edisi 33 Tahun 2012 - Inspektorat Jenderal

advertisement
Daftar Isi
Fokus
FokusPengawasan
Pengawasan
a.
Diterbitkan oleh Inspektorat Jenderal
Kementerian Agama RI Tahun 2012
2
Dewan Penyunting:
Pembina : Mundzier Suparta
Pengarah: Zaenal Abidin Suphi Mukhayat
Sukarma
Achmad Zaenuddin
Abdul Ghany Abubakar
Dewan Redaksi:
Penanggung jawab:
Maman Taufiqurohman
Ketua : O. Sholehuddin
Sekretaris:Nugraha Stiawan
Anggota : Nur Arifin, Anshori
Akhmad Hariyanto
Ahmad Saubari
M. Ali Zakiyuddin
M. Noer Alya Fitra
Miftahul Huda
Redaksi : Nurul Badruttamam
Hakim Jamil, Ali Ghozi
Moh. Anshari
Produksi : Purnomo Mulyosaputro
Sirkulasi : Sarto
Alamat Redaksi:
Inspektorat Jenderal Kementerian Agama,
Jalan RS. Fatmawati Nomor 33A Cipete
Jakarta Selatan 12420 PO. BOX 3867,
Telp. (021) 75916038, 7697853, Fax. (021)
7692112 E-mail: [email protected]
Dewan Penyunting menerima artikel yang ditulis dengan bahasa Indonesia yang baik dan
benar, terutama dalam bentuk soft copy.
DAFTAR ISI
Surat Pembaca - [3]
Dari Redaksi - [4]
Fokus Utama
■■
■■
■■
■■
■■
■■
Keynote Speech Menteri Agama RI - [5]
Penerapan Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah di Lingkungan Kementerian
Agama- [9]
SPIP sebagai Benteng Pencegahan Korupsi [15]
Pengaruh SPIP terhadap Penilaian Opini BPK
- [21]
Membumikan SPIP dalam Rangka
Mewujudkan Kementerian Agama yang
Bersih - [26]
Pengaruh SPIP terhadap Korupsi di
lingkungan Kementerian Agama - [31]
Pengawasan
■■
■■
■■
Penerapan SPIP sebagai Upaya Membangun
Good Governance dan Clean Goverment [36]
Anomali Makna Gratifikasi - [41]
Beban Kerja Guru Madrasah dalam
Perspektif Pengawasan - [48]
Opini
■■
■■
Manajemen Pendidikan yang Bebas Korupsi
[52]
Membangun Komunikasi Efektif dalam
Kinerja Tim - [59]
Menjadi Pemimpin Indonesia yang Amanah
dan Bermartabat - [64]
Gurita Korupsi dan Pemberantasannya - [69]
■■
Empat Jenis Manusia di Dunia - [76]
■■
PMA Nomor 24 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan SPIP di Lingkungan
Kemenag - [80]
■■
■■
Hikmah
Randang
Resensi Buku
■■
Budaya Kerja Kementeri an Agama - [83]
Surat Pembaca
Wilayah Bebas Korupsi (WBK)
Dalam
beberapa
edisi
Majalah
Fokus
Pengawasan (FP), saya membaca tulisan dengan tema
Wilayah Bebas Korupsi. Yang ingin saya tanyakan
adalah, apakah bisa ada ulasan khusus terkait tema
WBK ini dengan kehadiran lembaga independen KPK?
Salam dan terima kasih sebelumnya. [Ratri, Manado]
Jawab: Terima kasih atas atensi Saudara dalam
Triwulan III 2011 halaman 40 s/d 42 tentang NRG guru
sertifikasi. Keputusan Menteri Agama nomor 73 tahun
membaca Fokus Pengawasan terbitan kami, usul yang
2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembayaran
menarik sebagaimana kita ketahui WBK memang
Tunjangan Profesi dan Bantuan Tunjangan Profesi
menjadi salah satu program andalan kami di 2012 ini.
Guru/Pengawas dalam Binaan Kementerian Agama
Semoga tulisan terkait bisa segera terbit. Salam dan
ditetapkan tanggal 3 Mei 2011. KMA nomor 73 tahun
sukses selalu. [Redaksi]
2011 lampiran romawi II huruf B angka 2 menyatakan
persyaratan penerima tunjangan fungsional memiliki
Batas Usia Auditor
Nomor Registrasi Guru (NRG) dari Kementerian
Sebagai aparat pengawasan, tentu Inspektorat
Pendidikan Nasional. Kami telah lulus sertifikasi tahun
Jenderal Kementerian Agama telah memiliki informasi
2006, 2007, 2008, tetapi sampai sekarang belum
mengenai batas usia auditor karena saya mendengar
memiliki NRG. Bagaimana jika tunjangan profesi
ada peraturan terbaru yang mengatur hal tersebut.
sudah terlanjur dibayarkan. Begitupula pada sertifikat
[Iwan, Bangka Belitung]
pendidik. Untuk itu mohon penjelasan secara langsung
Jawab: Ya betul sekali. Memang telah terbit
ke madrasah binaan dan penjelasan Fokus Pengawasan.
Perpres 41 Tahun 2012. Dalam Perpres tersebut diatur
[Dra. Hasnahara, MA, (MTS Negeri Sungai Tonang Kec.
bahwa batas usia pensiun Auditor Madya dan Auditor
Kampar Utara, Kab. Kampar, Riau).
Utama, dapat diperpanjang hingga usia 60 tahun.
Terima kasih atas atensinya. Sukses selalu. [Redaksi]
Jawab:
Pada dasarnya, proses pengajuan
Nomor Registrasi Guru (NRG) diusulkan dan diajukan
oleh pihak Kantor Kementerian Agama (Kankemenag)
Produk Informasi Publik Terbaru
kabupaten/kota ke Kementerian Agama pusat. Lantas,
Mohon informasi produk informasi publik
Kemenag Pusat mengirimkannya ke Kementerian
terbaru dari Itjen Kemenag, apakah ada selain
Pendidikan dan Kebudayaan pusat. Karena itu, untuk
website? Karena kami perlu pemberitaan terkini dari
pengajuan NRG, Saudara sebaiknya berkoordinasi
Itjen Kemenag. [Mahrus, Madiun Jawa Timur]
langsung dengan pihak Majelis Pendidikan Daerah
Jawab: Saat ini kami tengah menyiapkan
(Mapenda) Kankemenag di tempat Saudara. [Redaksi]
launching produk Tim Informasi Publik Inspektorat
Jenderal (TIPI) yang terdiri dari majalah, website
dengan tampilan terbaru, Itjen News dan ItjenVision.
Launching akan berlangsung pada 7 Mei 2012. Terima
kasih atas perhatiannya selama ini. Salam dan sukses.
Mohon Penjelasan Pengurusan NRG
Kami pembaca setia Majalah Fokus Itjen
Kemenag. Pada Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII
Redaksi memohon maaf,
tidak semua surat pembaca dapat
ditampilkan, karena keterbatasan tempat.
Saran dan kritik dari para pembaca sangat
kami harapkan!
3
Dari Redaksi
P
4
raktek penyimpangan rentan terjadi
di instansi pemerintahan. Sebab
kekuasaan
memang
terkadang
memiliki celah untuk disalahgunakan. Karena itu, penting ada pengendalian dari internal sendiri, sebagai ikhtiar pencegahan
terjadinya praktek penyimpangan oleh
aparatur negara. Dalam konteks ini, pemerintah telah mengatur sistem pengendalian
intern, sebagaimana ditunjukkan dengan
lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) Republik
Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP).
Pembaca Fokus yang berbahagia
Memandang urgensi keberadaan
dan pelaksanaan SPIP ini, kami terpanggil
untuk mengulas lebih mendalam, dan kami
angkat topik SPIP sebagai tema utama pada
Majalah Fokus Pengawasan edisi Triwulan I
Tahun 2012 ini. Sebab, Sistem Pengendalian
Intern pada pemerintah merupakan proses
yang integral pada tindakan dan kegiatan
yang dilakukan secara terus-menerus oleh
pimpinan dan seluruh pegawai. SPIP ini
ditujukan untuk memberikan keyakinan yang
memadai atas tercapainya tujuan organisasi
melalui kegiatan yang efektif dan efisien,
keandalan pelaporan keuangan, pengamanan
aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan. Dalam PP tersebut,
disebutkan
bahwa
pimpinan
instansi
pemerintah, termasuk Menteri Agama, wajib
menciptakan dan memelihara lingkungan
pengendalian yang menimbulkan perilaku
positif dan kondusif untuk penerapan Sistem
Pengendalian Intern dalam lingkungan
kerjanya.
Merespons amanat dalam PP tersebut,
Menteri Agama lantas mengeluarkan Peraturan
Menteri Agama (PMA) Nomor 24 Tahun 2011
tentang Penyelenggaraan SPIP di Lingkungan
Kementerian Agama. PMA ini jadi acuan untuk
mencapai pengelolaan keuangan negara yang
efektif, efisien, transparan, dan akuntabel
yang tentu memerlukan pengendalian atas
penyelenggaraan
program pemerintahan.
Pada aras ini, Inspektorat Jenderal sebagai
lembaga penjamin mutu Kementerian
Agama tentu berkewajiban untuk mengawal
implementasi
SPIP,
karena Inspektorat
Jenderal secara fungsional melaksanakan
pengawasan intern sebagai aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung
jawab langsung kepada menteri/pimpinan
lembaga.
Forum Fokus yang terhormat
Pada edisi kali ini, rubrik Fokus Utama
menampilkan enam artikel yang mengulas
lebih panjang tentang SPIP. Ketujuh artikel
tersebut meninjau SPIP dari beragam sudut
pandang. Misalnya, artikel soal Penerapan
Sistem Pengendalian; SPIP sebagai Benteng
Pencegahan Korupsi; Pengaruh SPIP terhadap
Penilaian Opini BPK; Membumikan SPIP
dalam rangka Mewujudkan Kementerian
Agama yang Bersih; serta Pengaruh SPIP
terhadap Pengendalian Korupsi di lingkungan
Kementerian Agama.
Selain itu, kami juga menyajikan
dua artikel dalam rubrik Pengawasan. Artikel
Penerapan SPIP sebagai upaya Membangun
Good and Clean Governance; Anomali Makna
Gratifikasi; serta Beban Kerja Guru Madrasah
dalam Perspektif Pengawasan, merupakan
sajian yang bisa memperkaya wawasan seputar dunia pengawasan. Kami juga melengkapi
artikel dalam rubrik Opini yang menampilkan
empat artikel. Lantas satu artikel dalam rubrik
Hikmah turut melengkapi sajian edisi kali ini.
Selamat membaca. [Redaksi]
Fokus Utama
Keynote Speech Menteri Agama
pada Seminar Refleksi dan Evaluasi Kebijakan
dan Program Kerukunan Umat Beragama
serta Launching Buku 10 Tahun Pusat Kerukunan Umat Beragama
Menteri Agama Surydharma Ali dan Wamenag Nasaruddin Umar beserta pejabat eselon I dan II
di lingkungan Kementerian Agama pada acara HAB Kemenag Ke-66
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Salam sejahtera untuk kita semua,
Yth. Para Pejabat Eselon I dan II Kementerian Agama;
Yth. Para Ketua Majelis-majelis Agama;
Yth. Para Pengurus Forum Kerukunan Umat Beragama;
Yth. Para Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat;
Yth. Para Narasumber, Hadirin, Peserta, dan Para Undangan yang berbahagia.
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya kita dapat hadir pada acara Seminar dan
Evaluasi Kebijakan dan Program Kerukunan Umat Beragama serta Launching Buku 10 Tahun
Pusat Kerukunan Umat Beragama yang diselenggarakan dalam kaitannya dengan momentum
Hari Amal Bhakti (HAB) Kementerian Agama ke-66.
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
5
Fokus Utama
Tepat sekali, pada usia pengabdian Kementerian Agama yang telah memasuki ke-66
tahun ini, kita melakukan refleksi dan evaluasi kebijakan dan program yang berhubungan
dengan kerukunan umat beragama. Hal ini penting kita lakukan guna mengukur tingkat
keberhasilan dan kegagalan kita untuk kemudian kita jadikan modal bagi penyusunan
kebijakan dan program selanjutnya. Karena itu, saya memberikan apresiasi dan menyambut
baik penyelenggaraan kegiatan ini dengan harapan kita dapat melihat secara objektif dan
komprehensif terkait dengan berbagai kebijakan dan program kerukunan umat beragama
selama 10 tahun terakhir dalam rangka meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama di
masa yang akan datang.
Hadirin yang saya hormati,
Dalam beberapa tahun terakhir, persoalan-persoalan yang terkait dengan intern dan
antarumat beragama menjadi perhatian banyak kalangan, seiring dengan munculnya gejalagejala disharmoni kehidupan umat beragama dengan bermacam bentuk dan varian seperti
kekerasan dan diskriminasi sosial atas nama agama. Berbagai kebijakan dan program telah kita
lakukan untuk menyelesaikan, atau setidaknya mendorong bagi terciptanya sebuah kondisi
kehidupan umat beragama yang harmonis dengan mengembangkan pemahaman agama yang
moderat, adil, dan seimbang, serta membangun jalinan kerjasama antarumat beragama di
seluruh Nusantara.
Namun, harus kita akui bahwa masalah kehidupan umat beragama bukanlah fenomena
yang hanya memiliki variabel tunggal berupa sosial-keagamaan semata, tetapi fenomena
yang memiliki banyak variabel, seperti ekonomi, politik, etnis, profil kedaerahan dan budaya.
Sehingga, suatu gejala disharmoni sosial keagamaan di tengah masyarakat kita, harus dilihat
dalam potret hubungan yang utuh antara variabel yang lain.
Sebagai contoh, dalam beberapa kasus yang melibatkan umat beragama, masalah
sosial-ekonomi kerap menjadi pemicu konflik. Selain itu, faktor konstelasi politik lokal maupun
nasional bersamaan dengan pelaksanaan agenda-agenda politik juga sering menjadi salah
satu penyumbang atas berbagai masalah kehidupan umat beragama, dimana agama dengan
segala keunikannya terbawa oleh kepentingan-kepentingan sepihak dan pragmatis. Termasuk
juga faktor antropologi etnis, budaya, adat-istiadat yang sangat majemuk, sehingga rentan
bagi munculnya stigma-stigma sosial negatif yang menjadi pemicu konflik.
Menurut catatan para ahli, penyebab dari ketegangan sosial yang terjadi belakangan
ini, termasuk konflik yang melibatkan umat beragama, terkait dengan berbagai faktor yang
saling terkait.
Pertama, krisis di berbagai bidang selain menciptakan merosotnya kepercayaan
masyarakat terhadap aparatur pemerintah, juga memunculkan sikap saling curiga yang tinggi
antarberbagai kelompok masyarakat. Kedua, kesenjangan sosial, ekonomi, dan politik, serta
rasa keadilan. Kesenjangan dalam berbagai bidang mempermudah pengikut agama terseret
6
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
Fokus Utama
dalam arus persaingan, pertentangan dan bahkan permusuhan antarkelompok. Ketiga, akibat
dari sebab yang pertama dan kedua, berkembang pula propaganda-propaganda keagamaan
yang semakin menciptakan eksklusifitas kepentingan kelompok.
Hadirin yang saya hormati,
Oleh karena itu, masalah kehidupan umat beragama perlu dilihat secara lebih arif.
Tentu, saya sangat berharap kiranya acara ini dapat melahirkan gagasan-gagasan brilian dan
orisinal dalam upaya-upaya konkrit membangun program pemantapan serta pemeliharaan
kerukunan dan kehidupan beragama yang dapat diimplementasikan sampai ke tingkat
masyarakat yang paling bawah. Harapan ini beralasan mengingat adanya berbagai keterbatasan
pemerintah, terutama terkait dengan sumber daya manusia dan anggaran. Keterbatasan ini
pula yang mengharapkan adanya inisiatif dan peran aktif serta kemandirian masyarakat untuk
memelihara dan memantapkan kerukunan di wilayah masing-masing dengan mempertajam
sendi-sendi agama yang kita pahami bahwa di dalamnya terdapat prinsip-prinsip kerukunan
dan hubungan sosial antarpenganut agama. Prinsip-prinsip itu kiranya perlu menjadi perhatian
berbagai pihak, terutama jajaran Kementerian Agama, para tokoh agama dan tokoh masyarakat,
serta segenap pengurus FKUB yang memiliki akses langsung terhadap Pemerintah Daerah,
baik berupa rekomendasi, aspirasi maupun usulan-usulan implementatif terkait pemeliharaan
kerukunan di wilayah masing-masing sebagai prasyarat dalam membangun masyarakat yang
damai dan sejahtera lahir batin.
Jika kita cermati, prinsip-prinsip yang ada pada setiap agama merupakan aset yang
menjunjung tinggi semangat kerukunan. Konsekuensi logisnya adalah tidak akan pernah
timbul persoalan pada umat beragama itu sendiri. Manakala realitas tersebut didukung oleh
pemahaman masyarakat atas ajaran-ajaran agamanya dengan baik, kemudian diterjemahkan
ke dalam praksis kehidupan sosial, maka agama akan menjadi instrumen perekat antarumat
beragama dalam bingkai kebangsaan.
Berangkat dari kondisi masyarakat di atas, maka kebijakan dan program kerukunan umat
beragama kiranya menempati peran strategis dalam pembinaan kerukunan umat beragama.
Peran tersebut sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam pembinaan bidang agama, yang
di antaranya adalah meningkatkan kualitas hidup dan kerukunan umat beragama.
Kerukunan umat beragama dalam konteks ini, merupakan tantangan besar bila
indikasi yang ditimbulkan di berbagai daerah hanyalah persoalan konflik-konflik dan kurangnya
dukungan masyarakat luas bagi kemungkinan terwujudnya kerukunan hidup umat beragama.
Karenanya, perlu ditekankan pada kesempatan ini akan pentingnya pembinaan masyarakat
dalam pemahaman agama dan implementasinya ke dalam kehidupan masyarakat. Selain itu,
sosialisasi pemahaman ajaran-ajaran agama dengan benar kepada masyarakat merupakan
tugas kita semua.
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
7
Fokus Utama
Hadirin yang saya hormati,
Kiranya cukup jelas apa yang sesungguhnya menjadi perhatian kita terkait kebijakan
dan program kerukunan umat beragama. Karena, persoalan-persoalan umat beragama tidak
lagi dapat dilihat secara sederhana dan dipandang sebagai persoalan sosial-keagamaan
semata, namun pula sebagai persoalan yang menyangkut ekonomi, budaya, politik dan bahkan
persoalan yang menyangkut dunia global. Di sinilah sesungguhnya peran jajaran Kementerian
Agama bersama-sama dengan para tokoh masyarakat dan tokoh agama.
Lahirnya unit Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) sangat diperlukan mengingat
bahwa di antara sekian banyak persoalan dapat diawali dan dikembangkan dialog dan
negosiasi. Tidak hanya itu, peran-peran tersebut dapat diperluas lagi menjadi pemberdayaan
umat beragama untuk bangkit dari berbagai keterpurukan, terutama dari sisi peningkatan
kesejahteraan dan ekonomi masyarakat. Dalam konteks ini, masing-masing pihak dituntut
untuk mengedepankan asas-asas kebersamaan ketimbang kepentingan-kepentingan kelompok
agama ataupun isu-isu primordialisme lainnya yang bila dibiarkan dapat menghambat berbagai
upaya yang selama ini telah kita lakukan.
Hadirin yang saya hormati,
Pada kesempatan ini, saya menyampaikan apresiasi kepada berbagai pihak yang telah
berkontribusi atas terselenggaranya acara ini, khususnya kepada Sekretaris Jenderal beserta
jajarannya. Selain itu, saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, khususnya
kepada para pimpinan Majelis Agama, tokoh masyarakat, tokoh agama, pimpinan ormas, dan
pihak-pihak lainnya yang telah dan terus menjaga harmoni kehidupan umat beragama hingga
saat ini.
Selamat mengikuti acara ini kepada para hadirin, semoga menghasilkan masukanmasukan berharga bagi Kementerian Agama terkait kebijakan dan program kerukunan umat
beragama yang bernilai strategis dalam rangka memantapkan kerukunan umat beragama
dalam masyarakat dan berbangsa pada umumnya. Akhirnya, dengan mengucapkan
Bismillahirrahmanirrahim, Seminar Refleksi dan Evaluasi Kebijakan dan Program Kerukunan
Umat Beragama serta Launching Buku 10 Tahun Pusat Kerukunan Beragama, secara resmi
saya nyatakan dibuka. Semoga Allah SWT., Tuhan Yang Maha Esa, menjadikannya sebagai
amal ibadah kita semua.
Wallahul Muwaffiq ila Aqwamith Thariq,
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 9 Januari 2012
Menteri Agama R.I.
H. Suryadharma Ali
8
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
Fokus Utama
Penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
di Lingkungan Kementerian Agama
Oleh: M. Asnawi
Sekjen Kemenag Bahrul Hayat dan Irjen Kemenag Mundzier Suparta
Saat Memberikan Keterangan Pers Terkait Pelaksanan UN di MAN 13 Jakarta
O
pini disclaimer yang diberikan
BPK RI atas laporan keuangan
suatu
Kementerian/Lembaga Negara (K/L) seringkali
disebabkan
oleh
kelemahan
sistem
pengendalian Intern kementerian/lembaga
negara
tersebut.
Kelemahan
sistem
pengendalian
tersebut
mengakibatkan
terbukanya peluang terjadinya penyimpangan
dalam pelaksanaan APBN. Kelemahankelemahan tersebut antara lain kelemahan
Sistem Akuntasi dan Pelaporan Keuangan
Negara, termasuk terbatasnya sumber daya
manusia (SDM) Pengelola Keuangan dan
Inventaris Aset di pusat maupun di daerah
Pengertian Sistem Pengendalian
Intern menurut Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)
adalah proses yang integral pada tindakan
dan kegiatan yang dilakukan secara terus
menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai
untuk memberikan keyakinan memadai
atas tercapainya tujuan organisasi melalui
kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan
pelaporan keuangan, pengamanan aset
negara, dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan.
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
9
Fokus Utama
Penerapan SPIP di lingkungan
Kementerian Agama adalah penggunaan
unsur-unsur SPIP dalam melaksanakan tugas
dan fungsi pada setiap unit kerja di lingkungan
Kementerian dalam rangka mewujudkan tata
pemerintahan yang baik (good governance)
untuk menuju pemerintahan yang bersih
(clean governance) serta keefektifannya
dalam mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi.
Pembangunan SPIP di lingkungan
Kementerian bertujuan untuk mewujudkan
pengendalian yang dapat memberikan
keyakinan yang memadai, bahwa program
atau kegiatan terlaksana dengan baik secara
Efektif, Efisien dan Ekonomis (3E), sehingga
dapat mempertahankan serta meningkatkan
opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
terhadap laporan keuangan Kementerian
menuju Wajar Tanpa Pengecualian. SPIP
diharapkan menjadi sistem pengendalian
yang lebih menekankan pada aspek soft
control dan berbasis resiko terhadap
pengelolaan keuangan sehingga tercipta
ketaatan terhadap peraturan perundangundangan, pengamanan aset yang tinggi,
laporan keuangan yang handal, serta dapat
menekan perilaku korupsi dalam pelaksanaan
tugas dan fungsi.
Sesuai dengan PP Nomor 60 Tahun
2008, SPIP terdiri dari lima unsur, yaitu:
lingkungan pengendalian, penilaian risiko,
kegiatan pengendalian, informasi dan
komunikasi, dan pemantauan pengendalian
intern. Kelima unsur pengendalian intern
merupakan unsur yang terjalin erat satu
dengan yang lainnya. Proses pengendalian
menyatu pada tindakan dan kegiatan
yang dilakukan secara terus menerus oleh
10
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
pimpinan dan seluruh pegawai. Oleh karena
itu, yang menjadi fondasi dari pengendalian
adalah unsur sumber daya manusia (SDM)
di dalam organisasi yang membentuk
lingkungan pengendalian yang baik dalam
mencapai sasaran dan tujuan yang ingin
dicapai instansi pemerintah.
Setiap pimpinan unit kerja setingkat
Eselon I dan Kepala Kantor Wilayah
membentuk Tim Satuan Tugas SPIP (Tim
Satgas SPIP) di lingkungan kerjanya masingmasing dan bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan SPIP pada unit kerja yang berada
di bawah lingkungan pengendaliannya.
Di lingkungan Kementerian Agama telah
diterbitkan dua aturan terkait dengan SPIP,
yaitu Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor
24 Tahun 20011 tentang Penyelenggaraan
SPIP di lingkungan Kementerian Agama dan
Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 216
Tahun 2011 tentang Pembentukan Satgas
Penyelenggaraan SPIP Kementerian Agama
Pusat.
Pelaksanaan SPIP pada setiap unit
kerja dilakukan dengan melaksanakan unsurunsur pengendalian sebagai berikut: Unsur
Pertama, yaitu lingkungan pengendalian.
Pimpinan dan pegawai instansi pemerintah
memiliki sikap perilaku yang positif dan
mendukung pengendalian intern dan
manajemen bersih. Pimpinan Instansi
Pemerintah harus menyampaikan pesan
bahwa nilai-nilai integritas dan etis tidak
boleh dikompromikan. Pimpinan instansi
pemerintah menunjukkan suatu komitmen
terhadap kompetensi pegawainya dan
menggunakan kebijakan dan praktik
pembinaan sumber daya manusia yang
Fokus Utama
baik.
Pimpinan
instansi
pemerintah
Komitmen yang dilaksanakan secara
memiliki kepemimpinan yang kondusif yang periodik tersebut perlu dipantau dan dalam
mendukung pengendalian intern yang efektif. pelaksanaannya perlu diimbangi dengan
Struktur organisasi instansi pemerintah adanya kepemimpinan yang kondusif sebagai
dan metode pendelegasian wewenang dan pemberi teladan untuk dituruti oleh seluruh
tanggung jawab memberikan kontribusi pegawai. Agar dapat mendorong terwujudnya
terhadap efektivitas pengendalian intern. hal tersebut, maka diperlukan aturan
Instansi pemerintah memiliki hubungan kepemimpinan yang baik. Aturan tersebut
kerja yang baik dengan badan legislatif serta perlu disosialisasikan kepada
seluruh
auditor internal dan eksternal.
pegawai untuk diketahui bersama. Demikian
Dalam PP 60/2008 yang menjadi sub juga, struktur organisasi perlu dirancang
unsur pertama dari lingkungan pengendalian sesuai dengan kebutuhan dengan pemberian
adalah pembangunan integritas dan nilai tugas dan tanggung jawab kepada pegawai
etika organisasi dengan maksud agar dengan tepat. Terhadap struktur yang telah
seluruh pegawai mengetahui aturan untuk ditetapkan, perlu dilakukan analisis secara
berintegritas yang baik
berkala
tentang
dan
melaksanakan
bentuk struktur yang
Penerapan SPIP di lingkungan Kementerian
kegiatannya dengan
tepat.
Diperlukan
Agama adalah penggunaan unsur-unsur SPIP
dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pada
sepenuh hati dengan
pembinaan sumber
setiap
unit
kerja
di
lingkungan
Kementerian
berlandaskan
pada
daya manusia yang
dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan
nilai
etika
yang
tepat
sehingga
yang baik (good governance)
untuk menuju pemerintahan yang
berlaku untuk seluruh
tujuan
organisasi
bersih
(clean
government)
serta
keefektifannya
pegawai
tanpa
tercapai. Di samping
dalam mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi.
terkecuali. Integritas
itu,
keberadaan
dan nilai etika tersebut
aparat pengawasan
perlu
dibudayakan,
intern
pemerintah
sehingga akan menjadi suatu kebutuhan (APIP) perlu ditetapkan dan diberdayakan
bukan keterpaksaan. Oleh karena itu, budaya secara tepat agar dapat berperan secara
kerja yang baik pada instansi pemerintah efektif. Hal lain yang perlu dibangun dalam
perlu dilaksanakan secara terus menerus penyelenggaraan lingkungan pengendalian
tanpa henti. Selanjutnya, dibuat pernyataan yang baik adalah menciptakan hubungan kerja
bersama untuk melaksanakan integritas dan sama yang baik antara instansi pemerintah
nilai etika tersebut dengan menuangkannya yang terkait.
pada suatu pernyataan komitmen untuk Pimpinan unit kerja dan seluruh
melaksanakan integritas. Pernyataan ini pegawai pada setiap unit kerja di lingkungan
berupa pakta (pernyataan tertulis) tentang kementerian harus menciptakan dan
integritas yang berisikan komitmen untuk memelihara
lingkungan
pengendalian
dilaksanakan.
dalam seluruh organisasi yang menimbulkan
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
11
Fokus Utama
perilaku positif dan mendukung manajemen kesesuaian dengan tujuan strategik yang
yang sehat. Untuk mewujudkan lingkungan ditetapkan pemerintah. Setelah penetapan
pengendalian yang posistif dan manajemen tujuan, instansi pemerintah melakukan
yang sehat diperlukan beberapa aspek identifikasi risiko atas risiko intern dan eksyang mendukungnya. Aspek-aspek tersebut tern yang dapat mempengaruhi keberhasilan
adalah aspek organisasi, kebijakan, sumber pencapaian tujuan tersebut, kemudian
daya manusia, dan prosedur.
menganalisis risiko yang memiliki probability
Unsur kedua, penilaian risiko. kejadian dan dampak yang sangat tinggi
pimpinan instansi pemerintah sudah sampai dengan risiko yang sangat rendah.
menetapkan tujuan keseluruhan instansi Berdasarkan hasil penilaian risiko
pemerintah yang jelas dan konsisten serta dilakukan respon atas risiko dan membangun
tujuan tingkatan kegiatan yang mendukungnya. kegiatan pengendalian yang tepat. Dengan
pimpinan instansi pemerintah sudah kata lain, kegiatan pengendalian dibangun
melakukan
identifidengan maksud untuk
kasi risiko secara
merespon
risiko
Integritas
dan
nilai
etika
perlu
menyeluruh,
mulai
yang dimiliki instansi
dibudayakan,
sehingga
akan
menjadi
dari sumber interpemerintah
dan
suatu
kebutuhan
bukan
keterpaksaan.
nal maupun ekstermemastikan bahwa
Oleh
karena
itu,
budaya
kerja
yang
nal,
yang
dapat
respon
tersebut
baik
pada
instansi
pemerintah
perlu
mempengaruhi
keefektif.
