iii kerangka pemikiran

advertisement
III
3.1.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Penelitian ini mengambil kerangka pemikiran teoritis dari berbagai
penelusuran teori-teori yang relevan dengan permasalahn penelitian. Kerangka
pemikiran teoritis penelitian ini antara lain:
3.1.1. Konsumen
Konsumen merupakan individu atau kelompok yang berusaha untuk
memenuhi atau mendapatkan barang dan jasa untuk kebutuhan pribadi atau
kelompoknya (Kotler 2005). Istilah konsumen sering diartikan sebagai dua jenis
konsumen, yaitu konsumen individu dan konsumen organisasi (Sumarwan 2004).
Konsumen individu membeli barang dan jasa untuk digunakan oleh diri sendiri
atau yang akan digunakan bersama oleh anggota keluarga. Selain untuk digunakan
sendiri, konsumen individu juga mungkin membeli barang dan jasa untuk hadiah
(untuk diberikan) kepada teman, saudara, atau orang lain. Dalam konteks barang
dan jasa yang dibeli kemudian langsung digunakan oleh individu dan sering
disebut sebagai pemakai akhir atau konsumen akhir. Konsumen akhir memiliki
keragaman yang meliputi seluruh individu dari berbagai usia, latar belakang
budaya, pendidikan, dan keadaan sosial ekonomi lainnya.
Selain konsumen individu, jenis kedua adalah konsumen organisasi yang
meliputi organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintah, dan
lembaga lainnya. Semua jenis organisasi ini harus membeli produk peralatan dan
jasa-jasa lainnya untuk menjalankan seluruh kegiatan organisasinya. Konsumen
individu dan konsumen organisasi memberikan sumbangan yang penting bagi
perkembangan dan pertumbuhan ekonomi. Namun, yang secara langsung
mempengaruhi kemajuan dan kemunduran perusahaan adalah konsumen individu.
Konsumen individu adalah tulang punggung perekonomian nasional, sebagian
besar pabrik dan perusahaan serta sektor pertanian menghasilkan produk dan jasa
untuk digunakan oleh konsumen akhir.
3.1.2. Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen memiliki banyak definisi dari para ahli, akan tetapi
memiliki dasar yang sama. Perbedaan definisi yang ada hanya berbeda pada cara
perumusannya. Menurut AMA (American Marketing Association), dalam
Supranto dan Linakrisna (2007) perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis
antara kognisi, afeksi, perilaku, dan lingkungannya dimana manusia melakukan
kegiatan pertukaran dalam hidup mereka.
Menurut Engel et al (1995), perilaku konsumen merupakan tindakan yang
langsung terlibat dalam mendapatkan, menggunakan (memakai, mengonsumsi),
dan menghabiskan produk (barang dan jasa) termasuk proses yang mendahului
dan mengikuti tindakan ini. Perilaku konsumen dipengaruhi dan dibentuk oleh
pengaruh lingkungan, perbedaan individu, dan proses psikologis. Pengaruh
lingkungan meliputi budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga, atau situasi.
Perbedaan individu meliputi sumberdaya konsumen, motivasi, ketelibatan,
pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup, dan demografi. Sedangkan proses
psikologis antara lain mencakup pengolahan informasi, pembelajaran, perubahan
sikap, dan perilaku. Ketiga faktor tersebut memiliki hubungan yang sama pada
proses keputusan konsumen dan implikasinya pada strategi pemasaran.
Rangkuti (2006) membedakan perilaku konsumen berdasarkan tiga jenis
definisi, yaitu :
a.
Perilaku konsumen adalah dinamis, menekankan bahwa seorang konsumen,
kelompok konsumen, serta masyarakat luas selalu berubah dan bergerak
sepanjang waktu. Dalam hal strategi pemasaran, sifat dinamis konsumen
menyiratkan bahwa pemasar tidak boleh berharap pada satu strategi
pemasaran yang sama, dapat memberikan hasil yang sama pula sepanjang
waktu dan di pasar serta industri yang sama.
b.
Perilaku konsumen melibatkan interaksi, menekankan bahwa untuk
mengembangkan strategi pemasaran yang tepat, pemasar harus memahami
yang dipikirkan (kognisi), dirasakan (pengaruh atau afeksi), dan dilakukan
(perilaku) oleh konsumen. Selain itu, perlu dipahami juga apa dan dimana
peristiwa (kejadian sekitar) yang dipengaruhi oleh pikiran, perasaan, dan
tindakan konsumen.
18
c.
Perilaku konsumen melibatkan pertukaran, menekankan bahwa konsumen
tetap konsisten dengan definisi pemasaran sejauh ini juga berkaitan dengan
pertukaran.
Menurut Schiffman dan Kanuk, diacu dalam Sumarwan (2004), perilaku
konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam
mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan
jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka.
konsumen
terdiri
dari
semua
tindakan
konsumen
untuk
Perilaku
memperoleh,
menggunakan, dan membuang barang atau jasa. Sebelum bertindak, seseorang
seringkali mengembangkan keinginan berperilaku yaitu keinginan konsumen
untuk berperilaku menurut cara tertentu dalam rangka memiliki, membuang, dan
menggunakan produk atau jasa, berdasarkan kemungkinan tindakan yang akan
dilakukan.
Dari beberapa definisi yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa
perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang
mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli,
menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan kegiatan
evaluasi. Studi perilaku konsumen adalah suatu studi mengenai bagaimana
seorang individu membuat keputusan untuk mengalokasikan sumber daya yang
tersedia seperti waktu, uang, usaha, dan energi. Para pemasar wajib memahami
perilaku konsumen agar mereka mampu memasarkan produknya dengan baik.
