1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Proses patologis sering terjadi sebagai bentuk adaptasi tubuh akibat pengaruh lingkungan yang abnormal. Terdapat beberapa agen yang berbahaya bagi tubuh, antara lain mikroorganisme patogen, trauma, defisiensi nutrisi dan faktor keturunan. Faktor-faktor tersebut dapat beraksi sendiri ataupun saling berinteraksi untuk membentuk suatu penyakit. Berbagai jenis unsur kimia lingkungan, polutan industri dan zat makanan tambahan dapat berbahaya bagi tubuh (Moore, 2003). Beberapa zat makanan tambahan dapat berupa sebagai pengawet ataupun penambah rasa makanan. Salah satu zat makanan tambahan yang berfungsi sebagai penambah rasa makanan adalah monosodium glutamat (Eweka dan Om’iniabohs, 2011). Monosodium glutamat dapat menambah nafsu makan, meningkatkan rasa lapar dan menurunkan rasa kenyang (Masic dan Yeomans, 2013). Monosodium glutamat ditambahkan pada produk makanan yang berfungsi untuk menambah rasa, sama seperti glutamat alami yang terdapat pada makanan. Monosodium glutamat adalah garam dari asam glutamat yang telah diidentifikasi memiliki rasa umami yaitu rasa gurih pada makanan (Freeman, 2006; Sand 2005). Rasa gurih ini merupakan rasa kelima selain rasa asam, asin, manis dan pahit. Sebelum tahun 1907, pada makanan tradisional Asia Timur sering ditambahkan dengan ekstrak rumput laut yang mengandung asam glutamat dalam konsentrasi yang tinggi. Pada tahun 1907, Kikuna Ikeda berhasil mengisolasi monosodium 2 glutamat (Sano, 2009). Pada tahun 1908 monosodium glutamat mulai digunakan sebagai penyedap rasa masakan Jepang (Sand, 2005). Penggunaan monosodium glutamat kemudian meluas ke China dan seluruh dunia dalam berbagai jenis produk makanan dalam berbagai konsentrasi (Walker and Lupien, 2000). Penggunaan monosodium glutamat secara global pada tahun 2009 mencapai lebih dari 10 g/hari (Collison et al., 2009). Di Indonesia penggunaan monosodium glutamat pada usia dewasa 0,12 kg/orang pertahun dan pada anak usia prasekolah mencapai 0,06 kg/hari dengan angka produksi monosodium glutamat sekitar 17.000 ton pertahun (Winarno, 1986). Glutamat adalah asam amino yang terkonsentrasi tinggi pada regio otak seperti pada cortex cerebri, stria dan gyrus dentatus hippocampus. Asam amino ini berperan penting dalam memediasi performa kognitif (Park et a.l., 2000) termasuk pembentukan memori (Hilnak et al., 2005). Glutamat adalah asam amino neuroeksitatorik utama pada otak manusia. Terdapat hubungan langsung antara neuroeksitatorik dan neurotoksisitas glutamat dengan aktivasi reseptor asam amino eksitatorik. Stimulasi ini memacu kaskade enzimatik yang menghasilkan kematian sel (Maragakis and Rothstein, 2001). Neurotoksisitas glutamat pertama kali diteliti oleh Lucas dan Newhouse pada tahun 1957. Pemberian glutamat pada anak tikus menyebabkan degenerasi retina (Lucas dan Newhouse, 1957). Penelitian ini kemudian diikuti dengan penelitian-penelitian lain yang menunjukkan neurotoksisitas monosodium glutamat pada dosis yang tinggi. Pemberian monosodium glutamat pada dosis 4 mg/g BB secara intraperiotenal menyebabkan kerusakan neuron-neuron 3 hipotalamus di nukleus arkuata dan gangguan retensi memori pada tikus dewasa (Park et al., 2000). Pemberian monosodium glutamat 4 mg/g BB secara subkutan pada tikus neonatus jantan terbukti menginduksi eksitotoksitas yang memacu kematian sel cortex prefrontal (Gonzales et al., 2001). Studi lain juga menunjukkan bahwa pemberian monosodium glutamat dosis tinggi 4 mg/g BB menimbulkan reaktivitas, hiperplasia dan hipertrofi sel glia dan astrosit di cortex frontoparietalis (Martinez-Conctreras et al., 2002). Hilnak et al. (2005) melaporkan pemberian monosodium glutamat pada bayi tikus dengan dosis 3 mg/g BB yang diinjeksi subkutan menyebabkan tikus mengalami defisit perilaku jangka panjang. Pada studi yang dilakukan oleh Hermawati (2013) tentang pengaruh pemberian ekstrak bawang putih terhadap memori dan jumlah sel pyramidal yang dipaparkan dengan monosodium glutamat 4mg/g BB secara intraperitoneal kematian tikus hewan coba mencapai lebih dari 50%. Kematian tersebut terjadi dalam waktu 1 jam setelah penyuntikan monosodium glutamat dengan dosis tersebut. Kematian didahului dengan gerakan eksitatorik berupa hiperaktivasi dan kejang-kejang. Kemudian dilakukan penurunan dosis monosodium glutamat menjadi 2 mg/g BB dan tidak terjadi lagi kematian tikus yang diinduksi dengan gerakan eksitatorik setelah dilakukan induksi. Dosis paparan monosodium