransi. (7) Penetapan Perusahaan Asuransi Gagal tidak Berdampak Sistemik oleh FSSK sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau penetapan Perusahaan Asuransi Gagal Berdampak Sistemik oleh FSSK sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dengan Keputusan FSSK.. Pasal43 Larangan pemberian manfaat fin an sial lain diluar gaji, honor, danl atau tunjangan kepada pengurus Perusahaan Asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dikecualikan bagi Perusahaan Asuransi Gagal penerima pinjaman yang sedang dalam penanganan LPS. Pasal44 (1) Terhadap Perusahaan Asuransi Gagal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (7), LPS melakukan penanganan Perusahaan Asuransi Gagal tersebut melalui Penyertaan Modal Sementara sebagaimana diatur dalam undang-undarig mengenai lembaga penjamin simpanan danl atau pinjaman sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (2) Dalam hal kondisi keuangan LPS tidak mencukupi untuk penyelesaian Perusahaan Asuransi Gagal tidak Berdampak Sistemik dan penanganan Perusahaan Asuransi Gagal Berdampak Sistemik, Pemerintah memberikan pinjaman kepada LPS. (3) Pinjaman Pemerintah kepada LPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikonversi sebagai tanbahan modal negara pada LPS yang penetapannya dilakukan dengan Peraturan Pemerintah. (4) Ketentuan dan tata cara penyelesaian danl atau penanganan Perusahaan Asuransi Gagal oleh LPS diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal45 Pelunasan pinjaman oleh Perusahaa.n Asuransi Gagal yang sedang dalam penanganan LPS dilakukan sebelum LPS menjual saham Perusahaan Asuransi Gagal tersebut. Paragraf2 Tindakan Mengatasi Permasalahan Solvabilitas Perusahaan Asuransi w ~- / " - 23 Pasal46 (1) Dalam hal terd.apat Perusahaan Asuransi yang mengalami permasalahan solvabilitas da:1. dinyatakan sebagai Perusahaan Asuransi Gagal yang ditengarai Berdarnpak Sistemik: oleh OJK, Ketua Dewan Komisioner OJK mengusulkan kepada FSSK untuk menyelenggarakan rapat guna membahas permasalahan Perusahaan Asuransi tersebut. (2) Usulan kepada FSSK untuk menyelenggarakan rapat guna membahas permasalahan Perusahaan Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan validitas data dan analisis atas permasalahan Perusal:aan Asuransi tersebut. (3) Validitas data dan analisis yang disampaikan kepada FSSK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi tanggung jawa.b OJK. (4) Berdasarkan usulan Ketua Dewan Komisioner OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), FSSK menyelenggarakan rapat untuk membahas Perusahaan Asuransi tersebut sebagai Perusahaan Asuransi Gagal Berdampak Sistemik atau tidak Berdampak Sistemik. (5) Dalam hal FSSK berpendapat bahwa Perusahaan Asuransi yang mengalami permasalahan solvabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Perusahaan Asuransi Gagal tidak Berdampak Sistemik, FSSK menetapkan Perusahaan Asuransi tersebut sebagai Perusahaan Asuransi Gagal tidak Berdampak Sistemik dan meminta kepada OJK untuk menyerahkan Perusahaan Asuransi Gagal tersebut kepada LPS untuk dilakukan pe:1.yelesaian sesuai dengan undang-unctang yang mengatur mengenai lembaga penjamin slmpanan, (6) Dalam ha! FSSK berpendapat bahwa Perusahaan Asuransi yang mengalami permasalahan solvabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Perusahaan Asuransi Gaga! Berdampak Sistemik, FSSK menetapkan Perusahaan Asuransi tersebut sebagai Perusahaan Asuransi Gagal Berdampak Sistemik dan menyerahkan Perusahaan Asuransi Gagal tersebut kepada LPS untuk dilakukan penanganan sesuai dengan undang-undang yang mengatur mengenai lembaga penjamin simpanan. (7) Dalam rangka penyelesaian Perusahaan Asuransi Gagal tidak' Berdampak Sistemik dan penanganan Perusahaan Asuransi Gagal Berdampak Sistemik, LPS berwenang memberikan pinjaman untuk menutup kebutuhan likuiditas Perusahaan Asuransi. (8) Dalam hal kondisi keuangan LPS tidak mencukupi untuk penyelesaian Perusahaan Asuransi Gaga! tidak Berdampak Sistemik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan penanganan Perusahaan Asuransi Gagal Berdampak Sistemik sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pemerintah memberikan pinjaman kepada LPS. t</ I 77f- , - 24 (9) Pinjaman Pemerintah kepada LPS sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat dikonversi sebagai penambahan modal negara pada LPS yang penetapannya dilakukan dengan Peraturan Pemerintah. (10) Ketentuan dan tata cara penyeles2.ian dan/atau penanganan Perusahaan Asuransi Gagal oleh LPS diatur dengan Peraturan Pemerintah. Paragraf 3 Tindakan Mengatasi Kesulitan Likuiditas dan Permasalahan Solvabilitas Perusahaan Asuransi Pasal47 Dalam hal Perusahaan Asuransi yang mengalami permasalahan solvabilitas dan sekaligus kesulitan likuiditas ditetapkan oleh FSSK sebagai Perusahaan Asuransi Gagal Berdampak Sistemik, FSSK menyerahkan Perusahaan Asuransi Gagal tersebut kepada LPS untuk dilakukan penanganan melalui Penyertaan Modal Sementara sesuai dengan undang-undang yang mengatur mengenai lembaga penjamin simpanan dan/atau pinjaman sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Paragraf 4 Tindakan Mengatasi Kesulitan Likuiditas Dan/ Atau Permasalahan Solvabilitas Perusahaan Asuransi Yang Sedang Dalam Penanganan LPS Pasal48 Dalam hal Perusahaan Asuransi Gagal Berdampak Sistemik yang ditangani oleh LPS sebagaimana dimaks-.ld dalam Pasal 42 ayat (5) dan Pasal 46 ayat (6) kembali menghadapi permasalahan likuiditas dan/ atau solvabilitas yang membahayakan kelangsungan usaha Perusahaan Asuransi, tindakan untuk mengatasi permasalahan likuiditas dan/atau solvabilitas Perusahaan Asuransi tersebut dapat dilakukan oleh LPS dengan menambah Penyertaan Modal Sementara dan/ atau pemberian pinjaman sebagaimana diatu,r dalam Undang-Undang ini. Bagian Ketiga Penanganan Krisis Pasal49 (1) Dalam hal terjadi keadaan yar:g dinilai membahayakan stabilitas Sistem Keuangan dan perekonomian nasional, yang berpotensi mengakibatkan Krisis, FSSK menetapkan kondisi Krisis dengan Keputusan FSSK. (2) Keputusan FSSK mengenai kondisi' Krisis dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. w hmgkoh-langkah p,n=ganan &i'i"l sebagaimana ~- • - 25 b. c. d. kriteria Perusahaan Asuransi yang dapat diberikan pinjaman dan/atau penyertaan modal sementara; pemberian pinjaman oleh LPS kepada Perusahaan Asuransi yang mengalami kesulitan likuiditas; dan/atau penambahan modal berupa penyertaan modal sementara kepada Perusahaan Asuransi yang mengalami permasalahan solvabilitas yang pelaksanaannya dilakukan oleh LPS. (3) Ketentuan