Semua keputusan pemasaran dan peraturan-peraturan mengenai produksi dan
penjualan produk didasarkan pada asumsi tentang perilaku konsumen. Dengan
para pemasar memahami sebab dan cara konsumen mengambil keputusan
konsumsi, pemasar dapat merancang strategi pemasaran dengan lebih baik agar
konsumen mau memilih produk tertentu dan merek tertentu yang ditawarkan
pemasar tersebut.
3.1.3. Karakteristik Konsumen
Konsumen memiliki karakteristik yang dapat mempengaruhi perilaku
dalam proses pembelian. Karakteristik konsumen berguna untuk mengetahui
sebuah segmentasi pasar. Karakteristik konsumen terdiri dari pengetahuan dan
19
pengalaman konsumen, kepribadian konsumen dan karakter demografi konsumen
(Sumarwan 2004). Karakteristik demografi dapat dilihat dari faktor-faktor seperti
usia, jenis kelamin, status perkawinan, penghasilan, pekerjaan, dan pendidikan.
Karakteristik demografi berkaitan dengan konsep subbudaya yang membagi
masyarakat ke dalam kelompok-kelompok. Demografis membantu menemukan
pasar target atau pasar sasaran bagi perusahaan. Pengetahuan akan berbagai
variabel tersebut akan sangat membantu perusahaan dalam memaksimumkan daya
tariknya melalui produk dan bauran pelayanannya.
Konsumen yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak
mengenai produk mungkin tidak termotivasi untuk mencari informasi, karena ia
sudah merasa cukup dengan pengetahuiannya untuk mengambil keputusan.
Konsumen yang mempunyai kepribadian sebagai seorang yang senang mencari
informasi (information seeker) akan meluangkan waktu untuk mencari informasi
lebih banyak. Pendidikan adalah salah satu karakteristik demografi yang penting,
karena konsumen yang berpendidikan tinggi cenderung mencari informasi yang
banyak mengenai suatu produk sebelum ia memutuskan untuk membelinya.
Selain pendidikan, usia dan pendapatan juga merupakan karakteristik penting
yang harus dipahami oleh pemasar. Sumarwan (2004) menyatakan bahwa semua
penduduk
berapapun
usianya
adalah
konsumen.
Perbedaan
usia
akan
mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek. Pemasar harus
mengetahui komposisi dan distribusi produknya secara jelas jika menjadikan usia
sebagai dasar dari segmentasi produk.
Pendapatan merupakan imbalan yang diterima seseorang dari pekerjaan
yang dilakukannya. jumlah pendapatan akan menggambarkan besarnya daya beli
konsumen. Besar kecilnya pendapatan yang diterima konsumen dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan dan pekerjaannya dan akan mempengaruhi besar kecilnya daya
beli konsumen. Daya beli menjadi indikator penting bagi pemasar dalam
memperkirakan jumlah produk yang bisa dibeli oleh konsumen.
3.1.4. Karakteristik Produk
Kualitas produk adalah evaluasi menyeluruh konsumen atas kebaikan
kinerja barang atau jasa (Sunarto 2006). Konsumen akan memiliki harapan
20
mengenai bagaimana produk tersebut seharusnya berfungsi (performance
expectation). Harapan tersebut adalah standar kualitas yang akan dibandingkan
dengan fungsi atau kualitas produk yang sesungguhnya dirasakan konsumen.
Dalam mengevaluasi kualitas suatu produk atau jasa, konsumen akan menilai
berbagai atribut seperti yang terdapat dalam dimensi kualitas pelayanan dan
dimensi kualitas produk. Daging ayam segar yang merupakan produk utama
Prima Fresh Mart (PFM) jual merupakan produk yang banyak dijual di pasar
tradisional dan pasar modern atau retail dengan mengandalkan sistem distribusi
dan tidak menyertai jasa secara langsung. Hal ini membuat dimensi kualitas
produk lebih berperan dibandingkan dimensi kualitas pelayanan.
Dimensi
kualitas barang Gasperz diacu dalam Umar (2005) terdiri atas:
1.
Performance, yaitu aspek fungsional yang terdapat pada produk dan
menjadi karakteristik utama pelanggan dalam membeli barang.
2.
Features, berkaitan dengan aspek performansi yang mendukung fungsi
dasar dari suatu produk dan berkaitan dengan pilihan produk dan
pengembangannya.
3.
Reliability, yaitu konsistensi kinerja produk. Hal ini berkaitan dengan
probabilitas suatu barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali
digunakan dalam periode waktu dan kondisi tertentu.
4.
Conformance, yaitu tingkat kesesuaian terhadap spesifikasi yang telah
ditetapkan sebelumnya berdasarka keinginan pelanggan.
5.
Durability, suatu refleksi umur ekonomis berupa ukuran daya tahan atau
masa pakai barang.
6.
Serviceability, berkaitan dengan kecepatan, kompetensi, kemudahan, dan
akurasi dalam memberikan layanan untuk perbaikan barang.
7.
Aesthetics, karakteristik yang bersifat subjektif tentang nilai-nilai estetika
yang berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi
individual.
8.
Perceived quality, merupakan citra dan reputasi barang serta tanggung
jawab perusahaan terhadap barang tersebut.
Menurut Mowen dan Minor (1998), selain dimensi kualitas barang,
dimensi
kualitas
jasa
juga
penting untuk
diperhatikan.
Kualitas
jasa
21
menggambarkan sejauh mana jasa dapat memenuhi spesifikasi-spesifikasi
berdasarkan perspektif konsumen. Dimensi kualitas jasa terdiri atas:
1.
