CAN WE CHANGE PEOPLE ? Bisakah kita mengubah orang ? Pertanyaan ini kerap muncul di kalangan para manajer yang dalam tugasnya sehari-hari me-manage orang-orang yang bekerja di bawah supervisi mereka. Tentu saja yang dimaksud dengan mengubah orang di sini bukanlah mengubah aspek fisik dari seseorang seperti mengubah seorang karyawan yang badannya gemuk menjadi berbadan langsing. Yang dimaksud di sini adalah mengubah aspek non-fisik seseorang atau aspek sikap, sifat, pendirian atau nilai-nilai yang dianut seorang karyawan dalam bekerja dengan tujuan agar dapat menunjukkan kinerja yang lebih baik atau lebih selaras dengan gerak laju perusahaan. Dalam konteks kompetensi, aspek non-fisik ini dapat disederhanakan ke dalam 3 golongan yaitu knowledge (K) atau pengetahuan, skills (S) atau keterampilan, dan attitude (A) atau sikap yang relatif populer disingkat sebagai KSA. Dalam bahasa awam, 3 golongan ini dapat juga disebut sebagai Tahu, Mampu, dan Mau. Sedangkan dalam konteks ilmu psikologi, aspek non-fisik ini dapat disebut sebagai aspek personality atau kepribadian dalam arti yang luas (kepribadian kadang diartikan dalam arti sempit seperti sikap atau manner dalam situasi-situasi sosial seperti tata cara berbusana, makan malam, dll.). Dalam arti luas, personality telah mencakup aspek kemampuan berpikir atau kecerdasan intelektual (IQ) yang dalam perkembangannya telah menjelma menjadi area tersendiri sehingga ruang lingkup IQ dapat dibedakan dari personality. Kemudian personality ini dapat diurai lagi ke dalam beberapa elemen seperti trait atau sifat (mis: pemarah, penyabar, penurut, pendiam, dll.), motif (mis: need for achievement, need for affiliation, dll.), self concept (mis:, minder, over confidence, dll.), dan values atau nilai yang dianut (mis, nilai-nilai moral, ideologi, norma sosial, dll.). Diskusi tentang aspek non-fisik seseorang ini dapat menjadi lebih luas lagi sehubungan dengan berkembangnya konsep tentang aspek spiritualitas atau fungsi luhur manusia yang dalam bahasa awam dikenal sebagai pembagian atas jasmani dan rohani. Oleh karena itu ketika diajukan pertanyaan tentang ‘Bisakah kita mengubah orang?’, maka jawabannya adalah tergantung dari aspek apa yang ingin kita ubah. Mengubah atau menambah knowledge dan skills karyawan dari semula tidak tahu dan tidak terampil menjadi tahu dan terampil relatif mudah dilakukan melalui pelatihan-pelatihan yang sering diadakan baik oleh internal perusahaan maupun oleh training provider. Sedangkan mengubah attitude atau personality seorang karyawan agar lebih selaras dengan gerak laju perusahaan bukanlah perkara mudah. Beberapa ahli psikologi bahkan percaya bahwa beberapa trait dan value yang telah melekat atau dianut seseorang tidak akan berubah sepanjang hidupnya. Bahkan ada juga ahli yang berpendapat bahwa IQ seseorang tidak akan meningkat lagi setelah usia 20 tahun (kalaupun terjadi peningkatan, lebih pada pengembangan wawasan, kreativitas dan kematangan berpikir (wisdom) bukan pada kapasitas intelektualnya). Namun demikian bukan berarti para manajer boleh pasrah dalam upaya mengubah sikap atau kepribadian karyawan. Paling tidak bila para manajer ingin mengubah sikap dari para karyawan atau bawahannya, ada beberapa isu yang dapat diperhatikan. Yang pertama adalah siapa diri kita. Kedua, seberapa kuat sikap tersebut. Ketiga, seberapa penting perubahan yang dituju dan keempat, teknik yang digunakan untuk mengubah sikap tersebut. Pertama, karyawan akan cenderung berespon positif terhadap upaya perubahan yang dilakukan oleh orang yang disukai, kredibel dan meyakinkan. Bila karyawan menyukai kita, mereka akan lebih mudah mengenali dan menerima pesan yang kita sampaikan. Adapun kredibilitas, mengandung arti trust, expertise, dan obyektivitas. Kita akan lebih mudah mengubah sikap karyawan bila karyawan melihat kita sebagai orang yang dapat dipercaya, memahami dan menguasai apa yang kita bicarakan, dan tidak bias dalam menyampaikan pesan. Pengubahan sikap juga akan lebih berhasil bila argumentasi perlunya perubahan sikap, kita sampaikan dengan jelas dan persuasif. Kedua, akan lebih mudah untuk mengubah sikap karyawan bila mereka tidak terlalu kuat menaruh komitmen pada sikap tersebut. Sebaliknya, semakin kuat belief yang mereka pegang di belakang sikap tersebut, semakin sulit untuk diubah. Di sisi lain, sikap yang telah dinyatakan secara terbuka ke depan publik akan semakin sulit untuk diubah karena karyawan yang bersangkutan harus mengakui kesalahannya. Ketiga, akan lebih mudah mengubah sikap ketika perubahannya tidak terlalu signifikan. Sebaliknya untuk membuat karyawan memiliki atau menunjukkan sikap baru yang jauh berbeda dari sikap sebelumnya, perlu upaya lebih. Pentingnya sikap baru yang diinginkan juga akan mengurangi dissonance yang terjadi. Dan terakhir, teknik untuk mengubah sikap yang cukup sering digunakan dan relatif berhasil adalah oral persuasion. Sumber : CoachingPlus : Seminar ”Transforming Status Quo Employee”