Seluruh
dilaksanakan
secara
terus-menerus
mampuan
instansi
penyelenggaraan
tanpa
henti.
pemerintah
dalam
unsur SPIP tersebut
mencapai tujuannya.
haruslah dilaporkan
Analisis risiko sudah
dan dikomunikasikan
dilaksanakan dan instansi pemerintah sudah serta
dilakukan
pemantauan
secara
mengembangkan pendekatan yang memadai terus-menerus guna perbaikan yang
untuk mengelola risiko. Selain itu, sudah berkesinambungan. Aspek-aspek yang terkait
ada mekanisme untuk mengidentifikasi dengan unsur yang kedua ini meliputi: aspek
perubahan yang dapat mempengaruhi penilaian risiko, penanganan risiko, serta
kemampuan instansi pemerintah tersebut aspek pemantauan dan evaluasi risiko.
dalam mencapai visi, misi, dan tujuannya.
Unsur ketiga, kegiatan pengendalian.
Pengendalian
intern
harus Kebijakan, prosedur, teknik, dan mekanisme
memberikan penilaian atas risiko yang pengendalian
yang
memadai
sudah
dihadapi unit organisasi baik dari luar mau- dikembangkan dan sudah diterapkan
pun dari dalam. Dengan dua sub unsurnya, untuk memastikan adanya kepatuhan
dimulai dengan melihat kesesuaian antara terhadap arahan yang sudah ditetapkan.
tujuan kegiatan yang dilaksanakan instansi Kegiatan pengendalian yang tepat sudah
pemerintah dengan tujuan sasarannya, serta dikembangkan untuk setiap kegiatan instansi
12
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
Fokus Utama
pemerintah dan diterapkan sebagaimana
mestinya. Kegiatan pengendalian membantu
memastikan bahwa arahan pimpinan
instansi pemerintah dilaksanakan. Kegiatan
pengendalian harus efisien dan efektif dalam
pencapaian tujuan organisasi.
Kegiatan
pengendalian
dapat
diwujudkan dengan baik melalui beberapa
tindakan yang dilakukan dengan rencana
strategi yang jelas. Ada beberapa syarat yang
harus dilalui agar kegiatan pengendalian
ini dapat berjalan sesuai dengan yag
diharapkan. Syarat dan tindakan tersebut
antara lain: pimpinan telah menetapkan visi,
misi dan tujuan organisasi secara tertulis
pada unit kerja masing-masing di lingkungan
kementerian; visi, misi dan tujuan organisasi
mengacu pada tugas dari unit kerja atau
satuan kerja; pengendalian atas pengelolaan
sistem informasi, seperti pembatasan akses
berdasarkan tanggung jawab; pimpinan telah
melakukan pemisahan tugas sesuai dengan
pemisahan fungsi yang ditetapkan; pimpinan
telah melakukan pengendalian berupa
updating data secara berkala; pimpinan telah
melakukan kegiatan reviu capaian indikator
kinerja secara berkala terhadap kegiatan
strategis; pimpinan menetapkan personil
untuk melakukan pemantauan indikator atau
ukuran kinerja untuk kegiatan strategis.
Selain itu juga pendokumentasian
yang baik atas penerapan sistem pengendalian intern (SPI) terhadap transaksi atau
kejadian penting di unit kerja atau satuan
kerja; pimpinan telah menetapkan kebijakan,
standar
dan
prosedur
pengamanan
aset; pimpinan telah menyimpan dan
mengamankan uang tunai dan surat-surat
berharga dalam tempat yang terkunci, dan
akses ke aset tersebut dikendalikan secara
ketat; penyimpanan uang di brankas tidak
melebihi Rp 10.000.000,00,- (sepuluh juta
rupiah); pimpinan telah melakukan cash
opname setiap tiga bulan dan melakukan
stock opname setiap setahun sekali;
Instansi telah menyelenggarakan SAI
dan menyelenggarakan penatausahaan
barang (SIMAK BMN); instansi telah
membuat kode inventaris barang; instansi
telah mengamankan aset dengan alarm,
penjagaan keamanan dan pemadam
kebakaran; pimpinan telah menetapkan
kebijakan penggunaan aset di luar jam kerja;
dan pimpinan telah menunjuk petugas
penanggungjawab pemakai aset.
Unsur keempat yaitu informasi
dan komunikasi. Sistem informasi untuk
mengidentifikasi dan mencatat informasi
operasional dan keuangan yang penting yang
berhubungan dengan peristiwa internal dan
eksternal telah ada dan diimplementasikan.
Informasi tersebut dikomunikasikan kepada
pimpinan dan pihak lain di lingkungan
instansi pemerintah dalam bentuk yang
memungkinkan pihak tersebut melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya secara efisien
dan efektif. Pimpinan instansi pemerintah
memastikan bahwa komunikasi internal
telah terjalin dengan efektif. Pimpinan
instansi pemerintah juga harus memastikan
bahwa komunikasi eksternal yang efektif
juga terjalin dengan kelompok-kelompok
yang dapat mempengaruhi pencapaian
visi, misi, dan tujuan instansi pemerintah.
Pimpinan instansi pemerintah menggunakan
berbagai bentuk komunikasi yang sesuai
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
13
Fokus Utama
dengan kebutuhannya serta mengelola, evaluasi terpisah dalam pelaksanaan tugas
mengembangkan, dan memperbaiki sistem dan fungsi dan Pemantauan Tindak Lanjut
informasinya dalam upaya meningkatkan Hasil Pengawasan (TLHP).
komunikasi secara berkesinambungan.
Aspek Evaluasi terpisah dalam
Informasi harus dicatat dan dilapor- pelaksanaan tugas dan fungsi meliputi:
kan kepada pimpinan instansi pemerintah pimpinan unit kerja menetapkan mekanisme
dan pihak lain yang ditentukan. Informasi atau prosedur secara tertulis mengenai
disajikan dalam suatu bentuk dan sarana pelaksanaan evaluasi dan penilaian terpisah;
tertentu serta tepat waktu sehingga hasil dari evaluasi dan penilaian berupa
memungkinkan pimpinan instansi pemerintah laporan yang menyajikan kondisi yang
melaksanakan pengendalian dan tanggung dibandingkan dengan kriteria, kendala dan
jawabnya. Unsur informasi dan komunikasi rekomendasi; waktu penyelesaian evaluasi,
meliputi tiga aspek, yaitu informasi, penilaian dan penyampaian laporan dilakukomunikasi,
serta
kan tepat waktu, serta
aspek dan bentuk
telah dimanfaatkan
Pemantauan
harus
dapat
menilai
sarana informasi dan
oleh pimpinan; dan
kualitas
kinerja
dari
waktu
ke
waktu
komunikasi.
pelaporan
hasil
dan memastikan bahwa rekomendasi
Unsur kelima,
evaluasi dan penilaian
hasil audit dan reviu lainnya dapat
yaitu
pemantauan.
diarsipkan dan didosegera ditindaklanjuti.
Pemantauan pengenkumentasikan dengan
dalian intern menilai
tertata rapi.
kualitas
kinerja
Sedangkan
pengendalian intern instansi pemerintah aspek pemantauan Tindak Lanjut Hasil
secara terus-menerus sebagai bagian Pengawasan (TLHP) meliputi; pimpinan
dari proses pelaksanaan kegiatan sehari- telah menetapkan pegawai yang bertugas
hari. Selain itu, evaluasi terpisah terhadap menyelesaikan TLHP; pimpinan telah
pengendalian intern dilakukan
secara memiliki mekanisme atau prosedur secara
berkala dan kelemahan yang ditemukan tertulis guna menindak-lanjuti temuan atau
diteliti lebih lanjut. Sudah ada prosedur rekomendasi LHP intern maupun ekstern;
untuk memastikan bahwa seluruh temuan pimpinan unit kerja telah memantau dan
audit dan reviu lainnya segera dievaluasi, mengawasi tindaklanjut atas temuan
ditentukan tanggapan yang tepat, dan hasil audit dan telah mencegah agar tidak
dilaksanakan
tindakan
perbaikannya. terjadinya temuan yang sama pada ta-hun
Pemantauan harus dapat menilai kualitas berikutnya; dan pimpinan secara berkala
kinerja dari waktu ke waktu dan memastikan menyampaikan perkembangan penanganan
bahwa rekomendasi hasil audit dan reviu TLHP kepada Aparat Pengawasan Intern.
lainnya dapat segera ditindaklanjuti. [M. Asnawi]
Pemantauan ini memiliki dua aspek, yaitu
14
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
Fokus Utama
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) sebagai
Benteng Pencegahan Korupsi
Oleh: Yati Nurhayati
P
Irjen Kemenag Mundzier Suparta
Saat Memberikan Arahan tentang Rapim Paripurna Pelaksanaan Program
di Auditorium Kementerian Agama
rinsip dasar yang terkandung
dalam
Sistem
Pengendalian
Intern Pemerintah (SPIP) adalah
tercapainya efektivitas dan efisiensi
dalam pencapaian tujuan penyelenggaraan
kegiatan pemerintahan, keandalan pelaporan
keuangan, pengamanan aset negara dan
ketaatan terhadap peraturan perundangundangan. Untuk menjamin tercapainya
harapan tersebut, dalam SPIP yang sudah
ditetapkan oleh Presiden melalui Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008
mengatur berbagai hal tentang prinsip
pengendalian yang harus dilakukan oleh
setiap pimpinan lembaga dan instansi
pemerintah. Dengan ditetapkannya SPIP
melalui PP tersebut, maka setiap menteri/
pimpinan lembaga, gubernur, bupati/
walikota wajib melakukan pengendalian atas
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan
dengan berpedoman pada SPIP sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 2 Ayat (1) dan
sekaligus bertanggung jawab atas efektivitas
penyelenggaraan sistem pengendalian intern
di lingkungan masing-masing.
Keberadaan SPIP merupakan suatu
langkah maju dalam hal pengendalian
pelaksanaan kegiatan kepemerintahan, di
mana SPIP diartikan sebagai proses yang
integral pada tindakan dan kegiatan yang
dilakukan secara terus-menerus oleh
pimpinan dan seluruh pegawai untuk
memberikan keyakinan memadai atas
tercapainya tujuan organisasi.
SPIP mengatur bahwa pimpinan
instansi pemerintah wajib menciptakan dan
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
15
Fokus Utama
memelihara lingkungan pengendalian yang
menimbulkan perilaku positif dan kondusif
untuk penerapan SPI dalam lingkungan
kerjanya, melakukan penilaian risiko,
menyelenggarakan kegiatan pengendalian
sesuai dengan ukuran, kompleksitas dan sifat
dari tugas dan fungsi instansi pemerintah
yang
bersangkutan,
mengidentifikasi,
mencatat dan mengkomunikasikan informasi
dalam bentuk dan waktu yang tepat serta
melakukan pemantauan terhadap penerapan
SPI.
Menciptakan
dan
memelihara
lingkungan pengendalian merupakan unsur
yang paling penting dalam penerapan SPIP
dan menjadi dasar untuk terselenggaranya
unsur-unsur SPI lainnya. Lingkungan
pengendalian yang baik dapat diciptakan
oleh adanya kepemimpinan yang kondusif,
yaitu pemimpin yang mengambil keputusan
berdasarkan pada data hasil penilaian risiko.
Jenis pengendalian yang diatur dalam SPIP
terdiri dari lima unsur pengendalian. Pertama,
lingkungan pengendalian, dalam hal ini
pimpinan harus memberikan keteladanan
untuk menciptakan lingkungan pengendalian
yang kondusif didasari dengan integritas dan
nilai etika yang luhur. Pengendalian ini terdiri
dari delapan sub unsur meliputi:
(1) penegakan integritas dan nilai
etika. (2) komitmen terhadap kompetensi.
(3) kepemimpinan yang kondusif. (4)
pembentukan struktur organisasi yang
sesuai dengan kebutuhan. (5) pendelegasian
wewenang dan tanggung jawab yang tepat.
(6) penyusunan dan penerapan kebijakan
yang sehat tentang pembinaan SDM. (7)
perwujudan peran aparat pengawasan intern
16
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
pemerintah yang efektif. (8) hubungan
kerja yang baik dengan instansi pemerintah
terkait.
Kedua, penilaian risiko. Sebagai
unsur kedua SPIP, memberikan kesadaran
bagi seluruh komponen organisasi untuk
peduli pada risiko yang bakal terjadi. Dalam
rangka penilaian risiko, pimpinan instansi
pemerintah menetapkan: (1) tujuan instansi
pemerintah. Tujuan instansi pemerintah
memuat pernyataan dan arahan yang spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis dan terikat
waktu. Tujuan instansi pemerintah wajib
dikomunikasikan kepada seluruh pegawai.
(2) penetapan tujuan pada tingkatan
kegiatan, hal ini didasarkan pada tujuan dan
rencana strategis instansi pemerintah, saling
melengkapi, saling menunjang dan tidak
bertentangan satu dengan lainnya, relevan
dengan seluruh kegiatan utama instansi
pemerintah, memiliki kriteria pengukuran,
didukung sumber daya instansi pemerintah
yang cukup dan melibatkan seluruh tingkat
pejabat dalam proses penetapannya. (3)
melakukan penilaian terhadap faktor lain
yang dapat meningkatkan risiko.
Ketiga, kegiatan pengendalian, dalam
hal ini pimpinan instansi pemerintah wajib
menyelenggarakan kegiatan pengendalian
sesuai dengan ukuran, kompleksitas dan sifat
dari tugas dan fungsi instansi pemerintah
yang
bersangkutan.
Penyelenggaraan
kegiatan
pengendalian
ini
memiliki
karakteristik sebagai berikut: kegiatan
pengendalian diutamakan pada kegiatan
pokok instansi pemerintah; kegiatan
pengendalian harus dikaitkan dengan proses
penilaian risiko; kegiatan pengendalian
Fokus Utama
yang dipilih disesuaikan dengan sifat khusus kan dan memanfaatkan berbagai bentuk
instansi pemerintah; kebijakan dan prosedur dan sarana komunikasi serta mengelola,
harus ditetapkan secara tertulis; prosedur mengembangkan dan memperbarui sistem
yang telah ditetapkan harus dilaksanakan informasi secara terus menerus.
sesuai yang ditetapkan secara tertulis; Kelima, pemantauan. Pemantauan
kegiatan pengendalian dievaluasi secara sistem pengendalian intern dilaksanakan
teratur untuk memastikan bahwa kegiatan melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi
tersebut masih sesuai dan berfungsi seperti terpisah dan tindak lanjut rekomendasi
yang diharapkan.
hasil audit dan reviu lainnya. Pemantauan
Kegiatan pengendalian ini terdiri berkelanjutan diselenggarakan melalui
atas: reviu atas kinerja instansi pemerintah kegiatan pengelolaan rutin, supervisi,
yang bersangkutan; pembinaan sumber daya pembandingan, rekonsiliasi, dan tindakan
manusia; pengendalian atas pengelolaan lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas.
sistem informasi; pengendalian fisik atas Evaluasi terpisah diselenggarakan melalui
aset;
penetapan
penilaian
sendiri,
dan
reviu
atas
reviu, dan pengujian
Lingkungan pengendalian yang baik
indikator dan ukuran
efektivitas
sistem
dapat diciptakan oleh adanya
kinerja;
pemisahan
pengendalian intern.
kepemimpinan yang kondusif, yaitu
fungsi;
otorisasi
Evaluasi
terpisah
pemimpin yang mengambil keputusan
atas transaksi dan
dapat dilakukan oleh
berdasarkan pada data hasil penilaian
kejadian yang penting;
aparat pengawasan
pencatatan
yang
intern
pemerintah
akurat dan tepat waktu atas transaksi dan atau pihak eksternal pemerintah. Evaluasi
keja-dian; pembatasan akses atas sumber terpisah
dapat
dilakukan
dengan
daya dan pencatatannya; akuntabilitas menggunakan daftar uji pengendalian intern.
terhadap sumber daya dan pencatatannya; Tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan
serta dokumentasi yang baik atas Sistem reviu lainnya harus segera diselesaikan dan
Pengendalian Intern serta transaksi dan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme
kejadian penting.
penyelesaian rekomendasi hasil audit dan
Keempat, informasi dan komu- reviu lainnya yang ditetapkan.
nikasi. Pimpinan instansi pemerintah Korupsi dan bentuk penyimpangan
wajib mengidentifikasi, mencatat dan anggaran lainnya, sejak pemerintahan orde
mengkomunikasikan
informasi
dalam baru sampai sekarang tidak pernah hilang
bentuk dan waktu yang tepat. Komunikasi dari permukaan bumi Indonesia tercinta,
atas informasi wajib diselenggarakan secara bahkan semakin meningkat. Perbuatan
efektif. Untuk menyelenggarakan komunika- korupsi telah menimbulkan kerugian negara
si yang efektif, pimpinan instansi pemerin- yang sangat besar yang pada gilirannya
tah harus sekurang-kurangnya menyedia- dapat berdampak pada timbulnya krisis di
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
17
Fokus Utama
berbagai bidang. Untuk itu, upaya pencega- perbuatan curang; benturan kepentingan
han dan pemberantasan korupsi perlu dalam pengadaan; dan gratifikasi.
semakin ditingkatkan dan diintensifkan Dalam arti luas, korupsi adalah
dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi penyalahgunaan jabatan resmi untuk
manusia dan kepentingan masyarakat. Korup- keuntungan
pribadi.
Korupsi
telah
si, menurut istilah, bahasa Latin: Corruptio mempersulit pembangunan ekonomi dedari kata kerja Corrumpere yang bermakna ngan membuat distorsi dan ketidakefisienan
busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, yang tinggi. Korupsi telah mengurangi kualimenyogok. Secara harfiah, korupsi adalah tas pelayanan pemerintahan dan infrastrukperilaku pejabat publik, baik politikus tur dan menambahkan tekanan-tekanan
politisi maupun pegawai negeri yang secara terhadap anggaran negara/keuangan negara.
tidak wajar dan tidak legal memperkaya Korupsi sudah terstruktur selain di dunia
diri atau memperkaya mereka yang dekat politik juga pada birokrat sehingga masih
dengannya, dengan
muda sudah menjadi
menyalahgunakan
korup. Ini menunjukApabila semua aparat birokrat dan politisi
kekuasaan publik yang
kan bahwa korupsi
di negeri ini menerapkan prinsip dasar
pengendalian
sebagaimana
yang
diatur
dipercayakan kepada
sudah jadi kejahatan
dalam SPIP, bakal memperkecil ruang gerak
mereka.
struktural.
Korupsi
dan kesempatan melakukan tindak pidana
korupsi
dan
penyimpangan.
Dari
sudut
sudah begitu mengpandang hukum, tinakar sehingga ada
dak pidana korupsi
stigma negatif kepada
secara garis besar mencakup unsur-unsur institusi dimana pe-gawainya terlibat dalam
sebagai berikut: perbuatan melawan hukum; kejahatan korupsi. Padahal institusi atau
penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, lembaga tersebut diharapkan berperan
atau sarana; memperkaya diri sendiri, orang sebagai pelaku pelayanan publik. Sepertinya
lain atau korporasi; dan merugikan keuangan praktek korupsi yang dilakukan pegawai
negara atau perekonomian negara.
muda ini, baik disengaja atau tidak, karena
Menurut UU Nomor 31 Tahun 1999 melihat contoh dari para senior atau bahkan
Pasal 2, korupsi adalah setiap orang yang bisa jadi diperintah atasan.
secara melawan hukum melakukan perbua- Bentuk-bentuk perilaku korupsi
tan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang menjadi modus operandi koruptor
atau suatu korporasi yang dapat merugikan dalam menjalankan aksinya, antara lain:
keuangan negara atau perekonomian negara. (1) membuat laporan yang tidak benar,
Dalam UU Nomor 31 Tahun 1999, terdapat tidak sesuai dengan pembiayaan yang
30 jenis korupsi yang dijabarkan dalam 13 sesungguhnya/di-mark up; (2) pola interaksi
pasal, dikelompokkan menjadi tujuh yaitu: dengan atasan atau dengan instansi lain
merugikan keuangan negara; suap-menyuap; yang mengisyaratkan adanya pembiayaan
penggelapan dalam jabatan; pemerasan; yang harus dikeluarkan walaupun tidak ada
18
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
Fokus Utama
kewajiban untuk membayar; (3) kontrak
tender yang diatur dengan memenangkan
salah satu perusahaan yang bisa memberikan
kontribusi (uang) kepada pejabat tertentu; (4)
membuat perencanaan anggaran yang tidak
wajar dan tidak terkait dengan tugas pokok
dan fungsi; (5) cara mendapat jabatan atau
penempatan anak buah yang harus dengan
uang pelicin atau sogokan; (6) penerimaan
pegawai baru yang sarat dengan pungutan,
dengan iming-iming janji dibantu untuk bisa
diterima menjadi pegawai; (7) syarat urusan
bisa beres/mempercepat urusan dengan
terlebih dahulu ada uang tanda terima kasih.
Entah itu termasuk suap atau bukan, yang
jelas hal ini bisa dianggap memperlambat
prosedur administrasi. Dengan pemberian
uang kepada petugas seolah-olah bisa
mengkonfirmasi bahwa dengan memperlambat prosedur administrasi bisa
memperoleh uang karena yang bersangkutan
menginginkan urusannya lebih cepat.
Di tahun 2011 setidaknya terdapat
436 kasus pidana korupsi keuangan negara
dengan jumlah tersangka 1.053 orang. Potensi kerugian negara akibat korupsi ini mencapai Rp 2,169 triliun. Kebanyakan pelaku
korupsi ini memiliki latar belakang Pegawai
Negeri Sipil (PNS). (Data dari ICW, dikutip
dari detik.com, Minggu, 5 Februari 2012).
Dari 1.053 orang itu, ICW mengklasifikasikan
menjadi sekitar 30 jenis jabatan pelaku
korupsi yang dilakukan oleh PNS.
Data lain versi ICW bahwa tersangka
berlatar belakang pegawai negeri menempati urutan teratas dengan jumlah 239
orang. Diikuti oleh direktur atau pimpinan
perusahaan swasta dengan 190 orang, serta
anggota DPR/DPRD dengan jumlah 99 orang
dan pada tahun 2010 ada 336 PNS yang terlibat kasus korupsi. Temuan ini hasil konfirmasi penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) tentang maraknya rekening gendut PNS muda di berbagai
daerah. Hal ini, menunjukkan kegagalan
badan pengawas internal pemerintah pusat
dan daerah dalam mengantisipasi berbagai
bentuk penyimpangan yang terjadi. Kebijakan remunerasi dalam kerangka reformasi
birokrasi ternyata belum efektif mereduksi
berbagai bentuk perilaku korup yang dilakukan para PNS. Karena pada beberapa
kementerian/lembaga pemerintah lainnya
yang sudah melakukan reformasi birokrasi
masih saja ditemukan terjadinya tindak
korupsi.
Berdasarkan prinsip dasar yang diatur dalam SPIP dan melihat kondisi korupsi
sebagaimana pada uraian karakteristik
korupsi di atas, paling tidak apabila semua
aparat birokrat dan politisi di negeri ini
menerapkan prinsip dasar pengendalian
sebagaimana yang diatur dalam SPIP, bakal
memperkecil ruang gerak dan kesempatan
melakukan tindak pidana korupsi dan
penyimpangan. Jika benar-benar diterapkan
secara sungguh-sungguh, maka tidak akan
ada korupsi di negeri ini.
SPIP merupakan internal control
system guna mendukung reformasi birokrasi
pemerintahan, yang tidak hanya bermanfaat
untuk meningkatkan kualitas penyerapan
anggaran namun juga tercapainya tujuan
organisasi melalui kegiatan yang efektif
dan efisien, laporan keuangan yang andal,
terjaganya aset negara dan tetap taat aturFokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
19
Fokus Utama
an sehingga tidak memungkinkan dan tidak
adanya peluang akan terjadinya apa yang
disebut dengan korupsi.
Kondisi yang akan timbul manakala
penerapan SPIP ini dijalankan secara
konsisten dan terintegral dari semua
tatanan birokrasi, mulai dari lapisan atas
sampai kepada pelaksana/staf, tentu akan
membuahkan tatanan kehidupan organisasi
yang terbebas dari perilaku korupsi, karena
semua celah dan kesempatan terjadinya
korupsi sudah diantisipasi dan selalu berada
dalam sebuah bingkai pengendalian lima
unsur SPIP. Hal ini sejalan dengan tujuan SPIP
untuk memberikan keyakinan yang memadai
bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi
dalam pencapaian tujuan penyelenggaraan
kegiatan pemerintahan, keandalan pelaporan
keuangan, pengamanan aset negara dan
ketaatan terhadap peraturan perundangundangan, yang pada akhirnya tidak akan
ada kebocoran dan pemborosan serta
kerugian pada negara.
Dengan diberlakukannya SPIP secara
integral, maka akan mencegah timbulnya
kegagalan dan ketidakefisienan dalam
pencapaian tujuan organisasi. Dengan
penerapan SPIP secara konsisten dan
berkesinambungan, maka akan terwujud
internal control culture dalam instansi
pemerintah untuk mewujudkan tata kelola
pemerintahan yang baik. Disadari bahwa
penerapan SPIP bukanlah suatu pekerjaan
yang mudah dan masih banyak tantangan
yang harus dihadapi. Namun, jangan
sampai penerapan SPIP hanya sebatas
kewajiban rutin yang tidak berdampak pada
peningkatan kinerja pengelolaan keuangan
20
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
negara maupun pada efektivitas dan efisiensi dalam pencapaian tujuan pemerintahan.
Terjadinya korupsi di berbagai
lapisan lembaga pemerintah, baik di pusat
dan daerah, pejabat dan pelaksana/staf,
semuanya terjadi lebih cenderung karena
pengendalian dari semua pimpinan kantor,
pejabat yang ada di dalamnya serta pelaksana itu sendiri yang sangat kurang dan bahkan saling bekerjasama untuk bisa terjadinya
korupsi. Kalau penyebabnya selama ini
karena kelemahan dalam pengendalian dan
kemauan para birokrat untuk melakukan
pengendalian yang kurang memadai, harus
ada usaha konkrit.
Apabila memang korupsi betul-betul
ingin dihapuskan di lingkungan pemerintahan,
hal ini tergantung sejauh mana aparat
pemerintahan itu sendiri mau dan mampu
secara nyata untuk menerapkan SPIP secara
integral dan konsisten. SPIP bagaikan medium
baru dalam upaya penghapusan korupsi di
kalangan pemerintahan, apabila aparatnya
mau melaksanakan dengan sungguh-sungguh
dan benar. Tetapi jika tidak ada kesungguhan
dan kemauan untuk melaksanakan SPIP
ini, maka harapan untuk mengurangi dan
menghapuskan korupsi hanya tinggal mimpi
dan harapan yang tidak bisa terwujud.
[Yati Nurhayati]
Dengan penerapan SPIP secara konsisten
dan berkesinambungan, maka akan
terwujud internal control culture dalam
instansi pemerintah untuk mewujudkan
tata kelola pemerintahan yang baik.
Fokus Utama
Pengaruh Sistem Pengendalian Intern
terhadap Penilaian Opini BPK
Oleh: M. Noer Alya Fitra
Pelantikan Drs. H. Zaenal Abidin Supi sebagai Inspektur Wilayah I
Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
U
ndang-undang
Nomor
17
Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara
mengamanatkan
bahwa pengelolaan keuangan
negara harus dikelola secara tertib, taat
pada
peraturan
perundang-undangan,
efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan
bertanggungjawab dengan memperhatikan
rasa keadilan dan kepatutan. Presiden
selaku Kepala Pemerintahan memegang
kekuasaan pengelolaan keuangan negara
sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.
