BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Manajemen Manajemen merupakan alat yang digunakan oleh perusahaan dalam rangka mencapai tujuan. Manajemen yang baik akan memudahkan perusahaan untuk mencapai tujuan. Pengertian manajemen menurut Robbins (1999, p.8) adalah proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan secara efisien dan efektif. Proses ini tidak lepas dari peran organisasi sebagai bagian dari sebuah perusahaan. Organisasi adalah individu-individu atau kelompok yang dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Hasibuan (2002, p.1), manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. 2.1.1.1 Fungsi Manajemen Menurut Robbins (1999, p.11) fungsi manajemen yang dilakukan oleh seorang manajer dalam suatu perusahaan terbagi menjadi empat, dimana setiap fungsinya saling berkaitan. Empat fungsi tersebut yaitu : Planning (Perencanaan) Yaitu penentuan program personalia yang akan membantu tercapainya sasaran yang telah di tetapkan. Organizing (Pengorganisasian) Yaitu suatu kegiatan untuk merancang struktur hubungan antar pekerja, personalia, dan faktor-faktor fisik. Directing (Pengarahan) Yaitu kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerja sama dan bekerja secara efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Controlling (Pengendalian) Yaitu fungsi manajerial yang terdiri dari tindakan-tindakan untuk mengetahui apakah prestasi yang dicapai sudah sesuai dengan yang di rencanakan. Disamping fungsi-fungsi manajemen diatas, menurut Sedarmayanti (2001, p.9) dalam perusahaan terdapat pula fungsi-fungsi operasional diantaranya yaitu : Procurement (Pengadaan Tenaga Kerja) Adalah proses penarikan, seleksi, dan penempatan agar terdapat karyawan yang cocok dengan kebutuhan. Development (Pengembangan) Yaitu merupakan peningkatan keterampilan teknis, kedisiplinan dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. Compensation (Kompensasi) Yaitu pemberian balas jasa secara langsung kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikannya kepada perusahaan. Integration (Pengintegrasian) Yaitu usaha untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan agar tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan. Maintenance (Pemeliharaan) Yaitu kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental dan loyalitas karyawan. Kedisiplinan Kedisiplinan merupakan salah satu fungsi manajemen SDM yang penting dan merupakan kunci terwujudnya tujuan, karena tanpa adanya disiplin, maka sulit mewujudkan tujuan yang maksimal. Kedisiplinan merupakan keinginan dan kesadaran untuk menaati peraturan organisasi dan norma sosial. Kedisiplinan dikenal juga dengan istilah penilaian kinerja. Separation (Pemutusan Hubungan Kerja) Yaitu pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan yang di sebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun, meninggal dunia dan lain sebagainya. 2.1.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) Peranan Sumber Daya Manusia (SDM) semakin mendapat perhatian. SDM merupakan faktor yang paling mendasar dalam meningkatkan pembangunan di berbagai sektor, dengan melibatkan seluruh departemen yang didalamnya terdapat pengelolaan manusia. Mengelola manusia merupakan suatu hal yang tidak mudah karena manusia selalu berkembang dengan pikiran dan akal, serta memiliki peranan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Pengelolaan ini sering disebut juga dengan MSDM. Berdasarkan pendapat Cushway (2002, p.4-6), MSDM merupakan bagian dari proses organisasi dalam mencapai tujuan. Setelah arah dan strategi umum ditentukan, maka langkah berikutnya adalah merumuskan tujuan yang lebih tegas dan mengembangkan dalam bentuk rencana kerja. Tujuan tidak dicapai tanpa adanya sumber yang diperlukan, termasuk sumber daya manusia. MSDM harus merupakan bagian dari proses yang menentukan apa yang diperlukan oleh manusia, bagaimana menggunakan manusia, bagaimana memperolehnya, dan bagaimana mengatur mereka. MSDM harus diintegrasikan secara penuh dengan proses-proses manajemen yang lain. Menurut pendapat Hasibuan (2002, p.10), MSDM adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Menurut Dessler (2003, p.2) Human Resource Management (HRM) the policies and practices involved in carrying out the ”people” or human resource aspects of management position, including recruiting, screening, training, rewarding, and appraising. Menurut