Daftar Isi Fokus FokusPengawasan Pengawasan a. Diterbitkan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI Tahun 2012 2 Dewan Penyunting: Pembina : Mundzier Suparta Pengarah: Zaenal Abidin Suphi Mukhayat Sukarma Achmad Zaenuddin Abdul Ghany Abubakar Dewan Redaksi: Penanggung jawab: Maman Taufiqurohman Ketua : O. Sholehuddin Sekretaris:Nugraha Stiawan Anggota : Nur Arifin, Anshori Akhmad Hariyanto Ahmad Saubari M. Ali Zakiyuddin M. Noer Alya Fitra Miftahul Huda Redaksi : Nurul Badruttamam Hakim Jamil, Ali Ghozi Moh. Anshari Produksi : Purnomo Mulyosaputro Sirkulasi : Sarto Alamat Redaksi: Inspektorat Jenderal Kementerian Agama, Jalan RS. Fatmawati Nomor 33A Cipete Jakarta Selatan 12420 PO. BOX 3867, Telp. (021) 75916038, 7697853, Fax. (021) 7692112 E-mail: [email protected] Dewan Penyunting menerima artikel yang ditulis dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, terutama dalam bentuk soft copy. DAFTAR ISI Surat Pembaca - [3] Dari Redaksi - [4] Fokus Utama ■■ ■■ ■■ ■■ ■■ ■■ Keynote Speech Menteri Agama RI - [5] Penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan Kementerian Agama- [9] SPIP sebagai Benteng Pencegahan Korupsi [15] Pengaruh SPIP terhadap Penilaian Opini BPK - [21] Membumikan SPIP dalam Rangka Mewujudkan Kementerian Agama yang Bersih - [26] Pengaruh SPIP terhadap Korupsi di lingkungan Kementerian Agama - [31] Pengawasan ■■ ■■ ■■ Penerapan SPIP sebagai Upaya Membangun Good Governance dan Clean Goverment [36] Anomali Makna Gratifikasi - [41] Beban Kerja Guru Madrasah dalam Perspektif Pengawasan - [48] Opini ■■ ■■ Manajemen Pendidikan yang Bebas Korupsi [52] Membangun Komunikasi Efektif dalam Kinerja Tim - [59] Menjadi Pemimpin Indonesia yang Amanah dan Bermartabat - [64] Gurita Korupsi dan Pemberantasannya - [69] ■■ Empat Jenis Manusia di Dunia - [76] ■■ PMA Nomor 24 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan SPIP di Lingkungan Kemenag - [80] ■■ ■■ Hikmah Randang Resensi Buku ■■ Budaya Kerja Kementeri an Agama - [83] Surat Pembaca Wilayah Bebas Korupsi (WBK) Dalam beberapa edisi Majalah Fokus Pengawasan (FP), saya membaca tulisan dengan tema Wilayah Bebas Korupsi. Yang ingin saya tanyakan adalah, apakah bisa ada ulasan khusus terkait tema WBK ini dengan kehadiran lembaga independen KPK? Salam dan terima kasih sebelumnya. [Ratri, Manado] Jawab: Terima kasih atas atensi Saudara dalam Triwulan III 2011 halaman 40 s/d 42 tentang NRG guru sertifikasi. Keputusan Menteri Agama nomor 73 tahun membaca Fokus Pengawasan terbitan kami, usul yang 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembayaran menarik sebagaimana kita ketahui WBK memang Tunjangan Profesi dan Bantuan Tunjangan Profesi menjadi salah satu program andalan kami di 2012 ini. Guru/Pengawas dalam Binaan Kementerian Agama Semoga tulisan terkait bisa segera terbit. Salam dan ditetapkan tanggal 3 Mei 2011. KMA nomor 73 tahun sukses selalu. [Redaksi] 2011 lampiran romawi II huruf B angka 2 menyatakan persyaratan penerima tunjangan fungsional memiliki Batas Usia Auditor Nomor Registrasi Guru (NRG) dari Kementerian Sebagai aparat pengawasan, tentu Inspektorat Pendidikan Nasional. Kami telah lulus sertifikasi tahun Jenderal Kementerian Agama telah memiliki informasi 2006, 2007, 2008, tetapi sampai sekarang belum mengenai batas usia auditor karena saya mendengar memiliki NRG. Bagaimana jika tunjangan profesi ada peraturan terbaru yang mengatur hal tersebut. sudah terlanjur dibayarkan. Begitupula pada sertifikat [Iwan, Bangka Belitung] pendidik. Untuk itu mohon penjelasan secara langsung Jawab: Ya betul sekali. Memang telah terbit ke madrasah binaan dan penjelasan Fokus Pengawasan. Perpres 41 Tahun 2012. Dalam Perpres tersebut diatur [Dra. Hasnahara, MA, (MTS Negeri Sungai Tonang Kec. bahwa batas usia pensiun Auditor Madya dan Auditor Kampar Utara, Kab. Kampar, Riau). Utama, dapat diperpanjang hingga usia 60 tahun. Terima kasih atas atensinya. Sukses selalu. [Redaksi] Jawab: Pada dasarnya, proses pengajuan Nomor Registrasi Guru (NRG) diusulkan dan diajukan oleh pihak Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Produk Informasi Publik Terbaru kabupaten/kota ke Kementerian Agama pusat. Lantas, Mohon informasi produk informasi publik Kemenag Pusat mengirimkannya ke Kementerian terbaru dari Itjen Kemenag, apakah ada selain Pendidikan dan Kebudayaan pusat. Karena itu, untuk website? Karena kami perlu pemberitaan terkini dari pengajuan NRG, Saudara sebaiknya berkoordinasi Itjen Kemenag. [Mahrus, Madiun Jawa Timur] langsung dengan pihak Majelis Pendidikan Daerah Jawab: Saat ini kami tengah menyiapkan (Mapenda) Kankemenag di tempat Saudara. [Redaksi] launching produk Tim Informasi Publik Inspektorat Jenderal (TIPI) yang terdiri dari majalah, website dengan tampilan terbaru, Itjen News dan ItjenVision. Launching akan berlangsung pada 7 Mei 2012. Terima kasih atas perhatiannya selama ini. Salam dan sukses. Mohon Penjelasan Pengurusan NRG Kami pembaca setia Majalah Fokus Itjen Kemenag. Pada Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Redaksi memohon maaf, tidak semua surat pembaca dapat ditampilkan, karena keterbatasan tempat. Saran dan kritik dari para pembaca sangat kami harapkan! 3 Dari Redaksi P 4 raktek penyimpangan rentan terjadi di instansi pemerintahan. Sebab kekuasaan memang terkadang memiliki celah untuk disalahgunakan. Karena itu, penting ada pengendalian dari internal sendiri, sebagai ikhtiar pencegahan terjadinya praktek penyimpangan oleh aparatur negara. Dalam konteks ini, pemerintah telah mengatur sistem pengendalian intern, sebagaimana ditunjukkan dengan lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Pembaca Fokus yang berbahagia Memandang urgensi keberadaan dan pelaksanaan SPIP ini, kami terpanggil untuk mengulas lebih mendalam, dan kami angkat topik SPIP sebagai tema utama pada Majalah Fokus Pengawasan edisi Triwulan I Tahun 2012 ini. Sebab, Sistem Pengendalian Intern pada pemerintah merupakan proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai. SPIP ini ditujukan untuk memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Dalam PP tersebut, disebutkan bahwa pimpinan instansi pemerintah, termasuk Menteri Agama, wajib menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan Sistem Pengendalian Intern dalam lingkungan kerjanya. Merespons amanat dalam PP tersebut, Menteri Agama lantas mengeluarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 24 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan SPIP di Lingkungan Kementerian Agama. PMA ini jadi acuan untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel yang tentu memerlukan pengendalian atas penyelenggaraan program pemerintahan. Pada aras ini, Inspektorat Jenderal sebagai lembaga penjamin mutu Kementerian Agama tentu berkewajiban untuk mengawal implementasi SPIP, karena Inspektorat Jenderal secara fungsional melaksanakan pengawasan intern sebagai aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada menteri/pimpinan lembaga. Forum Fokus yang terhormat Pada edisi kali ini, rubrik Fokus Utama menampilkan enam artikel yang mengulas lebih panjang tentang SPIP. Ketujuh artikel tersebut meninjau SPIP dari beragam sudut pandang. Misalnya, artikel soal Penerapan Sistem Pengendalian; SPIP sebagai Benteng Pencegahan Korupsi; Pengaruh SPIP terhadap Penilaian Opini BPK; Membumikan SPIP dalam rangka Mewujudkan Kementerian Agama yang Bersih; serta Pengaruh SPIP terhadap Pengendalian Korupsi di lingkungan Kementerian Agama. Selain itu, kami juga menyajikan dua artikel dalam rubrik Pengawasan. Artikel Penerapan SPIP sebagai upaya Membangun Good and Clean Governance; Anomali Makna Gratifikasi; serta Beban Kerja Guru Madrasah dalam Perspektif Pengawasan, merupakan sajian yang bisa memperkaya wawasan seputar dunia pengawasan. Kami juga melengkapi artikel dalam rubrik Opini yang menampilkan empat artikel. Lantas satu artikel dalam rubrik Hikmah turut melengkapi sajian edisi kali ini. Selamat membaca. [Redaksi] Fokus Utama Keynote Speech Menteri Agama pada Seminar Refleksi dan Evaluasi Kebijakan dan Program Kerukunan Umat Beragama serta Launching Buku 10 Tahun Pusat Kerukunan Umat Beragama Menteri Agama Surydharma Ali dan Wamenag Nasaruddin Umar beserta pejabat eselon I dan II di lingkungan Kementerian Agama pada acara HAB Kemenag Ke-66 Assalamu’alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera untuk kita semua, Yth. Para Pejabat Eselon I dan II Kementerian Agama; Yth. Para Ketua Majelis-majelis Agama; Yth. Para Pengurus Forum Kerukunan Umat Beragama; Yth. Para Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat; Yth. Para Narasumber, Hadirin, Peserta, dan Para Undangan yang berbahagia. Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya kita dapat hadir pada acara Seminar dan Evaluasi Kebijakan dan Program Kerukunan Umat Beragama serta Launching Buku 10 Tahun Pusat Kerukunan Umat Beragama yang diselenggarakan dalam kaitannya dengan momentum Hari Amal Bhakti (HAB) Kementerian Agama ke-66. Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 5 Fokus Utama Tepat sekali, pada usia pengabdian Kementerian Agama yang telah memasuki ke-66 tahun ini, kita melakukan refleksi dan evaluasi kebijakan dan program yang berhubungan dengan kerukunan umat beragama. Hal ini penting kita lakukan guna mengukur tingkat keberhasilan dan kegagalan kita untuk kemudian kita jadikan modal bagi penyusunan kebijakan dan program selanjutnya. Karena itu, saya memberikan apresiasi dan menyambut baik penyelenggaraan kegiatan ini dengan harapan kita dapat melihat secara objektif dan komprehensif terkait dengan berbagai kebijakan dan program kerukunan umat beragama selama 10 tahun terakhir dalam rangka meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama di masa yang akan datang. Hadirin yang saya hormati, Dalam beberapa tahun terakhir, persoalan-persoalan yang terkait dengan intern dan antarumat beragama menjadi perhatian banyak kalangan, seiring dengan munculnya gejalagejala disharmoni kehidupan umat beragama dengan bermacam bentuk dan varian seperti kekerasan dan diskriminasi sosial atas nama agama. Berbagai kebijakan dan program telah kita lakukan untuk menyelesaikan, atau setidaknya mendorong bagi terciptanya sebuah kondisi kehidupan umat beragama yang harmonis dengan mengembangkan pemahaman agama yang moderat, adil, dan seimbang, serta membangun jalinan kerjasama antarumat beragama di seluruh Nusantara. Namun, harus kita akui bahwa masalah kehidupan umat beragama bukanlah fenomena yang hanya memiliki variabel tunggal berupa sosial-keagamaan semata, tetapi fenomena yang memiliki banyak variabel, seperti ekonomi, politik, etnis, profil kedaerahan dan budaya. Sehingga, suatu gejala disharmoni sosial keagamaan di tengah masyarakat kita, harus dilihat dalam potret hubungan yang utuh antara variabel yang lain. Sebagai contoh, dalam beberapa kasus yang melibatkan umat beragama, masalah sosial-ekonomi kerap menjadi pemicu konflik. Selain itu, faktor konstelasi politik lokal maupun nasional bersamaan dengan pelaksanaan agenda-agenda politik juga sering menjadi salah satu penyumbang atas berbagai masalah kehidupan umat beragama, dimana agama dengan segala keunikannya terbawa oleh kepentingan-kepentingan sepihak dan pragmatis. Termasuk juga faktor antropologi etnis, budaya, adat-istiadat yang sangat majemuk, sehingga rentan bagi munculnya stigma-stigma sosial negatif yang menjadi pemicu konflik. Menurut catatan para ahli, penyebab dari ketegangan sosial yang terjadi belakangan ini, termasuk konflik yang melibatkan umat beragama, terkait dengan berbagai faktor yang saling terkait. Pertama, krisis di berbagai bidang selain menciptakan merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap aparatur pemerintah, juga memunculkan sikap saling curiga yang tinggi antarberbagai kelompok masyarakat. Kedua, kesenjangan sosial, ekonomi, dan politik, serta rasa keadilan. Kesenjangan dalam berbagai bidang mempermudah pengikut agama terseret 6 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 Fokus Utama dalam arus persaingan, pertentangan dan bahkan permusuhan antarkelompok. Ketiga, akibat dari sebab yang pertama dan kedua, berkembang pula propaganda-propaganda keagamaan yang semakin menciptakan eksklusifitas kepentingan kelompok. Hadirin yang saya hormati, Oleh karena itu, masalah kehidupan umat beragama perlu dilihat secara lebih arif. Tentu, saya sangat berharap kiranya acara ini dapat melahirkan gagasan-gagasan brilian dan orisinal dalam upaya-upaya konkrit membangun program pemantapan serta pemeliharaan kerukunan dan kehidupan beragama yang dapat diimplementasikan sampai ke tingkat masyarakat yang paling bawah. Harapan ini beralasan mengingat adanya berbagai keterbatasan pemerintah, terutama terkait dengan sumber daya manusia dan anggaran. Keterbatasan ini pula yang mengharapkan adanya inisiatif dan peran aktif serta kemandirian masyarakat untuk memelihara dan memantapkan kerukunan di wilayah masing-masing dengan mempertajam sendi-sendi agama yang kita pahami bahwa di dalamnya terdapat prinsip-prinsip kerukunan dan hubungan sosial antarpenganut agama. Prinsip-prinsip itu kiranya perlu menjadi perhatian berbagai pihak, terutama jajaran Kementerian Agama, para tokoh agama dan tokoh masyarakat, serta segenap pengurus FKUB yang memiliki akses langsung terhadap Pemerintah Daerah, baik berupa rekomendasi, aspirasi maupun usulan-usulan implementatif terkait pemeliharaan kerukunan di wilayah masing-masing sebagai prasyarat dalam membangun masyarakat yang damai dan sejahtera lahir batin. Jika kita cermati, prinsip-prinsip yang ada pada setiap agama merupakan aset yang menjunjung tinggi semangat kerukunan. Konsekuensi logisnya adalah tidak akan pernah timbul persoalan pada umat beragama itu sendiri. Manakala realitas tersebut didukung oleh pemahaman masyarakat atas ajaran-ajaran agamanya dengan baik, kemudian diterjemahkan ke dalam praksis kehidupan sosial, maka agama akan menjadi instrumen perekat antarumat beragama dalam bingkai kebangsaan. Berangkat dari kondisi masyarakat di atas, maka kebijakan dan program kerukunan umat beragama kiranya menempati peran strategis dalam pembinaan kerukunan umat beragama. Peran tersebut sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam pembinaan bidang agama, yang di antaranya adalah meningkatkan kualitas hidup dan kerukunan umat beragama. Kerukunan umat beragama dalam konteks ini, merupakan tantangan besar bila indikasi yang ditimbulkan di berbagai daerah hanyalah persoalan konflik-konflik dan kurangnya dukungan masyarakat luas bagi kemungkinan terwujudnya kerukunan hidup umat beragama. Karenanya, perlu ditekankan pada kesempatan ini akan pentingnya pembinaan masyarakat dalam pemahaman agama dan implementasinya ke dalam kehidupan masyarakat. Selain itu, sosialisasi pemahaman ajaran-ajaran agama dengan benar kepada masyarakat merupakan tugas kita semua. Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 7 Fokus Utama Hadirin yang saya hormati, Kiranya cukup jelas apa yang sesungguhnya menjadi perhatian kita terkait kebijakan dan program kerukunan umat beragama. Karena, persoalan-persoalan umat beragama tidak lagi dapat dilihat secara sederhana dan dipandang sebagai persoalan sosial-keagamaan semata, namun pula sebagai persoalan yang menyangkut ekonomi, budaya, politik dan bahkan persoalan yang menyangkut dunia global. Di sinilah sesungguhnya peran jajaran Kementerian Agama bersama-sama dengan para tokoh masyarakat dan tokoh agama. Lahirnya unit Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) sangat diperlukan mengingat bahwa di antara sekian banyak persoalan dapat diawali dan dikembangkan dialog dan negosiasi. Tidak hanya itu, peran-peran tersebut dapat diperluas lagi menjadi pemberdayaan umat beragama untuk bangkit dari berbagai keterpurukan, terutama dari sisi peningkatan kesejahteraan dan ekonomi masyarakat. Dalam konteks ini, masing-masing pihak dituntut untuk mengedepankan asas-asas kebersamaan ketimbang kepentingan-kepentingan kelompok agama ataupun isu-isu primordialisme lainnya yang bila dibiarkan dapat menghambat berbagai upaya yang selama ini telah kita lakukan. Hadirin yang saya hormati, Pada kesempatan ini, saya menyampaikan apresiasi kepada berbagai pihak yang telah berkontribusi atas terselenggaranya acara ini, khususnya kepada Sekretaris Jenderal beserta jajarannya. Selain itu, saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, khususnya kepada para pimpinan Majelis Agama, tokoh masyarakat, tokoh agama, pimpinan ormas, dan pihak-pihak lainnya yang telah dan terus menjaga harmoni kehidupan umat beragama hingga saat ini. Selamat mengikuti acara ini kepada para hadirin, semoga menghasilkan masukanmasukan berharga bagi Kementerian Agama terkait kebijakan dan program kerukunan umat beragama yang bernilai strategis dalam rangka memantapkan kerukunan umat beragama dalam masyarakat dan berbangsa pada umumnya. Akhirnya, dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, Seminar Refleksi dan Evaluasi Kebijakan dan Program Kerukunan Umat Beragama serta Launching Buku 10 Tahun Pusat Kerukunan Beragama, secara resmi saya nyatakan dibuka. Semoga Allah SWT., Tuhan Yang Maha Esa, menjadikannya sebagai amal ibadah kita semua. Wallahul Muwaffiq ila Aqwamith Thariq, Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Jakarta, 9 Januari 2012 Menteri Agama R.I. H. Suryadharma Ali 8 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 Fokus Utama Penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan Kementerian Agama Oleh: M. Asnawi Sekjen Kemenag Bahrul Hayat dan Irjen Kemenag Mundzier Suparta Saat Memberikan Keterangan Pers Terkait Pelaksanan UN di MAN 13 Jakarta O pini disclaimer yang diberikan BPK RI atas laporan keuangan suatu Kementerian/Lembaga Negara (K/L) seringkali disebabkan oleh kelemahan sistem pengendalian Intern kementerian/lembaga negara tersebut. Kelemahan sistem pengendalian tersebut mengakibatkan terbukanya peluang terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan APBN. Kelemahankelemahan tersebut antara lain kelemahan Sistem Akuntasi dan Pelaporan Keuangan Negara, termasuk terbatasnya sumber daya manusia (SDM) Pengelola Keuangan dan Inventaris Aset di pusat maupun di daerah Pengertian Sistem Pengendalian Intern menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 9 Fokus Utama Penerapan SPIP di lingkungan Kementerian Agama adalah penggunaan unsur-unsur SPIP dalam melaksanakan tugas dan fungsi pada setiap unit kerja di lingkungan Kementerian dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance) untuk menuju pemerintahan yang bersih (clean governance) serta keefektifannya dalam mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi. Pembangunan SPIP di lingkungan Kementerian bertujuan untuk mewujudkan pengendalian yang dapat memberikan keyakinan yang memadai, bahwa program atau kegiatan terlaksana dengan baik secara Efektif, Efisien dan Ekonomis (3E), sehingga dapat mempertahankan serta meningkatkan opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap laporan keuangan Kementerian menuju Wajar Tanpa Pengecualian. SPIP diharapkan menjadi sistem pengendalian yang lebih menekankan pada aspek soft control dan berbasis resiko terhadap pengelolaan keuangan sehingga tercipta ketaatan terhadap peraturan perundangundangan, pengamanan aset yang tinggi, laporan keuangan yang handal, serta dapat menekan perilaku korupsi dalam pelaksanaan tugas dan fungsi. Sesuai dengan PP Nomor 60 Tahun 2008, SPIP terdiri dari lima unsur, yaitu: lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan pengendalian intern. Kelima unsur pengendalian intern merupakan unsur yang terjalin erat satu dengan yang lainnya. Proses pengendalian menyatu pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh 10 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 pimpinan dan seluruh pegawai. Oleh karena itu, yang menjadi fondasi dari pengendalian adalah unsur sumber daya manusia (SDM) di dalam organisasi yang membentuk lingkungan pengendalian yang baik dalam mencapai sasaran dan tujuan yang ingin dicapai instansi pemerintah. Setiap pimpinan unit kerja setingkat Eselon I dan Kepala Kantor Wilayah membentuk Tim Satuan Tugas SPIP (Tim Satgas SPIP) di lingkungan kerjanya masingmasing dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan SPIP pada unit kerja yang berada di bawah lingkungan pengendaliannya. Di lingkungan Kementerian Agama telah diterbitkan dua aturan terkait dengan SPIP, yaitu Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 24 Tahun 20011 tentang Penyelenggaraan SPIP di lingkungan Kementerian Agama dan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 216 Tahun 2011 tentang Pembentukan Satgas Penyelenggaraan SPIP Kementerian Agama Pusat. Pelaksanaan SPIP pada setiap unit kerja dilakukan dengan melaksanakan unsurunsur pengendalian sebagai berikut: Unsur Pertama, yaitu lingkungan pengendalian. Pimpinan dan pegawai instansi pemerintah memiliki sikap perilaku yang positif dan mendukung pengendalian intern dan manajemen bersih. Pimpinan Instansi Pemerintah harus menyampaikan pesan bahwa nilai-nilai integritas dan etis tidak boleh dikompromikan. Pimpinan instansi pemerintah menunjukkan suatu komitmen terhadap kompetensi pegawainya dan menggunakan kebijakan dan praktik pembinaan sumber daya manusia yang Fokus Utama baik. Pimpinan instansi pemerintah Komitmen yang dilaksanakan secara memiliki kepemimpinan yang kondusif yang periodik tersebut perlu dipantau dan dalam mendukung pengendalian intern yang efektif. pelaksanaannya perlu diimbangi dengan Struktur organisasi instansi pemerintah adanya kepemimpinan yang kondusif sebagai dan metode pendelegasian wewenang dan pemberi teladan untuk dituruti oleh seluruh tanggung jawab memberikan kontribusi pegawai. Agar dapat mendorong terwujudnya terhadap efektivitas pengendalian intern. hal tersebut, maka diperlukan aturan Instansi pemerintah memiliki hubungan kepemimpinan yang baik. Aturan tersebut kerja yang baik dengan badan legislatif serta perlu disosialisasikan kepada seluruh auditor internal dan eksternal. pegawai untuk diketahui bersama. Demikian Dalam PP 60/2008 yang menjadi sub juga, struktur organisasi perlu dirancang unsur pertama dari lingkungan pengendalian sesuai dengan kebutuhan dengan pemberian adalah pembangunan integritas dan nilai tugas dan tanggung jawab kepada pegawai etika organisasi dengan maksud agar dengan tepat. Terhadap struktur yang telah seluruh pegawai mengetahui aturan untuk ditetapkan, perlu dilakukan analisis secara berintegritas yang baik berkala tentang dan melaksanakan bentuk struktur yang Penerapan SPIP di lingkungan Kementerian kegiatannya dengan tepat. Diperlukan Agama adalah penggunaan unsur-unsur SPIP dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pada sepenuh hati dengan pembinaan sumber setiap unit kerja di lingkungan Kementerian berlandaskan pada daya manusia yang dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan nilai etika yang tepat sehingga yang baik (good governance) untuk menuju pemerintahan yang berlaku untuk seluruh tujuan organisasi bersih (clean government) serta keefektifannya pegawai tanpa tercapai. Di samping dalam mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi. terkecuali. Integritas itu, keberadaan dan nilai etika tersebut aparat pengawasan perlu dibudayakan, intern pemerintah sehingga akan menjadi suatu kebutuhan (APIP) perlu ditetapkan dan diberdayakan bukan keterpaksaan. Oleh karena itu, budaya secara tepat agar dapat berperan secara kerja yang baik pada instansi pemerintah efektif. Hal lain yang perlu dibangun dalam perlu dilaksanakan secara terus menerus penyelenggaraan lingkungan pengendalian tanpa henti. Selanjutnya, dibuat pernyataan yang baik adalah menciptakan hubungan kerja bersama untuk melaksanakan integritas dan sama yang baik antara instansi pemerintah nilai etika tersebut dengan menuangkannya yang terkait. pada suatu pernyataan komitmen untuk Pimpinan unit kerja dan seluruh melaksanakan integritas. Pernyataan ini pegawai pada setiap unit kerja di lingkungan berupa pakta (pernyataan tertulis) tentang kementerian harus menciptakan dan integritas yang berisikan komitmen untuk memelihara lingkungan pengendalian dilaksanakan. dalam seluruh organisasi yang menimbulkan Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 11 Fokus Utama perilaku positif dan mendukung manajemen kesesuaian dengan tujuan strategik yang yang sehat. Untuk mewujudkan lingkungan ditetapkan pemerintah. Setelah penetapan pengendalian yang posistif dan manajemen tujuan, instansi pemerintah melakukan yang sehat diperlukan beberapa aspek identifikasi risiko atas risiko intern dan eksyang mendukungnya. Aspek-aspek tersebut tern yang dapat mempengaruhi keberhasilan adalah aspek organisasi, kebijakan, sumber pencapaian tujuan tersebut, kemudian daya manusia, dan prosedur. menganalisis risiko yang memiliki probability Unsur kedua, penilaian risiko. kejadian dan dampak yang sangat tinggi pimpinan instansi pemerintah sudah sampai dengan risiko yang sangat rendah. menetapkan tujuan keseluruhan instansi Berdasarkan hasil penilaian risiko pemerintah yang jelas dan konsisten serta dilakukan respon atas risiko dan membangun tujuan tingkatan kegiatan yang mendukungnya. kegiatan pengendalian yang tepat. Dengan pimpinan instansi pemerintah sudah kata lain, kegiatan pengendalian dibangun melakukan