BAB II PRINSIP KEHATI – HATIAN DALAM PERATURAN

advertisement
32
BAB II
PRINSIP KEHATI – HATIAN DALAM PERATURAN PENGADAAN
BARANG DAN JASA DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA III (PERSERO)
A. Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum
1.
Kedudukan PT Sebagai Badan Hukum Mandiri
Perseroan terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, dan melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar
yang seluruhnya terbagi dalam saham. Sebagai badan hukum, perseroan terbatas
dianggap layaknya orang-perorangan secara individu yang dapat melakukan
perbuatan hukum sendiri, memiliki harta kekayaan sendiri, dan dapat dituntut serta
menuntut di depan pengadilan.
Badan hukum, dalam bahasa Belanda “Rechtspersoon” adalah suatu badan
yang dapat mempunyai harta kekayaan, hak serta kewajiban seperti orang-orang
pribadi.20 Badan hukum sendiri pada dasarnya adalah suatu badan yang dapat
memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban untuk melakukan perbuatan seperti
manusia, memiliki kekayaan sendiri dan di gugat dan menggugat didepan
pengadilan.21
Untuk menjadi badan hukum, perseroan terbatas harus memenuhi persyaratan
dan tata cara pengesahan PT sebagaimana diatur dalam UUPT, yaitu pengesahan dari
Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia. Tata cara tersebut antara lain
20
Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, Bandung, PT.Eresco,
1993, hal 10
32
Universitas Sumatera Utara
33
pengajuan dan pemeriksaan nama PT yang akan didirikan, pembuatan Anggaran
Dasar, dan pengesahan Anggaran Dasar oleh Menteri.
Perseroan sebagai badan usaha yang terdiri dari asosiasi modal yang oleh
undang-undang diberi status sebagai badan hukum. Artinya, dalam tataran teoritis
dapat di jelaskan bahwa dengan perseroan terbatas sebagai subyek hukum berarti ia
mempunyai kapasitas hukum (legal standing) untuk hadir di depan pengadilan dalam
hal ia menggugat dan digugat oleh pihak lain.22
Pada “teori organ” (Organ theory) yang dikemukakan van Gierkie yang
berpendapat, Perseroan sebagai badan hukum adalah “realita sesungguhnya”, yang
sama halnya dengan sifat kepribadian manusia. Sebab seperti halnya personalitas
manusia, Perseroan sebagai badan hukum, juga mempunyai maksud, tujuan dan
kehendak seperti halnya manusia.23
Perseroan Terbatas mempunyai kedudukan mandiri, oleh undang-undang
diberi “standi persona”. Oleh undang-undang, PT dijadikan subyek hukum mandiri
disamping manusia orang perorangannya. Padahal apa yang dinamakan PT suatu
badan belaka. Badan dengan karakteristik demikian inilah yang biasa dinamakan
“Badan hukum”.24
21
Chidir Ali, Badan Hukum, Bandung, Alumni, 1987, hal 19
Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas, CV Nuansa Aulia,
2006, Hal 33
23
Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendirian Perseroan Indonesia,
Jakarta, Ghalia Indonesia, Mei, 2002, Hal 27
24
Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Bandung, Citra Aditya Bakti,
2001, Hal 27
22
Universitas Sumatera Utara
34
Menurut paham teori organ dinyatakan bahwa badan hukum adalah suatu
organisme yaitu “lebenseinheit”. Adapun organ badan hukum, dalam hal perseroan
organ dimaksud adalah RUPS, Direksi, dan Dewan Komisaris, memungkinkan
perseroan mengambil bagian dalam lalu lintas selaku subyek hukum mendiri seperti
halnya manusia yang bertindak dengan memakai organ-organnya (tangan, mulut,
otak, dsb).25
a.
Tinjauan Tentang Badan Hukum
Dalam ilmu hukum ada dikenal dua subjek hukum, yaitu orang (naturlijk
persoon) dan badan hukum (recht persoon). Mengenai definisinya, badan hukum atau
legal entity atau legal person dalam Black’s Law Dictionary dinyatakan sebagai a
body, other than a natural person, that can function legally, sue or be sued, and make
decisions through agents.26
Yang mendorong terbentuknya suatu pengertian badan hukum adalah sudah
tentu pertama-tama, bahwa manusia juga didalam hubungan hukum privat tidak
hanya berhubungan terhadap sesama manusia saja, tetapi juga terhadap persekutuan.
Dan jika sekarang kepada sesuatu golongan hak milik atau suatu hak lain diakui,
sama seperti halnya yang berlaku bagi suatu individu, maka golongan itu
25
Fred B.G. Tumbuan, Tugas Dan Wewenang Organ Perseroan Terbatas Menurut Undang –
Undang Tentang Perseroan Terbatas, News Letter, Hukum Dan Perkembangannya No 70, September
2007, Hal 16
26
Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi,
Yayasan, Wakaf, Bandung, Alumni, 1986, hal 9
Universitas Sumatera Utara
35
menampakkan kepada hukum itu sebagai suatu subjek baru, sebagai suatu badan
hukum.27
Menurut UUPT baru, PT memiliki status sebagai badan hukum jika Akta
Pendirian perseroan tersebut telah disahkan oleh Menteri Kehakiman. Ini berarti
secara prinsip pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas seluruh
perikatan yang dibuat oleh dan atas nama perseroan dengan pihak ketiga, dan oleh
karenanya tidak bertanggung jawab atas setiap kerugian yang diderita oleh perseroan.
Para pemegang saham tersebut hanya bertanggung jawab atas penyetoran penuh dari
nilai saham yang telah diambil bagian olehnya.28
Menurut Jimly Asshiddiqie mengemukan ada dua syarat untuk adanya sebuah
badan hukum, yakni : 1) syarat materil dan 2) syarat formil. Syarat materil berkaitan
dengan substansi dan badan hukum itu, yang meliputi : adanya kekayaan yang
terpisah, tujuan yang ideal, kepentingan dan organisasi pengurus. Syarat formil
berkaitan dengan pendaftaran badan hukum untuk memperoleh status badan hukum,
untuk memperoleh status badan hukum perseroan terbatas harus disahkan oleh
Menteri Hukum dan HAM RI29
HMN. Purwosutjipto mengemukakan beberapa syarat agar suatu badan dapat
dikateegorikan sebagai badan hukum, salah satu syarat terpenting tersebut adalah
adanya harta kekayaan (hak-hak) dengan tujuan tertentu yang terpisah dengan
27
R.Ali Rido, Badan Hukum Dan kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan,
Koperasi, Yayasan, Wakaf, Bandung, Alumni, April, 1977, hal 5
28
Ahmad Yani Dan Gunawan Widjaja, Op.Cit, hal 10
Universitas Sumatera Utara
36
kekayaan pribadi para sekutu atau pendiri badan hukum itu. Tegasnya ada pemisahan
kekayaan perusahaan dengan kekayaan pribadi sekutu atau pendiri.30
b. Status badan hukum Perseroan Terbatas
Dari ketentuan pasal 1 angka 1 sangat jelas disebutkan bahwa PT merupakan
badan hukum. Perseroan merupakan suatu bentuk (legal form) yang didirikan atas
fiksi hukum (legal fiction) bahwa perseroan memiliki kapasitas yuridis yang sama
dengan yang dimiliki oleh orang perseorangan (natural person).
c.
Implikasi Status Badan Hukum Perseroan Terbatas
Dengan dimulainya status badan hukum PT, maka ada beberapa implikasi
yang timbul terhadap beberapa pihak yang terkait di dalam PT. Implikasi tersebut
berlaku terhadap pihak – pihak berikut ini :
(1) Pemegang Saham PT
Setelah PT berstatus sebagai badan hukum, sesuai dengan ketentuan Pasal 3
ayat (1) UUPT maka pemegang saham PT tidak bertanggung jawab secara pribadi
atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan serta tidak bertanggung jawab atas
kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya.
Dalam Pasal 3 ayat (2) menyatakan bahwa :
“Ketentuan sebagaimana di maksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila :
a. Persyaratan Perseroan sebagai badan hokum belum atau tidak terpenuhi;
29
Jimly Asshiddiqie, dalam H.Salim H.S, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Jakarta,
Rajawali, 2010, hal 186
30
HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 2, Jakarta,
Djambatan, 1982, Hal 63
Universitas Sumatera Utara
37
b. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung
dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau
d. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung
secara
melawan
hokum
menggunakan
kekayaan
Perseroan,
yang
mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi
utang Perseroan.”