Robert dan Jackson (2003, p.4-5), Human Resource (HR) Management the design of formal system in an organization to ensure effective and effecient use of human talent to accomplish organizational goals. MSDM merupakan perancangan sistem formal dari suatu organisasi, yang digunakan untuk memastikan keefektifan dan keefisienan dari kemampuan karyawan dalam memenuhi tujuan organisasi. Letak MSDM dalam hubungannya dengan aktivitas organisasi yang lain digambarkan dalam gambar berikut : Sumber : Cushway, MSDM (2002, p.5) Gambar 2.1 Letak MSDM dalam hubungannya dengan aktivitas organisasi 2.1.1.3 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) Berdasarkan pendapat Cushway (2002, p.6-7), tujuan dari MSDM bervariasi antara satu organisasi dengan organisasi lain, tergantung pada tingkat perkembangan organisasi, yang mencakup hal-hal berikut : Memberikan sasaran kepada manajemen tentang kebijakan SDM guna memastikan organisasi memiliki tenaga kerja yang bermotivasi dan berkinerja tinggi, serta dilengkapin dengan sarana untuk menghadapi perubahan dan dapat memenuhi kebutuhan pekerjanya. Melaksanakan dan memelihara semua kebijakan dan prosedur SDM yang diperlukan untuk memastikan pencapaian tujuan organisasi. Membantu perkembangan arah dan strategi organisasi secara keseluruhan, terutama dengan memperhatikan segi-segi SDM. Menyediakan bantuan menciptakan kondisi yang dapat membantu manajer lini dalam mencapai tujuan mereka. Mengatasi krisis dan situasi sulit dalam hubungan antar pegawai untuk memastikan tidak adanya gangguan dalam pencapaian tujuan organisasi. Menyediakan sarana komunikasi antara karyawan dengan manajemen organisasi. Bertindak sebagai penjamin standar dan nilai organisasi dalam pengelolaan SDM. 2.1.1.4 Aktivitas Utama Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) Berdasarkan pendapat Cushway (2002, p.7-9), MSDM adalah kegiatan mendapatkan, mengelola, dan melepaskan sumber-sumber, dalam hal ini adalah manusia. Dibawah ini penjelasan mengenai aktivitas MSDM adalah sebagai berikut : Mendapatkan Sumber Daya Merupakan langkah dalam proses penentuan persyaratan organisasi mengenai sumber yang ingin diperoleh dengan memperhatikan kualitas, tipe, dan kualitas. Mengelola Sumber Daya Setelah organisasi mendapatkan semua tenaga yang diperlukan untuk mencapai tujuannya, prioritas berikutnya adalah memastikan bahwa tenaga kerja tersebut akan tinggal cukup lama di organisasi, sehingga efektif dan dapat menunjukkan kinerja yang baik selama mereka disana. Salah satunya adalah : Menasehati dan menetapkan strategi pengupahan yang dapat menunjang tujuan organisasi dan rencana bisnis, yaitu strategi pengupahan yang dapat menarik dan mempertahankan pegawai sesuai dengan kemampuannya Pemutusan Sumber Daya Akan tiba masanya dimana pegawai harus melepaskan diri dari organisasi. Alasannya bisa karena pensiun, mengundurkan diri, selesai kontrak, berakhir kontrak pelatihan, pemecatan, redundasi, dan sebagainya. 2.1.1.5 Manajemen Mutu Dalam buku Sistem Penjaminan Mutu di Perguruan Tinggi karangan Rinda Hedwig (2007, p.1-2), mutu adalah agenda utama dan meningkatkan mutu merupakan tugas yang paling penting. Mutu adalah sebuah konsep. Mutu merupakan suatu hal yang membedakan antara yang baik dan yang sebaliknya. Mutu merupakan masalah pokok yang akan menjamin perkembangan universitas dalam meraih status ditengah-tengah persaingan dunia pendidikan yang semakin ketat. Binus University memiliki persaingan dalam hal mutu. Sumber mutu dalam pendidikan, misalnya gedung yang bagus, dosen yang berkualitas, nilai moral yang tinggi, hasil ujian yang memuaskan, aplikasi teknologi, metode belajar yang memadai, dan kombinasi faktor-faktor tersebut. ISO (International Organization for Standardization) 9001 yang telah diterima oleh Binus University merupakan bagian dari penghargaan dan standar mutu untuk mempromosikan mutu dan keunggulannya. Peningkatan mutu menjadi semakin penting bagi institusi yang digunakan untuk memperoleh kontrol yang lebih baik melalui usahanya sendiri. Universitas harus mampu memberikan pendidikan yang bermutu. Penjaminan mutu pendidikan tinggi di perguruan tinggi adalah proses penerapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan dan pendidikan tinggi secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga memperoleh kepuasan. Sasaran mutu yang ada dalam ISO 9001 memiliki beberapa tahapan. Evaluasi merupakan tahapan pertama, untuk mengetahui tantangan dan hambatan yang dihadapi. Kemudian melakukan tinjauan terhadap kesesuaian visi dan misi dalam menjawab tantangan dan hambatan tersebut. Tahap berikutnya adalah dengan menerapkan manajemen mutu yang kemudian diikuti proses evaluasi dan revisi dari standar mutu, melalui tolak ukur secara berkelanjutan. Penjaminan mutu merupakan pekerjaan rutin yang berkesinambungan dan harus terus menerus dilakukan. 