Bukti Fisik (Tangibles), dimensi ini mencakup penampilan fisik fasilitas,
peralatan atau perlengkapan, serta penampilan pekerja.
2.
Keandalan (Reliability), dimensi ini menunjukkan kemampuan perusahaan
untuk memberikan pelayanan secara akurat dan handal, dapat dipercaya dan
bertanggung jawab atas apa yang dijanjikan, tidak pernah memberikan janji
yang berlebihan, serta selalu memenuhi janjinya. Dimensi ini dapat juga
diartikan sebagai kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang
akuran sejak pertama kali dilakukan kesepakatan terhadap jasa tanpa
membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan
waktu yang telah disepakati. Dimensi ini secara umum menggambarkan
konsistensi dan keandalan.
3.
Daya Tanggap (Responsiveness), dimensi ini mencakup keinginan untuk
membantu pelanggan, memberikan tanggapan, menginformasikan kapan
jasa akan diberikan, serta pelayanan yang cepat dan tepat. Dimensi ini
merefleksikan komitmen perusahaan untuk memberikan pelayanan yang
tepat pada waktunya, dan berkaitan dengan keinginan serta kesiapan
karyawan untuk melayani pelanggan.
4.
Jaminan (Assurance), dimensi ini meliputi pengetahuan dan kesopanan
pekerja serta kemampuannya untuk memberikan kepercayaan kepada
pelanggan. Dimensi ini merefleksikan kompetensi perusahaan yang
berkaitan dengan pengetahuan serta keterampilan dalam memberikan jasa,
keramahan kepada pelanggan, dan keamanan operasinya.
5.
Empati (Emphaty), pada dimensi ini perusahaan memahami masalah
pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan
perhatian para personal kepada para pelanggannya, serta memberikan
perhatian para personal kepada para pelanggannya dan memiliki jam operasi
yang nyaman. Dimensi ini menunjukkan derajat perhatian yang diberikan
kepada setiap pelanggan. Dimensi ini juga merefleksikan kemampuan
pekerja dalam menyelami perasaan sebagaimana jika pekerja tersebut
mengalaminya.
22
3.1.5. Ritel
Ritel (retail) secara harfiah berarti eceran atau perdagangan eceran,
sedangkan peritel (retailer) adalah pengecer atau pengusaha perdagangan eceran.
Menurut kamus, kata retail diartikan sebagai selling of goods and services to
publics, atau penjualan barang atau jasa kepada khalayak (Manser diacu dalam
Sujana 2005). Kotler (2005) mendefinisikan usaha eceran (retailing) adalah
kegiatan yang terlibat dalam penjualan jasa secara langsung kepada konsumen
akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis. Sedangkan pengecer (retailer)
adalah lembaga pemasaran yang berhubungan langsung dengan konsumen akhir
atau usaha bisnis yang volume penjualannya terutama berasal dari penjualan
eceran. Organisasi apapun yang menjual produk kepada konsumen akhir baik itu
produsen, grosir, atau pengecer dikatakan melakukan usaha eceran.
3.1.5.1. Sejarah Ritel di Indonesia
Dalam memperoleh produk atau jasa konsumen tidak langsung
mendapatkan apa yang mereka butuhkan, antara produsen dan konsumen terdapat
sekelompok perantara pemasaran. Fungsi pemasaran tersebut pada dasarnya
adalah untuk menyalurkan produk-produk dari produsen ke dalam pasar. Salah
satu bentuk perantara pemasaran yang berhubungan langsung dengan konsumen
adalah pedagang eceran (retailer). Bisnis ritel ini sangat membantu produsen
dalam memasarkan produk-produk yang berjumlah besar untuk memenuhi
permintaan pasar. Ritel merupakan bagian dari saluran distribusi dari suatu sistem
pemasaran.
Evolusi perkembangan format ritel di Indonesia berkembang dalam siklus
10 tahunan yang dapat dibagi atas beberapa tahap. Menurut Muharam (2001),
evolusi format ritel di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.
Sebelum 1960-an. Era perkembangan ritel tradisional berupa retailer atau
pedagang-pedagang independen.
2.
Tahun 1960-an. Era perkenalan ritel modern dengan format Department
Store (Mass Merchandiser) yaitu dibukanya gerai ritel pertama Sarinah di
Jl. MH Thamrin.
23
3.
Tahun 1970-1980-an. Era perkembangan ritel modern dengan format
Supermarket dan Department Store yaitu berkembangnya retailer modern
(Mass Merchandiser dan Grocery) seperti Matahari, Hero, Golden Truly,
Pasar Raya, dan Ramayana.
4.
Tahun 1990-an. Era perkembangan Convenience Store (C-Store), High
Class Department Store, Branded Boutique (High Fashion), dan Cash and
Carry. Perkembangan High Class Department Store dan High Fashion
Outlet, yaitu masuknya SOGO, Metro, Seibu, Yaohan, Mark & Spencer,
dan berbagai outlet high fashion lainnya. Perkembangan format Cash and
Carry yaitu berdirinya Makro (Latte Mart), diikuti oleh retailer lokal
dengan format serupa misalnya GORO, Indogrosir, dan Alfa.
5.
Tahun 2000-2010. Era perkembangan Hypermarket, Factory Outlet,
Category Killer, dan perkenalan dengan e-retailing. Era Hypermarket
ditandai dengan berdirinya Continent Hypermarket dan paserba Carrefour di
tahun 1998. Pada tahun 2002 dibuka Hypermarket Giant, dan beberapa gerai
hypermarket lainnya. Adanya kebutuhan barang bagus/bermerek dengan
“harga miring” akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan mendorong
perkembangan Category Killer dan Factory Outlet.
