BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Laporan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang masalah
Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi mengenai
kondisi dan kinerja suatu perusahaan bagi pihak eksternal. Informasi tersebut
menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu
perusahaan dan bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan
keputusan ekonomi. Salah satu elemen penting dalam laporan keuangan yang
digunakan untuk mengukur kinerja manajemen adalah laba. Informasi laba
merupakan perhatian utama untuk menaksir kinerja atau prestasi manajemen.
Selain itu informasi laba juga digunakan oleh investor atau pihak lain yang
berkepentingan sebagai indikator efisiensi penggunaan dana yang tertanam dalam
perusahaan yang diwujudkan dalam tingkat pengembalian dan indikator untuk
kenaikan kemakmuran (Ghozali dan Chariri, 2007:350) dalam Dian Agustia,
2013.
Dalam sebuah perusahaan, informasi laba sering menjadi target rekayasa
tindakan oportunis manajemen untuk memaksimumkan kepuasannya, tetapi dapat
merugikan pemegang saham atau investor. Tindakan oportunis tersebut dilakukan
dengan cara memilih kebijakan akuntansi tertentu, sehingga laba
perusahaan
dapat diatur, dinaikan maupun diturunkan sesuai dengan keinginan manajemen.
Perilaku manajemen untuk mengatur laba sesuai dengan keinginannya ini dikenal
1
2
dengan
istilah
manajemen
laba
(earnings
management),
M.Rido
dan
Kurnia,(2016).
Manajemen laba muncul sebagai dampak dari teori keagenan (agency
theory) yang terjadi karena adanya ketidakselarasan kepentingan antara pemegang
saham (principal) dan manajemen perusahaan (agent). Salah satu cara untuk
mengendalikan tindakan oportunistik yang dilakukan manajemen tersebut adalah
corporate governance (Veronica dan Bachtiar, 2004). (Andri, Hanung,
Rahmawati dan T. Triatmoko, 2007) menyebutkan mekanisme corporate
governance yang dapat dilakukan untuk mengatasi konflik keagenan diantaranya
adalah komisaris independen dan komite audit,Frendy, dkk,(2014).
Manajemen laba adalah campur tangan manajemen dalam proses pelaporan
keuangan dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri (manajer). Salah satu
cara untuk mengukur manajemen laba adalah dengan menggunakan proksi
Discreationary accrual (DA). Discreationary accrual adalah komponen akrual
yang berada dalam proses pelaporan akuntansi. Manajemen laba berbeda dengan
pemerataan laba (income smooting) karena perataan laba (income smooting)
adalah tindakan untuk meratakan laba yang dilaporkan dalam laporan keuangan,
dengan tujuan pelaporan eksternal, terutama bagi investor, karena umumnya
investor menyukai laba yang relatif stabil . Oleh karena itu perataan laba
merupakan bagian dari manajemen laba Gumanti, (2000)
Pemeriksaan laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor memiliki
kualitas yang berbeda-beda. Oleh karena itu auditing berkualitas tinggi (highquality auditing) bertindak sebagai pencegah manajemen laba yang efektif, karena
3
reputasi manajemen akan hancur dan nilai perusahaan akan turun apabila laporan
yang salah ini terdeteksi dan terungkap (Ardiati dan Yanti,2005) dalam M.Ridlo
dan Kurnia, (2016).
Tindakan manajemen laba tersebut juga dapat diminimumkan melalui suatu
mekanisme monitoring yang bertujuan untuk menyelaraskan (alignment) berbagai
kepentingan yang disebut corporate governance. Corporate governance
merupakan konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan melalui
supervisi atau monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas
manajemen terhadap stakeholder dengan mendasarkan pada kerangka peraturan,
M.Ridlo dan Kurnia, (2016).
Manajemen laba yang dilakukan manajemen dapat dikurangi dengan adanya
penerapan good corporate governance melalui sistem pengawasan dan
pengendalian yang dilakukan oleh dewan pengawas (Liu,2012). Menurut Arifin
(2005), corporate governance merupakan suatu mekanisme yang menjelaskan
aturan main, prosedur dan hubungan antara pihak pengambil keputusan dengan
pihak yang melakukan pengendalian terhadap keputusan yang dibuat tersebut.