2.1.1.6 Prinsip Manajemen Mutu ISO 9001 : 2000 disusun berlandaskan pada delapan prinsip manajemen kualitas yang dapat digunakan oleh manajemen senior sebagai suatu kerangka kinerja ( framework ) yang membimbing organisasi menuju peningkatan kinerja. Menurut Vincent (2001, p.75-84) dalam buku Rinda Hedwig (2007) terdapat delapan prinsip manajemen kualitas. Delapan prinsip manajemen kualitas yang menjadi landasan penyusunan ISO 9001 : 2000 itu adalah : Prinsip 1 : Fokus Pada Pelanggan Organisasi/perusahaan tergantung pada pelanggan mereka, yang merupakan kunci untuk meraih keuntungan dan pandangan mereka menentukan kelangsungan hidup organisasi. Oleh karena itu, organisasi harus mengerti keinginan pelanggan sekarang dan yang akan datang, berusaha memenuhi kebutuhan (persyaratan) pelanggan dan berusaha melebihi harapan (ekspektasi) pelanggan. Prinsip 2: Kepemimpinan Pemimpin organisasi menetapkan kesatuan tujuan dan arah dari perusahaan (organisasi). Mereka harus menciptakan dan memelihara lingkungan internal agar orang-orang dapat menjadi terlibat secara penuh dalam mencapai tujuan organisasi. Prinsip kepemimpinan berkaitan erat dengan manajemen yang saling melengkapi, dala arti bahwa kepemimpinan berkaitan dengan inovasi, inisiatif, dan bagaimana memotivasi perusahaan untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan. Sedangkan manajemen berkaitan dengan sistem, pengendalian, prosedur, kebijakan, dan struktur. Dengan demikian, kinerja pemimpin (leader) adalah memiliki kemampuan memotivasi orang lain, untuk terlibat dalam pencapaian sasaran perusahaan. Prinsip 3 : Keterlibatan Personel Keterlibatan personel pada semua tingkatan membawa manfaat bagi perusahaan dimana karyawan diberi kesempatan dalam merencanakan, menerapkan rencana dan mengendalikan rencana pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya sehingga dengan adanya kebebasan dan kewenangan dalam melakukan pekerjaan, karyawan akan memiliki ’rasa memiliki perusahaan’ dan tanggung jawab dalam memecahkan masalah. Hal ini bukan berarti karyawan dibiarkan memutuskan caranya dalam melakukan segala sesuatu, melainkan pemberian kebebasan sesuai dengan standar lingkup kerja karyawan yang akan memicu karyawan untuk aktif dalam melihat peluang untuk peningkatan kompetensi, pengetahuan, dan pengalaman. Hal ini dapat dilakukan dengan perekrutan SDM (Sumber Daya Manusia) yang tepat, memberikan pelatihan, kemudian memberikan tingkat tanggung jawab dan wewenang yang sesuai Prinsip 4 : Pendekatan Proses Standar ISO mengembangkan pemakaian pendekatan proses pada masa pembuatan, penerapan, dan peningkatan sistem manajemen mutu yang efektif. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dengan memenuhi berbagai persyaratan pelanggan. Suatu hasil yang diinginkan akan tercapai secara lebih efisien, apabila aktivitas dan sumber-sumber daya yang berkaitan dikelola sebagai suatu proses. Suatu proses dapat didefinisikan sebagai integrasi sekuensial dari orang, material, metode, mesin, dan peralatan dalam suatu lingkungan guna menghasilkan nilai tambah output bagi pelanggan. Suatu proses mengkonversi input terukur kedalam output terukur melalui sejumlah langkah sekuensial yang terorganisasi. Prinsip 5 : Pendekatan Sistem Terhadap Manajemen Pendekatan sistem terhadap manajemen baru dapat dilakukan jika pendekatan proses telah diterapkan, dengan kata lain, pendekatan sistem terhadap manajemen adalah kumpulan pendekatan proses yang merupakan indentifikasi, pemahaman, pengelolaan, sistem dari proses Prinsip 6 : Peningkatan Berkesinambungan Pada peningkatan berkesinambungan (cultural improvment) berbeda dengan peningkatan terus-menerus (continious Improvment), pada peningkatan berkesinambungan peningkatan dilakukan pertama kali kemudian distabilkan terlebih dahulu dan dibuatkan standar sehingga mampu memasuki peningkatan kedua dan seterusnya, pada peningkatan terus-menerus peningkatan dilakukan terus menerus setelah terjadi penyempurnaan melalui revisi. Prinsip 7 : Pembuatan Keputusan Berdasarkan Fakta Keputusan yang efektif adalah keputusan yang berdasarkan analisis data dan informasi yang dipertangggung jawabkan untuk menghilangkan akar penyebab masalah, sehingga masalah-masalah mutu dapat terselesaikan dengan efektif dan efisien. Prinsip 8 : Hubungan Saling Menguntungkan Dengan Pemasok Suatu organisasi dengan pemasoknya adalah saling tergantung, dan pada suatu meningkatkan hubungan yang saling kemampuan bersama menguntungkan dalam menciptakan akan nilai tambah. 