6.
Tahun 2010-2020. Era perkembangan Hard Discounter Store dan Catalog
Services diprediksi akan segera muncul. Persaingan harga yang semakin
sengit akan mengarahkan retailer mencari alternatif format ritel yang lebih
efisien. Sehingga pada masa ini akan menjamur format Hard Discounter
akan menggantikan format Hypermarket. Format ini menawarkan produk
sejenis dengan harga 15-30 persen lebih murah dibandingkan format ritel
lainnya. Selain itu untuk barang-barang tahan lama misalnya pakaian,
appliances, dan elektronik, akan berkembang melalui format catalog
services. Format ini memungkinkan retailer untuk menjual dengan harga
lebih murah karena tidak mengeluarkan biaya investasi dan operasional toko
secara fisik.
7.
Setelah tahun 2020. Era perkembangan e-retailing dan toko spesialisasi
diprediksikan akan menggantikan Hard Discounter Store dan Catalog
Services. Tingkat kepemilikan komputer dan akses internet akan semakin
24
merata di Indonesia, sehingga mendorong ke arah perkembangan e-retailing
yang sesungguhnya. Pemesanan dan pembayaran produk dilakukan melalui
internet, bahkan pada masa tersebut kita dapat menggunakan handphonePDA atau handheld terminal yang disediakan retailer untuk melakukan
pembelian produk saat berkunjung ke supermarket.
3.1.5.2. Klasifikasi Ritel
Organisasi-organisasi ritel memiliki banyak ragam dan bentuk-bentuk baru
terus bermunculan. Klasifikasi ritel menurut Kotler (2005) adalah:
A.
Pengecer Toko (Store Retailing)
Saat ini konsumen dapat berbelanja barang dan jasa di berbagai jenis toko.
Toko eceran dibagi menjadi delapan, yaitu:
1.
Toko Khusus (Specialty Store). Menjual lini produk yang sempit
dengan ragam yang lebih banyak dalam lini tersebut misalnya toko
mainan, toko alat-alat olahraga, toko bunga, dan lain-lain.
2.
Toko Serba Ada (Department Store). Menjual beberapa lini produk,
khususnya makanan, pakaian, perlengkapan rumah, dan barang
kebutuhan rumah tangga, dimana setiap lini produk dioperasikan
sebagai suatu departemen yang terpisah dan dikelola oleh pembeli
spesialis atau pedagang khusus.
3.
Pasar Swalayan (Supermarket). Pasar swalayan adalah operasi yang
relatif besar, memiliki biaya yang rendah, margin yang rendah,
volume tinggi, bersifat swalayan yang dirancang untuk melayani
kebutuhan total konsumen seperti makanan, pakaian, dan produkproduk perlengkapan rumah tangga.
4.
Toko Kebutuhan Sehari-hari (Convinience Store). Toko yang
sering disebut sebagai toko kelontong ini merupakan toko yang relatif
kecil dan terletak di daerah pemukiman, menjual lini produk yang
terbatas untuk kebutuhan sehari-hari dan mempunyai perputaran yang
tinggi.
5.
Toko Diskon (Discount Store). Menjual barang-barang standar
dengan harga yang lebih rendah karena menerima margin yang lebih
25
rendah dan menjual dengan volume yang tinggi. Toko diskon
sebenarnya secara teratur menjual barang dengan harga yang lebih
rendah, menawarkan kebanyakan merek nasional dan bukan barang
inferior.
6.
Pengecer Potongan Harga (Off-price Retailer). Pengecer potongan
harga membeli pada harga yang lebih rendah dari harga grosir dan
menetapkan harga pada konsumen lebih rendah dari harga eceran. Ada
tiga jenis utama pengecer potongan harga yaitu toko pabrik (factory
outlet), pengecer potongan harga independen (independent off-price
retailers), dan klub gudang atau grosir (warehouse/wholesale club).
7.
Toko Super (Superstore). Toko super merupakan toko yang lebih
besar daripada pasar swalayan yang rata-rata memiliki ruang jual 3252
meter persegi dan bertujuan memenuhi semua kebutuhan konsumen
untuk produk makanan yang dibeli rutin maupun bukan makanan.
Biasanya menawarkan pelayanan seperti binatu, perbaikan sepatu, dan
lain-lain. Variasi toko super adalah toko kombinasi (combination
store) dan pasar hiper (hypermarket).
8.
Ruang Pamer Katalog (Catalog Show Rooms). Ruang pamer
katalog menerapkan prinsip-prinsip pemotongan harga dan katalog
(produk bermerek, mudah dijual, dan memiliki margin yang tinggi)
meliputi perhiasan, alat-alat listrik, kamera, peralatan olahraga, dan
lain-lain.
B.
Pengecer Eceran Bukan Toko
Sebagian besar barang dan jasa memang dijual melalui toko, akan tetapi
penjualan eceran bukan toko telah berkembang lebih pesat dibandingkan
penjualan eceran melalui toko. Penjualan tanpa toko terbagi menjadi empat
kategori yaitu, penjualan langsung, pemasaran langsung, penjajaan otomatis, dan
jasa pembelian. Beberapa pengamat meramalkan bahwa sepertiga dari penjualan
eceran barang umum akan dilakukan melalui saluran bukan toko, seperti belanja
lewat pos, belanja lewat TV, dan belanja melalui internet.
26
C.