Pernyataan tersebut mengandung maksud
bahwa pemerintah harus melaksanakan dan
mempertanggungjawabkan
pengelolaan
keuangan negara sesuai dengan peraturan
perundang-undangan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
Sebagaimana kita ketahui bahwa
definisi keuangan negara berdasarkan
Undang-undang tersebut dikelompokkan
menjadi empat, yaitu: (1) Berdasarkan obyek,
meliputi semua hak dan kewajiban negara
yang dapat dinilai dengan uang, termasuk
kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal,
moneter dan pengelolaan kekayaan negara
yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik
berupa uang, maupun berupa barang yang
dapat dijadikan milik negara berhubung
dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
21
Fokus Utama
tersebut. (2) Berdasarkan subyek, meliputi masih bersifat sentralisasi, laporan keuangan
seluruh obyek yang dimiliki negara, dan/ dari unit kerja daerah perlu dihimpun
atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, dan direkonsiliasi terlebih dahulu pada
Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/ tingkat pusat menjadi laporan keuangan
Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya Kementerian Agama. Sesuai dengan
dengan keuangan negara. (3) Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun
proses, meliputi seluruh rangkaian kegiatan 2006, Inspektorat Jenderal Kementerian
yang berkaitan dengan pengelolaan obyek, Agama, sebagai aparat pengawasan internal,
mulai dari perumusan kebijakan dan berkewajiban melaksanakan reviu atas
pengambilan keputusan sampai dengan laporan keuangan Kementerian Agama dalam
pertanggunggjawaban. (4) Berdasarkan tu- rangka meyakinkan kehandalan informasi
juan, meliputi seluruh kebijakan, kegiatan yang disajikan sebelum disampaikan Menteri
dan hubungan hukum yang berkaitan dengan Agama kepada Presiden.
pemilikan dan/atau penguasaan obyek Undang-undang Nomor 15 Tahun
sebagaimana tersebut
2004 tentang Pemedi atas dalam rangka
riksaan, Pengelolaan,
Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
penyelenggaraan
dan Tanggung Jawab
sebagai aparat pengawasan internal,
berkewajiban
melaksanakan
reviu
atas
laporan
pemerintahan negara.
Keuangan
Negara
keuangan
Kementerian
Agama
dalam
rangka
Dalam rang-ka
menyebutkan
bahmeyakinkan kehandalan informasi yang
mewujudkan transpawa pemeriksaan kedisajikan sebelum disampaikan Menteri Agama
ransi dan akuntabilitas
uangan negara yang
kepada Presiden.
pengelolaan keuangan,
meliputi pemeriksaan
penyusunan laporan
pengelolaan
dan
keuangan wajib disutanggung
jawab
sun secara tepat waktu dan memenuhi keuangan negara, dilaksanakan oleh BPK RI.
kaidah standar akuntansi pemerintah. Pemeriksaan ini dalam rangka pengelolaan
Laporan keuangan ini setidaknya memuat keuangan secara tertib, taat pada peraturan
empat hal, yaitu Laporan Realisasi Anggaran perundang-undangan, efisien, ekonomis,
(LRA), neraca, Laporan Arus Kas (LAK), dan efektif, transparan, dan bertanggung jawab
Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). dengan memperhatikan rasa keadilan dan
Laporan keuangan pemerintah pusat yang kepatutan.
telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Pemeriksaan yang dilakukan oleh
Keuangan RI (BPK RI) harus disampaikan BPK tersebut meliputi beberapa hal. Pertama,
kepada DPR selambat-lambatnya enam Pemeriksaan Keuangan, yaitu pemeriksaan
bulan setelah berakhirnya tahun anggaran atas laporan keuangan pemerintah pusat dan
yang bersangkutan. Demikian pula laporan pemerintah daerah. Pemeriksaan keuangan
keuangan pemerintah daerah.
ini dilakukan oleh BPK dalam rangka mem
Untuk Kementerian Agama yang berikan pernyataan opini tentang tingkat
22
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
Fokus Utama
kewajaran informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan pemerintah.
Kedua, Pemeriksaan Kinerja adalah
pemeriksaan atas aspek ekonomi, efisiensi,
dan efektivitas yang lazim dilakukan bagi
kepentingan manajemen oleh aparat
pengawasan intern pemerintah.
Ketiga, Pemeriksaan dengan Tujuan
Tertentu adalah pemeriksaan yang dilakukan
dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan
keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk
dalam pemeriksaan tujuan tertentu ini yaitu
pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan
dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif.
Pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh BPK RI pada satuan kerja
Kementerian Agama di pusat dan daerah,
biasanya dilaksanakan pada awal tahun
anggaran. Hasil dari pemeriksaan keuangan
ini adalah opini hasil pemeriksaan yang
merupakan pernyataan profesional pemeriksa
tentang kewajaran informasi keuangan
yang disajikan dalam laporan keuangan
yang didasarkan pada kriteria: kesesuaian
dengan standar akuntansi pemerintahan;
kecukupan pengungkapan (adequate disclosures); kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan; dan efektivitas sistem
pengendalian intern.
Selain hal di atas, pemberian opini juga
mempertimbangkan Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara (SPKN), tingkat kesesuaian
dan kecukupan pengungkapan laporan
keuangan terkait dengan tingkat materialitas
yang ditetapkan, adanya pembatasan lingkup
pemeriksaan oleh pimpinan satuan kerja
terperiksa, keandalan SPI, dan tanggapan
entitas atas hasil pemeriksaan, serta
percepatan penyelesaian tindak lanjut hasil
pemeriksaan periode yang lalu.
Dalam pemeriksaan keuangan, BPK
juga melakukan pemeriksaan atas Sistem
Pengendalian Internal (SPI) dan kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan.
Sehingga laporan yang dihasilkan pada
pemeriksaan keuangan meliputin tiga macam,
yaitu Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas
Laporan Keuangan, LHP atas SPI, dan LHP atas
Kepatuhan terhadap Peraturan Perundangundangan.
Sistem Pengendalian Internal di
Indonesia telah diatur berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008. Pada
aturan tersebut, Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) adalah kegiatan yang
secara terus-menerus dilakukan oleh seluruh
pegawai untuk memberikan keyakinan yang
memadai atas tercapainya tujuan organisasi
melalui kegiatan yang efektif dan efisien,
keandalan laporan keuangan, pengamanan
aset negara, dan taat terhadap peraturan
perundangan.
Pengaplikasian SPIP pada satuan
kerja dilakukan dengan menciptakan dan
memelihara lingkungan pengendalian yang
menimbulkan sikap dan kinerja positif
pencapaian tujuan organisasi; memberikan
penilaian atas risiko yang dihadapi oleh
satuan kerja, baik risiko eksternal maupun
internal; memastikan bahwa arahan pimpinan berkaitan dengan tujuan organisasi
telah dilaksanakan secara efektif dan
efisien; mengkomunikasikan informasi yang
akurat dan akuntabel secara tepat waktu,
memanfaatkan sarana yang efektif, dan
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
23
Fokus Utama
senantiasa memperbaharui informasi sesuai tentang kelemahan SPI pada satuan kerja
perkembangan; dan melakukan pemantauan yang bersangkutan.
terhadap seluruh aktivitas organisasi sebagai Sebagaimana telah dibahas di atas,
bahan evaluasi perbaikan kinerja organisasi.
bahwa pemeriksaan SPI diawali dengan
Tahapan pemeriksaan terhadap SPI memahami SPI auditi terlebih dahulu
yang dilakukan BPK, yaitu dengan terlebih untuk mengetahui keandalan dan risiko
dahulu mempelajari dan memahami SPI pengendalian sebagai bahan penentuan sifat,
satuan kerja terperiksa, dilanjutkan dengan luas, dan waktu pemeriksaan. Jika setelah
melakukan pengujian, dan penyusunan dilakukan pengujian, diketahui SPI tidak
laporan hasil pemeriksaan SPI. Pada memadai, maka resiko pengendalian tinggi
tahapan pemahaman, pemeriksa BPK RI sehingga ruang lingkup pengujian substantif
melakukan kajian terhadap pengendalian perlu diperluas dengan sampel audit
intern yang diterapkan oleh satuan kerja yang lebih besar. Jika SPI telah memadai,
dalam menjalankan
maka
pertanyaan
kegiatannya
secara
selanjutnya, apakah laSekecil
apapun
temuan
hasil
efektif dan efisien
poran keuangan yang
pemeriksaan
BPK
RI,
perlu
segera
serta
mengkaji
telah disusun telah
mendapatkan tindak lanjut yang
kemungkinan terjadidisajikan secara wajar
bukan hanya menjawab temuan,
nya kesalahan dan
dan sesuai dengan
namun perlu meyakinkan pemeriksa
kecurangan (miss staprinsip
akuntansi
bahwasanya kita telah berusaha
tement and fraud)
maksimal menindaklanjuti temuan
yang berlaku umum.
akibat lemahnya peApakah
penerapan
ngendalian.
SPI tersebut telah
Tahapan pemampu meminimalimeriksaan selanjutnya adalah pengujian SPI, sir penyimpangan dan kesalahan penyajian
yaitu pengujian terhadap efektivitas desain laporan keuangan.
SPI dan implementasinya pada seluruh unsur Jawaban dari kedua pertanyaan
yang ada dalam satu satuan kerja. Pengujian tersebut merupakan salah satu bahan bagi
desain SPI dilaksanakan dengan mengevalua- pemberian opini atas hasil pemeriksaan
si apakah SPI telah didesain secara memadai laporan keuangan. Bilamana SPI yang
dan dapat meminimalisasi secara relatif sa- diterapkan belum mampu meminimalisir
lah saji dan kecurangan, sedangkan pengujian terhadap terjadinya penyimpangan, kesalaimplementasi SPI dilakukan dengan melihat han penyajian, dan
bernilai cukup
pelaksanaan pengendalian pada kegiatan materialitas,
maka
SPI
memberikan
atau transaksi yang dilakukan oleh pihak kontribusi signifikan terhadap pemberian
yang terperiksa. Tahapan berikutnya adalah opini hasil pemeriksaan. Kelemahan SPI
menyusun laporan hasil pemeriksaan, yang tersebut diungkapkan dalam laporan hasil
dilakukan hanya jika terdapat temuan pemeriksaan yang memuat opini atas
24
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
Fokus Utama
kewajaran laporan keuangan sebagai alasan
pemberian opini. Laporan atas pengendalian
intern harus mengungkapkan kelemahan
dalam pengendalian intern atas pelaporan
keuangan yang dianggap sebagai “kondisi
yang dapat dilaporkan”.
Dalam
Standar
Pemeriksaan
Keuangan Negara telah dicantumkan contoh
kondisi-kondisi SPI yang tidak memadai
yang dapat mempengaruhi terhadap opini
hasil pemeriksaan, sebagai berikut: (1)
tidak ada pemisahan tugas yang memadai
sesuai dengan tujuan pengendalian yang
layak, (2) tidak ada reviu dan persetujuan
yang memadai untuk transaksi, pencatatan
akuntansi atau output dari suatu sistem, (3)
tidak memadainya berbagai persyaratan
untuk pengamanan aktiva, (4) bukti kelalaian
yang mengakibatkan kerugian, (5) kerusakan
atau penggelapan aktiva, (6) bukti bahwa
suatu sistem gagal menghasilkan output yang
lengkap dan cermat sesuai dengan tujuan
pengendalian yang ditentukan oleh entitas
yang diperiksa, karena kesalahan penerapan
prosedur pengendalian, (7) bukti adanya
kesengajaan mengabaikan pengendalian
intern oleh orang-orang yang mempunyai
wewenang,
sehingga
menyebabkan
kegagalan tujuan menyeluruh terhadap
sistem tersebut, (8) bukti kegagalan untuk
menjalankan tugas yang menjadi bagian dari
pengendalian intern, seperti tidak dibuatnya
rekonsiliasi atau pembuatan rekonsiliasi
tidak tepat waktu, (9) kelemahan dalam
lingkungan pengendalian, seperti tidak adanya tingkat kesadaran yang memadai tentang
pengendalian dalam organisasi tersebut, (10)
kelemahan yang signifikan dalam desain
atau pelaksanaan pengendalian intern
yang dapat mengakibatkan pelanggaran
ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berdampak langsung dan material atas
laporan keuangan, dan (11) kegagalan untuk
melakukan tindak lanjut dan membentuk
sistem informasi pemantauan tindak lanjut
yang secara sistematis dan tepat waktu
memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam
pengendalian intern yang sebelumnya telah
diketahui.
Masih terdapat satu hal lagi
yang membuat SPI berpengaruh bagi
pemberian opini yaitu bilamana pemeriksa
BPK RI telah menemukan adanya temuan
kelemahan pengendalian intern yang secara
material berpengaruh pada kewajaran
laporan keuangan, temuan tersebut telah
disampaikan kepada entitas terperiksa
bersama ikhtisar koreksi, namun entitas
menolak untuk melakukan koreksi atau
entitas bersedia melakukan koreksi namun
BPK tetap tidak dapat meyakini kewajaran
akun yang bersangkutan atau keseluruhan
laporan keuangan berdasarkan koreksi
tersebut.
Oleh karena itu, sebagai langkah bijak
kita bersama bahwasanya sekecil apapun
temuan hasil pemeriksaan BPK RI, perlu
segera mendapatkan tindak lanjut yang
bukan hanya menjawab temuan, namun
perlu meyakinkan pemeriksa bahwasanya kita telah berusaha maksimal menindaklanjuti
temuan disertai dengan melampirkan buktibukti yang relevan, kompeten, cukup, dan
memadai sesuai dengan temuan dimaksud.
Semoga bermanfaat. [M. Noer Alya Fitra].
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
25
Fokus Utama
Membumikan SPIP dalam rangka
Mewujudkan Kementerian Agama yang Bersih
Oleh: Mohammad Fitri
K
Menteri Agama Suryadharma Ali
Saat Memberikan Arahan dan Sambutan HAB Kemenag Ke-66
ementerian Agama (Kemenag)
sudah dua kali mendapat opini
wajar dengan pengecualian
(WDP) atas pemeriksaan laporan
keuangan oleh BPK RI Tahun 2009 dan 2010,
Menteri Agama menargetkan opini yang lebih
baik yakni wajar tanpa pengecualian (WTP)
atas Laporan Keuangan (LK) Kemenag di
tahun ini. Opini yang belum naik disebabkan
pengendalian intern yang lemah sesuai
dengan laporan BPK RI dalam LHA atas
pemeriksaan laporan keuangan Kemenag
tahun 2010. Kementerian/Lembaga Negara
26
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
yang memperoleh opini WTP pada umumnya
memiliki pengendalian intern yang memadai.
Namun masih banyaknya opini Tidak
Memberikan Pendapat (disclaimer) dan
Tidak Wajar (adverse) yang diberikan oleh
BPK menunjukkan efektivitas SPI pemerintah
belum optimal, masih banyak terdapat
kelemahan dalam penyelenggaraan SPI.
Sistem
Pengendalian
Intern
Pemerintah (SPIP) sebenarnya bukan
sesuatu yang di awang-awang namun
dengan pemahaman yang komprehensif
SPIP dapat diwujudkan secara nyata dalam
Fokus Utama
sistem kinerja instansi pemerintah. Kita dan mengevaluasi di lingkungan kerja masingsering sekali dihadapkan pada suatu masing serta melaporkannya setiap tahun.
pemahaman bahwa SPIP sulit diterapkan PMA ini juga mengatur peran Inspektorat
dalam tataran praktis, bahkan banyak orang Jenderal untuk melakukan pengawasan
menyebutnya SPIP hanya bahasa langit yang dalam rangka monitoring atas keberhasilan
sulit dibumikan, padahal kenyataannya SPIP penyelenggaraan SPIP. Namun dalam PMA
merupakan sistem yang biasa dipakai dalam ini belum merinci pedoman pelaksanaan
siklus organisasi birokrasi. SPIP tidak hanya SPIP berupa langkah-langkah nyata dalam
ada dalam tataran ideal dan diklat seperti penyelenggaraan SPIP pada setiap kegiatan
yang dikatakan sebagian orang, namun yang dilakukan oleh unit kerja di lingkungan
dapat dihadirkan dalam dunia nyata sebagai Kementerian Agama.
pengawasan berjenjang sesuai dengan tugas Pengertian pengendalian manajemen
dan fungsinya masing-masing.
menurut general accounting office (GAO)
Pengelolaan
mencakup
rencana
dan
penerapan
organisasi dan proSistem
Pengendalian
Intern
SPIP yang kuat dan
sedur yang ditetapkan
Pemerintah
(SPIP)
sebenarnya
memadai
pada
untuk menjamin bahwa
bukan sesuatu yang di awang-awang
semua
jenjang
sumber daya digunakan
namun dengan pemahaman yang
birokrasi pemerintah
sesuai ketentuan, sumkomprehensif SPIP dapat diwujudkan
dan
setiap
lini
ber daya dipelihara
secara nyata dalam sistem kinerja
pelaksanaan tugas
agar
terhindar
dainstansi pemerintah.
pegawai
dapat
ri pemborosan, kemenjadi
jawaban
hilangan
dan
pedari mimpi seorang
nyalahgunaan,
serta
pemimpin instansi pengawasan, yaitu data yang andal dapat diperoleh, dipelihara
suatu hari nanti dia menginginkan aparatur dan diungkapkan secara layak dalam
pengawasan yang tetap bekerja profesional laporan.
namun tidak membawa temuan yang Menurut American Institute of
signifikan, sehingga dapat disimpulkan satker Certified Public Acountant (AICPA: 1949)
yang dilakukan audit telah berkinerja baik pengendalian intern mencakup rencana
dan bersih dari korupsi.
organisasi, seluruh metode koordinasi dan
Kementerian
Agama
telah ukuran yang digunakan dalam suatu usaha
menetapkan Peraturan Menteri Agama atau bisnis untuk melindungi aset-asetnya,
(PMA) Nomor 24 Tahun 2011 tentang memeriksa akurasi dan keandalan data
Penyelenggaraan SPIP di lingkungan akuntansi, mendorong efisiensi kegiatan dan
Kementerian Agama, dalam PMA ini dijelaskan kepatuhan terhadap kebijakan manajerial
mengenai tanggung jawab pimpinan unit yang telah ditetapkan. Tujuan pengendalian
kerja/instansi untuk menyelenggarakan SPIP intern dapat dikategorikan menjadi empat
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
27
Fokus Utama
yaitu: 1) melindungi aset, 2) akurasi data, 3)
efisiensi kegiatan, dan 4) kepatuhan terhadap
kebijakan.
SPIP
yang
dikembangkan
di lingkungan pemerintah Indonesia
berdasarkan PP No. 60 Tahun 2008 mengacu
pada sistem COSO yang menganut 5
unsur pengendalian, yaitu: 1) lingkungan
pengendalian (control environment), 2)
Penilaian risiko (risk assesment), 3) aktivitas
pengendalian (control activities), 4) informasi
dan komunikasi, dan 5) pemantauan
(monitoring).
Dalam Undang-undang (UU) Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,
pasal 58 dinyatakan bahwa dalam rangka
meningkatkan kinerja, transparansi dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan negara,
presiden sebagai kepala pemerintahan
mengatur dan menyelenggarakan sistem
pengendalian intern di lingkungan pemerintah
secara menyeluruh.
Kemudian diikuti oleh Menteri
Keuangan selaku Bendahara Umum Negara
untuk menyelenggarakan SPI di bidang
perbendaharaan. Dan menteri/pimpinan
lembaga selaku pengguna anggaran dan
pengguna barang menyelenggarakan SPI di
bidang pemerintahan masing-masing.
Sesuai
Peraturan
Pemerintah
tentang SPIP bahwa pimpinan satker wajib
menerapkan sistem pengendalian dalam
wilayah dan kewenangannya. Sedangkan di
lingkungan Kemenag sesuai PMA Nomor 24
Tahun 2011 bahwa tanggung jawab pimpinan
unit kerja untuk menyelenggarakan SPIP dan
mengevaluasi serta melaporkannya setiap
tahun.
28
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
Konsep
pedoman
dalam
penyelenggaraan SPIP secara nyata dapat
dilihat dalam lampiran PP 60/2008 yang
merupakan langkah-langkah penerapan SPI
pada instansi pemerintah. Dalam lampiran PP
60/2008 dijelaskan pengendalian kunci yang
mencakup daftar uji pengendalian intern
yang sumber utamanya adalah Internal
Control Management and Evaluation Tool
dari General Accounting Office (GAO).
Intinya pengendalian kunci menjelaskan
langkah-langkah mewujudkan SPIP secara
nyata, berupa penjabaran dari 5 unsur
SPIP. Pada dasarnya SPIP adalah tanggung
jawab pimpinan sebagai bentuk tanggung
jawab pimpinan sesuai dengan kewenangan
masing-masing.
Dari hasil evaluasi SPI oleh BPK RI
bahwa Kementerian/Lembaga Negara yang
memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP) dan Wajar Dengan Pengecualian (WDP)
pada umumnya memiliki pengendalian intern
yang memadai. Namun masih banyaknya
opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP)
dan Tidak Wajar (TW) yang diberikan oleh
BPK menunjukkan efektivitas SPI pemerintah
belum optimal. Kelemahan pengendalian
intern atas pemerintah daerah sebagian
besar disebabkan belum memadainya unsur
lingkungan pengendalian dan kegiatan
pengendalian.
Kelemahan penerapan SPIP oleh unit
kerja atau pimpinan instansi di lingkungan
Kementerian Agama berdasarkan temuan
hasil pemeriksaan BPK RI (BPK RI:2011)
dan hasil audit atau monev Inspektorat
Jenderal Kemenag, jika dikelompokan dalam
dua kelompok besar, yaitu kelemahan
Fokus Utama
pengelolaan keuangan dan pengelolaan aset Kemenag; pengadaan barang belum
Barang Milik Negara (BMN).
didasarkan perencanaan yang memadai
Kelemahan-kelemahan penerapan yang belum dapat dimanfaatkan satker; dan
SPIP yang terjadi dalam lingkup pengelolaan pencatatan aset belum tertib, dan tidak ada
keuangan antara lain adalah rangkap fungsi otorisasi pengeluaran BMN.
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dengan Dari
kelemahan-kelamahan
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); KPA penerapan SPIP sebagaimana diuraikan
mengintervensi PPK untuk menggunakan di atas, penulis menawarkan beberapa
anggaran sesuai perintah KPA; tidak ada solusi dari kelemahan penerapan SPIP yang
rekonsiliasi BKU dengan rekening koran dilaksanakan oleh satker Kemeneterian
bank; pemeriksaan kas oleh atasan langsung Agama, guna mewujudkan Kemenag yang
bendahara tidak dilakukan secara periodik; bersih dari penyimpangan dan praktek
tidak ada otorisasi mekanisme penyaluran korupsi dengan cara: Pertama, fondasi
bansos,
verifikasi
utama pengendalian
penerima tidak ada,
intern
adalah
Dari
hasil
evaluasi
SPI
oleh
BPK
RI
ada penerima bansos
pimpinan.
maka
bahwa
Kementerian/Lembaga
yang tidak memenuhi
untuk mewujudkan
Negara
yang
memperoleh
opini
kriteria,
monev
instansi yang bersih
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
bansos tidak ada;
dari korupsi yang
dan Wajar Dengan Pengecualian
saldo bansos belum
paling utama yaitu
(WDP) pada umumnya memiliki
dilakukan tindakan;
keteladanan
dari
pengendalian intern yang memadai.
dan pendapatan satker
pimpinan,
agar
Badan Layanan Umum
menggunakan
(BLU) belum disahkan
anggaran dan BMN
oleh KPPN.
tidak sesuai selera namun sesuai dengan
Sedangkan kelemahan penerapan ketentuan dan aturan yang berlaku, sehingga
SPIP dalam hal Pengelolaan BMN antara perlu dibuat SOP bidang keuangan dan BMN.
lain terjadi pada Berita Acara Serah Terima Kedua, pimpinan setelah menganaliBarang (BAST) tidak dilakukan verifikasi, sis DIPA membuat rencana penggunaan
seharusnya sebelum menerima barang dicek anggaran untuk satu tahun, triwulanan, dan
jumlah dan spesifikasinya sesuai kontrak; membuat rencana kebutuhan barang, ATK
petugas pengelola barang merangkap selama satu tahun, dengan melihat aspek
petugas pendistribusian barang; barang resiko serta membuat jadwal pelaksanaan
persediaan belum tertib, distribusi barang kegiatan berdasarkan kegiatan tahun
belum dilakukan pencatatan yang memadai sebelumnya.
disertai harga; aset tetap belum didukung Ketiga, melakukan pemisahan fungsi,
prosedur verifikasi yang memastikan aset agar jabatan yang strategis dan rawan
telah memenuhi kriteria untuk diakui masuk penyimpangan tidak dipegang oleh satu
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
29
Fokus Utama
orang (jabatan rangkap) seperti pemisahan
fungsi KPA dengan PPK, pemisahan petugas
penerima barang dengan bagian distribusi
barang.
Keempat, diperlukan adanya sistem
pelaporan dan evaluasi secara berjenjang
sehingga jabatan yang lebih tinggi tidak
melakukan intervensi kepada jabatan di
bawahnya, seperti KPA mengintervensi PPK
untuk menggunkan anggaran sesuai perintah
KPA, serta pendelegasian wewenang yang
tepat (right size) tidak terlalu luas namun
tidak terkungkung.
Kelima,
melakukan
pencatatan
pelaksanaan kegiatan secara lengkap, seperti
TOR. SK, materi narasumber, notulen, daftar
hadir, foto kegiatan, dan kelengkapan lainnya,
serta monitoring, supervisi pimpinan
unit kerja terhadap pelaksanaan kegiatan.
Setiap kegiatan ada harus dilakukan check
and balance yang seimbang, seperti
rekonsiliasi BKU dengan rekening koran bank,
pengeluaran barang agar dilakukan otorisasi,
konfirmasi data distribusi keberadaan
BMN dengan bagian gudang/stock barang.
sebelum menerima barang dan menandatangani Berita Acara Serah Terima Barang
(BAST) terlebih dahulu dilakukan verifikasi
dengan mengecek jumlah dan spesifikasinya
sesuai kontrak.
Keenam, melakukan penertiban
administrasi keuangan dan BMN agar disusun
berdasarkan mata anggaran, bulan dan tahun
serta menyediakan alat penyimpanan uang
dan barang yang aman, terkunci.
Ketujuh, pimpinan unit kerja tidak
sibuk dinas luar, agar lebih banyak berada
di kantornya, melakukan pemeriksaan kas
30
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
bendahara secara periodik, mengevaluasi
disiplin pegawai, memantau pelaksanaan
tugas fungsi.
Kedelapan, pemberian bantuan
ditetapkan Juklak/Juknis, SOP mekanisme
penyaluran bansos, memverifikasi kelayakan
calon penerima, menetapkan kriteria
penerima bantuan, berkoordinasi dengan
instansi lain seperti kantor pos/bank dalam
penyelesaian anggaran yang belum terserap
dan melakukan monev atas efektivitas dan
pemanfaatan bantuan.
Kesembilan, satker BLU agar
meningkatkan koordinasi dengan KPPN dan
instansi lain terkait pengesahan Pendapatan
satker BLU.
Kesepuluh, membuat SOP prosedur
verifikasi penginputan aset tetap yang telah
memenuhi kriteria untuk diakui masuk aset
Kemenag dan perencanaan pengadaan barang
didasarkan pada kebutuhan, efektifitas dan
kondisi objektif daerah. Pembinaan SDM
pengelola keuangan dan BMN sesuai dengan
bidangnya secara periodik.
Beberapa solusi yang penulis
tawarkan di atas merupakan pengalaman
lapangan yang penulis dapatkan selama
melakukan tugas pengawasan sebagai
auditor Inspektorat Jenderal Kementerian
Agama. [Mohamad Fitri].
Kelemahan penerapan SPIP
dalam hal pengelolaan BMN
antara lain terjadi pada Berita
Acara Serah Terima Barang
(BAST) yang tidak dilakukan
verifikasi.
Fokus Utama
Pengaruh SPIP terhadap Korupsi
di Lingkungan Kementerian Agama
Oleh: Suparmono
Kegiatan Orientasi Penyusunan LAKIP
Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI
M
ungkinkah sistem ini dapat
memberantas korupsi? Apakah ada pengaruh sistem ini
terhadap pemberantasan
korupsi di Kemenag? Pertanyaan ini selalu
menjadi bahan pembicaraan kita semua
bangsa yang ada di muka bumi ini, termasuk
di Kementerian Agama.
Seiring terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 tentang
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP), secara otomatis pemerintah harus
mampu mengawal dan menjalankan
peraturan perundang-undangan ini. Hal ini
merupakan tanggung jawab pemerintah
dalam menjalankan amanat yang telah
diberikan kepadanya.
Tanggung jawab
pemerintah di samping mengamankan
peraturan pemerintah juga harus mampu
mengimplementasikan serta menerapkan
kepada seluruh komponen bangsa terutama
kepada instansi pemerintah yang mengelola
sumber daya manusia, sumber daya alam,
sumber daya lainnya termasuk sumber
dana.
Peraturan pemerintah ini lahir dengan
harapan agar para pemimpin melakukan
tugasnya dengan baik melalui dukungan dari
bawahan atau staf yang digerakkan oleh para
pimpinan suatu organisasi. Di samping itu,
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
31
Fokus Utama
pimpinan dituntut pula untuk melakukan berani mengambil risiko sekalipun harus
terobosan serta melakukan berbagai dipecat dari jabatannya.
Pemimpin yang baik
adalah
inovasi untuk memajukan suatu organisasi melalui peran dan fungsinya, sehingga pemimpin yang selalu memanusiakan
mampu menciptakan suasana organisasi manusia, maksudnya adalah bahwa sebagai
yang harmonis dan pada akhirnya menjadi manusia mempunyai hak dan kewajiban serta
organisasi yang dapat diandalkan dalam tanggung jawab yang tidak terlepas dalam
mewujudkan suatu cita-cita dan semangat dirinya, mempekerjakan atau menempatkan
yang digelorakan oleh para pembuat seorang staf/bawahan harus sesuai dengan
keahliannya dan kompetensinya, jangan
peraturan tersebut.