2.1.2 Kuesioner Yang Efektif Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pernyataan atau pertanyaan tertulis secara terperinci dan lengkap kepada responden untuk dijawab dengan alternatif jawaban sesuai denga jenis kuesioner yang dipergunakan dalam pengumpulan data. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila mengetahui dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. Kuesioner biasa dilakukan apabila responden yang ada cukup besar dan tersebar di wilayah yang luas. Dengan menggunakan kuesioner sebagai alat ukur, maka akan tercipta suatu kondisi yang cukup baik, sehingga data yang diberikan bersifat obyektif dan cepat. Dalam membuat kuesioner ada beberapa hal yang menjadi prisip dan harus diperhatikan. Dalam modul metode penelitian bisnis (2007), dibawah ini berikut penjelasan mengenai kuesioner yang efektif. 2.1.2.1 Tahapan Untuk Membuat Suatu Kuesioner Tahapan untuk membuat suatu kuesioner yang baik adalah sebagai berikut : Menetapkan tujuan Menetapkan tujuan dilakukan untuk memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan penelitian. Memilih jenis pertanyaan yang baik dan cocok, ada 3 jenis pertanyaan yang dapat digunakan dalam merancang kuesioner yaitu : - Pertanyaan terbuka, merupakan pertanyaan yang tidak menggiring responden ke jawaban yang sudah ditentukan yang tinggal dipilih alternatif jawaban. Jenis ini meminta responden untuk menuliskan jawaban atas macam sejumlah pertanyaan yang ada pada kuesioner tersebut. - Pertanyaan tertutup, merupakan pertanyaan yang sudah menggiring responen ke jawaban yang sudah ditentukan terlebih dahulu, contohnya setuju atau tidak setuju. - Kombinasi pertanyaan terbuka dan tertutup, merupakan kombinasi dari penggunaan kedua macam pertanyaan terbuka dan tertutup. Mengikuti aturan dalam membuat pertanyaan yang baik. Terdapat sembilan aturan dalam membuat pertanyaan yang baik, yaitu : - Gunakan kata-kata yang sederhana, kata-kata yang sederhana dapat diketahui oleh semua responden. Hindari istilah yang tidak lazim digunakan sehingga mudah dimengerti oleh seluruh responden. - Pertanyaan jelas dan khusus. - Pertanyaan berlaku bagi semua responden. - Berkaitan pertanyaan dengan masalah dan sasaran harus berkaitan dengan penelitian dan sasaran-sasaran penelitian. penelitian, masalah-masalah - Tidak ambigu, pertanyaan harus jelas dan tidak menimbulkan tafsir majemuk. - Tidak menggiring, pertanyaan tidak boleh menggiring responden untuk memberikan alternatif jawaban tertentu. - Tidak memuat informasi yang tidak dimiliki oleh responden. - Tidak memuat hal-hal yang bersifat pribadi dan peka, pertanyaan tidak boleh memuat hal-hal yang bersifat pribadi dan peka, sehingga responden mungkin menolak menjawabnya. - Tidak bersifat klise, pertanyaan tidak boleh klise, sehingga jawabannya juga cenderung klise (stereotip). 2.1.2.2 Prinsip Penulisan Kuesioner Isi pertanyaan dalam kuesioner harus sesuai dengan tujuan dan disusun dengan skala pengukuran dan jumlahnya dapat mewakili variabel yang akan diteliti. Penggunaan bahasa dalam kuesioner harus disesuaikan dengan kemampuan bahasa responden. Pertanyaan dalam kuesioner dapat bersifat tertutup maupun terbuka. Pertanyaan tertutup akan lebih memudahkan responden dalam mengisi kuesioner. Kalimat-kalimat dalam kuesioner perlu dibuat negatif dan positif. Tidak diperkenankan memberikan pertanyaan ganda dalam kuesioner. Tidak memberikan pertanyaan yang sulit dimengerti oleh reponden. Pertanyaan dalam kuesioner juga tidak hanya kearah yang buruk saja tapi juga harus kearah yang baik. Pertanyaan dalam kuesioner juga tidak boleh terlalu panjang. Penyusunan pertanyaan dalam kuesioner sebaiknya dimulai dari pertanyaan umum menuju ke hal yang khusus. 