identifidengan maksud untuk kasi risiko secara merespon risiko Integritas dan nilai etika perlu menyeluruh, mulai yang dimiliki instansi dibudayakan, sehingga akan menjadi dari sumber interpemerintah dan suatu kebutuhan bukan keterpaksaan. nal maupun ekstermemastikan bahwa Oleh karena itu, budaya kerja yang nal, yang dapat respon tersebut baik pada instansi pemerintah perlu mempengaruhi keefektif. Seluruh dilaksanakan secara terus-menerus mampuan instansi penyelenggaraan tanpa henti. pemerintah dalam unsur SPIP tersebut mencapai tujuannya. haruslah dilaporkan Analisis risiko sudah dan dikomunikasikan dilaksanakan dan instansi pemerintah sudah serta dilakukan pemantauan secara mengembangkan pendekatan yang memadai terus-menerus guna perbaikan yang untuk mengelola risiko. Selain itu, sudah berkesinambungan. Aspek-aspek yang terkait ada mekanisme untuk mengidentifikasi dengan unsur yang kedua ini meliputi: aspek perubahan yang dapat mempengaruhi penilaian risiko, penanganan risiko, serta kemampuan instansi pemerintah tersebut aspek pemantauan dan evaluasi risiko. dalam mencapai visi, misi, dan tujuannya. Unsur ketiga, kegiatan pengendalian. Pengendalian intern harus Kebijakan, prosedur, teknik, dan mekanisme memberikan penilaian atas risiko yang pengendalian yang memadai sudah dihadapi unit organisasi baik dari luar mau- dikembangkan dan sudah diterapkan pun dari dalam. Dengan dua sub unsurnya, untuk memastikan adanya kepatuhan dimulai dengan melihat kesesuaian antara terhadap arahan yang sudah ditetapkan. tujuan kegiatan yang dilaksanakan instansi Kegiatan pengendalian yang tepat sudah pemerintah dengan tujuan sasarannya, serta dikembangkan untuk setiap kegiatan instansi 12 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 Fokus Utama pemerintah dan diterapkan sebagaimana mestinya. Kegiatan pengendalian membantu memastikan bahwa arahan pimpinan instansi pemerintah dilaksanakan. Kegiatan pengendalian harus efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan organisasi. Kegiatan pengendalian dapat diwujudkan dengan baik melalui beberapa tindakan yang dilakukan dengan rencana strategi yang jelas. Ada beberapa syarat yang harus dilalui agar kegiatan pengendalian ini dapat berjalan sesuai dengan yag diharapkan. Syarat dan tindakan tersebut antara lain: pimpinan telah menetapkan visi, misi dan tujuan organisasi secara tertulis pada unit kerja masing-masing di lingkungan kementerian; visi, misi dan tujuan organisasi mengacu pada tugas dari unit kerja atau satuan kerja; pengendalian atas pengelolaan sistem informasi, seperti pembatasan akses berdasarkan tanggung jawab; pimpinan telah melakukan pemisahan tugas sesuai dengan pemisahan fungsi yang ditetapkan; pimpinan telah melakukan pengendalian berupa updating data secara berkala; pimpinan telah melakukan kegiatan reviu capaian indikator kinerja secara berkala terhadap kegiatan strategis; pimpinan menetapkan personil untuk melakukan pemantauan indikator atau ukuran kinerja untuk kegiatan strategis. Selain itu juga pendokumentasian yang baik atas penerapan sistem pengendalian intern (SPI) terhadap transaksi atau kejadian penting di unit kerja atau satuan kerja; pimpinan telah menetapkan kebijakan, standar dan prosedur pengamanan aset; pimpinan telah menyimpan dan mengamankan uang tunai dan surat-surat berharga dalam tempat yang terkunci, dan akses ke aset tersebut dikendalikan secara ketat; penyimpanan uang di brankas tidak melebihi Rp 10.000.000,00,- (sepuluh juta rupiah); pimpinan telah melakukan cash opname setiap tiga bulan dan melakukan stock opname setiap setahun sekali; Instansi telah menyelenggarakan SAI dan menyelenggarakan penatausahaan barang (SIMAK BMN); instansi telah membuat kode inventaris barang; instansi telah mengamankan aset dengan alarm, penjagaan keamanan dan pemadam kebakaran; pimpinan telah menetapkan kebijakan penggunaan aset di luar jam kerja; dan pimpinan telah menunjuk petugas penanggungjawab pemakai aset. Unsur keempat yaitu informasi dan komunikasi. Sistem informasi untuk mengidentifikasi dan mencatat informasi operasional dan keuangan yang penting yang berhubungan dengan peristiwa internal dan eksternal telah ada dan diimplementasikan. Informasi tersebut dikomunikasikan kepada pimpinan dan pihak lain di lingkungan instansi pemerintah dalam bentuk yang memungkinkan pihak tersebut melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara efisien dan efektif. Pimpinan instansi pemerintah memastikan bahwa komunikasi internal telah terjalin dengan efektif. Pimpinan instansi pemerintah juga harus memastikan bahwa komunikasi eksternal yang efektif juga terjalin dengan kelompok-kelompok yang dapat mempengaruhi pencapaian visi, misi, dan tujuan instansi pemerintah. Pimpinan instansi pemerintah menggunakan berbagai bentuk komunikasi yang sesuai Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 13 Fokus Utama dengan kebutuhannya serta mengelola, evaluasi terpisah dalam pelaksanaan tugas mengembangkan, dan memperbaiki sistem dan fungsi dan Pemantauan Tindak Lanjut informasinya dalam upaya meningkatkan Hasil Pengawasan (TLHP). komunikasi secara berkesinambungan. Aspek Evaluasi terpisah dalam Informasi harus dicatat dan dilapor- pelaksanaan tugas dan fungsi meliputi: kan kepada pimpinan instansi pemerintah pimpinan unit kerja menetapkan mekanisme dan pihak lain yang ditentukan. Informasi atau prosedur secara tertulis mengenai disajikan dalam suatu bentuk dan sarana pelaksanaan evaluasi dan penilaian terpisah; tertentu serta tepat waktu sehingga hasil dari evaluasi dan penilaian berupa memungkinkan pimpinan instansi pemerintah laporan yang menyajikan kondisi yang melaksanakan pengendalian dan tanggung dibandingkan dengan kriteria, kendala dan jawabnya. Unsur informasi dan komunikasi rekomendasi; waktu penyelesaian evaluasi, meliputi tiga aspek, yaitu informasi, penilaian dan penyampaian laporan dilakukomunikasi, serta kan tepat waktu, serta aspek dan bentuk telah dimanfaatkan Pemantauan harus dapat menilai sarana informasi dan oleh pimpinan; dan kualitas kinerja dari waktu ke waktu komunikasi. pelaporan hasil dan memastikan bahwa rekomendasi Unsur kelima, evaluasi dan penilaian hasil audit dan reviu lainnya dapat yaitu pemantauan. diarsipkan dan didosegera ditindaklanjuti. Pemantauan pengenkumentasikan dengan dalian intern menilai tertata rapi. kualitas kinerja Sedangkan pengendalian intern instansi pemerintah aspek pemantauan Tindak Lanjut Hasil secara terus-menerus sebagai bagian Pengawasan (TLHP) meliputi; pimpinan dari proses pelaksanaan kegiatan sehari- telah menetapkan pegawai yang bertugas hari. Selain itu, evaluasi terpisah terhadap menyelesaikan TLHP; pimpinan telah pengendalian intern dilakukan secara memiliki mekanisme atau prosedur secara berkala dan kelemahan yang ditemukan tertulis guna menindak-lanjuti temuan atau diteliti lebih lanjut. Sudah ada prosedur rekomendasi LHP intern maupun ekstern; untuk memastikan bahwa seluruh temuan pimpinan unit kerja telah memantau dan audit dan reviu lainnya segera dievaluasi, mengawasi tindaklanjut atas temuan ditentukan tanggapan yang tepat, dan hasil audit dan telah mencegah agar tidak dilaksanakan tindakan perbaikannya. terjadinya temuan yang sama pada ta-hun Pemantauan harus dapat menilai kualitas berikutnya; dan pimpinan secara berkala kinerja dari waktu ke waktu dan memastikan menyampaikan perkembangan penanganan bahwa rekomendasi hasil audit dan reviu TLHP kepada Aparat Pengawasan Intern. lainnya dapat segera ditindaklanjuti. [M. Asnawi] Pemantauan ini memiliki dua aspek, yaitu 14 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 Fokus Utama Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) sebagai Benteng Pencegahan Korupsi Oleh: Yati Nurhayati P Irjen Kemenag Mundzier Suparta Saat Memberikan Arahan tentang Rapim Paripurna Pelaksanaan Program di Auditorium Kementerian Agama rinsip dasar yang terkandung dalam Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) adalah tercapainya efektivitas dan efisiensi dalam pencapaian tujuan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap peraturan perundangundangan. Untuk menjamin tercapainya harapan tersebut, dalam SPIP yang sudah ditetapkan oleh Presiden melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 mengatur berbagai hal tentang prinsip pengendalian yang harus dilakukan oleh setiap pimpinan lembaga dan instansi pemerintah. Dengan ditetapkannya SPIP melalui PP tersebut, maka setiap menteri/ pimpinan lembaga, gubernur, bupati/ walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dengan berpedoman pada SPIP sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 Ayat (1) dan sekaligus bertanggung jawab atas efektivitas penyelenggaraan sistem pengendalian intern di lingkungan masing-masing. Keberadaan SPIP merupakan suatu langkah maju dalam hal pengendalian pelaksanaan kegiatan kepemerintahan, di mana SPIP diartikan sebagai proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi. SPIP mengatur bahwa pimpinan instansi pemerintah wajib menciptakan dan Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 15 Fokus Utama memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan SPI dalam lingkungan kerjanya, melakukan penilaian risiko, menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas dan sifat dari tugas dan fungsi instansi pemerintah yang bersangkutan, mengidentifikasi, mencatat dan mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat serta melakukan pemantauan terhadap penerapan SPI. Menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian merupakan unsur yang paling penting dalam penerapan SPIP dan menjadi dasar untuk terselenggaranya unsur-unsur SPI lainnya. Lingkungan pengendalian yang baik dapat diciptakan oleh adanya kepemimpinan yang kondusif, yaitu pemimpin yang mengambil keputusan berdasarkan pada data hasil penilaian risiko. Jenis pengendalian yang diatur dalam SPIP terdiri dari lima unsur pengendalian. Pertama, lingkungan pengendalian, dalam hal ini pimpinan harus memberikan keteladanan untuk menciptakan lingkungan pengendalian yang kondusif didasari dengan integritas dan nilai etika yang luhur. Pengendalian ini terdiri dari delapan sub unsur meliputi: (1) penegakan integritas dan nilai etika. (2) komitmen terhadap kompetensi. (3) kepemimpinan yang kondusif. (4) pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan. (5) pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat. (6) penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan SDM. (7) perwujudan peran aparat pengawasan intern 16 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 pemerintah yang efektif. (8) hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait. Kedua, penilaian risiko. Sebagai unsur kedua SPIP, memberikan kesadaran bagi seluruh komponen organisasi untuk peduli pada risiko yang bakal terjadi. Dalam rangka penilaian risiko, pimpinan instansi pemerintah menetapkan: (1) tujuan instansi pemerintah. Tujuan instansi pemerintah memuat pernyataan dan arahan yang spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis dan terikat waktu. Tujuan instansi pemerintah wajib dikomunikasikan kepada seluruh pegawai. (2) penetapan tujuan pada tingkatan kegiatan, hal ini didasarkan pada tujuan dan rencana strategis instansi pemerintah, saling melengkapi, saling menunjang dan tidak bertentangan satu dengan lainnya, relevan dengan seluruh kegiatan utama instansi pemerintah, memiliki kriteria pengukuran, didukung sumber daya instansi pemerintah yang cukup dan melibatkan seluruh tingkat pejabat dalam proses penetapannya. (3) melakukan penilaian terhadap faktor lain yang dapat meningkatkan risiko. Ketiga, kegiatan pengendalian, dalam hal ini pimpinan instansi pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas dan sifat dari tugas dan fungsi instansi pemerintah yang bersangkutan. Penyelenggaraan kegiatan pengendalian ini memiliki karakteristik sebagai berikut: kegiatan pengendalian diutamakan pada kegiatan pokok instansi pemerintah; kegiatan pengendalian harus dikaitkan dengan proses penilaian risiko; kegiatan pengendalian Fokus Utama yang dipilih disesuaikan dengan sifat khusus kan dan memanfaatkan berbagai bentuk instansi pemerintah; kebijakan dan prosedur dan sarana komunikasi serta mengelola, harus ditetapkan secara tertulis; prosedur mengembangkan dan memperbarui sistem yang telah ditetapkan harus dilaksanakan informasi secara terus menerus. sesuai yang ditetapkan secara tertulis; Kelima, pemantauan. Pemantauan kegiatan pengendalian dievaluasi secara sistem pengendalian intern dilaksanakan teratur untuk memastikan bahwa kegiatan melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi tersebut masih sesuai dan berfungsi seperti terpisah dan tindak lanjut rekomendasi yang diharapkan. hasil audit dan reviu lainnya. Pemantauan Kegiatan pengendalian ini terdiri berkelanjutan diselenggarakan melalui atas: reviu atas kinerja instansi pemerintah kegiatan pengelolaan rutin, supervisi, yang bersangkutan; pembinaan sumber daya pembandingan, rekonsiliasi, dan tindakan manusia; pengendalian atas pengelolaan lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas. sistem informasi; pengendalian fisik atas Evaluasi terpisah diselenggarakan melalui aset; penetapan penilaian sendiri, dan reviu atas reviu, dan pengujian Lingkungan pengendalian yang baik indikator dan ukuran efektivitas sistem dapat diciptakan oleh adanya kinerja; pemisahan pengendalian intern. kepemimpinan yang kondusif, yaitu fungsi; otorisasi Evaluasi terpisah pemimpin yang mengambil keputusan atas transaksi dan dapat dilakukan oleh berdasarkan pada data hasil penilaian kejadian yang penting; aparat pengawasan pencatatan yang intern pemerintah akurat dan tepat waktu atas transaksi dan atau pihak eksternal pemerintah. Evaluasi keja-dian; pembatasan akses atas sumber terpisah dapat dilakukan dengan daya dan pencatatannya; akuntabilitas menggunakan daftar uji pengendalian intern. terhadap sumber daya dan pencatatannya; Tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan serta dokumentasi yang baik atas Sistem reviu lainnya harus segera diselesaikan dan Pengendalian Intern serta transaksi dan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme kejadian penting. penyelesaian rekomendasi hasil audit dan Keempat, informasi dan komu- reviu lainnya yang ditetapkan. nikasi. Pimpinan instansi pemerintah Korupsi dan bentuk penyimpangan wajib mengidentifikasi, mencatat dan anggaran lainnya, sejak pemerintahan orde mengkomunikasikan informasi dalam baru sampai sekarang tidak pernah hilang bentuk dan waktu yang tepat. Komunikasi dari permukaan bumi Indonesia tercinta, atas informasi wajib diselenggarakan secara bahkan semakin meningkat. Perbuatan efektif. Untuk menyelenggarakan komunika- korupsi telah menimbulkan kerugian negara si yang efektif, pimpinan instansi pemerin- yang sangat besar yang pada gilirannya tah harus sekurang-kurangnya menyedia- dapat berdampak pada timbulnya krisis di Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 17 Fokus Utama berbagai bidang. Untuk itu, upaya pencega- perbuatan curang; benturan kepentingan han dan pemberantasan korupsi perlu dalam pengadaan; dan gratifikasi. semakin ditingkatkan dan diintensifkan Dalam arti luas, korupsi adalah dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi penyalahgunaan jabatan resmi untuk manusia dan kepentingan masyarakat. Korup- keuntungan pribadi. Korupsi telah si, menurut istilah, bahasa Latin: Corruptio mempersulit pembangunan ekonomi dedari kata kerja Corrumpere yang bermakna ngan membuat distorsi dan ketidakefisienan busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, yang tinggi. Korupsi telah mengurangi kualimenyogok. Secara harfiah, korupsi adalah tas pelayanan pemerintahan dan infrastrukperilaku pejabat publik, baik politikus tur dan menambahkan tekanan-tekanan politisi maupun pegawai negeri yang secara terhadap anggaran negara/keuangan negara. tidak wajar dan tidak legal memperkaya Korupsi sudah terstruktur selain di dunia diri atau memperkaya mereka yang dekat politik juga pada birokrat sehingga masih dengannya, dengan muda sudah menjadi menyalahgunakan korup. Ini menunjukApabila semua aparat birokrat dan politisi kekuasaan publik yang kan bahwa korupsi di negeri ini menerapkan prinsip dasar pengendalian sebagaimana yang diatur dipercayakan kepada sudah jadi kejahatan dalam SPIP, bakal memperkecil ruang gerak mereka. struktural. Korupsi dan kesempatan melakukan tindak pidana korupsi dan penyimpangan. Dari sudut sudah begitu mengpandang hukum, tinakar sehingga ada dak pidana korupsi stigma negatif kepada secara garis besar mencakup unsur-unsur institusi dimana pe-gawainya terlibat dalam sebagai berikut: perbuatan melawan hukum; kejahatan korupsi. Padahal institusi atau penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, lembaga tersebut diharapkan berperan atau sarana; memperkaya diri sendiri, orang sebagai pelaku pelayanan publik. Sepertinya lain atau korporasi; dan merugikan keuangan praktek korupsi yang dilakukan pegawai negara atau perekonomian negara. muda ini, baik disengaja atau tidak, karena Menurut UU Nomor 31 Tahun 1999 melihat contoh dari para senior atau bahkan Pasal 2, korupsi adalah setiap orang yang bisa jadi diperintah atasan. secara melawan hukum melakukan perbua- Bentuk-bentuk perilaku korupsi tan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang menjadi modus operandi koruptor atau suatu korporasi yang dapat merugikan dalam menjalankan aksinya, antara lain: keuangan negara atau perekonomian negara. (1) membuat laporan yang tidak benar, Dalam UU Nomor 31 Tahun 1999, terdapat tidak sesuai dengan pembiayaan yang 30 jenis korupsi yang dijabarkan dalam 13 sesungguhnya/di-mark up; (2) pola interaksi pasal, dikelompokkan menjadi tujuh yaitu: dengan atasan atau dengan instansi lain merugikan keuangan negara; suap-menyuap; yang mengisyaratkan adanya pembiayaan penggelapan dalam jabatan; pemerasan; yang harus dikeluarkan walaupun tidak ada 18 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 Fokus Utama kewajiban untuk membayar; (3) kontrak tender yang diatur dengan memenangkan salah satu perusahaan yang bisa memberikan kontribusi (uang) kepada pejabat tertentu; (4) membuat perencanaan anggaran yang tidak wajar dan tidak terkait dengan tugas pokok dan fungsi; (5) cara mendapat jabatan atau penempatan anak buah yang harus dengan uang pelicin atau sogokan; (6) penerimaan pegawai baru yang sarat dengan pungutan, dengan iming-iming janji dibantu untuk bisa diterima menjadi pegawai; (7) syarat urusan bisa beres/mempercepat urusan dengan terlebih dahulu ada uang tanda terima kasih. Entah itu termasuk suap atau bukan, yang jelas hal ini bisa dianggap memperlambat prosedur administrasi. Dengan pemberian uang kepada petugas seolah-olah bisa mengkonfirmasi bahwa dengan memperlambat prosedur administrasi bisa memperoleh uang karena yang bersangkutan menginginkan urusannya lebih cepat. Di tahun 2011 setidaknya terdapat 436 kasus pidana korupsi keuangan negara dengan jumlah tersangka 1.053 orang. Potensi kerugian negara akibat korupsi ini mencapai Rp 2,169 triliun. Kebanyakan pelaku korupsi ini memiliki latar belakang Pegawai Negeri Sipil (PNS). (Data dari ICW, dikutip dari detik.com, Minggu, 5 Februari 2012). Dari 1.053 orang itu, ICW mengklasifikasikan menjadi sekitar 30 jenis jabatan pelaku korupsi yang dilakukan oleh PNS. Data lain versi ICW bahwa tersangka berlatar belakang pegawai negeri menempati urutan teratas dengan jumlah 239 orang. Diikuti oleh direktur atau pimpinan perusahaan swasta dengan 190 orang, serta anggota DPR/DPRD dengan jumlah 99 orang dan pada tahun 2010 ada 336 PNS yang terlibat kasus korupsi. Temuan ini hasil konfirmasi penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tentang maraknya rekening gendut PNS muda di berbagai daerah. Hal ini, menunjukkan kegagalan badan pengawas internal pemerintah pusat dan daerah dalam mengantisipasi berbagai bentuk penyimpangan yang terjadi. Kebijakan remunerasi dalam kerangka reformasi birokrasi ternyata belum efektif mereduksi berbagai bentuk perilaku korup yang dilakukan para PNS. Karena pada beberapa kementerian/lembaga pemerintah lainnya yang sudah melakukan reformasi birokrasi masih saja ditemukan terjadinya tindak korupsi. Berdasarkan prinsip dasar yang diatur dalam SPIP dan melihat kondisi korupsi sebagaimana pada uraian karakteristik korupsi di atas, paling tidak apabila semua aparat birokrat dan politisi di negeri ini menerapkan prinsip dasar pengendalian sebagaimana yang diatur dalam SPIP, bakal memperkecil ruang gerak dan kesempatan melakukan tindak pidana korupsi dan penyimpangan. Jika benar-benar diterapkan secara sungguh-sungguh, maka tidak akan ada korupsi di negeri ini. SPIP merupakan internal control system guna mendukung reformasi birokrasi pemerintahan, yang tidak hanya bermanfaat untuk meningkatkan kualitas penyerapan anggaran namun juga tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, laporan keuangan yang andal, terjaganya aset negara dan tetap taat aturFokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 19 Fokus Utama an sehingga tidak memungkinkan dan tidak adanya peluang akan terjadinya apa yang disebut dengan korupsi. Kondisi yang akan timbul manakala penerapan SPIP ini dijalankan secara konsisten dan terintegral dari semua tatanan birokrasi, mulai dari lapisan atas sampai kepada pelaksana/staf, tentu akan membuahkan tatanan kehidupan organisasi yang terbebas dari perilaku korupsi, karena semua celah dan kesempatan terjadinya korupsi sudah diantisipasi dan selalu berada dalam sebuah bingkai pengendalian lima unsur SPIP. Hal ini sejalan dengan tujuan SPIP untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi dalam pencapaian tujuan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap peraturan perundangundangan, yang pada akhirnya tidak akan ada kebocoran dan pemborosan serta kerugian pada negara. Dengan diberlakukannya SPIP secara integral, maka akan mencegah timbulnya kegagalan dan ketidakefisienan dalam pencapaian tujuan organisasi. Dengan penerapan SPIP secara konsisten dan berkesinambungan, maka akan terwujud internal control culture dalam instansi pemerintah untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Disadari bahwa penerapan SPIP bukanlah suatu pekerjaan yang mudah dan masih banyak tantangan yang harus dihadapi. Namun, jangan sampai penerapan SPIP hanya sebatas kewajiban rutin yang tidak berdampak pada peningkatan kinerja pengelolaan keuangan 20 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 negara maupun pada efektivitas dan efisiensi dalam pencapaian tujuan pemerintahan. Terjadinya korupsi di berbagai lapisan lembaga pemerintah, baik di pusat dan daerah, pejabat dan pelaksana/staf, semuanya terjadi lebih cenderung karena pengendalian dari semua pimpinan kantor, pejabat yang ada di dalamnya serta pelaksana itu sendiri yang sangat kurang dan bahkan saling bekerjasama untuk bisa terjadinya korupsi. Kalau penyebabnya selama ini karena kelemahan dalam pengendalian dan kemauan para birokrat untuk melakukan pengendalian yang kurang memadai, harus ada usaha konkrit. Apabila memang korupsi betul-betul ingin dihapuskan di lingkungan pemerintahan, hal ini tergantung sejauh mana aparat pemerintahan itu sendiri mau dan mampu secara nyata untuk menerapkan SPIP secara integral dan konsisten. SPIP bagaikan medium baru dalam upaya penghapusan korupsi di kalangan pemerintahan, apabila aparatnya mau melaksanakan dengan sungguh-sungguh dan benar. Tetapi jika tidak ada kesungguhan dan kemauan untuk melaksanakan SPIP ini, maka harapan untuk mengurangi dan menghapuskan korupsi hanya tinggal mimpi dan harapan yang tidak bisa terwujud. [Yati Nurhayati] Dengan penerapan SPIP secara konsisten dan berkesinambungan, maka akan terwujud internal control culture dalam instansi pemerintah untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Fokus Utama Pengaruh Sistem Pengendalian Intern terhadap Penilaian Opini BPK Oleh: M. Noer Alya Fitra Pelantikan Drs. H. Zaenal Abidin Supi sebagai Inspektur Wilayah I Inspektorat Jenderal Kementerian Agama U ndang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan bahwa pengelolaan keuangan negara harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Pernyataan tersebut mengandung maksud bahwa pemerintah harus melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sebagaimana kita ketahui bahwa definisi keuangan negara berdasarkan Undang-undang tersebut dikelompokkan menjadi empat, yaitu: (1) Berdasarkan obyek, meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 21 Fokus Utama tersebut. (2) Berdasarkan subyek, meliputi masih bersifat sentralisasi, laporan keuangan seluruh obyek yang dimiliki negara, dan/ dari unit kerja daerah perlu dihimpun atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, dan direkonsiliasi terlebih dahulu pada Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/ tingkat pusat menjadi laporan keuangan Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya Kementerian Agama. Sesuai dengan dengan keuangan negara. (3) Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun proses, meliputi seluruh rangkaian kegiatan 2006, Inspektorat Jenderal Kementerian yang berkaitan dengan pengelolaan obyek, Agama, sebagai aparat pengawasan internal, mulai dari perumusan kebijakan dan berkewajiban melaksanakan reviu atas