TINJAUAN PUSTAKA Ikan Patin Sektor perikanan memang unik beberapa karakter yang melekat di dalamnya tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian penanganan masalah disektor ini memerlukan pendekatan tersendiri. Selain berhadapan dengan sumber daya yang bergerak terus, penggelolaan sumber daya perikanan juga dihadapkan pada masalah peliknya hak kepemilikan juga kompleksitas biologi dan fisika perairan. Interaksi faktor ini kemudian melahirkan eksternalitas yang berakibat pada terjadinya degradasi lingkungan dan seterusnya terjadinya pencemaran, yang berdampak pada kesehatan ikan dan penurunan kualitas hasil perikanan (Syofyan dan Usman, 2011). Ikan patin (Pangasius sp.) cukup banyak terdapat di perairan umum Indonesia. Ikan patin merupakan ikan air tawar berukuran besar dan mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi sebagai ikan konsumsi. Ikan ini cukup popular dan banyak diminati oleh konsumen terutama dari daerah Sumatera dan Kalimantan. Ikan patin mempunyai bentuk tubuh memanjang, agak pipih, tidak bersisik, dan panjang tubuhnya dapat mencapai 120 cm. Pada saat ukuran masih kecil (5 – 12 cm) ikan patin dapat dipajang diakuarium sebagai ikan hias. Ikan patin sudah dapat dikonsumsi setelah mencapai ukuran tubuh 300 – 1000 g. Ikan patin adalah salah satu ikan asli perairan Indonesia yang telah berhasil didomestikasi, sebagai ikan unggul dan ekonomis, serta pengembangan budidaya yang cukup prospektif. Dukungan untuk pengembangan ikan ini cukup tersedia, mulai dari luas lahan, penguasaan teknologi budidaya (Adria dan Jenny, 2006). Universitas Sumatera Utara Resirkulasi Kualitas suatu perairan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap survival dan pertumbuhan makhluk hidup di perairan itu sendiri. Lingkungan yang baik bagi hewan diperlukan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya (Minggawati, 2012). Sistem resirkulasi merupakan salah satu cara untuk memperbaiki kualitas air sebagai media pemeliharaan ikan dalam kegiatan budidaya. Sirkulasi air dapat membantu distribusi oksigen ke segala arah baik didalam air maupun difusinya atau pertukaran dengan udara dan dapat menjaga akumulasi atau mengumpulnya hasil metabolisme beracun sehingga kadar atau daya racun dapat dikurangi (Kelabora dan Sabariah, 2010). Penggunaan sistem resirkulasi pada akuakultur, dapat memberikan keuntungan yaitu memelihara lingkungan kultur yang baik pada saat pemberian pakan untuk pertumbuhan ikan secara optimal. Kelebihan sistem resirkulasi dalam mengendalikan, memelihara dan mempertahankan kualitas air menandakan bahwa sistem resirkulasi memiliki hubungan yang sangat erat dengan proses perbaikan kualitas air dalam pengolahan air limbah, terutama dari aspek biologisnya (Akbar, 2003). Oksigen Dilihat dari jumlahnya, oksigen (O2) adalah satu jenis gas larut dalam air dengan jumlah yang sangat banyak, yaitu menempati urutan kedua setelah nitrogen. Namun jika dilihat dari segi kepentingan untuk budidaya perairan, oksigen menempati urutan teratas. Oksigen yang diperlukan biota air untuk pernapasannya harus terlarut dalam air. Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas, sehingga bila ketersediaannya di dalam Universitas Sumatera Utara air tidak mencukupi kebutuhan biota budidaya, maka segala aktivitas biota akan terhambat (Kordi, 2010). DO (Dissolved Oxygen) atau disebut dengan oksigen terlarut dalam badan air disamping digunakan untuk kehidupan air, juga akan membantu proses penghilangan beberapa senyawa yang tidak diinginkan dalam air minum, seperti Fe dan Mn dengan cara presipitasi bentuk teroksidanya, serta mengoksidasi amoniak menjadi nitrat. Oksigen terlarut (DO) dalam badan air juga dapat mencegah terjadinya reduksi anaerobik dari sulfat terlarut menjadi H2S (Isnaini, 2011). Selain dengan pergantian air dan penggunaan alat bantu, masalah konsentrasi oksigen terlarut rendah juga dapat diperkecil melalui pengaturan pemberian pakan. Kelebihan pemberian pakan biasanya diikuti dengan proses pembusukan yang memanfaatkan oksigen dari air dan hasil akhirnya berupa bahan organik yang merupakan pupuk bagi fitoplankton (Kordi, 2010). Pengaruh oksigen terlarut terhadap fisiologis organisme adalah dalam proses respirasi. Berbeda dengan faktor temperatur yang mempunyai pengaruh yang merata terhadap fisiologis semua organisma air. Konsentrasi oksigen terlarut dalam air hanya berpengaruh secara nyata terhadap organisma air yang memang mutlak membutuhkan oksigen terlarut untuk respirasinya (Barus, 2004). Derajat keaasaman Derajat keasaman lebih dikenal