2.1.2.3 Jenis Pertanyaan Jenis pertanyaan yang digunakan dalam penyusunan kuesioner terdapat bebrapa jenis, yaitu : Pertanyaan tertutup, kemungkinan jawabannya sudah ditentukan lebih dahulu dan responden tidak diberi kesempatan untuk memberikan jawaban lain. Pertanyaan terbuka, kemungkinan jawabannya tidak ditentukan lebih dahulu dan responden bebas untuk memberikan jawaban lain. Kombinasi tertutup dan terbuka, jawabannya sudah ditentukan tetapi kemudian disusul dengan pertanyaan terbuka. Pertanyaan semi terbuka, pada pertanyaan jenis ini jawabannya sudah tersusun tetapi masih ada kemungkinan tambahan jawaban. 2.1.2.4 Klasifikasi Kuesioner Berdasarkan buku merancang kuesioner karangan Paul Hague (1993), dibawah ini terdapat tebel yang menunjukkan klasifikasi kuesioner. Tabel 2.1 Klasifikasi Kuesioner Tipe Kuesioner Cakupan Penggunaan Kuesioner Terstruktur Digunakan dalam program wawancara Pelaksanaan Telepon/tatap muka/diisi sendiri besar (lebih dari 50 wawancara). Khususnya digunakan apabila kemungkinan responden dapat diantisipasi Semi-terstruktur Digunakan secara luas dalam riset tatap muka/ Telepon pasar dimana berbagai respon seluruhnya ditampung. Juga digunakan jika respon tidak dapat diantisipasi Tidak-terstruktur Dasar dari banyak studi teknis atau riset pasar yang sempit. Juga digunakan dalam wawancara mendalam dan kelompok diskusi. Mengijinkan penyelidikan dan pencarian lebih jauh karena periset tidak dapat mengantisipasi respon sebelum wawancara dilakukan Sumber : Hague Paul, Merancang Kuesioner (1993, p.18) Kelompok diskusi/wawancara kunjungan survei/wawancara telepon mendalam 2.1.3 Kinerja Menurut pendapat Sagala (2007 p.271), performansi/kinerja adalah perilaku yang menunjukkan kompetensi yang relevan dengan tugas yang realistis dan gambaran perilaku difokuskan pada konteks pekerjaan yaitu perilaku diwujudkan untuk memperjelas deskripsi-deskripsi kerja menentukan kinerja yang akan memenuhi kebutuhan organisasi yang diinginkan Dalam buku Cara Menggunakan dan Memaknai Analisis Jalur (Path Analysis) karangan Riduwan dan Engkos Achmad Kuncoro (2007, p.189-190), kinerja adalah hasil atau tingkat keberasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Jika dilihat dari asal katanya, kata kinerja adalah terjemahan dari kata performance, yang menurut The Scribner-Bantam English Dictionary, terbitan Amerika Serikat dan Canada (1979), berasal dari kata “to perform” dengan beberapa “entries” yaitu : Melakukan, menjalankan dan melaksanakan (to do or carry out, execute ). Memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu niat atau nazar (to discharge of fulfill; as vow). Melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute or complete an understahing ). Melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin (to do what is expected of a person machine). Dibawah ini terdapat beberapa pengertian dari kinerja dalam Riduwan dan Engkos (2007, p.189), diantaranya yaitu : Menurut Griffin (1987), kinerja merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada diri pekerja. Menurut Mitchel, T. R. dan Larson (1987, p.343) mengemukakan dalam suatu area of performance tentang aspek-aspek kinerja (performance) meliputi : - Kualitas hasil kerja (Quality of Work) - Kemampuan (Capability) - Prakarsa/inisiatif (Iniciative) - Komunikasi (Communication) - Ketepatan waktu (Promtness) Menurut Schermerhorn, Hunt dan Osborn (1991), kinerja sebagai kualitas dan kuantitas dari pencapaian tugas-tugas, baik yang dilakukan individu, kelompok maupun perusahaan. Menurut Casio (1992), kinerja merujuk kepada pencapaian tujuan karyawan atas tugas yang diberikan. Menurut Stolovitch dan Keeps (1992), kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta. Menurut Mondy dan Premeaux (1993), kinerja dipengaruhi oleh tujuan. Menurut Hersey dan Blanchard (1993), kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Menurut Donnelly, Gibson dan Ivancevich (1994), kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik. Menurut Edward dan Sallies (1994, p.21) mengutip pendapat Pfeffer dan Coote yang menyebut “kualitas (mutu) sebagai konsep yang licik (“a slippery concept”)”. Perbedaan terjadi karena konsep kualitas yang bertolak dari standar absolut beranggapan bahwa kualitas merupakan suatu keindahan, kebenaran yang pasti dan tanpa kmpromi. Sementara yang standar relatif bertolak dari pikiran bahwa kualitas merupakan sesuatu yang “not be expansive and exclusive ,...) 