Dalam pasal 3 ayat 2 dengan tidak lain menegaskan tidak menutup
kemungkinan akan hapusnya tanggung jawab terbatas tersebut apabila terbukti terjadi
hal-hal yang disebutkan dalam ayat ini.
(2) Pendirian PT
Pendirian PT dilakukan berdasarkan perjanjian, sebagai sebuah perjanjian,
pendiri PT harus dilakukan oleh lebih dari satu orang yang saling berjanji untuk
mendirikan perseroan, dan mereka yang berjanji itu memasukan modalnya ke dalam
perseroan dalam bentuk saham. Perjanjian tersebut harus dibuat dalam bentuk akta
notaris dalam bahasa Indonesia, notaris yang dimaksud adalah notaris yang wilayah
kerjanya sesuai dengan domisili perseroan, agar sah menjadi badan hukum, akta
notaris itu harus disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia.
Pendirian suatu perseroan harus memenuhi syarat – syarat yang telah diatur
dalam pasal 7 UUPT, Status badan hukum PT juga berpengaruh terhadap
keterbatasan tanggung jawab dari para pendiri PT. Berdasarkan Pasal 11 UUPT,
Universitas Sumatera Utara
38
setelah PT berstatus sebagai badan hukum maka ada dua kemungkinan yang akan
terjadi terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pendiri PT pada masa
sebelum PT disahkan sebagai badan hukum yaitu: pertama, perbuatan hukum tersebut
mengikat PT setelah PT menjadi badan hukum, dengan persyaratan :
1. PT secara tegas menyatakan menerima semua perjanjian yang dibuat oleh
pendiri
2. PT secara tegas menyatakan mengambil alih semua hak dan kewajiban yang
timbul dari perjanjian yang dibuat pendiri walaupun perjanjian tidak
dilakukan atas nama PT; atau
3. PT mengukuhkan secara tertulis semua perbuatan hukum yang dilakukan atas
nama PT. Kemungkinan yang kedua, perbuatan hukum tersebut tidak
diterima, tidak diambil alih atau tidak dikukuhkan oleh PT, sehingga masingmasing pendiri yang melakukan perbuatan hukum tersebut bertanggung jawab
secara pribadi atas segala akibat yang timbul. Kalau kemungkinan kedua ini
yang terjadi maka pertanggungjawaban dari pendiri terhadap PT menjadi
tanggung jawab pribadi.
4. Direksi PT, menurut ketentuan Pasal 1 butir 4 UUPT adalah organ perseroan
yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan
dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar
pengadilan.
Universitas Sumatera Utara
39
Sebagaimana halnya tanggung jawab terbatas pemegang saham PT,
keterbatasan tanggung jawab itu juga berlaku terhadap anggota direksi meskipun
tidak secara tegas dinyatakan dalam pasal – pasal UUPT. Hal tersebut dapat diketahui
dari Pasal 97 ayat (3) UUPT yang mengatur bahwa setiap anggota direksi
bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau
lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2). Dari ketentuan itu secara acontrario dapat di artikan bahwa apabila anggota
direksi tidak bersalah dan tidak lalai menjalankan tugasnya, maka berarti direksi tidak
bertanggung jawab penuh secara pribadi.
Selama direksi menjalankan tugas dan kewajibannya dengan penuh tanggung
jawab, maka anggota direksi tetap mempunyai tanggung jawab yang terbatas yang
merupakan ciri utama dari PT.
Dalam pasal 95 ayat 5 Undang – Undang Perseroan Terbatas mengatur
bahwa;
”Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana
dimaksud pada ayat 3 apabila dapat membuktikan :
a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya
b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk
kepentingan dan sesuia dengan maksud dan tujuan Perseroan
c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian, dan
Universitas Sumatera Utara
40
d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian
tersebut”.
Menurut Sutan Remy Sjahdeini berdasarkan business judgement rule
pertimbangan bisnis para anggota direksi tidak dapat ditantang atau diganggu gugat
atau ditolak, baik oleh pengadilan maupun pemegang saham. Para anggota direksi
tidak dapat dibebani tanggung jawab atas akibat-akibat yang timbul karena telah
diambilnya suatu pertimbangan bisnis oleh anggota direksi yang bersangkutan
sekalipun pertimbangan itu keliru, kecuali dalam hal-hal tertentu. Business judgement
rule pokoknya mengasumsikan bahwa dalam membuat suatu keputusan bisnis,
direksi dari suatu perusahaan bertindak atas dasar informasi yang dimilikinya, dengan
itikad baik dan dengan keyakinan bahwa tindakan yang di ambil adalah semata-mata
untuk kepentingan perusahaan. Doktrin ini prinsipnya mencegah campur tangan
judisial terhadap tindakan direksi yang didasari itikad baik dan kehati-hatian dalam
rangka mencapai tujuan perusahaan yang sah menurut hukum.31
2.
Tugas Dan Tanggung Jawab Organ – Organ PT
Dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
telah di tegaskan dalam Undang-Undang tersebut bahwa organ-organ PT yakni terdiri
dari RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), Komisaris dan Direksi sebagaimana di
jelaskan dalam pasal 1 ayat (2) UUPT , yang mana organ-organ PT ini memiliki tugas
31
Sutan Remy Sjahdeni dalam Jamin Ginting, Hukum Perseroan Terbatas (UU No 40 tahun
2007), Jakarta, Citra Aditya, September, 2007, hal 119
Universitas Sumatera Utara
41
dan kewenangan masing – masing , terutama tugas dan kewenangan Direksi secara
penuh untuk menjalankan perseroan.
Perseroan sebagai sebuah persekutuan (asosiasi modal) yang oleh undang –
undang diberi status badan hukum. Maka tidak salah jika dikatakan bahwa
sesungguhnya perseroan adalah :
1.
Badan hukum, yaitu subyek hukum mandiri; dan
2.
Sekaligus wadah perwujudan kerjasama para pemegang saham
Yang dimaksud dengan persekutuan modal adalah bahwa modal dasar
Perseroan terbagi dalam sejumlah saham yang pada dasarnya dapat dipindah
tangankan (transferable shares) sehubungan dengan itu
perlu ditegaskan bahwa
sekalipun semua saham dimiliki oleh 1 (satu) orang, konsep persekutuan modal tetap
valid karena perseroan tidak menjadi bubar melainkan tetap berlangsung sebagai
subyek hukum, kebenaran ini dipertegas oleh ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 7 ayat (7) UUPT yang mengatur bahwa 100% saham persero (BUMN
berbentuk Perseroan Terbatas ) dapat dimiliki oleh
negara dan Perseroan yang
mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan
penyelesaian.
Yang memperkenalkan teori organ untuk pertama sekali adalah Otto friedrich
Von Gierke (1841-1921) dengan pernyataannya yang menyatakan bahwa badan
hukum adalah suatu organizm yaitu suatu “Lebenseinheit”. Seperti halnya manusia
yang bertindak memakai organ-organnya (tangan, mulut ,otak dan sebagainya)
Perseroan Terbatas juga demikian halnya ketika mengambil bagian dalam lalu lintas
Universitas Sumatera Utara
42
hukum selaku subyek hukum mandiri, Dalam pengertian Perseroan organ dimaksud
adalah :
a.
Rapat Umum Pemegang Saham
b.
Direksi, dan
c.
Dewan Komisaris.32
a. Rapat Umum Pemegang Saham
RUPS adalah organ Perseroan Terbatas yang memiliki kewenangan ekslusif
yang tidak diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris. Kewenangan RUPS,
bentuk dan luasannya, ditentukan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan
Anggaran Dasar Perseroan.
Dalam bentuk kongkritnya RUPS merupakan sebuah forum, dimana para
pemegang saham memiliki kewenangan untuk memperoleh keterangan-keterangan
mengenai Perseroan, baik dari Direksi maupun Dewan Komisaris. Keteranganketerangan itu merupakan landasan bagi RUPS untuk menentukan kebijakan dan
langkah strategis Perseroan dalam mengambil keputusan sebagai sebuah badan
hukum. Dalam forum RUPS, mekanisme penyampaian keterangan dan keputusan itu
disusun secara teratur dan sistematis sesuai agendanya. Dalam forum RUPS, para
peserta tidak dapat memberikan keterangan dan keputusan diluar agenda rapat kecuali
RUPS itu dihadiri oleh semua pemegang saham dan mereka menyetujui penambahan
agenda rapat itu dengan suara bulat.