pengambilan keputusan sampai dengan laporan keuangan Kementerian Agama dalam pertanggunggjawaban. (4) Berdasarkan tu- rangka meyakinkan kehandalan informasi juan, meliputi seluruh kebijakan, kegiatan yang disajikan sebelum disampaikan Menteri dan hubungan hukum yang berkaitan dengan Agama kepada Presiden. pemilikan dan/atau penguasaan obyek Undang-undang Nomor 15 Tahun sebagaimana tersebut 2004 tentang Pemedi atas dalam rangka riksaan, Pengelolaan, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama penyelenggaraan dan Tanggung Jawab sebagai aparat pengawasan internal, berkewajiban melaksanakan reviu atas laporan pemerintahan negara. Keuangan Negara keuangan Kementerian Agama dalam rangka Dalam rang-ka menyebutkan bahmeyakinkan kehandalan informasi yang mewujudkan transpawa pemeriksaan kedisajikan sebelum disampaikan Menteri Agama ransi dan akuntabilitas uangan negara yang kepada Presiden. pengelolaan keuangan, meliputi pemeriksaan penyusunan laporan pengelolaan dan keuangan wajib disutanggung jawab sun secara tepat waktu dan memenuhi keuangan negara, dilaksanakan oleh BPK RI. kaidah standar akuntansi pemerintah. Pemeriksaan ini dalam rangka pengelolaan Laporan keuangan ini setidaknya memuat keuangan secara tertib, taat pada peraturan empat hal, yaitu Laporan Realisasi Anggaran perundang-undangan, efisien, ekonomis, (LRA), neraca, Laporan Arus Kas (LAK), dan efektif, transparan, dan bertanggung jawab Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). dengan memperhatikan rasa keadilan dan Laporan keuangan pemerintah pusat yang kepatutan. telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Pemeriksaan yang dilakukan oleh Keuangan RI (BPK RI) harus disampaikan BPK tersebut meliputi beberapa hal. Pertama, kepada DPR selambat-lambatnya enam Pemeriksaan Keuangan, yaitu pemeriksaan bulan setelah berakhirnya tahun anggaran atas laporan keuangan pemerintah pusat dan yang bersangkutan. Demikian pula laporan pemerintah daerah. Pemeriksaan keuangan keuangan pemerintah daerah. ini dilakukan oleh BPK dalam rangka mem Untuk Kementerian Agama yang berikan pernyataan opini tentang tingkat 22 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 Fokus Utama kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah. Kedua, Pemeriksaan Kinerja adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Ketiga, Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan tujuan tertentu ini yaitu pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif. Pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh BPK RI pada satuan kerja Kementerian Agama di pusat dan daerah, biasanya dilaksanakan pada awal tahun anggaran. Hasil dari pemeriksaan keuangan ini adalah opini hasil pemeriksaan yang merupakan pernyataan profesional pemeriksa tentang kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria: kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan; kecukupan pengungkapan (adequate disclosures); kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; dan efektivitas sistem pengendalian intern. Selain hal di atas, pemberian opini juga mempertimbangkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), tingkat kesesuaian dan kecukupan pengungkapan laporan keuangan terkait dengan tingkat materialitas yang ditetapkan, adanya pembatasan lingkup pemeriksaan oleh pimpinan satuan kerja terperiksa, keandalan SPI, dan tanggapan entitas atas hasil pemeriksaan, serta percepatan penyelesaian tindak lanjut hasil pemeriksaan periode yang lalu. Dalam pemeriksaan keuangan, BPK juga melakukan pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Internal (SPI) dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Sehingga laporan yang dihasilkan pada pemeriksaan keuangan meliputin tiga macam, yaitu Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan, LHP atas SPI, dan LHP atas Kepatuhan terhadap Peraturan Perundangundangan. Sistem Pengendalian Internal di Indonesia telah diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008. Pada aturan tersebut, Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) adalah kegiatan yang secara terus-menerus dilakukan oleh seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan laporan keuangan, pengamanan aset negara, dan taat terhadap peraturan perundangan. Pengaplikasian SPIP pada satuan kerja dilakukan dengan menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan sikap dan kinerja positif pencapaian tujuan organisasi; memberikan penilaian atas risiko yang dihadapi oleh satuan kerja, baik risiko eksternal maupun internal; memastikan bahwa arahan pimpinan berkaitan dengan tujuan organisasi telah dilaksanakan secara efektif dan efisien; mengkomunikasikan informasi yang akurat dan akuntabel secara tepat waktu, memanfaatkan sarana yang efektif, dan Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 23 Fokus Utama senantiasa memperbaharui informasi sesuai tentang kelemahan SPI pada satuan kerja perkembangan; dan melakukan pemantauan yang bersangkutan. terhadap seluruh aktivitas organisasi sebagai Sebagaimana telah dibahas di atas, bahan evaluasi perbaikan kinerja organisasi. bahwa pemeriksaan SPI diawali dengan Tahapan pemeriksaan terhadap SPI memahami SPI auditi terlebih dahulu yang dilakukan BPK, yaitu dengan terlebih untuk mengetahui keandalan dan risiko dahulu mempelajari dan memahami SPI pengendalian sebagai bahan penentuan sifat, satuan kerja terperiksa, dilanjutkan dengan luas, dan waktu pemeriksaan. Jika setelah melakukan pengujian, dan penyusunan dilakukan pengujian, diketahui SPI tidak laporan hasil pemeriksaan SPI. Pada memadai, maka resiko pengendalian tinggi tahapan pemahaman, pemeriksa BPK RI sehingga ruang lingkup pengujian substantif melakukan kajian terhadap pengendalian perlu diperluas dengan sampel audit intern yang diterapkan oleh satuan kerja yang lebih besar. Jika SPI telah memadai, dalam menjalankan maka pertanyaan kegiatannya secara selanjutnya, apakah laSekecil apapun temuan hasil efektif dan efisien poran keuangan yang pemeriksaan BPK RI, perlu segera serta mengkaji telah disusun telah mendapatkan tindak lanjut yang kemungkinan terjadidisajikan secara wajar bukan hanya menjawab temuan, nya kesalahan dan dan sesuai dengan namun perlu meyakinkan pemeriksa kecurangan (miss staprinsip akuntansi bahwasanya kita telah berusaha tement and fraud) maksimal menindaklanjuti temuan yang berlaku umum. akibat lemahnya peApakah penerapan ngendalian. SPI tersebut telah Tahapan pemampu meminimalimeriksaan selanjutnya adalah pengujian SPI, sir penyimpangan dan kesalahan penyajian yaitu pengujian terhadap efektivitas desain laporan keuangan. SPI dan implementasinya pada seluruh unsur Jawaban dari kedua pertanyaan yang ada dalam satu satuan kerja. Pengujian tersebut merupakan salah satu bahan bagi desain SPI dilaksanakan dengan mengevalua- pemberian opini atas hasil pemeriksaan si apakah SPI telah didesain secara memadai laporan keuangan. Bilamana SPI yang dan dapat meminimalisasi secara relatif sa- diterapkan belum mampu meminimalisir lah saji dan kecurangan, sedangkan pengujian terhadap terjadinya penyimpangan, kesalaimplementasi SPI dilakukan dengan melihat han penyajian, dan bernilai cukup pelaksanaan pengendalian pada kegiatan materialitas, maka SPI memberikan atau transaksi yang dilakukan oleh pihak kontribusi signifikan terhadap pemberian yang terperiksa. Tahapan berikutnya adalah opini hasil pemeriksaan. Kelemahan SPI menyusun laporan hasil pemeriksaan, yang tersebut diungkapkan dalam laporan hasil dilakukan hanya jika terdapat temuan pemeriksaan yang memuat opini atas 24 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 Fokus Utama kewajaran laporan keuangan sebagai alasan pemberian opini. Laporan atas pengendalian intern harus mengungkapkan kelemahan dalam pengendalian intern atas pelaporan keuangan yang dianggap sebagai “kondisi yang dapat dilaporkan”. Dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara telah dicantumkan contoh kondisi-kondisi SPI yang tidak memadai yang dapat mempengaruhi terhadap opini hasil pemeriksaan, sebagai berikut: (1) tidak ada pemisahan tugas yang memadai sesuai dengan tujuan pengendalian yang layak, (2) tidak ada reviu dan persetujuan yang memadai untuk transaksi, pencatatan akuntansi atau output dari suatu sistem, (3) tidak memadainya berbagai persyaratan untuk pengamanan aktiva, (4) bukti kelalaian yang mengakibatkan kerugian, (5) kerusakan atau penggelapan aktiva, (6) bukti bahwa suatu sistem gagal menghasilkan output yang lengkap dan cermat sesuai dengan tujuan pengendalian yang ditentukan oleh entitas yang diperiksa, karena kesalahan penerapan prosedur pengendalian, (7) bukti adanya kesengajaan mengabaikan pengendalian intern oleh orang-orang yang mempunyai wewenang, sehingga menyebabkan kegagalan tujuan menyeluruh terhadap sistem tersebut, (8) bukti kegagalan untuk menjalankan tugas yang menjadi bagian dari pengendalian intern, seperti tidak dibuatnya rekonsiliasi atau pembuatan rekonsiliasi tidak tepat waktu, (9) kelemahan dalam lingkungan pengendalian, seperti tidak adanya tingkat kesadaran yang memadai tentang pengendalian dalam organisasi tersebut, (10) kelemahan yang signifikan dalam desain atau pelaksanaan pengendalian intern yang dapat mengakibatkan pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan yang berdampak langsung dan material atas laporan keuangan, dan (11) kegagalan untuk melakukan tindak lanjut dan membentuk sistem informasi pemantauan tindak lanjut yang secara sistematis dan tepat waktu memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam pengendalian intern yang sebelumnya telah diketahui. Masih terdapat satu hal lagi yang membuat SPI berpengaruh bagi pemberian opini yaitu bilamana pemeriksa BPK RI telah menemukan adanya temuan kelemahan pengendalian intern yang secara material berpengaruh pada kewajaran laporan keuangan, temuan tersebut telah disampaikan kepada entitas terperiksa bersama ikhtisar koreksi, namun entitas menolak untuk melakukan koreksi atau entitas bersedia melakukan koreksi namun BPK tetap tidak dapat meyakini kewajaran akun yang bersangkutan atau keseluruhan laporan keuangan berdasarkan koreksi tersebut. Oleh karena itu, sebagai langkah bijak kita bersama bahwasanya sekecil apapun temuan hasil pemeriksaan BPK RI, perlu segera mendapatkan tindak lanjut yang bukan hanya menjawab temuan, namun perlu meyakinkan pemeriksa bahwasanya kita telah berusaha maksimal menindaklanjuti temuan disertai dengan melampirkan buktibukti yang relevan, kompeten, cukup, dan memadai sesuai dengan temuan dimaksud. Semoga bermanfaat. [M. Noer Alya Fitra]. Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 25 Fokus Utama Membumikan SPIP dalam rangka Mewujudkan Kementerian Agama yang Bersih Oleh: Mohammad Fitri K Menteri Agama Suryadharma Ali Saat Memberikan Arahan dan Sambutan HAB Kemenag Ke-66 ementerian Agama (Kemenag) sudah dua kali mendapat opini wajar dengan pengecualian (WDP) atas pemeriksaan laporan keuangan oleh BPK RI Tahun 2009 dan 2010, Menteri Agama menargetkan opini yang lebih baik yakni wajar tanpa pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan (LK) Kemenag di tahun ini. Opini yang belum naik disebabkan pengendalian intern yang lemah sesuai dengan laporan BPK RI dalam LHA atas pemeriksaan laporan keuangan Kemenag tahun 2010. Kementerian/Lembaga Negara 26 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 yang memperoleh opini WTP pada umumnya memiliki pengendalian intern yang memadai. Namun masih banyaknya opini Tidak Memberikan Pendapat (disclaimer) dan Tidak Wajar (adverse) yang diberikan oleh BPK menunjukkan efektivitas SPI pemerintah belum optimal, masih banyak terdapat kelemahan dalam penyelenggaraan SPI. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) sebenarnya bukan sesuatu yang di awang-awang namun dengan pemahaman yang komprehensif SPIP dapat diwujudkan secara nyata dalam Fokus Utama sistem kinerja instansi pemerintah. Kita dan mengevaluasi di lingkungan kerja masingsering sekali dihadapkan pada suatu masing serta melaporkannya setiap tahun. pemahaman bahwa SPIP sulit diterapkan PMA ini juga mengatur peran Inspektorat dalam tataran praktis, bahkan banyak orang Jenderal untuk melakukan pengawasan menyebutnya SPIP hanya bahasa langit yang dalam rangka monitoring atas keberhasilan sulit dibumikan, padahal kenyataannya SPIP penyelenggaraan SPIP. Namun dalam PMA merupakan sistem yang biasa dipakai dalam ini belum merinci pedoman pelaksanaan siklus organisasi birokrasi. SPIP tidak hanya SPIP berupa langkah-langkah nyata dalam ada dalam tataran ideal dan diklat seperti penyelenggaraan SPIP pada setiap kegiatan yang dikatakan sebagian orang, namun yang dilakukan oleh unit kerja di lingkungan dapat dihadirkan dalam dunia nyata sebagai Kementerian Agama. pengawasan berjenjang sesuai dengan tugas Pengertian pengendalian manajemen dan fungsinya masing-masing. menurut general accounting office (GAO) Pengelolaan mencakup rencana dan penerapan organisasi dan proSistem Pengendalian Intern SPIP yang kuat dan sedur yang ditetapkan Pemerintah (SPIP) sebenarnya memadai pada untuk menjamin bahwa bukan sesuatu yang di awang-awang semua jenjang sumber daya digunakan namun dengan pemahaman yang birokrasi pemerintah sesuai ketentuan, sumkomprehensif SPIP dapat diwujudkan dan setiap lini ber daya dipelihara secara nyata dalam sistem kinerja pelaksanaan tugas agar terhindar dainstansi pemerintah. pegawai dapat ri pemborosan, kemenjadi jawaban hilangan dan pedari mimpi seorang nyalahgunaan, serta pemimpin instansi pengawasan, yaitu data yang andal dapat diperoleh, dipelihara suatu hari nanti dia menginginkan aparatur dan diungkapkan secara layak dalam pengawasan yang tetap bekerja profesional laporan. namun tidak membawa temuan yang Menurut American Institute of signifikan, sehingga dapat disimpulkan satker Certified Public Acountant (AICPA: 1949) yang dilakukan audit telah berkinerja baik pengendalian intern mencakup rencana dan bersih dari korupsi. organisasi, seluruh metode koordinasi dan Kementerian Agama telah ukuran yang digunakan dalam suatu usaha menetapkan Peraturan Menteri Agama atau bisnis untuk melindungi aset-asetnya, (PMA) Nomor 24 Tahun 2011 tentang memeriksa akurasi dan keandalan data Penyelenggaraan SPIP di lingkungan akuntansi, mendorong efisiensi kegiatan dan Kementerian Agama, dalam PMA ini dijelaskan kepatuhan terhadap kebijakan manajerial mengenai tanggung jawab pimpinan unit yang telah ditetapkan. Tujuan pengendalian kerja/instansi untuk menyelenggarakan SPIP intern dapat dikategorikan menjadi empat Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 27 Fokus Utama yaitu: 1) melindungi aset, 2) akurasi data, 3) efisiensi kegiatan, dan 4) kepatuhan terhadap kebijakan. SPIP yang dikembangkan di lingkungan pemerintah Indonesia berdasarkan PP No. 60 Tahun 2008 mengacu pada sistem COSO yang menganut 5 unsur pengendalian, yaitu: 1) lingkungan pengendalian (control environment), 2) Penilaian risiko (risk assesment), 3) aktivitas pengendalian (control activities), 4) informasi dan komunikasi, dan 5) pemantauan (monitoring). Dalam Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pasal 58 dinyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, presiden sebagai kepala pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintah secara menyeluruh. Kemudian diikuti oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menyelenggarakan SPI di bidang perbendaharaan. Dan menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran dan pengguna barang menyelenggarakan SPI di bidang pemerintahan masing-masing. Sesuai Peraturan Pemerintah tentang SPIP bahwa pimpinan satker wajib menerapkan sistem pengendalian dalam wilayah dan kewenangannya. Sedangkan di lingkungan Kemenag sesuai PMA Nomor 24 Tahun 2011 bahwa tanggung jawab pimpinan unit kerja untuk menyelenggarakan SPIP dan mengevaluasi serta melaporkannya setiap tahun. 28 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 Konsep pedoman dalam penyelenggaraan SPIP secara nyata dapat dilihat dalam lampiran PP 60/2008 yang merupakan langkah-langkah penerapan SPI pada instansi pemerintah. Dalam lampiran PP 60/2008 dijelaskan pengendalian kunci yang mencakup daftar uji pengendalian intern yang sumber utamanya adalah Internal Control Management and Evaluation Tool dari General Accounting Office (GAO). Intinya pengendalian kunci menjelaskan langkah-langkah mewujudkan SPIP secara nyata, berupa penjabaran dari 5 unsur SPIP. Pada dasarnya SPIP adalah tanggung jawab pimpinan sebagai bentuk tanggung jawab pimpinan sesuai dengan kewenangan masing-masing. Dari hasil evaluasi SPI oleh BPK RI bahwa Kementerian/Lembaga Negara yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan Wajar Dengan Pengecualian (WDP) pada umumnya memiliki pengendalian intern yang memadai. Namun masih banyaknya opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) dan Tidak Wajar (TW) yang diberikan oleh BPK menunjukkan efektivitas SPI pemerintah belum optimal. Kelemahan pengendalian intern atas pemerintah daerah sebagian besar disebabkan belum memadainya unsur lingkungan pengendalian dan kegiatan pengendalian. Kelemahan penerapan SPIP oleh unit kerja atau pimpinan instansi di lingkungan Kementerian Agama berdasarkan temuan hasil pemeriksaan BPK RI (BPK RI:2011) dan hasil audit atau monev Inspektorat Jenderal Kemenag, jika dikelompokan dalam dua kelompok besar, yaitu kelemahan Fokus Utama pengelolaan keuangan dan pengelolaan aset Kemenag; pengadaan barang belum Barang Milik Negara (BMN). didasarkan perencanaan yang memadai Kelemahan-kelemahan penerapan yang belum dapat dimanfaatkan satker; dan SPIP yang terjadi dalam lingkup pengelolaan pencatatan aset belum tertib, dan tidak ada keuangan antara lain adalah rangkap fungsi otorisasi pengeluaran BMN. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dengan Dari kelemahan-kelamahan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); KPA penerapan SPIP sebagaimana diuraikan mengintervensi PPK untuk menggunakan di atas, penulis menawarkan beberapa anggaran sesuai perintah KPA; tidak ada solusi dari kelemahan penerapan SPIP yang rekonsiliasi BKU dengan rekening koran dilaksanakan oleh satker Kemeneterian bank; pemeriksaan kas oleh atasan langsung Agama, guna mewujudkan Kemenag yang bendahara tidak dilakukan secara periodik; bersih dari penyimpangan dan praktek tidak ada otorisasi mekanisme penyaluran korupsi dengan cara: Pertama, fondasi bansos, verifikasi utama pengendalian penerima tidak ada, intern adalah Dari hasil evaluasi SPI oleh BPK RI ada penerima bansos pimpinan. maka bahwa Kementerian/Lembaga yang tidak memenuhi untuk mewujudkan Negara yang memperoleh opini kriteria, monev instansi yang bersih Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) bansos tidak ada; dari korupsi yang dan Wajar Dengan Pengecualian saldo bansos belum paling utama yaitu (WDP) pada umumnya memiliki dilakukan tindakan; keteladanan dari pengendalian intern yang memadai. dan pendapatan satker pimpinan, agar Badan Layanan Umum menggunakan (BLU) belum disahkan anggaran dan BMN oleh KPPN. tidak sesuai selera namun sesuai dengan Sedangkan kelemahan penerapan ketentuan dan aturan yang berlaku, sehingga SPIP dalam hal Pengelolaan BMN antara perlu dibuat SOP bidang keuangan dan BMN. lain terjadi pada Berita Acara Serah Terima Kedua, pimpinan setelah menganaliBarang (BAST) tidak dilakukan verifikasi, sis DIPA membuat rencana penggunaan seharusnya sebelum menerima barang dicek anggaran untuk satu tahun, triwulanan, dan jumlah dan spesifikasinya sesuai kontrak; membuat rencana kebutuhan barang, ATK petugas pengelola barang merangkap selama satu tahun, dengan melihat aspek petugas pendistribusian barang; barang resiko serta membuat jadwal pelaksanaan persediaan belum tertib, distribusi barang kegiatan berdasarkan kegiatan tahun belum dilakukan pencatatan yang memadai sebelumnya. disertai harga; aset tetap belum didukung Ketiga, melakukan pemisahan fungsi, prosedur verifikasi yang memastikan aset agar jabatan yang strategis dan rawan telah memenuhi kriteria untuk diakui masuk penyimpangan tidak dipegang oleh satu Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 29 Fokus Utama orang (jabatan rangkap) seperti pemisahan fungsi KPA dengan PPK, pemisahan petugas penerima barang dengan bagian distribusi barang. Keempat, diperlukan adanya sistem pelaporan dan evaluasi secara berjenjang sehingga jabatan yang lebih tinggi tidak melakukan intervensi kepada jabatan di bawahnya, seperti KPA mengintervensi PPK untuk menggunkan anggaran sesuai perintah KPA, serta pendelegasian wewenang yang tepat (right size) tidak terlalu luas namun tidak terkungkung. Kelima, melakukan pencatatan pelaksanaan kegiatan secara lengkap, seperti TOR. SK, materi narasumber, notulen, daftar hadir, foto kegiatan, dan kelengkapan lainnya, serta monitoring, supervisi pimpinan unit kerja terhadap pelaksanaan kegiatan. Setiap kegiatan ada harus dilakukan check and balance yang seimbang, seperti rekonsiliasi BKU dengan rekening koran bank, pengeluaran barang agar dilakukan otorisasi, konfirmasi data distribusi keberadaan BMN dengan bagian gudang/stock barang. sebelum menerima barang dan menandatangani Berita Acara Serah Terima Barang (BAST) terlebih dahulu dilakukan verifikasi dengan mengecek jumlah dan spesifikasinya sesuai kontrak. Keenam, melakukan penertiban administrasi keuangan dan BMN agar disusun berdasarkan mata anggaran, bulan dan tahun serta menyediakan alat penyimpanan uang dan barang yang aman, terkunci. Ketujuh, pimpinan unit kerja tidak sibuk dinas luar, agar lebih banyak berada di kantornya, melakukan pemeriksaan kas 30 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 bendahara secara periodik, mengevaluasi disiplin pegawai, memantau pelaksanaan tugas fungsi. Kedelapan, pemberian bantuan ditetapkan Juklak/Juknis, SOP mekanisme penyaluran bansos, memverifikasi kelayakan calon penerima, menetapkan kriteria penerima bantuan, berkoordinasi dengan instansi lain seperti kantor pos/bank dalam penyelesaian anggaran yang belum terserap dan melakukan monev atas efektivitas dan pemanfaatan bantuan. Kesembilan, satker BLU agar meningkatkan koordinasi dengan KPPN dan instansi lain terkait pengesahan Pendapatan satker BLU. Kesepuluh, membuat SOP prosedur verifikasi penginputan aset tetap yang telah memenuhi kriteria untuk diakui masuk aset Kemenag dan perencanaan pengadaan barang didasarkan pada kebutuhan, efektifitas dan kondisi objektif daerah. Pembinaan SDM pengelola keuangan dan BMN sesuai dengan bidangnya secara periodik. Beberapa solusi yang penulis tawarkan di atas merupakan pengalaman lapangan yang penulis dapatkan selama melakukan tugas pengawasan sebagai auditor Inspektorat Jenderal Kementerian Agama. [Mohamad Fitri]. Kelemahan penerapan SPIP dalam hal pengelolaan BMN antara lain terjadi pada Berita Acara Serah Terima Barang (BAST) yang tidak dilakukan verifikasi. Fokus Utama Pengaruh SPIP terhadap Korupsi di Lingkungan Kementerian Agama Oleh: Suparmono Kegiatan Orientasi Penyusunan LAKIP Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI M ungkinkah sistem ini dapat memberantas korupsi? Apakah ada pengaruh sistem ini terhadap pemberantasan korupsi di Kemenag? Pertanyaan ini selalu menjadi bahan pembicaraan kita semua bangsa yang ada di muka bumi ini, termasuk di Kementerian Agama. Seiring terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), secara otomatis pemerintah harus mampu mengawal dan menjalankan peraturan perundang-undangan ini. Hal ini merupakan tanggung jawab pemerintah dalam menjalankan amanat yang telah diberikan kepadanya. Tanggung jawab pemerintah di samping mengamankan peraturan pemerintah juga harus mampu mengimplementasikan serta menerapkan kepada seluruh komponen bangsa terutama kepada instansi pemerintah yang mengelola sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya lainnya termasuk sumber dana. Peraturan pemerintah ini lahir dengan harapan agar para pemimpin melakukan tugasnya dengan baik melalui dukungan dari bawahan atau staf yang digerakkan oleh para pimpinan suatu organisasi. Di samping itu, Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 31 Fokus Utama pimpinan dituntut pula untuk melakukan berani mengambil risiko sekalipun harus terobosan serta melakukan berbagai dipecat dari jabatannya. Pemimpin yang baik adalah inovasi untuk memajukan suatu organisasi melalui peran dan fungsinya, sehingga pemimpin yang selalu memanusiakan mampu menciptakan suasana organisasi manusia, maksudnya adalah bahwa sebagai yang harmonis dan pada akhirnya menjadi manusia mempunyai hak dan kewajiban serta organisasi yang dapat diandalkan dalam tanggung jawab yang tidak terlepas dalam mewujudkan suatu cita-cita dan semangat dirinya, mempekerjakan atau menempatkan yang digelorakan oleh para pembuat seorang staf/bawahan harus sesuai dengan keahliannya dan kompetensinya, jangan peraturan tersebut. Tidak dapat dipungkiri bahwa berdasarkan hawa nafsu dan emosi pimpinan, berapa banyak dana yang telah dikeluarkan atau semaunya pimpinan tanpa didasarkan untuk menghasilkan suatu keputusan kepada pendidikan dan ketrampilan, serta yang dikeluarkan oleh pemerintah. memberikan rewards and punishment, menghargai jerih Seandainya peraturan payah dan usaha pemerintah ini tidak Sesungguhnya substansi dari seorang bawahan/ berjalan dan tidak sistem pengendalian instansi pemerintah