2.1.3.1 Indikator Kinerja Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif maupun kualitatif untuk dapat menggambarkan tingkat pencapaian sasaran dan tujuan, baik pada tahap perencanaan (ex-ante), tahap pelaksanaan (on-going) dan tahap setelah kegiatan selesai (ex-post). Pada umumnya ada lima indikator kinerja yaitu : Indikator kinerja input (masukan) adalah pelaksanaan kegiatan yang dibutuhkan untuk dapat menghasilkan keluaran. Misal : dana, SDM, informasi dan lain-lain. Indikator kinerja output (keluaran) adalah kegiatan yang diharapkan langsung dicapai berupa fisik maupun non fisik. Misal : jumlah karyawan yang tersedia. Indikator kinerja outcome (hasil) adalah kegiatan pada jangka menengah yang mencerminkan berfungsinya keluaran. Misal : kualitas produk lebih baik. Indikator kinerja benefit (manfaat) adalah penilaian yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. Misal : tingkat penerapan ISO 9001 : 2000. Indikator kinerja impact (dampak) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif atau negatif pada tingkat indikator. Misal : tingkat kepuasan pelanggaran. Standar kinerja adalah ukuran tingkat kinerja yang tercapai dan dinyatakan dalam suatu pernyataan kuantitatif. Persyaratan standar kinerja yang baik dapat dilihat sebagai berikut : Dapat di capai dalam kondisi yang ada Ekonomis Mudah di terapkan (Applicable) Mudah di mengerti (Understandable ) Terukur (Measurable) dan presisi Stabil dalam kurun waktu yang cukup lama Dapat diatasi dalam berbagai kegiatan Didukung ketentuan atau peraturan yang berlaku Fokus pada pelanggan Dapat diterima sebagai ukuran pembanding oleh pihak-pihak yang terkait 2.1.3.2 Kinerja Dosen Kinerja dosen dalam suatu lembaga, menurut pandangan teori perilaku organisasi ditentukan oleh faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi kinerja dosen adalah kompetensi profesional, motivasi, kemampuan dan status sosial ekonomi sedangkan faktor eksternal adalah iklim organisasi, akreditasi dan hubungan antar lembaga Perguruan Tinggi (PT). Sedangkan dari sudut pandang organisasi, dengan konsep yang dikemukakan oleh Mitchel, T.R. dan Larson (1987, p.343) mengatakan bahwa dalam melaksanakan tugasnya sebagai dosen tentunya banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerjanya, yaitu : Penguasaan bahan Mengelola program belajar mengajar Mengelola kelas Menggunakan media dan sumber Menggunakan micro teaching dalam program pengalaman lapangan Kinerja dosen adalah kualitas hasil kerja dosen yang diperoleh berdasarkan pengajaran (proses belajar mengajar) yang mencakup : Kemampuan (penguasaan materi dan metode pengajaran) Prakarsa/inisiatif (berpikir positif yang lebih baik, mewujudkan kreativitas dan pencapaian prestasi) Ketepatan waktu (waktu datang dan pulang) Kualitas hasil kerja (kepuasan mahasiswa, pemahaman mahasiswa dan prestasi mahasiswa) Komunikasi (mutu penyampaian materi dan penguasaan keadaan kelas) Kinerja dosen adalah hasil kerja seorang dalam mewujudkan tujuan strategik, kebutuhan mahasiswa dan kontribusinya terhadap perkembangan pendidikan masyarakat. Dalam kinerja diperlukan evaluasi yang dimaksudkan agar tercapainya keseimbangan antara keluaran (output) dan hasil (outcome ) secara efektif serta juga untuk menghemat anggaran (efisiensi). Evaluasi kinerja di lakukan untuk tujuan agar dapat mengetahui secara pasti hasil, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan kegiatan. Fungsi dari evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan, kegagalan dan memberi masukan untuk mengatasi permasalahan, strategi, kebijakan, pengambilan keputusan, perbaikan input, proses dan output. Indikator kinerja dosen merupakan acuan yang mengarah pada efisiensi proses. Indikator-indikator tersebut hanya memberikan ukuran yang belum sempurna tentang kualitas belajar, atau tentang efektifitas universitas dalam memenuhi kebutuhan mahasiswanya. Kinerja dosen selama ini terkesan kurang optimal. Dosen melakukan tugas hanya sebagai kegiatan rutin, ruang kreativitas. Pelatihan yang diberikan kepada dosen belum menunjukkan daya kerja yang berbeda dengan sebelum ada pelatihan. Kinerja adalah manifestasi hasil karya yang dicapai. Unsur penting dari kinerja adalah pihak individu dalam hal ini dosen, tujuan dan instrument yang digunakan. 