Dalam penerapan corporate governance di Indonesia, dewan komisaris yang
dibantu oleh komite audit memiliki peran sebagai dewan pengawas yang bertugas
untuk melakukan supervisi atau pengawasan. Komposisi dan struktur dari anggota
dewan komisaris dan komite audit menjadi kunci penting yang menjamin
efektivitas fungsi pengawasan dewan komisaris dan komite audit, Christine dan
Gerianta, (2015).
4
Investor untuk melihat kemampuan dan resiko perusahaan, salah satunya
dengan leverage rasio. Penggunaan debt to asset ratio sebagai proksi variabel
laverage ratio. Perusahaan yang memiliki rasio hutang relatif tinggi akan
memiliki ekspektasi pengembalian yang juga lebih tinggi ketika perekonomian
berada pada kondisi yang normal, namun memiliki resiko kerugian ketika
ekonomi mengalami resesi (Brigham dan Houston, 2010:143). Dengan
memperoleh dana melalui hutang, para pemegang saham dapat mempertahankan
kendali mereka atas perusahaan tersebut dengan sekaligus membatasi investasi
yang mereka tanamkan, Dian Agustia,(2013).
Ukuran perusahaan merupakan nilai yang menunjukkan besar kecilnya
ukuran perusahaan. Terdapat dua pandangan tentang bentuk hubungan ukuran
perusahaan dengan manajemen laba. Pandangan pertama menyatakan bahwa
ukuran perusahaan memiliki hubungan positif dengan manajemen laba. Moses
(1997) menyatakan bahwa perusahaan besar memiliki aktivitas operasional yang
lebih kompleks dibandingkan dengan perusahaan kecil, sehingga lebih
memungkinkan untuk melakukan manajemen laba. Pandangan kedua menurut
Marrakchi et al. (2001), menyatakan bahwa ukuran perusahaan memiliki
hubungan negatif dengan manajemen laba. Perusahaan yang berukuran besar
memiliki kecenderungan melakukan manajemen laba yang lebih kecil
dibandingkan dengan perusahaan yang berukuran kecil. Hal ini dikarenakan
perusahaan besar dipandang lebih kritis oleh pemegang saham dan pihak luar
sehingga perusahaan besar mendapatkan tekanan yang lebih kuat untuk
5
menyajikan laporan keuangan yang credible (Marihot dan Setiawan, 2007) dalam
Putu dan Igusti, (2016).
Kebutuhan untuk menerapkan prinsip GCG adalah bagian penting dalam
setiap transaksi perbankan, karena good corporate governance secara umum
mempunyai lima prinsip yaitu accountability, transparency, resposibility,
independency dan fairness. Bank Indonesia selaku regulator lembaga perbankan
telah mengeluarkan peraturan terkait upaya penerapan GCG di Indonesia, salah
satunya adalah peraturan No. 8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang
pelaksanaan good corporate governance bagi bank umum yang selanjutnya
diubah dengan peraturan No.8/14/PBI/2006 tentang pelaksanaan GCG bagi bank
umum (BI,2008). Oleh karena itu GCG diharapkan bisa berfungsi sebagai alat
untuk memonitor kinerja bank dan untuk memberikan keyakinan kepada para
investor bahwa mereka akan menerima return yang sesuai dengan investasi yang
ditanamkan, M.Ridlo dan Kurnia,(2016).
Industri perbankan mempunyai regulasi yang lebih cepat dibandingkan
dengan industri lain, misalnya suatu bank harus memenuhi kriteria CAR (Capital
Adequacy Ratio) minimum. Bank Indonesia menggunakan laporan keuangan
sebagai dasar dalam penilaian status suatu bank (apakah bank tersebut merupakan
bank yang sehat atau tidak). Oleh karena itu, manajer mempunyai insentif untuk
melakukan manajemen laba agar perusahaan mereka memenuhi kriteria yang
disyaratkan oleh Bank Indonesia (setiawati dan Naim,2001) dan (Rahmawati dan
Baridwan, 2006). Rahmawati dan Baridwan (2006) menunjukkan bahwa
6
perbankan di Indonesia melakukan manajemen laba untuk memenuhi kriteria BI
tersebut, Frendy,dkk (2014).