Organisasi Eceran
Toko eceran yang dimiliki secara independen, semakin banyak yang
berada dalam bentuk penjualan eceran korporasi (corporate retailing). Organisasiorganisasi eceran mencapai skala ekonomis yang besar, seperti daya beli yang
lebih besar, pengakuan merek yang lebih luas, dan pegawai yang lebih terlatih.
Jenis-jenis utama penjualan eceran korporat adalah jaringan sukarela, koperasi
pengecer,
koperasi
konsumen,
organisasi
waralaba,
dan
konglomerat
perdagangan.
3.1.6. Kepuasan Konsumen
Di dalam suatu proses keputusan, konsumen tidak akan berhenti sampai
proses konsumsi saja. Konsumen akan melakukan proses evaluasi terhadap
konsumsi yang telah dilakukannya. Hasil dari proses evaluasi pasca konsumsi
adalah konsumen puas atau tidak puas terhadap konsumsi produk atau merek yang
telah dilakukan. Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen merupakan dampak dari
perbandingan antara harapan konsumen sebelum pembelian dengan yang
sesungguhnya diperoleh oleh konsumen dari produk yang dibeli tersebut
(Sumarwan 2004).
Menurut Irawan (2007), kepuasan atau satisfaction adalah kata dari bahasa
latin yaitu sati yang berarti enough atau cukup dan facere yang berarti to do atau
melakukan, jadi produk atau jasa yang bisa memuaskan adalah produk atau jasa
yang sanggup memberikan sesuatu yang dicari oleh konsumen sampai pada
tingkat cukup. Engel, et al. (1995) mendefinisikan kepuasan sebagai evaluasi
pasca konsumsi bahwa suatu alternatif yang dipilih setidaknya memenuhi atau
melebihi harapan. Kepuasan akan mendorong konsumen membeli dan
mengkonsumsi ulang produk tersebut. Sebaliknya, perasaan yang tidak puas akan
menyebabkan konsumen kecewa dan menghentikan pembelian kembali dan
konsumsi produk tersebut. Kepuasan konsumen penting bagi perusahaan agar
pelanggannya tetap setia pada produk yang diciptakan dantidak berpaling ke
produk lain.
Teori yang menjelaskan bagaimana kepuasan atau ketidakpuasan
konsumen terbentuk adalah The Expectancy Disconfirmation Model. Teori ini
27
mengemukakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan konsumen merupakan
dampak dari perbandingan antara harapan konsumen sebelum pembelian dengan
yang sesungguhnya diperoleh konsumen dari produk yang dibeli tersebut. Ketika
konsumen membeli suatu produk, maka ia memiliki harapan tentang bagaimana
produk tersebut berfungsi (product performance). Menurut Rangkuti (2006), teori
The Expectancy Disconfirmation Model dapat dirangkum pada bagan Gambar 1.
Tujuan Perusahaan
Kebutuhan dan Keinginan Pelanggan
Produk
Harapan Pelanggan
terhadap Produk
Nilai Produk bagi
Pelanggan
Tingkat Kepuasan Pelanggan
Gambar 1. Diagram Konsep Kepuasan Pelanggan
Sumber : Rangkuti, 2006
Kotler (2005) menyatakan ada empat perangkat yang digunakan untuk
melacak dan mengukur kepuasan pelanggan yaitu sistem keluhan dan saran,
survei kepuasan pelanggan, belanja siluman, dan analisis pelanggan yang hilang.
a.
Sistem Keluhan dan Saran
Perusahaan
yang
berpusat
pada
pelanggan
mempermudah
para
pelanggannya untuk memberikan kritik dan saran. Cara yang digunakan masingmasing perusahaan berbeda seperti perusahaan memberikan layanan telepon bebas
pulsa hot lines maupun menggunakan situs web dan e-mail untuk komunikasi dua
arah yang cepat.
b.
Survei Kepuasan Pelanggan
Perusahaan yang responsif akan mengukur kepuasan pelanggan secara
langsung dengan melakukan survei secara berkala dengan cara bertanya secara
langsung atau mengirim daftar pertanyaan ke pelanggan yang digunakan sebagai
sampel. Selain mengumpulkan informasi mengenai kepuasan pelanggan, survei
ini juga berguna untuk mengajukan pertanyaan tambahan mengenai keinginan
pelanggan untuk membeli ulang. Survei kepuasan pelanggan juga berfungsi untuk
28
mengukur kesediaan pelanggan untuk merekomendasikan produk atau merek
perusahaan kepada orang lain.
c.
Belanja Siluman
Perusahaan dapat membayar orang untuk berperan sebagai pembeli guna
melaporkan titik kuat dan titik lemah yang sering dialami sewaktu membeli
produk perusahaan dan pesaingnya. Para pembelanja siluman juga dapat
menyampaikan masalah tertentu untuk menguji apakah staf penjualan perusahaan
mengatasi situasi tersebut dengan baik.
d.
Analisis Pelanggan yang Hilang
Perusahaan harus menghubungi para pelanggan yang berhenti membeli atau
berganti pemasok untuk mempelajari alasan mereka pindah atau berhenti. Bukan
saja penting untuk melakukan wawancara keluar ketika pelanggan sudah berhenti
membeli, tetapi juga harus memperhatikan tingkat kehilangan pelanggan. Jika
tingkat kehilangan pelanggan meningkat, menunjukkan bahwa perusahaan gagal
memuaskan pelanggannya.
Menurut Rangkuti (2006), kepuasan pelanggan dapat diukur dengan cara
berikut :
1.