yang dibuat itu adalah Tone On The Top, staf dengan penuh diimplementasikan di mana pemimpin memegang peranan rasa bangga dan oleh para pemimpin yang terpenting dalam menyuarakan rasa syukur, bahwa setiap organisasi sekaligus melakukan tindakan suatu organisasi, sehingga tercapai secara optimal pekerjaannya telah diditingkat pusat maukerjakan dengan baik pun tingkat daerah, oleh bawahannya. maka peraturan ini Keterkaitan antara pengaruh sistem akan mati dengan sendirinya. Hidup matinya suatu organisasi itu tergantung dari peran pengendalian intern pemerintah terhadap pimpinan dalam menjalankan tugasnya dan korupsi di lingkungan Kementerian Agama adalah bahwa sistem tidak akan bisa berjalan kebijakan kebijakan yang diterapkannya. Sesungguhnya substansi dari dan efektif apabila seluruh komponen/ sistem pengendalian instansi pemerintah aparatur pemerintahan tidak bekerja dan yang dibuat itu adalah Tone On The Top, di mengimplementasikan secara baik dan mana pemimpin memegang peranan yang konsekuen. Hal ini dapat berjalan dan terlaksana terpenting dalam menyuarakan sekaligus melakukan tindakan suatu organisasi, dengan baik apabila didukung oleh sehingga tercapai secara optimal. Pemimpin pemimpin yang selalu menyuarakan dan yang baik adalah pemimpin yang tidak menjadi pelopor dalam mentaati aturan malu mengakui kesalahannya, walaupun itu yang harus dipatuhi bersama. Satu sisi, kesalahan yang dilakukan oleh bawahannya. bawahan harus patuh kepada aturan yang Bagaimanapun seorang pemimpin harus berlaku, sisi lain pihak atasan juga harus 32 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 Fokus Utama patuh serta menjalankan aturan yang telah intergritas yang telah ditetapkan; dan (7) dibuat, sekaligus memberikan contoh kepada apabila melanggar, siap menghadapi segala konsekuensinya. bawahannya. Tugas Inspektorat Jenderal Pimpinan harus memiliki sikap kerja yang menjadi contoh dan suri tauladan bagi atau nama lain yang secara fungsional staf atau bawahan, sikap kerja yang harus melaksanakan pengawasan intern melakukan dimiliki seorang pemimpin adalah selalu pengawasan terhadap seluruh kegiatan melaksanakan tugasnya dengan baik, dan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan konsisten dengan aturan yang telah disepakati fungsi kementerian negara/lembaga yang terutama kaitannya dengan pemberantasan didanai dengan Anggaran Pendapatan dan korupsi. Sebagaimana yang telah disepakati Belanja Negara (APBN). Sedangkan tugas dan tertulis dalam pakta integritas yang berisi Inspektorat Provinsi melakukan pengawasan pernyataan bahwa selaku pimpinan satker terhadap seluruh kegiatan dalam rangka harus: (1) bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan pelaksanaan DIPA sesuai dengan ketentuan kerja perangkat daerah provinsi yang didanai dengan Anggaran peraturan perundangKeterkaitan antara pengaruh sistem pengendalian Pendapatan dan undangan; (2) meintern pemerintah terhadap korupsi Belanja Daerah lakukan pengendadi lingkungan Kementerian Agama adalah bahwa sistem tidak akan bisa berjalan (APBD) provinsi, serta lian, akuntabilitas, dan efektif apabila seluruh komponen/aparatur pemerintahan tugas Inspektorat dan transparansi tidak bekerja dan mengimplementasikan Kabupaten/Ko-ta pelaksanaan DIPA; secara baik dan konsekuen melakukan pengawas(3) melaksanakan an terhadap seluruh akuntansi pelaporan keuangan yang memenuhi empat kegiatan dalam rangka penyelenggaraan aspek, yaitu kesesuaian dengan standar tugas dan fungsi satuan kerja perangkat akuntansi pemerintahan (SAP), kecukupan daerah kabupaten/kota yang didanai dengan pengungkapan, ketaatan terhadap peraturan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah perundang-undangan, dan efektifitas kabupaten/kota. Dengan diberlakukannya sistem penyelenggaraan sistem pengendalian intern (SPI); termasuk perbaikan sesuai saran Tim ini terhadap Kementerian Agama apabila Pendampingan Itjen Kementerian Agama dikaitkan dengan Kementerian yang RI; (4) memerintahkan seluruh pejabat dan bebas dari korupsi, maka ada lima sasaran karyawan yang ada di bawah pengawasannya yang dicanangkan pemerintah, yaitu: (1) untuk melaksanakan pakta intergritas secara Terwujudnya birokrasi yang bersih dan konsisten; (5) melaksanakan penyelesaian berwibawa, dengan upaya yang difokuskan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK RI secara pada pencegahan KKN melalui pembenahan efektif dan tepat waktu; (6) melaksanakan sistem pengelolaan anggaran, perbaikan pegawai, peningkatan pakta integritas berdasarkan modul pakta kesejahteraan Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 33 Fokus Utama pengawasan, dan penegakan aturan dari KKN diperlukan adanya semangat atau hukum. (2) Birokrasi yang efisien, efektif, cita-cita kearah yang lebih baik. Oleh karena dan produktif, kreatif, dan inovatif dengan itu, kita harus mampu menciptakan semangat mengurangi pemborosan keuangan Negara kerja atau etos kerja yang lebih baik dari melalui program program penghematan hari kemarin melalui campur tangan para pembiayaan birokrasi. (3) Birokrasi yang pimpinan serta memberikan suri tauladan, transparan dan akuntabel, yang difokuskan tingkah laku serta sikap yang santun, berlaku agar praktek penyelenggaraan urusan jujur dalam bertindak dan memberikan pemerintahan dan pelayanan umum dapat rewards and punishment terhadap bawahan diakses secara luas oleh masyarakat, sehing- apabila menjalankan tugas dengan baik. ga dapat mempersempit peluang KKN, serta Pemimpin jangan hanya dapat mengatakan dalam rangka pemberdayaan masyarakat. sesuatu itu baik, harus dilaksanakan, harus (4) Birokrasi yang amanah melayani, yang dikerjakan, harus diikuti , tetapi pimpinan dilakukan dengan itu sendiri tidak mengubah orientasi mau menjalankan Dalam rangka mendorong dan paradigma dan melaksanakan terwujudnya birokrasi yang pri- tata kelola pemerintahan yang bersih sebagaimana firman dan bebas dari KKN diperlukan mordial menjadi Allah dalam Al-Qur’an, adanya semangat atau cita-cita melayani masyarakat. “Kaburo maqtan kearah yang lebih baik. Oleh karena itu (5) Birokrasi yang indallahi an taqulu ma kita harus mampu menciptakan terdesentralisasi, la taf’alun,” artinya: semangat kerja atau etos kerja dengan manajemen besar dosanya di sisi yang lebih baik dari hari kemarin yang benar, diAllah yaitu orangbuat aturan agar orang yang dapat pimpinan lembaga berkata-kata tapi tidak mendelegasikan sebagian kewenangan dapat mengamalkan atau menjalankan. pengambilan keputusan kepada aparatur Kedua, terwujudnya sistem terdepan, sehingga pengambilan keputusan pengendalian yang baik maksudnya adalah administrasi pemerintahan dan pelayanan dengan adanya sistem pengendalian yang publik dapat dipersingkat dan dipercepat, baik dalam rangka mendukung terciptanya efektif, efisien, dan lebih produktif. sistem yang dapat dijalankan serta diterapkan Pengaruh SPIP dalam mewujudkan keseluruh lapisan masyarakat. Sistem ini Kementerian Agama bebas dari KKN memerlukan figur seorang pimpinan yang memerlukan tahapan dan langkah sebagai selalu menjadi tauladan baik di rumah berikut. Pertama, penciptaan tata kelola maupun di kantor hidup dengan penuh sapemerintahan yang bersih dan bebas KKN. haja, tidak glamour dan tidak suka berfoyaDalam rangka mendorong terwujudnya tata foya menghambur-hamburkan keuangan kelola pemerintahan yang bersih dan bebas negara yang bukan haknya. Pemimpin harus 34 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 Fokus Utama mampu menjadi tauladan dalam kehidupan sehari-hari bagi umatnya dan menjadi panutan serta diikuti dengan tingkah laku baik perkataan maupun perbuatan, sehingga menjadikan kehidupan ini seakan akan berada di dalam surga, ingin hidup selamanya di dunia walaupun itu tidak mungkin. Ketiga, terlaksananya penyelenggaraan haji yang bebas dari korupsi. Penyelengaraan haji yang sukses dan baik dapat memberikan kontibusi yang sangat berharga bagi Negara Indonesia, terutama di mata negara asing yang selalu mendiskreditkan Negara Indonesia yang kita cintai, dengan adanya pelaksanaan haji yang baik dan sukses menjadi cermin dan tolok ukur keberhasilan khususnya Kementerian Agama, dan umumnya bangsa Indonesia ini. Oleh karena itu diperlukan tanggungjawab semua pihak, baik aparatur pemerintah maupun swasta demi terwujudnya kinerja Kementerian Agama yang lebih baik dari sisi pelayanan maupun tanggungjawabnya, serta memberikan pelayanan yang semaksimal mungkin kepada calon jamaah haji. Para petugas haji hendaknya berorientasi semata mata karena tugas yang telah diamanatkan kepadanya, bekerja dengan baik, jujur, dan amanah serta disiplin serta mengharapkan ridho dari Allah SWT, bukan semata mata mencari uang. Menolong calon jam’ah haji yang perlu mendapatkan pertolongan dan bantuan, sehingga calon jama’ah merasa senang ditolong, dan itu semua supaya dikerjakan lillahi ta’ala. Keempat, pelayanan KUA yang transparan. KUA Kecamatan sebagai salah satu unit pelayanan publik dituntut mampu memberikan pelayanan masyarakat dengan optimal. Beban kerja yang besar meliputi beberapa aspek pelayanan masyarakat di bidang keagamaan memerlukan standar sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan yang memadai. Pelayanan yang ada di KUA meliputi pelayanan pernikahan, perwakafan, kemasjidan, bimbingan calon pengantin, pembinaan pengamalan agama, majlis ta’lim, pengukuran arah kiblat, sosialisasi produk halal, bimbingan manasik haji, serta pelayanan konsultasi keagamaan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2004 yakni Bagi para calon pengantin yang ingin menikah supaya melakukan pencatatan pernikahan yang lazim menurut ketentuan hanya Rp 30.000,kemudian agar disetorkan ke Kas Negara melalui bendahara pembantu di KUA kecamatan. Sebagai seorang pimpinan di suatu kementerian atau lembaga harus berani membuat kebijakan atau aturan yang tegas dan sanksi hukum yang berat bagi para pengelola keuangan yang melakukan penyimpangan dan merekayasa biaya-biaya yang tidak termasuk dalam peraturan ini, selanjutnya agar dilakukan pengawasan yang ketat terhadap pengelolaan keuangan dan dilakukan secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan laporan hasil keuangan tersebut kepada menteri. [Suparmono] Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 35 Pengawasan Penerapan SPIP sebagai Upaya Membangun Good Governance dan Clean Governance Oleh: Asep Komarudin Pelantikan Pejabat Eselon I dan II Di Lingkungan Kementerian Agama RI “...kejahatan terjadi bukan hanya karena ada niat pelaku, tetapi juga karena adanya kesempatan, waspadalah, waspadalah..!” K alimat pembuka di atas sudah tidak asing lagi dipendengaran kita semua, karena setiap hari “Pesan Bang Napi” tersebut selalu ditampilkan sebagai acara penutup penayangan berita kriminal “Sergap” yang disiarkan oleh stasiun televisi swasta. Menarik untuk mencermati pesan yang tekandung dalam kalimat tersebut, mengingat ada pesan moral bahwa perilaku 36 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 seseorang didasari dua faktor. Pertama, adanya niat yang tertanam dalam hati dan kedua adalah adanya kesempatan. Niat seseorang untuk berbuat sesuatu menjadi daya pendorong (spirit) bagi yang bersangkutan untuk konsisten melakukan atau memperjuangkan niatnya agar terwujud. Hambatan dan rintangan menjadi ajang pembelajaran untuk mencari jalan keluar terbaik. Faktor lain yang menjadi penentu keberhasilan niat seseorang, yaitu kesempatan yang tersedia. Bisa jadi, kesempatan yang terbuka untuk seseorang bisa menimbulkan niat untuk melakukan Pengawasan sebuah tindakan. Perpaduan adanya niat dan kesempatan menjadi kombinasi ideal untuk mewujudkan cita-cita dan harapan seseorang. Jika dihubungkan dengan tindak penyimpangan pada sebuah sistem pemerintahan, maka ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya sebuah penyimpangan tersebut. Sebagai contoh, bagaimanapun kuatnya sistem pengendalian yang telah diterapkan, tetapi jika ada oknum pegawai yang mempunyai niat curang, hendak mencari keuntungan pribadi atau kelompok, maka oknum tersebut selalu akan mencari celah kelemahan dari sistem yang ada. Juga sebaliknya, jika seseorang tidak ada niat untuk berbuat curang, tidak ada maksud melakukan tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), tetapi dikarenakan lemahnya sistem pengendalian, sangat memungkinkan lama kelamaan akan tergoda untuk berbuat pelanggaran. Apalagi jika ada niat dan lemahnya sistem pengawasan, maka yang terjadi adalah hancurnya institusi. Sebagai upaya pencegahan, kiranya perlu sebuah upaya konkrit untuk menghindari penyimpangan. Sebagai bentuk kepedulian pemerintah atas upaya perbaikan sistem birokrasi di Indonesia maka terbitlah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Perancangan PP tersebut diprakarsai oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai pelaksanaan dari pasal 58 ayat 2 sebagai turunan dari ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu: (1) Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh. (2) Sistem pengendalian intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Dalam ketentuan umum PP 60 tahun 2008 yang dimaksud SPIP adalah sistem pengendalian intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dengan demikian penyelenggaraan kegiatan pada suatu instansi pemerintah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban, harus dilaksanakan secara tertib, terkendali, serta efisien dan efektif. Untuk itu dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinan memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan pada suatu instansi pemerintah dapat mencapai tujuannya secara efisien dan efektif, melaporkan pengelolaan keuangan negara secara andal, mengamankan aset negara, dan mendorong ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sistem ini dikenal sebagai Sistem Pengendalian Intern yang dalam penerapannya harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi instansi pemerintah tersebut. Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) sebagaimana tertuang dalam pasal 3 ayat 1 PP nomor 60 tahun 2008 terdiri atas unsur-unsur; a) lingkungan pengendalian, b) penilaian resiko, c) kegiatan Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 37 Pengawasan pengendalian, d) informasi dan komunikasi, dan e) pemantauan pengendalian intern. Penerapan unsur-unsur SPIP tersebut dilaksanakan menyatu dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan instansi pemerintah. Adapun penjabaran dari lima unsur SPIP tersebut adalah sebagai berikut: pertama, lingkungan pengendalian (control environment). Lingkungan pengendalian dalam SPIP merupakan unsur dasar / fondasi bagi pembentukan unsur-unsur lainya, oleh karena itu fondasi dalam membangun SPIP harus kuat agar dapat menopang dan mendukung unsur-unsur lainnya sehingga apa yang diharapkan SPIP dapat terwujud. Pimpinan instansi pemerintah wajib menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan Sistem Pengendalian Intern dalam lingkungan kerjanya, melalui: penegakan integritas dan nilai etika, komitmen terhadap kompetensi, kepemimpinan yang kondusif, pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan, pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat, penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia, perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif; dan hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait. Kedua, penilaian risiko (risk assessment). Penilaian risiko dalam SPIP adalah usaha pemerintah untuk mengidentifikasi dan menganalisis risiko yang relevan dalam menyiapkan laporan keuangan 38 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Dalam PP 60 tahun 2008 pasal 13 ayat 1 dan 2 dijelaskan bahwa pimpinan instansi pemerintah wajib melakukan penilaian resiko, proses penilaian risiko tersebut bisa dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara mengidentifikasi risiko serta melakukan analisis resiko. Proses identifikasi resiko dilaksanakan dengan penggunaan metodologi yang sesuai dengan tujuan instansi pemerintah dan tujuan pada tingkatan kegiatan secara menyeluruh; menggunakan mekanisme yang memadai untuk mengenali risiko dari faktor eksternal dan faktor internal; dan menilai faktor lain yang dapat meningkatkan risiko. Sedangkan proses analisis Risiko dilaksanakan untuk menentukan dampak dari risiko yang telah diidentifikasi terhadap pencapaian tujuan Instansi Pemerintah. Dalam hal ini Pimpinan Instansi Pemerintah harus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menentukan tingkat risiko yang dapat diterima. Ketiga, kegiatan pengendalian (control activities). Kegiatan pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dibangun oleh pemerintah untuk mencapai tujuan laporan keuangan yang obyektif. Aktivitas pengendalian dapat digolongkan dalam pemisahan tugas yang memadai, otorisasi yang tepat atas transaksi dan aktivitas, pendokumentasian dan pencatatan yang cukup, pengawasan aset antara catatan dan fisik, serta pemeriksaan independen atas kinerja. Penyelenggaraan kegiatan pengendalian setidaknya memiliki karakteristik; pengendalian diutamakan pada kegiatan Pengawasan Suasana Rapat Pleno Kegiatan Penyempurnaan Penyusunan LAKIP Inspektorat Jenderal Kementerian Agama pokok instansi pemerintah, dikaitkan dengan proses penilaian resiko, disesuaikan dengan karakteristik instansi pemerintah tersebut, kebijakan dan prosedur harus ditetapkan secara tertulis, prosedur yang telah ditetapkan harus dijalankan, serta adanya evaluasi secara periodik terhadap pelaksanaan kegiatan pengendalian. Keempat, informasi dan komunikasi (information and communication). Informasi dan komunikasi dalam SPIP adalah metode yang dipergunakan untuk mengidentifikasi, mengumpulkan, mengklasifikasi, mencatat dan melaporkan semua transaksi entitas, serta untuk memelihara akuntabilitas yang berhubungan dengan aset. Transaksitransaksi harus memuaskan dalam hal eksistensi, kelengkapan, ketepatan, klasifikasi, tepat waktu, serta dalam posting dan mengikhtisarkan. Kelima, pemantauan pengendalian Intern. (monitoring). Pemantauan pelak- sanaan SPIP dilaksanakan secara periodik (berkelanjutan), pemantauan tersebut meliputi penilaian atas kualitas kinerja pengendalian intern untuk menentukan apakah operasi pengendalian memerlukan modifikasi atau perbaikan. Pemantauan secara periodik diselenggarakan melalui kegiatan pengelolaan rutin, supervisi, pembandingan, rekonsiliasi, dan tindakan lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas. Tujuan dari adanya SPIP sebagaimana tertuang pada pasal (2) PP 60 tahun 2008 adalah untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundangundangan. Alasan yang melandasi kenapa auditor atau lembaga pemeriksa hanya memberikan keyakinan yang memadai bukan keyakinan yang mutlak dikarenakan Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 39 Pengawasan adanya keterbatasan kemampuan, kesalahan manusia, pertimbangan yang keliru juga diduga adanya kolusi. Kementerian Agama sebagai sebuah institusi pemerintah mempunyai kewajiban untuk menerapkan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) di lingkungan unit kerjanya. Hal ini dimaksudkan untuk tercapainya maksud dan tujuan serta visi dan misi institusi tersebut sebagai pelayan masyarakat. Serta yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana Kementerian Agama bisa menjalankan prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara yang dikelolanya. Sebagai komitmen akan prinsip dimaksud, maka Menteri Agama menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 24 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan Kementerian Agama. Secara substansi, PMA Nomor 24 Tahun 2011 tersebut dari maksud dan tujuannya tidak jauh berbeda dengan peraturan dan undang-undang di atasnya, yaitu bagaimana menciptakan sebuah sistem pengendalian di sebuah instansi pemerintah guna tercapainya tujuan organisasi secara efektif dan efesien. Hanya saja PMA sebagai peraturan teknis tentunya mengatur secara rinci hal-hal teknis penyelenggaraan dan pelaksanaan SPIP pada unit kerja terbatas. Sebagai jaminan keberhasilan penyelenggaraan SPIP, PMA Nomor 24 memberikan tugas khusus pada Inspektorat Jenderal untuk memantau/mengawasi penyelenggaraan SPIP ini, sebagaimana tertuang pada pasal 8 ayat 1 dan 2. Bahwa dalam rangka keberhasilan penyelenggaraan 40 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 SPIP, Inspektorat Jenderal melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan SPIP pada unit kerja mandiri. (ayat 2) pengawsan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lainnya. Dengan adanya peraturan ini, maka Inspektorat Jenderal mempunyai peran sangat penting dalam mengawasi ketataatan dan kepatuhan berbagai satuan kerja di bawah Kementerian Agama, terutama yang termasuk Unit Kerja Mandiri. Yang dimaksud Unit Kerja Mandiri adalah Unit Eselon I dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang merupakan entitas akuntansi sebagai unit akuntansi keuangan dan unit akuntansi barang yang wajib menyelenggarakan sistem akuntansi instansi, (lihat PMA nomor 24 tahun 2011 pasal 1 poin 4). Setelah menerapkan SPIP dengan baik dan benar diharapkan tidak lantas menurunkan kehati-hatian dan kewaspadaan. Karena Kewaspadaan merupakan sebuah upaya preventif dalam menghindari atau mencegah terjadinya sebuah kejahatan sekaligus bisa menjadi pencegah niat oknumoknum yang tidak bertanggung jawab. Semoga pesan “Bang Napi” bisa menjadi perhatian kita bersama. Wallahu ‘alam. [Asep Komarudin] Alasan yang melandasi kenapa auditor atau lembaga pemeriksa hanya memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakinan yang mutlak. Dikarenakan adanya keterbatasan kemampuan, kesalahan manusia, pertimbangan yang keliru juga diduga adanya kolusi. Pengawasan Anomali Makna Gratifikasi Oleh: Moch. Rofiq U Peserta Kegiatan Penyusunan Instrumen Pemantuan Inspektorat Jenderal Kementerian Agama ndang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memaknai gratifikasi sebagai setiap pemberi hadiah, janji atau suap kepada Pegawai Negeri Sipil atau Penyelenggara Negara dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah, janji atau suap dianggap melekat pada jabatan atau kedudukannya tersebut. Penjelasan pasal tersebut menyatakan bahwa gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (potongan harga), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Black’s Law Dictionary memberikan pengertian gratifikasi atau gratification adalah sebagai “a voluntarily given reward or recompense for a service or benefit” yang dapat diartikan “sebuah pemberian yang diberikan atas diperolehnya suatu bantuan atau keuntungan”. Gratifikasi berasal dari bahasa belanda, gratikatie, yang kemudian diadopsi menjadi bahasa Indonesia yang berarti Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 41 Pengawasan hadiah. Istilah gratifikasi yang dalam bahasa Inggris disebut gratification adalah istilah yang muncul di negara-negara Anglo Saxon dan Eropa Kontinental. Istilah gratification muncul karena sulitnya pembuktian mengenai suap (bribery). Sebelumnya, gratification lebih dikenal dengan kata gift (pemberian). Namun, gratification dan gift memang hampir memiliki pengertian yang sama, padahal terdapat perbedaan di antara keduanya. Secara kontekstual, dapat dijelaskan pengertian gratifikasi (gratification) dan pemberian (gift). Gift adalah perpindahan sesuatu (barang atau uang) dari seseorang pada orang lain tanpa pamrih atau mengharap imbalan. Sedangkan gratification adalah upah atau imbalan dari seseorang (pemberi) kepada orang lain (penerima) tanpa diminta atau diperjanjikan terlebih dahulu, atas suatu pelayanan atau keuntungan yang didapat oleh pemberi. Gratifikasi merupakan bentuk khusus dari gift. Yang membedakan antara gratifikasi dan pemberian adalah latar belakangnya. Perpindahan sesuatu (barang atau uang) dari pemberi kepada penerima yang terjadi dalam suatu pemberian tidak dilatarbelakangi hal tertentu, namun perpindahan sesuatu (barang atau uang) dari pemberi kepada penerima yang terjadi dalam gratifikasi dilatarbelakangi oleh keuntungan yang didapat oleh pemberi walaupun imbalan atau upah yang diberikan dalam gratifikasi bukan hal yang diperjanjikan atau dipersyaratkan terlebih dahulu. Adapun suap adalah suatu upah yang diberikan atau suatu janji yang ditawarkan dengan tujuan agar si penerima 42 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 (orang yang memiliki jabatan atau posisi penting) berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya atau aturan dan mengarahkan perbuatannya supaya sesuai dengan kehendak Si pemberi suap tersebut. Sehingga substansi suap bergerak dinamis mempengaruhi keputusan pejabat dan atau akan membuat komitmen-komitmen langsung yang disepakati atau diinginkan oleh pengusaha kepada pejabat tertentu yang memiliki kewenangan dalam membuat kebijakan tertentu. Sementara gratifikasi tidak demikian, karena dalam bahasa yang populer, dapat dikatakan ”menanam jasa busuk”. Sehingga pemberian-pemberian yang dilakukan oleh pengusaha kepada pejabat, termasuk kepada keluarganya, tidak diikuti dengan komitmen-komitmen khusus dan tertentu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, gratifikasi diartikan sebagai pemberian hadiah uang kepada pegawai di luar gaji yang ditentukan. Sedangkan dalam kamus hukum, gratifikasi yang berasal dari bahasa Belanda, gratificatie, atau bahasa