Tidak dapat dipungkiri bahwa berdasarkan hawa nafsu dan emosi pimpinan,
berapa banyak dana yang telah dikeluarkan atau semaunya pimpinan tanpa didasarkan
untuk menghasilkan suatu keputusan kepada pendidikan dan ketrampilan, serta
yang
dikeluarkan
oleh
pemerintah. memberikan rewards and punishment,
menghargai
jerih
Seandainya peraturan
payah dan usaha
pemerintah ini tidak
Sesungguhnya substansi dari
seorang
bawahan/
berjalan dan tidak
sistem pengendalian instansi pemerintah
yang dibuat itu adalah Tone On The Top,
staf dengan penuh
diimplementasikan
di mana pemimpin memegang peranan
rasa bangga dan
oleh para pemimpin
yang terpenting dalam menyuarakan
rasa syukur, bahwa
setiap
organisasi
sekaligus melakukan tindakan suatu
organisasi,
sehingga
tercapai
secara
optimal
pekerjaannya telah diditingkat pusat maukerjakan dengan baik
pun tingkat daerah,
oleh bawahannya.
maka peraturan ini
Keterkaitan antara pengaruh sistem
akan mati dengan sendirinya. Hidup matinya suatu organisasi itu tergantung dari peran pengendalian intern pemerintah terhadap
pimpinan dalam menjalankan tugasnya dan korupsi di lingkungan Kementerian Agama
adalah bahwa sistem tidak akan bisa berjalan
kebijakan kebijakan yang diterapkannya.
Sesungguhnya
substansi
dari dan efektif apabila seluruh komponen/
sistem pengendalian instansi pemerintah aparatur pemerintahan tidak bekerja dan
yang dibuat itu adalah Tone On The Top, di mengimplementasikan secara baik dan
mana pemimpin memegang peranan yang konsekuen.
Hal ini dapat berjalan dan terlaksana
terpenting dalam menyuarakan sekaligus melakukan tindakan suatu organisasi, dengan baik apabila didukung oleh
sehingga tercapai secara optimal. Pemimpin pemimpin yang selalu menyuarakan dan
yang baik adalah pemimpin yang tidak menjadi pelopor dalam mentaati aturan
malu mengakui kesalahannya, walaupun itu yang harus dipatuhi bersama. Satu sisi,
kesalahan yang dilakukan oleh bawahannya. bawahan harus patuh kepada aturan yang
Bagaimanapun seorang pemimpin harus berlaku, sisi lain pihak atasan juga harus
32
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
Fokus Utama
patuh serta menjalankan aturan yang telah intergritas yang telah ditetapkan; dan (7)
dibuat, sekaligus memberikan contoh kepada apabila melanggar, siap menghadapi segala
konsekuensinya.
bawahannya.
Tugas
Inspektorat
Jenderal
Pimpinan harus memiliki sikap kerja yang menjadi contoh dan suri tauladan bagi atau nama lain yang secara fungsional
staf atau bawahan, sikap kerja yang harus melaksanakan pengawasan intern melakukan
dimiliki seorang pemimpin adalah selalu pengawasan terhadap seluruh kegiatan
melaksanakan tugasnya dengan baik, dan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan
konsisten dengan aturan yang telah disepakati fungsi kementerian negara/lembaga yang
terutama kaitannya dengan pemberantasan didanai dengan Anggaran Pendapatan dan
korupsi. Sebagaimana yang telah disepakati Belanja Negara (APBN). Sedangkan tugas
dan tertulis dalam pakta integritas yang berisi Inspektorat Provinsi melakukan pengawasan
pernyataan bahwa selaku pimpinan satker terhadap seluruh kegiatan dalam rangka
harus: (1) bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan
pelaksanaan DIPA sesuai dengan ketentuan kerja perangkat daerah provinsi yang didanai
dengan
Anggaran
peraturan perundangKeterkaitan
antara
pengaruh
sistem
pengendalian
Pendapatan
dan
undangan; (2) meintern pemerintah terhadap korupsi
Belanja
Daerah
lakukan
pengendadi lingkungan Kementerian Agama adalah
bahwa sistem tidak akan bisa berjalan
(APBD) provinsi, serta
lian,
akuntabilitas,
dan efektif apabila seluruh
komponen/aparatur pemerintahan
tugas
Inspektorat
dan
transparansi
tidak bekerja dan mengimplementasikan
Kabupaten/Ko-ta
pelaksanaan DIPA;
secara baik dan konsekuen
melakukan pengawas(3)
melaksanakan
an terhadap seluruh
akuntansi pelaporan
keuangan
yang
memenuhi
empat kegiatan dalam rangka penyelenggaraan
aspek, yaitu kesesuaian dengan standar tugas dan fungsi satuan kerja perangkat
akuntansi pemerintahan (SAP), kecukupan daerah kabupaten/kota yang didanai dengan
pengungkapan, ketaatan terhadap peraturan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
perundang-undangan,
dan
efektifitas kabupaten/kota.
Dengan diberlakukannya sistem
penyelenggaraan sistem pengendalian intern (SPI); termasuk perbaikan sesuai saran Tim ini terhadap Kementerian Agama apabila
Pendampingan Itjen Kementerian Agama dikaitkan dengan Kementerian yang
RI; (4) memerintahkan seluruh pejabat dan bebas dari korupsi, maka ada lima sasaran
karyawan yang ada di bawah pengawasannya yang dicanangkan pemerintah, yaitu: (1)
untuk melaksanakan pakta intergritas secara Terwujudnya birokrasi yang bersih dan
konsisten; (5) melaksanakan penyelesaian berwibawa, dengan upaya yang difokuskan
tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK RI secara pada pencegahan KKN melalui pembenahan
efektif dan tepat waktu; (6) melaksanakan sistem pengelolaan anggaran, perbaikan
pegawai,
peningkatan
pakta integritas berdasarkan modul pakta kesejahteraan
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
33
Fokus Utama
pengawasan, dan penegakan aturan dari KKN diperlukan adanya semangat atau
hukum. (2) Birokrasi yang efisien, efektif, cita-cita kearah yang lebih baik. Oleh karena
dan produktif, kreatif, dan inovatif dengan itu, kita harus mampu menciptakan semangat
mengurangi pemborosan keuangan Negara kerja atau etos kerja yang lebih baik dari
melalui program program penghematan hari kemarin melalui campur tangan para
pembiayaan birokrasi. (3) Birokrasi yang pimpinan serta memberikan suri tauladan,
transparan dan akuntabel, yang difokuskan tingkah laku serta sikap yang santun, berlaku
agar praktek penyelenggaraan urusan jujur dalam bertindak dan memberikan
pemerintahan dan pelayanan umum dapat rewards and punishment terhadap bawahan
diakses secara luas oleh masyarakat, sehing- apabila menjalankan tugas dengan baik.
ga dapat mempersempit peluang KKN, serta Pemimpin jangan hanya dapat mengatakan
dalam rangka pemberdayaan masyarakat. sesuatu itu baik, harus dilaksanakan, harus
(4) Birokrasi yang amanah melayani, yang dikerjakan, harus diikuti , tetapi pimpinan
dilakukan
dengan
itu
sendiri
tidak
mengubah orientasi
mau
menjalankan
Dalam rangka mendorong
dan
paradigma
dan
melaksanakan
terwujudnya
birokrasi yang pri- tata kelola pemerintahan yang bersih
sebagaimana firman
dan
bebas
dari
KKN
diperlukan
mordial
menjadi
Allah dalam Al-Qur’an,
adanya
semangat
atau
cita-cita
melayani masyarakat.
“Kaburo
maqtan
kearah
yang
lebih
baik.
Oleh
karena
itu
(5) Birokrasi yang
indallahi an taqulu ma
kita harus mampu menciptakan
terdesentralisasi,
la taf’alun,” artinya:
semangat kerja atau etos kerja
dengan manajemen
besar dosanya di sisi
yang lebih baik dari hari kemarin
yang
benar,
diAllah yaitu orangbuat aturan agar
orang yang dapat
pimpinan
lembaga
berkata-kata tapi tidak
mendelegasikan sebagian kewenangan dapat mengamalkan atau menjalankan.
pengambilan keputusan kepada aparatur Kedua,
terwujudnya
sistem
terdepan, sehingga pengambilan keputusan pengendalian yang baik maksudnya adalah
administrasi pemerintahan dan pelayanan dengan adanya sistem pengendalian yang
publik dapat dipersingkat dan dipercepat, baik dalam rangka mendukung terciptanya
efektif, efisien, dan lebih produktif.
sistem yang dapat dijalankan serta diterapkan
Pengaruh SPIP dalam mewujudkan keseluruh lapisan masyarakat. Sistem ini
Kementerian Agama bebas dari KKN memerlukan figur seorang pimpinan yang
memerlukan tahapan dan langkah sebagai selalu menjadi tauladan baik di rumah
berikut. Pertama, penciptaan tata kelola maupun di kantor hidup dengan penuh sapemerintahan yang bersih dan bebas KKN. haja, tidak glamour dan tidak suka berfoyaDalam rangka mendorong terwujudnya tata foya menghambur-hamburkan keuangan
kelola pemerintahan yang bersih dan bebas negara yang bukan haknya. Pemimpin harus
34
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
Fokus Utama
mampu menjadi tauladan dalam kehidupan
sehari-hari bagi umatnya dan menjadi
panutan serta diikuti dengan tingkah laku
baik perkataan maupun perbuatan, sehingga
menjadikan kehidupan ini seakan akan
berada di dalam surga, ingin hidup selamanya
di dunia walaupun itu tidak mungkin.
Ketiga, terlaksananya penyelenggaraan haji yang bebas dari korupsi.
Penyelengaraan haji yang sukses dan
baik dapat memberikan kontibusi yang
sangat berharga bagi Negara Indonesia,
terutama di mata negara asing yang selalu
mendiskreditkan Negara Indonesia yang kita
cintai, dengan adanya pelaksanaan haji yang
baik dan sukses menjadi cermin dan tolok
ukur keberhasilan khususnya Kementerian
Agama, dan umumnya bangsa Indonesia ini.
Oleh karena itu diperlukan tanggungjawab
semua pihak, baik aparatur pemerintah
maupun swasta demi terwujudnya kinerja
Kementerian Agama yang lebih baik dari sisi
pelayanan maupun tanggungjawabnya, serta
memberikan pelayanan yang semaksimal
mungkin kepada calon jamaah haji.
Para petugas haji hendaknya
berorientasi semata mata karena tugas
yang telah diamanatkan kepadanya, bekerja
dengan baik, jujur, dan amanah serta disiplin
serta mengharapkan ridho dari Allah SWT,
bukan semata mata mencari uang. Menolong
calon jam’ah haji yang perlu mendapatkan
pertolongan dan bantuan, sehingga calon
jama’ah merasa senang ditolong, dan itu
semua supaya dikerjakan lillahi ta’ala.
Keempat, pelayanan KUA yang
transparan. KUA Kecamatan sebagai salah
satu unit pelayanan publik dituntut mampu
memberikan pelayanan masyarakat dengan
optimal. Beban kerja yang besar meliputi
beberapa aspek pelayanan masyarakat
di bidang keagamaan memerlukan standar
sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan
yang memadai.
Pelayanan yang ada di KUA meliputi
pelayanan
pernikahan,
perwakafan,
kemasjidan, bimbingan calon pengantin,
pembinaan pengamalan agama, majlis
ta’lim, pengukuran arah kiblat, sosialisasi
produk halal, bimbingan manasik haji, serta
pelayanan konsultasi keagamaan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 47 Tahun 2004 yakni Bagi para
calon pengantin yang ingin menikah supaya
melakukan pencatatan pernikahan yang
lazim menurut ketentuan hanya Rp 30.000,kemudian agar disetorkan ke Kas Negara
melalui bendahara pembantu di KUA
kecamatan.
Sebagai seorang pimpinan di suatu
kementerian atau lembaga harus berani
membuat kebijakan atau aturan yang
tegas dan sanksi hukum yang berat bagi
para pengelola keuangan yang melakukan
penyimpangan dan merekayasa biaya-biaya
yang tidak termasuk dalam peraturan ini,
selanjutnya agar dilakukan pengawasan
yang ketat terhadap pengelolaan keuangan
dan dilakukan secara transparan dan
dapat dipertanggungjawabkan laporan
hasil keuangan tersebut kepada menteri.
[Suparmono]
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
35
Pengawasan
Penerapan SPIP sebagai Upaya Membangun
Good Governance dan Clean Governance
Oleh: Asep Komarudin
Pelantikan Pejabat Eselon I dan II
Di Lingkungan Kementerian Agama RI
“...kejahatan terjadi bukan hanya karena
ada niat pelaku, tetapi juga karena adanya
kesempatan, waspadalah, waspadalah..!”
K
alimat pembuka di atas sudah
tidak asing lagi dipendengaran
kita semua, karena setiap hari
“Pesan Bang Napi” tersebut
selalu ditampilkan sebagai acara penutup
penayangan berita kriminal “Sergap” yang
disiarkan oleh stasiun televisi swasta.
Menarik untuk mencermati pesan
yang tekandung dalam kalimat tersebut,
mengingat ada pesan moral bahwa perilaku
36
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
seseorang didasari dua faktor. Pertama,
adanya niat yang tertanam dalam hati
dan kedua adalah adanya kesempatan.
Niat seseorang untuk berbuat sesuatu
menjadi daya pendorong (spirit) bagi yang
bersangkutan untuk konsisten melakukan
atau
memperjuangkan
niatnya
agar
terwujud. Hambatan dan rintangan menjadi
ajang pembelajaran untuk mencari jalan
keluar terbaik. Faktor lain yang menjadi
penentu keberhasilan niat seseorang,
yaitu kesempatan yang tersedia. Bisa jadi,
kesempatan yang terbuka untuk seseorang
bisa menimbulkan niat untuk melakukan
Pengawasan
sebuah tindakan. Perpaduan adanya niat
dan kesempatan menjadi kombinasi ideal
untuk mewujudkan cita-cita dan harapan
seseorang.
Jika dihubungkan dengan tindak
penyimpangan
pada
sebuah
sistem
pemerintahan, maka ada banyak faktor
yang menyebabkan terjadinya sebuah
penyimpangan tersebut. Sebagai contoh,
bagaimanapun kuatnya sistem pengendalian
yang telah diterapkan, tetapi jika ada oknum
pegawai yang mempunyai niat curang,
hendak mencari keuntungan pribadi atau
kelompok, maka oknum tersebut selalu akan
mencari celah kelemahan dari sistem yang
ada. Juga sebaliknya, jika seseorang tidak
ada niat untuk berbuat curang, tidak ada
maksud melakukan tindakan korupsi, kolusi
dan nepotisme (KKN), tetapi dikarenakan
lemahnya sistem pengendalian, sangat
memungkinkan lama kelamaan akan tergoda
untuk berbuat pelanggaran. Apalagi jika ada
niat dan lemahnya sistem pengawasan, maka
yang terjadi adalah hancurnya institusi.
Sebagai
upaya
pencegahan,
kiranya perlu sebuah upaya konkrit untuk
menghindari
penyimpangan. Sebagai
bentuk kepedulian pemerintah atas upaya
perbaikan sistem birokrasi di Indonesia maka
terbitlah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah (SPIP). Perancangan PP
tersebut diprakarsai oleh Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai
pelaksanaan dari pasal 58 ayat 2 sebagai
turunan dari ayat 1 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,
yaitu: (1) Dalam rangka meningkatkan
kinerja, transparansi, dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan negara, Presiden
selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan
menyelenggarakan sistem pengendalian
intern di lingkungan pemerintahan secara
menyeluruh. (2) Sistem pengendalian
intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Dalam ketentuan umum PP 60 tahun
2008 yang dimaksud SPIP adalah sistem
pengendalian intern yang diselenggarakan
secara
menyeluruh di lingkungan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Dengan demikian penyelenggaraan kegiatan
pada suatu instansi pemerintah, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
sampai dengan pertanggungjawaban, harus
dilaksanakan secara tertib, terkendali, serta
efisien dan efektif. Untuk itu dibutuhkan
suatu sistem yang dapat memberi keyakinan
memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan
pada suatu instansi pemerintah dapat
mencapai tujuannya secara efisien dan
efektif, melaporkan pengelolaan keuangan
negara secara andal, mengamankan aset
negara, dan mendorong ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan. Sistem
ini dikenal sebagai Sistem Pengendalian
Intern yang dalam penerapannya harus
memperhatikan
rasa
keadilan
dan
kepatutan serta mempertimbangkan ukuran,
kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi
instansi pemerintah tersebut.
Sistem
Pengendalian
Internal
Pemerintah (SPIP) sebagaimana tertuang
dalam pasal 3 ayat 1 PP nomor 60 tahun
2008 terdiri atas unsur-unsur; a) lingkungan
pengendalian, b) penilaian resiko, c) kegiatan
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
37
Pengawasan
pengendalian, d) informasi dan komunikasi,
dan e) pemantauan pengendalian intern.
Penerapan unsur-unsur SPIP tersebut
dilaksanakan menyatu dan merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan
instansi pemerintah. Adapun penjabaran
dari lima unsur SPIP tersebut adalah sebagai
berikut: pertama, lingkungan pengendalian
(control environment).
Lingkungan pengendalian dalam
SPIP merupakan unsur dasar / fondasi bagi
pembentukan unsur-unsur lainya, oleh
karena itu fondasi dalam membangun
SPIP harus kuat agar dapat menopang dan
mendukung unsur-unsur lainnya sehingga
apa yang diharapkan SPIP dapat terwujud.
Pimpinan instansi pemerintah wajib
menciptakan dan memelihara lingkungan
pengendalian yang menimbulkan perilaku
positif dan kondusif untuk penerapan Sistem
Pengendalian Intern dalam lingkungan
kerjanya, melalui: penegakan integritas dan
nilai etika, komitmen terhadap kompetensi,
kepemimpinan yang kondusif, pembentukan
struktur organisasi yang sesuai dengan
kebutuhan, pendelegasian wewenang dan
tanggung jawab yang tepat, penyusunan
dan penerapan kebijakan yang sehat
tentang pembinaan sumber daya manusia,
perwujudan peran aparat pengawasan intern
pemerintah yang efektif; dan hubungan
kerja yang baik dengan instansi pemerintah
terkait.
Kedua,
penilaian
risiko
(risk
assessment). Penilaian
risiko dalam
SPIP adalah usaha pemerintah untuk
mengidentifikasi dan menganalisis risiko yang
relevan dalam menyiapkan laporan keuangan
38
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
sesuai dengan standar akuntansi keuangan.
Dalam PP 60 tahun 2008 pasal 13 ayat 1
dan 2 dijelaskan bahwa pimpinan instansi
pemerintah wajib melakukan penilaian
resiko, proses penilaian risiko tersebut bisa
dilakukan dengan dua cara yaitu dengan
cara mengidentifikasi risiko serta melakukan
analisis resiko.
Proses identifikasi resiko dilaksanakan
dengan penggunaan metodologi yang sesuai
dengan tujuan instansi pemerintah dan tujuan
pada tingkatan kegiatan secara menyeluruh;
menggunakan mekanisme yang memadai
untuk mengenali risiko dari faktor eksternal
dan faktor internal; dan menilai faktor lain
yang dapat meningkatkan risiko. Sedangkan
proses analisis Risiko dilaksanakan untuk
menentukan dampak dari risiko yang telah
diidentifikasi terhadap pencapaian tujuan
Instansi Pemerintah. Dalam hal ini Pimpinan
Instansi Pemerintah harus menerapkan
prinsip kehati-hatian dalam menentukan
tingkat risiko yang dapat diterima.
Ketiga,
kegiatan
pengendalian
(control activities). Kegiatan pengendalian
adalah kebijakan dan prosedur yang dibangun
oleh pemerintah untuk mencapai tujuan
laporan keuangan yang obyektif. Aktivitas
pengendalian dapat digolongkan dalam
pemisahan tugas yang memadai, otorisasi
yang tepat atas transaksi dan aktivitas,
pendokumentasian dan pencatatan yang
cukup, pengawasan aset antara catatan dan
fisik, serta pemeriksaan independen atas
kinerja.
Penyelenggaraan kegiatan pengendalian setidaknya memiliki karakteristik;
pengendalian diutamakan pada kegiatan
Pengawasan
Suasana Rapat Pleno Kegiatan Penyempurnaan Penyusunan LAKIP
Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
pokok instansi pemerintah, dikaitkan
dengan proses penilaian resiko, disesuaikan
dengan karakteristik instansi pemerintah
tersebut, kebijakan dan prosedur harus
ditetapkan secara tertulis, prosedur yang
telah ditetapkan harus dijalankan, serta
adanya evaluasi secara periodik terhadap
pelaksanaan kegiatan pengendalian.
Keempat, informasi dan komunikasi
(information and communication). Informasi
dan komunikasi dalam SPIP adalah metode
yang dipergunakan untuk mengidentifikasi,
mengumpulkan, mengklasifikasi, mencatat
dan melaporkan semua transaksi entitas,
serta untuk memelihara akuntabilitas
yang berhubungan dengan aset. Transaksitransaksi harus memuaskan dalam hal
eksistensi, kelengkapan, ketepatan, klasifikasi,
tepat waktu, serta dalam posting dan
mengikhtisarkan.
Kelima, pemantauan pengendalian
Intern. (monitoring). Pemantauan pelak-
sanaan SPIP dilaksanakan secara periodik
(berkelanjutan),
pemantauan
tersebut
meliputi penilaian atas kualitas kinerja
pengendalian intern untuk menentukan
apakah operasi pengendalian memerlukan
modifikasi atau perbaikan. Pemantauan
secara periodik diselenggarakan melalui
kegiatan pengelolaan rutin, supervisi,
pembandingan, rekonsiliasi, dan tindakan
lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas.
Tujuan dari adanya SPIP sebagaimana
tertuang pada pasal (2) PP 60 tahun 2008
adalah untuk memberikan keyakinan yang
memadai bagi tercapainya efektivitas dan
efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan
pemerintahan negara, keandalan pelaporan
keuangan, pengamanan aset negara, dan
ketaatan terhadap peraturan perundangundangan. Alasan yang melandasi kenapa
auditor atau lembaga pemeriksa hanya
memberikan keyakinan yang memadai
bukan keyakinan yang mutlak dikarenakan
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
39
Pengawasan
adanya keterbatasan kemampuan, kesalahan
manusia, pertimbangan yang keliru juga
diduga adanya kolusi.
Kementerian Agama sebagai sebuah
institusi pemerintah mempunyai kewajiban
untuk menerapkan Sistem Pengendalian
Internal Pemerintah (SPIP) di lingkungan
unit kerjanya. Hal ini dimaksudkan untuk
tercapainya maksud dan tujuan serta visi
dan misi institusi tersebut sebagai pelayan
masyarakat. Serta yang tidak kalah pentingnya
adalah bagaimana Kementerian Agama
bisa menjalankan prinsip akuntabilitas dan
transparansi dalam pengelolaan keuangan
negara yang dikelolanya.
Sebagai komitmen akan prinsip
dimaksud, maka Menteri Agama menerbitkan
Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 24
Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan
Kementerian Agama. Secara substansi, PMA
Nomor 24 Tahun 2011 tersebut dari maksud
dan tujuannya tidak jauh berbeda dengan
peraturan dan undang-undang di atasnya,
yaitu bagaimana menciptakan sebuah sistem
pengendalian di sebuah instansi pemerintah
guna tercapainya tujuan organisasi secara
efektif dan efesien. Hanya saja PMA sebagai
peraturan teknis tentunya mengatur secara
rinci hal-hal teknis penyelenggaraan dan
pelaksanaan SPIP pada unit kerja terbatas.
Sebagai
jaminan
keberhasilan
penyelenggaraan SPIP, PMA Nomor 24
memberikan tugas khusus pada Inspektorat
Jenderal
untuk
memantau/mengawasi
penyelenggaraan SPIP ini, sebagaimana
tertuang pada pasal 8 ayat 1 dan 2. Bahwa
dalam rangka keberhasilan penyelenggaraan
40
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
SPIP, Inspektorat Jenderal melakukan
pengawasan terhadap penyelenggaraan SPIP
pada unit kerja mandiri. (ayat 2) pengawsan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
meliputi: audit, reviu, evaluasi, pemantauan
dan kegiatan pengawasan lainnya.
Dengan adanya peraturan ini, maka
Inspektorat Jenderal mempunyai peran
sangat penting dalam mengawasi ketataatan
dan kepatuhan berbagai satuan kerja di
bawah Kementerian Agama, terutama yang
termasuk Unit Kerja Mandiri. Yang dimaksud
Unit Kerja Mandiri adalah Unit Eselon I dan
Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang merupakan
entitas akuntansi sebagai unit akuntansi
keuangan dan unit akuntansi barang yang
wajib menyelenggarakan sistem akuntansi
instansi, (lihat PMA nomor 24 tahun 2011
pasal 1 poin 4).
Setelah menerapkan SPIP dengan
baik dan benar diharapkan tidak lantas
menurunkan kehati-hatian dan kewaspadaan.
Karena Kewaspadaan merupakan sebuah
upaya preventif dalam menghindari atau
mencegah terjadinya sebuah kejahatan
sekaligus bisa menjadi pencegah niat oknumoknum yang tidak bertanggung jawab.
Semoga pesan “Bang Napi” bisa menjadi
perhatian kita bersama. Wallahu ‘alam. [Asep
Komarudin]
Alasan yang melandasi kenapa
auditor atau lembaga pemeriksa
hanya memberikan keyakinan
yang memadai, bukan keyakinan
yang mutlak. Dikarenakan adanya
keterbatasan kemampuan,
kesalahan manusia, pertimbangan
yang keliru juga diduga adanya kolusi.
Pengawasan
Anomali Makna Gratifikasi
Oleh: Moch. Rofiq
U
Peserta Kegiatan Penyusunan Instrumen Pemantuan
Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
ndang-undang
Nomor
20
Tahun 2001 tentang Perubahan
Undang-undang Nomor 31 tahun
1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi memaknai gratifikasi
sebagai setiap pemberi hadiah, janji atau
suap kepada Pegawai Negeri Sipil atau
Penyelenggara Negara dengan mengingat
kekuasaan atau wewenang yang melekat
pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh
pemberi hadiah, janji atau suap dianggap
melekat pada jabatan atau kedudukannya
tersebut.
Penjelasan
pasal
tersebut
menyatakan bahwa gratifikasi adalah
pemberian dalam arti luas, yakni meliputi
pemberian uang, barang, rabat (potongan
harga), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket
perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan
wisata, pengobatan cuma-cuma, dan
fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik
yang diterima di dalam negeri maupun
di luar negeri dan yang dilakukan dengan
menggunakan sarana elektronik atau tanpa
sarana elektronik. Black’s Law Dictionary
memberikan pengertian gratifikasi atau
gratification adalah sebagai “a voluntarily
given reward or recompense for a service
or benefit” yang dapat diartikan “sebuah
pemberian yang diberikan atas diperolehnya
suatu bantuan atau keuntungan”.
Gratifikasi berasal dari bahasa
belanda, gratikatie, yang kemudian diadopsi
menjadi bahasa Indonesia yang berarti
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
41
Pengawasan
hadiah. Istilah gratifikasi yang dalam bahasa
Inggris disebut gratification adalah istilah
yang muncul di negara-negara Anglo Saxon
dan Eropa Kontinental. Istilah gratification
muncul karena sulitnya pembuktian
mengenai suap (bribery). Sebelumnya,
gratification lebih dikenal dengan kata gift
(pemberian). Namun, gratification dan
gift memang hampir memiliki pengertian
yang sama, padahal terdapat perbedaan
di antara keduanya. Secara kontekstual,
dapat dijelaskan pengertian gratifikasi
(gratification) dan pemberian (gift). Gift
adalah perpindahan sesuatu (barang atau
uang) dari seseorang pada orang lain tanpa
pamrih atau mengharap imbalan. Sedangkan
gratification adalah upah atau imbalan dari
seseorang (pemberi) kepada orang lain
(penerima) tanpa diminta atau diperjanjikan
terlebih dahulu, atas suatu pelayanan atau
keuntungan yang didapat oleh pemberi.
Gratifikasi merupakan bentuk khusus
dari gift. Yang membedakan antara gratifikasi
dan pemberian adalah latar belakangnya.
Perpindahan sesuatu (barang atau uang) dari
pemberi kepada penerima yang terjadi dalam
suatu pemberian tidak dilatarbelakangi
hal tertentu, namun perpindahan sesuatu
(barang atau uang) dari pemberi kepada
penerima yang terjadi dalam gratifikasi
dilatarbelakangi oleh keuntungan yang
didapat oleh pemberi walaupun imbalan atau
upah yang diberikan dalam gratifikasi bukan
hal yang diperjanjikan atau dipersyaratkan
terlebih dahulu.
Adapun suap adalah suatu upah
yang diberikan atau suatu janji yang
ditawarkan dengan tujuan agar si penerima
42
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
(orang yang memiliki jabatan atau posisi
penting) berbuat sesuatu yang bertentangan
dengan kewajibannya atau aturan dan
mengarahkan perbuatannya supaya sesuai
dengan kehendak Si pemberi suap tersebut.