Traditional Approach
Berdasarkan pendekatan ini konsumen diminta memberikan penilaian atas
masing-masing indikator produk atau jasa yang mereka nikmati. Pada umumnya,
pendekatan ini menggunakan skala Likert, yaitu dengan cara memberikan rating
dari 1 (sangat tidak puas) sampai 5 (sangat puas sekali). Kemudian, konsumen
diminta untuk memberikan penilaian atas produk atau jasa tersebut secara
keseluruhan. Pengukuran kepuasan dalam penelitian ini menggunakan skala
Likert. Skala Likert merupakan salah satu varian pendekatan semantic differential.
Skala Likert merupakan skala yang dapat menunjukkan tanggapan kosumen
terhadap suatu produk.
2.
Analisis deskriptif
Analisis kepuasan pelanggan seringkali hanya sampai mengetahui
pelanggan tersebut puas atau tidak dengan menggunakan analisis statistik secara
deskriptif, seperti penghitungan rata-rata, nilai distribusi serta standar deviasi.
Analisis kepuasan pelanggan sebaiknya dilanjutkan dengan cara membandingkan
29
hasil kepuasan tahun lalu dengan hasil tahun ini sehingga kecenderungan
perkembangannya dapat ditentukan. Analisis deskriptif dalam penelitian ini
digunakan untuk menunjukkan karakteristik dan informasi mengenai perilaku
konsumen.
3.
Pendekatan secara terstruktur
Pendekatan ini seringkali digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan.
Salah satu teknik yang paling terkenal adalah semantic differential dengan
menggunakan prosedur scalling. Caranya adalah responden diminta untuk
memberikan penilaiannya terhadap suatu produk atau fasilitas. Penilaian ini juga
dapat dilakukan dengan membandingkan suatu produk atau fasilitas lainnya
dengan syarat variabel yang diukur sama. Salah satu bentuk pendekatan secara
terstruktur adalah analisis Importance Performance Matrix. Matriks ini terdiri dari
empat kuadran yaitu kuadran pertama terletak di sebelah kiri atas, kuadran kedua
di sebelah kanan atas, kuadran ketiga di sebelah kiri bawah, dan kuadaran
keempat di sebalah kanan bawah.
3.1.7. Loyalitas Konsumen
Menurut Griffin (2005), loyalitas konsumen adalah komitmen yang kuat
dari konsumen sehingga bersedia melakukan pembelian ulang terhadap produk
dan atau jasa yang disukai secara konsisten dalam jangka panjang. Imbalan dari
loyalitas bersifat jangka panjang dan kumulatif. Semakin lama loyalitas seorang
pelanggan, semakin besar laba yang dapat diperoleh perusahaan dari satu
pelanggan ini. Jadi, loyalitas konsumen merupakan suatu sikap yang dapat
membuat konsumen melakukan pembelian kembali secara konsisten terhadap
produk perusahaan tertentu. Dalam konteks loyalitas konsumen, fokus perusahaan
bukanlah menarik pelanggan baru tetapi memperoleh kesetiaan dari pelanggan
yang sudah ada.
Loyalitas yang meningkat dapat menghemat biaya perusahaan sedikitnya
di enam bidang yaitu biaya pemasaran menjadi berkurang, biaya transaksi menjadi
lebih rendah, biaya perputara pelanggan jadi berkurang, keberhasilan cross-selling
menjadi meningkat, menyebabkan pangsa pelanggan menjadi lebih besar. Selain
30
itu, pemberitaan dari mulut ke mulut menjadi lebih positif dengan asumsi para
pelangga yang loyal juga merasa puas, dan biaya kegagalan menjadi menurun.
Konsumen yang loyal merupakan asset tak ternilai bagi perusahaan.
Karakteristik dari konsumen loyal menurut Griffin :
1.
Melakukan pembelian secara teratur pada merek produk yang sama.
2.
Membeli di luar lini produk dan atau jasa.
3.
Mereferensikan produk atau jasa ke orang lain.
4.
Menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing.
Durianto et al. (2004) menyatakan bahwa loyalitas merupakan hasil
akumulasi pengalaman penggunaan produk. Terdapat lima tingkatan loyalitas
merek yaitu, swticher/price buyer, habitual buyer, satisfied buyer, liking the
brand, dan commited buyer. Loyalitas merek dapat memberikan nilai kepada
perusahaan berupa:
1.
Mengurangi biaya pemasaran. Biaya pemasaran untuk mempertahankan
konsumen lebih murah dibandingkan untuk mendapatkan konsumen baru.
2.
Meningkatkan perdagangan. Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek
akan meningkatkan perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara
pemasaran.
3.
Menarik konsumen baru. Perasaan puas dan suka terhadap suatu merek
akan
menimbulkan
mengkonsumsi
perasaan
merek
yakin
tersebut
bagi
calon
dan
konsumen
biasanya
untuk
akan
merekomendasikan/mempromosikan merek yang dia pakai kepada orang
lain, sehingga kemungkinan dapat menarik konsumen baru.
4.
Memberi waktu untuk merespon ancaman persaingan. Bila pesaing
mengembangkan produk yang lebih unggul, konsumen yang loyal akan
memberikan waktu bagi perusahaan untuk merespon pesaing dengan
memperbarui produknya.
3.1.8. Dimensi Kualitas Pelayanan (SERVQUAL Dimension)
Pelayanan yang sangat baik akan menciptakan konsumen yang sebenarnya
(true consumer), konsumen yang senang dan puas dengan perusahaan yang
dipilihnya setelah mendapat pengalaman pelayanan, konsumen yang akan
31
berkunjung kembali dan menceritakan hal-hal yang baik mengenai perusahaan
tersebut (Zeithaml et al. 1990). Namun menilai kualitas pelayanan atau jasa
merupakan hal yang cukup sulit dibandingkan menilai kualiatas pelayanan dari
produk barang. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan karakteristik yang jelas dari
jasa yang bersifat tidak berwujud, berubah-ubah, tidak tahan lama, dan jasa
diproduksi dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan. Faktanya kualitas aktual
dari pelayanan dapat berubah-ubah dari baik hari ke hari, karyawan ke karyawan,
maupun dari konsumen ke konsumen.