Tabel 1.1
Rata- rata Manajemen laba, kepemilikan manajerial, kepemilikan
Institusional, komite audit, kepemilikan dewan komisaris independen, Size
dan laverage pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI
Tahun 2012-2015
Variabel
2012
-0,017
DA
0,045
KM
0,634
KI
4,091
KA
0,588
DKI
31,320
SIZE
0,881
LEV
Sumber : BEI, data diolah 2016
2013
0,029
0,043
0,631
4,000
0,594
2014
-0,032
0,103
0,608
3,727
0,611
2015
-0,017
0,075
0,631
3,818
0,612
31,487
0,840
31,393
0,852
31,530
0,845
Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dapat dijelaskan :
1. Manajemen laba (DA) perusahaan perbankan tahun 2012 sampai dengan
2015 berfluktuatif dimana pada tahun 2013 mengalami peningkatan
dibandingkan tahun 2012 dari -0,017 menjadi 0,029. Namun, pada tahun
2014 terjadi penurunan DA yaitu dari 0,029 menjadi -0,032. Dan pada
tahun 2015 terjadi peningkatan DA yaitu dari -0,032 menjadi 2-0,017.
Penurunan DA akan menciptakan persepsi positif investor terhadap
kinerja perusahaan yang akan berdampak pada keputusan para investor,
sehingga perusahaan harus berusaha menurunkan DA nya. Nilai rata –
rata manajemen laba negatif, hal ini menggambarkan bahwa perusahaan
yang menjadi sampel melakukan DA dalam bentuk penurunan laba
(income decreasing), Hamongan dan Mas’ud (2006).
7
2. Pada tahun 2013 kepemilikan manajerial (KM) mengalami penurunan,
dari 0,045 menjadi 0,043, tahun 2014 mengalami kenaikan, dan tahun
2015 mengalami penurunan.
3. Nilai rata-rata kepemilikan institusional (KI) pada tahun 2013
mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya dari 0,634 menjadi
0,631, tahun 2014 mengalami penurunan dan tahun 2015 mengalami
kenaikan, hal ini menunjukkan hubungan yang tidak searah dengan
kenaikan DA tahun 2013.
4.
Pada tahun 2012- 2015 DKI mengalami kenaikan, hal ini tidak sejalan
dengan perubahan yang terjadi pada DA, KM, dan KI yang pergerakan
naik turun.
5. Nilai rata – rata Size dari tahun 2012-2015 mengalami peningkatan dan
penurunan, hal ini sejalan dengan pergerakan DA yang juga mengalami
peningkatan dan penurunan.
6. Nilai rata – rata Lev dari tahun 2012-2015 mengalami penurunan dan
Peningkatan, hal ini berbanding terbalik dengan pergerakan DA yang
mengalami kenaikan dan penurunan.
8
DA
KM
KI
KA
0,631
0,612
0,845
3,818
0
DKI
0,075
-0,017
0,103
0,608
0
0,611
0,852
3,727
4,000
0,594
0,840
0,631
0,029
0,043
0,588
0,881
0
-0,032
-0,017
0,045
0,634
4,091
Gambar 1.1
Fenomena GAP
Pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI
Tahun 2012-2015
0
LEV
Sumber : BEI, data diolah 2016
Berdasarkan Gambar 1.1 diatas dapat disimpulkan research problem dalam
penelitian ini bahwa manajemen laba yang diukur dengan DA dan Size saat
mengalami peningkatan pada tahun 2013, yang berlawanan dengan kepemilikan
manajerial dan kepemilikan institusional , DKI mengalami kenaikan yang terus
menerus. Dari perubahan pergerakan nilai DA, KM, KI, DKI , Size dan Lev maka
menarik untuk meneliti sejauh mana GCG, Size dan Lev bisa mempengaruhi
manajemen laba (DA).
Berdasarkan uraian diatas terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya manajemen laba dalam suatu perusahaan, penelitian ini menggunakan
variabel GCG , Ukuran Perusahaan dan Laverage. Penelitian ini mengacu pada
9
penelitian Frendy,dkk (2014). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
Frendy,dkk (2014) dalam hal penambahan variabel laverage .
Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Perusahaan
Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2012-2015.
Perusahaan Perbankan yang menyajikan laporan keuangan secara lengkap selama
periode penelitian.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang sudah dipaparkan, dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap manajemen laba ?
2. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen laba ?
3. Apakah komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba ?
4. Apakah komisaris independen berpengaruh terhadap manajemen laba?
5. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba ?
6. Apakah rasio laverage berpengaruh terhadap manajemen laba ?
1.3. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dengan judul “Pengaruh corporate governace , ukuran
perusahaan dan laverage terhadap manajemen laba” adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis pengaruh kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba.
2. Menganalisis pengaruh kepemilikan istitusional terhadap manajemen laba.
10
3. Menganalisis pengaruh komite audit terhadap manajemen laba.
4. Menganalisis pengaruh komisaris independen terhadap manajemen laba.
5. Menganalisis pengaruh ukuran perusahaan terhadap manajemen laba.
6. Menganalisis pengaruh rasio laverage terhadap manajemen laba.
1.3.2. Kegunaan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian hasil dari
penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, bagi :
1. Investor, penelitian ini bisa dijadikan investor untuk menambah
pengetahuan tentang praktik manajemen laba.
2. Akademisi, diharapkan penelitian ini bisa digunakan sebagai rujukan bagi
penelitian selanjutnya.
3. Peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penyusun
dalam memahami praktik manajemen laba.
11
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.1.1
Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Dalam penelitian ini terdapat 7 variabel, yang terdiri dari 6 variabel bebas
(Independen Variabel) dan 1 variabel terikat (Dependen Variabel), dengan
penjelasan sebagai berikut :
a. Variabel Bebas ( Independen Variabel )
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat),
dalam penelitian ini variabel independennya adalah : Corporate
governance (Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komite
audit dan komisaris independen), ukuran perusahaan dan leverage.
b. Variabel Terikat ( Dependen Variabel )
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat , karena adanya variabel bebas, dalam hal ini variabel
dependennya adalah Manajemen Laba.
33
34
3.1.2
Definisi Operasional
1. Manajemen Laba
Manajemen laba adalah derajat atau korelasi laba akuntansi suatu
perusahaan (entitas) dengan laba ekonominya. Untuk mengukur
manajemen laba dilakukan dengan menggunakan proksi discreationary
accrual dengan menggunakan Modified Jones Model karena berdasar
Dechow et al. (1995). Model ini lebih baik dibanding model Jones standar
dalam megukur kasus manipulasi pendapatan, Putu Tiya dan I Gusti Ayu,
(2016). Model perhitungannya adalah sebagai berikut :
TACit = NI it – CFO it......................................................................(1)
Kemudian menghitung nilai total accrual (TAC) yang diestimasi dengan
persamaan regresi berikut :
TAC it / TA it-1 = αi (1/TA it-1) + β1i (“REV it / TA it-1) + β2i (PPE it/
TA it – 1) + ε......................................................................................(2)
Dengan menggunakan koefisien regresi diatas maka dapat dihitung nilai
nondiscreationary accrual (NDTA) dengan rumus :
NDTAC it = αi(1/TA it – 1) +β1i((“REV it –“REC it)/ TA it – 1) + β2i
(PPE it/ TA it-1) + ε............................................................................(3)
Discreatinary accrual (DTA) merupakan residual yang diperoleh dari
estimasi total accrual yang dihitung sebagai berikut :
DTAC = ( TAC it/TA it-1) – NDTAC it..............................................(4)
Keterangan :
DTAC it = Discreationary accrual perusahaan i pada periode t
NDTAC it = Non Discreationary accrual perusahaan i pada periode t
NI it= Net Income perusahaan i pada periode t
TAC it = Total accrual perusahaan i pada periode t
CFO it = Aliran arus kas operasi perusahaan i pada periode t
35
TA it = Total aktiva perusahaan i pada periode t
∆REV it = Perubahan penjualan perusahaan i pada periode t
PPE it = Aktiva tetap perusahaan i pada periode t
∆REC it = Perubahan piutang perusahaan i pada periode t
2. Komisaris Independen
Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak
terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan
pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau
hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk
bertindak independen atau bertindak demi kepentingan perusahaan
(Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), 2006). Dewan
komisaris adalah sebuah dewan yang bertugas untuk melakukan
pengawasan dan memberikan nasihat kepada direktur Perseroan Terbatas
(PT). Ukuran dewan komisaris merupakan jumlah dewan komisaris yang
dimiliki oleh sebuah perusahaan dalam menjalankan fundi monitoring dari
implementasi kebijakan direksi, Frendy, dkk (2014).