2.1.4 Kualitas Belajar Mengajar Pendidikan bukanlah merupakan barang publik, sehingga perguruan tinggi yang jumlah pemakainya dalam hal ini mahasiswa melebihi batas maka akan berpengaruh pada kualitasnya. Belajar adalah kegiatan individu dalam memperoleh pengetahuan, perilaku dan keterampilan dengan cara mengolah bahan ajar. Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan proses pelaksanaan interaksi, baik bersifat eksplisit maupun implisit (tersembunyi). Kegiatan atau tingkah laku belajar terdiri dari kegiatan psikis dan fisik yang saling bekerjasama secara terpadu. Sedangkan mendidik dan mengajar, yang merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan proses pelaksanaan interaksi dengan menyampaikan bahan pelajaran dan melaksanakan beberapa kegiatan dengan tujuan yang jelas. Sehingga terjadi proses belajar mengajar yang komprehensif. Disamping itu, kegiatan belajar yang dirancang secara sistematis dalam suatu sistem pendidikan mampu mempelajari proses terbentuknya kepribadian. Mahasiswa berbeda satu sama lainnya dan mereka belajar dengan model yang cocok dengan kebutuhan dan kecendrungan mereka masing-masing. Universitas yang menggunakan prosedur pengawasan mutu terpadu harus menangkap secara serius isuisu tentang gaya dan kebutuhan pembelajaran untuk meciptakan strategi individualisasi dan diferensiasi dalam pembelajaran. Apabila model pembelajaran tidak dapat memenuhi kebutuhan mahasiswa, maka itu berarti bahwa universitas belum mencapai pengawasan mutu terpadu. Universitas memiliki kewajiban untuk membuat para mahasiswa sadar terhadap variasi metode pembelajaran yang diberikan kepada mereka. Universitas juga harus memberikan kesempatan kepada mahasiswanya untuk mencontoh pembelajaran dalam variasi model yang berbeda karena beberapa mahasiswa juga suka pada kombinasi beberapa gaya belajar. Sebagai langkah awal dimulai dari kerjasama antara mahasiswa dengan dosen dalam menetapkan “misi”mereka. Misi disini berarti gaya pembelajaran dan pengajaran yang telah disepakati bersama. Mahasiswa dapat merundingkan dengan dosen untuk mendapatkan motivasi dan arahan. Aspek penting dari peran dalam pendidikan adalah memberdayakan para dosen dan memberikan mereka wewenang yang luas untuk meningkatkan pembelajaran para mahasiswa. Dosen merupakan pihak yang terlibat langsung dalam proses belajar mengajar. Para dosen juga diberikan wewenang untuk mengambil keputusan, sehingga mereka memiliki tanggung jawab yang besar. Dalam proses pendidikan, dosen memiliki peranan sangat penting dan strategis dalam membimbing mahasiswa kearah kedewasaan, kematangan dan kemandirian sehingga dapat dikatakan dosen merupakan ujung tombak pendidikan. Dalam melaksanakan tugasnya, dosen tidak hanya menguasai bahan ajar dan memiliki kemampuan teknis edukatif, tetapi harus juga memiliki kepribadian dan integritas pribadi yang dapat diandalkan sehingga menjadi panutan bagi mahasiswanya, keluarga maupun masyarakat. Peran dosen semakin bermakna strategis dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi era global. Secara sederhana, peranan dosen dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar, adalah membantu dan memfasilitasi mahasiswa agar mengalami dan melaksanakan proses pembelajaran yang berkualitas. Dengan begitu akan terjadi proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Dalam melaksanakan perannya sebagai dosen, pada dasarnya dosen dibekali kemampuan professional, yang hanya mungkin dilaksanakan secara baik apabila fasilitas untuk keperluan tersebut tersedia dan dapat digunakan. Fasilitas tersebut berkenaan dengan tingkat kesejahteraan dosen, yang hanya mampu mendorong dan meningkatkan pengabdian, dedikasi, loyalitas yang tinggi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab profesionalnya. Proses pembelajaran merupakan proses yang mendasar dalam aktivitas pendidikan. Proses pembelajaran pada awalnya meminta dosen untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki mahasiswa yang meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang sosial ekonominya, dan lain sebagainya. Berikut beberapa pendapat mengenai pembelajaran, yaitu : Menurut Arief S Sadiman (dalam M Sobry Sutikno, 2005 p.27) pembelajaran adalah suatu usaha-usaha yang terencana dalam manipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri peserta didik. Menurut Iskandar (dalam M Sobry Sutikno, 2005 : p.27), pembelajaran adalah suatu upaya untuk membelajarkan siswa. Pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang oleh dosen untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru dalam suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan dan evaluasi dalam konteks kegiatan belajar mengajar. Dalam pembelajaran harus terdapat suatu usaha yang terencana dengan memanipulasi sumber-sumber belajar untuk membuat suatu rangkaian proses belajar kepada peserta didik yang baik. Pembelajaran memiliki unsur penting, yaitu upaya belajar atau dengan kata lain adalah usaha yang terencana dalam melakukan proses belajar. Unsur penting lainnya yaitu adanya siswa atau yang disebut dengan peserta didik. suatu proses belajar tidak mungkin terjadi jika tidak melibatkan peserta didik 2.1.5 Uji Validitas dan Reliabilitas 2.1.5.1 Uji Valditas Menurut Simamora (2004, p.58-59), validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dianggap valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Dengan kata lain, mampu memperoleh data yang tepat dari variabel yang diteliti. Misalnya, meteran dapat mengukur tinggi badan dengan tepat (dalam hal ini tinggi badan adalah variabel penelitian) Dalam menyusun kuesioner, pertanyaan yang ingin diajukan perlu dipastikan. Untuk menentukannya, sebelumnya harus sudah jelas variabel apa yang diukur. Variabel masih bisa dipecah menjadi sub variabel atau indikator. Apabila penyusunannya dilakukan sesuai dengan prosedur, sebenarnya kuesioner telah memenuhi validitas logis. Oleh karena itu validitas logis sangat dipengaruhi oleh kemampuan peneliti dalam memahami masalah penelitian, mengembangkan variabel penelitian, serta menyusun kuesioner. Validitas logis belum memiliki bukti empiris. Sebuah kuesioner yang disusun secara hati-hati dan dapat dipertimbangkan valid logis, ada baiknya diuji untuk mengetahui validitas empirisnya. Untuk menguji tingkat validitas empiris instrumen, peneliti dapat melakukan try – out dengan memakai responden tebatas dahulu. Dan try – out ini, ada dua macam validitas sesuai dengan pengujiannya, yaitu validitas eksternal dan validitas internal. Validitas Eksternal Validitas instrumen dapat dicapai apabila data yang dihasilkan dari instrumen tersebut sesuai dengan data atau informasi lain mengenai variabel yang diteliti. Menurut Umar (2005, p.185), validitas eksternal adalah validitas yang diperoleh dengan cara mengkorelasikan alat pengukur baru dengan tolak ukur eksternal, yang berupa alat ukur yang sudah valid. Validitas Internal Menurut Simamora (2004, p.59-60), validitas internal dapap dicapai apabila terdapat kesesuaian antara bagian-bagian kuesioner dengan kuesioner secara keseluruhan. Dengan kata lain, apabila setiap bagian di dalam setiap kuesioner mendukung “misi”kuesioner secara keseluruhan, yaitu mengungkap variable penelitian yang telah ditentukan sebelumnya. Bagian kuesioner dapat berupa butir-butir pertanyaan secara sendiri-sendiri, dapat pula berupa faktor, yaitu kumpulan beberapa butir yang memiliki keterkaitan. Sehubungan dengan kenyataan ini, maka dikenal adanya validitas butir dan validitas faktor. 2.1.5.2 Uji Reliabilitas Menurut Umar (2005, p.194), reliabilitas adalah suatu angka indeks yang menunjukkan suatu konsistensi suatu alat pengukur dalam mengukur suatu gejala yang sama. Setiap alat pengukur seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran yang konsisten. Menurut Simamora (2004, p.63-69), reliabilitas adalah tingkat keandalan kuesioner. Kuesioner yang reliabel adalah kuesioner yang apabila dicobakan secara berulang-ulang kepada kelompok yang sama akan menghasilkan data yang sama. Asumsinya, tidak terdapat perubahan psikologis pada responden. Ada dua jenis reliabilitas, yaitu reliabilitas eksternal dan reliabilitas internal. Reliabilitas Eksternal Secara garis besar, reliabilitas eksternal adalah reliabilitas yang diperoleh dengan membandingkan hasil dua kelompok data. Ada dua jenis cara unutk menguji reliabilitas eksternal, yaitu teknik paralel dan teknik ulang. Reliabilitas Internal Reliabilitas internal diperoleh dengan menganalisis data yang berasal dari satu kali pengujian kuesioner. 2.2 Kerangka Pemikiran KERANGKA PEMIKIRAN Komitmen Kompetensi Kehadiran dalam kelas, kehadiran dalam rapat serta ketepatan waktu penyerahan nilai Kuesioner proses pembelajaran IKAD (Indeks Kinerja Akademis Dosen) Kinerja Dosen Kualitas Belajar Mengajar Sumber : Data 2007 Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran