1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia sehingga industri kelapa sawit diusahakan secara besar-besaran. Pesatnya perkembangan industri kelapa sawit dapat dilihat dari pertumbuhan produksi total minyak sawit Malaysia rata-rata 7.32 % per tahun dalam periode 19602008. Pada tahun 1995 produksi minyak sawit hanya 7,22 juta ton naik menjadi 10.8 juta ton pada tahun 2000 dan naik menjadi 14,96 juta ton tahun 2005 dan naik lagi menjadi 17,73 juta ton pada tahun 2008, keadaan ini menjadikan Malaysia sebagai produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia saat ini. Untuk lebih jelasnya perbandingan perkembangan produksi minyak sawit Malaysia dan Indonesia disajikan pada Gambar 1. (ribu ton) 25000 Produksi Minyak Sawit Indonesia 20000 15000 Produksi Minyak Sawit Malaysia 10000 5000 0 1998 2000 2002 2004 2006 2008 Sumber : MPOB, 2008. Gambar 1. Grafik Perkembangan Produksi Minyak Sawit Malaysia dan Indonesia Tahun 1998-2008 Produksi total minyak sawit Malaysia selama periode 1995-2005 lebih besar dibandingkan dengan Indonesia. Hal ini tampaknya berkaitan dengan perbedaan dalam sistem pengelolaan industri kelapa sawit. Dibandingkan Indonesia, industri kelapa sawit Malaysia memiliki keunggulan pada bidang pengembangan pasar, pengembangan teknologi pengolahan produk turunan CPO dan pengembangan teknologi produksi kelapa sawit. Sejalan dengan pesatnya perkembangan produksi, pengelolaan pasar yang efektif dan efisien amat diperhatikan. Data menunjukkan bahwa industri kelapa sawit Malaysia pada tahun 2005 mampu menguasai hingga 59 % pangsa pasar ekspor minyak sawit dunia, sedangkan Indonesia hanya menguasai 39 %. Untuk lebih jelasnya perkembangan ekspor minyak sawit Malaysia dan Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2. (ribu ton) 18000 16000 Ekspor Minyak Sawit Malaysia 14000 12000 10000 8000 6000 Ekspor Minyak Sawit Indonesia 4000 2000 0 1998 2000 2002 2004 2006 2008 Sumber : MPOB, 2008. Gambar 2. Grafik Perkembangan Ekspor Minyak Sawit Malaysia dan Indonesia Tahun 1998 - 2008 Malaysia mengekspor minyak sawit pada tahun 2005 sekitar 90.7% dari total produksi ke luar negeri dalam bentuk 79.29 % produk minyak sawit olahan (PPO) dan sisanya 20.71 % diekspor dalam bentuk minyak sawit mentah (CPO). Total ekspor minyak sawit Malaysia naik dari 1.34 juta ton tahun 1976 menjadi 10.95 juta ton tahun 2000 dan 13.445 juta ton pada tahun 2005 serta 15.413 juta ton pada tahun 2008. Sedangkan konsumsi dalam negeri Malaysia pada tahun 2008 adalah sekitar 2.32 juta ton (13 %) dari total produksi berupa minyak goreng, deterjen, bio-diesel dan produk olahan lainnya. (Oil World, 2008) Sedangkan Indonesia mengekspor minyak sawit pada pada tahun 2005 sebanyak 10.4 juta ton dan naik menjadi 14.47 juta ton (75 %) pada tahun 2008 dalam bentuk minyak sawit mentah Crude Palm Oil-CPO (87 %) dan minyak sawit yang telah diolah Process Palm Oil-PPO (13%), sedangkan sisanya pada tahun 2008 sekitar 4.83 juta ton (25 %) dikonsumsi di dalam negeri dalam bentuk minyak goreng 85 %, dalam bentuk sabun sekitar 12 %, dan oleo kimia sekitar 3 %. Seiring kenaikan jumlah penduduk, konsumsi minyak sawit dalam negeri Indonesia pada tahun 2003 adalah 2.9 juta ton, pada tahun 2005 naik menjadi 3.7 juta ton, dan naik lagi menjadi 4.83 juta ton pada tahun 2008. (Oil World, 2008) Dari sisi perpajakan, pengenaan pajak ekspor minyak sawit oleh pemerintah Malaysia hanya bertujuan untuk stabilisasi harga produk sawit di tingkat kebun dan ditingkat produsen CPO, maksudnya untuk menjamin agar pemerintah mendapat nilai