Sehingga substansi suap bergerak dinamis
mempengaruhi keputusan pejabat dan
atau akan membuat komitmen-komitmen
langsung yang disepakati atau diinginkan
oleh pengusaha kepada pejabat tertentu
yang memiliki kewenangan dalam membuat
kebijakan tertentu. Sementara gratifikasi
tidak demikian, karena dalam bahasa yang
populer, dapat dikatakan ”menanam jasa
busuk”. Sehingga pemberian-pemberian
yang dilakukan oleh pengusaha kepada
pejabat, termasuk kepada keluarganya, tidak
diikuti dengan komitmen-komitmen khusus
dan tertentu.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
gratifikasi diartikan sebagai pemberian
hadiah uang kepada pegawai di luar gaji
yang ditentukan. Sedangkan dalam kamus
hukum, gratifikasi yang berasal dari bahasa
Belanda, gratificatie, atau bahasa Inggrisnya,
gratification diartikan sebagai hadiah uang.
Berdasarkan kedua pengertian tersebut, ada
beberapa catatan.
Pertama, baik dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) maupun kamus
hukum, gratifikasi diartikan sebagai pemberian hadiah berupa uang. Kedua, pengertian
gratifikasi dalam kedua kamus tersebut
bersifat netral. Artinya, tindakan gratifikasi
bukanlah merupakan suatu perbuatan
tercela atau makna suatu perbuatan yang
negatif. Ketiga, obyek gratifikasi dalam
pengertian menurut KBBI jelas ditujukan
Pengawasan
kepada pegawai, sementara dalam kamus keras dan kepada pelaku diberikan sanksi
hukum, obyek gratifikasi tidak ditentukan. cukup berat, karena akan mempengaruhi
Dalam konteks hukum pidana, khususnya pejabat dalam menjalankan tugas dan
yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, pengambilan keputusan rentan menimbulkan
pengertian gratifikasi tidak sama persis ketidakseimbangan dalam pelayanan publik.
dengan apa yang tertera dalam KBBI maupun Bahkan di kalangan privat pun larangan
kamus hukum. Istilah gratifikasi secara jelas juga diberikan. Sebagai contoh, pimpinan
dan gamblang kita temukan dalam Pasal stasiun televisi swasta melarang dengan
12B dan Pasal 12C Undang-undang Nomor tegas reporter atau wartawannya menerima
31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah uang dan barang dalam bentuk apapun
diubah dengan Undang-undang Nomor 20 dari siapapun dalam menjalankan tugas
Tahun 2001 tentang
pemberitaan. Karena
Pemberantasan Tinitu, gratifikasi harus
Pemberian hadiah sebagai suatu
dak Pidana Korupsi
dilarang bagi birokrat
perbuatan atau tindakan seseorang
yang memberikan sesuatu
(Tipikor).
dengan
disertai
(uang atau benda) secara tulus
kepada orang lain tentu saja
Gratifikasi
sanksi yang berat
diperbolehkan. Namun jika
pemberian tersebut dengan harapan
dapat diartikan po(denda uang atau
untuk dapat mempengaruhi keputusan
atau kebijakan dari pejabat yang
sitif atau negatif.
pidana kurungan atau
diberi hadiah, maka pemberian itu
tidak hanya sekadar ucapan selamat
Gratifikasi
dinilai
penjara) dan harus
atau tanda terima kasih.
positif
manakala
dikenakan
kepada
pemberian
hadiah
kedua pihak (pemberi
dilakukan dengan niat yang tulus dari dan penerima).
seseorang kepada orang lain tanpa pamrih. Praktik
korupsi
pada
masa
Artinya, pemberian dalam bentuk “tanda sekarang
mengalami
perkembangan
terima kasih” tanpa mengharapkan balasan dengan munculnya praktik-praktik baru
apapun. Sebaliknya, gratifikasi negatif yang berusaha memanfaatkan celah atau
adalah pemberian hadiah dilakukan dengan kelemahan berbagai peraturan perundangtujuan pamrih. Pemberian jenis terakhir undangan yang ada. Pemberian hadiah
ini telah membudaya di kalangan birokrat seringkali kita anggap hanyalah sebagai suatu
dan pengusaha, karena adanya interaksi ucapan terimakasih atau ucapan selamat
kepentingan. Dengan demikian, gratifikasi kepada seorang pejabat. Tapi bagaimana jika
tidak selalu mempunyai arti jelek, namun pemberian itu berasal dari seseorang yang
harus dilihat dari kepentingan gratifikasi. Akan memiliki kepentingan terhadap keputusan
tetapi dalam praktik seseorang memberikan atau kebijakan pejabat tersebut? Bagaimana
sesuatu, tidak mungkin dapat dihindari tanpa jika nilai dari pemberian hadiah tersebut di
adanya pamrih.
atas nilai kewajaran? Apakah pemberian
Di negara-negara maju, pemberian hadiah tersebut tidak akan mempengaruhi
gratifikasi kepada kalangan birokrat dilarang integritas, independensi dan objektivitas
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
43
Pengawasan
dalam pengambilan keputusan dan kebijakan,
sehingga dapat menguntungkan pihak lain
atau diri sendiri?
Pemberian hadiah sebagai suatu
perbuatan atau tindakan seseorang yang
memberikan sesuatu (uang atau benda)
secara tulus kepada orang lain tentu saja
diperbolehkan. Namun jika pemberian
tersebut dengan harapan untuk dapat
mempengaruhi keputusan atau kebijakan
dari pejabat yang diberi hadiah, maka
pemberian itu tidak hanya sekadar ucapan
selamat atau tanda terima kasih. Namun
sebagai suatu usaha untuk memperoleh
keuntungan dari pejabat atau pemeriksa yang
akan mempengaruhi integritas, independensi
dan objektivitasnya, maka hal itu merupakan
suatu tindakan yang tidak dibenarkan dan
hal ini termasuk dalam pengertian gratifikasi.
Sampai di sini, muncul pertanyaan
terkait gratifikasi sebagai pemberian hadiah
atau tanda terimakasih dalam bentuk
cendera mata yang diterima oleh seorang
pejabat atau Pegawai Negeri Sipil. Misalnya,
seorang
auditor/pemeriksa
menerima
hadiah sebagai tanda terima kasih ataupun
pemberian fasilitas lainnya dari auditi. Apa
itu dapat dibenarkan? Untuk menjaga
kredibilitas seorang auditor/pemeriksa,
perlu mengetahui apa yang dimaksud
dengan gratifikasi? Apa pula yang menjadi
dasar dari penggolongan suatu pemberian
dikategorikan sebagai gratifikasi atau tidak?
Gratifikasi sebagai Tindak Pidana Korupsi
Untuk mengetahui seperti apa
gratifikasi disebut sebagai kejahatan korupsi,
perlu dilihat rumusan Pasal 12B Ayat (1)
44
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999
Juncto Undang-undang Nomor 20 Tahun
2001. “Setiap gratifikasi kepada pegawai
negeri atau penyelenggara negara dianggap
pemberian suap, apabila berhubungan
dengan jabatannya dan yang berlawanan
dengan kewajiban atau tugasnya”.
Jika dilihat dari rumusan di atas,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu
gratifikasi atau pemberian hadiah berubah
menjadi suatu yang perbuatan pidana suap
khususnya pada seorang penyelenggara
negara atau Pegawai Negeri Sipil yaitu jika
pada saat penyelenggara negara atau Pegawai
Negeri Sipil tersebut melakukan tindakan
menerima suatu gratifikasi atau pemberian
hadiah dari pihak manapun sepanjang
pemberian tersebut diberikan berhubungan
dengan jabatan ataupun pekerjaannya. Salah satu kebiasaan yang berlaku
umum di masyarakat adalah pemberian
tanda terimakasih atas jasa yang telah
diberikan oleh petugas, baik dalam bentuk
barang atau uang. Hal ini dapat menjadi
suatu kebiasaan yang bersifat negatif dan
dapat mengarah menjadi potensi perbuatan
korupsi di kemudian hari. Potensi korupsi
inilah yang berusaha dicegah oleh peraturan
dan perundang-undangan. Oleh karena itu,
berapapun nilai gratifikasi yang diterima
seorang penyelenggara negara atau Pegawai
Negeri Sipil, bila pemberian itu patut diduga
berkaitan dengan jabatan/kewenangan yang
dimiliki, maka sebaiknya penyelenggara
negara atau Pegawai Negeri Sipil tersebut
segera melaporkannya pada KPK untuk
dianalisis lebih lanjut.
Sebelum lahir UU Tipikor, delik suap
Pengawasan
diatur dalam UU Nomor 11 tahun 1980 dan
KUHP Pasal 209, Pasal 210, Pasal 418, 419
dan Pasal 420, kemudian permasalahan
korupsi merupakan extraordinary crime
and public enemy yang telah mereduksi diri
secara normatif menjadi UU Nomor 31 Tahun
1999 Jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi. Tidak
semua gratifikasi bertentangan dengan
hukum dan dianggap suap. Dengan kata
lain, setiap pemberian/penerimaan orang/
badan hukum, batasan gratifikasi yang legal
dan ilegal, pengecualian dimaksud terpisah
dengan delik suap dan delik gratifikasi
sebagaimana diatur UU Nomor 31 ahun 1999
Jo UU Nomor 20 Tahun 2001 terdapat Pasal 5
Ayat (2) Jo Pasal 6 Ayat (2).
Pasal 11 lebih tegas diatur dalam
Pasal 12b Ayat (1), bahwa setiap gratifikasi
kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara dianggap pemberian suap, apabila
berhubungan dengan jabatannya dan
yang berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
Pertama, nilainya Rp 10.000.000,- (sepuluh
juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa
gratifikasi tersebut bukan merupakan suap
dilakukan oleh penerima gratifikasi. Kedua,
nilainya kurang dari Rp 10.000.000,- (sepuluh
juta rupiah). Pembuktian bahwa gratifikasi
tersebut suap dilakukan oleh penuntut
umum pada penjelasan Pasal 12b Ayat 1. Di
situ dijelaskan, gratifikasi adalah pemberian
dalam arti luas, yakni meliputi pemberian
uang, barang, rabat (discount), komisi,
pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan,
fasilitas penginapan, perjalanan wisata,
pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di
dalam negeri maupun di luar negeri dan
yang dilakukan dengan menggunakan sarana
elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Berdasarkan konstruksi kedua pasal
tersebut, ada beberapa catatan yang perlu
dipahami. Pertama, gratifikasi pada dasarnya
bukanlah suatu tindak pidana. Kedua,
gratifikasi baru dianggap sebagai tindak
pidana, dalam hal ini dipersamakan dengan
suap, apabila berhubungan dengan jabatan
dan yang berlawanan dengan kewajiban
atau tugasnya. Tegasnya, jika gratifikasi tidak
berhubungan dengan jabatan dan yang
berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,
gratifikasi tersebut adalah perbuatan yang
sah menurut hukum. Sebagai contoh, banyak
pejabat negara di Indonesia yang berasal
dari kalangan akademisi. Ketika memberikan
kuliah atau sebagai pembicara dalam seminar
yang tidak ada kaitannya dengan kewajiban
atau tugasnya, lantas mendapatkan honor,
tentu penerimaan honor tersebut adalah
gratifikasi yang sah menurut hukum pidana.
Ketiga, semangat para pembentuk
undang-undang perihal gratifikasi yang
dianggap sebagai suap adalah gratifikasi
kepada pejabat negara dengan kewajiban
untuk melaporkan setiap pemberian yang
dianggap ada kaitannya dengan jabatan atau
yang berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya kepada KPK terlepas dari apakah
pemberian tersebut akan dimiliki atau
tidak. Keempat, terdapat alasan penghapus
tuntutan pidana jika penerima gratifikasi
yang berhubungan dengan jabatan atau
berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya
melaporkan hal tersebut kepada KPK dalam
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
45
Pengawasan
jangka waktu 30 hari. Kelima, salah satu tersebut diberikan sebagai akibat atau
kelemahan dalam pasal gratifikasi yang disebabkan karena telah melakukan atau
dipersamakan dengan suap ini adalah tidak tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya
ada ancaman pidana bagi yang memberikan yang bertentangan dengan kewajibannya.
gratifikasi. Padahal, secara teori, jika Keempat, ada maksud menguntungkan diri
gratifikasi yang berkaitan dengan jabatan dan sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
berlawanan dengan tugas atau kewajibannya atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya
dipersamakan dengan suap, tidak mungkin memaksa seseorang memberikan sesuatu,
ada penerima suap tanpa ada pemberi suap. membayar, atau menerima pembayaran
Menurut ajaran kausalitas dalam hukum dengan potongan, atau untuk mengerjakan
pidana, pemberi suap adalah causa proxima sesuatu bagi dirinya sendiri. Kelima, pada
waktu menjalankan
(sebab mutlak) adanya
tugas,
meminta,
penerima suap.
menerima,
atau
Sanksi pidana
Praktik gratifikasi atau pemberian
m e m o t o n g
yang
menerima
hadiah di kalangan masyarakat
pembayaran kepada
gratifikasi
dapat
tidak dilarang tetapi perlu
pegawai
negeri
dijatuhkan bagi pediperhatikan adanya sebuah
atau penyelenggara
rambu tambahan yaitu larangan
gawai negeri atau
bagi
Pegawai
Negeri
Sipil/
negara yang lain
penyelenggara negara
Penyelenggara
Negara
untuk
atau kepada kas
manakala melakukan
menerima gratifikasi yang
umum, seolah-olah
beberapa
hal.
dapat dianggap suap.
pegawai
negeri
Pertama, menerima
atau penyelenggara
hadiah atau janji
negara yang lain
padahal
diketahui
atau kas umum
atau patut diduga
bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan tersebut mempunyai utang kepadanya,
karena kekuasaan atau kewenangan yang padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan
berhubungan dengan jabatannya, atau yang merupakan utang.
Keenam, pada waktu menjalankan
menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan tugas, meminta atau menerima pekerjaan,
jabatannya. Kedua, menerima hadiah atau atau penyerahan barang, seolah-olah
janji, padahal diketahui atau patut diduga merupakan utang kepada dirinya, padahal
bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan diketahui bahwa hal tersebut bukan
untuk menggerakkan agar melakukan atau merupakan utang. Ketujuh, pada waktu
tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, menjalankan tugas, telah menggunakan
tanah negara yang di atasnya terdapat hak
yang bertentangan dengan kewajibannya.
Ketiga, menerima hadiah, padahal pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah perundang-undangan, telah merugikan orang
46
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
Pengawasan
yang berhak, padahal diketahuinya bahwa
perbuatan tersebut bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan. Kedelapan,
baik langsung maupun tidak langsung dengan
sengaja turut serta dalam pemborongan,
pengadaan, atau persewaan, yang pada saat
dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau
sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa
tidak benar bila Pasal 12B dalam Undangundang Nomor 31 Tahun 1999 Juncto
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 telah
melarang praktik gratifikasi atau pemberian
hadiah di Indonesia. Sesungguhnya, praktik
gratifikasi atau pemberian hadiah di
kalangan masyarakat tidak dilarang tetapi
perlu diperhatikan adanya sebuah rambu
tambahan yaitu larangan bagi Pegawai Negeri
Sipil/Penyelenggara Negara untuk menerima
gratifikasi yang dapat dianggap suap.
Bentuk-bentuk Gratifikasi
Gratifikasi,
hadiah,
pemberian
atau apapun namanya sebagaimana telah
dijelaskan di atas ada dalam berbagai
macam bentuk. Contoh pemberian yang
dapat digolongkan sebagai gratifikasi, antara
lain: pemberian hadiah atau uang sebagai
ucapan terima kasih karena telah dibantu,
hadiah atau sumbangan dari rekanan yang
diterima pejabat pada saat perkawinan
anaknya, pemberian tiket perjalanan kepada
pejabat/pegawai negeri atau keluarganya
untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma,
pemberian potongan harga khusus bagi
pejabat/pegawai negeri untuk pembelian
barang atau jasa dari rekanan, pemberian
biaya atau ongkos naik haji dari rekanan
kepada pejabat/pegawai negeri, pemberian
hadiah ulang tahun atau pada acara-acara
pribadi lainnya dari rekanan, pemberian
hadiah atau souvenir kepada pejabat/pegawai
negeri pada saat kunjungan kerja, pemberian
hadiah atau parsel kepada pejabat/pegawai
negeri pada saat hari raya keagamaan, oleh
rekanan atau bawahannya.
Berdasarkan
contoh
di
atas,
pemberian yang dapat dikategorikan sebagai
gratifikasi adalah pemberian atau janji yang
mempunyai kaitan dengan hubungan kerja
atau kedinasan dan/atau semata-mata karena
keterkaitan dengan jabatan atau kedudukan
pejabat/pegawai negeri dengan Si pemberi.
Sementara bentuk-bentuk gratifikasi lainnya,
dapat diungkap di sini. Pertama, pembiayaan
kunjungan kerja lembaga legislatif, karena
hal ini dapat memengaruhi legislasi dan
implementasinya oleh eksekutif. Kedua,
cenderamata bagi guru (PNS) setelah
pembagian rapor/kelulusan, pungutan liar
di jalan raya dan tidak disertai tanda bukti
dengan tujuan sumbangan tidak jelas. Ketiga, perjalanan wisata bagi
bupati menjelang akhir jabatan. Keempat,
pembangunan tempat ibadah di kantor
pemerintah. Kelima, hadiah pernikahan untuk
keluarga PNS yang melewati batas kewajaran.
Keenam, pengurusan KTP/SIM/Paspor yang
dipercepat dengan uang cara memungut
tambahan. Ketujuh, mensponsori konferensi
internasional tanpa menyebutkan biaya
perjalanan yang transparan dan kegunaannya,
adanya penerimaan ganda, dengan jumlah
tidak masuk akal.[Moch. Rofiq]
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
47
Pengawasan
Beban Kerja Guru Madrasah
dalam Perspektif Pengawasan
Oleh: Edi Sunanto
U
Irjen Kemenag Mundzier Suparta Saat Memberikan Arahan dan Sambutan
Workshop Jurnalistik Tim Informasi Publik Itjen (TIPI) Kementerian Agama RI
ndang-undang Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen
Pasal 1 menyebutkan, guru
adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing,
mengarahkan,
melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah. Pengakuan kedudukan guru
sebagai tenaga profesional dibuktikan
dengan sertifikat pendidik yang diperoleh
melalui sertifikasi.
Sejalan dengan arah reformasi
birokrasi, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan dan Kementerian Agama telah
melakukan proses pengaturan beban kerja
48
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
guru. Dengan lahirnya peraturan baru yaitu
PP Nomor 74 Tahun 2008 tentang guru telah
menjadi dasar lahirnya Permendiknas Nomor
39 Tahun 2009 tentang Pemenuhan Beban
Kerja Guru dan Pengawas Satuan Pendidikan.
Permendiknas Nomor 39 Tahun 2009 telah
menjadi dasar lahirnya Keputusan Direktur
Jenderal Pendidikan Islam Nomor Dj.I/
Dt.I.I/158/2010, yang pada dasarnya telah
membuka harapan baru untuk meningkatkan
kapasitas tugas guru di masa depan.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 35
Ayat (2) menyatakan bahwa beban kerja
guru mengajar sekurang-kurangnya 24 (dua
puluh empat) jam tatap muka dan sebanyakbanyaknya 40 (empat puluh) jam tatap muka
Pengawasan
dalam satu minggu. Ketentuan beban kerja Dj.I/Dt.I.I/158/2010, dan Permendikbud
guru ini diperjelas lagi dalam PP Nomor 74 Nomor 30 Tahun 2011 tentang Perubahan
Tahun 2008 tentang Guru, Pasal 52 Ayat atas Permendiknas Nomor 39 Tahun 2009
(2) yang menyatakan bahwa beban kerja tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan
guru mengajar paling sedikit memenuhi Pengawas Satuan Pendidikan, bagi guru
24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan madrasah diharapkan dapat memenuhi
paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap beban kerja minimal 24 JTM per minggu,
muka dalam satu minggu pada satu atau meskipun dengan kondisi kelebihan guru
lebih satuan pendidikan yang memiliki dalam mata pelajaran tertentu.
izin pendirian dari pemerintah pusat atau Dalam Keputusan Direktur Jenderal
pemerintah daerah.
Pendidikan Islam Nomor Dj.I/Dt.I.I/158/2010,
Namun, dalam praktik di lapangan, beban kerja kumulatif minimal guru RA/
banyak madrasah yang belum menerapkan Madrasah adalah 24 Jam Tatap Muka (JTM)
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 dan maksimal adalah 40 JTM per minggu
tentang Guru dan Dosen sebagaimana dalam dengan ketentuan sekurang-kurangnya 6
Pasal 35 Ayat (2). Hal ini disebabkan karena JTM di antaranya harus sesuai dengan nama
banyak madrasah yang
mata pelajaran yang
belum sepenuhnya
tercantum
dalam
Tidak sedikit madrasah yang memiliki
memahami
dan
Sertifikat
Pendidik
kelebihan guru untuk mata pelajaran
tertentu
sesuai
dengan
latar
belakang
melaksanakan
yang dimiliki dan
sertifikat pendidiknya. Hal ini tentunya
Undang-undang
dilaksanakan pada
menjadi problem tersendiri bagi
Nomor 14 Tahun
satuan administrasi
madrasah untuk mengatur jam tatap
muka
guru-guru
tersebut
2005 dan peraturan
pangkal (Satminkal).
pelaksanaannya, atau
Satminkal di sini
disebabkan
karena
maksudnya
RA
terdapat kelebihan jumlah guru pada suatu (Raudlatul Athfal)/Madrasah yang menjadi
madrasah dibandingkan dengan jumlah tempat penugasan bagi PNS/CPNS atau RA/
rombongan belajar (rombel) yang dimiliki, Madrasah yang menjadi tempat penugasan
serta tugas tambahan guru belum dihitung bagi PNS/CPNS diangkat sebagai Guru Tetap.
sebagai jam tatap muka.
Selebihnya dapat dialokasikan dengan
Tidak sedikit madrasah yang memiliki pemberian tugas-tugas tambahan. Tugas
kelebihan guru untuk mata pelajaran tambahan yang dapat dihitung sebagai beban
tertentu sesuai dengan latar belakang kerja adalah sebagai berikut:
sertifikat pendidiknya. Hal ini tentunya Pertama,
bimbingan
belajar
menjadi problem tersendiri bagi madrasah (pembelajaran ko-kurikuler) yang diberikan
untuk mengatur jam tatap muka guru-guru kepada peserta didik secara terstruktur,
tersebut. Namun dengan lahirnya Keputusan terjadwal atau klasikal, termasuk bimbingan
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor baca tulis Al-Qur’an untuk mata pelajaran
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
49
Pengawasan
Al-Qur’an Hadits diperhitungkan maksimal diperbolehkan dibimbing oleh satu orang
dua JTM per minggu. Kedua, tugas mengajar guru, dan setiap guru hanya diperbolehkan
pada program kelompok belajar Paket menjadi pembimbing untuk satu bentuk
A, Paket B, dan Paket C yang sesuai atau kegiatan ekstra kurikuler. Bentuk kegiatan
serumpun dengan nama mata pelajaran yang ekstra kurikuler yang dapat dihitung sebagai
tercantum dalam Sertifikat Pendidik yang JTM antara lain: Palang Merah Remaja
(PMR), Olimpiade/Lomba Mata Pelajaran,
dimiliki.
Ketiga, tugas tambahan sebagai Olahraga, Kesenian, Karya Ilmiah Remaja
Kepala RA/TK/Madrasah/Sekolah pada (KIR), Keagamaan Islam, Pasukan Pengibar
satminkal disetarakan dengan 18 (delapan Bendera (Paskibra), Pecinta Alam, Jurnalistik/
belas) JTM. Keempat, tugas tambahan sebagai Fotografi, dan Usaha Kesehatan Sekolah
Wakil Kepala RA/TK/Madrasah/Sekolah pada (UKS).
Sehubungan dengan hal tersebut di
Satminkal disetarakan dengan dua belas atas, kepala madrasah
JTM. Kelima, tugas
perlu
menetapkan
tambahan sebagai
beban kerja untuk
Ketua
Program
Lahirnya Permendikbud Nomor
30
Tahun
2011
tentang
Perubahan
tiap guru, berbentuk
Keahlian,
Kepala
atas Permendiknas Nomor 39
Surat
Keterangan
Perpustakaan,
Tahun 2009 tentang Pemenuhan
Beban Kerja Guru dan Pengawas
Melaksanakan Tugas
Kepala Laboratorium,
Satuan Pendidikan, tentu semakin
memberikan
kemudahan
bagi
guru
untuk
(SKTM) yang diketahui
Bengkel, atau Unit
memenuhi beban kerja minimal 24 JTM
dan disetujui oleh
Produksi pada Sat[Jam Tatap Muka] per minggu.
pengawas.
Adapun
minkal disetarakan
bukti bahwa beban
dengan dua belas JTM.
Keenam, tu-gas tambahan se-bagai Wali Kelas kerja guru telah terpenuhi minimal 24 JTM,
pada Satminkal disetarakan dengan enam perlu ditetapkan melalui Surat Keterangan
JTM. Ketujuh, tim teaching (pembelajaran Beban Kerja (SKBK). Namun dengan
bertim). Kedelapan, bimbingan pengayaan ketentuan bahwa SKBK diterbitkan oleh
dan remedial maksimal diperhitungkan dua Kepala Madrasah Negeri yang bersangkutan
JTM per minggu untuk satu mata pelajaran. bagi guru madrasah PNS yang ditugaskan
Bimbingan pengayaan dan remedial pada Madrasah Negeri (yang juga merupakan
yang dapat dihitung sebagai JTM adalah satuan kerja). Sedangkan SKBK yang
bimbingan yang dilakukan secara terjadwal diterbitkan oleh Kepala Kantor Kementerian
melalui penugasan oleh Kepala Madrasah Agama Kabupaten/Kota mesti memenuhi
kriteria sebagai berikut:
dan disetujui oleh Pengawas.
Pertama, guru RA/Madrasah yang
Kesembilan, pembinaan kegiatan ekstra kurikuler maksimal diperhitungkan berstatus PNS Kementerian Agama yang
dua JTM per minggu dengan ketentuan ditugaskan pada RA/Madrasah Swasta. Kedua,
setiap bentuk kegiatan ekstra kurikuler hanya guru RA/Madrasah yang berstatus guru PNS
50
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
Pengawasan
pada instansi lain yang ditugaskan pada RA/
Madrasah swasta. Ketiga, guru RA/Madrasah
yang berstatus bukan PNS, tetapi merupakan
Guru Tetap yang bertugas pada RA/Madrasah
Swasta atau Madrasah Negeri.
SKTM dan SKBK wajib dibuat
tiap semester atau dua kali dalam satu
tahun pelajaran sebagai salah satu bukti
terpenuhinya beban kerja guru minimal
24 JTM per minggu. Selain dilengkapi
dengan adanya SKTM dan SKBK bagi tiaptiap guru, tugas tambahan guru yang dapat
dihitung sebagai JTM seperti bimbingan
belajar, bimbingan pengayaan dan remedial,
serta pembinaan kegiatan ekstrakurikuler
yaitu jika dapat dibuktikan dengan adanya
Surat Keputusan Kepala Madrasah tentang
Pembagian Beban Kerja Guru, jadwal kegiatan,
program kegiatan, dan laporan pelaksanaan
kegiatan.
Guru yang tidak dapat memenuhi
beban kerja minimal 24 JTM per minggu pada
Satminkal dapat diberi tugas mengajar pada
satuan pendidikan formal yang bukan satuan
administrasi pangkalnya, baik negeri maupun
swasta. Tugas mengajarnya yaitu sebagai guru
kelas atau guru mata pelajaran yang sesuai
dengan sertifikat pendidiknya. Pemberian
tugas belajar pada satuan pendidikan lain
diterbitkan melalui Keputusan Kepala Kantor
Kementerian Agama kabupaten/kota untuk
madrasah negeri.
Lahirnya Permendikbud Nomor
30 Tahun 2011 tentang Perubahan atas
Permendiknas Nomor 39 Tahun 2009
tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru
dan Pengawas Satuan Pendidikan, tentu
semakin memberikan kemudahan bagi guru
untuk memenuhi beban kerja minimal 24
JTM [Jam Tatap Muka] per minggu. Dalam
Permendikbud Nomor 30 Tahun 2011, bagi
madrasah yang dalam keadaan kelebihan
guru untuk mata pelajaran tertentu, dapat
memenuhi beban kerja minimal 24 JTM.
Hal ini dilakukan dengan beberapa cara.
Pertama, mengajar mata pelajaran yang
paling sesuai dengan rumpun mata pelajaran
yang diampunya dan atau mengajar mata
pelajaran lain yang tidak ada guru mata
pelajarannya pada satuan administrasi
pangkal atau satuan pendidikan lain.
Kedua, menjadi guru bina atau
guru pamong pada sekolah terbuka. Ketiga,
menjadi guru inti/instruktur/tutor pada
kegiatan Kelompok Kerja Guru/Musyawarah
Guru Mata Pelajaran (KKG/MGMP).
Meskipun dengan lahirnya Permendikbud Nomor 30 Tahun 2011 telah
membawa angin segar bagi madrasah untuk
menata dan merencanakan kembali beban
kerja guru, namun permasalahan kelebihan
guru untuk mata pelajaran tertentu pada
suatu madrasah tidak dapat dianggap
sebelah mata. Oleh karena itu, diharapkan
seluruh Kementerian Agama kabupaten/kota
harus melakukan perencanaan kebutuhan
dan redistribusi guru dengan baik.