dengan istilah pH. pH singkatan dari puissance negatif de H, yaitu logaritma dari kepekatan ion ion H (Hidrogen) yang terlepas dalam suatu cairan. Derajat keasaman atau pH air menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hidrogen (dalam mol per liter) pada suhu tertentu (Kordi, 2010). Universitas Sumatera Utara pH atau yang disebut dengan derajat keasaman diduga sangat berpengaruh terhadap daya racun badan pencemaran dan kelarutan beberapa gas, serta menentukan bentuk zat dalam air. Air normal yang memeenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH sekitar 6,5 – 7,5. Air yang bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH. Bila pH dibawah pH normal, maka air tersebut bersifat asam. Air limbah dan bahan buangan akan mengubah pH air yang akhirnya akan mengganggu kehidupan biota akuatik (Warlina, 2004). Derajat keasaman atau pH mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif, malah dapat membunuh hewan budidaya, pada pH rendah (keasaman yang tinggi) kandungan oksigen terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun, aktifitas pernapasan naik dan selera makan akan berkurang. Hal yang sebaliknya terjadi pada suasana basa. Atas dasar ini, maka usaha budidaya perairan akan berhasil baik dalam air dengan pH 6,5 – 9,0 dan kisaran optimal adalah pH 7,5 – 8,7. Oleh sebab itu nilai pH suatu kolam budidaya harus tetap dijaga. Adapun hubungan antara pH dan ikan budidaya menurut (Kordi, 2010) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hubungan antara pH dan Kehidupan Ikan Budidaya pH air <4,5 5 - 6,5 6,5 – 9,0 9,0 Pengaruh terhadap ikan budidaya Air bersifat racun bagi ikan Pertumbuhan ikan terhambat dan ikan sangat sensitif terhadap bakteri dan parasit Ikan mengalami pertumbuhan optimal Pertumbuhan ikan terhambat Universitas Sumatera Utara Alkalinitas Alkalinitas atau lebih dikenal dengan total alkalinitas adalah konsentrasi total dari unsur basa basa yang terkandung dalam air dan biasa dinyatakan dalam mg/l atau setara dengan kalsium karbonat (CaCO3). Dalam air, basa basa yang terkandung biasanya dalam bentuk ion karbonat dan bikarbonat. Untuk tumbuh optimal, plankton menghendaki total alkalinitas sekitar 80 – 120 ppm. Pada kisaran total alkalinitas kurang atau melebihi dari kisaran tersebut, pertumbuhan plankton terhambat. Namun demikian bukan berarti pertumbuhan plankton pasti optimal bila total alkalinitas air cukup. Hal ini karena masih banyak parameter kualitas air yang mempengaruhi pertumbuhan plankton, seperti ketersediaan CO2 dan pH (Kordi, 2010). Suhu air Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme dan organisme, karena itu penyebaran organisme baik di lautan maupun di perairan air tawar dibatasi oleh suhu perairan tersebut. Suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan biota air. Secara umum laju pertumbuhan meningkatkan sejalan dengan menaikkan suhu, dapat menekan kehidupan hewan budidaya bahkan menyebabkan kematian bila peningkatan suhu sampai drastis (Kordi, 2010). Suhu atau temperatur merupakan faktor pembatas bagi semua mahluk hidup. Temperatur juga merupakan faktor fisik dalam reproduksi, pertumbuhan, pendewasaan, dan umur organisme. Dalam ekosistem perairan, masing masing jenis organisme yang ada memiliki kisaran suhu optimum bagi kehidupannya. Misalnya untuk jenis hewan tertentu memiliki kisaran suhu optimum 320C. Dalam kasus lain hewan yang ada dalam perairan yang sama tidak memiliki toleransi terhadap suhu yang demikian sehingga akan mempengaruhi posisinya (tempat hidupnya) pada perairan tersebut (Isnaini, 2011). Universitas Sumatera Utara Dalam setiap penelitian pada ekosistem air, pengukuran temperatur air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas didalam air serta semua aktivitas biologis – fisiologis di dalam ekosistem air sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut hukum Van Hoffs, kenaikan temperatur sebesar 10oC (hanya pada kisaran temperature yang masih di tolerir) akan meningkatkan laju metabolisme dari organisme sebesar 2 – 3 kali lipat. Akibat meningkatnya laju metabolisme, akan menyebabkan konsumsi oksigen dalam air menjadi berkurang. Hal ini dapat menyebabkan organisme air akan mengalami kesulitas untuk melakukan respirasi (Barus, 2004). Kisaran suhu optimal bagi kehidupan ikan di perairan tropis adalah antara 280C – 320C. Pada kisaran tersebut konsumsi oksigen mencapai 2,2 mg/g berat tubuh/jam. Dibawah suhu 250C, konsumsi oksigen mencapai 1,2 mg/g berat tubuh/jam. Pada suhu 1800C – 250C, ikan masih bertahan hidup, tetapi nafsu makannya