glutamat 2 mg/g BB telah menunjukkan bahwa antara kelompok kontrol negatif dan kontrol positif tidak bermakna. Oleh sebab itu penulis ingin melakukan penelitian mengenai pengaruh monosodium glutamat terhadap memori spasial dan jumlah sel pyramidal hippocampus dengan berbagai dosis. Berdasarkan penelitian 4 sebelumnya dosis 2 mg/g BB yang hasilnya kurang bermakna dan dosis 4 mg/g BB terjadi kematian yang tinggi maka penulis mengambil dosis untuk penelitian adalah 2,5 mg/g BB, 3 mg/g BB dan 3,5 mg/g BB. I.2. Perumusan Masalah 1. Apakah jumlah sel pyramidal hippocampus tikus Wistar jantan remaja yang mendapat monosodium glutamat intraperitoneal menjadi lebih rendah dibandingkan daripada tikus Wistar jantan remaja yang tidak mendapatkan monosodium glutamat? 2. Apakah memori spasial tikus Wistar jantan remaja mendapat monosodium glutamat intraperiotoneal akan lebih rendah daripada tikus Wistan jantan remaja yang tidak mendapatkan monosodium glutamat? I.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji seberapa besar penurunan jumlah sel pyramidal hippocampus regio CA1 dan memori spasial tikus Rattus norvegicus jantan remaja setelah pemberian monosodium glutamat dengan kadar yang berbeda-beda. I.4. Keaslian Penelitian Pada tahun 1994, Bogdanov dan Wurtman melakukan penelitian tentang efek pemberian monosodium oral pada pelepasan glutamat striatal pada tikus. Penelitian ini menggunakan monosodium glutamat dosis 0,5; 1,0 dan 2,0 g/kg secara parenteral. Pada penelitian ini parameter yang diukur adalah kadar glutamat dengan menggunakan mikrodialisis otak. 5 Noor dan Mourad (2010) melakukan penelitian tentang efek antioksidan Nigella sativa pada otak tikus yang diinduksi dengan monosodium glutamat. Pada penelitian pemberian monosodium glutamat dilakukan dengan dosis 4 mg/g BB secara intraperitoneal selama 6 hari. Penelitian ini untuk melihat efek protektif Nigella sativa dibandingkan dengan efek pemberian vitamin C pada cortex dan hippocampus tikus yang diinduksi monosodium glutamat. Parameter yang digunakan adalah kadar MDA, GSH, GST cortex dan hippocampus tikus. Studi histologis oleh Onaolapo et al., 2011 menunjukkan pemberian monosodium glutamat dosis rendah subkronis peroral terhadap hepar dan ginjal pada tikus Swiss Albino. Penelitian ini berbeda karena dosis yang digunakan adalah 0,5; 1,0 dan 1,5 mg/kg BB secara peroral selama 28 hari. Penelitian ini mengkaji efek monosodium glutamat terhadap organ hepar dan ginjal. Parameter yang digunakan adalah gambaran histologis dan berat masing-masing organ tersebut. Pada tahun yang sama Onaolapo dan teman-teman juga meneliti efek pemberian monosodium glutamat dosis rendah subkronis secara peroral terhadap perilaku pada tikus Swiss Albino. Pada penelitian ini dosis yang digunakan adalah 0,5; 1,0 dan 1,5 mg/kg BB secara peroral selama 14 hari. Paramater yang diuji adalah perilaku tikus dengan menggunakan elevated plus maze dan y-maze. Rajagopal et al. tahun 2013 melakukan penelitian tentang efek neuroprotektif dari ekstrak daun Ocimum sanctum pada tikus yang terpajan monosodium glutamat. Penelitian ini membandingkan efek neuroprotektif ekstrak Ocimum sanctum dan memantin pada tikus yang dipaparkan dengan monosodium glutamat dosis 2 g/kg BB secara intraperitoneal selama 7 hari. Penelitian ini 6 menggunakan parameter perilaku (berat badan, aktivitas lokomotor, aktivitas rotarod), biokimia (kadar GSH, GPx, GR, SOD,CAT, LPO, nitrit, NaKATP-ase, protein) dan spektrofotometri(Rajagopal et al., 2013) Pada tahun 2013, Hermawati melakukan penelitian tentang pengaruh ekstrak ethanol bawang putih terfermentasi terhadap memori spasial dan jumlah sel pyramidal hippocampus regio CA1 pada tikus Wistar yang dipajan monosodium glutamat. Penelitian ini mengkaji efek protektif bawang putih terhadap neurotoksisitas monosodium glutamat. Semula paparan monosodium glutamat yang direncanakan adalah 4 mg/g BB. Namun karena tingkat kematian yang tinggi segera setelah penyuntikan monosdium glutamat maka dosis diturunkan menjadi 2 mg/g BB. Parameter yang digunakan adalah memori spasial dengan Morris water maze dan hitung jumlah sel pyramidal. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi bagi dunia pendidikan kedokteran bagaimana pengaruh pemberian monosodium glutamat terhadap sel pyramidal hippocampus regio CA1. 2. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi bagi dunia pendidikan kedokteran bagaimana pengaruh pemberian monosodium glutamat terhadap memori spasial.