32
Agus Budiarto, Kedudukan Hukum Dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas (Seri
Hukum Perusahaan), Ghalia Indonesia, Jakarta, Agustus 2009, hal 57
Universitas Sumatera Utara
43
Sebagai sebuah forum, pada Pasal 76 UUPT dan Pasal 77 UUPT, pada
prinsipnya RUPS harus diselenggarakan di Indonesia, Penyelenggaraan itu dilakukan
ditempat kedudukan Perseroan atau ditempat Perseroan melakukan kegiatan
utamanya. Selain di tempat Perseroan, RUPS juga dapat diselenggarakan melalui
media elektronik, misalnya media telekonferensi atau video konferensi. Semua
peserta RUPS yang diselenggarakan dengan media elektronik harus bisa saling
melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi di dalam rapat. Meskipun
sifatnya telekonferensi, RUPS itu juga harus dibuatkan risalah rapatnya dan
ditandatangani oleh semua peserta rapat.
Jenis RUPS dapat terdiri dari RUPS Tahunan dan RUPS Lainnya. Pada
Pasal 78 UUPT menegaskan RUPS Tahunan wajib diselenggarakan Direksi minimal
6 bulan setelah tahun buku Perseroan berakhir. Dalam RUPS Tahunan, Direksi
mengajukan semua dokumen dari laporan tahunan Perseroan. RUPS Lainnya dapat
diadakan setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk kepentingan Perseroan.
Pada Pasal 79 UUPT menjelaskan, sebelum diselenggarakannya RUPS,
terlebih dahulu dilakukan Pemanggilan RUPS, dan sebelum Pemanggilan RUPS
para pemegang saham yang memiliki hak suara mengajukan Permintaan RUPS.
Permintaan diadakannya RUPS dilakukan dengan surat tercatat beserta alasannya
kepada Direksi-dan tembusannya disampaikan kepada Dewan Komisaris. Setelah
Direksi menerima surat tercatat, selanjutnya Direksi wajib melakukan Pemanggilan
RUPS. Pemanggilan itu dilakukan dalam jangka waktu 15 hari sejak tanggal
permintaan dengan surat tercatat itu diterima oleh Direksi.
Universitas Sumatera Utara
44
Ada kalanya Direksi tidak melakukan Pemanggilan RUPS dalam jangka
waktu yang telah ditentukan. Jika Direksi tidak juga melakukan Pemanggilan RUPS
dalam batas waktu itu, maka permintaan diadakannya RUPS diajukan kembali
dengan surat tercatat oleh pemegang saham, namun kali ini bukan kepada Direksi
melainkan kepada Dewan Komisaris. Selanjutnya, Dewan Komisaris yang melakukan
Pemanggilan RUPS .
Ada kemungkinan juga baik Direksi maupun Dewan Komisaris, setelah
diajukannya Permintaan RUPS oleh pemegang saham, tidak melakukan Pemanggilan
RUPS. Jika hal ini yang terjadi maka pemegang saham dapat mengajukan
permohonan itu sekali lagi melalui pengadilan. Kepada ketua pengadilan negeri yang
daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan, pemegang saham
mengajukan permohonan untuk dibuat penetapan pengadilan agar memberikan izin
kepada pemohon (pemegang saham) untuk melakukan sendiri Pemanggilan
RUPS. Pengadilan setelah mempelajari keterangan dan bukti dari pemegang saham,
Direksi
dan
Dewan
Komisaris,
selanjutnya
menetapkan
pemberian
izin
penyelenggaraan RUPS. Permohonan dapat ditolak jika pemegang saham tidak dapat
membuktikan alasannya-persyaratan dan kepentingannya.33
Pemanggilan RUPS dilakukan oleh Direksi kepada para pemegang sahamatau oleh Dewan Komisaris dan pemegang saham sendiri dalam hal Direksi tidak
melaksanakan pemanggilan. Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu
paling lambat 14 hari sebelum RUPS diselenggrakan. Selain dengan surat tercatat,
Universitas Sumatera Utara
45
pemanggilan RUPS dapat juga dilakukan melalui surat kabar. Dalam pemanggilan itu
harus dicantumkan “tanggal”, “waktu”, “tempat”, dan “agenda” rapat. Selain
deskripsi rapat, dalam pemanggilan juga wajib disertakan pemberitahuan bahwa
bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS telah tersedia di kantor Perseroan sejak
tanggal pemanggilan sampai dengan RUPS diadakan. Perseroan wajib memberikan
salinan bahan tersebut kepada pemegang saham secara cuma-cuma jika diminta.
Pada prinsipnya setiap saham yang dikeluarkan oleh Perseroan memiliki
setidaknya satu hak suara. Namun, Perseroan juga dapat menentukan hak suara itu
lebih besar atau lebih kecil, selama hal itu ditentukan dalam Anggaran Dasarnya.
Meskipun setiap saham memiliki setidaknya satu hak suara, namun hak suara itu
tidak berlaku bagi saham-saham berikut:
a. Saham yang dikuasai sendiri oleh Perseroan.
b. Saham induk Perseroan yang dikuasai oleh anak Perseroannya baik langsung
maupun tidak langsung.
c. Saham Perseroan yang dikuasai oleh Perseroan lain yang sahamnya langsung
atau tidak langsung telah dimiliki Perseroan.34
Hak suara para pemegang saham dapat digunakan untuk mengambil
keputusan dalam RUPS. Dalam pemungutan suara untuk mengambil keputusan, suara
yang dikeluarkan oleh pemegang saham berlaku untuk seluruh saham yang
dimilikinya. Pemegang saham tidak boleh memberikan kuasa kepada lebih dari
33
34
Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta, Djambatan, 2009, hal 27
UU No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Pasal 84 ayat (2)
Universitas Sumatera Utara
46
seorang kuasa untuk sebagian dari saham yang dimilikinya dengan suara yang
berbeda. Dalam pemungutan suara, anggota Direksi dan Dewan Komisaris, serta
karyawan Perseroan, dilarang bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham. Dalam
hal pemegang saham hadir sendiri dalam RUPS, surat kuasa yang telah diberikan
untuk mewakili kehadirannya menjadi tidak berlaku untuk rapat tersebut.
RUPS baru dapat diselenggarakan jika 1/2 lebih dari seluruh saham dengan
hak suara menghadirinya kecuali Anggaran Dasar menentukan jumlah kuorum yang
lebih besar. Jika kuorum tersebut tidak tercapai, Direksi dapat melakukan
Pemanggilan RUPS Kedua. Pemanggilan RUPS Kedua harus menyebutkan bahwa
RUPS Pertama telah dilaksanakan dan tidak mencapai kuorum. RUPS Kedua sah dan
berhak mengambil keputusan jika RUPS itu dihadiri oleh minimal 1/3 dari jumlah
seluruh saham dengan hak suara.
Jika kuorum RUPS Kedua juga tidak tercapai, Perseroan dapat memohon
kepada ketua pengadilan negeri agar ditetapkan kuorum untuk RUPS Ketiga.
Selanjutnya, RUPS Ketiga itu dilangsungkan dengan dasar kuorum yang ditetapkan
oleh ketua pengadilan negeri. Pemanggilan RUPS Ketiga harus menyebutkan bahwa
RUPS Kedua telah dilaksanakan dan tidak mencapai kuorum. Pemanggilan RUPS
Kedua dan RUPS Ketiga masing – masing dilakukan dalam jangka waktu paling
lambat 7 hari sebelum RUPS Kedua atau RUPS Ketiga itu dilaksanakan. RUPS
Universitas Sumatera Utara
47
Kedua dan RUPS Ketiga diselenggarakan dalam jangka waktu paling cepat 10 hari
dan paling lambat 21 hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan.35
Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Dalam hal
upaya musyawarah untuk mufakat itu tidak tercapai, keputusan adalah sah jika
disetujui oleh lebih dari 1/2 bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan. RUPS untuk
mengubah Anggaran Dasar dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 2/3
bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, dan
keputusannya sah jika disetujui paling sedikit 2/3 bagian dari jumlah suara yang
dikeluarkan-kecuali Anggaran Dasar menentukan kuorum kehadiran yang lebih besar.