mulai menurun. Suhu air 12 0C – 180C mulai berbahaya bagi ikan, sedangkan pada suhu dibawah 12 0C ikan tropis mati kedinginan. Pergantian atau percampuran air merupakan cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi pengaruh suhu tinggi. Suhu air tambak cenderung lebih tinggi dari suhu air laut akibat perbedaan volume. Pergantian air yang diupayakan untuk pengenceran metabolit sekaligus dapat mempengaruhi suhu tinggi (Kordi, 2010). Amoniak dan Nitrit Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk tumbuh dan berkembang, sementara nitrit merupakan senyawa toksik yang dapat mematikan organisma air. Keberadaan senyawa nitrat di perairan sangat dipengaruhi oleh buangan yang berasal dari industri, pertanian dan domestik (Isnaini, 2011). Universitas Sumatera Utara Pada budidaya ikan atau udang intensif yang menerapkan padat penebaran tinggi dan pemberian pakan secara intensif, penimbunan limbah kotoran terjadi sangat cepat. Sebagian besar pakan yang dimakan oleh ikan dan udang akan dirombak menjadi daging atau jaringan tubuh, sedangkan sisanya dibuang berupa kotoran padat (feces) dan terlarut (ammonia) (Kordi, 2010). Arang Aktif Daya serap dari arang aktif umumnya tergantung kepada jumlah senyawa karbon yang berkisar antara 85 sampai 95% karbon bebas. Arang aktif dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas air. Arang aktif adalah arang yang diproses sedemikian rupa sehingga mempunyai daya serap atau adsorpsi yang tinggi terhadap bahan yang berbentuk larutan atau uap. Arang aktif dapat dibuat dari bahan yang mengandung karbon baik organik atau anorganik, tetapi yang biasa beredar di pasaran berasal dari tempurung kelapa, kayu dan batubara. Pada umumnya arang aktif digunakan sebagai bahan penyerap dan penjernih. Daya serap arang aktif sangat besar, yaitu 25 – 100% terhadap berat arang aktif (Suhartana, 2006). Untuk menanggulangi air yang berwarna kuning, biasanya orang menggunakan media pasir bangunan dan ijuk. Media media ini dimasukkan ke bak semen atau drum, dimana pasir diletakkan di bagian atas dan ijuk di bagian bawah. Penempatan seperti ini dimaksudkan agar pasir tidak terbawa air. Namun metode ini hanya efektif untuk air yang kadar kotorannya ringan karena kadar kotoran yang tinggi akan menyebabkan pengendapan dan menyumbat jalannya air. Media yang efektif untuk menghilangkan warna kuning dan bau pada air adalah pasir zeolit dan arang jepang. Pasir zeolit berfungsi untuk menghilangkan kotoran dan arang jepang berfungsi untuk menghilangkan bau. Media gabungan pasir zeolit dan arang jepang ini mulai banyak Universitas Sumatera Utara digunakan dalam alat penjernih air, dan mudah didapat serta relatif terjangkau (Aguskamar, 2011). Eceng Gondok Eceng gondok (Eichhornia crassipes.) merupakan tumbuhan gulma di wilayah perairan yang hidup terapung pada perairan dalam. Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan. Eceng gondok berkembang biak dengan sangat cepat, baik secara vegetatif maupun generatif. Perkembangbiakan dengan cara vegetatif dapat melipat ganda dua kali dalam waktu 7 – 10 hari (Pasaribu, 2007). Eceng gondok merupakan salah satu jenis tanaman air yang pertumbuhannya sangat cepat dan sangat mudah tumbuh di perairan. Namun selain sebagai tanaman pengganggu perairan, tanaman eceng gondok dapat dimanfaatkan manusia untuk mengatasi pencemaran, baik pencemaran yang disebabkan oleh limbah industri maupun limbah rumah tangga. Eceng gondok dapat menyerap dan mengakumulasi zat-zat polutan dalam perairan ke dalam struktur tubuh tumbuhan air tersebut. Eceng gondok dapat menyerap 50% N-organik dalam waktu 3,6 hari pada kolam pembersih limbah yang berasal dari daerah pertanian yang kotor (Setyanto dan Warniningsih, 2011). Universitas Sumatera Utara Tabel 2. Manfaat dari media filter sederhana Media Pasir& Batu Kerikil Fungsi -Penyaring kotoran ( fisika ) Kelebihan -Harga murah -Batu dapat sebagai tempat tinggal bakteri pengurai ( biologi ) Batu Zeolit Ijuk Arang Kekurangan - design filter sulit biasanya harus sistim Vertikal - Batu sebagai tempat tinggal bakteri pengurai kurang efektif karena membutuhkan jumlah yg banyak. -Menyerap zat zat yang berbahaya misalkan ammonia ( kimia ) -Sebagai penyaring kotoran ( fisika ) -Harga relative murah -Menyerap racun -Dapat juga berfungsi sebagai penyaring kotoran -Harga murah, untuk di daerah mudah didapat - bila terkena garam akan melepas kembali zat ammonia yang terserap. - mudah busuk, sehingga dapat berubah menjadi sumber penyakit. Harga relatif murah dan mudah didapat Universitas Sumatera Utara