Pengukuran dewan komisaris dengan cara menjumlah semua anggota
dewan komisaris independen yang berasal dari luar perusahaan dibagi
dengan total dewan komisaris pada perusahaan sampel, yaitu dihitung
dengan rumus, Frendy, dkk (2014) :
KoI = Jumlah komisaris Independen Х 100%
Total Dewan komisaris
3. Komite Audit
Keberadaan komite audit sekurang – kurangnya terdiri dari 3 anggota,
seorang diantaranya komisaris independen perusahaan tercatat sekaligus
36
menjadi dua komite, sedangkan yang lain adalah pihak ekstern yang
independen dan minimal salah seorang memiliki kemampuan di bidang
akuntansi dan keuangan.
4. Kepemilikan manajerial
Kepemilikan manajerial adalah jumlah kepemilikan saham oleh pihak
manajemen yang ada pada sebuah perusahaan yang bertugas untuk
menentukan kebijakan yang akan diambil atau strategi perusahaan tersebut
dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Kepemilikan
manajerial dihitung dengan rumus, Frendy, dkk, (2014) :
KM = Jumlah saham yang dimiliki manajemen Х 100%
Jumlah saham yang beredar
5. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional merupakan proporsi kepemilikan saham oleh
instansi atau lembaga (perusahaan asuransi, Bank, Perusahaan Investasi)
dalam hal ini institusi pemegang saham publik yang diukur dengan
persentase jumlah institusi pemegang saham sebagai investor.
Kepemilikan institusional dihitung dengan rumus, Frendy, dkk (2014) :
KI = Jumlah saham yang dimiliki institusi Х 100%
Jumlah saham yang beredar
6. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan (size) adalah variabel yang diproksikan dengan total
aset perusahaan . Total aset dipilih sebagai proksi ukuran perusahaan
karena tujuan penelitian mengukur ukuran ekonomi perusahaan, Putu Tiya
dan I Gusti Ayu, (2016) dengan rumus :
Size = Ln (Asset)
37
Keterangan :
Size = Ukuran perusahaan
Ln = Logaritma natural
Asset = Total aset perusahaan
7. Leverage
Leverage adalah perbandingan antara total kewajiban dengan total aktiva
perusahaan. Rasio ini menunjukkan besarnya besar aktiva yang dimiliki
perusahaan yang dibiayai dengan hutang. Semakin tinggi nilai leverage
maka risiko yang akan dihadapi investor akan meminta keuntungan yang
semakin besar. Oleh karena itu, semakin besar leverage maka
kemungkinan manajer untuk melakukan manajemen laba akan semakin
besar (Ma’ruf, 2006 dalam Welvin, 2010), dalam Januar dan Farid, (2014).
Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut :
LEV = Total Hutang
Total aset
Keterangan :
Leverage = Rasio utang terhadap aktiva
Utang = Total utang pada tahun t
Aktiva = Total aktiva pada tahun t
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel
Variabel yang
Indikator
diukur
TACit = NI it – CFO it
Dependen
Manajemen
Keterangan :
laba
NI it = Net Income perusahaan i pada periode t
Skala
Sumber
referensi
Rasio
Putu Tiya
2016
Dummy
Frendy
2014
TAC it = Total accrual perusahaan i pada periode t
CFO it = Aliran arus kas operasi perusahaan i pada
periode t
Komite Audit
Jumlah anggota komite audit sekurang – kurangnya 3
38
Indikator
Variabel yang
diukur
Skala
Sumber
Referensi
KM = Jumlah saham yang dimiliki manajemen Х
100% Jumlah saham yang beredar
Rasio
Frendy
2014
KI = Jumlah saham yang dimiliki institusi Х 100%
Jumlah saham yang beredar
Rasio
Frendy
2014
Rasio
Putu Tiya
2016
Rasio
Januar
2014
Kepemilikan
Manajerial
Kepemilikan
Institusional
Ukuran
Perusahaan
Size = Ln (Asset)
Keterangan :
Size = Ukuran perusahaan
Ln
= Logaritma natural
Asset = Total aset perusahaan
Laverage
LEV = Total Hutang
Total aset
Keterangan :
Leverage = Rasio utang terhadap aktiva
Utang
= Total utang pada tahun t
Aktiva
= Total aktiva pada tahun t
Sumber : Disarikan dari berbagai jurnal
3.2
Objek Penelitian, Unit Sampel, Populasi, dan Sampel
3.2.1
Objek penelitian dan unit sampel
Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Perusahaan
Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2012-2015.