Zeithaml et al. (1990) melakukan suatu studi berupa penelitian untuk
mengembangkan konsep yang komprehensif dalam memahami dan meningkatkan
kualitas
pelayanan
atau
jasa.
Studi
yang
dilakukannya
yaitu
dengan
mewawancarai 12 orang konsumen dengan setiap tiga konsumen mewakili sektor
jasa yang berbeda. Melalui wawancara tersebut dapat diketahui bahwa banyak
pandangan konsumen mengenai kualitas pelayanan. Mereka membicarakan
banyak hal, mengenai harapan, prioritas, dan pengalaman mereka. Beberapa puas
dengan pelayanannya, sedangkan lainnya puas dengan karyawan yang
memberikan pelayanan. Para konsumen tersebut sepakat bahwa kunci yang
memastikan baiknya kualitas pelayanan adalah selama pelayanan itu dapat
memenuhi atau melebihi apa yang mereka harapkan dari produk jasa.
Skala kualitas pelayanan dibuat untuk mengukur perbedaan antara harapan
konsumen dari jasa dan persepsi mereka dari pelayanan aktual yang diberikan,
didasari oleh lima dimensi berikut ini: (1) tangibles, (2) reliability, (3)
responsiveness, (4) assurance, dan (5) emphaty. Dimensi-dimensi tersebut dibagi
ke dalam dua kelompok yaitu, dimensi hasil (yang berfokus pada reliability dari
pelayanan) dan dimensi proses (yang berfokus pada responsiveness, assurance,
dan emphaty dalam melayani konsumen), dan aspek tangible dari pelayanan atau
jasa. Penjelasan dari dimensi-dimensi tersebut adalah sebagai berikut (Zeithaml et
al. 1990):
1.
Tangibles, yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan, karyawan, dan
peralatan komunikasi.
2.
Reliability, yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai
dengan janji yang ditawarkan.
32
3.
Responsiveness, yaitu kemauan karyawan dalam membantu pelanggan dan
memberikan pelayan yang cepat.
4.
Assurance, yaitu pengetahuan dan kesopansantunan dari karyawan serta
kemampuan mereka untuk memberikan kepercayaan atau keamanan.
5.
Emphaty, yaitu kepedulian dan perhatian secara individual yang diberikan
perusahaan kepada konsumen.
Suatu pelayanan dapat diterima oleh konsumen dikarenakan adanya
pengaruh internal dan eksternal konsumen serta atribut dari setiap dimensi
kualitas pelayanan. Proses dan hubungan dimensi kualiatas pelayanan sampai
diterimanya kualitas pelayan tersebut dapat diilustrasikan pada Gambar 2.
Dimensi Kualitas
Pelayanan:









Tangibles
Reliability
Responsiveness
Competence
Courtesy
Credibility
Access
Communication
Understanding
the Customer
Kata-kata
Positif
Kebutuhan
Pribadi
Pengalaman
Terdahulu
Komunikasi
Eksternal
Pelayanan yang Diharapkan
Penerimaan
Kualitas
Pelayanan
Pelayanan yang Diterima
Gambar 2. Penilaian Konsumen Terhadap Kualitas Pelayanan
3.1.8. Analisis Deskriptif
Sumber: Zeithaml et al. (1990)
Analisis deskriptif meliputi upaya penelusuran dan pengungkapan
informasi yang relevan yang terkandung dalam data dan penyajian hasilnya dalam
bentuk yang lebih ringkas, sederhana, dan tentunya lebih informatif yang pada
akhirnya akan mengarahkan pada keperluan adanya penjelasan dan penafsiran.
Analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini untuk menjelaskan
karakteristik konsumen umum yang terdiri dari aspek demografi dan karakteristik
33
konsumen yang berbelanja di PFM. Metode ini paling sederhana untuk
menjelaskan hubungan antar variabel.
3.1.9. Pengukuran SEM
SEM adalah sebuah teknik analisis statistika yang mengkombinasikan
beberapa aspek yang terdapat pada analisis jalur dan analisis konfirmatori yang
memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan yang relatif rumit secara
simultan. Alat analisis ini dipergunakan untuk menyelesaikan model bertingkat
secara serempak yang tidak dapat diselesaikan oleh persamaan regresi linear.
SEM dapat juga dianggap sebagai gabungan dari analisis regresi dan analisis
faktor. SEM dapat dipergunakan untuk menyelesaikan model persamaan dengan
variabel terikat lebih dari satu dan juga pengaruh timbal balik (recursive). SEM
berbasis pada analisis covarians sehingga menggunakan matriks covarians yang
lebih akurat dari pada analisis regresi linear. Penyusunan model SEM lebih
banyak bersifat teoritis sesuai dengan bidang terapan dan dievaluasi dengan data
yang diperoleh. Strategi penyusunan model tersebut dinamakan dengan
confirmatory modeling strategy. Adapun istilah LISREL sebagai nama lain
analisis SEM merupakan salah satu perangkat lunak yang paling sering dipakai
dalam mengestimasi model SEM.