Inggrisnya, gratification diartikan sebagai hadiah uang. Berdasarkan kedua pengertian tersebut, ada beberapa catatan. Pertama, baik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) maupun kamus hukum, gratifikasi diartikan sebagai pemberian hadiah berupa uang. Kedua, pengertian gratifikasi dalam kedua kamus tersebut bersifat netral. Artinya, tindakan gratifikasi bukanlah merupakan suatu perbuatan tercela atau makna suatu perbuatan yang negatif. Ketiga, obyek gratifikasi dalam pengertian menurut KBBI jelas ditujukan Pengawasan kepada pegawai, sementara dalam kamus keras dan kepada pelaku diberikan sanksi hukum, obyek gratifikasi tidak ditentukan. cukup berat, karena akan mempengaruhi Dalam konteks hukum pidana, khususnya pejabat dalam menjalankan tugas dan yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, pengambilan keputusan rentan menimbulkan pengertian gratifikasi tidak sama persis ketidakseimbangan dalam pelayanan publik. dengan apa yang tertera dalam KBBI maupun Bahkan di kalangan privat pun larangan kamus hukum. Istilah gratifikasi secara jelas juga diberikan. Sebagai contoh, pimpinan dan gamblang kita temukan dalam Pasal stasiun televisi swasta melarang dengan 12B dan Pasal 12C Undang-undang Nomor tegas reporter atau wartawannya menerima 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah uang dan barang dalam bentuk apapun diubah dengan Undang-undang Nomor 20 dari siapapun dalam menjalankan tugas Tahun 2001 tentang pemberitaan. Karena Pemberantasan Tinitu, gratifikasi harus Pemberian hadiah sebagai suatu dak Pidana Korupsi dilarang bagi birokrat perbuatan atau tindakan seseorang yang memberikan sesuatu (Tipikor). dengan disertai (uang atau benda) secara tulus kepada orang lain tentu saja Gratifikasi sanksi yang berat diperbolehkan. Namun jika pemberian tersebut dengan harapan dapat diartikan po(denda uang atau untuk dapat mempengaruhi keputusan atau kebijakan dari pejabat yang sitif atau negatif. pidana kurungan atau diberi hadiah, maka pemberian itu tidak hanya sekadar ucapan selamat Gratifikasi dinilai penjara) dan harus atau tanda terima kasih. positif manakala dikenakan kepada pemberian hadiah kedua pihak (pemberi dilakukan dengan niat yang tulus dari dan penerima). seseorang kepada orang lain tanpa pamrih. Praktik korupsi pada masa Artinya, pemberian dalam bentuk “tanda sekarang mengalami perkembangan terima kasih” tanpa mengharapkan balasan dengan munculnya praktik-praktik baru apapun. Sebaliknya, gratifikasi negatif yang berusaha memanfaatkan celah atau adalah pemberian hadiah dilakukan dengan kelemahan berbagai peraturan perundangtujuan pamrih. Pemberian jenis terakhir undangan yang ada. Pemberian hadiah ini telah membudaya di kalangan birokrat seringkali kita anggap hanyalah sebagai suatu dan pengusaha, karena adanya interaksi ucapan terimakasih atau ucapan selamat kepentingan. Dengan demikian, gratifikasi kepada seorang pejabat. Tapi bagaimana jika tidak selalu mempunyai arti jelek, namun pemberian itu berasal dari seseorang yang harus dilihat dari kepentingan gratifikasi. Akan memiliki kepentingan terhadap keputusan tetapi dalam praktik seseorang memberikan atau kebijakan pejabat tersebut? Bagaimana sesuatu, tidak mungkin dapat dihindari tanpa jika nilai dari pemberian hadiah tersebut di adanya pamrih. atas nilai kewajaran? Apakah pemberian Di negara-negara maju, pemberian hadiah tersebut tidak akan mempengaruhi gratifikasi kepada kalangan birokrat dilarang integritas, independensi dan objektivitas Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 43 Pengawasan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan, sehingga dapat menguntungkan pihak lain atau diri sendiri? Pemberian hadiah sebagai suatu perbuatan atau tindakan seseorang yang memberikan sesuatu (uang atau benda) secara tulus kepada orang lain tentu saja diperbolehkan. Namun jika pemberian tersebut dengan harapan untuk dapat mempengaruhi keputusan atau kebijakan dari pejabat yang diberi hadiah, maka pemberian itu tidak hanya sekadar ucapan selamat atau tanda terima kasih. Namun sebagai suatu usaha untuk memperoleh keuntungan dari pejabat atau pemeriksa yang akan mempengaruhi integritas, independensi dan objektivitasnya, maka hal itu merupakan suatu tindakan yang tidak dibenarkan dan hal ini termasuk dalam pengertian gratifikasi. Sampai di sini, muncul pertanyaan terkait gratifikasi sebagai pemberian hadiah atau tanda terimakasih dalam bentuk cendera mata yang diterima oleh seorang pejabat atau Pegawai Negeri Sipil. Misalnya, seorang auditor/pemeriksa menerima hadiah sebagai tanda terima kasih ataupun pemberian fasilitas lainnya dari auditi. Apa itu dapat dibenarkan? Untuk menjaga kredibilitas seorang auditor/pemeriksa, perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan gratifikasi? Apa pula yang menjadi dasar dari penggolongan suatu pemberian dikategorikan sebagai gratifikasi atau tidak? Gratifikasi sebagai Tindak Pidana Korupsi Untuk mengetahui seperti apa gratifikasi disebut sebagai kejahatan korupsi, perlu dilihat rumusan Pasal 12B Ayat (1) 44 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001. “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya”. Jika dilihat dari rumusan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu gratifikasi atau pemberian hadiah berubah menjadi suatu yang perbuatan pidana suap khususnya pada seorang penyelenggara negara atau Pegawai Negeri Sipil yaitu jika pada saat penyelenggara negara atau Pegawai Negeri Sipil tersebut melakukan tindakan menerima suatu gratifikasi atau pemberian hadiah dari pihak manapun sepanjang pemberian tersebut diberikan berhubungan dengan jabatan ataupun pekerjaannya. Salah satu kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat adalah pemberian tanda terimakasih atas jasa yang telah diberikan oleh petugas, baik dalam bentuk barang atau uang. Hal ini dapat menjadi suatu kebiasaan yang bersifat negatif dan dapat mengarah menjadi potensi perbuatan korupsi di kemudian hari. Potensi korupsi inilah yang berusaha dicegah oleh peraturan dan perundang-undangan. Oleh karena itu, berapapun nilai gratifikasi yang diterima seorang penyelenggara negara atau Pegawai Negeri Sipil, bila pemberian itu patut diduga berkaitan dengan jabatan/kewenangan yang dimiliki, maka sebaiknya penyelenggara negara atau Pegawai Negeri Sipil tersebut segera melaporkannya pada KPK untuk dianalisis lebih lanjut. Sebelum lahir UU Tipikor, delik suap Pengawasan diatur dalam UU Nomor 11 tahun 1980 dan KUHP Pasal 209, Pasal 210, Pasal 418, 419 dan Pasal 420, kemudian permasalahan korupsi merupakan extraordinary crime and public enemy yang telah mereduksi diri secara normatif menjadi UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi. Tidak semua gratifikasi bertentangan dengan hukum dan dianggap suap. Dengan kata lain, setiap pemberian/penerimaan orang/ badan hukum, batasan gratifikasi yang legal dan ilegal, pengecualian dimaksud terpisah dengan delik suap dan delik gratifikasi sebagaimana diatur UU Nomor 31 ahun 1999 Jo UU Nomor 20 Tahun 2001 terdapat Pasal 5 Ayat (2) Jo Pasal 6 Ayat (2). Pasal 11 lebih tegas diatur dalam Pasal 12b Ayat (1), bahwa setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut: Pertama, nilainya Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi. Kedua, nilainya kurang dari Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum pada penjelasan Pasal 12b Ayat 1. Di situ dijelaskan, gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Berdasarkan konstruksi kedua pasal tersebut, ada beberapa catatan yang perlu dipahami. Pertama, gratifikasi pada dasarnya bukanlah suatu tindak pidana. Kedua, gratifikasi baru dianggap sebagai tindak pidana, dalam hal ini dipersamakan dengan suap, apabila berhubungan dengan jabatan dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Tegasnya, jika gratifikasi tidak berhubungan dengan jabatan dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, gratifikasi tersebut adalah perbuatan yang sah menurut hukum. Sebagai contoh, banyak pejabat negara di Indonesia yang berasal dari kalangan akademisi. Ketika memberikan kuliah atau sebagai pembicara dalam seminar yang tidak ada kaitannya dengan kewajiban atau tugasnya, lantas mendapatkan honor, tentu penerimaan honor tersebut adalah gratifikasi yang sah menurut hukum pidana. Ketiga, semangat para pembentuk undang-undang perihal gratifikasi yang dianggap sebagai suap adalah gratifikasi kepada pejabat negara dengan kewajiban untuk melaporkan setiap pemberian yang dianggap ada kaitannya dengan jabatan atau yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya kepada KPK terlepas dari apakah pemberian tersebut akan dimiliki atau tidak. Keempat, terdapat alasan penghapus tuntutan pidana jika penerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan atau berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya melaporkan hal tersebut kepada KPK dalam Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 45 Pengawasan jangka waktu 30 hari. Kelima, salah satu tersebut diberikan sebagai akibat atau kelemahan dalam pasal gratifikasi yang disebabkan karena telah melakukan atau dipersamakan dengan suap ini adalah tidak tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya ada ancaman pidana bagi yang memberikan yang bertentangan dengan kewajibannya. gratifikasi. Padahal, secara teori, jika Keempat, ada maksud menguntungkan diri gratifikasi yang berkaitan dengan jabatan dan sendiri atau orang lain secara melawan hukum, berlawanan dengan tugas atau kewajibannya atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya dipersamakan dengan suap, tidak mungkin memaksa seseorang memberikan sesuatu, ada penerima suap tanpa ada pemberi suap. membayar, atau menerima pembayaran Menurut ajaran kausalitas dalam hukum dengan potongan, atau untuk mengerjakan pidana, pemberi suap adalah causa proxima sesuatu bagi dirinya sendiri. Kelima, pada waktu menjalankan (sebab mutlak) adanya tugas, meminta, penerima suap. menerima, atau Sanksi pidana Praktik gratifikasi atau pemberian m e m o t o n g yang menerima hadiah di kalangan masyarakat pembayaran kepada gratifikasi dapat tidak dilarang tetapi perlu pegawai negeri dijatuhkan bagi pediperhatikan adanya sebuah atau penyelenggara rambu tambahan yaitu larangan gawai negeri atau bagi Pegawai Negeri Sipil/ negara yang lain penyelenggara negara Penyelenggara Negara untuk atau kepada kas manakala melakukan menerima gratifikasi yang umum, seolah-olah beberapa hal. dapat dianggap suap. pegawai negeri Pertama, menerima atau penyelenggara hadiah atau janji negara yang lain padahal diketahui atau kas umum atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan tersebut mempunyai utang kepadanya, karena kekuasaan atau kewenangan yang padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan berhubungan dengan jabatannya, atau yang merupakan utang. Keenam, pada waktu menjalankan menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, jabatannya. Kedua, menerima hadiah atau atau penyerahan barang, seolah-olah janji, padahal diketahui atau patut diduga merupakan utang kepada dirinya, padahal bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan diketahui bahwa hal tersebut bukan untuk menggerakkan agar melakukan atau merupakan utang. Ketujuh, pada waktu tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak yang bertentangan dengan kewajibannya. Ketiga, menerima hadiah, padahal pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan diketahui atau patut diduga bahwa hadiah perundang-undangan, telah merugikan orang 46 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 Pengawasan yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Kedelapan, baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak benar bila Pasal 12B dalam Undangundang Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 telah melarang praktik gratifikasi atau pemberian hadiah di Indonesia. Sesungguhnya, praktik gratifikasi atau pemberian hadiah di kalangan masyarakat tidak dilarang tetapi perlu diperhatikan adanya sebuah rambu tambahan yaitu larangan bagi Pegawai Negeri Sipil/Penyelenggara Negara untuk menerima gratifikasi yang dapat dianggap suap. Bentuk-bentuk Gratifikasi Gratifikasi, hadiah, pemberian atau apapun namanya sebagaimana telah dijelaskan di atas ada dalam berbagai macam bentuk. Contoh pemberian yang dapat digolongkan sebagai gratifikasi, antara lain: pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu, hadiah atau sumbangan dari rekanan yang diterima pejabat pada saat perkawinan anaknya, pemberian tiket perjalanan kepada pejabat/pegawai negeri atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma, pemberian potongan harga khusus bagi pejabat/pegawai negeri untuk pembelian barang atau jasa dari rekanan, pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat/pegawai negeri, pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari rekanan, pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat/pegawai negeri pada saat kunjungan kerja, pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat/pegawai negeri pada saat hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya. Berdasarkan contoh di atas, pemberian yang dapat dikategorikan sebagai gratifikasi adalah pemberian atau janji yang mempunyai kaitan dengan hubungan kerja atau kedinasan dan/atau semata-mata karena keterkaitan dengan jabatan atau kedudukan pejabat/pegawai negeri dengan Si pemberi. Sementara bentuk-bentuk gratifikasi lainnya, dapat diungkap di sini. Pertama, pembiayaan kunjungan kerja lembaga legislatif, karena hal ini dapat memengaruhi legislasi dan implementasinya oleh eksekutif. Kedua, cenderamata bagi guru (PNS) setelah pembagian rapor/kelulusan, pungutan liar di jalan raya dan tidak disertai tanda bukti dengan tujuan sumbangan tidak jelas. Ketiga, perjalanan wisata bagi bupati menjelang akhir jabatan. Keempat, pembangunan tempat ibadah di kantor pemerintah. Kelima, hadiah pernikahan untuk keluarga PNS yang melewati batas kewajaran. Keenam, pengurusan KTP/SIM/Paspor yang dipercepat dengan uang cara memungut tambahan. Ketujuh, mensponsori konferensi internasional tanpa menyebutkan biaya perjalanan yang transparan dan kegunaannya, adanya penerimaan ganda, dengan jumlah tidak masuk akal.[Moch. Rofiq] Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 47 Pengawasan Beban Kerja Guru Madrasah dalam Perspektif Pengawasan Oleh: Edi Sunanto U Irjen Kemenag Mundzier Suparta Saat Memberikan Arahan dan Sambutan Workshop Jurnalistik Tim Informasi Publik Itjen (TIPI) Kementerian Agama RI ndang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1 menyebutkan, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan sertifikat pendidik yang diperoleh melalui sertifikasi. Sejalan dengan arah reformasi birokrasi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama telah melakukan proses pengaturan beban kerja 48 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 guru. Dengan lahirnya peraturan baru yaitu PP Nomor 74 Tahun 2008 tentang guru telah menjadi dasar lahirnya Permendiknas Nomor 39 Tahun 2009 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan Pengawas Satuan Pendidikan. Permendiknas Nomor 39 Tahun 2009 telah menjadi dasar lahirnya Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor Dj.I/ Dt.I.I/158/2010, yang pada dasarnya telah membuka harapan baru untuk meningkatkan kapasitas tugas guru di masa depan. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 35 Ayat (2) menyatakan bahwa beban kerja guru mengajar sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan sebanyakbanyaknya 40 (empat puluh) jam tatap muka Pengawasan dalam satu minggu. Ketentuan beban kerja Dj.I/Dt.I.I/158/2010, dan Permendikbud guru ini diperjelas lagi dalam PP Nomor 74 Nomor 30 Tahun 2011 tentang Perubahan Tahun 2008 tentang Guru, Pasal 52 Ayat atas Permendiknas Nomor 39 Tahun 2009 (2) yang menyatakan bahwa beban kerja tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan guru mengajar paling sedikit memenuhi Pengawas Satuan Pendidikan, bagi guru 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan madrasah diharapkan dapat memenuhi paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap beban kerja minimal 24 JTM per minggu, muka dalam satu minggu pada satu atau meskipun dengan kondisi kelebihan guru lebih satuan pendidikan yang memiliki dalam mata pelajaran tertentu. izin pendirian dari pemerintah pusat atau Dalam Keputusan Direktur Jenderal pemerintah daerah. Pendidikan Islam Nomor Dj.I/Dt.I.I/158/2010, Namun, dalam praktik di lapangan, beban kerja kumulatif minimal guru RA/ banyak madrasah yang belum menerapkan Madrasah adalah 24 Jam Tatap Muka (JTM) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 dan maksimal adalah 40 JTM per minggu tentang Guru dan Dosen sebagaimana dalam dengan ketentuan sekurang-kurangnya 6 Pasal 35 Ayat (2). Hal ini disebabkan karena JTM di antaranya harus sesuai dengan nama banyak madrasah yang mata pelajaran yang belum sepenuhnya tercantum dalam Tidak sedikit madrasah yang memiliki memahami dan Sertifikat Pendidik kelebihan guru untuk mata pelajaran tertentu sesuai dengan latar belakang melaksanakan yang dimiliki dan sertifikat pendidiknya. Hal ini tentunya Undang-undang dilaksanakan pada menjadi problem tersendiri bagi Nomor 14 Tahun satuan administrasi madrasah untuk mengatur jam tatap muka guru-guru tersebut 2005 dan peraturan pangkal (Satminkal). pelaksanaannya, atau Satminkal di sini disebabkan karena maksudnya RA terdapat kelebihan jumlah guru pada suatu (Raudlatul Athfal)/Madrasah yang menjadi madrasah dibandingkan dengan jumlah tempat penugasan bagi PNS/CPNS atau RA/ rombongan belajar (rombel) yang dimiliki, Madrasah yang menjadi tempat penugasan serta tugas tambahan guru belum dihitung bagi PNS/CPNS diangkat sebagai Guru Tetap. sebagai jam tatap muka. Selebihnya dapat dialokasikan dengan Tidak sedikit madrasah yang memiliki pemberian tugas-tugas tambahan. Tugas kelebihan guru untuk mata pelajaran tambahan yang dapat dihitung sebagai beban tertentu sesuai dengan latar belakang kerja adalah sebagai berikut: sertifikat pendidiknya. Hal ini tentunya Pertama, bimbingan belajar menjadi problem tersendiri bagi madrasah (pembelajaran ko-kurikuler) yang diberikan untuk mengatur jam tatap muka guru-guru kepada peserta didik secara terstruktur, tersebut. Namun dengan lahirnya Keputusan terjadwal atau klasikal, termasuk bimbingan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor baca tulis Al-Qur’an untuk mata pelajaran Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 49 Pengawasan Al-Qur’an Hadits diperhitungkan maksimal diperbolehkan dibimbing oleh satu orang dua JTM per minggu. Kedua, tugas mengajar guru, dan setiap guru hanya diperbolehkan pada program kelompok belajar Paket menjadi pembimbing untuk satu bentuk A, Paket B, dan Paket C yang sesuai atau kegiatan ekstra kurikuler. Bentuk kegiatan serumpun dengan nama mata pelajaran yang ekstra kurikuler yang dapat dihitung sebagai tercantum dalam Sertifikat Pendidik yang JTM antara lain: Palang Merah Remaja (PMR), Olimpiade/Lomba Mata Pelajaran, dimiliki. Ketiga, tugas tambahan sebagai Olahraga, Kesenian, Karya Ilmiah Remaja Kepala RA/TK/Madrasah/Sekolah pada (KIR), Keagamaan Islam, Pasukan Pengibar satminkal disetarakan dengan 18 (delapan Bendera (Paskibra), Pecinta Alam, Jurnalistik/ belas) JTM. Keempat, tugas tambahan sebagai Fotografi, dan Usaha Kesehatan Sekolah Wakil Kepala RA/TK/Madrasah/Sekolah pada (UKS). Sehubungan dengan hal tersebut di Satminkal disetarakan dengan dua belas atas, kepala madrasah JTM. Kelima, tugas perlu menetapkan tambahan sebagai beban kerja untuk Ketua Program Lahirnya Permendikbud Nomor 30 Tahun 2011 tentang Perubahan tiap guru, berbentuk Keahlian, Kepala atas Permendiknas Nomor 39 Surat Keterangan Perpustakaan, Tahun 2009 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan Pengawas Melaksanakan Tugas Kepala Laboratorium, Satuan Pendidikan, tentu semakin memberikan kemudahan bagi guru untuk (SKTM) yang diketahui Bengkel, atau Unit memenuhi beban kerja minimal 24 JTM dan disetujui oleh Produksi pada Sat[Jam Tatap Muka] per minggu. pengawas. Adapun minkal disetarakan bukti bahwa beban dengan dua belas JTM. Keenam, tu-gas tambahan se-bagai Wali Kelas kerja guru telah terpenuhi minimal 24 JTM, pada Satminkal disetarakan dengan enam perlu ditetapkan melalui Surat Keterangan JTM. Ketujuh, tim teaching (pembelajaran Beban Kerja (SKBK). Namun dengan bertim). Kedelapan, bimbingan pengayaan ketentuan bahwa SKBK diterbitkan oleh dan remedial maksimal diperhitungkan dua Kepala Madrasah Negeri yang bersangkutan JTM per minggu untuk satu mata pelajaran. bagi guru madrasah PNS yang ditugaskan Bimbingan pengayaan dan remedial pada Madrasah Negeri (yang juga merupakan yang dapat dihitung sebagai JTM adalah satuan kerja). Sedangkan SKBK yang bimbingan yang dilakukan secara terjadwal diterbitkan oleh Kepala Kantor Kementerian melalui penugasan oleh Kepala Madrasah Agama Kabupaten/Kota mesti memenuhi kriteria sebagai berikut: dan disetujui oleh Pengawas. Pertama, guru RA/Madrasah yang Kesembilan, pembinaan kegiatan ekstra kurikuler maksimal diperhitungkan berstatus PNS Kementerian Agama yang dua JTM per minggu dengan ketentuan ditugaskan pada RA/Madrasah Swasta. Kedua, setiap bentuk kegiatan ekstra kurikuler hanya guru RA/Madrasah yang berstatus guru PNS 50 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 Pengawasan pada instansi lain yang ditugaskan pada RA/ Madrasah swasta. Ketiga, guru RA/Madrasah yang berstatus bukan PNS, tetapi merupakan Guru Tetap yang bertugas pada RA/Madrasah Swasta atau Madrasah Negeri. SKTM dan SKBK wajib dibuat tiap semester atau dua kali dalam satu tahun pelajaran sebagai salah satu bukti terpenuhinya beban kerja guru minimal 24 JTM per minggu. Selain dilengkapi dengan adanya SKTM dan SKBK bagi tiaptiap guru, tugas tambahan guru yang dapat dihitung sebagai JTM seperti bimbingan belajar, bimbingan pengayaan dan remedial, serta pembinaan kegiatan ekstrakurikuler yaitu jika dapat dibuktikan dengan adanya Surat Keputusan Kepala Madrasah tentang Pembagian Beban Kerja Guru, jadwal kegiatan, program kegiatan, dan laporan pelaksanaan kegiatan. Guru yang tidak dapat memenuhi beban kerja minimal 24 JTM per minggu pada Satminkal dapat diberi tugas mengajar pada satuan pendidikan formal yang bukan satuan administrasi pangkalnya, baik negeri maupun swasta. Tugas mengajarnya yaitu sebagai guru kelas atau guru mata pelajaran yang sesuai dengan sertifikat pendidiknya. Pemberian tugas belajar pada satuan pendidikan lain diterbitkan melalui Keputusan Kepala Kantor Kementerian Agama kabupaten/kota untuk madrasah negeri. Lahirnya Permendikbud Nomor 30 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Permendiknas Nomor 39 Tahun 2009 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan Pengawas Satuan Pendidikan, tentu semakin memberikan kemudahan bagi guru untuk memenuhi beban kerja minimal 24 JTM [Jam Tatap Muka] per minggu. Dalam Permendikbud Nomor 30 Tahun 2011, bagi madrasah yang dalam keadaan kelebihan guru untuk mata pelajaran tertentu, dapat memenuhi beban kerja minimal 24 JTM. Hal ini dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, mengajar mata pelajaran yang paling sesuai dengan rumpun mata pelajaran yang diampunya dan atau mengajar mata pelajaran lain yang tidak ada guru mata pelajarannya pada satuan administrasi pangkal atau satuan pendidikan lain. Kedua, menjadi guru bina atau guru pamong pada sekolah terbuka. Ketiga, menjadi guru inti/instruktur/tutor pada kegiatan Kelompok Kerja Guru/Musyawarah Guru Mata Pelajaran (KKG/MGMP). Meskipun dengan lahirnya Permendikbud Nomor 30 Tahun 2011 telah membawa angin segar bagi madrasah untuk menata dan merencanakan kembali beban kerja guru, namun permasalahan kelebihan guru untuk mata pelajaran tertentu pada suatu madrasah tidak dapat dianggap sebelah mata. Oleh karena itu, diharapkan seluruh Kementerian Agama kabupaten/kota harus melakukan perencanaan kebutuhan dan redistribusi guru dengan baik. Dengan adanya perencanaan kebutuhan dan redistribusi guru yang baik, serta adanya kemudahan-kemudahan untuk pemenuhan kekurangan beban kerja guru dengan pemberian tugas-tugas tambahan yang dapat dihitung sebagai JTM, diharapkan pada tahun 2012 ini tidak ada lagi temuan terkait dengan kekurangan beban kerja guru minimal 24 JTM per minggu. [Edi Sunanto] Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 51 Pengawasan Manajemen Pendidikan yang Bebas Korupsi Oleh: Rusdi Pembekalan Calon Auditor Inspektorat Jenderal Kementerian Agama M encerdaskan kehidupan bangsa merupakan amanat dari founding father dan merupakan cita-cita berbangsa dan bernegara yang di tuangkan di alinea IV Pembukaan UUD 1945 serta di jabarkan dalam UUD 1945 hasil amandeman di Pasal 28C Ayat 1 sebagai landasan yuridis formalnya. Langkah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa di indonesia dilaksanakan dengan mendirikan layanan pendidikan. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan 52 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 Nasional sebagai dasar hukum dan dasar pelaksanaan pendidikan di Indonesia telah membagi satuan pendidikan menjadi tiga satuan pendidikan, yaitu: pendidikan formal, pendidikan non-formal, dan pendidikan informal. Kementerian Agama sebagai salah satu departemen yang menyelenggarakan pendidikan juga harus melaksanakan Undangundang ini. Praktis setelah Pengadilan Agama diambil alih oleh Mahkamah Agung tinggal KUA (Kantor Urusan Agama), penyelenggaraan haji dan bidang pendidikan Islam serta pendidikan tinggi yang menjadi Pengawasan “garapan” Kementerian Agama yang menjadi Kedelapan, memposisikan pejabat pendidikan andalannya. Akhir-akhir ini muncul wacana dari mereka yang profesional. Kesembilan, pencatatan nikah juga akan “diakuisisi” oleh rekrutmen tenaga guru harus profesional Kantor Catatan Sipil, penyelenggaraan haji dan kompeten. Kesepuluh, memberikan dan umroh akan dikelola oleh badan swasta tunjangan layak hidup bagi guru yang masuk serta pendidikan di lingkungan Kementerian purna tugas. Kesebelas, mengarahkan Agama akan diambil alih oleh Kementerian siswa ke pendidikan yang sesuai dengan Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) potensinya. Idealnya pendidik mengajar mata maka apabila wacana ini menjadi aksi nyata secara otomatis garapan Kementerian Agama pelajaran yang sesuai dengan keahlian atau hanya bimbingan masyarakat beragama latar belakang pendidikan yang dimilikinya. Selama ini di lembaga pendidikan yang bera(Bimas) dan balai penelitian agama. Khusus dalam bidang pendidikan da di lingkungan Kementerian Agama masih terdapat isu-isu kritis apabila tidak segera ada tenaga pendidik yang mengajar bidang dibenahi maka tidak mungkin pendidikan di studi yang tidak sesuai dengan latar belakang lingkungan Kementerian Agama akan sangat pendidikannya (mismatch teacher). Kasus tertinggal dari Kementerian Pendidikan dan seperti ini seharusnya tidak terjadi karena Kebudayaan dan akhirnya wacana pendidikan bertentangan dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun di Kementerian 2005 tentang Standar Agama diambil alih Idealnya pendidik mengajar Nasional Pendidikan oleh Kementerian mata pelajaran yang sesuai dengan Bab IV Pasal 29 ayat Pendidikan dan keahlian atau latar belakang 3 dan 4 dijelaskan, Kebudayaan akan pendidikan yang dimilikinya. tenaga pendidik pada menjadi kenyataan level SMP/MTs dan bukan sekedar waSMA/MA atau bentuk cana. Uno mengatakan bahwa sebelas lain yang sederajat memiliki kualifikasi isu kritis dalam pendidikan yang harus akademik pendidikan minimum diploma dipertimbangkan. Pertama, guru harus empat (D-IV) atau sarjana (S1), latar belakang profesional. Kedua, melakukan perubahan pendidikan tinggi harus sesuai dengan bidang atas kesalahan pendidikan. Ketiga, studi yang diajarkan, dan sertifikasi profesi kelayakan mengajar dan kesejahteraan guru. guru untuk SMA/MA. Mulyasa mengatakan bahwa Keempat, efisiensi pemanfaatan anggaran pendidikan. Kelima, depolitisasi kebijakan kualifikasi guru adalah tingkat pendidikan pendidikan. Keenam, restrukturisasi minimal yang harus dipenuhi oleh guru yang organisasi. Ketujuh, kenaikan gaji guru dibuktikan dengan ijazah/sertifikat keahlian PNS, kenaikan gaji diharapkan mempunyai yang relevan sesuai dengan perundangefek pada peningkatan kualitas guru. undangan yang berlaku. Persyaratan ini Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 53 Pengawasan mutlak harus dipenuhi karena berkaitan dengan tugas profesi pendidik. Prof. Mappanganro menambahkan, guru (baca pendidik) yang profesional harus memberikan bimbingan kepada siswa (baca peserta didik) untuk mendapatkan pengalaman yang sifatnya kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan. Pemerintah dan khususnya Kementerian Agama sejauh ini telah melakukan perubahan-perubahan pendidikan walaupun belum signifikan. Perubahan-perubahan itu antara lain dalam bidang kesejahteraan tenaga pendidik. Tenaga pendidik non PNS selama ini sudah mendapatkan BKG (Bantuan Kesejahteraan Guru) yang besarnya Rp. 200.000,-/bulan. Jumlah tersebut walaupun belum memadai setidaknya salah satu isu kritis dalam dunia pendidikan di lingkungan Kementerian Agama sudah mulai dibenahi. Sedangkan tenaga pendidik yang PNS di Kementerian Agama sudah mulai ikut sertifikasi guru. Isu kritis yang lain yang harus mendapat perhatian Kementerian Agama adalah memposisikan pejabat pendidikan dari mereka yang profesional. Salah satu pejabat dalam dunia pendidikan adalah kepala sekolah/madrasah dan pengawas sekolah. Kepala madrasah dan pengawas sekolah selama ini mekanisme pengangkatannya oleh kepala Kankemenag atau kepala Kanwil Kemenag sebagai wakil Kementerian Agama pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota masih ada unsur like or dislike bukan berdasarkan kapabilitas dan kualitas sehingga banyak pengaduan 54 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 masyarakat yang menyangkut kinerja, manajerial, profesionalitas, dan kompetensi sosial dari kepala sekolah/madrasah. Pengaduan masyarakat yang menyangkut kepala sekolah/madrasah ini terkait dengan penyalahgunaan DIPA, penyalahgunaan BOMM (Bantuan Operasional Manajemen Mutu), penyalahgunaan BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan Penyalahgunaan BSM (Bantuan Siswa Miskin), pemungutan biaya pendidikan tanpa musyawarah dengan komite sekolah. Kasus-kasus yang diadukan masyarakat sebagai stakeholder pendidikan ibarat gunung es yang tentunya pada tataran bawah jumlahnya sangat mungkin lebih banyak baik yang menyangkut kompetensi manajerial, administrasi maupun kompetensi sosial (kepemimpinan). Terkait benar tidaknya pengaduan masyarakat yang menyangkut kepala sekolah/madrasah tersebut sudah seharusnya Kementerian Agama harus membuat sistem pengendalian intern dan mekanisme seleksi calon kepala sekolah/ madrasah, pelatihan dan pengangkatan sebagaimana yang telah dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Bagaimanakah kapabilitas dan kualitas manajerial kepala sekolah/madrasah yang seharusnya? Bagaimanakah mekanisme pengangkatan kepala sekolah/madrasah di lingkungan Kementerian Agama? Menurut Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah/Madrasah pada Bab I pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa Kepala sekolah/ madrasah adalah guru yang diberi tugas tambahan untuk memimpin Taman Kanak- Pengawasan Kanak/Raudhotul Athfal (TK/RA), Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB), Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK), atau Sekolah Menengah Atas luar biasa (SMALB) yang bukan sekolah bertaraf internasional (SBI) atau yang tidak dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional (SBI). Pasal 1 Ayat 1 di atas secara implisit mengandung arti Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010 juga berlaku bagi Kementerian Agama sebagai penyelenggara pendidikan, bahkan secara eksplisit pada Pasal 1 Ayat 13 disebutkan bahwa direktorat yang bertanggung jawab pada bidang pendidikan adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama sesuai kewenangannya. Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010 mengandung tafsir hukum bahwa kepala sekolah adalah guru yang mendapat tugas tambahan sebagai pimpinan sekolah sehingga harus mempunyai kompetensi manajemen, profesionalitas, kepribadian dan perencanaan serta jiwa kepemimpinan. Kepala sekolah harus mempunyai nilai plus dari guru lain karena akan membawa gerbong mutu sekolah ke arah yang lebih baik. Hal ini sejalan dengan regulasi Permendiknas Nomor 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/ Madrasah yang menetapkan ada lima kompetensi yang harus dimiliki seorang guru untuk bisa diangkat menjadi kepala sekolah, yakni kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi, dan kompetensi sosial. Kompetensi kepribadian mengharuskan kepala sekolah memiliki akhlak mulia dan Temu Wicara Auditor Inspektorat Jenderal Kementerian Agama Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 55 Pengawasan bisa menjadi teladan, memiliki integritas I adalah seleksi administrasi kemudian kepribadian sebagai pemimpin dan memiliki seleksi tahap II akademik. Pada tahap seleksi kapabilitas intelektual dalam menghadapi administrasi dan seleksi akademik ini amat setiap permasalahan. disayangkan belum ada peraturan/keputusan Kompetensi manajerial menuntut menteri maupun dirjen sebagai aturan baku kepala sekolah harus mampu menyusun sebagai pengendalian intern. perencanaan sekolah (RAPBS, DIPA), mampu Seharusnya Permendiknas Nomor 13 mengembangkan organisasi sekolah, mampu Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/ memimpin sekolah secara optimal, mampu Madrasah memuat syarat untuk mendapat menciptakan budaya dan iklim sekolah sertifikat kepala sekolah/madrasah dengan yang kondusif untuk pembelajaran, mampu lulus seleksi administrasi, sedangkan syarat mengelola tenaga pendidik dan tenaga administrasi yang harus dipenuhi seharusnya administrasi, mampu mengelola peserta didik, calon kepala sekolah harus pernah menjabat kurikulum, keuangan, sarana dan prasarana. sebagai wakil kepala sekolah/madrasah Kompetensi kewi-rausahaan mengha-ruskan (waka) pada 4 bidang struktur organisasi kepala sekolah bisa sekolah, yaitu wakil menciptakan inovasi kepala sekolah/ Kompetensi sosial mengharuskan yang berguna bagi madrasah bidang kepala sekolah memiliki kecerdasan pengembangan kurikulum (waka bid sosial dan emosional yang tinggi sehingga mampu menjalin kerjasama sekolah dan strategi kurikulum), wakil dan menjalin hubungan dengan dalam mencapai kepala sekolah/ berbagai pihak. tujuan sekolah. madrasah bidang Kompetensi kesiswaan (waka bid supervisi dipersyaratkan kepala sekolah harus kesiswaan), wakil kepala sekolah/madrasah bisa merencanakan, melaksanakan, dan bidang sarana dan prasarana (waka bid menindaklanjuti program supervisi akademik sarpras) dan wakil kepala sekolah/madrasah dalam rangka peningkatan profesionalisme bidang hubungan masyarakat (waka bid guru. Kompetensi sosial mengharuskan humas). Hal ini dikarenakan calon kepala kepala sekolah memiliki kecerdasan sosial sekolah yang lulus seleksi dan diangkat dan emosional yang tinggi sehingga mampu menjadi kepala sekolah/madrasah selain menjalin kerjasama dan menjalin hubungan tugas pokoknya mendidik juga sebagai dengan berbagai pihak. manajer. Tugas dari manajer tentunya menjadi Semangat Permendiknas Nomor 28 perencana (planning), mengorganisasi satuan Tahun 2010 yang terbit pada 28 Oktober pendidikan yang di dalamnya ada tenaga 2010 tersebut merupakan penjaminan mutu pendidik, tenaga administrasi dan peserta kepala sekolah sehingga setiap calon kepala didik, menjadi leader dalam aksi mencapai sekolah/madrasah harus mengikuti seleksi. visi sekolah/madrasah dan mengontrol segala Seleksi tersebut melalui dua tahapan, tahap hal yang berkaitan dengan pembelajaran. 56 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 Pengawasan Pada tahap seleksi akademik 4, yaitu sanguin, plegmatik, melankolik, dan karena belum diatur secara baku oleh kholeric. Manusia yang bertipe kholericlah Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010 yang mempunyai potensi kepemimpinan maupun oleh Keputusan Menteri (Kepmen) dan ini jumlahnya hanya 25% dari populasi dan Keputusan Dirjen sebagaimana hierarki sehingga hanya dengan psikotes potensi perundang-undangan maka setiap daerah tersebut dapat diketahui. Setelah tahap seleksi administrasi kabupaten/kota mengintepretasikan sendiri- sendiri. Biasanya daerah kabupaten/kota dan dan akademik dinyatakan lulus maka calon provinsi menunjuk panitia seleksi terdiri dari kepala sekolah/madrasah mengikuti diklat pengawas sekolah dan dewan pendidikan. (pendidikan dan pelatihan) selama 100 Beberapa daerah tahap seleksi akademik jam tatap muka sesuai dengan amanat ini dilaksanakan dengan ujian tertulis bagi Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010 Pasal 7 calon kepala sekolah/madrasah, pemaparan Ayat 2. Beberapa provinsi hal ini dilaksanakan paper atau makalah yang berkaitan dengan dengan diklat selama dua minggu dan perencanaan sekolah, inovasi pendidikan calon kepala sekolah yang akan mengikuti diklat dipungut biaya antara 5-7 juta rupiah. dan kurikulum. Pada Apabila tahap diklat ini tahapan ini biasanya dinyatakan lulus maka calon kepala sekolah Pengangkatan kepala sekolah/madrasah calon kepala sekolah/ yang kurang kreatif harus lepas dari kepentingan politik, madrasah harus meakan “bermain” deobyektif berdasarkan kualifikasi dan ngikuti “magang” ngan panitia seleksi kapabilitas menjadi kepala sedan memaparkan kolah/madrasah makalah atau paselama dua bulan per bukan orisinil karya sendiri. Seleksi akademik dilakukan dan baru kemudian diterbitkan sertifikat untuk menilai potensi kepemimpinan dan kepala sekolah. Kewenangan pengangkatan penguasaan awal terhadap kompetensi kepa- kepala sekolah/madrasah di lingkungan la sekolah/madrasah sebagaimana amanat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dari Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010 menjadi kewenangan pembina kepegawaian Pasal 5 Ayat 3. Seleksi akademik ini seharusnya daerah, dalam hal ini adalah gubernur atau ditambah dengan psikotes sehingga bupati/walikota sebagaimana amanat UU dapat diketahui potensi kepemimpinan Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan calon kepala sekolah/madrasah karena Daerah dan UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang ada istilah “seorang pemimpin dilahirkan Pokok-pokok Kepegawaian. Mekanisme pengangkatan kepala bukan diciptakan”. Hal ini mengandung arti pendidikan hanya sebagai pendukung sekolah/madrasah di lingkungan Kementerian dari potensi kepemimpinan. Sebagaimana Agama calon kepala sekolah/madrasah diketahui karakter manusia dibagi menjadi yang lulus seleksi administrasi dan seleksi Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 57 Pengawasan akademik langsung diberikan sertifikat kepala sekolah/madrasah dan diangkat menjadi kepala sekolah tanpa melalui jenjang diklat kepala sekolah/madrasah terlebih dahulu apalagi praktik kerja lapangan (magang) selama tiga bulan. Hal inilah yang mengakibatkan banyak kepala sekolah/ madrasah di lingkungan Kementerian Agama “gagap” dalam menjalankan jabatannya. Idealnya kepala sekolah/madrasah sebelum memangku jabatan harus mengikuti diklat terlebih dahulu. Materi atau kurikulum diklat sebaiknya gabungan dari materi diklatpim dan diklat teknis administrasi sehingga kepala sekolah/madrasah di lingkungan Kementerian Agama tidak “gagap jabatan”. Penggabungan materi diklat ini tentu saja tidak akan menyalahi PP Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil yang telah dijabarkan dengan KMA No. 01 Tahun 2003 tentang Pedoman dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Agama. Pengangkatan kepala sekolah/ madrasah harus lepas dari kepentingan politik, obyektif berdasarkan kualifikasi dan kapabilitas bukan berdasarkan kedekatan dengan pengawas sekolah, Kasi Mapenda dan Kepala Kankemenag serta bukan berdasar atas rekomendasi partai politik tertentu sehingga pengangkatannya harus diatur secara baik dan mementingkan asas peningkatan mutu pendidikan bukan asas politik dan nepotisme buta. Kementerian Agama sebagai salah satu kementerian yang menyelenggarakan pendidikan harus membuat standar baku 58 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 sebagai sistem pengendalian intern yang mengatur mekanisme seleksi calon kepala sekolah/madrasah, pelatihan manajerial dan administrasi serta mekanisme pengangkatan kepala sekolah/madrasah. Calon kepala sekolah/madrasah idealnya pernah menjabat sebagai wakil kepala sekolah/madrasah pada empat bidang struktur organisasi. Calon kepala sekolah/madrasah idealnya harus lulus psikotes untuk mengetahui karakter kepemimpinan dan mendapatkan pelatihan kepemimpinan dan pelatihan teknis administrasi. Kepala sekolah/madrasah dari lembaga pendidikan atau yayasan pendidikan yang dikelola oleh masyarakat (sekolah/ madrasah swasta) yang berafiliasi dengan Kementerian Agama sebaiknya diberi pelatihan kepemimpinan dan pelatihan teknis administrasi oleh Balai Pelatihan di tingkat Kanwil Kementerian Agama di masingmasing provinsi sebagai peningkatan mutu madrasah. [Rusdi] Kementerian Agama sebagai salah satu kementerian yang menyelenggarakan pendidikan harus membuat standar baku sebagai sistem pengendalian intern yang mengatur mekanisme seleksi calon kepala sekolah/madrasah, pelatihan manajerial dan administrasi serta mekanisme pengangkatan kepala sekolah/ madrasah. Opini Membangun Komunikasi Efektif dalam Kinerja Tim Oleh: Achmad Fahroji S Sidak Irjen Kemenag Mundzier Suparta di Perpustakaan MAN 7 Jakarta alah satu komponen penting dalam membangun sebuah team work yang baik adalah adanya komunikasi yang efektif dalam tim tersebut. Komunikasi dapat memperkuat ataupun memperlemah bahkan menghancurkan sebuah tim. Good communication can build up a team, bad one can break it. Komunikasi yang baik dapat membangun kekuatan sebuah tim, sedangkan komunikasi yang buruk dapat menghancurkannya. Sekalipun secara rinci tim tidak sama dengan kelompok (group), namun secara garis besar keduanya dapat diberikan pengertian yang sama. Menurut Hughes, Ginnett, dan Curphy, tim (group) adalah sekumpulan orang yang terdiri dari dua orang atau lebih yang saling melakukan interaksi sedemikian rupa sehingga seorang anggota dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh anggota tim yang lain. Dari pengertian tersebut diketahui ada dua aspek yang sangat erat kaitannya dengan studi tentang kepemimpinan, yaitu: pertama, terdapat konsep hubungan timbal balik antaranggotanya, yang dengan demikian arah komunikasi bercorak multidimensional; kedua, para anggota tim saling melakukan interaksi dan saling mempengaruhi. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan audit maka keterkaitan dan kerjasama pada sebuah tim mutlak dibutuhkan, bahkan untuk hal-hal yang bersifat individual pun tetap memerlukan sebuah tim agar dapat berinteraksi dan berfungsi secara baik. Sehingga ketua tim harus bisa bertanggung jawab untuk dapat menggerakkan anggota Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 59 Opini timnya. Dengan demikian ketua tim harus mampu menjalankan fungsi kepemimpinan agar dapat merealisasikan tujuan organisasi melalui orang lain, yakni para anggota timnya untuk mencapai tujuan tertentu. Prioritas utama sebuah tim adalah untuk belajar berfungsi seefektif dan seefisien mungkin, sehingga secara individu dan bersama-sama, anggota tim itu dapat meraih sasaran yang tepat. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat meraih kesuksesan tanpa bekerjasama dengan orang lain. Konsep Komunikasi Ada lima komponen atau unsur penting dalam komunikasi yang harus kita perhatikan. Kelima unsur tersebut adalah: pengirim pesan (sender), pesan yang dikirimkan (message), bagaimana pesan tersebut dikirimkan (communication channel), penerima pesan (receiver), dan umpan balik (feedback). Pesan tersebut disampaikan melalui suatu media komunikasi, sehingga dapat diterima dengan baik oleh Si penerima, dan menghasilkan umpan balik yang berguna bagi Si pengirim pesan. Yang dimaksud media komunikasi di sini bukan hanya berupa percakapan secara langsung dengan menggunakan suatu bahasa yang dapat dimengerti, melainkan segala hal yang dapat membuat individu saling berinteraksi dan saling mengerti mengenai pesan apa yang akan disampaikan, sehingga tidak terjadi salah penafsiran mengenai isi dari pesan tersebut. Media komunikasi tersebut bisa juga berupa isyarat melalui gerakan tubuh, morse, maupun melalui alat bantu seperti surat, gambar, serta alat bantu 60 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 visual lainnya. Membangun Tim yang Efektif Bagaimana membangun tim yang efektif, apakah tim yang mampu memberikan kontribusi besar terhadap organisasi? Jawabannya adalah apa manfaat membangun tim yang efektif? Robert B. Maddux dalam bukunya Team Building mengatakan bahwa manfaat membangun tim yang efektif adalah sebagai berikut: Pertama, dengan adanya tim maka sasaran yang realistis ditentukan, dan dapat dicapai secara optimal. Kedua, anggota tim dan pemimpin tim memiliki komitmen untuk saling mendukung satu sama lain agar tim berhasil. Ketiga, anggota tim memahami prioritas anggota lainnya dan dapat saling membantu satu sama lain. Keempat, komunikasi bersifat terbuka, diskusi cara kerja baru atau memperbaiki kinerja lebih berjalan secara baik, karena anggota tim terdorong untuk lebih memikirkan permasalahannya. Kelima, pemecahan masalah lebih efektif karena kemampuan tim lebih memadai. Keenam, umpan balik kinerja lebih memadai karena anggota tim mengetahui apa yang diharapkan dan dapat membandingkan kinerja mereka terhadap sasaran tim. Ketujuh, konflik diterima sebagai hal yang wajar, dan dianggap sebagai kesempatan untuk menyelesaikan masalah. Melalui diskusi tersebut konflik bisa diselesaikan secara maksimal. Kedelapan, keseimbangan tercapainya produktivitas tim dengan pemenuhan kebutuhan pribadi. Kesembilan, tim dihargai atas hasil yang sangat baik, dan setiap Opini anggota dipuji atas kontribusi pribadinya. Ke- secara positif tanpa melibatkan kebencian sepuluh, anggota kelompok termotivasi untuk individu. Keempat, para anggota dan pemimpin mengeluarkan ide-idenya dan mengujinya serta menularkan dan mengembangkan tim bersedia berbagi ilmu, pengetahuan, potensi dirinya secara maksimal. Kesebelas, informasi dan ketrampilan agar seluruh tim anggota kelompok menyadari pentingnya memiliki kemampuan yang sama. Dalam hal disiplin sebagai kebiasaan kerja dan ini tidak terjadi penonjolan pribadi. Kelima, menyesuaikan perilakunya untuk mencapai apabila terjadi pendapat mereka akan duduk standar kelompok. Kedua belas atau yang bersama dan memecahkan permasalahan yang akan dengan terakhir adalah angkepala dingin dan gota kelompok lebih memecahkan berprestasi dalam Komunikasi yang baik dapat masalah secara bekerjasama dengan membangun kekuatan sebuah tim, terbuka. Keenam, tim dan tim lainnya. sedangkan komunikasi yang buruk pembagian dan Dari uraian dapat menghancurkannya. pendelegasian di atas dapat ditanggungjawab simpulkan, bahwa dengan orang-orang banyak keuntungan bekerja dalam tim dibandingkan dengan yang bekerja secara mandiri tetapi tetap bekerja secara individu. Sehingga kerja tim dalam kerangka kerjasama. Ketujuh, berbagai (team work) sangat disarankan agar hasilnya saran untuk memperbaiki kinerja organisasi diterima dengan baik, walaupun berasal dari lebih maksimal. Wandi. S. Barata dan Pius M. anggota tim yang lain. Kedelapan, seluruh Sumaktoyo dalam bukunya yang berjudul anggota tim tidak ragu-ragu mengambil Mencapai Sasaran melalui Kerjasama Tim inisiatif dan tindakan yang diperlukan, tanpa telah mengulas tentang ciri-ciri tim efektif merasa cemas akan suara menentang. sebagai berikut: Pertama, tim merupakan kumpulan orang-orang yang bekerja sama Prinsip dan Teknik Berkomunikasi Komunikasi efektif dapat berlangsung dengan tujuan tertentu, demi mencapai sasaran-sasaran yang jelas dengan diketahui dengan baik apabila didukung oleh berbagai oleh semua anggota tim dalam suasana saling faktor. Diantaranya adalah kita faham tentang mempercayai dan penuh percaya diri serta prinsip-prinsip serta teknik berkomunikasi mengutamakan unjuk kerja. Kedua, dalam secara efektif. Dalam hal ini ada dua prinsip suatu tim yang efektif anggota kelompok dalam komunikasi efektif antara lain dapat bersedia menerima berbagai perbedaan dan kita tinjau dari beberapa hal: Pertama, prinsip berbicara efektif. sumbangan pemikiran serta masing-masing individu memiliki peran yang berbeda-beda. Prinsip ini lebih menekankan bagaimana Ketiga, pemecahan masalah dilaksanakan berbicara dapat mempengaruhi orang lain. Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 61 Opini Ses Itjen Kemenag Maman Taufiqurohman Saat Memberikan Materi pada Acara Penyusunan Instrumen Pemantauan Inspektorat Jenderal Kementerian RI Artinya proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan secara verbal, sampai pada sasaran. Indikasinya adalah jelas artikulasinya, hemat katakata, bahasa yang mudah dimengerti, suara yang enak untuk didengar dan dirasakan. Selanjutnya dapat dikatakan efektif apabila: menarik untuk didengar, sasaran tercapai (instruktif, informatif, ajakan atau himbauan, argumentatif dan klarifikatif). Teknik berbicara yang efektif dapat dilakukan sebagai berikut; menarik nafas dalam-dalam sebelum memulai berbicara, mengatur volume bicara agar lebih keras dari biasanya. Caranya dengan mengatur, agar suara dapat didengar oleh jajaran orang yang duduk atau berdiri paling jauh dari tempat kita berbicara. Menggunakan kata-kata sehari-hari, yang dikenal oleh pendengar. Orang akan tertarik pada pembicaraan yang menggunakan kata-kata yang akrab ditelinganya daripada kata-kata yang tidak dimengerti (misalnya istilah-istilah dalam 62 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 bahasa asing). Dan melayangkan pandangan ke seluruh pendengar. Kedua, mendengar dengan aktif. Ada ungkapan yang mengatakan kalau kita ingin didengar orang maka belajarlah menjadi pendengar yang baik. Tampaknya ungkapan ini sangat sesuai dengan bahasan ini. Mendengar adalah hal yang utama dalam berkomunikasi, mendengar dengan aktif berarti mendengar untuk mengerti apa yang dikatakan dibalik pesan. Ada beberapa tips untuk mendengar secara aktif yaitu: mendengar dengan aktif sambil menangkap ungkapan non verbal sebaik isyarat atau petunjuk verbal. Artinya, pada saat mendengarkan dengan aktif, penerima akan mendapatkan umpan balik dengan menguraikan sendiri melalui katakatanya tentang pesan yang disampaikan oleh pengirim, dan mengulang kembali dengan caranya sendiri. Penerima pesan mengecek kembali, yaitu apa yang ada dibalik pesan yang diterimanya untuk mengerti pesan apa yang sesungguhnya diterima. Gambaran Opini perilaku, ini merupakan gambaran individual yang sangat spesifik, kegiatan pengamatan kepada orang lain tanpa membuat keputusan atau generalisasi tentang latar belakang, orangnya atau sifatnya. Teknik mendengar efektif dapat membantu dan memastikan para komunikator mempunyai informasi yang akurat. Memastikan bahwa kualitas informasi yang baik tidak hanya merupakan tantangan dalam komunikasi. Keduanya baik pengirim maupun penerima ingin memastikan bahwa mereka mempunyai kualitas ketepatan dari informasi yang benar. Komunikasi dalam Tim Untuk dapat membangun kerjasama dalam sebuah tim, diperlukan komunikasi antar anggotanya agar tujuan bersama dapat tercapai. Pernah kita membayangkan apa yang terjadi dalam suatu tim apabila setiap anggota tim tidak dapat berkomunikasi dengan baik dengan anggota tim lainnya? Seberapa pun hebatnya kemampuan individu dalam suatu tim, mereka tidak akan ada gunanya apabila tidak dapat berkomunikasi antara yang satu dengan lainnya. Mereka hanya akan menjadi sebuah kelompok yang tidak tahu ke mana arah yang akan dituju. Keahlian mereka akan menjadi sia-sia apabila mereka tidak dapat mengkomunikasikannya dengan orang lain. Seperti yang telah dikatakan oleh William Shakespeare, ”No man is lord of anything, though in and of him there be much consisting, till he communicate his part to other.” Contoh nyata yang sering kita lihat adalah pada pertandingan sepak bola. Sering kali pada pertandingan sepak bola, di mana terdapat suatu tim yang bertabur bintang dengan skill individu yang tinggi kalah oleh sebuah tim yang berisikan pemain dengan kemampuan skill individu yang tidak begitu menonjol. Apa yang menyebabkan tim tersebut dapat menang? Komunikasi yang baik dan saling pengertian antarpemain dalam tim tersebutlah yang menyebabkan tim yang diisi oleh pemain yang memiliki skill rata-rata dapat berubah menjadi tim yang hebat dan menakutkan. Hal ini telah diakui oleh pelatih sepak bola manapun di dunia ini. Mereka mengakui bahwa kemampuan individu merupakan hal yang penting, tetapi ada hal yang lebih penting dalam suatu tim sepakbola; yaitu kerjasama tim, kesadaran akan tugasnya masing-masing dan saling pengertian antaranggota tim tersebut. Demikianlah apabila kita cermati dengan seksama bahwa komunikasi efektif dalam tim pada hakekatnya adalah proses komunikasi yang efektif dalam berbagai dimensi organisai. Tim akan memberikan kontribusi yang besar terhadap organisasi apabila didukung oleh komunikasi yang efektif pada setiap elemen organisasi. Komunikasi tidak bisa efektif apabila tidak didukung oleh tim yang efektif. [Achmad Fahroji] Seberapa pun hebatnya kemampuan individu dalam suatu tim, mereka tidak akan ada gunanya apabila tidak dapat berkomunikasi antara yang satu dengan lainnya. Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 63 Opini Menjadi Pemimpin Indonesia yang Amanah dan Bermartabat Oleh: Ahmad Syauqi Inspektur Jenderal Kementerian Agama Mundzier Suparta dan Narasumber dari KPK pada Acara Sosialisasi dan Asistensi pengisian LHKPN T elah lama Indonesia mengalami duka lara atas deran berbagai bencana dan masalah. Masa transisi yang bergulir semenjak lebih dari satu dasawarsa sepertinya belum beranjak menuju tatanan yang mapan. Sebaliknya, beragam ketimpangan sistemik seolah menjadi ”peragaan berjamaah” di sebuah panggung realitas bangsa yang telah merdeka lebih dari separuh abad lalu. Polemik memang seolah tak mau pergi dari ibu pertiwi, terjadinya kekerasan sosial, konflik atas nama agama, problematika kemiskinan massal, perilaku korupsi terjadi di mana-mana, dan berbagai masalah lainnya menjelma menjadi fenomena sistemik yang akut dan mencoreng peradaban luhur bangsa kita. 64 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 Berdasarkan laporan United Nation Development Program (UNDP) Tahun 2011 tentang SDM Indonesia disebutkan bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) peringkatnya kini merosot menduduki posisi ke- 124 dari 187 negara di dunia, sebelumnya di tahun 2010 peringkat 108 dari 165 negara. Berkaca atas laporan UNDP, bangsa Indonesia secepatnya membutuhkan solusi kongkret atas berbagai problematika sosial yang mendera selama ini. Perbaikan mendasar dan sistemik, baik dalam konteks pengelolaan sistem kenegaraan maupun dalam hal kontrol sosial harus segera direalisasikan agar bangsa kita tetap berdiri kokoh, maju dan berperadaban luhur di depan bangsa lain. Opini Mendambakan Lahirnya Pemimpin Suatu dambaan bagi bangsa pemimpin Baru Indonesia tatkala semua pemimpin dari Sebenarnya kriteria pemimpin segala tingkatan (level) dari yang tertinggi semacam apakah yang dibutuhkan Indonesia sampai terendah secara bersungguh-sungguh pada dasawarsa lima hingga dua puluh tahun mau melaksanakan mandat dan amanat ke depan? Penulis teringat sebuah Hadits Nabi rakyat seluruhnya menuju kesejahteraan Muhammad SAW yang menyebutkan, “Idza yang berkeadilan. Pemimpin juga harus cepat wussida al amru ilaa ghairi ahlihi fa intadhir tanggap atas segala problematika bangsa dan as sa’ah”. Artinya, apabila sebuah tampuk dapat mengemban misi sosial kemanusian, kekuasaan dimandatkan kepada orang keberagamaan (religiusitas), dan kenegaraan yang bukan ahlinya, maka tunggulah waktu menuju iklim yang kondusif dan stabil. kehancurannya. Dalam konteks ini, rakyat Berdasarkan kondisi perekoharusnya benar-benar jeli, hati-hati, dan kritis nomian, tingkat kesejahteraan, partisipasi dalam memilih para publik dan politik, pemimpinnya. Jangan serta kondisi sosial Pemimpin juga harus cepat tanggap atas sampai yang terpilih budaya (local wissegala problematika bangsa dan dapat ternyata orang yang dom) yang ada, mengemban misi sosial kemanusian, keberagamaan (religiusitas), dan bukan ahlinya. Karena hendaknya seorang kenegaraan menuju iklim yang cepat atau lambat pemimpin mampu kondusif dan stabil. akan menyebabkan menjaga kelestarian, kerusakan bagi negeri kemajemukan, dan tercinta ini. keseimbangan Bagi calon-calon pemimpin ma- antarsemua anasir yang ada. Ada empat sa depan, hendaknya sejak dini mulai kriteria karakter yang dapat dijadikan basis menanamkan sifat dan berkarakter mulia nilai bagi masyarakat untuk menentukan (luhur), adil, amanah, cakap, dan mempunyai pemimpinnya: Pertama, integrated multiple leadership skill sesuai kebutuhan bangsa intelligence. Yaitu pemimpin yang memiliki Indonesia. Daniel Goleman dalam tingkat kecerdasan (intelligence), pengalaman Leadership Style Theory bahwa pemimpin (experience), dan intuisi (intuition) yang yang terbaik tidak hanya mengetahui satu memadai secara terintegrasi. gaya kepemimpinan, melainkan kemampuan Tingkat kecerdasan pemimpin atas beberapa gaya dan fleksibel untuk berasal dari suatu proses pembelajaran mengadopsi gaya yang sesuai dengan kondisi (learning process) yang terintegrasi, yang ada. Pemimpin ideal adalah yang dapat sehingga pemimpin tersebut bukan hanya menguasai seluruh ilmu gaya kepemimpinan memiliki kemampuan pada satu bidang dan mampu menggunakannya pada saat yang saja tetapi juga memiliki kapasitas untuk tepat dengan memperhitungkan lingkungan dapat berpikir secara sistematis dan mampu dan situasi yang ada. melakukan penyesuaian (adaptability) Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 65 Opini terhadap lingkungan guna menyelesaikan dan moral tetapi harus dapat menjunjung permasalahan dengan singkat dan tinggi prinsip-prinsip yang dapat dipercaya sustainable. Tingkat kecerdasan ini tentunya dan secara konsisten melakukan apa yang juga memerlukan suatu tingkat pendidikan dikatakan, kendatipun hal tersebut masih formal yang dapat menunjang pemikiran belum populer di hadapan khalayak umum. yang sistematis. Selain mempunyai konsep Integritas seorang pemimpin sangat imamah (kepemimpinan) seperti konsep penting karena pemimpin harus dapat keteladanan Rasul dalam memimpin memimpin umat dengan mengedepankan umatnya. teladan diri yang luhur (mengedepankan Tingkat kecerdasan (intelligence praktik daripada perkataan atau al amru atau fathanah) pemimpin selalu berkorelasi bi al mitsal). Keteladanan ini merupakan atas tingkat pengalaman. Seorang pemimpin cara yang sangat efektif untuk memberikan harus memiliki pengalaman yang intensif dan contoh yang baik dan menunjukkan integritas merupakan suatu hasil learning process yang kepada rakyatnya. Pemimpin ideal harus terkait dengan managing people, system dan dapat memberikan contoh keteladanan skill. Pengalaman terhadap pengikutnya. yang intensif dan Ketiga, berkarisma Tingkat kecerdasan (intelligence / fathanah) pemimpin selalu berkorelasi atas tingkat kecerdasan (charismaticsm). Pada tingkat pengalaman. Seorang yang tinggi dapat dasarnya pemimpin pemimpin harus memiliki pengalaman yang intensif dan merupakan suatu hasil membuahkan suatu yang memiliki karislearning process yang terkait dengan intuition yang lebih ma adalah pemimpin managing people, system dan skill. tepat dan benar. yang memberikan Intuition yang benar inspirasi dan motivasi dan tepat akan sangat berguna dalam baik secara emosional maupun intelektual. berbagai kasus tertentu. Kadangkala seorang Karisma akan muncul melalui communication pemimpin akan dihadapkan oleh berbagai skill (kemampuan berkomunikasi) yang informasi (bisikan) awal yang kurang valid convincing (meyakinkan) dengan body (tidak akurat). Berdasar informasi tersebut, language yang baik serta tindakan yang ia harus mengambil keputusan yang cepat decisiveness (tegas) saat berpidato (ceramah) dana tepat. Pada saat itulah, tingkat intuition dihadapan publik. Biasanya dimiliki oleh memiliki peranan penting karena tidak adanya figur pemimpin yang mempunyai dominasi informasi yang cukup sehingga secara logis spiritual power (haqiqatu al iman) merujuk dapat diperdebatkan (subject to debate). pada orientasi ketaatan beribadah (‘abdun). Kedua, mempunyai integrity. Menu- Keempat, berjiwa kepahlawanan rut konsep imamah, integritas biasa disebut (heroistic leadership). Pemimpin tersebut amanah. Ke-amanah-an seorang pemimpin harus secara sungguh-sungguh rela berkorban bukan hanya sebatas memiliki kejujuran, dan berani memperjuangkan kepentingan tidak melanggar hukum, mematuhi kode etik rakyat dan bangsa. Bahkan pengorbanan ini 66 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 Opini dapat diartikan sebagai paying the ultimate price yaitu berani mati sebagai bentuk dari implementasi nasionalisme (hubbul wathan). Banyaknya problematika yang menumpuk dan melilit bangsa kita, diperlukan pemimpin yang mampu dan berani untuk melakukan terobosan dan mempertahankan visi-misi kebangsaan. stafnya, mengkomunikasikan suatu visi dan implementasinya, memberikan kepuasan dalam bekerja dan mengembangkan fokus yang berorientasi pada rakyat. Ada empat determinan transformasi yang harus dimiliki oleh sosok pemimpin. Pertama, transformasi spiritual. Spiritualitas adalah kekuatan dalam (inner power) yang menggerakkan seorang pemimpin agar Kepemimpinan Transformasional konsisten merambah jalan kebenaran yang Modal karakter kepemimpinan berbanding lurus dengan kepentingan rakyat bangsa kita tentu saja tidak cukup hanya dan nilai kemanusiaan. Rancang bangun bermodal teori kepemimpinan di atas saja. peradaban sebuah bangsa akan semakin Namun, jiwa kepemimpinan yang bercorak kokoh bila desain oleh pemimpin dengan transformasional kecerdasan spiritual akan sangat dibutinggi. Sebaliknya, Kepemimpinan transformasional digambarkan sebagai bentuk tuhkan pada situ-asi keruntuhan sebuah kepemimpinan yang mampu seperti sekarang ini. peradaban dilatari meningkatkan komitmen stafnya, mengkomunikasikan suatu visi dan Pemimpin transoleh faktor hilangnya implementasinya, memberikan kepuasan dalam bekerja dan mengembangkan formasional dengan dimensi spiritualitas fokus yang berorientasi pada rakyat. beragam karakter pemimpinnya. transformatifnya Menurut Danah sangat dibutuhkan Zohar bahwa keceroleh Indonesia hari ini. Bagaimana tipologi dasan spiritual (spiritual intelligence) pemimpin transformasional? Karakter akan berdampak pada kecerdasan berfikir, kepemimpinan seperti ini akan menghasilkan ketenangan sikap dan pembentukan karakter konsep perubahan yang dinamis dan inovatif seorang pemimpin. Adapun menurut menjawab permasalahan bangsa dan mampu Golemann dalam bukunya Emotional mengantarkan rakyatnya ke dalam suatu Intelligence mengatakan bahwa kecerdasan kesadaran yang lebih tinggi dan dinamis. emosi yang distimulasi oleh kecerdasan Nilai lebih karakter kepemimpinan spiritual akan mengarahkan seorang transformasional menurut teori kepe- pemimpin kepada ketenangan mengambil mimpinan mengidentifikasikan bahwa keputusan, positive thinking, optimis, pendekatan transformasional merupakan visioner. pendekatan kepemimpinan abad ke-21. Dalam Kedua, transformasi intelektukonteks ini, kepemimpinan transformasional al adalah pengayaan diri (personal ability) digambarkan sebagai bentuk kepemimpinan yang mutlak dimiliki oleh pemimpin. yang mampu meningkatkan komitmen Seorang pemimpin transformasional Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 67 Opini niscaya berkemampuan multidisipliner diperuntukkan bagi kepentingan bangsa dan berpengetahuan luas. Sebab strategi telah dijual dengan beragam kebijakan pengambilan kebijakan sangat ditentukan privatisasi BUMN. Saat ini bangsa Indonesia oleh sejauhmana kedalaman konseptual membutuhkan para pemimpin yang teoritik praktis yang berimbang tegak lurus berkarakter transformasional, berani, dan dengan visi misi dan kepentingan rakyat di amanah dalam membawa Indonesia lebih masa mendatang. maju. Ketiga, transformasi keberpihakan Dalam memproduk sebuah kebijakan, sosial (social conciesness). Kecermatan dan pemimpin transformasional mempunyai kejelian membaca realitas sosial-kultural ciri khas yang tampak dari orientasinya. rakyat dengan seragkaian perbedaan Terutama dalam memberdayakan rakyatnya, background dibutuhkan untuk mengasah memberi kesempatan dalam pengawasan kepekaan krisis (sense of crisis) dan publik, dan melakukan berbagai upaya untuk kearifan sosial (social wisdom). Ini akan pengembangan diri. membentuk karakter pemimpin yang benar- Pada saat yang sama, pemimpin benar mempunyai kesadaran sosial (social transformasional berorientasi pada consciousness) perubahan. Tekanan tinggi. Selanjutnya sosial, budaya, dan Dalam memproduk sebuah kebijakan, ia dituntut mampu ekonomi mendorong pemimpin transformasional mengadaptasi kepemimpin transmempunyai ciri khas yang tampak dari orientasinya. pentingan rakyat formasional untuk ke dalam bentuk menunjukkan kebijakan publik. prestasi dua kali Keempat, lebih besar dari para transformasi transnasional. Menurut pendahulunya untuk mempersembahkan persepsi berbagai pihak, daya tawar bangsa solusi luar biasa berupa ”perubahan” yang Indonesia merosot drastik di mata negara signifikan bagi kehidupan berbangsa dan lain. Prestasi internasional yang pernah bernegara. diukir Soekarno dan para founding father Finally, harapan untuk meraih citaseolah tenggelam dimakan waktu. Selain cita bersama masih terbuka lebar selama kita merosotnya prestasi dalam hubungan mau bersama-sama merubah ke arah yang bilateral, multilateral dan internasional, lebih baik. Sebagai bangsa yang besar kita bangsa ini tak mampu memutus mata rantai selalu yakin, bahwa ditengah kondisi yang ketergantungan kucuran hutang dana asing serba sulit yang dialami bangsa kita, selalu yang pada gilirannya semakin menguatkan akan muncul matahari yang bersinar dari gurita intervensi mereka. Indonesia pun ufuk timur, yaitu dengan hadirnya sosok para telah kehilangan jati diri nasionalismenya. pemimpin yang multitalenta dan bermental Aset-aset negara yang mestinya dikelola dan transformasional. [Ahmad Syauqi] 68 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 Opini Gurita Korupsi dan Pemberantasannya Oleh: Wawan Saepul Bahri A Sidang Pleno Penyusunan Instrumen Pemantauan Inspektorat Jenderal Kementerian Agama khir-akhir ini, kasus korupsi sedang hangat-hangatnya jadi buah bibir publik, tak habishabisnya jadi sajian berita hangat yang menghiasi lembar media massa, baik lokal maupun nasional. Banyak para ahli mengemukakan pendapatnya seputar persoalan korupsi. Tak jarang, pendapatpendapat tersebut memantik polemik berkepanjangan yang terkadang tak ada ujung. Namun demikian, pada prinsipnya tindakan koruptif dapat merusak sendisendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Praktek-praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) terbukti telah menjadi “benalu” yang menggerogoti dan merusak struktur pemerintahan, menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya. Dalam prakteknya, korupsi sangat sukar –untuk tidak mengatakan tidak mungkin bisa diberantas sampai ke akarakarnya- oleh karena sangat sulit diupayakan pembuktian-pembuktian empirik dalam tempo cepat, terlebih jika dalam bentuk korupsi uang. Selain itu, kasus-kasus korupsi diakui sangat sulit ditelisik oleh para penegak hukum dengan dasar-dasar aturan hukum yang pasti. Meski aroma dan indikasinya sangat nyata menurut pandangan common sense, namun penegakan hukumnya kerap kali nampak begitu remang-remang, padahal Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 69 Opini perbuatan korupsi merupakan bahaya laten yang berdampak sistemik. Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang sebagai standar kebenaran dan kekuasaaan mutlak. Sebagai dampak akibatnya, kaum koruptor yang kaya raya dan para politisi korup yang berlebihan uang bisa mudah masuk ke dalam gelanggang elit yang berkuasa. Mereka ini juga akan menduduki status sosial yang tinggi di mata publik. Banyak para ahli yang mencoba merumuskan wujud korupsi. Walau sejatinya jika dilihat dari struktrur bahasa dan cara penyampaiannya berbeda, namun pada hakekatnya mempunyai makna yang kurang lebih sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagai tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeruk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi, korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan formal (misalnya dengan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri. Sementara, dari sisi kausalitas, korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai, demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (Lubis: 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhi 70 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 pejabat agar mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Beragam bentuk modus operandi korupsi. Terkadang modusnya dengan cara menawarkan hadiah dalam bentuk balas jasa. Ini juga termasuk rangkaian dari tindakan korupsi. Selanjutnya, Wertheim menjelaskan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau partainya, kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai tindakan korupsi. Dalam keadaan yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi (self interest) dengan kepentingan masyarakat (public interest), pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat. Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi, secara garis besar mencakup beberapa unsur. Unsur-unsur tersebut, yaitu perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, penyalahgunaan kesempatan atau sarana, memperkaya diri sendiri, memperkaya orang lain atau korporasi, dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Selain itu, terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain. Misalnya, memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan), penggelapan dalam jabatan, pemerasan dalam jabatan, ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), serta menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/ penyelenggara negara). Opini Dalam arti luas, korupsi atau korupsi politik adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Harus diakui, semua bentuk pemerintahan dan kekuasaan rentan terjadi korupsi dalam pelaksanaan kekuasaannya. Bobot dari tindakan korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat, dan lain sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya “pemerintahan oleh para pencuri”. Kleptokrasi ini wujudnya biasanya bertindak pura-pura jujur padahal tidak sama sekali. Nah, korupsi yang muncul dalam ranah politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele maupun berat, terorganisasi maupun alamiah. Walau korupsi sering memicu lahirnya tindak kriminal lainnya seperti transaksi barang narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, namun korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam halhal tertentu saja. Untuk mempelajari masalah tersebut dan tawaran solusinya, terlebih dulu perlu dipahami tentang perbedaan antara korupsi dan kriminalitas/kejahatan biasa. Secara detail bisa dijelaskan bahwa ada beberapa sebab terjadinya praktek korupsi. Singh (1974) menemukan dalam penelitiannya bahwa penyebab terjadinya korupsi di India adalah kelemahan moral (41,3%), tekanan ekonomi (23,8%), hambatan struktur administrasi (17,2 %), hambatan struktur sosial (7,08 %). Sementara, menurut Merican (1971), prakrek korupsi terjadi disebabkan oleh beberapa hal, yaitu peninggalan pemerintahan kolonial, kemiskinan dan ketidaksamaan, gaji yang rendah, persepsi yang populer, peraturan yang bertele-tele, dan pengetahuan yang tidak cukup memadai. Perilaku korupsi dapat menyebabkan kehancuran suatu bangsa. Banyak hal negatif yang diakibatkan oleh praktek korupsi. Berbagai akibat dari tindakan korupsi, di antaranya adalah pemborosan sumbersumber daya (entah sumberdaya alam maupun sumber daya manusia), pemilik modal yang lari ke luar negeri, gangguan terhadap penanaman modal, disfungsi profesionalisme kerja, bantuan yang lenyap, ketidakstabilan sosial-politik, rentan revolusi sosial, pengambilalihan kekuasaan oleh militer, ketimpangan sosial-budaya, minimnya kemampuan aparatur pemerintah, berkurangnya kapasitas administratif, hilangnya kewibawaan instansi. Selanjutnya, Mc Mullan (1961) berpendapat, korupsi menyebabkan inefisensi (ketidakefisienan), ketidakadilan, rontoknya kepercayaan terhadap pemerintah, borosnya sumber-sumber vital negara, lambannya pertumbuhan perusahaan untuk maju (terutama perusahaan asing), ketidakstabilan politik, pembatasan dalam kebijakan pemerintah. Selain itu, korupsi juga memberikan dampak buruk yang sangat dahsyat terhadap sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Dampak-dampak tersebut dapat terjadi di bidang demokrasi, politik, ekonomi, dan kesejahteraan umum negara. Dampak korupsi di bidang demokrasi (politik), antara lain, bahwa korupsi bisa mengancam dan mengeroposkan pembangunan. Dalam dunia politik, korupsi Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 71 Opini mempersulit tercapainya demokrasi dan tata korupsi yang ditawarkan para ahli dari pemerintahan yang baik (good governance) berbagai segi dan pandangan. Caiden dengan cara menghancurkan proses-proses (Soerjono:1980) menawarkan langkahformal. Korupsi saat Pemilihan Umum dan langkah penanggulangan korupsi. Pertama, di kalangan parlemen, misalnya, dapat membenarkan transaksi secara terbatas yang mengurangi akuntabilitas dan perwakilan sebelumnya dilarang dengan menentukan dalam pembentukan kebijaksanaan. Korupsi sejumlah pembayaran tertentu. Kedua, dalam sistem pengadilan merusak keterti-ban membuat struktur baru yang mendasarkan hukum. Korupsi dalam pemerintahan dapat pada keputusan saat dibuat. Ketiga, menghasilkan ketidakseimbangan dalam melakukan perubahan organisasi yang bisa pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mempermudah pengawasan dan pencegahan mengikis kemampuan institusi pemerintah, kekuasaan yang terpusat. Keempat, rotasi karena pengabaian prosedur dan penyedotan penugasan, wewenang yang saling tumpang sumber daya secara tidak efektif. Pada saat tindih dalam organisasi yang sama, Kelima, yang sama, korupsi melunturkan legitimasi birokrasi yang saling bersaing dan penunjukan pemerintahan dan instansi pengawas. nilai demokrasi. Lantas, bagaimana Korupsi mengikis kemampuan Sedangkan dorongan untuk melainstitusi pemerintah, karena dampak korupsi terkukan praktek korupsi pengabaian prosedur dan penyedotan sumber daya secara hadap kesejahteraan dapat dikurangi? tidak efektif. Pada saat yang sama, umum negara baJawabannya, yaitu korupsi melunturkan legitimasi nyak terjadi di dengan jalan mepemerintahan dan nilai demokrasi. berbagai negara. ningkatkan ancaman, Korupsi politik ada karena korupsi adalah di banyak negara, persoalan nilai. Cara dan memberikan ancaman besar bagi warga yang diperkenalkan oleh Caiden tersebut negaranya. Dalam prakteknya, korupsi membenarkan (legalized) tindakan yang politik berarti kebijakan pemerintah yang semula dikategorikan ke dalam perilaku sering menguntungkan pemberi sogok, korupsi menjadi tindakan yang legal dengan bukannya menguntugkan rakyat luas. Satu adanya pungutan resmi. Di lain pihak, celahcontoh, tatkala politisi membuat peraturan celah yang membuka untuk kesempatan yang melindungi perusahaan besar namun korupsi harus segera ditutup. Demikian merugikan perusahaan-perusahaan kecil. halnya dengan struktur organisasi, mesti Politikus-politikus “pro-pebisnis raksasa” membantu ke arah pencegahan korupsi, ini hanya mengembalikan balas jasa kepada misalnya tanggung jawab pimpinan dalam perusahaan besar yang memberikan pelaksanaan pengawasan melekat, dengan sumbangan besar saat kampanye pemilu. tidak lupa meningkatkan ancaman hukuman Ada beberapa upaya penanggulangan kepada pelaku-pelakunya. 