mengenai tata cara pemberian plllJaman sebagaimana dimaksud pada ayat ,:2) huruf c ditetapkan oleh FSSK. (4) Jangka waktu dive stasi atas penyertaan modal sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dikecualikan dari ketentuan dalam undang-undang yang mengatur mengenai lembaga penjamin simpanan. (5) Ketentuan mengenai jangka waktu divestasi atas penyertaan modal sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal50 (1) (2) Pemberian plllJaman kepada Perusahaan Asuransi dalam kondisi Krisis dituangkan dalam perjanjian antara Perusahaan Asuransi dan LPS, yang dilengkapi dengan: a. daftar aset Perusahaan Asuransi dengan nilai taksasi sementara yang menjadi agl.:nan atas pinjaman yang telah diverifikasi oleh aparat pengawas internal Pemerintah dan/ atau penilai Pemerintah; dan b. rencana kerja Perusahaan Asuransi dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi yang telah disetujui OJK. Pengikatan aset Perusahaan Asuransi yang menjadi agunan atas pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh LPS setelah dokumen agunan lengkap. Pasal51 Terhadap Perusahaan Asuransi penerima pinjaman sebagaimana diinaksud dalam Pasal 50 ayat (1) berlaku pula ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal40. Pasal41, dan Pasal43. Pasal52 (1) t../ Dalam hal Perusahaan Asuransi tidak dapat melunasi pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) sampai dengan jangka waktu yang ditetapkan berakhir dan/atau Perusahaan Asuransi tersebut mengalami permasalahan solvabilitas, OJK menyatakan Perusahaan Asuransi tersebut sebagai perusahaan Asuransi Gagal dan meminta FSSK untuk membahas kebijakan penanganan Perusahaan Asuransi Gagal dimaksud. I m_ • - 26 (2) Permint<t<tn OJK kep<td<t FSSK untuk membahas kebijakan penanganan Perusahaan Asumnsi G<tgal seb<tgaim<tn<t dimaksud p<td<t <ty<tt (1) dilengk<tpi deng<tn d<tt<t dan <tn<tlisis at<ts perm<ts<tl<th<tn Perus<th<t<tn Asc:r<tnsi dim<tksud. (3) V<tlidit<ts d<tt<t d<tn <tn<tlisis Y<tng dis<tmp<tik<tn kep<td<t FSSK seb<tgmm<tn<t dim<tksud p<td<t <tyat (2) menj<tdi t<tnggung j<tw<tb OJK. Berd<ts<trk<tn permint<t<tn OJK seb<tg<tim<tn<t dim<tksud p<tda <ty<tt (1), FSSK memb<th<ts pen<tngan<tn Perusahaan Asuransi Gag<tl dan menet<tpk<tn Perus<th<t<tn Asuransi tersebut sebagai Perus<thaan Asuransi Gagal tidak Berdampak Sistemik <ttau Perus<th<t<tn Asur<tnsi Gagal Be:-d<tmp<tk Sistemik, serta memint<t OJK <tg<tr menyer<thk<tn Ferusah<t<tn Asur<tnsi G<tgal dim<tksud kep<td<t LPS. (4) (5) Terh<td<tp Perus<th<t<tn Asur<tnsi G<tg<tl Y<tng diser<thkan oleh OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (4), LPS melakukan penyelesaian atau penanganan Perusahaan Asuransi G<tg<tl dim<tksud sesu<ti und<tng-und<tng Y<tng meng<ttur mengen<ti lembaga penj<tmin simpan<tn. P<tsal53 (1) Dal<tm mngk<t optimalisasi pengembalian d<tn<t, LPS menjual seluruh sah<tm Perusahaan Asumr:si Y<tng dit<tng<tni oleh LPS b<tik Y<tng dimiliki oleh LPS maupun Pemegang Saham l<tm<t. (2) D<tl<tm h<tl hasil penjualan s<tham Perus<th<t<tn Asuransi oleh LPS: <t. kumng d<tri biaya penang<tn<tn Perusahaan Asuransi Gagal yang dikeluark<tn oleh LPS, kekur<tng<tn tersebut dicatat oleh LPS sebagai bi<tya; atau b.lebih dari biaya penanganan Perusaha<tn Asuransi Gagal yang dikelu<trkan oleh LPS, kelebih<tn tersebut merupak<tn pend<tpat<tn l<tin-Iain. (3) Ketentu<tn dan tata cara penyelesaian danl atau penanganan Perusahaan Asuransi Gagal oleh LPS diatur dengan Peraturan Pemerintah. B<tgi<tn' Keemp<tt Penj<lffiin<tn Pemegang Polis Perus<th<tan Asur<tnsi Pasal54 (1) Selain kewenangan sebagaimana diatur dalam undangundang yang mengatur mengenai LPS, berd<tsarkan UndangUnd<tng ini LPS diberikan kewenangan untuk melakukan: a. penj<tmin<tn pemeg<tng polis perus<th<t<tn asuransi; dan b, tind<tkan penyeles<tian d<tn pen<tng<tn<tn Perus<th<t<tn Asuransi G<tg<tl b<tik Y<tng tid<tk Berd<tmp<tk Sistemik maupun yang Berdampak Sistemik. w I 74- t " - 27 - (2) Setiap Perusahaan Asuransi yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan pemegang polis perusahaan asuransi yang dilaksanakan oleh LPS. (3) Ketentuan mengenai pelaksanaan kewenangan LPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal55 Setiap Perusahaan Asuransi yang rnelakukan kegiatan usaha di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib menjadi peserta program penjaminan pemegang polis perusahaan asuransi yang dilaksanakan oleh LPS. Bagian Kelima Penetapan Berakhirnya Krisis Pasal56 Dalam hal keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dinilai sudah tidak membahayakan stab:litas Sistem Keuangan dan perekonomian nasional, FSSK menetapkan berakhirnya Krisis dengan Keputusan FSSK. BAB VI PERMASALAHAN PASAR SBN DO~ESTIK Bagian Kesatu Pencegahan Krisis Pasar SBN Domestik Pasal57 Dalam hal terjadi gejolak pasar SBN domestik yang ditengarai mengarah kepada kondisi Krisis, upaya pencegahan Krisis pasar SBN domestik dilakukan dengan: . a. Pemerintah danl atau BI melakukan pembelian SBN di. pasar sekunder dalam rangka stabilisasi pasar SBN domestik; dan/atau b. Pemerintah danl atau BI dapat melakukan langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka stabilisasi pasar SBN domestik. Bagian Kedua Penanganan Krisis Pasar SBN Domestik Pasal58 Dalam hal terjadi krisis pasar SBN dorr:.estik yang ditetapkan oleh FSSK berdasarkan protokol manajemer:. krisis pasar SBN, upaya penanganan krisis pasar SBN domestik dilakukan dengan: a. pembelian kembali SBN dalam rangka stabilisasi pasar SBN domestik dengan menggunakan dana SAL oleh Pemerintah; WI I #- ·28· b. pembelian SBN di pasar sekunder oleh Bank Indonesia; dan/atau c. Upaya lainnya berdasarkan Keputusan FSSK. Pasal59 (1) Penggunaan dana SAL untuk pembelian kembal.i SBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf a dilaksanakan setelah mendapc.t persetujuan tertulis Dewan PerwakilanRakyat. (2) Persetujuan tertulis Dewan Perwakilan Ra.kyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 1 x 24 jam setelah permohonan persetujuan tertulis diterima oleh Dewan Perwakilan Rakjat. (3) Penggunaan dana SAL sebaga:mana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah memperhitungkan kebutuhan ariggaran sampai dengan akhir tahun anggaran berjalan dan awal tahun berikutnya. (4) Jumlah penggunaan dana SAL sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dimuat dalam APBN Perubahan tahtm anggaran berjalan danl atau dilaporkan· dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahUrl berkenaan. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan dana SAL dalam rangka pembelian SBN comestik diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. BAB VII PERAN SERTA SEKTOR PRIVAT Pasal60 (1) Dalam rangka pencegahan dan penanganan Krisis, sektor privat dapat melakukan tindakan penyelesaian permasalahan Bank danl atau Perusahaan Asuransi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Pemerintah, OJK, dan BI dapat memberikan insentif danl atau fasilitas kepada sekter privat dalam rangka tindakan penyelesaian permasalahan Bank danl atau Perusahaan Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) . (3) Insentif dan/atau fasilitas kepada sektor privat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam Jasa Peraturan Pemerintah, Peraturan Otoritas Keuangan, dan Peraturan Bank Indonesia. Pasal61 (1) Kreditur Bank ikut serta dalam ponnMolalum "I"bilit" Bmili~ _ j penyelesaian tV ' .. " ,. - 29 (2) Instrumen surat utang kreditur Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang sifatnya mepdekati ekuitas wajib dikonversi menjadi modal. (3) Konversi surat utang menjadi modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku efektif pada saat ditetapkannya Keputusan FSSK mengenai permasalahan solvabilitas yang Berdampak Sistemik. (4) Ketentuan mengenai konversi surat utang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dituangkan dalam perjanjian antara Bank dengan Kreditur. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai konversi surat utang Bank menjadi modal diatur dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal62 (1) Penanganan sektor privat bagi Perusahaan Asuransi dapat dilaksanakan dengan cara melakukan restrukturisasi kewajiban kepada pemegang polis yang dilakukan melalui: a. pengurangan manfaat yang diperjanjikan kepada pemegang polis / tertanggung; b. penambahan premii atau c. penambahan'jangka waktu kontrak asuransi. (2) Dalam rangka pelaksanaan restrukturisasi kewajiban kepada pemegang polis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK berwenang untuk: a. menetapkan pengurangan manfaat yang diperjanjikan kepada pemegang polis/tertanggung, penambahan premi dan penambahan jangka waktu kontrak asuransii atau b. menetapkan kebijakan sebagaimana dimaksud pada huruf a secara berbeda kepada pemegang polis/tertapggung. (3) Keputusan OJK dalam rangka pelaksanaan restrukturisasi kewajiban kepada pemegang polis berlaku secara efektif pada tanggal ditetapkan dan mengikat Perusahaan Asuransi dan Pemegang Polis/tertanggung. (4) OJK memerintahkan Perusahaan Asuransi untuk melakukan perubahan yang diperlukan terhadEp ketentuan di dalam polis untuk menyesuaikan dengan keputusan yang ditetapkan OJK. BAB VIII SUMBER PENDANAAN Pasal63 (1) Q./ Sumber pendanaan dalam rangka penanganan Krisis, diatur sebag<u berikut: pencegahan / dan ~- ·' I. - 30 a. Dalam rangka pencegahan Krisis berasal dari: 1. Kekayaan LPS yang digunakan untuk: a) penyelesaian dan pena:lganan Bank Gagal dan Perusahaan Asuransi Gagal; . b) pemberian pinjaman kepada Bank Gagal Berdampak Sistemik; danl atau c) pemberian pinjaman kepada Perusahaan Asuransi . yang mengalami kesulitan .likuiditas dan Berdampak Sistemik. b. 2. Anggaran Pendapatan da:l Belanja Negara, yang digunakan untuk: a) penggantian dana FPD yang tidak dapat dilunasi bank penerima FPD kepada Bl; b) pemberian pinjaman kepada LPS untuk mengatasi permasalahan likuiditas LPS; dan/atau c) penambahan modal kepada LPS dalam hal modal LPS kurang dari modal awal LPS yang djtetapkan oleh Pemerintah. Dalam rangka penanganan Krisis berasal dari: 1. Kekayaan LPS yang digunakan untuk penyelesaian dan penanganan Bank Gagal dan Perusahaan Asuransi Gagal; dan 2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang digunakan untuk: a) pemberian FPD kepada Bank melalui Bl; b) pinjaman kepada LPS untuk mengatasi permasalahan likuiditas LPS; danl atau c) penambahan modal kepada LPS dalam hal modal LPS kurang dari modal awal LPS. cv (2) Penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Be1anja Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam rangka pencegahan dan penanganan Krisis, Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya danl atau melebihi pagu yang te1ah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan tertulis Dewan Perwakilan Rakyat. . (4) Persetujuan tertulis Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) termasuk mengenai tambahan nilai bersih maksimal SBN yang akan diterbitkan dalam rangka pencegahan dan penanganan Krisis. (5) Persetujuan tertulis Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pacla ayat (3) diberikan paling lama 1 x 24 jam setelah permohonan persetujuan tertulis diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat. I ~- " - 31 (6) Pengeluaran yang belum tersedia anggarannya dan/atau melebihi pagu yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana dimaksud p'ada ayat (3) dicantumkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan tahun berjalan dan/atau dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun berkenaan. (7) Pemberian plnJaman dari Pemerintah kepada LPS untuk mengatasi permasalahan likuiditasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dari ketentuan mengenai pihak yang dapat diberikan pinjaman oleh Pemerintah dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbendaharaan dan undang-undang yang mengatur mengenai keuanga.n negara. (8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian pinjaman kepada LPS untuk mengatasi permasalahan likuiditasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 2 huruf b) diatur dengan Peraturan Pemerintah. . Pasal64 (1) Dalam hal pendanaan untuk pencegahan dan penanganan Krisis yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dilakukan melalui penerbitan SBN, Menteri Keuangan menetapkan ketentuan dan persyaratan penerbitan SBN berdasarkan hasil rapat antara Menteri Keuangan dan Gubernur Bl dengan mempertir::J.bangkan kesinambungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, kondisi keuangan Bl, dan efektivitas kebijakan moneter, serta kondisi pasar SBN. (2) Pemerintah, dapat melakukan penerbitan SBN melebihi pagu yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang bersangkutan dalam rangka pencegahan dan penanganan Krisis sebagaima.."'la dimaksud pada ayat (1) dengan mempertimbangkan persetujuan tertulis Dewan Perwakilan Rakyat sebagairriana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (3), yang selanjutnya dituangkan dalam perubahan nilai bersih maksimal SBN yang dimuat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan dan/atau dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusal, (3) Penerbitan SBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dari ketentuan tujuan penerbitan Surat Utang Negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Surat Utang Negara dan tujuan penerbitan Surat Berharga Syariah Negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah Negara. (4) Bl dapat membeli SBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di pasar perdana, (5) BI dapat melakukan pembelian SBN atau transaksi repo SBN dari LPS untuk memenuhi kebutuhan likuiditas LPS dalam rangka pencegahan dan penanganan Krisis. c...I ~-I " - 32 Pasal65 . Segala biaya yang timbul dalam rangka pencegahan dan penanganan Krisis diperhitungkan sebagai biaya Krisis dan bukan merupakan kerugiart negara, BABIX PERTUKARAN INFORMASl Pasal66 (1) (2) Dalam rangka pencegahan dan penanganan Krisis, Kementerian Keuangan, BI, OJK, dan LPS memberikan informasi kepada FSSK. Pemberian informasi dalam rangka pencegahan dan penanganan Krisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dari ketentuan mengenai: a. kerahasiaan Bank; b, kerahasiaan Perusahaan Asurans:; c, kerahasiaan data dan informasi terkait pengelolaan utang; dan d, kerahasiaan data dan informasi lainnya yang dikelola oleh Kementerian Keuangan, BI, OJK, dan LPS, sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan. BABX PROTOKOL MANAJEMEN KR1SIS Pasal67 Dalam rangka pencegahan dan penanganan Krisis, Kementerian Keuangan, Bl, OJK, LPS, dan FSSK secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama menyepakati dan menetapkan protokol manajemen krisis. BABXI AKUNTABILITAS DAN PELAPORAN Bagian Kesatu Akuntabilitas Pasal68 Laporan OJK kepada FSSK mengend dampak sistemik Bank danl atau Perusahaan Asuransi diumumkan oleh OJK kepada publik paling lama 3 (tiga) bulan setelah penetapan FSSK mengenai pencegahan dan penanganan Krisis. w ~/ " - 33 Bagian Kedua Pe!aporan Pasa!69 (1) LPS menyampaikan informasi mengenai perkembangan penanganan Bank Gaga! danl a:au Perusahaan Asuransi Gaga! yang Berdampak Sistemik kepada FSSK. (2) FSSK me!aporkan penanganan permasa!ahan Bank danl atau Perusahaan Asuransi dalam rangka pencegahan dan penanganan Krisis kepada Presider:.. (3) Berdasarkan laporan FSSK sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Presiden melaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. (4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan secara berkala atau sewaktu-waktu sesuai derigan kebutuhan. BAB XII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasa! 70 (1) Keputusan FSSK diambil demi kepentingan Negara tanpa adanya benturan kepentingan dan berdasarkan analisis yang cermat dan menda!am dengan :iidukung o!eh data yang memadai dan akurat. (2) Da!am hal berdasarkan keputusan pengadilan yang te!ah memperoIeh kekuatan hukum tetap, Ketua FSSK maupun anggota FSSK dan sekretaris FSSK diwajibkan untuk membayar ganti rugi kepada pihak lain, sepanjang yang bersangkutan me!aksanakan tugas, wewenang danl atau fungsi tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Negara membayar ganti rugi tersebut. Pasal71 Direksi, Komisaris, Pemegang Saham, danl atau pihak lain yang: a. terbukti melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan Bank sehingga Bank menjadi Bank Gaga!; dan/atau b. . terbukti me!akukan perbuatan melawan hukum yang merugikan Perusahaan Asurar..si sehingga Perusahaan Asuransi menjadi Perusahaan Asuransi Berdampak Sistemik, wajib mengganti selisih kurang antara penjua!an saham Bank dengan biaya penanganan Bank Gaga! sebagaimana dimaksud da!am Pasa! 34 ayat (2) huruf a dan/atau hasil penjua!an saham Perusahaan Asuransi dengan biaya penanganan· Perusahaan Asuransi Gaga! yang dikeluarkan o!eh LPS sebagaimana dimaksud da!am Pasa! 53 ayat (2) huruf a. w ;;f4 _ / .. • - 34 Pasal72 Pihak-pihak yang terbukti melakukan Ferbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, bertanggung jawab secara tanggung renteng bersama dengan Pemegang Saham Pengendali untuk mengganti selisih kurang antara penjualan saham Bank dengan biaya penanganan Bank Gagal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf a danl atau hasil penjualan saham Perusahaan Asuransi dengan biaya penanganan Perusahaan Asuransi Gagal yang dikeluarkan oleh LPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf a. Pasal73 Dalam hal Bank menerima FPD, nasabah Bank penerima FPD tersebut hanya diperbolehkan untuk melakukan penarikan dana dalam jumlah tertentu selama periode yang ditetapkan OJK. BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal74 (1) Selama fungsi pengaturan dan pengawasan Bank masih dilaksanakan oleh BI; peran OJK dalam Undang-Undang ini tetap dilaksanakan oleh BI selaku otoritas yang mengatur dan mengawasi industri perbankan. (2) Selama fungsi pengaturan dan pengawasan Perusahaan Asuransi masih dilaksanakan oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, peran OJK dalam Undang-Undang ini tetap dilaksanakan oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan selaku otoritas yang mengatur dan mengawasi industri perasuransian. BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal75 Dengan terbentuknya FSSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), fungsi dan tugas Komite Koordinasi sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai lembaga penjaminan simpanan digantikan oleh FSSK sesuai dengan fungsi dan tugas FSSK sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Pasal76 Ketentuan mengenai fungsi, tugas, wewenang, dan penyebutan Komite Koordinasi sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai lembaga penjaminan simpanan. berlaku secara mutatis mutandis dengan fungsi, tugas, wewenang, dan p,ny,hulan FSSK daJ= undang-und# ' C<JI I . .. . - 35 Pasal77 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan eli Jakarta pada tanggal PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... V' NOMOR ... ~, I RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR . TAHUN TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN 1. UMUM Dalam rangka menghadapi ancaman Krisis keuangan yang dapat membahayakan stabilitas Sistem Keuangan dan perekonomian nasional, diperlukan suatu mekanisme pengamanan Sistem Keuangan yang meliputi pencegahan dan penanganan Krisis. Dalam hubungan itu, diperlukan landasan ~ukum yang mengatur koordinasi antarlembaga yang terkait dalam rangka pencegahan dan penanganan Krisis serta mekanisme pengambilan keputusan dalam menghadapi kesulitan likuiditas dan permasala~an solvabilitas Bank danl atau Perusahaan Asuransi