Perusahaan perbankan yang menyajikan laporan keuangan secara lengkap.
39
3.2.2
Populasi dan Sampel
Populasi adalah sekumpulan data yang memiliki karakteristik yang sama
atau sejenis. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh
perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode
2012-2015.
Sampel adalah sebagian populasi yang terdiri dari beberapa anggota yang
dipilih dari populasi ( Sugiyono,2011:74) dalam Putu Tiya dan I Gusti (2016).
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang
menyajikan laporan keuangan secara lengkap. Teknik pengambilan sample
dilakukan secara purposive sampling adalah metode penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu dimana anggota sampel akan dipilih sedemikian rupa
sehingga sampel yang dibentuk tersebut dapat mewakili sifat-sifat populasi, yaitu
sebagai berikut :
1. Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Periode 2012-2015.
2. Perusahaan perbankan yang menyajikan laporan keuangan secara
berturut – turut selama periode penelitian.
3. Perusahaan perbankan yang menyajikan data keuangan secara
lengkap.
Berdasarkan pada kriteria pengambilan sampel seperti yang telah
disebutkan diatas, maka jumlah perusahaan perbankan yang dijadikan sampel
adalah 11 perusahaan pada periode 2012-2015.
40
3.3
Jenis dan Sumber Data
3.3.1
Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Sekunder. Data
Sekunder adalah sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak
langsung mealui media perantara ( internet ). Data yang terperlukan adalah
laporan keuangan lengkap dari perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI
periode 2012-2015.
3.3.2
Sumber data
Dalam penelitian ini sumber data dapat diperoleh dari :
1. Data dari Bapepam
2. Data dari Bursa Pojok FE, USM
3. Bursa Efek Indonesia, di www.idx.co.id
3.4
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
metode observasi non participant, yaitu teknik pengumpulan data dengan
observasi atau pengamatan dimana peneliti tidak terlibat secara langsung dan
hanya sebagai pengamat independen (Sugiyono, 2009:405) dalam Putu Tiya dan I
Gusti (2016)
41
3.5
Metode Analisis
3.5.1
Analisis Kuantitatif
Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif yaitu untuk
mengetahahui faktor – faktor yang mempengaruhi manajemen laba. Analisis
kuantitatif adalah penelitian yang menekankan pada pengujian teori-teori melalui
pengukuran variabel-variabel penelitian dengan angka dan melakukan analisis
data dengan prosedur statistik.
Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi karena regresi
digunakan untuk meneliti pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat serta
menunjukkan arah hubungan variabel – variabel tersebut.
Berdasarkan pembahasan teori, data penelitian, variabel- variabel
penelitian, dan penelitian terdahulu maka bentuk persamaan regresi ini
menggunakan model sebagai berikut :
DA = α + β1KM + β2KI + β3KA + β4KoI +β5U+β6LEV+
ε..................................( 5 )
Keterangan :
DA
= Discreationary Accrual
α
= Konstanta
β1β2β3β4β5β6
= Koefisien regresi KM, KI, KA, KoI, U dan LEV
U
= Ukuran Perusahaan
KM
= Kepemilikan Manajerial
KI
= Kepemilikan Institusional
42
KA
= Komite Audit
KoI
= Komisaris Independen
LEV
= Rasio Leverage
ε
= Koefisien error
3.5.2
Uji Statistik Deskriptif
Uji statistik deskriptif berusaha menjelaskan atau menggambarkan
masing-masing variabel yang terkait dalam penelitian ini. Uji statistik deskriptif
menyajikan ukuran – ukuran numerik yang sangat penting bagi data sampel.