surplus dari hasil ekspor sektor pertanian. Sebaliknya pengenaan pajak ekspor minyak sawit di Indonesia mempunyai tujuan ganda yaitu untuk menjamin ketersediaan minyak goreng dalam negeri dan stabilisasi harga. Kebijakan stabilisasi harga juga mencakup beberapa langkah seperti pengaturan stok minyak goreng oleh BULOG (Badan Urusan Logistik) dan campur tangan langsung pemerintah dalam produksi dan pemasaran minyak sawit. Pada dasarnya, pemberlakuan pajak ekspor berpengaruh langsung pada penjualan minyak sawit di pasar dunia, sebaliknya harga minyak sawit dunia juga berpengaruh pada cadangan minyak sawit dalam negeri Malaysia. Dari tujuan pengenaan pajak ekspor di Malaysia dengan Indonesia, terkesan bahwa kebijakan pemerintah Indonesia dalam mengelola industri kelapa sawit tidak memiliki fokus yang jelas antara kepentingan dalam negeri atau kepentingan ekspor, fenomena ini harus diwaspadai karena pemerintah Indonesia sering terjebak dalam perdebatan tentang kebijakan semenjak tahun 1994-1995. Data menunjukkan bahwa pangsa pasar ekspor minyak sawit Indonesia cenderung tidak berkembang bahkan ke Uni Eropa mengalami penurunan dari 67.5 % pada tahun 1985 menjadi 21 % tahun 2000, apa lagi industri pengolahan produk turunan CPO Indonesia juga tidak berkembang, Indonesia tetap mengandalkan ekspor minyak sawit mentah ke pasar dunia dan mengandalkan penjualan Tandan Buah Segar (TBS) yang nilainya relatif kecil dibandingkan nilai tambah penjualan produk turunan CPO. Sebelum diterapkan kebijakan pasar bebas di kawasan ASEAN (ASEAN Free Trade Area-AFTA) tahun 2005 dan pasar bebas dilingkungan anggota APEC 2020, pemerintah dan swasta Malaysia telah mempersiapkan berbagai upaya dalam menata pasar minyak sawit dan produk industri sawit semenjak tahun 1986. Penataan meliputi struktur, perilaku dan kinerja pasar serta kebijakan pemerintah dalam melakukan diversifikasi pasar pengembangan teknologi, pengolahan produk turunan CPO, diferensiasi produk, rekayasa sosial dan organisasi ekonomi serta membenahi lini pemasaran yang terintegrasi dari prosesing sampai ke jaringan pemasaran akhir yaitu ke outlet komsumen di negara tujuan ekspor. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui struktur, perilaku dan kinerja industri kelapa sawit dan produk industri kelapa sawit Malaysia dan mengetahui bagaimana improvisasi penerapan konsep Struktur, Perilaku dan Kinerja (SCP) serta mengetahui strategi kebijakan pemerintah dan swasta Malaysia dalam pengembangan pasar dalam negeri dan luar negeri, strategi mengatasi berbagai masalah dalam perdagangan Internasional seperti distorsi, proteksi dari negara maju sebagai negara kompetitor minyak sawit Malaysia serta mengambil pelajaran dari kesuksesan Malaysia tersebut. 1.2. Perumusan Masalah Keunggulan pemerintah dan perusahaan swasta Malaysia dalam mengembangkan pasar produk kelapa sawit, mengembangkan teknologi pengolahan minyak sawit serta mengembangkan teknologi produksi dapat dilihat dari keberhasilan Industri kelapa sawit Malaysia tahun 2008 dalam menerobos pasar minyak dan lemak nabati ke 155 negara tujuan ekspor di seluruh dunia dengan 105 macam produk turunan minyak sawit ke berbagai segmen pasar. Ekspor minyak sawit dan produk turunan kelapa sawit Malaysia memiliki peranan penting semenjak tahun 1970-an, pendapatan yang diterima Malaysia dari ekspor minyak sawit dan produk turunan paling besar dibandingkan komoditas pertanian lainnya. Pada tahun 2005 nilai ekspor minyak sawit Malaysia mencapai RM 26 200 juta dengan kontribusi terhadap GDP sekitar 7%, pada tahun 2006 nilai nominal ekspor minyak sawit Malaysia naik menjadi RM 31 813.1 juta dan naik lagi menjadi RM 45 114.7 juta pada tahun 2007 dan naik menjadi RM 65 215.2 juta pada tahun 2008. (MPOB, 2009). Volume ekspor minyak kelapa sawit yang sudah diproses terus meningkat seperti pada tahun 1975 hanya 0.215 juta ton, meningkat menjadi 2.07 juta ton pada 1980, kemudian meningkat menjadi 3.4 juta ton pada 1985, dan 6.49 juta ton pada tahun 1995, pada tahun 2003 naik cepat menjadi 11 juta ton serta pada tahun 2008 naik lagi menjadi 13.07 juta ton. Pada dasarnya, banyak masalah yang dihadapi industri kelapa sawit Malaysia terutama turunnya harga minyak sawit dunia mulai tahun 1999, tahun 2000 dan tahun 2001 seiring meningkatnya produksi minyak dan lemak nabati lain seperti minyak kacang kedele, minyak bunga matahari, minyak canola (rapseed), minyak kelapa, minyak dan lemak hewani dari negara lain. Pada tahun 2003 terdapat kelebihan cadangan akhir minyak dan lemak dunia sekitar 14.38 juta ton atau 30% dari total ekspor minyak dan lemak dunia dan cadangan akhir pada tahun 2008 naik menjadi 18.99 juta ton (30%) dari total ekspor minyak dan lemak dunia sehingga kondisi pasarnya mendekati jenuh. (MPOB, 2008). Masalah lain yang cukup berat dihadapi industri kelapa sawit Malaysia adalah tidak sehatnya persaingan pada pasar minyak dan lemak nabati dunia yaitu masih terdapat distorsi perdagangan bebas berupa proteksi dan subsidi dari pemerintah Amerika Serikat, beberapa negara Eropa dan negara lain kepada petaninya dan tingginya tarif impor negara tersebut terhadap minyak sawit, secara tidak langsung berdampak pada turunnya harga minyak sawit dunia. (Balu, 2002). Turunnya harga minyak sawit dunia pada tahun 2000 dan tahun 2001 menimbulkan kekhawatiran dikalangan pelaku utama industri kelapa sawit di Malaysia dan beberapa perusahaan perkebunan mendekati kebangkrutan karena harga jual minyak sawit telah mendekati biaya pokok produksi terutama di negara bagian Sabah dan Serawak Malaysia dan penurunan harga jual ini dapat mempengaruhi struktur dan kinerja pasar minyak sawit Malaysia dan produk turunannya. Perkembangan harga dari beberapa minyak dan lemak dunia dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1. US $/Ton 1600 1400 1200 Kedele 1000 Bunga M Hari 800 Conola 600 Sawit 400 200 2008 2006 2004 2002 2000 1998 1996 1994 1992 1990 1988 1986 1984 1982 1980 0 Sumber : MPOB, 2008. Gambar 3. Grafik Perkembangan Harga Minyak Nabati Utama Dunia 1980-2008 Persaingan harga minyak dan lemak dunia dapat dilihat dari cenderung turunnya harga minyak sawit dunia semenjak tahun 1984 dari US$ 729 per ton menjadi US$ 528 per ton pada tahun 1994 dan turun lagi menjadi US$ 286 per ton pada tahun 2001. Disamping itu harga minyak kedele dunia juga turun dari US$ 725 per ton tahun 1984 menjadi US$ 615 per ton tahun 1994, turun lagi menjadi US$ 354 per ton pada tahun 2001 dan begitu juga dengan minyak nabati lain, mengalami penurunan. Salah satu upaya pengembangan pasar minyak sawit Malaysia adalah dengan mengembangkan keragaman produk industri minyak sawit untuk meningkatkan respon industri hulunya, beberapa industri memiliki kemampuan untuk memberi respon yang lebih baik dibandingkan yang lainnya, dan industri yang berada pada kelompok ini dapat diidentifikasi sebagai industri yang memiliki kemampuan usaha yang tinggi. Di lain pihak tantangan terbesar Industri sawit Malaysia adalah untuk dapat mewujudkan industri sawit Malaysia tetap tangguh, mampu berusaha secara efisien dan tetap konsisten sebagai industri komersial penuh. Hal