yang Berdampak Sistemik serta penanganan krisis pasar SBN domestik secara terpadu, efisien, dan efektif. Undang-Undang ini merupakan Undang-Undang yang mengatur dalam keadaan Krisis, sehingga beberapa ketentuan dalam UndangUndang ini mengesampingkan (over rule) ketentuan dalam Undang-Undang terkait. Sistematika Undang-Undang ini mencakup Ketentuan Umum yang memuat pengertian atau definisi, Otoritas/Le:nbaga Dalam Jaring Pengaman Sistem Keuangan, Forum Stabilitas Sistem Keuangan, Penanggulangan Peimasalahan Bank, Penanggulangan Permasalahan Perusahaan Asuransi, Penanggulangan Krisis ?asar SBN Domestik, Kebijakan Penanganan Sektor Privat, Sumber Pendanaan, Pertukaran Informasi, Protokol Manajemen Krisis, Akuntabilitas dan Pelaporan, Ketentuan Lain-Lain, Ketentuan Peralihan, dan Ketentuan Penutup. Jaring Pengaman Sistem Keuangan merupakan upaya secara berkesinambungan untuk menciptakan dan memelihara stabilitas Sistem Keuangan melalui pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan dan sistem pembayaran, penyediaan fasilitas pembiayaan jangka pendek, program penjaminan simpanan, serta pencegahan jan penanganan Krisis. Ruang lingkup Undang-Undang tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan meliputi penanggulangan permasalahan Bank danl atau Perusahaan Asuransi serta krisis pasar SBN domestik dalam rangka pencegahan dan penanganan Krisis. Pencegahan dan penanganan Krisis dilakukan melalui tindakan mengatasi kesulitan likuiditas dan permasalahan solvabilitas Bank dan Perusahaan Asuransi yang Berdampak Sistemik, yaitu antara lain dengan memberikan Fasilitas Pembiayaan Darurat (FPD) bagi Bank atau pinjaman bagi Perusahaan Asuransi yang mengalami kesulitan likuiditas serta dengan menambah modal berupa penyertaan modal sementara bagi Bank atau Perusahaan w/ m_ ) -2Asuransi yang mengalami permasalahan solvabilitas. Penyediaanfasilitas pembiayaan jangka pendek dan FPD merupakan fungsi the lender of the last resort. Sementara itu, dalam hal terjadi gejolak pasar SBN domestik yang ditengarai mengarah kepada kondisi Krisis, dilaku~an upaya pencegahan Krisis dengan cara (i) Pemerintah danl atau Bank Indonesia melakukan pembelian kembali SBN di pasar sekunder dalam rangka stabilisasi pasar SBN domestik danl atau (ii) Pemerintah danl atau Bank Indonesia dapat melakukan langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka stabilisasi pasar SBN domestik.Dalam hal terjadi krisis pasar SBN domestik yang ditetapkan oleh FSSK berdasarkan protokol manajemen krisis pasar SBN, upaya penanganan krisis pasar SBN domestik. dilakukan dengan (i) Pemerintah melakukan pembelian kembali SBN dalam rangka stabilisasi pasar SBN domestik dengan menggunakan dana SAL oleh Pemerintah, (ii) Bank Indonesia melakukan pembelian SBN di pasar perdana oleh Bank Indonesia; danl atau (iii) upaya lainnya berdasarkan Keputusan FSSK. Berkenaan dengan pencegahan dan penanganan Krisis, UndangUndang ini mengatur bahwa dalam hal terjad: permasalahan Bank danl atau Perusahaan Asuransi yang ditengarai Berdampak Sistemik serta adanya kondisi yang dinilai membahayakan stabilitas Sistem Keuangan dan perekonomian nasional yang berpotensi mengakibatkanKrisis, FSSK . menetapkan kondisi Krisis dan langkah-langkah penanganannya serta melaporkan keadaan tersebut kepada Presiden. Dalam rangka pelaksanaan Jaring Pengaman Sistem Keuangan, berdasarkan Undang-Undang ini dibentuk For-.lm Stabilitas Sistem Keuangan (FSSK) yang beranggotakan Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). FSSK berfungsi menetapkan kebijakan dalam rangka pencegahan dan penanganan Krisis Sistem Keuangan. Pendanaan untuk pencegahan dan penanganan Krisis bersumber dari kekayaan LPS dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pendanaan untuk pencegahan dan penanganan Krisis yang berasal dari kekayaan LPS dipergunakan untuk penyelesaian dan penanganan Bank Gagal dan/atau Perusahaan Asuransi Gaga!. Pendanaan untuk pencegahan Krisis yang berasal dari APBN dipergunakan untuk (i) penggantian dana FPD yang tidak dapat dilunasi Bank penerima FPD kepada Bank Indonesia, (ii) pemberian pinjaman kepada LPS untuk mengatasi permasalahan likuiditas LPS, dan (iE) penambahan modal kepada LPS dalam hal modal LPS kurang dari modal awal LPS yang ditetapkan oleh Pemerintah. Sedangkan pendanaan untuk penanganan Krisis yang berasal dari APBN dipergunakan untuk (i) pemberian FPD kepada Bank melalui Bank Indonesia, (ii) pinjaman kepada LPS untuk mengatasi permasalahan likuiditas LPS, (iii) penambahan modal kepada LPS dalam hal modal LPS kurang dan modal awal LPS, dan/atau (iv) pinjaman dan/atau penambahan modal kepada Per-.lsahaan Asuransi yang Berdampak Sistemik. Selain itu, dalam rangka upaya penanganan krisis pasar SBN domestik dapat menggunakan dana sisa anggaran lebih (SAL) untuk pembelian kembali SBN dalam rangka stabilisasi pasar SBN domestik. Penggunaan dana APBN termasuk SAL dalan rangka pencegahan dan penanganan Krisis terlebih dahulu mendapatkan persetujuan tertulis DPR. r.J ~- / -3Agar langkah-Iangkah pencegahan dan penanganan Krisis dapat dilakukan dengan cepat dan segera, Pemerintah dapat menerbitkan SBN untuk mengatasi kesulitan likuiditas dan permasalahan solvabilitas Bank danl atau Perusahaan Asuransi dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis setelah mendapatkan persetujuan tertulis DFR. Adapun pihak yang bertindak sebagai pembeli SBN di pasar perdana yang selanjutnya dituangkan dalam perubahan nilai bersih maksimal SBN yang dimuat dalam APBN atau dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat adalah Bank Indonesia. Dalam rangka akuntabilitas, FSSK melaporkan pelaksanaan pencegahan dan penanganan Krisis kepada Presiden dan selanjutnya kepada DPR yang dilakukan secara berkala atau sewaktu-waktu sesuai kebutuhan. Berdasarkan latar belakang pemikiran tersebut di atas, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Jaring Pengaman Sistemn Keuangan untuk mengatur keadaan Krisis. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal2 Cukup jelas. Pasal3 Yang dimaksud dengan "kondisi Sistem Keuangan tidak normal" adalah suatu kondisi yang ditaridai dengan adanya: (i) ancaman Krisis, dan (ii) Krisis. Kondisi ancaman Krisis dapat ditimbulkan oleh kegagalan suatu Bank yang dapat menyebabkan efek domino terhadap Bank lain, yang dapat mengancam stabilitas Sistem Keuangan. Penilaian mengenai dampak sistemik permasalahan suatu Bank didasarkan pada pengukuran indikator-inc.ikator yang bersifat kuantitatif. Indikator-indikator tersebut mencerminkan: 1. Skala usaha Bank, misalnya besarnya aset atau eksposure bank yang bersangkutan; 2. Keterkaitan Bank dengan lembaga keuangan lain, sehingga apabila Bank tersebut gagal dapat menyebabkan lembaga keuangan lain berpotensi gagal pula; 3. Keberadaan Bank yang bersangkutan tidak dapat digantikan oleh Bank lain dalam kegiatan usahanya; dan 4. Kompleksitas usaha Bank, antara lain kegiatan yang berbasis fee (fee based income), memiliki variasi aktivitas dan produk yang rumit dan beragam. Mengingat tidak ada pendekatan yang sempurna untuk mengukur potensi dampak sistemik dari permasalahar: suatu Bank karena adanya variasi struktur, aktivitas, dan risiko Bank, maka indikatorindikator kuantitatif diatas perlu dilengkapi dengan informasi kualitatif w M_ I -4dan professional judgement untuk menentukan apakah permasalahan suatu Bank Berdampak Sistemik atau tidak Berdampak Sistemik. Kondisi Sistem Keuangan tidak normal pada Bank juga dapat terjadi pada Perusahaan Asuransi dan pasar SBN domestik. Pasa14 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Hurufa Cukup jelas. Hurufb Yang dimaksud dengan "kebijakan makroprudensial" adalah kebijakan yang ditujukan untuk meningkatkan ketahanan sistem keuangan serta mencegah dan mengurangi risiko sistemik pada sistem keuangan dalam rangka memelihara kondisi makroekonomi yang kondusif bagi perekonomian nasional. Hurufc Yang dimaksud dengan "kebijakan mikroprudensial" adalah kebijakan yang ditujukan untuk melakukan pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan, kesehatan, aspekkehatihatian dan pemeriksaan Bank dan lembaga keuangan lainnya. Huruf d Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasa15 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Menteri Keuangan sebagai Ketua FSSK, dalam kedudukannya untuk menjalankan fungsi sebagai Bendahara Umum Negara. Hurufb Cukup jelas. Hurufc Cukup jelas. Hurufd Cukup jelas. Ayat (3) Keanggotaan Menteri Keuangan, Gubernur BI, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner LPS dalam FSSK 10/' # / ·5· adalah dalam rangka menjalankan fungsi dan wewenangnya sesuai dengan . peraturan perundang-undangan untuk menjaga stabilitas Sistem Keuangan. Posisi Gubernur BI adalah mewakili Dewan Gubernur BI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 Undang-Undang l"omor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang. Posisi Ketua Dewan Komisioner OJK adalah rnewakili Dewan Komisioner OJK sebagaimana dimaksud dalamPasal io Undang-Uhdang-Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. . Posisi Ketua Dewan Komillioner LPS adalah mewaldli Dewan Komisioner LPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. . . Pasal6 Ayat (1) hurufa Cukup jelas. hurufb Cukup jelas. hurufc Fasilitas international financial safety net (IFSN). merupakan fasilitas jaring pengaman keuangan internasional dalam ra.,gka kerja sarna Pemerintah Indonesia baik di tingkat regional maupun multilateral, antara lain Chiang Mai Initiative Multilateralization (CMIM). Pasal 7 Cukup jelas. Pasal8 Cukup je1as. Pasal9 Cukup jelas. Pasal10 Ayat (1) Rapat FSSK diselenggarakan secara rutin u::ltuk melakukan pembahasan perkembangan kondisi stabilitas Sistem Keuangan. Ayat (2) Yang dimalcsud "Kepala Eksekuti.f OJK" adalah Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan danl atau Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga JasaKeuangan lainnya. Pasal 11 Ayat (1) . Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimalcsud dengan "pihak lain" adalah pihak manapun selain anggota FSSK, termasuk narasumber. Ayat (3) Cukup je1as. Ayat (4) Cukup je1as. m~ / ~ -6Pasall2 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Sarana komunikasi elektronik antara lain berupa komunikasi telepon, tele-konferensi, dan video-konferensi. media Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal14 Ayat (1) Cuklip jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Hurufa Cukup jelas. Hurufb Cukup jelas. Hurufc Penetapan kondisi Krisis pada ayat ini termasuk pula penetapan kondisi Krisis pada pasar SBN domestik. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan "Kondisi tertentu" pada ayat ini adalah kondisi dimana misalnya Keputusan FSSK diambil pada hari libur, sehingga pelaponin secara tertulis tidak mungkin dilakukan pada saat itu. Untuk itu, penyampaian laporan secara tertulis dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Pasal15 Cukup jelas. Pasal 16 Ayat (1) Analisis awal atas permasalahan Bank yang disampaikan OJK kepada FSSK termasuk simulasi tingkat solvabilitas dalam hal dilakukan konversi surat utang menjadi modal sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK. ec/ m- / t ~ • -7Ayat (2) Yang dimaksud dengan "validitas data" adalah data terkini yang telah ditelaah kewajarannya oleh OJK. Kebenaran data tersebut menjadi tanggungjawab manajemen Bank. Yang dimaksud dengan "validitas analisis awal" adalah analisis awal yang dilakukan secara profesional sesuai kewenangan OJK berdasarkan data terkini yang diterima OJK dari Bank. Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan "validitas data" adalah data terkini yang telah ditelaah kewajarannya oleh OJK. Kebenaran data tersebut menjadi tanggungjawab manajemen Bank. Yang dimaksud dengan "validitas 'analisis awal" adalah analisis awal yang dilakukan secara profesional sesuai kewenangan OJK berdasarkan data terkini yang diterima OJK dari Bank. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Ayat (10) Cukup jelas. Ayat (11) Cukup jelas. Ayat (12) Cukup jelas. Ayat (13) Cukup jelas. Pasal18 Ayat (1) Pemberian FPD dituangkan dalam perjanjian utang-piutang antara Bank penerima FPD dan BI yang memuat mengenai syarat dan ketentuan pemberian dan pelunasan FPD. rq/ #; / -8Aset yang dapat dijadikan agunan adalah aset yang tidak sedang dalarn sengketa (free and clear) yang terdiri dari: a. kas dan setara kas yang kriterianya ditetapkan oleh FSSK; dan/atau b. aset lain yang diperhitungkan dengan faktor risiko. Ayat (2) Pengikatan aset Bank dilakukan tanpa harus rnenunggu proses penyelesaian verifikasi terhadap dokurnen aset yang rnenjadi agunan FPD. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Aparat pengawas internal Pernerintah danl atau Penilai Pemerintah yang dirninta oleh B1 untuk rnelakukan kegiatan verifikasi terhadap dokurnen aset yang menjadi agunan FPD dapat dibantu oleh OJK sebagai pengawas Bank. Ayat (6) Pernberian FPD yang rnelebihi nilai agunan rnerupakan kebijakan yang dirnaksudkan untuk lebih mengutamakan pemeliharaan stabilitas Sistern Keuangan dan penyelarnatan perekonornian nasional, dan bukan sernata-rnata untuk rnenyelamatkan Bank secara indiviual. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 19 Hak dan wewenang B1 antara lain untuk menunjuk direksi danl atau dewan kornisaris Bank. Pasal20 Cukup jelas. Pasal21 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dirnaksud dengan "Dewan Perwakilan Rakyat" adalah alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang mernbidangi keuangan dan perbankan. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal22 Cukup jelas. tu/ ~- / .. -9Pasal23 Pengecualian larangan pemberian manfaat finansial dimaksudkan untuk memberikan insentif kepada pengurus Bank Gagal penerima FPD yang penanganannya dilakukan oleh LPS. Pasal24 Cukup jelas. Pasal25 Cukup jelas. Pasal26 Cukup jelas. Pasal27 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "validitas data" ac.alah data terkini yang telah ditelaah kewajarannya oleh OJK. Kebenaran data· tersebut menjadi tanggungjawab manajemen Bank. Yang dimaksud dengan "validitas analisis" adalah analisis yang dilakukan secara profesional sesuai kewenangan OJK berdasarkan data terkini yang diterima OJK dari Bank. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Pasal28 Cukup jelas. Pasal29 Tindakan penanganan Bank Gagal Berdampak Sistemik oleh LPS dilakukan sampai tuntas yang diakhiri dengan penjualan seluruh saham Bank. Oleh karena itu, dalam hal Bank yang sedang dalam penanganan LPS kembali menghadapi permasalahan likuiditas danl atau solvabilitas yang membahayakan kelangsungan Bank, LPS f<JI ~- / - 10 dapat me1akukan langkah-langkah penanganan termasuk menambah Penyertaan Modal Sementara dan I atau memberikan pinjaman. Pasal30 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Ketentuan mengenai tata cara pemberian FPD antara lain memuat besaran pagu, jangka waktu, dan suku bunga FPD. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal31 Cukup jelas. Pasal32 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan Pemerintah adalah Menteri Keuangan. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal33 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "validitas data" bahwa data terkini yang telah ditelaah kewajarannya oleh OJK. Kebenaran data tersebut menjadi tanggung jawab manajemen Bank. Yang dimaksud dengan "validitas analisis" adalah analisis yang dilakukan secara profesional sesuai kewenangan OJK berdasarkan data terkini yang diterima OJK dari Bank. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal34 Cukup jelas. CV' ~. I - 11 Pasal35 Cukup jelas. Pasal36 Cukup jelas. Pasal37 Ayat (1) Analisis awal atas permasalahan Perusahaan Asuransi yang disampaikan OJK kepada FSSK termasuk simulasi tingkat solvabilitas dalam hal dilakukan konversi surat utang menjadi modal sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "validitas data'" adalah data terkini yang telah ditelaah kewajarannya oleh OJK. Kebenaran data tersebut menjadi tanggungjawab manajemen Perusahaan Asuransi. Yang dimaksud dengan "validitas analisis awal" adalah analisis awal yang dilakukan secara profesional sesuai kewenangan OJK berdasarkan data terkini yang diterima OJK dari Perusahaan Asuransi. Pasal38 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup Jelas. Ayat (4) Cukup Jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan "validitas data" a-:lalah data terkini yang telah ditelaah kewajarannya oleh OJK. Kebenaran data tersebut menjadi tanggung jawab manajemen Perusahaan Asuransi. Yang dimaksud dengan "validitas analisis" adalah analisis yang dilakukan secara profesional sesuai kewenangan OJK berdasarkan data terkini yang diterima OJK dari Perusahaan Asuransi. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Ayat (10) Cukup jelas~ Ayat (11) Cukup jelas. r..; ~- I • - 12 Ayat (12) Cukup jelas. Ayat (13) Cukup jelas. Pasal39 Ayat (1) Pemberian plllJaman dituangkan dalam perjanjian utang-piutang antara Perusahaan Asuransi penerima pinjaman dan LPS yang memuat mengenai syarat dan ketentuan pemberian dan pelunasan pinjaman. Aset yang dapat dijadikan agunan adalah aset yang tidak sedang dalam sengketa (free and clear) yang terdiri dari: a. kas dan setara kas yang kriterianya ditetapkan oleh FSSK; dan/atau b. aset lain yang diperhitungkan dengan faktor risiko. Ayat (2) Pengikatan aset Perusahaan Asuransi dilakukan tanpa harus menunggu proses penyelesaian verifikasi terhadap dokumen aset yang menjadi agunan pirijaman. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Pemberian pinjaman yang melebihi nilai agunan merupakan kebijakan yang dimaksudkan untuk lebih mengutamakan pemeliharaan stabilitas Sistem Keuangan dan penyelamatan perekonomian nasional, dan bukan semata-mata untuk menyelamatkan Perusahaan Asuransi secara indiviual. Agunan tidak dimaksudkan untuk menutup seluruh pinjaman yang te1ah diberikan oleh LPS, tetapi lebih dimaksudkan untuk meminimalkan biaya yang ditanggung olehLPS. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal40 Hak dan wewenang LPS antara lain untuk menunjuk direksi danl atau dewan komisaris Perusahaan Asuransi. Pasal41 Cukup jelas. Pasal42 Cukup jelas. lq/ ~- ) • - 13 Pasal43 Pengecualian larangan pemberian manfaat fioansial pada ayat ini dimaksudkan untuk memberikan insentif kepada pengurus Perusahaan Asuransi Gagal penerima pinjamar: yang penanganannya dilakukan oleh LPS. Pasal44 Cukup jelas. Pasal45 Cukup jelas. Pasal46 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "validitas data" adalah data terkini yang telah ditelaah kewajarannya oleh OJK. Kebenaran data tersebut menjadi tanggungjawab manajemen Bank. Yang dimaksud dengan "validitas analisis" adalah analisis yang dilakukan secara profesional sesuai kewenangan OJK berdasarkan data terkini yang diterima OJK dad Bank. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Ayat (10) Cukup jelas. Pasal47 Cukup jelas. Pasal48 Tindakan penanganan Perusahaan Asuransi Gagal Berdampak Sistemik oleh LPS dilakukan sampai tuntas yang diakhiri dengan penjualan seluruh saham Perusahaan Asuransi. Oleh karena itu, dalam hal Perusahaan Asuransi yang sedang dalam penanganan LPS kembali menghadapi permasalahan likuiditas danl atau solvabilitas yang membahayakan kelangsungan Perusahaan Asuransi, LPS dapat v m- / • • - 14 melakukan 'langkah-Iangkah penanganan termasuk menambah Penyertaan Modal Sementara danl atau memberlkan pinjaman. Pasal49 Cukup jelas. Pasal50 Cukup jelas. Pasal51 Cukup jelas. Pasal52 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "validitas data" adalah data terkini yang telah ditelaah kewajarannya oleh OJK. Kebenaran data tersebut menjadi tanggungjawab manajemen Perusahaan Asuransi. Yang dimaksud dengan "validitas analisis" adalah analisis yang dilakukan secara profesional sesuai kewenangan OJK berdasarkan data terkini yang diterima OJK dari Perusahaan Asuransi. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal53 Ayat (1) Penyelesaian Perusahaan Asuransi Gagal dilakukan oleh LPS dengan cara melakukan penyelamatan atau tidak melakukan penyelamatan Perusahaan Asuransi Gaga!. Dalam hal LPS tidak melakukan penyelamatan Perusahaan Asuransi Gagal, OJK mencabut izin usaha Perusahaan Asuransi dan LPS menjalankan program penjaminan pemegang polis. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pokok-pokok yang diatur dalam Peraturan Pemerintah sekurangkurangnya mengenai persyaratan penanganan, tindakan penanganan, divestasi, dan likuidasi. Pasal54 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. tV ~. / · " -15Ayat (3) Pokok-pokok materi muatan Pemerintah an tara lain: yang diatur dalam Peraturan a. kepesertaan dalam program penjaminan; b. jenis produk yang dijamin; c. besaran premi; d. maksimum klaim penjaminan; e. tata cara pengajuan dan pembayaran klaim; f. tindakan penyelamatan Perusahaan Asuransi Gagal; dan g. likuidasi Perusahaan Asuransi Gaga!. Pasa155 Cukup jelas. Pasal56 Cl,.lkup jelas. Pasa157 Terjadinya gejolak pasar SBN domestik ditandai dengan penurunan harga atau kenaikan yield SEN secara signifikan sehingga kOJ;1disi pasar SEN berada pada level waspada, siaga, atau krisis berdasarkan protokol manajemen krisis pasar SEN, yang disebabkan oleh berbagai macam faktor baik faktor domestik maupun gkba!. Pasal58 Hurufa Dalam pembelian kembali SBN dilakukan d3.lam rangka stabilisasi pasar SBN domestik, Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Menteri Keuangan. Hurufb Dalam rangka pencegahan dan penanganan Krisis, diperlukan peran BI berupa pembelian SBN oleh BI di pasar sekunder:, dalam menjalankan fungsinya untuk menjaga stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan. Pembelian in: dimaksudkan untuk mendukung stabilisasi pasar SEN yang merupakan bagian dari upaya pencegahan dan penanganan Krisis. Hurufc Cukup jelas. Pasa159 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "Dewan Perwakilan Rakyat" adalah alat kelengkapan Dewan Perwa,kilan Rakyat yang membidangi keuangan dan perbankan. Ayat (2) Pengajuan persetujuan tertulis disampaikan oleh Menteri Keuangan selaku Ketua FSSK kepada Dewan Perwakilan Rakyat ditujukan langsung kepada Pimpinan alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi keuangan dan perbimkan dengan tembusan kepada Pimpinan Dewan Perwakil2.n Rakyat. Ayat (3) Cukup je1as. ~- ) w - 16 - Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal60 Ayat (I) Tindakan penyelesaian oleh sektor privat berupa penanganan penyelesaian yang dilakukan oleh pihak yang terkait atau tidak terkait dengan usaha kegiatan Bank dimaksud, termasuk an tara lain badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha swasta. Ayat (2) Insentif hanya diberikan untuk mendorong penyelesaian oleh sektor privat (tanpa menggunakan Anggaran Pen:lapatan dan Belanja Negara), terutama untuk proses .merger dan akuisisi dengan pemberian insentif fiskal dan pelonggaran peraturan. Hal ini dilakukan sejalan dengan tujuan untuk mempertahankan dan menciptakan industri perbankan dan industri perasuransian yang kokoh dan sehat sehingga kepentingan masyarakat dapat terlayani dengan lebih baik. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal61 Ayat (I) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "instrumensurat utang" antara lain dalam bentuk subdebt, pinjaman subordinasi, dan convertible bona. Ayat (3) Dalam hal setelah dilakukan konversi surat utang menjadi modal mengakibatkan tingkat solvabilitas Bank menjadi memenuhi ketentuan mengenai tingkat kesehatan Bank, FSSK menyerahkan kembali Bank tersebut kepada OJK untuk dilakukan penanganan sesuai dengan kewenangannya. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal62 Ayat (I) Restrukturisasi kewajiban kepada pemegang pob dimaksudkan untuk mengurangi potensi moral hazard yang dilakukan oleh pengurus danl atau pihak terafiliasi dalam Perusahaan Asuransi dan meningkatkan disiplin pasar (market discipline) sehingga melalui restrukturisasi kewajiban tersebut diharapkan dapat meminimalisasi' beb2.n APBN dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan dan perekonomian nasional. w' /7f/ / -- - 17 Ayat (2) Pemegang polis/tertanggung dapat ditetapkan oleh OJK untuk menanggung beban pengurangan manfaat yang diperjanjikan kepada pemegang polis/tertanggung atau penambahan premi yang lebih besar. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasa163 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) .Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan "persetujuan tertulis DPR" adalah persetujuan tertulis dari alat kelengkapan DPR yang membdangi keuangan dan perbankan. Ayat (5) Mengingat efek berantai pada sektor keuangan biasanya relatif cepat terjadi, maka tindakan pencegahan dan penanganan Krisis harus segera dilakukan secara tepat waktu dan tepat sasaran. Kecepatan dalam bertindak dapat mengurangi dampak nesatif yang lebih parah. Oleh karena itu, Pemerintah, dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya danl atau melebihi pagu yang telah ditetapkan oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Yang dimaksud dengan "persetujuan tertul:s Dewan perwakilan Rakyat" adalah persetujuan tertulis dari alat kelengkapan DPR yang membidangi keuangan dan perbankan. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Pasa164 Cukup jelas. Pas a! 65 Cukup jelas. ()./ ! ;/;0/, ~ f" ., .p.!;>. ~ - 18 Pasal66 Ayat (1) Pemberian informasi dad OJK kepada FSSK dilakukan segera setelah OJK mengindikasikan suatu Bank danl atau Perusahaan Asuransi akan ditengarai mengalami permasalahan likuiditas danl atau solvabilitas yang Berdampak Sistemik. Hal ini dimaksudkan agar FSSK mempunyai cukup waktu untuk menganalisa dan mengambil keputusan secara tepat dan akurat. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal67 Dalam hal diperlukan, Kementerian Keuangan, BI , OJK, LPS, dan FSSK dapat melakukan simulasi terhadap protokol manajemen krisis. Pasal68 Cukup jelas. Pasal69 Cukup jelas. Pasal 70 Cukup jelas. Pasal71 Cukup jelas. Pasal72 Cukup jelas. Pasal73 Cukup jelas. Pasal74 Cukup jelas. Pasal75 Cukup jelas. Pasal76 Cukup jelas. Pasal77 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... w m- I