72 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 Opini P eserta Kegiatan Standar Biaya Keluaran Inspektorat Jenderal Kementerian Agama Selanjutnya, Myrdal (Lubis:1987) memberi solusi lain dalam upaya penanggulangan korupsi. Dia memberi solusi agar pengaturan dan prosedur untuk keputusan-keputusan administratif yang menyangkut orang perorangan dan perusahaan lebih disederhanakan dan dipertegas, melakukan pengawasan yang lebih tegas, kebijakan pribadi dalam menjalankan kekuasaan hendaknya dikurangi sejauh mungkin, gaji pegawai yang rendah harus dinaikkan dan kedudukan sosial ekonominya mesti diperbaiki. Selain itu, satuan-satuan aparatur keamanan harus diperkuat, hukum pidana dan penerapan hukuman terhadap pejabat-pejabat yang korupsi mesti cepat diambil tindakan tegas. Orang-orang yang menyogok pejabat-pejabat harus ditindak pula. Kartono (1983) menyebutkan, langkah-langkah penanggulangan korupsi sebagai berikut. Pertama, adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab, guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial. Kedua, menanamkan aspirasi nasional yang positif, yaitu mengutamakan kepentingan nasional. Ketiga, para pemimpin dan pejabat mesti memberikan teladan, memberantas dan menindak korupsi. Keempat, adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan menghukum pelaku tindak pidana korupsi. Kelima, reorganisasi dan rasionalisasi dari organisasi pemerintah melalui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan dibawahnya. Keenam, adanya sistem penerimaan pegawai yang berdasarkan achievement dan bukan berdasarkan sistem ascription. Ketujuh, adanya pengangkatan pegawai negeri yang nir-politik demi kelancaran administrasi pemerintah. Kedelapan, menciptakan aparatur pemerintah yang jujur. Kesembilan, sistem bujet dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 73 Opini Kegiatan Rutin Donor Darah Dharma Wanita Inspektorat Jenderal Kementerian Agama tinggi dibarengi sistem kontrol yang efisien. Kesepuluh, herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan yang mencolok dengan pengenaan pajak yang tinggi. Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa upaya-upaya penanggulangan korupsi dapat dilakukan dengan beberapa langkah. Pertama, pencegahan preventif. Pencegahan preventif dapat dilakukan dengan membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai, baik di instansi pemerintah mau-pun swasta, serta pemisahan yang jelas dan tajam antara milik pri-badi dan milik perusahaan atau milik negara. Selain itu, mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji) bagi pejabat dan pegawai negeri sesuai dengan kemajuan ekonomi, 74 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 agar pejabat dan pegawai saling menegakkan wibawa dan integritas jabatannya serta tidak terbawa oleh godaan terlarang dan kesempatan menyimpang. Kedua, pencegahan represif, yaitu pencegahan dengan cara perlunya penayangan wajah koruptor di televisi dan her-registrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan pejabat. Ragam Modus Operandi Jika diamati kasus-kasus korupsi yang selama ini tumbuh subur bak cendawan di musim hujan, sangat jelas memiliki modus operandi dan metode yang amat beragam. Misalnya, modus membuat pendapatan sekecil mungkin dan merekayasa pengeluaran sebesar mungkin. Bentuknya beraneka ragam, Opini pelakunya pun bermacam-macam. Ada penyakit, ko-rupsi telah menyebar luas ke se korupsi yang dilakukan oleh para pemegang antero negeri dengan jumlah yang cenderung kebijakan. Misalnya, mereka menentukan semakin meningkat dari tahun ke tahun. dibangunnya sua-tu proyek yang sebenarnya Hasil riset yang dilakukan oleh berbagai tidak perlu, menentukan siapa penggarap lembaga juga menunjukkan bahwa tingkat pro-yek, menentukan jenis investasi pada kasus korupsi di negeri yang penduduknya perusahaan hampir bangkrut milik pejabat, mayoritas muslim ini termasuk yang paling dan mengharuskan BUMN bekerja sama tinggi di dunia. dengan perusahaan swasta tertentu tanpa Walhasil, korupsi di Indonesia memperhatikan telah menggurita. faktor ekonomis. Wajar selama kurun Sesungguhnya, terdapat niat Korupsi juga lima tahun terakhir, cukup besar untuk mengatasi korupsi. dilakukan pada Indonesia menduduki Bahkan, telah dibuat satu Tap MPR khusus tentang pengelolaan tidak kurang dari pemberantasan KKN, tapi uang negara peringkat kelima negara mengapa tidak kunjung berhasil? Tampak nyata bahwa penanganan seperti uang yang terkorup. Korupsi tentu korupsi tidak dilakukan secara belum dipakai saja sangat merugikan komprehensif, sebagaimana ditunjukkan oleh syariat Islam. namun sering keuangan negara. Di d i i n v e s t a s i ka n samping itu, korupsi dalam bentuk yang biasanya diiringi deposito; BUMN pengelola uang pensiunan dengan kolusi, juga membuat keputusan atau menginvestasikan uang asuransi untuk yang diambil oleh pejabat negara menjadi kepentingan pribadi. Korupsi juga kerap tidak obyektif. Korupsi juga makin menambah terjadi pada pengadaan dalam bentuk kesenjangan akibat memburuknya distribusi membeli barang yang sebenarnya ditujukan kekayaan. Bila sekarang kesenjangan kaya untuk memperoleh komisi, membeli dengan dan miskin sudah demikian menganga, maka harga lebih tinggi melalui cara mengatur korupsi makin melebarkan kesenjangan itu tender, membeli barang dengan kualitas dan karena uang terdistribusi secara tidak sehat, harga tertentu tetapi barang yang diterima tidak mengikuti kaidah-kaidah ekonomi kualitasnya lebih rendah, bermain selisih sebagaimana mestinya. Koruptor makin kaya, harga pembelian asli. Modus lainnya, barang rakyat yang miskin makin miskin. Akibat dan jasa yang dibeli tidak diterima seluruhnya, lainnya, karena uang gampang diperoleh, sebagian digunakan untuk kepentingan sikap konsumtif kian merajalela. Tidak ada pribadi. Begitu pula korupsi terjadi pada dorongan untuk bertindak produktif yang penjualan barang dan jasa, pengeluaran, dan efisien, sehingga timbul inefisiensi dalam penerimaan. pemanfaatan sum-ber daya ekonomi. Di Indonesia, kasus korupsi telah Sesungguhnya, terdapat niat cukup menjadi persoalan yang amat kronis. Ibarat besar untuk mengatasi korupsi. Bahkan, Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 75 Opini telah dibuat satu Tap MPR khusus tentang pemberantasan KKN, tapi mengapa tidak kunjung berhasil? Tampak nyata bahwa penanganan korupsi tidak dilakukan secara komprehensif, sebagaimana ditunjukkan oleh syariat Islam. Berikut ini tawaran solusi alternatif. Pertama, sistem penggajian yang layak. Aparat pemerintah harus bekerja dengan sebaik-baiknya. Namun, hal itu sulit berjalan dengan baik bila gaji tidak mencukupi. Para kaum birokrat tetaplah manusia biasa yang mempunyai kebutuhan hidup serta beban untuk mencukupi nafkah keluarga. Agar bisa bekerja dengan tenang dan tidak mudah tergoda berbuat curang, mereka harus diberikan gaji dan tunjangan hidup lain yang layak dan memadai. Kedua, larangan menerima suap dan hadiah. Hadiah dan suap yang diberikan seseorang kepada aparat pemerintah pasti mengandung maksud agar aparat itu bertindak yang menguntungkan pemberi hadiah. Suap dan hadiah akan berpengaruh buruk pada mental aparat pemerintah. Aparat bekerja tidak sebagaimana mestinya. Di bidang peradilan, hukum ditegakkan secara tidak adil atau cenderung memenangkan pihak yang mampu memberikan hadiah atau suap. Ketiga, perhitungan kekayaan. Setelah adanya sikap tegas dan serius, penghitungan harta mereka yang diduga terlibat korupsi merupakan langkah berikutnya yang mesti ditempuh. Keempat, teladan pemimpin. Dengan teladan pemimpin, tindak penyimpangan akan mudah terdeteksi sejak dini. Penyidikan dan 76 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 penyelidikan tindak korupsi pun tidak sulit dilakukan. Tapi bagaimana bila justru korupsi dilakukan oleh para pemimpin? Semua upaya apapun menjadi tidak ada artinya sama sekali. Kelima, hukuman setimpal. Pada galibnya, orang akan takut menerima risiko yang akan mencelakaan dirinya. Hukuman dalam Islam memang berfungsi sebagai zawajir (pencegah). Artinya, dengan hukuman setimpal atas koruptor, diharapkan orang akan berpikir seribu kali untuk melakukan kejahatan itu. Keenam, kekayaan keluarga pejabat yang diperoleh melalui penyalahgunaan kekuasaan diputihkan oleh kepala negara (khalifah) yang baru. Caranya, kepala negara menghitung kekayaan para pejabat lama lantas dibandingkan dengan harta yang mungkin diperolehnya secara resmi. Bila dapat dibuktikan dan ternyata terdapat kenaikan yang tidak wajar, seperti dilakukan Khalifah Umar RA, maka kepala negara memerintahkan agar menyerahkan semua kelebihan itu kepada yang berhak menerima. Bila harta kekayaan itu diketahui siapa pemiliknya yang sah, maka harta tersebut dikembalikan kepada pemiliknya. Namun, jika tidak jelas siapa pemiliknya yang sah, harta itu dikembalikan kepada kas negara (Baitul Mal). Dalam sejarahnya, bila harta tersebut sulit dibuktikan, seperti disebut di dalam buku Tarikhul Khulafa, Khalifah Umar bin Khaththab membagi dua kekayaan mereka. Bila terdapat kelebihan dari jumlah semula, maka separuh diambil untuk diserahkan ke Baitul Mal dan separuh lagi diberikan kepada mereka. [Wawan Saepul Bahri] Hikmah Empat Jenis Manusia di Dunia Oleh: Hakim Jamil S Suasana Lomba Tarik Tambang dalam Rangka Memeriahkan HAB Kementerian Agama RI Ke-66 yeikh Abdul Qadir Al- Jailani, seorang waliyullah terkemuka dan seringkali ditahbiskan sebagai Sulthonul Auliya (pemimpin para wali) yang ada di dunia ini membagi manusia ke dalam empat kategori. Keempat kategori tersebut antara lain adalah: Pertama, mereka yang tidak punya lidah dan tidak punya hati. Mereka ini orang-orang yang bertaraf biasa, berotak tumpul dan berjiwa kerdil dan tidak mengenang Allah serta tidak ada kebaikan pada diri mereka. Mereka ibarat molekul yang ringan, kecuali mereka dilimpahi dengan rahmat dan kasih sayang Allah yang membimbing hati mereka supaya beriman serta menggerakkan anggota-anggotanya supaya patuh kepada Allah. Berhati-hatilah, supaya kamu jangan termasuk dalam golongan mereka. Janganlah kamu layani mereka dan janganlah kamu bergaul dengan mereka. Merekalah orangorang yang dimurkai Allah dan menjadi penghuni neraka. Kita minta dilindungi Allah dari pengaruh buruk mereka. Sebaliknya, hendaklah kalian mencoba menjadikan diri kalian sebagai orang yang dilengkapi dengan ilmu ketuhanan, penganjur kebaikan, pembimbing agama Allah, penyampai dan pengajak manusia ke jalan Allah. Berjagajagalah jika kalian hendak mempengaruhi Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 77 Hikmah Irjen Kemenag Mundzier Suparta Saat Berdialog dengan Siswa Peserta Ujian Nasional 2012 mereka agar mereka patuh kepada Allah dan beri pencegahan terhadap mereka dari apa-apa yang memusuhi oleh Allah. Jika kamu berjuang di jalan Allah untuk mengajak mereka menuju Allah, maka kamu akan jadi pejuang dan pahlawan di jalan Allah dan akan diberi ganjaran seperti yang diberikan kepada Nabi-nabi dan Rasul. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda kepada Sayyidina Ali RA: “Jika Allah membimbing seseorang melalui bimbingan kamu kepada-Nya, maka itu lebih baik untuk kamu daripada arah matahari terbit”. Kedua, mereka yang punya lidah tetapi tidak punya hati. Mereka bijak berbicara tetapi tidak melakukan seperti yang dibicarakan. Mereka mengajak manusia menuju Allah, akan tetapi mereka sendiri lari dari Allah. Mereka benci kepada perbuatan maksiat yang dilakukan oleh orang lain, tetapi mereka sendiri justru bergelimang dalam kemaksiatan itu. Mereka menunjuk orang lain tentang perbuatan-perbuatan yang shaleh 78 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 tetapi mereka sendiri melakukan dosa-dosa yang besar. Bila mereka sendirian, mereka bertindak bak harimau yang berpakaian. Inilah orang yang dikatakan kepada Nabi SAW. dalam sabdanya: “Yang paling aku takuti dan aku pun takut ada di kalangan umatku ialah orang alim yang jahat”. Kita berlindung kepada Allah agar dijauhkan dari klasifikasi orang alim seperti itu. Oleh karena itu, larilah dan jauhkan diri kamu dari orang-orang seperti itu. Jika tidak, kamu akan terpengaruh oleh kata-kata manis yang bijak berbicara namun api dosanya akan membakar kamu dan kekotoran hatinya akan membunuh kamu. Ketiga, mereka yang mempunyai hati tetapi tidak punya lidah. Dia seorang yang beriman kepada Allah dan telah membebaskan diri mereka dari kebutuhan manusiawi serta ketergantungan dari lingkungan mereka dengan tabir-Nya. Allah memberi mereka kesadaran tentang cacat dalam batin mereka. Allah menyinari hati Hikmah dan menyadarkan mereka tentang kejahatan yang timbul gara-gara mencampuri urusan orang lain dan kejahatan akibat banyak bicara. Mereka tahu bahwa keselamatan itu terletak dalam sikap diam dan menyepi, berdzikir kepada Allah. Nabi Muhammad SAW. pernah bersabda: “Barangsiapa yang diam akan mencapai keselamatan”. Sabda baginda Nabi yang lain menyebutkan: “Sesungguhnya berkhidmat kepada Allah itu terdiri dari sepuluh bagian, sembilan di antaranya terletak dalam sikap diam”. Mereka yang termasuk dalam golongan jenis ini adalah wali Allah yang diberi perlindungan dan diberi keselamatan, bijaksana, dekat dengan Allah dan diberkati dengan keridhaan, segala kebaikan akan dilimpahkan kepada mereka. Oleh karena itu, hendaklah kalian berkawan dengan mereka (golongan kekasih Allah). Bergaul dengan golongan mereka akan diberi pertolongan. Jika kamu berbuat demikian, kamu akan dikasihi Allah. Kamu akan dipilih dan dimasukkan dalam golongan mereka yang menjadi wali Allah dan hamba-hambaNya yang shaleh. Keempat, mereka yang diberikan kelebihan melihat (mukasyafat) hal-hal yang tidak kasat mata (alam ghaib), diberi pakaian kemuliaan sebagaimana tertera dalam sabda Nabi SAW: “Barangsiapa yang belajar dan mengamalkan ilmunya serta mengajarkan orang yang lain, maka akan diajak ke dunia ghaib dan permuliakan”. Orang dalam golongan ini mempunyai ilmu-ilmu Ketuhanan dan tanda-tanda Allah. Hati mereka menjadi gudang ilmu Allah yang amat berharga dan orang itu akan diberi rahasia-rahasia oleh Allah tentang banyak hal yang tidak diberikan kepada orang lain. Allah telah memilih mereka dan membawa mereka hampir dekat kepada-Nya. Allah akan membimbing mereka dan membawa mereka ke sisi-Nya. Hati mereka akan dilapangkan untuk menerima rahasia-rahasia ilahiyyat dan ilmu-ilmu yang tinggi. Allah jadikan mereka subyek dan pengajak manusia ke jalan Allah dan melarang manusia berbuat dosa dan maksiat. Jadilah mereka itu orangorang yang dikasihi Allah. Mereka mendapat bimbingan yang benar dan yang membimbing kebenaran terhadap orang lain. Mereka ibarat wakil-wakil pewaris para Nabi dan para Rasul Allah. Mereka senantiasa mendapat taufiq dan hidayah dari Allah Yang Maha Agung. Orang yang termasuk dalam golongan ini berada pada peringkat pamungkas atau puncak kemanusian dan tidak ada maqam di atas mereka kecuali para Nabi dan Rasul serta para sahabat. Oleh karena itu, hati-hatilah kalian agar jangan sampai memusuhi dan membantah orang-orang seperti golongan kekasih Allah. Dengarlah seluruh petuah atau nasihat mereka. Dari paparan di atas, kita menjadi tahu bahwa Sheikh Abdul Qadir Al-Jailani telah membagi manusia dalam empat golongan. Nah, sekarang terserah pada diri kita untuk melakukan intropeksi diri jika kita mempunyai pikiran dan nalar. Karena itu, selamatkanlah diri kita jika ingin menggapai keselamatan di dunia dan akhirat. Mudah-mudahan Allah membimbing kita menuju jalan yang dikasih dan diridhai-Nya, baik di dunia maupun di akhirat kelak. [Hakim Jamil] Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 79 Randang PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat : : a. bahwa mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel diperlukan pengendalian atas penyelenggaraan program pemerintahan; b. bahwa pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada huruf a dilaksanakan dengan berdasarkan pada sistem pengendalian intern pemerintah untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, kendalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agama tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan Kementerian Agama; 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Nomor 4286); 2. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66; Tambahan Lembaran Negara Republic Indonesia, Nomor 4400); 4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 25; Tambahan Lembaran Negara Republic Indonesia, Nomor 4614); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang sistem pengendalian intern pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 127; Tambahan Lembaran Negaran Republic Indonesia, Nomor 4890); 7. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara. MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI AGAMA TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN AGAMA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan : 80 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 Randang 1. Sistem Pengendalian Intern yang selanjutnya di singkat SPI adalah proses integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan asset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. 2. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya di singkat SPIP adalah sistem pengendalian intern yang diselenggarakan secara menyuluruh terhadap proses perancangan dan pelaksanaan kebijakan serta perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan anggaran dilingkungan kementerian. 3. Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolak ukur yang telah di tetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik. 4. Kementerian adalah Kementerian Agama. 5. Menteri adalah Menteri Agama. 6. Unit Kerja Mandiri adalah unit Eselon I dan Unit Pelaksana teknis yang merupakan entitas akuntansi sebagai unit akuntansi keuangan dan unit akuntansi barang yang wajib menyelenggarakan sistem akuntansi instansi. 7. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, yang selanjutnya di singkat BPKP, adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada presiden. 8. Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan SPIP kementerian adalah petunjuk pelaksanaan atas peraturan menteri tentang penyelenggaraan SPIP, yang memuat kebijakan, strategi, metodologi penerapan, dan pengintegrasian seluruh aktivitas manajemen pemerintah, untuk memastikan bahwa seluruh unsur SPIP telah terbangun dalam program/kegiatan kementerian dalam rangka menjamin pencapaian tujuan yang ditetapkan. BAB II KEWENANGAN PENGENDALIAN Pasal 2 (1) Menteri melakukan pengendalian penyelenggarakan kegiatan kementerian untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif dan efisien, transparan, dan akuntabel. (2) Pengendalian atas oenyelenggaraan kegiatan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui sistem pengendalian intern pemerintah dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. BAB III PENYELENGGARAAN SPIP PADA KEMENTERIAN AGAMA Pasal 3 (1) Masing-masing unit kerja mandiri di lingkungan kementerian wajib menerapkan SPIP sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) yang meliputi: a. Lingkungan pengendalian; b Penilaian Resiko; c. Kegiatan Pengendalian; d. Informasi dan Komunikasi; dan e. Pemantauan Pengendalian Intern. (2) Uraian dan pengaturan unsur SPIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas dilakukan sesuai dengan peraturan pemerintah Nomor 60 tahun 2008. (3) Penerapan unsur SPIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas dilaksanakan menyatu dan menjadi bagan integral dari kegiatan dilingkungan kementerian. Pasal 4 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 81 Randang (1) Penyelenggaraan SPIP di lingkungan kementerian di koordinasikan oleh sekretaris jenderal kementerian. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan SPIP sebagaimana dimaksud pada pasal 4 ayat (1), ditetapkan oleh menteri. Pasal 5 (1) Dalam proses Pembangunan dan pengembangan SPIP di bentuk satuan Tugas SPIP dilingkungan kementerian. (2) Susunan dan tugas pokok satuan tugas SPIP Kementerian ditetapkan dengan keputusan menteri. (3) Masing-masing unit kerja mandiri harus membentuk satuan tugas SPIP di lingkungannya yang ditetapkan dengan keputusan menteri yang ditandatangani oleh pejabat eselon I atau kepala unit kerja atas nama menteri. BAB IV PENGUATAN EFEKTIVITAS PENYELENGGARAAN SPIP Pasal 6 (1) Pejabat pada masing-masing unit kerja mandiri dilingkungan kementerian bertanggung jawab atas efektivitas penyelenggaraan SPI di lingkungannya masing-masing. (2) Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas SPI sebagaimana dimaksud pada pasal 6 ayat (1), dilakukan pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas, fungsi, organisasi, dan akuntabilitas keuangan negara di lingkungan kementerian. Pasal 6 Untuk kelancaraan penyelenggaraan SPIP, Kementerian Agama berkoordinasi, dengan BPKP selaku Pembina penyelenggara SPIP. BAB V EVALUASI DAN PELAPORAN Pasal 7 (1) Pengawasan intern sebagaimana di maksud dalam pasal 6 ayat (2) dilakukan dilakukan oleh inspektorat jenderal. (2) Inspektorat jenderal sebagaimana di maksud dalam pasal 7 ayat (1) melakukan pengawasan intern melalui: audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lainnya. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 8 Peraturan menteri ini mulai berlaku pada tanggal di tetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, peraturan menteri Agama ini diundangkan dengan penempatannya dalam berita negara republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 16 Desember 2011 MENTERI AGAMA, SURYADHARMA ALI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 19 Desember 2011 MENTERI HUKUM DAN HAM REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDDIN 82 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 846 Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 Resensi Buku S Judul Penulis Editor Penerbit Terbit Tebal : Budaya Kerja Kementerian Agama : Dr. H. Mundzier Suparta, MA. : H. Nurul Badruttamam, S.Ag., MA. Hakim Jamil, S.Ag. : Inspektorat Jenderal Kementerian Agama : 19 Maret 2012 : 47 Halaman Karena itu, budaya kerja yang ukses dan gagalnya organisasi sangat dipengaruhi oleh iklim dan atmosfir dikembangkan Kementerian Agama digali budaya kerja yang mewarnai tubuh dan dirumuskan dari semangat mulia motto organisasi. Budaya kerja yang positif “Ikhlas Beramal” dengan merevitalisasi nilai sudah tentu melahirkan kinerja organisasi dan maknanya menjadi lebih artikulatif. Buku yang bagus, optimal dan memuaskan semua kecil mungil yang hadir di tangan pembaca ini pihak. Sebaliknya, organisasi yang dihinggapi merupakan panduan berperilaku dan bertindak iklim budaya kerja yang tak sehat bakal bagi para “Abdi Negara” di lingkungan Kementerian Agama dalam bentuk budaya menemui kegagalan dan miskin prestasi. Budaya kerja dimaknai sebagai kerja. Pemahaman terhadap budaya kerja cara pandang yang didasarkan atas nilai- dengan berpijak pada motto “Ikhlas Beramal” nilai pandangan hidup yang menjadi sifat, diharapkan dapat membentuk produktivitas kebiasaan dan pendorong dalam suatu kerja yang dilakukan berdasarkan niat ikhlas kelompok masyarakat atau organisasi yang dalam rangka mengabdikan diri kepada Tuhan tecermin dalam sikap menjadi perilaku kerja untuk kebaikan dan kemajuan bangsa dan yang dibudayakan secara terus-menerus negara. Buku saku setebal 47 hal ini memuat untuk mewujudkan prestasi kerja terbaik. Budaya kerja merupakan potret kebiasaan sembilan sikap kerja yang berlaku sebagai yang dibudayakan dalam suatu kelompok budaya kerja di lingkungan Kementerian dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku, Agama. Pertama, jujur dan memiliki integritas cita-cita, pendapat, pandangan serta tinggi. Kedua, memiliki etika, akhlak mulia, tindakan yang terwujud dalam kerja nyata. dan memberi suri tauladan. Ketiga, taat Nah, Kementerian Agama sebagai instansi hukum dan aturan-aturan yang berlaku. pemerintah sebenarnya sudah memiliki Keempat, bertanggung jawab dan akuntabel. jargon ideal yang mencerminkan sikap budaya Kelima, menghormati hak-hak orang lain dan kerja. Jargon “Ikhlas Beramal” yang tersemat tidak mudah menyalahkan orang lain. Keenam, dalam logo Kementerian Agama hakikatnya mencintai pekerjaan dan mau bekerja keras. merupakan cita ideal dari budaya kerja yang Ketujuh, meningkatkan transparansi dan sangat luhur dan mesti diimplementasikan koordinasi. Kedelapan, disiplin yang tinggi. dalam pola-pola kerja para “Abdi Negara” yang Kesembilan, bersahaja dalam hidup dan kehidupan. [Moh. Anshari] mengabdi di kementerian ini. Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012 83 Fokus Foto Itjen Irjen Kemenag Mundzier Suparta Saat Sidak Ujian Nasional di MAN 7 Jakarta Menag , Wamenag dan para Pejabat Eselon I-II pada Saat HAB Kementerian Agama RI Ke-66 Pelantikan Pejabat eselon I dan II di Lingkungan Kementerian Agama RI Irjen Kemenag Mundzier Suparta Saat Memberikan Arahan Rapim Paripurna Pelaksanaan Program Workhshop Jurnalistik Tim TIPI Inspektorat Jenderal Kementerian Agama Kegiatan Rutin Donor Darah Dharma Wanita Itjen Kementerian Agama