ini dapat diartikan sebagai tantangan untuk meningkatkan kinerja industri. Melihat semakin beragamnya industri pengolahan minyak sawit Malaysia dari tahun 1980 sampai tahun 2008, dapat diduga bahwa diantara industri ada yang mampu menjawab tantangan, tetapi ada juga yang tidak mampu bersaing. Dalam kerangka pemikiran teori organisasi ekonomi dan ekonomi kelembagaan, perilaku usaha (business conduct/ business behavior/ business strategy) yang kemudian mempengaruhi kinerja (businesss performance). Kinerja itu sendiri pada gilirannya akan membangun struktur industri. Permasalahan berikut yang tak kalah penting adalah, negara maju sebagai kompetitor minyak sawit dunia sering melontarkan isu bahwa industri kelapa sawit negara tropis dapat merusak lingkungan, merusak tempat tinggal orang hutan, merusak kesehatan manusia dengan kandungan kolesterol yang tinggi bahkan sistem monokultur perkebunan sawit merusak keanekaragaman hayati (biodiversity) hutan tropis dengan kata-kata penghinaan bahwa CPO kejam (Cruel Palm Oil). (Deshpande, 2006) Merespons sulitnya tantangan dalam pengembangan pasar minyak sawit, pemerintah dan swasta Malaysia membuat berbagai inovasi pengembangan usaha terutama pada prilaku perusahaan (business conduct) dan pengembangan strategi, diversifikasi pasar (market seeker strategy), pengembangan teknologi informasi, peningkatan infrastruktur transportasi, peningkatan teknologi perangkat pemasaran, teknologi pemurnian CPO dan teknologi pengolahan produk turunan CPO dan diferensiasi produk turunan CPO (technology seeker strategy). Disamping upaya pengembangan pasar yang efisien, hal-hal yang berkenaan dengan tuntutan standar mutu, spesifikasi produk, nilai gizi komposisi kimia produk, kemasan produk, pelayanan informasi serta ketepatan pengiriman, diolah memakai teknologi termaju dengan berbagai inovasi pada bidangnya masing-masing agar tuntutan konsumen terpenuhi. Arah pengembangan teknologi industri pengolahan kelapa sawit Malaysia adalah mengupayakan agar minyak sawit dan produk turunannya menjadi produk komersial penuh (full commercial product) untuk memenuhi permintaan pasar. (Basiron, 2005). Upaya lain, terutama dalam memenuhi target quota ekspor dan kontinuitas produk, industri kelapa sawit Malaysia melakukan strategi penguasaan sumber daya lahan dengan ekspansi investasi ke negara lain seperti ke Indonesia, Vietnam, Thailand bahkan ke Amerika Latin. Banyak perusahaan swasta Malaysia yang telah membangun kebun sawit bekerjasama dengan perusahaan swasta di Indonesia (resources seeker strategy). (Ming, 2005) Adapun kajian pasar minyak sawit dan produk sawit Malaysia dipandang sangat relevan, karena peranan indutsri ini menjadi sangat penting dalam menyumbang devisa bagi Malaysia terutama kontribusi industri produk turunan minyak sawit, dan menjadi pembelajaran bagi pengembangan pasar bagi Industri minyak sawit di Indonesia. Tiga pilar utama sebagai pelaku dalam industri kelapa sawit dan industri produk turunannya di Malaysia selama ini adalah : pertama, pengembang industri perkebunan yang terdiri dari kumpulan perusahaan swasta besar sebagai mayoritas 59.1 %, Badan Usaha Milik Pemerintah Malaysia 22.3 %, milik negara kerajaan 8.4 % dan perkebunan rakyat 10.2 %, kedua, industri prosesor minyak kelapa sawit seperti kumpulan pabrik CPO, perusahaan minyak goreng, perusahaan oleokimia, perusahaan penjernih CPO dan perusahaan produk turunan CPO lainnya, dan ketiga kumpulan pedagang dan eksportir minyak sawit dan produk turunannya. Ketiga pilar ini disebut dengan pengembang, pengilang dan pedagang (growers, refineries and traders). Dengan demikian disertasi ini ingin menjawab pertanyaan sebagai barikut : 1. Bagaimana terapan konsep struktur, perilaku dan strategi sehingga mempengaruhi kinerja industri sawit dan produk turunan industri sawit di Malaysia dalam pengembangan pasar, disisi lain harus menghadapi turunnya harga, distorsi perdagangan dan proteksi, subsidi pertanian, isu lingkungan dan isu kesehatan dari negara kompetitor minyak kelapa sawit Malaysia ? 