Dalam hal kuorum kehadiran tidak tercapai, dapat diselenggarakan RUPS Kedua.
RUPS kedua sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam rapat paling sedikit 3/5
bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, dan
keputusannya sah jika disetujui paling sedikit 2/3 bagian dari jumlah suara yang
dikeluarkan.
Dalam setiap penyelenggaraan RUPS, ketua rapat wajib membuat dan
menandatangani risalah RUPS. Selain ketua rapat, minimal 1 orang pemegang saham
yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS juga menandatangani risalah tersebut.
Tanda tangan itu tidak disyaratkan apabila risalah RUPS dibuat dengan akta notaris.
Selain dalam rapat, pemegang saham dapat juga mengambil keputusan yang mengikat
di luar RUPS dengan syarat semua pemegang saham dengan hak suara menyetujui
secara tertulis dengan menandatangani usulan yang bersangkutan.
35
Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas, Jakarta, Citra Aditya, 2004 hal 131.
Universitas Sumatera Utara
48
a.
Direksi
Pengurus Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat PT) dalam Undang –
Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat
UUPT) berdasarkan pasal 1 ayat (5) UUPT, Direksi adalah organ Perseroan yang
berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk
kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili
Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan
Anggaran Dasar.36 Hakekat dari sebuah perwakilan adalah bahwa seseorang
melakukan sesuatu perbuatan untuk kepentingan orang lain atas tanggung jawab dari
orang yang mewakilkan itu.
Kewenangan untuk mewakili yang berdasarkan pengangkatan itu menjadi
hapus atau tidak ada ketika kewenangan mewakili itu ditarik kembali atau orang yang
mewakili meninggal dunia. Oleh sebab itu, UUPT mengatur di dalam Pasal 94 ayat
(3), yang mengatakan bahwa anggota Direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu
dan dapat diangkat kembali. Keputusan RUPS untuk mengangkat anggota Direksi itu
biasanya disertai dengan penetapan gaji, honorarium dan fasilitas lainnya.
Direksi sebagai organ Perseroan yang mengurus Perseroan sehari-hari dapat
mencapai prestasi terbesar untuk kepentingan Perseroan, maka ia harus diberi
kewenangan-kewenangan tertentu untuk mencapai hasil yang optimal dalam
mengurus Perseroan. Dari kewenangan yang diberikan, ia perlu diberi tanggung
jawab untuk mengurus Perseroan. Hal ini berarti dalam membicarakan kewenangan
Universitas Sumatera Utara
49
Direksi, diperlukan pemahaman tentang tanggung jawabnya. Tanggung jawab direksi
perseroan erat kaitannya dengan sifat kolegailitas direksi perseroan, Undang-Undang
Perseroan Terbatas mengatur bahwa direksi mewakili perseroan baik dalam maupun
diluar pengadilan.37
Tanggung jawab pengurus perseroan yang diwakilkan oleh Direktsi38,Dalam
Perseroan, tanggung jawab Direksi timbul, apabila Direksi yang memiliki wewenang
atau Direksi yang menerima kewajiban untuk melaksanakan pengurusan Perseroan,
mulai menggunakan wewenangnya tersebut. Agar wewenang atau kewajiban Direksi
tersebut dilaksanakan untuk kepentingan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan, maka idealnya wewenang itu dapat dilaksanakan sesuai dengan tanggung
jawabnya dan sebaliknya tanggung jawab harus diberikan sesuai dengan wewenang
yang ada.
Tanggung jawab Direksi Perseroan erat kaitannya dengan sifat kolegialitas
Direksi Perseroan. Menurut Pasal 98 ayat (1) UUPT, Direksi mewakili PT baik di
dalam maupun di luar Pengadilan. Ayat (2) mengatakan bahwa dalam hal anggota
Direksi terdiri lebih dari satu orang, yang berwenang mewakili PT adalah setiap
anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar. Ayat (3) mengatakan
bahwa kewenangan Direksi mewakili PT adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat,
kecuali ditentukan lain dalam UU, AD atau Keputusan RUPS. Ketentuan Pasal 98
36
UU no 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1 ayat (5)
Freddy Harris & Teddy Anggoro, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta, Ghalia Indonesia,
Maret, 2010, hal 46
38
Winardi, Asas – Asas Manajemen, Bandung, Alumni, 1983, hal 144
37
Universitas Sumatera Utara
50
ayat (2) tersebut di atas memberikan petunjuk kepada kita bahwa lembaga Direksi PT
dalam sistemnya bersifat kolegial. Artinya, Direksi PT itu seharusnya terdiri dari
lebih satu orang atau berbentuk Dewan. Sekalipun di dalam struktur organisasi diatur
adanya Direktur Utama, Direktur Personalia, Direktur Kepatuhan, Direktur Produksi
dan lain sebagainya. Pada pasal 98 ayat (2) tersebut ditentukan yang berwenang
mewakili PT adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam Anggaran
Dasar. Bahkan dari sudut pandang doktrin, kedudukan masing – masing organ PT
(RUPS, Dewan Komisaris dan Direksi) pada asasnya satu sama lain mempunyai
kedudukan yang sama atau sejajar, yang satu tidak berada di bawah yang lain,
masing-masing mempunyai tugas sendiri-sendiri yang diberikan oleh UU dan/atau
Anggaran Dasar. Konsekwensi selanjutnya, kiblat atau fokus Direksi dan/atau Dewan
Komisaris dalam mengurus Perseroan tidak semata-mata hanya tertuju kepada
Pemegang Saham, tetapi lebih kepada kepentingan PT yang cakupannya lebih luas
dari pada kepentingan Pemegang Saham. Jika di muka dikatakan bahwa wewenang
Direksi itu erat kaitannya dengan kewajiban Direksi, maka di dalam UUPT kewajiban
Direksi itu.
Untuk memastikan seorang Direksi dapat menjalankan tugasnya secara
independen, Direksi harus memenuhi kriteria formal sebagai berikut :
1. Mampu melakukan perbuatan hukum
2. Tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Dewan
komisaris yang bersalah menyebabkan perusahaan dinyatakan pailit
3. Tidak pernah dipidana karena merugikan keuangan negara
Universitas Sumatera Utara
51
4.
Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham pengendali
perusahaan yang bersangkutan
5.
Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan Direktur dan atau Komisaris lainnya
pada perusahaan yang bersangkutan
6.
Tidak bekerja rangkap sebagai Direktur di perusahaan lainnya yang terafiliasi
dengan perusahaan yang bersangkutan
7.
Tidak menduduki jabatan eksekutif atau mempunyai hubungan bisnis dengan
perusahaan yang bersangkutan dan perusahaan-perusahaan lainnya yang
terafiliasi dalam jangka waktu 3 tahun terakhir
8.
Tidak menjadi partner atau principal di perusahaan konsultan yang
memberikan jasa pelayanan professional pada perusahaan dan perusahaanperusahaan lainnya yang terafiliasi
9.
Tidak menjadi pemasok dan pelanggan signifikan atau menduduki jabatan
eksekutif dan Dewan Komisaris perusahaan pemasok dan pelanggan
signifikan dari perusahaan yang bersangkutan atau perusahaan-perusahaan
lainnya yang terafiliasi
10. Bebas dari segala kepentingan dan kegiatan bisni atau hubungan yang lain
yang dapat diinterpretasikan akan menghalangi.39
Pasal 100 ayat (1) yang menyatakan bahwa kewajiban Direksi itu ialah :
39
Bismar Nasution dan Zulkarnain Sitompul, Hukum Perusahaan, Bandung, Books Terrace
& Library, 2005
Universitas Sumatera Utara
52
a. membuat daftar Pemegang Saham, daftar khusus, risalah RUPS dan risalah
rapat Direksi
b. membuat laporan tahunan sebagaimana dimaksud Pasal 66 dan dokumen
perusahaan
c. memelihara seluruh daftar, risalah dan dokumen keuangan dan dokumen
lainnya.
Kemudian di ayat (2) nya ditentukan bahwa seluruh daftar, risalah, dokumen
keuangan Perseroan dan dokumen Perseroan lainnya disimpan ditempat kedudukan
PT dan atas permohonan tertulis dari Pemegang Saham, Direksi memberi izin kepada
Pemegang Saham untuk memeriksa daftar Pemegang Saham, daftar khusus, risalah
RUPS dan laporan tahunan, serta Pemegang Saham boleh mendapat salinannya.