Persyaratan utama dalam menerapkan analisis ini adalah harus ada dasar
teori yang kuat untuk membangun model strukturalnya. Selain itu, jika
menggunakan data primer, jumlah responden harus relatif besar, misalnya antara
100 sampai 200. Dengan menggunakan data dari responden yang jumlahnya
relatif besar tersebut, hasil pengukuran diharapkan dapat menunjukkan kondisi
yang sebenarnya (Firdaus & Farid 2008). Namun alat analisis ini memiliki
kelemahan dimana permodelan tersebut dapat menutupi adanya model lain yang
memiliki kesesuaian dengan data yang paling tidak sama bagusnya dengan model
lain yang telah disusun apabila model tersebut sudah cukup bagus kesesuaiannya
dengan data. Kelemahan ini coba ditutupi oleh strategi permodelan lain yang
dinamakan dengan competiting model strategy yang intinya adalah terdapat
beberapa model yang disusun yang akan dibandingkan kesesuaiannya dengan
data. Model alternatif dapat disusun berdasarkan teori.
34
3.2.
Kerangka Pemikiran Operasional
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kepuasan konsumen terhadap
PFM dengan studi kasus PFM cabang Kelapa Gading, Jakarta. Masih rendahnya
konsumsi daging ayam di Indonesia sedangkan daging ayam merupakan sumber
protein hewani yang paling murah, mudah diperoleh, dan memiliki banyak variasi
dalam pengolahannya masih menjadi perhatian berbagai pihak hingga kini.
Meskipun demikian, jumlah penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan
sehingga industri perunggasan masih memiliki potensi yang tinggi untuk terus
berkembang guna memenuhi kebutuhan protein (daging ayam).
Gaya hidup masyarakat perkotaan pada umumnya menuntut pola hidup
yang serba cepat dan praktis, termasuk dalam hal makanan. Munculnya toko
khusus yang menjual produk ayam dalam berbagai variasi memudahkan
konsumen untuk memperoleh protein hewani khususnya daging ayam. Toko
khusus ini adalah PFM yang menjamin produk mereka adalah produk yang
berasal dari bibit unggul, diternakkan secara sehat (bebas dari penyakit), dan aman
untuk dikonsumsi. Dalam operasionalnya, pihak manajemen PFM, sebagai toko
baru harus dapat bersaing dengan retailer-retailer lain agar dapat meningkatkan
sales penjualan produk-produknya. Untuk itu, PFM harus dapat mengerti
karakteristik, perilaku, dan kebutuhan konsumen agar dapat meningkatkan
kepuasan serta loyalitas konsumen PFM. Peningkatan kepuasan dan loyalitas akan
meningkatkan penjualan daging ayam PFM.
Penelitian ini dilakukan melalui survey lapang dengan menyebar
kuesioner. Metode analisis yang digunakan dalam pengolahan data adalah analisis
deskriptif dan SEM. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan
karakteristik konsumen dan analisis SEM digunakan untuk mengidentifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen, dimana masing-masing
variabel akan diketahui hubungannya terhadap variabel kepuasan, dan
hubungannya terhadap variabel loyalitas. Variabel yang disusun antara lain:
1.
Variabel laten yang digunakan yaitu kepuasan, tangibles, reliability,
responsiveness, assurance, emphaty, dan loyalitas.
2.
Variabel indikator dari tangibles adalah atmosfer toko, kebersihan toko,
kenyamanan toko, kemudahan mencapai lokasi toko, areal parkir,
35
kesegaran
produk,
keragaman
produk,
ketersediaan
produk,
dan
kemudahan cara pembayaran.
3.
Variabel reliability terdiri dari kesesuaian harga dengan kualitas produk
dan kesesuaian promosi dengan produk.
4.
Variabel responsiveness yaitu variabel kesediaan pegawai memberikan
bantuan dan penjelasan; dan kecepatan dan ketanggapan pegawai dalam
melayani konsumen.
5.
Variabel assurance disusun atas pegawai bersikap ramah dan sopan,
produk terjamin kehalalannya, dan produk terjamin keamanannya.
6.
Variabel emphaty terdiri dari pegawai memberikan respon terhadap
keluhan konsumen, pegawai memberikan perhatian secara personal, dan
pegawai bersikap adil dengan melayani sesuai urutan.
7.
Variabel indikator loyalitas yaitu pembelian ulang, rekomendasi kepada
orang lain untuk turut membeli, dan keinginan untuk membeli kembali
ketika harga produk naik.
Hasil dari analisis karakteristik dan perilaku konsumen dan analisis SEM
yang berupa keeratan hubungan antar variabel akan menjadi suatu pengetahuan
yang sangat penting untuk merumuskan berbagai implikasi manajerial untuk
meningkatkan kualitas pelayanan yang pada akhirnya akan meningkatkan
kepuasan, loyalitas, jumlah konsumen, dan jumlah pendapatan perusahaan. Untuk
memperjelas tahapan riset dari penelitian analisis kepuasan konsumen PFM, dapat
dilihat gambar alur kerangka pemikiran pada Gambar 3.
36
Permasalahan:
1.
2.
3.


Konsumsi protein hewani masyarakat
Indonesia masih rendah.
Perubahan gaya hidup masyarakat
dalam memenuhi kebutuhan pangan.
Kemampuan menyaingi retailer besar
dalam menjual daging ayam segar
Target:
1. Meningkatkan kepuasan
dan loyalitas konsumen
PFM.
2.
Meningkatkan sales PFM.
Karakteristik Kosumen PFM
Perilaku Konsumen dalam
menggunakan Produk dan Jasa PFM
Rekomendasi manajerial untuk peningkatan konsumen dan loyalitas konsumen PFM
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional
Keterangan:
Analisis Deskriptif
Analisis SEM
37
Download