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat
dari nilai rata-rata ( mean ), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum,
range, kurtosis dan skewness ( kemencengan distribusi ), ( Ghozali, 2011).
3.5.3
Uji Asumsi Klasik
3.5.3.1 Uji Multikolinearitas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel
independen saling berkorelasi, maka variabel – variabel ini tidak ortogonal.
Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama
variabel independen sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau tudaknya
multikolonieritas didalam model regresi adalah sebagai berikut :
43
a.
Nilai R2 sangat tinggi, tetapi secara individual variabel bebas banyak yang
tidak signifikan mempengaruhi variabel terikat.
b.
Menganalisis matrik korelasi variabel independen. Jika tidak antar variabel
independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0,95), maka hal
ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas.
Multikolinearitas dapat juga dilihat dari nilai tolerance dan variation
inflation factor (VIF). Nilai cut off yang umumnya dipakai untuk menunjukkan
adanya multikolinearitas adalah adanya nilai tolerance< 0,10 atau sama dengan
nilai VIF > 10.
3.5.3.2 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model
regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode tertentu
dengan kesalahan pengganggu periode sebelumnya (Ghozali, 2011). Autokorelasi
sering terjadi pada sampel dengan data time series dengan n-sampel item seperti
perusahaan, orang, wilayah, dan lain sebagainya. Model regresi yang baik adalah
yang bebas autokorelasi. Untuk mendeteksi autokorelasi dapat dilakukan dengan
uji Durbin Watson (DW test) (Ghozali, 2011). Pengambilan keputusan ada atau
tidaknya autokorelasi menggunakan ktiteria sebagai berikut (Ghozali, 2011):
a. Bila nilai DW terletak antara batas atas (du) dan (4-du), maka koefisien
autokorelasi sama dengan nol atau tidak ada autokorelasi.
b. Bila nilai DW lebih rendah dari batas bawah (dl) maka koefisien autokorelasi
lebih besar dari nol, berarti ada autokorelasi positif.
44
c. Bila nilai DW lebih besar dari (4-dl) maka koefisien autokorelasi lebih kecil
dari nol, berarti ada autokorelasi negatif.
d. Bila nilai DW terletak antara batas atas (du) dan batas bawah (d) atau nilai
DW terletak antara (4-du) dan (4-dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.
Penentuan ada atau tidaknya gejala autokorelasi dapat diketahui dengan
membandingkan antara nilai DW hitung dengan nilai DW tabel (Ghozali, 2011).
3.5.3.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas untuk menguji apakah model regresi terjadi
ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika
varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap maka disebut
homokedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model yang baik
adalah homokedastisitas atau tidak tejadi heterokedastisitas. Kebanyakan data
cross section mengandung situasi heterokedastisitas karena data ini menghimpun
data yang mewakili berbagai ukuran (kecil, sedang dan besar) (Ghozali, 2011).
Beberapa cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas yaitu:
a. Jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada yang membentuk pola tertentu
yang
teratur
(bergelombang,
melebar,
kemudian
menyempit)
maka
mengindikasikan telah terjadi heterokedastisitas.
b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah
angka 0 sumbu Y maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
45
3.5.3.4 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel terikat dan variabel bebas, keduanya mempunyai distribusi normal atau
tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau
mendekati normal (Ghozali, 2011). Uji ini dilakukan dengan cara melihat
penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal atau grafik. Apabila data menyebar
di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka model regresi
memenuhi asumsi normalitas. Apabila data menyebar jauh dari garis diagonal dan
atau tidak mengikuti arah garis diagonal maka model regresi tidak memenuhi
asumsi normalitas (Ghozali, 2011). Pengujian normalitas ini dapat dilakukan
melalui analisis grafik dan analisis statistik.
1.
Analisis grafik
Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan
melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan
distribusi yang mendekati distribusi normal. Namun demikian, dengan hanya
melihat histogram, hal ini bisa menyesatkan khususnya untuk jumlah sampel yang
kecil. Metode yang lebih handal adalah dengan melihat normal probability plot
yang membandingkan distribusi kumulatif dari data sesungguhnya dengan
distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk
satu garis lurus diagonal dan ploting data akan dibandingkan dengan garis
diagonal. Jika distribusi data normal, maka garis yang menggambarkan data
sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya (Ghozali, 2011).