Demikian ditentukan di dalam Pasal 100 ayat (3) UUPT. Yang menarik untuk dibahas
lebih lanjut adalah kewajiban Direksi untuk membuat laporan tahunan sebagaimana
dimaksud Pasal 66 UUPT tersebut diatas.
Pasal 66 ayat (1) UUPT mengatakan bahwa Direksi menyampaikan laporan
tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh Dewan Komisaris dalam jangka waktu
paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku Perseroan berakhir. Menurut Pasal
67 ayat (1) UUPT bahwa laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66
ayat (1) ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan semua anggota Dewan
Komisaris yang menjabat pada tahun buku yang bersangkutan dan disediakan di
Universitas Sumatera Utara
53
kantor Perseroan sejak tanggal panggilan RUPS untuk dapat diperiksa oleh pemegang
saham.40
b.
Dewan Komisaris
Tugas Dewan Komisaris adalah melakukan pengawasan dan memberikan
nasihat kepada Direksi. Tugas pengawasan dan nasihat itu dilaksanakan oleh Dewan
Komisaris berdasarkan Anggaran Dasar Perseroan. Pengawasan oleh Dewan
Komisaris meliputi baik pengawasan atas kebijakan Direksi dalam melakukan
pengurusan Perseroan Terbatas, serta jalannya pengurusan tersebut secara umum
baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan. Pengawasan dan nasihat yang
dilakukan Dewan Komisaris harus bertujuan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai
dengan maksud dan tujuan Perseroan.
Jumlah anggota Dewan Komisaris seperti juga Direksi, bisa terdiri dari satu
orang anggota atau bisa juga lebih. Dewan Komisaris yang terdiri lebih dari satu
orang anggota bersifat “majelis”, dan setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat
bertindak sendiri-sendiri, melainkan berdasarkan keputusan Dewan Komisaris.
(a) Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan Komisaris
Syarat menjadi anggota Dewan Komisaris adalah cakap melakukan perbuatan
hukum, Selain syarat umum tersebut secara khusus calon anggota Dewan Komisaris
tidak dapat diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris apabila dalam waktu 5 tahun
sebelum pengangkatannya pernah dinyatakan pailit, atau menjadi anggota Direksi
40
Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas pasal 66 ayat (1) dan
pasal 67 ayat (1).
Universitas Sumatera Utara
54
atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah karena menyebabkan suatu
Perseroan dinyatakan Pailit, atau dihukum karena melakukan tindak pidana yang
merugikan keuangan negara atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.
Pengangkatan anggota Dewan Komisaris dilakukan oleh RUPS. Untuk
pertama kalinya (pada saat pendirian Perseroan), pengangkatan anggota Dewan
Komisaris dilakukan oleh pendiri dalam akta pendirian Perseroan. Anggota Dewan
Komisaris diangkat untuk jangka waktu tertentu dan setelahnya dapat diangkat
kembali. Anggaran Dasar Perseroan dapat mengatur tentang tata cara pengangkatan,
penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris serta dapat juga mengatur
tentang pencalonannya. Dalam hal terjadi pengangkatan, penggantian, dan
pemberhentian anggota Dewan Komisaris, Direksi wajib memberitahukan perubahan
tersebut kepada Menteri Hukum dan HAM agar dicatat dalam Daftar Perseroan.
Pemberitahuan itu dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari terhitung
sejak tanggal keputusan RUPS. Jika pemberitahuan tersebut tidak dilakukan, Menteri
dapat menolak setiap pemberitahuan tentang perubahan susunan Dewan Komisaris
selanjutnya yang disampaikan kepada Menteri oleh Direksi. Ketentuan mengenai
besarnya gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris
ditetapkan oleh RUPS.
Ketentuan mengenai pemberhentian anggota Dewan Komisaris mengikuti tata
cara yang berlaku bagi pemberhentian anggota Direksi. Pemberhentian anggota
Dewan Komisaris dapat dilakukan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS
dengan menyebutkan alasannya. Keputusan pemberhentian itu diambil setelah
Universitas Sumatera Utara
55
anggota Dewan Komisaris diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS.
Pemberian kesempatan untuk membela diri itu tidak diperlukan dalam hal anggota
Dewan Komisaris yang akan diberhentikan tidak keberatan atas pemberhentian
tersebut.
(b) Tugas dan Tanggung Jawab Dewan komisaris
Dewan Komisaris bertugas melakukan pengawasan dan pemberian nasihat
kepada Direksi. Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara
pribadi atas kerugian Perseroan akibat dari kesalahan dan kelalaiannya dalam
menjalankan tugas. Jika Dewan Komisaris terdiri dari dua orang anggota atau lebih,
tanggung jawab itu berlaku secara tanggung renteng diantara anggota Dewan
Komisaris. Anggota Dewan Komisaris dapat menghindari tanggung jawab tersebut
apabila dapat membuktikan bahwa ia telah melakukan pengawasan dengan itikad
baik dan hati-hati, tidak mempunyai kepentingan pribadi atas pengurusan Direksi
yang mengakibatkan kerugian, dan telah memberikan nasihat untuk mencegah
kerugian. Pemegang saham dapat menggugat ke pengadilan terhadap anggota Dewan
Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya itu menimbulkan kerugian
Perseroan.41
Dalam hal terjadinya kepailitan akibat kesalahan atau kelalaian Dewan
Komisaris dalam melakukan pengawasan Direksi, dan kekayaan Perseroan tidak
cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan akibat kepailitan tersebut,
setiap anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab
Universitas Sumatera Utara
56
dengan anggota Direksi atas kewajiban yang belum dilunasi Perseroan. Tanggung
jawab tersebut berlaku juga bagi orang yang dalam 5 tahun sebelum putusan pailit
diucapkan menjabat sebagai Dewan Komisaris.
Selain tugas-tugas umum, Dewan Komisaris juga memiliki kewajiban untuk
membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya. Selain itu
Dewan Komisaris juga berkewajiban untuk melaporkan kepada Perseroan mengenai
kepemilikan sahamnya atau keluarganya pada Perseroan tersebut dan Perseroan lain.
Dewan Komisaris juga berkewajiban untuk memberikan laporan tentang tugas
pengawasan yang telah dilakukannya selama tahun buku yang baru lampau kepada
RUPS.
(c) Perbuatan Hukum Tertentu Dewan Komisaris
Dewan Komisaris dapat memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi
dalam melakukan perbuatan hukum tertentu diluar tugas pengawasan dan pemberian
nasihat. Wewenang tersebut ditetapkan di dalam Anggaran Dasar Perseroan termasuk
syarat-syaratnya. Tanpa persetujuan atau bantuan Dewan Komisaris berdasarkan
syarat-syarat dalam Anggaran Dasar, perbuatan hukum Direksi tetap mengikat
Perseroan sepanjang pihak lainnya dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik.
Diluar tugas pengawasan dan pemberian nasihat, Dewan Komisaris juga dapat
melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam “keadaan tertentu”. Tindakan
tersebut dilakukan hanya untuk “jangka waktu tertentu”. Tindakan Dewan Komisaris
dalam keadaan dan jangka waktu tertentu itu berlaku terhadap semua ketentuan
41
UU No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Pasal 114 ayat (5)
Universitas Sumatera Utara
57
mengenai hak, wewenang, dan kewajiban Direksi terhadap Perseroan dan pihak
ketiga.
Fred BG Tumbuan dalam “Tanggung Jawab” Direksi dan Komisaris serta
kedudukan RUPS Perseroan Terbatas menurut undang-undang bahwa : “Kewenangan
pengurusan tersebut dipercayakan oleh undang-undang kepada Direksi untuk
kepentingan perseroan sebagai badan hukum yang mempunyai eksistensi sendiri
selaku subjek hukum mandiri (Persona Standi in judicio). Dalam menjalankan
fungsinya tersebut Direksi perseroan terikat pada kepentingan perseroan sebagai
badan hukum”.42
3.
Modal Dan Kekayaan Perseroan Terbatas
Sebagai persekutuan modal, kekayaan PT terdiri dari modal yang seluruhnya
terbagi dalam bentuk saham. Para pendiri PT berkewajiban untuk mengambil bagian
modal itu dalam bentuk saham – dan mereka mendapat bukti surat saham sebagai
bentuk penyertaan modal, Tanggung jawab para pemegang saham terbatas hanya
pada modal atau saham yang dimasukkanya ke dalam perseroan (limited liability)43.