Dengan adanya perencanaan kebutuhan dan redistribusi guru yang baik,
serta adanya kemudahan-kemudahan untuk
pemenuhan kekurangan beban kerja guru
dengan pemberian tugas-tugas tambahan
yang dapat dihitung sebagai JTM, diharapkan
pada tahun 2012 ini tidak ada lagi temuan
terkait dengan kekurangan beban kerja guru
minimal 24 JTM per minggu. [Edi Sunanto]
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
51
Pengawasan
Manajemen Pendidikan yang Bebas Korupsi
Oleh: Rusdi
Pembekalan Calon Auditor
Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
M
encerdaskan
kehidupan
bangsa merupakan amanat
dari founding father dan
merupakan cita-cita berbangsa dan bernegara yang di tuangkan di
alinea IV Pembukaan UUD 1945 serta di
jabarkan dalam UUD 1945 hasil amandeman
di Pasal 28C Ayat 1 sebagai landasan yuridis
formalnya.
Langkah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa di indonesia dilaksanakan
dengan mendirikan layanan pendidikan.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
52
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
Nasional sebagai dasar hukum dan dasar
pelaksanaan pendidikan di Indonesia telah
membagi satuan pendidikan menjadi tiga
satuan pendidikan, yaitu: pendidikan formal,
pendidikan non-formal, dan pendidikan
informal.
Kementerian Agama sebagai salah
satu departemen yang menyelenggarakan
pendidikan juga harus melaksanakan Undangundang ini. Praktis setelah Pengadilan
Agama diambil alih oleh Mahkamah
Agung tinggal KUA (Kantor Urusan Agama),
penyelenggaraan haji dan bidang pendidikan
Islam serta pendidikan tinggi yang menjadi
Pengawasan
“garapan” Kementerian Agama yang menjadi Kedelapan, memposisikan pejabat pendidikan
andalannya. Akhir-akhir ini muncul wacana dari mereka yang profesional. Kesembilan,
pencatatan nikah juga akan “diakuisisi” oleh rekrutmen tenaga guru harus profesional
Kantor Catatan Sipil, penyelenggaraan haji dan kompeten. Kesepuluh, memberikan
dan umroh akan dikelola oleh badan swasta tunjangan layak hidup bagi guru yang masuk
serta pendidikan di lingkungan Kementerian purna tugas. Kesebelas, mengarahkan
Agama akan diambil alih oleh Kementerian siswa ke pendidikan yang sesuai dengan
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) potensinya.
Idealnya pendidik mengajar mata
maka apabila wacana ini menjadi aksi nyata secara otomatis garapan Kementerian Agama pelajaran yang sesuai dengan keahlian atau
hanya bimbingan masyarakat beragama latar belakang pendidikan yang dimilikinya.
Selama ini di lembaga pendidikan yang bera(Bimas) dan balai penelitian agama.
Khusus dalam bidang pendidikan da di lingkungan Kementerian Agama masih
terdapat isu-isu kritis apabila tidak segera ada tenaga pendidik yang mengajar bidang
dibenahi maka tidak mungkin pendidikan di studi yang tidak sesuai dengan latar belakang
lingkungan Kementerian Agama akan sangat pendidikannya (mismatch teacher). Kasus
tertinggal dari Kementerian Pendidikan dan seperti ini seharusnya tidak terjadi karena
Kebudayaan dan akhirnya wacana pendidikan bertentangan dengan Peraturan Pemerintah
RI Nomor 19 Tahun
di
Kementerian
2005 tentang Standar
Agama diambil alih
Idealnya pendidik mengajar
Nasional Pendidikan
oleh
Kementerian
mata pelajaran yang sesuai dengan
Bab IV Pasal 29 ayat
Pendidikan
dan
keahlian atau latar belakang
3 dan 4 dijelaskan,
Kebudayaan
akan
pendidikan
yang
dimilikinya.
tenaga pendidik pada
menjadi kenyataan
level SMP/MTs dan
bukan sekedar waSMA/MA atau bentuk
cana.
Uno mengatakan bahwa sebelas lain yang sederajat memiliki kualifikasi
isu kritis dalam pendidikan yang harus akademik pendidikan minimum diploma
dipertimbangkan. Pertama, guru harus empat (D-IV) atau sarjana (S1), latar belakang
profesional. Kedua, melakukan perubahan pendidikan tinggi harus sesuai dengan bidang
atas
kesalahan
pendidikan.
Ketiga, studi yang diajarkan, dan sertifikasi profesi
kelayakan mengajar dan kesejahteraan guru. guru untuk SMA/MA.
Mulyasa
mengatakan
bahwa
Keempat, efisiensi pemanfaatan anggaran pendidikan. Kelima, depolitisasi kebijakan kualifikasi guru adalah tingkat pendidikan
pendidikan.
Keenam,
restrukturisasi minimal yang harus dipenuhi oleh guru yang
organisasi. Ketujuh, kenaikan gaji guru dibuktikan dengan ijazah/sertifikat keahlian
PNS, kenaikan gaji diharapkan mempunyai yang relevan sesuai dengan perundangefek pada peningkatan kualitas guru. undangan yang berlaku. Persyaratan ini
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
53
Pengawasan
mutlak harus dipenuhi karena berkaitan
dengan tugas profesi pendidik.
Prof. Mappanganro menambahkan,
guru (baca pendidik) yang profesional
harus memberikan bimbingan kepada siswa
(baca peserta didik) untuk mendapatkan
pengalaman yang sifatnya kognitif, afektif,
dan psikomotorik dalam rangka pencapaian
tujuan pendidikan.
Pemerintah dan khususnya Kementerian Agama sejauh ini telah melakukan
perubahan-perubahan pendidikan walaupun
belum signifikan. Perubahan-perubahan
itu antara lain dalam bidang kesejahteraan
tenaga pendidik. Tenaga pendidik non PNS
selama ini sudah mendapatkan BKG (Bantuan
Kesejahteraan Guru) yang besarnya Rp.
200.000,-/bulan. Jumlah tersebut walaupun
belum memadai setidaknya salah satu isu
kritis dalam dunia pendidikan di lingkungan
Kementerian Agama sudah mulai dibenahi.
Sedangkan tenaga pendidik yang PNS di
Kementerian Agama sudah mulai ikut
sertifikasi guru.
Isu kritis yang lain yang harus
mendapat perhatian Kementerian Agama
adalah memposisikan pejabat pendidikan
dari mereka yang profesional. Salah
satu pejabat dalam dunia pendidikan
adalah kepala sekolah/madrasah dan
pengawas sekolah. Kepala madrasah dan
pengawas sekolah selama ini mekanisme
pengangkatannya oleh kepala Kankemenag
atau kepala Kanwil Kemenag sebagai wakil
Kementerian Agama pada tingkat provinsi
dan kabupaten/kota masih ada unsur like
or dislike bukan berdasarkan kapabilitas
dan kualitas sehingga banyak pengaduan
54
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
masyarakat yang menyangkut kinerja,
manajerial, profesionalitas, dan kompetensi
sosial dari kepala sekolah/madrasah.
Pengaduan
masyarakat
yang
menyangkut
kepala
sekolah/madrasah
ini
terkait
dengan
penyalahgunaan
DIPA, penyalahgunaan BOMM (Bantuan
Operasional
Manajemen
Mutu),
penyalahgunaan BOS (Bantuan Operasional
Sekolah) dan Penyalahgunaan BSM (Bantuan
Siswa Miskin), pemungutan biaya pendidikan
tanpa musyawarah dengan komite sekolah.
Kasus-kasus yang diadukan masyarakat
sebagai stakeholder pendidikan ibarat
gunung es yang tentunya pada tataran bawah jumlahnya sangat mungkin lebih banyak
baik yang menyangkut kompetensi manajerial,
administrasi maupun kompetensi sosial
(kepemimpinan). Terkait benar tidaknya
pengaduan masyarakat yang menyangkut
kepala sekolah/madrasah tersebut sudah
seharusnya Kementerian Agama harus
membuat sistem pengendalian intern dan
mekanisme seleksi calon kepala sekolah/
madrasah, pelatihan dan pengangkatan
sebagaimana yang telah dilakukan oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Bagaimanakah
kapabilitas
dan
kualitas manajerial kepala sekolah/madrasah
yang seharusnya? Bagaimanakah mekanisme
pengangkatan kepala sekolah/madrasah di
lingkungan Kementerian Agama?
Menurut Permendiknas Nomor 28
Tahun 2010 tentang Penugasan Guru Sebagai
Kepala Sekolah/Madrasah pada Bab I pasal 1
ayat 1 menyebutkan bahwa Kepala sekolah/
madrasah adalah guru yang diberi tugas
tambahan untuk memimpin Taman Kanak-
Pengawasan
Kanak/Raudhotul Athfal (TK/RA), Taman
Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB), Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah
Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah
Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs),
Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa
(SMPLB), Sekolah Menengah Atas/Madrasah
Aliyah (SMA/MA), Sekolah Menengah
Kejuruan/Madrasah
Aliyah
Kejuruan
(SMK/MAK), atau Sekolah Menengah Atas
luar biasa (SMALB) yang bukan sekolah
bertaraf internasional (SBI) atau yang tidak
dikembangkan menjadi sekolah bertaraf
internasional (SBI).
Pasal 1 Ayat 1 di atas secara implisit
mengandung arti Permendiknas Nomor 28
Tahun 2010 juga berlaku bagi Kementerian
Agama sebagai penyelenggara pendidikan,
bahkan secara eksplisit pada Pasal 1 Ayat
13 disebutkan bahwa direktorat yang
bertanggung jawab pada bidang pendidikan
adalah Direktur Jenderal di lingkungan
Kementerian Pendidikan Nasional dan
Kementerian Agama sesuai kewenangannya.
Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010
mengandung tafsir hukum bahwa kepala
sekolah adalah guru yang mendapat tugas
tambahan sebagai pimpinan sekolah sehingga
harus mempunyai kompetensi manajemen,
profesionalitas, kepribadian dan perencanaan
serta jiwa kepemimpinan. Kepala sekolah
harus mempunyai nilai plus dari guru lain
karena akan membawa gerbong mutu
sekolah ke arah yang lebih baik. Hal ini sejalan
dengan regulasi Permendiknas Nomor 13
tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/
Madrasah yang menetapkan ada
lima
kompetensi yang harus dimiliki seorang guru
untuk bisa diangkat menjadi kepala sekolah,
yakni kompetensi kepribadian, kompetensi
manajerial, kompetensi kewirausahaan,
kompetensi supervisi, dan kompetensi sosial.
Kompetensi kepribadian mengharuskan
kepala sekolah memiliki akhlak mulia dan
Temu Wicara Auditor
Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
55
Pengawasan
bisa menjadi teladan, memiliki integritas I adalah seleksi administrasi kemudian
kepribadian sebagai pemimpin dan memiliki seleksi tahap II akademik. Pada tahap seleksi
kapabilitas intelektual dalam menghadapi administrasi dan seleksi akademik ini amat
setiap permasalahan.
disayangkan belum ada peraturan/keputusan
Kompetensi manajerial menuntut menteri maupun dirjen sebagai aturan baku
kepala sekolah harus mampu menyusun sebagai pengendalian intern.
perencanaan sekolah (RAPBS, DIPA), mampu Seharusnya Permendiknas Nomor 13
mengembangkan organisasi sekolah, mampu Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/
memimpin sekolah secara optimal, mampu Madrasah memuat syarat untuk mendapat
menciptakan budaya dan iklim sekolah sertifikat kepala sekolah/madrasah dengan
yang kondusif untuk pembelajaran, mampu lulus seleksi administrasi, sedangkan syarat
mengelola tenaga pendidik dan tenaga administrasi yang harus dipenuhi seharusnya
administrasi, mampu mengelola peserta didik, calon kepala sekolah harus pernah menjabat
kurikulum, keuangan, sarana dan prasarana. sebagai wakil kepala sekolah/madrasah
Kompetensi kewi-rausahaan mengha-ruskan (waka) pada 4 bidang struktur organisasi
kepala sekolah bisa
sekolah, yaitu wakil
menciptakan inovasi
kepala
sekolah/
Kompetensi sosial mengharuskan
yang berguna bagi
madrasah
bidang
kepala sekolah memiliki kecerdasan
pengembangan
kurikulum (waka bid
sosial dan emosional yang tinggi
sehingga
mampu
menjalin
kerjasama
sekolah dan strategi
kurikulum),
wakil
dan menjalin hubungan dengan
dalam
mencapai
kepala
sekolah/
berbagai pihak.
tujuan sekolah.
madrasah
bidang
Kompetensi
kesiswaan (waka bid
supervisi dipersyaratkan kepala sekolah harus kesiswaan), wakil kepala sekolah/madrasah
bisa merencanakan, melaksanakan, dan bidang sarana dan prasarana (waka bid
menindaklanjuti program supervisi akademik sarpras) dan wakil kepala sekolah/madrasah
dalam rangka peningkatan profesionalisme bidang hubungan masyarakat (waka bid
guru. Kompetensi sosial mengharuskan humas). Hal ini dikarenakan calon kepala
kepala sekolah memiliki kecerdasan sosial sekolah yang lulus seleksi dan diangkat
dan emosional yang tinggi sehingga mampu menjadi kepala sekolah/madrasah selain
menjalin kerjasama dan menjalin hubungan tugas pokoknya mendidik juga sebagai
dengan berbagai pihak.
manajer. Tugas dari manajer tentunya menjadi
Semangat Permendiknas Nomor 28 perencana (planning), mengorganisasi satuan
Tahun 2010 yang terbit pada 28 Oktober pendidikan yang di dalamnya ada tenaga
2010 tersebut merupakan penjaminan mutu pendidik, tenaga administrasi dan peserta
kepala sekolah sehingga setiap calon kepala didik, menjadi leader dalam aksi mencapai
sekolah/madrasah harus mengikuti seleksi. visi sekolah/madrasah dan mengontrol segala
Seleksi tersebut melalui dua tahapan, tahap hal yang berkaitan dengan pembelajaran.
56
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
Pengawasan
Pada tahap seleksi akademik 4, yaitu sanguin, plegmatik, melankolik, dan
karena belum diatur secara baku oleh kholeric. Manusia yang bertipe kholericlah
Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010 yang mempunyai potensi kepemimpinan
maupun oleh Keputusan Menteri (Kepmen) dan ini jumlahnya hanya 25% dari populasi
dan Keputusan Dirjen sebagaimana hierarki sehingga hanya dengan psikotes potensi
perundang-undangan maka setiap daerah tersebut dapat diketahui.
Setelah tahap seleksi administrasi
kabupaten/kota mengintepretasikan sendiri- sendiri. Biasanya daerah kabupaten/kota dan dan akademik dinyatakan lulus maka calon
provinsi menunjuk panitia seleksi terdiri dari kepala sekolah/madrasah mengikuti diklat
pengawas sekolah dan dewan pendidikan. (pendidikan dan pelatihan) selama 100
Beberapa daerah tahap seleksi akademik jam tatap muka sesuai dengan amanat
ini dilaksanakan dengan ujian tertulis bagi Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010 Pasal 7
calon kepala sekolah/madrasah, pemaparan Ayat 2. Beberapa provinsi hal ini dilaksanakan
paper atau makalah yang berkaitan dengan dengan diklat selama dua minggu dan
perencanaan sekolah, inovasi pendidikan calon kepala sekolah yang akan mengikuti
diklat dipungut biaya antara 5-7 juta rupiah.
dan kurikulum. Pada
Apabila tahap diklat ini
tahapan ini biasanya
dinyatakan lulus maka
calon kepala sekolah
Pengangkatan kepala sekolah/madrasah
calon kepala sekolah/
yang kurang kreatif
harus lepas dari kepentingan politik,
madrasah harus meakan “bermain” deobyektif berdasarkan kualifikasi dan
ngikuti
“magang”
ngan panitia seleksi
kapabilitas
menjadi kepala sedan
memaparkan
kolah/madrasah
makalah atau paselama dua bulan
per bukan orisinil
karya sendiri. Seleksi akademik dilakukan dan baru kemudian diterbitkan sertifikat
untuk menilai potensi kepemimpinan dan kepala sekolah. Kewenangan pengangkatan
penguasaan awal terhadap kompetensi kepa- kepala sekolah/madrasah di lingkungan
la sekolah/madrasah sebagaimana amanat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
dari Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010 menjadi kewenangan pembina kepegawaian
Pasal 5 Ayat 3. Seleksi akademik ini seharusnya daerah, dalam hal ini adalah gubernur atau
ditambah dengan psikotes sehingga bupati/walikota sebagaimana amanat UU
dapat diketahui potensi kepemimpinan Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
calon kepala sekolah/madrasah karena Daerah dan UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang
ada istilah “seorang pemimpin dilahirkan Pokok-pokok Kepegawaian.
Mekanisme pengangkatan kepala
bukan diciptakan”. Hal ini mengandung arti pendidikan hanya sebagai pendukung sekolah/madrasah di lingkungan Kementerian
dari potensi kepemimpinan. Sebagaimana Agama calon kepala sekolah/madrasah
diketahui karakter manusia dibagi menjadi yang lulus seleksi administrasi dan seleksi
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
57
Pengawasan
akademik langsung diberikan sertifikat
kepala sekolah/madrasah dan diangkat
menjadi kepala sekolah tanpa melalui jenjang
diklat kepala sekolah/madrasah terlebih
dahulu apalagi praktik kerja lapangan
(magang) selama tiga bulan. Hal inilah yang
mengakibatkan banyak kepala sekolah/
madrasah di lingkungan Kementerian Agama
“gagap” dalam menjalankan jabatannya.
Idealnya kepala sekolah/madrasah sebelum
memangku jabatan harus mengikuti diklat
terlebih dahulu. Materi atau kurikulum diklat
sebaiknya gabungan dari materi diklatpim
dan diklat teknis administrasi sehingga
kepala sekolah/madrasah di lingkungan
Kementerian Agama tidak “gagap jabatan”.
Penggabungan materi diklat ini tentu saja
tidak akan menyalahi PP Nomor 101 Tahun
2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan
Jabatan Pegawai Negeri Sipil yang telah
dijabarkan dengan KMA No. 01 Tahun 2003
tentang Pedoman dan Pelatihan Pegawai
Negeri Sipil di lingkungan Kementerian
Agama.
Pengangkatan
kepala
sekolah/
madrasah harus lepas dari kepentingan
politik, obyektif berdasarkan kualifikasi dan
kapabilitas bukan berdasarkan kedekatan
dengan pengawas sekolah, Kasi Mapenda
dan Kepala Kankemenag serta bukan
berdasar atas rekomendasi partai politik
tertentu sehingga pengangkatannya harus
diatur secara baik dan mementingkan asas
peningkatan mutu pendidikan bukan asas
politik dan nepotisme buta.
Kementerian Agama sebagai salah
satu kementerian yang menyelenggarakan
pendidikan harus membuat standar baku
58
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
sebagai sistem pengendalian intern yang
mengatur mekanisme seleksi calon kepala
sekolah/madrasah, pelatihan manajerial dan
administrasi serta mekanisme pengangkatan
kepala sekolah/madrasah. Calon kepala
sekolah/madrasah idealnya pernah menjabat
sebagai wakil kepala sekolah/madrasah pada
empat bidang struktur organisasi. Calon
kepala sekolah/madrasah idealnya harus
lulus psikotes untuk mengetahui karakter
kepemimpinan dan mendapatkan pelatihan
kepemimpinan dan pelatihan teknis
administrasi.
Kepala
sekolah/madrasah
dari
lembaga pendidikan atau yayasan pendidikan
yang dikelola oleh masyarakat (sekolah/
madrasah swasta) yang berafiliasi dengan
Kementerian Agama sebaiknya diberi
pelatihan kepemimpinan dan pelatihan
teknis administrasi oleh Balai Pelatihan di
tingkat Kanwil Kementerian Agama di masingmasing provinsi sebagai peningkatan mutu
madrasah. [Rusdi]
Kementerian Agama sebagai
salah satu kementerian yang
menyelenggarakan pendidikan harus
membuat standar baku sebagai sistem
pengendalian intern yang mengatur
mekanisme seleksi calon kepala
sekolah/madrasah, pelatihan
manajerial
dan administrasi serta mekanisme
pengangkatan kepala sekolah/
madrasah.
Opini
Membangun Komunikasi Efektif dalam Kinerja Tim
Oleh: Achmad Fahroji
S
Sidak Irjen Kemenag Mundzier Suparta
di Perpustakaan MAN 7 Jakarta
alah satu komponen penting dalam
membangun sebuah team work
yang baik adalah adanya komunikasi
yang efektif dalam tim tersebut.
Komunikasi dapat memperkuat ataupun
memperlemah bahkan menghancurkan
sebuah tim. Good communication can build
up a team, bad one can break it. Komunikasi
yang baik dapat membangun kekuatan
sebuah tim, sedangkan komunikasi yang
buruk dapat menghancurkannya. Sekalipun
secara rinci tim tidak sama dengan kelompok
(group), namun secara garis besar keduanya
dapat diberikan pengertian yang sama.
Menurut Hughes, Ginnett, dan Curphy,
tim (group) adalah sekumpulan orang yang
terdiri dari dua orang atau lebih yang saling
melakukan interaksi sedemikian rupa sehingga
seorang anggota dapat mempengaruhi dan
atau dipengaruhi oleh anggota tim yang lain.
Dari pengertian tersebut diketahui ada dua
aspek yang sangat erat kaitannya dengan
studi tentang kepemimpinan, yaitu: pertama,
terdapat konsep hubungan timbal balik
antaranggotanya, yang dengan demikian
arah komunikasi bercorak multidimensional;
kedua, para anggota tim saling melakukan
interaksi dan saling mempengaruhi.
Oleh karena itu, dalam pelaksanaan
audit maka keterkaitan dan kerjasama pada
sebuah tim mutlak dibutuhkan, bahkan
untuk hal-hal yang bersifat individual pun
tetap memerlukan sebuah tim agar dapat
berinteraksi dan berfungsi secara baik.
Sehingga ketua tim harus bisa bertanggung
jawab untuk dapat menggerakkan anggota
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
59
Opini
timnya. Dengan demikian ketua tim harus
mampu menjalankan fungsi kepemimpinan
agar dapat merealisasikan tujuan organisasi
melalui orang lain, yakni para anggota timnya
untuk mencapai tujuan tertentu.
Prioritas utama sebuah tim adalah
untuk belajar berfungsi seefektif dan seefisien
mungkin, sehingga secara individu dan
bersama-sama, anggota tim itu dapat meraih
sasaran yang tepat. Tidak ada seorang pun
di dunia ini yang dapat meraih kesuksesan
tanpa bekerjasama dengan orang lain.
Konsep Komunikasi
Ada lima komponen atau unsur
penting dalam komunikasi yang harus kita
perhatikan. Kelima unsur tersebut adalah:
pengirim pesan (sender), pesan yang
dikirimkan (message), bagaimana pesan
tersebut dikirimkan (communication channel),
penerima pesan (receiver), dan umpan balik
(feedback). Pesan tersebut disampaikan
melalui suatu media komunikasi, sehingga
dapat diterima dengan baik oleh Si penerima,
dan menghasilkan umpan balik yang berguna
bagi Si pengirim pesan.
Yang dimaksud media komunikasi di
sini bukan hanya berupa percakapan secara
langsung dengan menggunakan suatu bahasa
yang dapat dimengerti, melainkan segala
hal yang dapat membuat individu saling
berinteraksi dan saling mengerti mengenai
pesan apa yang akan disampaikan, sehingga
tidak terjadi salah penafsiran mengenai
isi dari pesan tersebut. Media komunikasi
tersebut bisa juga berupa isyarat melalui
gerakan tubuh, morse, maupun melalui alat
bantu seperti surat, gambar, serta alat bantu
60
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
visual lainnya.
Membangun Tim yang Efektif
Bagaimana membangun tim yang
efektif, apakah tim yang mampu memberikan
kontribusi besar terhadap organisasi?
Jawabannya adalah apa manfaat membangun
tim yang efektif? Robert B. Maddux dalam
bukunya Team Building mengatakan bahwa
manfaat membangun tim yang efektif adalah
sebagai berikut: Pertama, dengan adanya tim
maka sasaran yang realistis ditentukan, dan
dapat dicapai secara optimal. Kedua, anggota
tim dan pemimpin tim memiliki komitmen
untuk saling mendukung satu sama lain agar
tim berhasil.
Ketiga, anggota tim memahami
prioritas anggota lainnya dan dapat saling
membantu satu sama lain. Keempat,
komunikasi bersifat terbuka, diskusi cara kerja
baru atau memperbaiki kinerja lebih berjalan
secara baik, karena anggota tim terdorong
untuk lebih memikirkan permasalahannya.
Kelima, pemecahan masalah lebih efektif
karena kemampuan tim lebih memadai.
Keenam, umpan balik kinerja lebih memadai
karena anggota tim mengetahui apa yang
diharapkan dan dapat membandingkan
kinerja mereka terhadap sasaran tim. Ketujuh,
konflik diterima sebagai hal yang wajar,
dan dianggap sebagai kesempatan untuk
menyelesaikan masalah. Melalui diskusi
tersebut konflik bisa diselesaikan secara
maksimal.
Kedelapan, keseimbangan tercapainya produktivitas tim dengan pemenuhan
kebutuhan pribadi. Kesembilan, tim dihargai
atas hasil yang sangat baik, dan setiap
Opini
anggota dipuji atas kontribusi pribadinya. Ke- secara positif tanpa melibatkan kebencian
sepuluh, anggota kelompok termotivasi untuk individu.
Keempat, para anggota dan pemimpin
mengeluarkan ide-idenya dan mengujinya serta menularkan dan mengembangkan tim bersedia berbagi ilmu, pengetahuan,
potensi dirinya secara maksimal. Kesebelas, informasi dan ketrampilan agar seluruh tim
anggota kelompok menyadari pentingnya memiliki kemampuan yang sama. Dalam hal
disiplin sebagai kebiasaan kerja dan ini tidak terjadi penonjolan pribadi. Kelima,
menyesuaikan perilakunya untuk mencapai apabila terjadi pendapat mereka akan duduk
standar kelompok. Kedua belas atau yang bersama dan memecahkan permasalahan
yang akan dengan
terakhir adalah angkepala dingin dan
gota kelompok lebih
memecahkan
berprestasi
dalam
Komunikasi yang baik dapat
masalah
secara
bekerjasama dengan
membangun kekuatan sebuah tim,
terbuka.
Keenam,
tim dan tim lainnya.
sedangkan komunikasi yang buruk
pembagian
dan
Dari uraian
dapat menghancurkannya.
pendelegasian
di atas dapat ditanggungjawab
simpulkan,
bahwa
dengan orang-orang
banyak keuntungan
bekerja dalam tim dibandingkan dengan yang bekerja secara mandiri tetapi tetap
bekerja secara individu. Sehingga kerja tim dalam kerangka kerjasama. Ketujuh, berbagai
(team work) sangat disarankan agar hasilnya saran untuk memperbaiki kinerja organisasi
diterima dengan baik, walaupun berasal dari
lebih maksimal.
Wandi. S. Barata dan Pius M. anggota tim yang lain. Kedelapan, seluruh
Sumaktoyo dalam bukunya yang berjudul anggota tim tidak ragu-ragu mengambil
Mencapai Sasaran melalui Kerjasama Tim inisiatif dan tindakan yang diperlukan, tanpa
telah mengulas tentang ciri-ciri tim efektif merasa cemas akan suara menentang.
sebagai berikut: Pertama, tim merupakan
kumpulan orang-orang yang bekerja sama Prinsip dan Teknik Berkomunikasi
Komunikasi efektif dapat berlangsung
dengan tujuan tertentu, demi mencapai sasaran-sasaran yang jelas dengan diketahui dengan baik apabila didukung oleh berbagai
oleh semua anggota tim dalam suasana saling faktor. Diantaranya adalah kita faham tentang
mempercayai dan penuh percaya diri serta prinsip-prinsip serta teknik berkomunikasi
mengutamakan unjuk kerja. Kedua, dalam secara efektif. Dalam hal ini ada dua prinsip
suatu tim yang efektif anggota kelompok dalam komunikasi efektif antara lain dapat
bersedia menerima berbagai perbedaan dan kita tinjau dari beberapa hal:
Pertama, prinsip berbicara efektif.
sumbangan pemikiran serta masing-masing individu memiliki peran yang berbeda-beda. Prinsip ini lebih menekankan bagaimana
Ketiga, pemecahan masalah dilaksanakan berbicara dapat mempengaruhi orang lain.
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
61
Opini
Ses Itjen Kemenag Maman Taufiqurohman
Saat Memberikan Materi pada Acara Penyusunan Instrumen Pemantauan
Inspektorat Jenderal Kementerian RI
Artinya proses penyampaian pesan dari
komunikator kepada komunikan secara
verbal, sampai pada sasaran. Indikasinya
adalah jelas artikulasinya, hemat katakata, bahasa yang mudah dimengerti, suara
yang enak untuk didengar dan dirasakan.
Selanjutnya dapat dikatakan efektif apabila:
menarik untuk didengar, sasaran tercapai
(instruktif, informatif, ajakan atau himbauan,
argumentatif dan klarifikatif).
Teknik berbicara yang efektif dapat
dilakukan sebagai berikut; menarik nafas
dalam-dalam sebelum memulai berbicara,
mengatur volume bicara agar lebih keras dari
biasanya. Caranya dengan mengatur, agar
suara dapat didengar oleh jajaran orang yang
duduk atau berdiri paling jauh dari tempat
kita berbicara. Menggunakan kata-kata
sehari-hari, yang dikenal oleh pendengar.