46
Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran
data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari
residualnya. Dasar pengambilan keputusan menurut Ghozali (2011) adalah:
a.
Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka
model regresi memenuhi asumsi normalitas.
b.
Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah
garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi
normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
2.
Analisis statistik
Untuk mendeteksi normalitas data dapat dilakukan pula melalui analisis
statistik yang salah satunya dapat dilihat melalui Kolmogorov-Smirnov test (K-S).
Uji K-S dilakukan dengan membuat hipotesis :
Ho = data residual terdistribusi normal.
Ha = data residual tidak terdistribusi normal.
Dasar pengambilan keputusan dalam uji K-S adalah sbagai berikut:
a.
Apabila probabilitas nilai Z uji K-S signifikan secara statistik maka Ho
ditolak, yang berarti data terdistribusi tidak normal.
b.
Apabila probabilitas nilai Z uji K-S tidak signifikan statistik maka Ho
diterima, yang berarti data terdistribusi normal.
Pedoman pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut:
a.
Nilai sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 distribusi adalah
tidak normal.
47
b. Nilai sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 distribusi adalah
normal.
3.5.4
Uji Hipotesis
3.5.4.1 Uji Koefisien Determinan R2
Koefisien determinasi adalah suatu nilai yang menunjukkan besarnya
perubahan yang tersaji yang diakibatkan oleh variabel lainnya.
Koefisien
determinasi digunakan untuk mengetahui prosentase besarnya keterkaitan antara
variabel independen terhadap variabel dependennya. Koefisien determinasi
dinyatakan dalam R2.
Untuk variabel bebas yang lebih dari satu, maka
menggunakan adjusted R2.
3.5.4.2 Uji Signifikansi Simultan (UJI F)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel
independen secara bersama-sama (simultan) dapat berpengaruh terhadap variabel
dependen. Cara yang digunakan adalah dengan membandingkan nilai F hitung
dengan F tabel dengan ketentuan sebagai berikut:
Ho : β = 0, berarti tidak ada pengaruh signifikan dari variabel independen
terhadap variabel dependen secara bersama-sama (simultan).
Ha : β > 0, berarti ada hubungan yang signifikan dari variabel
independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama (simultan).
Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% atau taraf signifikan
5% (α = 0,05) dengan kriteria penilaian sebagai berikut:
48
a. Jika F hitung > F tabel maka Ha diterima dan Ho ditolak berarti ada variabel
independen secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel dependen.
b. Jika F hitung < F tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak berarti variabel
independen secara bersama- sama tidak mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel dependen.
3.5.4.3 Uji Signifikansi Parsial (Uji t)
Uji t dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel
independen secara parsial terhadap variabel dependen. Uji t dilakukan dengan
membandingkan t hitung terhadap t tabel dengan ketentuan sebagai berikut:
Ho : β = 0, berarti tidak ada pengaruh positif dari masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen secara parsial (individu).
Ha : β > 0, berarti ada pengaruh positif dari masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen secara parsial (individu).
Uji t dilakukan dengan membandingkan P value t hitung yang dihasilkan
oleh masing-masing variabel independen dalam persamaan regresi di atas dengan
derajat signifikannya (α) yaitu 0,05. Kriteria yang digunakan untuk menarik
kesimpulan hipotesa di atas yaitu jika P value t hitung < α (α = 0,05) maka Ho
ditolak. (Ghozali, 2011).
Membandingkan hasil t hitung dengan t tabel dengan kriteria sebagai
berikut:
49
a. apabila t hitung > t tabel, Ho ditolak dan Ha diterima, berarti ada pengaruh
yang signifikan dari masing-masing variabel independen terhadap variabel
dependen secara parsial (individu).
b. apabila t hitung < t tabel, Ho diterima dan Ha ditolak, berarti tidak ada
pengaruh yang signifikan dari masing-masing variabel independen terhadap
variabel dependen secara parsial (individu).
Download