2. Bagaimana implikasi kebijakan dari kemajuan industri sawit Malaysia bagi pengembangan Industri Sawit Indonesia ? 1.3. Tujuan Penelitian Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji struktur, perilaku dan kinerja industri sawit di Malaysia dan implikasinya bagi pengembangan industri kelapa sawit Indonesia serta improvisasi penerapan konsep analisis SCP dalam pengembangan pasar minyak kelapa sawit dan produk industri sawit Malaysia dan Indonesia. Secara spesifik tujuannya adalah : 1. Mengkaji pengembangan pasar dari sisi struktur (structure), perilaku (conduct), dan strategi kebijakan pemerintah sehingga kinerja (performance) dalam hal ini nilai produk industri sawit dan produk turunan sawit Malaysia lebih besar daripada nilai produk industri sawit Indonesia serta membandingkan improvisasi penerapan konsep analisis SCP di Malaysia dan Indonesia. 2. Untuk mengetahui implikasi kebijakan dari kemajuan industri sawit Malaysia bagi pengembangan Industri Sawit di Indonesia 1.4. Menfaat Penelitian Hasil penelitian dimaksudkan dapat memberikan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan maupun bagi kepentingan pemerintah Malaysia dan Indonesia, khususnya adalah : 1. Sebagai Masukan bagi pemerintah Malaysia dan bahan pembelajaran bagi pemerintah Indonesia dan perusahaan swasta dalam pengembangan industri kelapa sawit dimasa datang 2. Pengembangan konsep analisis struktur, perilaku dan kinerja dalam memperkaya khasanah model analisis ekonomi pasar. 3. Sebagai bahan perbandingan bagi pengambil keuputusan dibidang pengembangan pasar pada industri kelapa sawit di Indonesia 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Kegiatan penelitian ini diawali oleh suatu diskusi mengenai perkembangan pasar minyak sawit Malaysia dan produk turunannya, kemudian disusun model analisis empiris mengenai struktur, perilaku, dan kinerja. Lingkup kajian penelitian ini adalah upaya pemerintah dan swasta Malaysia mengembangkan pasar komoditas sawit dan produk turunan sawit di Malaysia yang harus menghadapi berbagai permasalahan; turunnya harga, distorsi perdagangan, proteksi, pengembangan teknologi, perdagangan bebas, diferensiasi produk, diversifikasi pasar produk turunan CPO serta implikasi kebijakan bagi pengembangan industri sawit Indonesia. Ruang lingkup analisis dibatasi : 1. Analisis pembahasan dibatasi pada aspek strategi pengembangan pasar minyak sawit dalam kaitannya dengan organisasi ekonomi dan lembaga serta kelembagaan dalam negeri Malaysia serta sedikit membahas pengembangan pasar produk turunan minyak sawit utama yang mendominasi pasar dunia tanpa membahas aspek produksi secara lebih dalam. 2. Sedikit membahas pemasaran Internasional produk turunan utama dari minyak sawit Malaysia, strategi diversivikasi pasar dan diferensiasi produk turunan minyak sawit Malaysia. 1.6. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini membutuhkan kajian lebih lanjut karena keterbatasan dana penelitian penulis sendiri untuk mendapatkan data dan informasi yang lebih kompleks serta terbatasnya waktu penelitian yang tersedia.