Segala hutang perseroan tidak dapat ditimpakan kepada harta kekayaan pribadi para
pemegang saham, melainkan hanya sebatas modal saham para pemegang saham itu
yang disetorkan kepada perseroan.
Direksi berkewajiban untuk mengelola jalannya perusahaan dengan sebaik
mungkin. Dewan Komisaris bertugas untuk mengawasi jalannya pengelolaan
42
Fred BG Tumbunan, Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris serta RUPS Perseroan
Terbatas, Makalah kuliah S2 Fakultas Hukum Universitas Indonesia Tahun Ajaran 2001-2002, hal 7
Universitas Sumatera Utara
58
perseroan oleh Direksi, serta pada kesempatan tertentu turut membandtu Direksi
dalam menjalankan tugasnya. Sedangkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
perseroan berfungsi untuk melaksanakan kontrol secara menyeluruh atas setiap
pemenuhan kewajiban dari Direksi dan Dewan Komisaris perseroan atas aturan main
yang telah ditetapkan.44
Pada pasal 32 ayat (1) UUPT menyatakan modal dasar Perseroan paling
sedikit Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), untuk Perseroan Terbatas (tertutup)
pada umumnya, dengan pengecualian untuk Perseroan Terbatas yang bergerak dalam
bidang-bidang usaha tertentu (seperti halnya usaha pembiayaan, Perseroan yang
didirikan dalam rangka penanaman modal, dan lain – lain), maupum perseroan
terbatas terbuka.
Modal Perseroan Terbatas terdiri dari:
a. Modal Dasar (Authorized Capital atau Capital Equity) adalah jumlah saham
maksimum yang dapat dikeluarkan oleh Perseroan sehingga modal dasar
terdiri atas seluruh nominal saham.
b. Modal Ditempatkan (Issued Capital) adalah saham yang telah diambil dan
sebenarnya telah terjual, baik kepada para pendiri maupun pemegang saham
perseroan. Para pendiri telah menyanggupi untuk mengambil bagian sebesar
43
M.Yahya Harahap,Hukum Perseroan Terbatas,Jakarta, Sinar Grafika,2009, hal 70
Ahmad Yani, Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis : Perseroan Terbatas , Jakarta, Raja
Grafindo, 2000, hal 77
44
Universitas Sumatera Utara
59
atau sejumlah tertentu dari saham Perseroan dank arena itu, dia mempunyai
kewajiban untuk membayar atau melakukan penyetoran kepada Perseroan.
c. Modal yang Disetor (Paid Up Capital) adalah saham yang telah dibayar
penuh kepada Perseroan yang menjadi pernyataan atau penyetoran saham riil
yang telah dilakukan, baik oleh pendiri maupun para pemegang saham
Perseroan.45
4.
Anggaran Dasar Perseroan Terbatas.
Sebagai sebuah badan hukum, Perseroan Terbatas (PT) tak dapat dilihat dan
diraba secara fisik kecuali asset – asetnya (kantor gedung dan para karyawannya).
Sekilas badan hukum PT nampak imajiner, namun dalam bentuk realnya badan
hukum PT dapat diterawang lewat Anggaran Dasarnya. Anggaran Dasar PT
mencantumkan tugas dan tanggung jawab serta hak dan kewajiban seluruh Organ PT,
sehingga Anggaran Dasar PT dapat dikatakan merupakan bentuk konkret dari sebuah
badan hukum PT.
Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
Suatu Anggaran Dasar PT harus memuat sekurang-kurangnya:
1.
Nama dan tempat kedudukan PT.
2.
Maksud dan tujuan pendirian PT.
3.
Kegiatan usaha PT.
4.
Jangka waktu berdirinya PT.
5.
Modal PT.
Universitas Sumatera Utara
60
6.
Jumlah, nilai, dan klasifikasi saham serta hak-hak yang melekat pada setiap
saham.
7.
Anggota Direksi dan Dewan Komisaris PT.
8.
Tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS.
9.
Tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan
Dewan Komisaris.
10. Tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen46.
Keterangan diatas merupakan keterangan minimal yang wajib dicantumkan
dalam Anggaran Dasar PT. Selain keterangan minimal itu, Anggaran Dasar juga
dapat memuat ketentuan-ketentuan lain mengenai PT selama ketentuan itu tidak
bertentangan dengan undang-undang.
Pencantuman nama PT dalam Anggaran Dasar wajib didahului dengan frase
“Perseroan Terbatas” atau disingkat “PT”. Untuk PT “terbuka”, selain menggunakan
istilah “PT” juga pada bagian akhir nama PT ditambah kata singkatan “Tbk”
ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara pemakian nama perseroan diatur dalam
Peraturan Pemerintah No 43 Tahun 2011 tentang tata cara pengajuan dan pemakaian
nama Perseroan Terbatas .
a. Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, PT dapat melakukan perubahan
Anggaran Dasar sesuai kebutuhan PT tersebut. Perubahan Anggaran Dasar itu harus
45
46
Ibid, hal 55
UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 15 ayat (1)
Universitas Sumatera Utara
61
dilakukan berdasarkan ketetapan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dalam
panggilan RUPS kepada para pemegang saham, acara mengenai perubahan Anggaran
Dasar tersebut wajib dicantumkan dengan jelas. Dalam hal PT yang bersangkutan
dinyatakan pailit, perubahan Anggaran Dasar baru dapat dilaksanakan dengan
persetujuan kurator.
Pada dasarnya perubahan Anggaran Dasar merupakan perubahan bentuk
badan hukum PT, sehingga seperti juga dalam pendirian PT, Pasal 21 UUPT
menyatakan perubahan Anggaran Dasar PT harus mendapat persetujuan dari MenteriMenteri Hukum dan HAM. Perubahan Anggaran Dasar yang wajib mendapat
persetujuan Menteri antara lain perubahan Anggaran Dasar yang meliputi:
1.
Perubahan mengenai nama PT dan/atau tempat kedudukan PT
2.
Perubahan mengenai Maksud, tujuan serta kegiatan usaha PT
3.
Perubahan mengeni Jangka waktu berdirinya PT
4.
Perubahan mengenai besarnya modal dasar PT
5.
Perubahan mengenai pengurangan modal ditempatkan dan disetor
6.
Perubahan status PT tertutup menjadi PT terbuka atau sebaliknya
Perubahan
Anggaran
Dasar
tersebut
mulai
berlaku
sejak
tanggal
diterbitkannya Keputusan Menteri mengeni perubahan Anggaran Dasar. Perubahan
Anggaran Dasar selain mengenai hal-hal tersebut diatas juga dimungkinkan, namun
tidak wajib mendapat persetujuan Menteri tetapi cukup diberitahukan saja kepada
Menteri. Perubahan Anggaran Dasar yang tidak memerlukan persetujuan Menteri itu
Universitas Sumatera Utara
62
mulai berlaku sejak dikeluarkannya surat penerimaan mengeni pemberitahuan
perubahan Anggaran Dasar tersebut oleh Menteri, Seluruh perubahan Anggaran
Dasar wajib dinyatakan dalam akta notaris.47
B. Prinsip Kehati-hatian Dalam Pengurusan Perseroan Terbatas
1.
Pengertian Prinsip Kehati-Hatian
Dalam setiap kegiatan
perseroan maka kewenangan penuh menjalankan
perseroan berada ditangan Direksi, artinya segala bentuk urusan-urusan perusahaan
untuk mencapai tujuan perseroan sepenuhnya dilakukan oleh direksi. Maka oleh
sebab itu direksi yang di angkat melalui Rapat Umum Pemegang Saham harus
memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar demi tercapainya tujuan dan maksud
perseroan sebagaimana di uraikan dalam Anggaran Dasar perseroan.