Orang akan tertarik pada pembicaraan
yang menggunakan kata-kata yang akrab
ditelinganya daripada kata-kata yang tidak
dimengerti (misalnya istilah-istilah dalam
62
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
bahasa asing). Dan melayangkan pandangan
ke seluruh pendengar.
Kedua, mendengar dengan aktif. Ada
ungkapan yang mengatakan kalau kita ingin
didengar orang maka belajarlah menjadi
pendengar yang baik. Tampaknya ungkapan ini
sangat sesuai dengan bahasan ini. Mendengar
adalah hal yang utama dalam berkomunikasi,
mendengar dengan aktif berarti mendengar
untuk mengerti apa yang dikatakan dibalik
pesan. Ada beberapa tips untuk mendengar
secara aktif yaitu: mendengar dengan aktif
sambil menangkap ungkapan non verbal
sebaik isyarat atau petunjuk verbal. Artinya,
pada saat mendengarkan dengan aktif,
penerima akan mendapatkan umpan balik
dengan menguraikan sendiri melalui katakatanya tentang pesan yang disampaikan oleh
pengirim, dan mengulang kembali dengan
caranya sendiri. Penerima pesan mengecek
kembali, yaitu apa yang ada dibalik pesan
yang diterimanya untuk mengerti pesan apa
yang sesungguhnya diterima. Gambaran
Opini
perilaku, ini merupakan gambaran individual
yang sangat spesifik, kegiatan pengamatan
kepada orang lain tanpa membuat keputusan
atau generalisasi tentang latar belakang,
orangnya atau sifatnya.
Teknik mendengar efektif dapat
membantu
dan
memastikan
para
komunikator mempunyai informasi yang
akurat. Memastikan bahwa kualitas informasi
yang baik tidak hanya merupakan tantangan
dalam komunikasi. Keduanya baik pengirim
maupun penerima ingin memastikan bahwa
mereka mempunyai kualitas ketepatan dari
informasi yang benar.
Komunikasi dalam Tim
Untuk dapat membangun kerjasama
dalam sebuah tim, diperlukan komunikasi
antar anggotanya agar tujuan bersama dapat
tercapai. Pernah kita membayangkan apa yang
terjadi dalam suatu tim apabila setiap anggota
tim tidak dapat berkomunikasi dengan baik
dengan anggota tim lainnya? Seberapa pun
hebatnya kemampuan individu dalam suatu
tim, mereka tidak akan ada gunanya apabila
tidak dapat berkomunikasi antara yang satu
dengan lainnya. Mereka hanya akan menjadi
sebuah kelompok yang tidak tahu ke mana
arah yang akan dituju. Keahlian mereka akan
menjadi sia-sia apabila mereka tidak dapat
mengkomunikasikannya dengan orang lain.
Seperti yang telah dikatakan oleh William
Shakespeare, ”No man is lord of anything,
though in and of him there be much consisting,
till he communicate his part to other.”
Contoh nyata yang sering kita lihat
adalah pada pertandingan sepak bola. Sering
kali pada pertandingan sepak bola, di mana
terdapat suatu tim yang bertabur bintang
dengan skill individu yang tinggi kalah oleh
sebuah tim yang berisikan pemain dengan
kemampuan skill individu yang tidak begitu
menonjol. Apa yang menyebabkan tim
tersebut dapat menang? Komunikasi yang
baik dan saling pengertian antarpemain
dalam tim tersebutlah yang menyebabkan
tim yang diisi oleh pemain yang memiliki skill
rata-rata dapat berubah menjadi tim yang
hebat dan menakutkan. Hal ini telah diakui
oleh pelatih sepak bola manapun di dunia
ini. Mereka mengakui bahwa kemampuan
individu merupakan hal yang penting, tetapi
ada hal yang lebih penting dalam suatu tim
sepakbola; yaitu kerjasama tim, kesadaran
akan tugasnya masing-masing dan saling
pengertian antaranggota tim tersebut.
Demikianlah apabila kita cermati
dengan seksama bahwa komunikasi efektif
dalam tim pada hakekatnya adalah proses
komunikasi yang efektif dalam berbagai
dimensi organisai. Tim akan memberikan
kontribusi yang besar terhadap organisasi
apabila didukung oleh komunikasi yang efektif pada setiap elemen organisasi. Komunikasi
tidak bisa efektif apabila tidak didukung oleh
tim yang efektif. [Achmad Fahroji]
Seberapa pun hebatnya
kemampuan individu dalam
suatu tim, mereka tidak akan ada
gunanya apabila tidak
dapat berkomunikasi antara
yang satu dengan lainnya.
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
63
Opini
Menjadi Pemimpin Indonesia
yang Amanah dan Bermartabat
Oleh: Ahmad Syauqi
Inspektur Jenderal Kementerian Agama Mundzier Suparta dan Narasumber dari KPK
pada Acara Sosialisasi dan Asistensi pengisian LHKPN
T
elah lama Indonesia mengalami
duka lara atas deran berbagai
bencana dan masalah. Masa
transisi yang bergulir semenjak
lebih dari satu dasawarsa sepertinya belum
beranjak menuju tatanan yang mapan.
Sebaliknya, beragam ketimpangan sistemik
seolah menjadi ”peragaan berjamaah” di
sebuah panggung realitas bangsa yang telah
merdeka lebih dari separuh abad lalu. Polemik
memang seolah tak mau pergi dari ibu pertiwi,
terjadinya kekerasan sosial, konflik atas nama
agama, problematika kemiskinan massal,
perilaku korupsi terjadi di mana-mana, dan
berbagai masalah lainnya menjelma menjadi
fenomena sistemik yang akut dan mencoreng
peradaban luhur bangsa kita.
64
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
Berdasarkan laporan United Nation
Development Program (UNDP) Tahun 2011
tentang SDM Indonesia disebutkan bahwa
Sumber Daya Manusia (SDM) peringkatnya
kini merosot menduduki posisi ke- 124 dari 187
negara di dunia, sebelumnya di tahun 2010
peringkat 108 dari 165 negara. Berkaca atas
laporan UNDP, bangsa Indonesia secepatnya
membutuhkan solusi kongkret atas berbagai
problematika sosial yang mendera selama ini.
Perbaikan mendasar dan sistemik, baik dalam
konteks pengelolaan sistem kenegaraan
maupun dalam hal kontrol sosial harus
segera direalisasikan agar bangsa kita tetap
berdiri kokoh, maju dan berperadaban luhur
di depan bangsa lain.
Opini
Mendambakan Lahirnya Pemimpin
Suatu dambaan bagi bangsa
pemimpin Baru
Indonesia tatkala semua pemimpin dari
Sebenarnya
kriteria
pemimpin segala tingkatan (level) dari yang tertinggi
semacam apakah yang dibutuhkan Indonesia sampai terendah secara bersungguh-sungguh
pada dasawarsa lima hingga dua puluh tahun mau melaksanakan mandat dan amanat
ke depan? Penulis teringat sebuah Hadits Nabi rakyat seluruhnya menuju kesejahteraan
Muhammad SAW yang menyebutkan, “Idza yang berkeadilan. Pemimpin juga harus cepat
wussida al amru ilaa ghairi ahlihi fa intadhir tanggap atas segala problematika bangsa dan
as sa’ah”. Artinya, apabila sebuah tampuk dapat mengemban misi sosial kemanusian,
kekuasaan dimandatkan kepada orang keberagamaan (religiusitas), dan kenegaraan
yang bukan ahlinya, maka tunggulah waktu menuju iklim yang kondusif dan stabil.
kehancurannya. Dalam konteks ini, rakyat Berdasarkan kondisi perekoharusnya benar-benar jeli, hati-hati, dan kritis nomian, tingkat kesejahteraan, partisipasi
dalam memilih para
publik dan politik,
pemimpinnya. Jangan
serta kondisi sosial
Pemimpin juga harus cepat tanggap atas
sampai yang terpilih
budaya (local wissegala problematika bangsa dan dapat
ternyata orang yang
dom)
yang
ada,
mengemban misi sosial kemanusian,
keberagamaan
(religiusitas),
dan
bukan ahlinya. Karena
hendaknya seorang
kenegaraan menuju iklim yang
cepat atau lambat
pemimpin mampu
kondusif dan stabil.
akan menyebabkan
menjaga kelestarian,
kerusakan bagi negeri
kemajemukan, dan
tercinta ini.
keseimbangan
Bagi calon-calon pemimpin ma- antarsemua anasir yang ada. Ada empat
sa depan, hendaknya sejak dini mulai kriteria karakter yang dapat dijadikan basis
menanamkan sifat dan berkarakter mulia nilai bagi masyarakat untuk menentukan
(luhur), adil, amanah, cakap, dan mempunyai pemimpinnya: Pertama, integrated multiple
leadership skill sesuai kebutuhan bangsa intelligence. Yaitu pemimpin yang memiliki
Indonesia.
Daniel
Goleman
dalam tingkat kecerdasan (intelligence), pengalaman
Leadership Style Theory bahwa pemimpin (experience), dan intuisi (intuition) yang
yang terbaik tidak hanya mengetahui satu memadai secara terintegrasi.
gaya kepemimpinan, melainkan kemampuan Tingkat
kecerdasan
pemimpin
atas beberapa gaya dan fleksibel untuk berasal dari suatu proses pembelajaran
mengadopsi gaya yang sesuai dengan kondisi (learning
process)
yang
terintegrasi,
yang ada. Pemimpin ideal adalah yang dapat sehingga pemimpin tersebut bukan hanya
menguasai seluruh ilmu gaya kepemimpinan memiliki kemampuan pada satu bidang
dan mampu menggunakannya pada saat yang saja tetapi juga memiliki kapasitas untuk
tepat dengan memperhitungkan lingkungan dapat berpikir secara sistematis dan mampu
dan situasi yang ada.
melakukan
penyesuaian
(adaptability)
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
65
Opini
terhadap lingkungan guna menyelesaikan dan moral tetapi harus dapat menjunjung
permasalahan
dengan
singkat
dan tinggi prinsip-prinsip yang dapat dipercaya
sustainable. Tingkat kecerdasan ini tentunya dan secara konsisten melakukan apa yang
juga memerlukan suatu tingkat pendidikan dikatakan, kendatipun hal tersebut masih
formal yang dapat menunjang pemikiran belum populer di hadapan khalayak umum.
yang sistematis. Selain mempunyai konsep Integritas seorang pemimpin sangat
imamah (kepemimpinan) seperti konsep penting karena pemimpin harus dapat
keteladanan Rasul dalam memimpin memimpin umat dengan mengedepankan
umatnya.
teladan diri yang luhur (mengedepankan
Tingkat kecerdasan (intelligence praktik daripada perkataan atau al amru
atau fathanah) pemimpin selalu berkorelasi bi al mitsal). Keteladanan ini merupakan
atas tingkat pengalaman. Seorang pemimpin cara yang sangat efektif untuk memberikan
harus memiliki pengalaman yang intensif dan contoh yang baik dan menunjukkan integritas
merupakan suatu hasil learning process yang kepada rakyatnya. Pemimpin ideal harus
terkait dengan managing people, system dan dapat memberikan contoh keteladanan
skill.
Pengalaman
terhadap pengikutnya.
yang intensif dan
Ketiga,
berkarisma
Tingkat kecerdasan (intelligence / fathanah)
pemimpin
selalu
berkorelasi
atas
tingkat kecerdasan
(charismaticsm). Pada
tingkat pengalaman. Seorang
yang tinggi dapat
dasarnya pemimpin
pemimpin harus memiliki pengalaman
yang
intensif
dan
merupakan
suatu
hasil
membuahkan suatu
yang memiliki karislearning process yang terkait dengan
intuition yang lebih
ma adalah pemimpin
managing people, system dan skill.
tepat dan benar.
yang
memberikan
Intuition yang benar
inspirasi dan motivasi
dan tepat akan sangat berguna dalam baik secara emosional maupun intelektual.
berbagai kasus tertentu. Kadangkala seorang Karisma akan muncul melalui communication
pemimpin akan dihadapkan oleh berbagai skill (kemampuan berkomunikasi) yang
informasi (bisikan) awal yang kurang valid convincing (meyakinkan) dengan body
(tidak akurat). Berdasar informasi tersebut, language yang baik serta tindakan yang
ia harus mengambil keputusan yang cepat decisiveness (tegas) saat berpidato (ceramah)
dana tepat. Pada saat itulah, tingkat intuition dihadapan publik. Biasanya dimiliki oleh
memiliki peranan penting karena tidak adanya figur pemimpin yang mempunyai dominasi
informasi yang cukup sehingga secara logis spiritual power (haqiqatu al iman) merujuk
dapat diperdebatkan (subject to debate).
pada orientasi ketaatan beribadah (‘abdun).
Kedua, mempunyai integrity. Menu- Keempat, berjiwa kepahlawanan
rut konsep imamah, integritas biasa disebut (heroistic leadership). Pemimpin tersebut
amanah. Ke-amanah-an seorang pemimpin harus secara sungguh-sungguh rela berkorban
bukan hanya sebatas memiliki kejujuran, dan berani memperjuangkan kepentingan
tidak melanggar hukum, mematuhi kode etik rakyat dan bangsa. Bahkan pengorbanan ini
66
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
Opini
dapat diartikan sebagai paying the ultimate
price yaitu berani mati sebagai bentuk dari
implementasi nasionalisme (hubbul wathan).
Banyaknya problematika yang menumpuk
dan melilit bangsa kita, diperlukan pemimpin
yang mampu dan berani untuk melakukan
terobosan dan mempertahankan visi-misi
kebangsaan.
stafnya, mengkomunikasikan suatu visi dan
implementasinya, memberikan kepuasan
dalam bekerja dan mengembangkan fokus
yang berorientasi pada rakyat.
Ada empat determinan transformasi
yang harus dimiliki oleh sosok pemimpin.
Pertama, transformasi spiritual. Spiritualitas
adalah kekuatan dalam (inner power) yang
menggerakkan seorang pemimpin agar
Kepemimpinan Transformasional
konsisten merambah jalan kebenaran yang
Modal
karakter
kepemimpinan berbanding lurus dengan kepentingan rakyat
bangsa kita tentu saja tidak cukup hanya dan nilai kemanusiaan. Rancang bangun
bermodal teori kepemimpinan di atas saja. peradaban sebuah bangsa akan semakin
Namun, jiwa kepemimpinan yang bercorak kokoh bila desain oleh pemimpin dengan
transformasional
kecerdasan spiritual
akan sangat dibutinggi.
Sebaliknya,
Kepemimpinan transformasional
digambarkan
sebagai
bentuk
tuhkan pada situ-asi
keruntuhan sebuah
kepemimpinan yang mampu
seperti sekarang ini.
peradaban
dilatari
meningkatkan komitmen stafnya,
mengkomunikasikan
suatu
visi
dan
Pemimpin
transoleh faktor hilangnya
implementasinya, memberikan kepuasan
dalam
bekerja
dan
mengembangkan
formasional dengan
dimensi spiritualitas
fokus yang berorientasi pada rakyat.
beragam
karakter
pemimpinnya.
transformatifnya
Menurut
Danah
sangat dibutuhkan
Zohar bahwa keceroleh Indonesia hari ini. Bagaimana tipologi dasan spiritual (spiritual intelligence)
pemimpin
transformasional?
Karakter akan berdampak pada kecerdasan berfikir,
kepemimpinan seperti ini akan menghasilkan ketenangan sikap dan pembentukan karakter
konsep perubahan yang dinamis dan inovatif seorang pemimpin. Adapun menurut
menjawab permasalahan bangsa dan mampu Golemann dalam bukunya Emotional
mengantarkan rakyatnya ke dalam suatu Intelligence mengatakan bahwa kecerdasan
kesadaran yang lebih tinggi dan dinamis.
emosi yang distimulasi oleh kecerdasan
Nilai lebih karakter kepemimpinan spiritual akan mengarahkan seorang
transformasional menurut teori kepe- pemimpin kepada ketenangan mengambil
mimpinan
mengidentifikasikan
bahwa keputusan, positive thinking, optimis,
pendekatan transformasional merupakan visioner.
pendekatan kepemimpinan abad ke-21. Dalam Kedua, transformasi
intelektukonteks ini, kepemimpinan transformasional al adalah pengayaan diri (personal ability)
digambarkan sebagai bentuk kepemimpinan yang mutlak dimiliki oleh pemimpin.
yang mampu meningkatkan komitmen Seorang
pemimpin
transformasional
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
67
Opini
niscaya
berkemampuan
multidisipliner diperuntukkan bagi kepentingan bangsa
dan berpengetahuan luas. Sebab strategi telah dijual dengan beragam kebijakan
pengambilan kebijakan sangat ditentukan privatisasi BUMN. Saat ini bangsa Indonesia
oleh sejauhmana kedalaman konseptual membutuhkan para pemimpin yang
teoritik praktis yang berimbang tegak lurus berkarakter transformasional, berani, dan
dengan visi misi dan kepentingan rakyat di amanah dalam membawa Indonesia lebih
masa mendatang.
maju.
Ketiga, transformasi keberpihakan Dalam memproduk sebuah kebijakan,
sosial (social conciesness). Kecermatan dan pemimpin transformasional mempunyai
kejelian membaca realitas sosial-kultural ciri khas yang tampak dari orientasinya.
rakyat dengan seragkaian perbedaan Terutama dalam memberdayakan rakyatnya,
background dibutuhkan untuk mengasah memberi kesempatan dalam pengawasan
kepekaan krisis (sense of crisis) dan publik, dan melakukan berbagai upaya untuk
kearifan sosial (social wisdom). Ini akan pengembangan diri.
membentuk karakter pemimpin yang benar- Pada saat yang sama, pemimpin
benar mempunyai kesadaran sosial (social transformasional
berorientasi
pada
consciousness)
perubahan. Tekanan
tinggi. Selanjutnya
sosial, budaya, dan
Dalam memproduk sebuah kebijakan,
ia dituntut mampu
ekonomi mendorong
pemimpin transformasional
mengadaptasi
kepemimpin
transmempunyai ciri khas yang tampak
dari orientasinya.
pentingan
rakyat
formasional
untuk
ke dalam bentuk
menunjukkan
kebijakan publik.
prestasi dua kali
Keempat,
lebih besar dari para
transformasi
transnasional.
Menurut pendahulunya untuk mempersembahkan
persepsi berbagai pihak, daya tawar bangsa solusi luar biasa berupa ”perubahan” yang
Indonesia merosot drastik di mata negara signifikan bagi kehidupan berbangsa dan
lain. Prestasi internasional yang pernah bernegara.
diukir Soekarno dan para founding father Finally, harapan untuk meraih citaseolah tenggelam dimakan waktu. Selain cita bersama masih terbuka lebar selama kita
merosotnya prestasi dalam hubungan mau bersama-sama merubah ke arah yang
bilateral, multilateral dan internasional, lebih baik. Sebagai bangsa yang besar kita
bangsa ini tak mampu memutus mata rantai selalu yakin, bahwa ditengah kondisi yang
ketergantungan kucuran hutang dana asing serba sulit yang dialami bangsa kita, selalu
yang pada gilirannya semakin menguatkan akan muncul matahari yang bersinar dari
gurita intervensi mereka. Indonesia pun ufuk timur, yaitu dengan hadirnya sosok para
telah kehilangan jati diri nasionalismenya. pemimpin yang multitalenta dan bermental
Aset-aset negara yang mestinya dikelola dan transformasional. [Ahmad Syauqi]
68
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
Opini
Gurita Korupsi dan Pemberantasannya
Oleh: Wawan Saepul Bahri
A
Sidang Pleno Penyusunan Instrumen Pemantauan
Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
khir-akhir ini, kasus korupsi
sedang hangat-hangatnya jadi
buah bibir publik, tak habishabisnya jadi sajian berita
hangat yang menghiasi lembar media massa, baik lokal maupun nasional. Banyak para
ahli mengemukakan pendapatnya seputar
persoalan korupsi. Tak jarang, pendapatpendapat tersebut memantik polemik
berkepanjangan yang terkadang tak ada
ujung. Namun demikian, pada prinsipnya
tindakan koruptif dapat merusak sendisendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Praktek-praktek
Korupsi,
Kolusi
dan
Nepotisme (KKN) terbukti telah menjadi
“benalu” yang menggerogoti dan merusak
struktur pemerintahan, menjadi penghambat
utama terhadap jalannya pemerintahan dan
pembangunan pada umumnya.
Dalam prakteknya, korupsi sangat
sukar –untuk tidak mengatakan tidak
mungkin bisa diberantas sampai ke akarakarnya- oleh karena sangat sulit diupayakan
pembuktian-pembuktian empirik dalam
tempo cepat, terlebih jika dalam bentuk
korupsi uang. Selain itu, kasus-kasus korupsi
diakui sangat sulit ditelisik oleh para penegak
hukum dengan dasar-dasar aturan hukum
yang pasti. Meski aroma dan indikasinya
sangat nyata menurut pandangan common
sense, namun penegakan hukumnya kerap
kali nampak begitu remang-remang, padahal
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
69
Opini
perbuatan korupsi merupakan bahaya laten
yang berdampak sistemik. Korupsi adalah
produk dari sikap hidup satu kelompok
masyarakat yang memakai uang sebagai
standar kebenaran dan kekuasaaan mutlak.
Sebagai dampak akibatnya, kaum koruptor
yang kaya raya dan para politisi korup yang
berlebihan uang bisa mudah masuk ke dalam
gelanggang elit yang berkuasa. Mereka ini
juga akan menduduki status sosial yang tinggi di mata publik.
Banyak para ahli yang mencoba
merumuskan wujud korupsi. Walau sejatinya
jika dilihat dari struktrur bahasa dan cara
penyampaiannya berbeda, namun pada
hakekatnya mempunyai makna yang kurang
lebih sama. Kartono (1983) memberi batasan
korupsi sebagai tingkah laku individu yang
menggunakan wewenang dan jabatan guna
mengeruk keuntungan pribadi, merugikan
kepentingan umum dan negara. Jadi, korupsi
merupakan gejala salah pakai dan salah urus
dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi,
salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan
negara dengan menggunakan wewenang dan
kekuatan-kekuatan formal (misalnya dengan
alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk
memperkaya diri sendiri. Sementara, dari
sisi kausalitas, korupsi terjadi disebabkan
adanya penyalahgunaan wewenang dan
jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau
pegawai, demi kepentingan pribadi dengan
mengatasnamakan pribadi atau keluarga,
sanak saudara dan teman.
Wertheim (Lubis: 1970) menyatakan
bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan
tindakan korupsi bila menerima hadiah dari
seseorang yang bertujuan mempengaruhi
70
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
pejabat agar mengambil keputusan yang
menguntungkan kepentingan si pemberi
hadiah. Beragam bentuk modus operandi
korupsi. Terkadang modusnya dengan
cara menawarkan hadiah dalam bentuk
balas jasa. Ini juga termasuk rangkaian dari
tindakan korupsi. Selanjutnya, Wertheim
menjelaskan bahwa balas jasa dari pihak
ketiga yang diterima atau diminta oleh
seorang pejabat untuk diteruskan kepada
keluarganya atau partainya, kelompoknya
atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap
sebagai tindakan korupsi. Dalam keadaan
yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling
menonjol dalam korupsi adalah tingkah laku
pejabat yang melanggar azas pemisahan
antara kepentingan pribadi (self interest)
dengan kepentingan masyarakat (public
interest), pemisaham keuangan pribadi
dengan masyarakat.
Dari sudut pandang hukum, tindak
pidana korupsi, secara garis besar mencakup
beberapa unsur. Unsur-unsur tersebut, yaitu
perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan
kewenangan, penyalahgunaan kesempatan
atau sarana, memperkaya diri sendiri,
memperkaya orang lain atau korporasi,
dan merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara. Selain itu, terdapat
beberapa jenis tindak pidana korupsi yang
lain. Misalnya, memberi atau menerima
hadiah atau janji (penyuapan), penggelapan
dalam jabatan, pemerasan dalam jabatan,
ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai
negeri/penyelenggara
negara),
serta
menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/
penyelenggara negara).
Opini
Dalam arti luas, korupsi atau korupsi
politik adalah penyalahgunaan jabatan resmi
untuk keuntungan pribadi. Harus diakui,
semua bentuk pemerintahan dan kekuasaan
rentan terjadi korupsi dalam pelaksanaan
kekuasaannya. Bobot dari tindakan korupsi
berbeda-beda, dari yang paling ringan
dalam bentuk penggunaan pengaruh dan
dukungan untuk memberi dan menerima
pertolongan, sampai dengan korupsi berat,
dan lain sebagainya. Titik ujung korupsi
adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya
“pemerintahan
oleh
para
pencuri”.
Kleptokrasi ini wujudnya biasanya bertindak
pura-pura jujur padahal tidak sama sekali.
Nah, korupsi yang muncul dalam ranah politik
dan birokrasi bisa berbentuk sepele maupun
berat, terorganisasi maupun alamiah. Walau
korupsi sering memicu lahirnya tindak kriminal lainnya seperti transaksi barang narkotika,
pencucian uang, dan prostitusi, namun
korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam halhal tertentu saja. Untuk mempelajari masalah tersebut dan tawaran solusinya, terlebih
dulu perlu dipahami tentang perbedaan
antara korupsi dan kriminalitas/kejahatan
biasa.
Secara detail bisa dijelaskan bahwa
ada beberapa sebab terjadinya praktek
korupsi. Singh (1974) menemukan dalam
penelitiannya bahwa penyebab terjadinya
korupsi di India adalah kelemahan moral
(41,3%), tekanan ekonomi (23,8%), hambatan
struktur administrasi (17,2 %), hambatan
struktur sosial (7,08 %). Sementara,
menurut Merican (1971), prakrek korupsi
terjadi disebabkan oleh beberapa hal,
yaitu peninggalan pemerintahan kolonial,
kemiskinan dan ketidaksamaan, gaji yang
rendah, persepsi yang populer, peraturan
yang bertele-tele, dan pengetahuan yang
tidak cukup memadai.
Perilaku korupsi dapat menyebabkan
kehancuran suatu bangsa. Banyak hal negatif
yang diakibatkan oleh praktek korupsi.
Berbagai akibat dari tindakan korupsi, di
antaranya adalah pemborosan sumbersumber daya (entah sumberdaya alam
maupun sumber daya manusia), pemilik
modal yang lari ke luar negeri, gangguan
terhadap penanaman modal, disfungsi
profesionalisme kerja, bantuan yang
lenyap, ketidakstabilan sosial-politik, rentan
revolusi sosial, pengambilalihan kekuasaan
oleh militer, ketimpangan sosial-budaya,
minimnya kemampuan aparatur pemerintah,
berkurangnya
kapasitas
administratif,
hilangnya kewibawaan instansi.
Selanjutnya, Mc Mullan (1961)
berpendapat,
korupsi
menyebabkan
inefisensi (ketidakefisienan), ketidakadilan,
rontoknya kepercayaan terhadap pemerintah,
borosnya sumber-sumber vital negara,
lambannya
pertumbuhan
perusahaan
untuk maju (terutama perusahaan asing),
ketidakstabilan politik, pembatasan dalam
kebijakan pemerintah. Selain itu, korupsi
juga memberikan dampak buruk yang sangat
dahsyat terhadap sendi-sendi kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dampak-dampak
tersebut dapat terjadi di bidang demokrasi,
politik, ekonomi, dan kesejahteraan umum
negara. Dampak korupsi di bidang demokrasi
(politik), antara lain, bahwa korupsi
bisa mengancam dan mengeroposkan
pembangunan. Dalam dunia politik, korupsi
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
71
Opini
mempersulit tercapainya demokrasi dan tata korupsi yang ditawarkan para ahli dari
pemerintahan yang baik (good governance) berbagai segi dan pandangan. Caiden
dengan cara menghancurkan proses-proses (Soerjono:1980) menawarkan langkahformal. Korupsi saat Pemilihan Umum dan langkah penanggulangan korupsi. Pertama,
di kalangan parlemen, misalnya, dapat membenarkan transaksi secara terbatas yang
mengurangi akuntabilitas dan perwakilan sebelumnya dilarang dengan menentukan
dalam pembentukan kebijaksanaan. Korupsi sejumlah pembayaran tertentu. Kedua,
dalam sistem pengadilan merusak keterti-ban membuat struktur baru yang mendasarkan
hukum. Korupsi dalam pemerintahan dapat pada keputusan saat dibuat. Ketiga,
menghasilkan ketidakseimbangan dalam melakukan perubahan organisasi yang bisa
pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mempermudah pengawasan dan pencegahan
mengikis kemampuan institusi pemerintah, kekuasaan yang terpusat. Keempat, rotasi
karena pengabaian prosedur dan penyedotan penugasan, wewenang yang saling tumpang
sumber daya secara tidak efektif. Pada saat tindih dalam organisasi yang sama, Kelima,
yang sama, korupsi melunturkan legitimasi birokrasi yang saling bersaing dan penunjukan
pemerintahan dan
instansi pengawas.
nilai demokrasi.
Lantas, bagaimana
Korupsi
mengikis
kemampuan
Sedangkan
dorongan untuk melainstitusi pemerintah, karena
dampak korupsi terkukan praktek korupsi
pengabaian prosedur dan
penyedotan
sumber
daya
secara
hadap kesejahteraan
dapat
dikurangi?
tidak
efektif.
Pada
saat
yang
sama,
umum negara baJawabannya,
yaitu
korupsi melunturkan legitimasi
nyak
terjadi
di
dengan jalan mepemerintahan dan nilai demokrasi.
berbagai
negara.
ningkatkan ancaman,
Korupsi politik ada
karena korupsi adalah
di banyak negara,
persoalan nilai. Cara
dan memberikan ancaman besar bagi warga yang diperkenalkan oleh Caiden tersebut
negaranya. Dalam prakteknya, korupsi membenarkan (legalized) tindakan yang
politik berarti kebijakan pemerintah yang semula dikategorikan ke dalam perilaku
sering menguntungkan pemberi sogok, korupsi menjadi tindakan yang legal dengan
bukannya menguntugkan rakyat luas. Satu adanya pungutan resmi. Di lain pihak, celahcontoh, tatkala politisi membuat peraturan celah yang membuka untuk kesempatan
yang melindungi perusahaan besar namun korupsi harus segera ditutup. Demikian
merugikan perusahaan-perusahaan kecil. halnya dengan struktur organisasi, mesti
Politikus-politikus “pro-pebisnis raksasa” membantu ke arah pencegahan korupsi,
ini hanya mengembalikan balas jasa kepada misalnya tanggung jawab pimpinan dalam
perusahaan besar yang memberikan pelaksanaan pengawasan melekat, dengan
sumbangan besar saat kampanye pemilu.
tidak lupa meningkatkan ancaman hukuman
Ada beberapa upaya penanggulangan kepada pelaku-pelakunya.
72
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
Opini
P eserta Kegiatan Standar Biaya Keluaran
Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
Selanjutnya, Myrdal (Lubis:1987)
memberi solusi lain dalam upaya
penanggulangan korupsi. Dia memberi
solusi agar pengaturan dan prosedur
untuk keputusan-keputusan administratif
yang menyangkut orang perorangan
dan perusahaan lebih disederhanakan
dan dipertegas, melakukan pengawasan
yang lebih tegas, kebijakan pribadi dalam
menjalankan kekuasaan hendaknya dikurangi
sejauh mungkin, gaji pegawai yang rendah
harus dinaikkan dan kedudukan sosial
ekonominya mesti diperbaiki. Selain itu,
satuan-satuan aparatur keamanan harus
diperkuat, hukum pidana dan penerapan
hukuman terhadap pejabat-pejabat yang
korupsi mesti cepat diambil tindakan tegas.
Orang-orang yang menyogok pejabat-pejabat
harus ditindak pula.
Kartono
(1983)
menyebutkan,
langkah-langkah penanggulangan korupsi
sebagai berikut. Pertama, adanya kesadaran
rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab,
guna melakukan partisipasi politik dan
kontrol sosial. Kedua, menanamkan aspirasi
nasional yang positif, yaitu mengutamakan
kepentingan nasional. Ketiga, para pemimpin
dan pejabat mesti memberikan teladan,
memberantas dan menindak korupsi.
Keempat, adanya sanksi dan kekuatan untuk
menindak, memberantas dan menghukum
pelaku tindak pidana korupsi. Kelima,
reorganisasi dan rasionalisasi dari organisasi
pemerintah melalui penyederhanaan jumlah
departemen beserta jawatan dibawahnya.
Keenam, adanya sistem penerimaan pegawai
yang berdasarkan achievement dan bukan
berdasarkan sistem ascription. Ketujuh,
adanya pengangkatan pegawai negeri yang
nir-politik demi kelancaran administrasi
pemerintah.
Kedelapan,
menciptakan
aparatur pemerintah yang jujur. Kesembilan,
sistem bujet dikelola oleh pejabat-pejabat
yang mempunyai tanggung jawab etis
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
73
Opini
Kegiatan Rutin Donor Darah
Dharma Wanita Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
tinggi dibarengi sistem kontrol yang efisien.
Kesepuluh,
herregistrasi
(pencatatan
ulang) terhadap kekayaan perorangan yang
mencolok dengan pengenaan pajak yang
tinggi.
Berdasarkan paparan di atas,
dapat disimpulkan bahwa upaya-upaya
penanggulangan korupsi dapat dilakukan
dengan beberapa langkah. Pertama,
pencegahan preventif. Pencegahan preventif
dapat dilakukan dengan membangun dan
menyebarkan etos pejabat dan pegawai,
baik di instansi pemerintah mau-pun swasta,
serta pemisahan yang jelas dan tajam antara
milik pri-badi dan milik perusahaan atau milik
negara. Selain itu, mengusahakan perbaikan
penghasilan (gaji) bagi pejabat dan pegawai
negeri sesuai dengan kemajuan ekonomi,
74
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
agar pejabat dan pegawai saling menegakkan
wibawa dan integritas jabatannya serta
tidak terbawa oleh godaan terlarang dan
kesempatan menyimpang.
Kedua, pencegahan represif, yaitu pencegahan dengan cara perlunya
penayangan wajah koruptor di televisi dan
her-registrasi (pencatatan ulang) terhadap
kekayaan pejabat.
Ragam Modus Operandi
Jika diamati kasus-kasus korupsi yang
selama ini tumbuh subur bak cendawan di
musim hujan, sangat jelas memiliki modus
operandi dan metode yang amat beragam.
Misalnya, modus membuat pendapatan
sekecil mungkin dan merekayasa pengeluaran
sebesar mungkin. Bentuknya beraneka ragam,
Opini
pelakunya pun bermacam-macam. Ada penyakit, ko-rupsi telah menyebar luas ke se
korupsi yang dilakukan oleh para pemegang antero negeri dengan jumlah yang cenderung
kebijakan. Misalnya, mereka menentukan semakin meningkat dari tahun ke tahun.
dibangunnya sua-tu proyek yang sebenarnya Hasil riset yang dilakukan oleh berbagai
tidak perlu, menentukan siapa penggarap lembaga juga menunjukkan bahwa tingkat
pro-yek, menentukan jenis investasi pada kasus korupsi di negeri yang penduduknya
perusahaan hampir bangkrut milik pejabat, mayoritas muslim ini termasuk yang paling
dan mengharuskan BUMN bekerja sama tinggi di dunia.
dengan perusahaan swasta tertentu tanpa Walhasil, korupsi di Indonesia
memperhatikan
telah
menggurita.
faktor ekonomis.
Wajar selama kurun
Sesungguhnya,
terdapat
niat
Korupsi
juga
lima tahun terakhir,
cukup besar untuk mengatasi korupsi.
dilakukan pada
Indonesia menduduki
Bahkan, telah dibuat satu
Tap
MPR
khusus
tentang
pengelolaan
tidak
kurang
dari
pemberantasan KKN, tapi
uang
negara
peringkat kelima negara
mengapa tidak kunjung berhasil?
Tampak
nyata
bahwa
penanganan
seperti uang yang
terkorup. Korupsi tentu
korupsi tidak dilakukan secara
belum
dipakai
saja sangat merugikan
komprehensif, sebagaimana
ditunjukkan oleh syariat Islam.
namun
sering
keuangan negara. Di
d i i n v e s t a s i ka n
samping itu, korupsi
dalam
bentuk
yang biasanya diiringi
deposito; BUMN pengelola uang pensiunan dengan kolusi, juga membuat keputusan
atau menginvestasikan uang asuransi untuk yang diambil oleh pejabat negara menjadi
kepentingan pribadi. Korupsi juga kerap tidak obyektif. Korupsi juga makin menambah
terjadi pada pengadaan dalam bentuk kesenjangan akibat memburuknya distribusi
membeli barang yang sebenarnya ditujukan kekayaan. Bila sekarang kesenjangan kaya
untuk memperoleh komisi, membeli dengan dan miskin sudah demikian menganga, maka
harga lebih tinggi melalui cara mengatur korupsi makin melebarkan kesenjangan itu
tender, membeli barang dengan kualitas dan karena uang terdistribusi secara tidak sehat,
harga tertentu tetapi barang yang diterima tidak mengikuti kaidah-kaidah ekonomi
kualitasnya lebih rendah, bermain selisih sebagaimana mestinya. Koruptor makin kaya,
harga pembelian asli. Modus lainnya, barang rakyat yang miskin makin miskin. Akibat
dan jasa yang dibeli tidak diterima seluruhnya, lainnya, karena uang gampang diperoleh,
sebagian digunakan untuk kepentingan sikap konsumtif kian merajalela. Tidak ada
pribadi. Begitu pula korupsi terjadi pada dorongan untuk bertindak produktif yang
penjualan barang dan jasa, pengeluaran, dan efisien, sehingga timbul inefisiensi dalam
penerimaan.
pemanfaatan sum-ber daya ekonomi.
Di Indonesia, kasus korupsi telah Sesungguhnya, terdapat niat cukup
menjadi persoalan yang amat kronis. Ibarat besar untuk mengatasi korupsi. Bahkan,
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
75
Opini
telah dibuat satu Tap MPR khusus tentang
pemberantasan KKN, tapi mengapa tidak
kunjung berhasil? Tampak nyata bahwa
penanganan korupsi tidak dilakukan secara
komprehensif, sebagaimana ditunjukkan
oleh syariat Islam. Berikut ini tawaran solusi
alternatif.
Pertama, sistem penggajian yang
layak. Aparat pemerintah harus bekerja
dengan sebaik-baiknya. Namun, hal itu
sulit berjalan dengan baik bila gaji tidak
mencukupi. Para kaum birokrat tetaplah
manusia biasa yang mempunyai kebutuhan
hidup serta beban untuk mencukupi nafkah
keluarga. Agar bisa bekerja dengan tenang
dan tidak mudah tergoda berbuat curang,
mereka harus diberikan gaji dan tunjangan
hidup lain yang layak dan memadai. Kedua,
larangan menerima suap dan hadiah. Hadiah
dan suap yang diberikan seseorang kepada
aparat pemerintah pasti mengandung
maksud agar aparat itu bertindak yang
menguntungkan pemberi hadiah. Suap dan
hadiah akan berpengaruh buruk pada mental
aparat pemerintah. Aparat bekerja tidak
sebagaimana mestinya. Di bidang peradilan,
hukum ditegakkan secara tidak adil atau
cenderung memenangkan pihak yang mampu
memberikan hadiah atau suap.
Ketiga,
perhitungan
kekayaan.
Setelah adanya sikap tegas dan serius,
penghitungan harta mereka yang diduga
terlibat
korupsi
merupakan
langkah
berikutnya yang mesti ditempuh. Keempat,
teladan
pemimpin.
Dengan
teladan
pemimpin, tindak penyimpangan akan
mudah terdeteksi sejak dini. Penyidikan dan
76
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
penyelidikan tindak korupsi pun tidak sulit
dilakukan. Tapi bagaimana bila justru korupsi
dilakukan oleh para pemimpin? Semua upaya
apapun menjadi tidak ada artinya sama
sekali. Kelima, hukuman setimpal. Pada
galibnya, orang akan takut menerima risiko
yang akan mencelakaan dirinya. Hukuman
dalam Islam memang berfungsi sebagai
zawajir (pencegah). Artinya, dengan hukuman
setimpal atas koruptor, diharapkan orang
akan berpikir seribu kali untuk melakukan
kejahatan itu.
Keenam, kekayaan keluarga pejabat
yang diperoleh melalui penyalahgunaan
kekuasaan diputihkan oleh kepala negara
(khalifah) yang baru. Caranya, kepala negara
menghitung kekayaan para pejabat lama
lantas dibandingkan dengan harta yang
mungkin diperolehnya secara resmi. Bila
dapat dibuktikan dan ternyata terdapat
kenaikan yang tidak wajar, seperti dilakukan
Khalifah Umar RA, maka kepala negara
memerintahkan agar menyerahkan semua
kelebihan itu kepada yang berhak menerima.
Bila harta kekayaan itu diketahui siapa
pemiliknya yang sah, maka harta tersebut
dikembalikan kepada pemiliknya. Namun, jika
tidak jelas siapa pemiliknya yang sah, harta
itu dikembalikan kepada kas negara (Baitul
Mal). Dalam sejarahnya, bila harta tersebut
sulit dibuktikan, seperti disebut di dalam
buku Tarikhul Khulafa, Khalifah Umar bin
Khaththab membagi dua kekayaan mereka.
Bila terdapat kelebihan dari jumlah semula,
maka separuh diambil untuk diserahkan ke
Baitul Mal dan separuh lagi diberikan kepada
mereka. [Wawan Saepul Bahri]
Hikmah
Empat Jenis Manusia di Dunia
Oleh: Hakim Jamil
S
Suasana Lomba Tarik Tambang dalam Rangka Memeriahkan HAB
Kementerian Agama RI Ke-66
yeikh Abdul Qadir Al- Jailani, seorang
waliyullah terkemuka dan seringkali
ditahbiskan sebagai Sulthonul Auliya
(pemimpin para wali) yang ada
di dunia ini membagi manusia ke dalam
empat kategori. Keempat kategori tersebut
antara lain adalah: Pertama, mereka yang
tidak punya lidah dan tidak punya hati.
Mereka ini orang-orang yang bertaraf biasa,
berotak tumpul dan berjiwa kerdil dan tidak
mengenang Allah serta tidak ada kebaikan
pada diri mereka. Mereka ibarat molekul
yang ringan, kecuali mereka dilimpahi
dengan rahmat dan kasih sayang Allah yang
membimbing hati mereka supaya beriman
serta menggerakkan anggota-anggotanya
supaya patuh kepada Allah.
Berhati-hatilah, supaya kamu jangan
termasuk dalam golongan mereka. Janganlah
kamu layani mereka dan janganlah kamu
bergaul dengan mereka. Merekalah orangorang yang dimurkai Allah dan menjadi
penghuni neraka. Kita minta dilindungi Allah
dari pengaruh buruk mereka. Sebaliknya,
hendaklah kalian mencoba menjadikan
diri kalian sebagai orang yang dilengkapi
dengan ilmu ketuhanan, penganjur kebaikan,
pembimbing agama Allah, penyampai dan
pengajak manusia ke jalan Allah. Berjagajagalah jika kalian hendak mempengaruhi
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
77
Hikmah
Irjen Kemenag Mundzier Suparta
Saat Berdialog dengan Siswa Peserta Ujian Nasional 2012
mereka agar mereka patuh kepada Allah
dan beri pencegahan terhadap mereka dari
apa-apa yang memusuhi oleh Allah. Jika
kamu berjuang di jalan Allah untuk mengajak
mereka menuju Allah, maka kamu akan jadi
pejuang dan pahlawan di jalan Allah dan
akan diberi ganjaran seperti yang diberikan
kepada Nabi-nabi dan Rasul.
Nabi Muhammad SAW pernah
bersabda kepada Sayyidina Ali RA: “Jika Allah
membimbing seseorang melalui bimbingan
kamu kepada-Nya, maka itu lebih baik untuk
kamu daripada arah matahari terbit”.
Kedua, mereka yang punya lidah
tetapi tidak punya hati. Mereka bijak
berbicara tetapi tidak melakukan seperti
yang dibicarakan. Mereka mengajak manusia
menuju Allah, akan tetapi mereka sendiri lari
dari Allah. Mereka benci kepada perbuatan
maksiat yang dilakukan oleh orang lain, tetapi
mereka sendiri justru bergelimang dalam
kemaksiatan itu. Mereka menunjuk orang lain
tentang perbuatan-perbuatan yang shaleh
78
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
tetapi mereka sendiri melakukan dosa-dosa
yang besar. Bila mereka sendirian, mereka
bertindak bak harimau yang berpakaian.
Inilah orang yang dikatakan kepada Nabi SAW.
dalam sabdanya: “Yang paling aku takuti dan
aku pun takut ada di kalangan umatku ialah
orang alim yang jahat”.
Kita berlindung kepada Allah agar
dijauhkan dari klasifikasi orang alim seperti
itu. Oleh karena itu, larilah dan jauhkan diri
kamu dari orang-orang seperti itu. Jika tidak,
kamu akan terpengaruh oleh kata-kata manis
yang bijak berbicara namun api dosanya akan
membakar kamu dan kekotoran hatinya akan
membunuh kamu.
Ketiga, mereka yang mempunyai
hati tetapi tidak punya lidah. Dia seorang
yang beriman kepada Allah dan telah
membebaskan diri mereka dari kebutuhan
manusiawi serta ketergantungan dari
lingkungan mereka dengan tabir-Nya. Allah
memberi mereka kesadaran tentang cacat
dalam batin mereka. Allah menyinari hati
Hikmah
dan menyadarkan mereka tentang kejahatan
yang timbul gara-gara mencampuri urusan
orang lain dan kejahatan akibat banyak
bicara. Mereka tahu bahwa keselamatan
itu terletak dalam sikap diam dan menyepi,
berdzikir kepada Allah.
Nabi Muhammad SAW. pernah
bersabda: “Barangsiapa yang diam akan
mencapai keselamatan”. Sabda baginda Nabi
yang lain menyebutkan: “Sesungguhnya
berkhidmat kepada Allah itu terdiri dari
sepuluh bagian, sembilan di antaranya
terletak dalam sikap diam”. Mereka yang
termasuk dalam golongan jenis ini adalah
wali Allah yang diberi perlindungan dan
diberi keselamatan, bijaksana, dekat dengan
Allah dan diberkati dengan keridhaan, segala
kebaikan akan dilimpahkan kepada mereka.
Oleh karena itu, hendaklah kalian berkawan
dengan mereka (golongan kekasih Allah).
Bergaul dengan golongan mereka akan diberi
pertolongan. Jika kamu berbuat demikian,
kamu akan dikasihi Allah. Kamu akan dipilih
dan dimasukkan dalam golongan mereka
yang menjadi wali Allah dan hamba-hambaNya yang shaleh.
Keempat, mereka yang diberikan
kelebihan melihat (mukasyafat) hal-hal yang
tidak kasat mata (alam ghaib), diberi pakaian
kemuliaan sebagaimana tertera dalam sabda
Nabi SAW: “Barangsiapa yang belajar dan
mengamalkan ilmunya serta mengajarkan
orang yang lain, maka akan diajak ke dunia
ghaib dan permuliakan”.
Orang dalam golongan ini mempunyai
ilmu-ilmu Ketuhanan dan tanda-tanda Allah.
Hati mereka menjadi gudang ilmu Allah yang
amat berharga dan orang itu akan diberi
rahasia-rahasia oleh Allah tentang banyak
hal yang tidak diberikan kepada orang lain.
Allah telah memilih mereka dan membawa
mereka hampir dekat kepada-Nya. Allah akan
membimbing mereka dan membawa mereka
ke sisi-Nya. Hati mereka akan dilapangkan
untuk menerima rahasia-rahasia ilahiyyat
dan ilmu-ilmu yang tinggi. Allah jadikan
mereka subyek dan pengajak manusia ke
jalan Allah dan melarang manusia berbuat
dosa dan maksiat. Jadilah mereka itu orangorang yang dikasihi Allah. Mereka mendapat
bimbingan yang benar dan yang membimbing
kebenaran terhadap orang lain.
Mereka ibarat wakil-wakil pewaris
para Nabi dan para Rasul Allah. Mereka
senantiasa mendapat taufiq dan hidayah dari
Allah Yang Maha Agung. Orang yang termasuk
dalam golongan ini berada pada peringkat
pamungkas atau puncak kemanusian dan
tidak ada maqam di atas mereka kecuali
para Nabi dan Rasul serta para sahabat.
Oleh karena itu, hati-hatilah kalian agar
jangan sampai memusuhi dan membantah
orang-orang seperti golongan kekasih Allah.
Dengarlah seluruh petuah atau nasihat
mereka. Dari paparan di atas, kita menjadi tahu
bahwa Sheikh Abdul Qadir Al-Jailani telah
membagi manusia dalam empat golongan.
Nah, sekarang terserah pada diri kita untuk
melakukan intropeksi diri jika kita mempunyai
pikiran dan nalar. Karena itu, selamatkanlah
diri kita jika ingin menggapai keselamatan
di dunia dan akhirat. Mudah-mudahan Allah
membimbing kita menuju jalan yang dikasih
dan diridhai-Nya, baik di dunia maupun di
akhirat kelak. [Hakim Jamil]
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
79
Randang
PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2011
TENTANG
PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH
DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN AGAMA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
bahwa mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel
diperlukan pengendalian atas penyelenggaraan program pemerintahan;
b.
bahwa pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada
huruf a dilaksanakan dengan berdasarkan pada sistem pengendalian intern pemerintah untuk
memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian
tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, kendalan pelaporan keuangan, pengamanan aset
negara dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Agama tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah di Lingkungan Kementerian Agama;
1.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaga Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 47; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Nomor
4286);
2.
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia,
Nomor 4355);
3.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66; Tambahan
Lembaran Negara Republic Indonesia, Nomor 4400);
4.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4916);
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi
Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25; Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 25; Tambahan Lembaran Negara Republic Indonesia, Nomor
4614);
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang sistem pengendalian intern pemerintah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 127; Tambahan Lembaran Negaran
Republic Indonesia, Nomor 4890);
7.
Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian
Negara.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
PERATURAN MENTERI AGAMA TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN
PEMERINTAH DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN AGAMA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
80
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
Randang
1.
Sistem Pengendalian Intern yang selanjutnya di singkat SPI adalah proses integral pada tindakan
dan kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk
memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif
dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan asset negara, dan ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan.
2.
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya di singkat SPIP adalah sistem
pengendalian intern yang diselenggarakan secara menyuluruh terhadap proses perancangan
dan pelaksanaan kebijakan serta perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan anggaran
dilingkungan kementerian.
3.
Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan
kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka
memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolak
ukur yang telah di tetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam
mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik.
4.
Kementerian adalah Kementerian Agama.
5.
Menteri adalah Menteri Agama.
6.
Unit Kerja Mandiri adalah unit Eselon I dan Unit Pelaksana teknis yang merupakan entitas akuntansi
sebagai unit akuntansi keuangan dan unit akuntansi barang yang wajib menyelenggarakan sistem
akuntansi instansi.
7.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, yang selanjutnya di singkat BPKP, adalah aparat
pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada presiden.
8.
Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan SPIP kementerian adalah petunjuk pelaksanaan atas
peraturan menteri tentang penyelenggaraan SPIP, yang memuat kebijakan, strategi, metodologi
penerapan, dan pengintegrasian seluruh aktivitas manajemen pemerintah, untuk memastikan
bahwa seluruh unsur SPIP telah terbangun dalam program/kegiatan kementerian dalam rangka
menjamin pencapaian tujuan yang ditetapkan.
BAB II
KEWENANGAN PENGENDALIAN
Pasal 2
(1)
Menteri melakukan pengendalian penyelenggarakan kegiatan kementerian untuk mencapai
pengelolaan keuangan negara yang efektif dan efisien, transparan, dan akuntabel.
(2)
Pengendalian atas oenyelenggaraan kegiatan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dilaksanakan melalui sistem pengendalian intern pemerintah dengan berpedoman pada
peraturan perundang-undangan.
BAB III
PENYELENGGARAAN SPIP PADA
KEMENTERIAN AGAMA
Pasal 3
(1)
Masing-masing unit kerja mandiri di lingkungan kementerian wajib menerapkan SPIP sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) yang meliputi:
a.
Lingkungan pengendalian;
b
Penilaian Resiko;
c.
Kegiatan Pengendalian;
d.
Informasi dan Komunikasi; dan
e.
Pemantauan Pengendalian Intern.
(2)
Uraian dan pengaturan unsur SPIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas dilakukan sesuai
dengan peraturan pemerintah Nomor 60 tahun 2008.
(3)
Penerapan unsur SPIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas dilaksanakan menyatu dan
menjadi bagan integral dari kegiatan dilingkungan kementerian.
Pasal 4
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
81
Randang
(1)
Penyelenggaraan SPIP di lingkungan kementerian di koordinasikan oleh sekretaris jenderal
kementerian.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan SPIP sebagaimana dimaksud pada pasal 4 ayat
(1), ditetapkan oleh menteri.
Pasal 5
(1)
Dalam proses Pembangunan dan pengembangan SPIP di bentuk satuan Tugas SPIP dilingkungan
kementerian.
(2)
Susunan dan tugas pokok satuan tugas SPIP Kementerian ditetapkan dengan keputusan menteri.
(3)
Masing-masing unit kerja mandiri harus membentuk satuan tugas SPIP di lingkungannya yang
ditetapkan dengan keputusan menteri yang ditandatangani oleh pejabat eselon I atau kepala unit
kerja atas nama menteri.
BAB IV
PENGUATAN EFEKTIVITAS PENYELENGGARAAN SPIP
Pasal 6
(1)
Pejabat pada masing-masing unit kerja mandiri dilingkungan kementerian bertanggung jawab
atas efektivitas penyelenggaraan SPI di lingkungannya masing-masing.
(2)
Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas SPI sebagaimana dimaksud pada pasal 6 ayat (1),
dilakukan pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas, fungsi, organisasi, dan akuntabilitas
keuangan negara di lingkungan kementerian.
Pasal 6
Untuk kelancaraan penyelenggaraan SPIP, Kementerian Agama berkoordinasi, dengan BPKP
selaku Pembina penyelenggara SPIP.
BAB V
EVALUASI DAN PELAPORAN
Pasal 7
(1)
Pengawasan intern sebagaimana di maksud dalam pasal 6 ayat (2) dilakukan dilakukan oleh
inspektorat jenderal.
(2)
Inspektorat jenderal sebagaimana di maksud dalam pasal 7 ayat (1) melakukan pengawasan
intern melalui: audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lainnya.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 8
Peraturan menteri ini mulai berlaku pada tanggal di tetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
peraturan menteri Agama ini diundangkan dengan penempatannya dalam berita negara republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 16 Desember 2011
MENTERI AGAMA,
SURYADHARMA ALI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 Desember 2011
MENTERI HUKUM DAN HAM REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDDIN
82
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 846
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
Resensi Buku
S
Judul
Penulis
Editor
Penerbit
Terbit
Tebal
: Budaya Kerja Kementerian Agama
: Dr. H. Mundzier Suparta, MA.
: H. Nurul Badruttamam, S.Ag., MA.
Hakim Jamil, S.Ag.
: Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
: 19 Maret 2012 : 47 Halaman
Karena itu, budaya kerja yang
ukses dan gagalnya organisasi sangat dipengaruhi oleh iklim dan atmosfir dikembangkan Kementerian Agama digali
budaya kerja yang mewarnai tubuh dan dirumuskan dari semangat mulia motto
organisasi. Budaya kerja yang positif “Ikhlas Beramal” dengan merevitalisasi nilai
sudah tentu melahirkan kinerja organisasi dan maknanya menjadi lebih artikulatif. Buku
yang bagus, optimal dan memuaskan semua kecil mungil yang hadir di tangan pembaca ini
pihak. Sebaliknya, organisasi yang dihinggapi merupakan panduan berperilaku dan bertindak
iklim budaya kerja yang tak sehat bakal bagi para “Abdi Negara” di lingkungan
Kementerian Agama dalam bentuk budaya
menemui kegagalan dan miskin prestasi.
Budaya kerja dimaknai sebagai kerja. Pemahaman terhadap budaya kerja
cara pandang yang didasarkan atas nilai- dengan berpijak pada motto “Ikhlas Beramal”
nilai pandangan hidup yang menjadi sifat, diharapkan dapat membentuk produktivitas
kebiasaan dan pendorong dalam suatu kerja yang dilakukan berdasarkan niat ikhlas
kelompok masyarakat atau organisasi yang dalam rangka mengabdikan diri kepada Tuhan
tecermin dalam sikap menjadi perilaku kerja untuk kebaikan dan kemajuan bangsa dan
yang dibudayakan secara terus-menerus negara.
Buku saku setebal 47 hal ini memuat
untuk mewujudkan prestasi kerja terbaik. Budaya kerja merupakan potret kebiasaan sembilan sikap kerja yang berlaku sebagai
yang dibudayakan dalam suatu kelompok budaya kerja di lingkungan Kementerian
dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku, Agama. Pertama, jujur dan memiliki integritas
cita-cita, pendapat, pandangan serta tinggi. Kedua, memiliki etika, akhlak mulia,
tindakan yang terwujud dalam kerja nyata. dan memberi suri tauladan. Ketiga, taat
Nah, Kementerian Agama sebagai instansi hukum dan aturan-aturan yang berlaku.
pemerintah sebenarnya sudah memiliki Keempat, bertanggung jawab dan akuntabel.
jargon ideal yang mencerminkan sikap budaya Kelima, menghormati hak-hak orang lain dan
kerja. Jargon “Ikhlas Beramal” yang tersemat tidak mudah menyalahkan orang lain. Keenam,
dalam logo Kementerian Agama hakikatnya mencintai pekerjaan dan mau bekerja keras.
merupakan cita ideal dari budaya kerja yang Ketujuh, meningkatkan transparansi dan
sangat luhur dan mesti diimplementasikan koordinasi. Kedelapan, disiplin yang tinggi.
dalam pola-pola kerja para “Abdi Negara” yang Kesembilan, bersahaja dalam hidup dan
kehidupan. [Moh. Anshari]
mengabdi di kementerian ini.
Fokus Pengawasan Nomor 33 Tahun IX Triwulan I 2012
83
Fokus Foto Itjen
Irjen Kemenag Mundzier Suparta
Saat Sidak Ujian Nasional di MAN 7 Jakarta
Menag , Wamenag dan para Pejabat Eselon I-II
pada Saat HAB Kementerian Agama RI Ke-66
Pelantikan Pejabat eselon I dan II
di Lingkungan Kementerian Agama RI
Irjen Kemenag Mundzier Suparta
Saat Memberikan Arahan Rapim Paripurna
Pelaksanaan Program
Workhshop Jurnalistik Tim TIPI
Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
Kegiatan Rutin Donor Darah
Dharma Wanita Itjen Kementerian Agama
Download