Sebagaimana di jelaskan pada bab sebelumnya sangat erat dengan prinsip
kehati-hatian. Oleh karena prinsip kehati-hatian ini merupakan prinsip utama dalam
mengelola perseroan. Undang-Undang memang tidak mengatur prinsip kehati-hatian
itu, tetapi pada sebagian produk peraturan yang berkaitan dengan perbankan, terdapat
kata-kata yang intinya harus berpedoman kepada prinsip kehati-hatian demikian juga
dalam UUPT pasal 1 ayat 2 ; pasal 1 ayat 4; pasal 2, pasal 79 ayat 1, pasal 82; dan
pasal 85 ayat 1 tidak menyatakan secara tegas mengenai prinsip kehati-hatian walau
prinsip ini sesungguhnya sangat erat hubungannya dengan doktrin Fiduciary Duty,
tetapi bukan berarti UUPT tidak menganut prinsip kehati-hatian ini karena
47
Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pasal 26 ayat (3), (4),
(5), (6), (7), dan ayat(8)
Universitas Sumatera Utara
63
merupakan prinsip universal dalam berbagai tindakan apapun. Jadi dengan
mengadopsi prinsip fiduaciary duty disebut atau tidak maka pada hakikatnya prinsip
kehati-hatian ini tetap menjadi landasan dalam UUPT. Fiduciary duty yang di
dalamnya terdapat duty of care and skill memiliki standard of care, yaitu :
a. I’tikad baik ( good of faith)
b. Loyalitas yang tinggi ( hight degree of loyality )
c. Kejujuran
d. Peduli
e. Kemampuan/kecakapan (skill)
f. Peduli terhadap pelaksanaan hukum (care of low enforcement)
Direksi kedudukannya dalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus
bertolak dari landasan bahwa tugas dan kedudukan yang diperoleh direksi
berdasarkan 2 (dua) prinsip dasar yaitu kepercayaan yang diberikan perseroan
kepadanya (fiduciary duty) dan prinsip yang merujuk pada kemampuan serta kehatihatian dalam bertindak (duty of skill and care).48
Prinsip Tranparasi (selanjutnya disebut “keterbukaan”) penting untuk
mencegah penipuan (fraud) atau KKN. Sangat baik untuk dipahami ungkapan yang
pernah diungkapkan Barry A.K.Rider : “sun light is the best disinfectant and electric
48
Chatamarrasjid Ais, menyingkap Tabir Perseroan (Piercing The Corporate Veil) Kapita
Selekta Hukum Perusahaan Indonesia,Bandung, Citra Aditya Bakti, 2000, Hal 71
Universitas Sumatera Utara
64
light the policeman”. Dengan perkataan lain, Rider menyatakan bahwa “more
disclosure will inevitably discourage wrong doing and abouse”.49
Direksi mendapatkan informasi yang lengkap dari bagian-bagian yang telah
ditentukan oleh direksi untuk pemenuhan prinsip kehati-hatian dalam proses
pengadaan barang dan jasa, bagian-bagian tersebut yaitu :
1. Bagian pelelangan yang berperan sebagai tim analisa dalam pengadaan barang
dan jasa
2. Bagian hukum yang berperan sebagai tim analisa dan evaluasi proses
pengadaan barang dan jasa
3. Bagian SPI yang berperan sebagai timpengawasan proses pengadaan barang
dan jasa50
Semua tindakan diatas merupakan tindakan yang dilakukan tanpa mengurangi
prinsip kehati-hatian oleh karena itu dapat kita simpulkan bahwa di dalam UUPT
tetap terdapat prinsip kehati-hatian.51
Prinsip fiduciary duty dianut oleh undang-undang nomor 40 tahun 2007
tentang perseroan terbatas, yaitu pada Pasal 97 ayat (2) yang menegaskan bahwa
pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan dengan itikad
baik dan penuh tanggungjawab. Secara transparan Pasal 97 ayat (2) UUPT ini
menekankan pada arti itikad baik, dan sepanjang anggota direksi melakukan
49
Bismar Naution, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
Program Pasca Sarjana, Jakarta, 2001
50
Wawancara dengan bapak Christian Orchad Tharanon,SH,MKn (Staf Urusan Kepatuhan)
Bagian Hukum dan Manajemen Risiko PTPN III, Kantor Direksi Medan, tanggal 13 April 2012
Universitas Sumatera Utara
65
pengelolaan perseroan dengan itikad baik, dan dalam batas koridor serta menurut
ketentuan yang telah ditetapkan sebelumnya, maka Direksi dilindungi oleh doktrin
business judgment rule.
Doktrin atau Prinsip fiduciary duty dapat dijumpai dalam undang – undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menurut Pasal 92 ayat (1) UUPT
No 40 tahun 2007 , pengurus PT dipercayakan kepada Direksi, lebih jelasnya Pasal
97 ayat (1) UUPT Menyatakan, bahwa Direksi bertanggung jawab atas pengurusan
perseroan untuk dan kepentingan dan tujuan perseroan. Sedangkan Pasal 97 ayat (2)
UUPT menetapkan bahwa setiap anggota Direksi Wajib dengan itikad baikdan penuh
tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.
Pelanggaran terhadap hal ini dapat menyebabkan Direksi bertanggung jawab penuh
secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugas
tersebut.52
Itikad baik dalam hal ini memiliki makna secara objektif yang berarti bahwa
prestasi yang dilakukan direksi dan cara direksi melaksanakan tugas dan
kewenangannya mengurus perseroan harus senantiasa mengindahkan norma- norma
hukum, kepatutan dan kesusilaan. Dengan demikian itikad baik pada direksi
mengandung sautu kewajiban bagi direksi untuk senantiasa mengutamakan
kepentingan perseroan semata – mata, serta tidak memanfaatkan kedudukannya yang
51
Ibid, hal 56
Bismar Nasution, Kejahatan Korporasi dan Pertanggungg Jawabannya, Makalah
disampaikan dalam ceramah di jajaran Kepolisian Daerah Sumatera Utara, bertempat di Tanjung
Morawa, Medan pada tanggal 27 April 2006, hal 17
52
Universitas Sumatera Utara
66
strategis untuk memperoleh manfaat, baik secara langsung maupun secara tidak
langsung dari perseroan secara tidak adil, serta menghindari benturan kepentingan
antara kepentingan pribadi dengan kepentingan perseroan.53
2.
Fiduciary Duty Direksi Dalam Tugas Pengurusan Perseroan Terbatas
Terkait dengan fiduciary duties dalam Perseroan Terbatas (PT), dalam buku
“Organ Perseroan Terbatas”, Cornelius Simanjuntak dan Natalie Mulia menjelaskan
bahwa tugas dan tanggung jawab melakukan pengurusan sehari - hari Perseroan
untuk
kepentingan
Perseroan
dan
sesuai
dengan
maksud
dan
tujuan
Perseroan tersebut dalam sistem common law dikenal dengan prinsip fiduciary
duties.54
Seseorang dikatakan mempunyai tugas fiduciary (fiduciary duty) manakala dia
mempunyai kapasitas fiduciary (fiduciary capacity). Seseorang memiliki fiduciary
duty jika usaha yang dikelola atau dilakukan itu bukan miliknya atau bukan untuk
kepentingannya, melainkan milik atau untuk kepentingan pihak lain55.
Fiduciary duty ini diartikan oleh M.Yahya Harahap sebagai “wajib
dipercaya”. Menurut M. Yahya Harahap “wajib dipercaya” berarti setiap anggota
Direksi maupun Dewan Komisaris selamanya “dapat dipercaya” (must always
bonafide) serta selamanya harus “jujur” (must always be honest) dalam menjalankan
53
Gunawan Widjaya. Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan Pemilik PT, Jakarta,
Forum Sahabat, 2008, hal 74
54
Cornelius Simanjuntak&Natalie Mulia, Organ Perseroan Terbatas, Jakarta, Sinar Grafika,
2009 hal 91.
55
Ibid hal 50
Universitas Sumatera Utara
67
tugasnya (Direksi melakukan pengurusan dan Dewan Komisaris melakukan
pengawasan)56.
Sementara penulis lainnya, Ridwan Khairandy dalam bukunya “Perseroan
Terbatas” menulis bahwa dalam menjalankan tugas fiduciary duties, seorang Direksi
harus melakukan tugasnya sebagai berikut:
1. Dilakukan dengan iktikad baik;
2. Dilakukan dengan proper purposes;
3. Dilakukan dengan kebebasan yang tidak bertanggungjawab (unfettered
discretion);
4. Tidak memiliki benturan kepentingan (conflict of duty and interest).57
Prinsip fiduciary duty merupakan prinsip tanggungjawab direksi yang
meletakkan direksi sebagai trustee
atau pemegang amanah, sehingga seorang
direktur haruslah mempunyai kepedulian dan kemampuan (duty of care and duty of
loyality), beritikad baik, memiliki loyalitas yang tinggi terhadap perseroan dan
kejujuran terhadap perseroan yang dipimpinnya dengan derajat yang tinggi.58
Dalam duty of care, Direksi dituntut pertanggung jawaban secara hukum dan
duty of care ini wajib diterapkan bagi Direksi dalam membuat setiap kebijakan
perseroan dan dalam mengawasi serta memonitoring kegiatan perseroan.59
Yang dimaksud dengan tugas fiduciary duties dari seorang Direktur adalah
tugas yang terbit secara hukum (by the operation of law) dari suatu hubungan
56
M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta, Sinar Grafika, 2011, hal 374
Ibid hal 209
58
Bismar Nasution, “UU no 40 Tahun 2007 Dalam Perspektif Hukum Bisnis; Pembelaan
Direksi Melalui Prinsip Business Judgment Rule, Disampaikan Pada Seminar Bisnis 46 Tahun FE
USU, Medan, Sumatera Utara, 24 November 2007, hal 6
59
Lymann PQ Johnson, The Audit Commitee’s Ethical And Legal Responsibilities: The State
Law Perspective, Volume 47, Fall 2005, hal 35
57
Universitas Sumatera Utara
68
fiduciary antara Direktur berkedudukan sebagai trustee dalam pengertian hukum
trust, sehingga seorang direktur haruslah mempunyai kepedulian dan kemampuan
(duty of care and skill), itikad baik, loyalitas dan kejujuran terhadap perusahaannya
dengan derajat yang tinggi (high degree).60
Berdasarkan ketentuan Pasal 97 UUPT dapat ditarik kesimpulan bahwa pasal
itu mengandung prinsip fiduciary duties, yang terdiri dari 3 (tiga) faktor penting,
yaitu :61
1. Prinsip yang merujuk kepada kemampuan dan kehati-hatian tindakan
pengurus perseroan yang diwakilkan kepada Direktur (duty of care). Unsur
yang perlu diperhatikan sebelumnya berkenaan dengan tindakan dijadikan
penyeimbang dalam penerapan prinsip duty of skill and care sebagaimana
dikenal business judgement principle.
2. Prinsip untuk tidak mengambil keuntungan pribadi atas opportunity yang
sebenarnya milik atau diperuntukkan bagi perseroan (no secret profit rule
doctrine of coporate opportunity). Pelaksanaan tugas pengurus perseroan yang
diwakilkan kepada seorang direktur terkadang tidak luput dari adanya
pertentangan kepentingan, karena adanya persamaan bidang usaha antara
pengurus perseroan yang diwakilkan kepada seorang direktur secara pribadi
dengan pihak ketiga lainna, dalam hal ini dapat dikategorikan sebagai bentuk
kompetisi yang tidak adil.
60
hal 81
Munir Fuady, Perseroan Terbatas – Paradigma Baru, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2003,
61
Bambang Kesowo, Kedudukan Direksi : Suatu Tinjauan Berdasarkan Konsep Fiduciary
Duties, Makalah Dalam Panel Diskusi Hubungan Antara Pemegang Saham, Direksi, Komisaris : Hak,
Wewenang dan Tanggung Jawabnya, Jakarta, 12 Juni 1995, hal 8
Universitas Sumatera Utara
69
Lewis D Solomon62 tentang pertanggung jawaban direksi Korporasi
mengatakan :
Fiduciary duty is perhaps the most important concept in the Anglo American
law of corporation. Teh world “fiduciary” comes form the Latin fides, meaning faith
or confidence, and was originally used in the commos law to describe the nature of
the duties imposed on a trustee. Perhaps because many of the earliest corporation
cases involved chari table corporations, courts began to analogize the duties of a
director in managing corporate property to the duties of a trustee in managing trust
property.
The original analogy between a trustee and those who control a corporation
was a close one. But as corporations began to play a role of increasing importance in
an increasingly complex commercial world, the basic notion survives that officers,
directors and controlling shareholders.
3. Tanggungjawab Direksi Terhadap Pelanggaran Prinsip Kehati-Hatian
Dalam perseroan, Direksi paling bertanggungjawab serta memiliki peranan
penting, baik dalam mengatur, mengelola, serta mengurus dan maupun memajukan
perusahaan. Maka oleh sebab itu setiap anggota Direksi wajib pula beri’tikad baik
dan bertanggungjawab dalam menjalankan tugasnya untuk kepentingan perseroan
semat-mata, serta tidak memanfaatkan kedudukannya yang strategis tersebut untuk
memperolah manfaat, baik secara langsung maupun tidak langsung, dari perseroan
62
Lewis D Solomon, (et.al), Corporations Law And Policy Materials And Problem Third
Edition, American Casebook Series, ST.Paul, Minn : West Publishing Co, 1994, hal 672
Universitas Sumatera Utara
70
secara tidak adil, serta menghindari benturan kepentingan antara kepentingan pribadi
Direksi dengan kepentingan perseroan.63
Kedudukan Direksi yang bersifat fiduciary, yang oleh UUPT sampai batas –
batas tertentu diakui, maka tanggung jawab direksi menjadi sanggat tinggi (high
degree). Tidak hanya bertanggung jawab terhadap ketidakjujuran yang disengaja
(dishonesty), tetapi dia juga bertanggungjawab secara hukum terhadap tindakan
mismanagement, kelalaian atau gagal atau tidak melakukan sesuatu yang penting bagi
perseroan64.
Pertanggung jawaban direksi bukan hanya tanggungjawab yang diatur dalam
hukum perusahaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007, akan tetapi tanggungjawab direksi juga banyak ada diatur dalam doktrindoktrin hukum yang mengatur tentang bagaimana Direksi bertanggung jawab
terhadap perseroan terbatas. Adapun doktin-doktrin hukum tersebut yakni
tanggungjawab berdasarkan fiduciary duties, dan duty to skill and care,
tanggungjawab berdasarkan ke dalam (indoor manajement rule), tanggungjawab
berdasarkan ultravires, tanggungjawab berdasarkan prinsip piercieng the corporate
veil. Doktrin-doktrin ini semua adalah hukum perusahaan yang di kenal dalam sistem
hukum common law yang kemudian di adopsi dalam hukum perusahaan di Indonesia,
sebagimana di tegaskan dalam Undang – Undang nomor 40 Tahun 2007.
63
Gunawan Widjaya,Risiko Hukum Sebagai Direksi,Komisaris Dan Pemilik PT, Jakarta,
Forum Sahabat, 2008, hal74
64
Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, Bandung, Citra Aditya Bakti, hal 82
Universitas Sumatera Utara
71
Setiap anggota direksi bertanggungjawab penuh secara pribadi atas kerugian
perseroan jika yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya dengan
tidak bertanggungjawab dan tidak memenuhi prinsip kehati-hatian. Dalam hal direksi
terdiri dari dua orang direksi atau lebih , tanggungjawab yang di maksud berlaku
secara tanggung rentengbagi setiap direksi. Tetapi dalam hal ini direksi tidak dapat di
pertanggungjawabkan
atas
kerugian
perseroan
kepadanya,
apabila
dapat
membuktikan:
a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya
b. Telah melakukan pengurusan dengan I’tikad baik dan kehati-hatian untuk
kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung
atas tindakan kepengurusan yang mengakibatkan kerugian dan
d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul dan berlanjutnya kerugian
tersebut.65
4.
Perlindungan Bagi Direksi Melalui Business Judgment Rule
Prinsip Business Judgment Rule adalah suatu prinsip hukum yang berasal dari
system common law dan merupakan derivative dari Hukum Korporasi di Amerika
Serikat. Konsep ini mencegah pengadilan-pengadilan di Amerika Serikat untuk
mempertanyakan pengambilan keputusan usaha oleh Direksi, yang diambil dengan
itikad baik.
65
Ibid, hal 118
Universitas Sumatera Utara
72
Business Judgement Rule adalah prinsip yang menyatakan bahwa Direksi
tidak dapat dituntut karena keputusannya ternyata mendatangkan kerugian pada
perusahaan, sepanjang ia mengambil keputusan tersebut dengan penuh kehati –
hatian, telah mengikuti ketentuan – ketentuan dalam perseroan, beritikad baik, tidak
terdapat kelalaian atau penipuan.66
Dalam Black’s Law Dictionary, Business Judgment Rule is rule immunizes
management from liability in corporate transaction undertaken within power of
corporation and authority of management where there is reasonable basis to indicate
that transaction was made with due care and goof faith.67
Berdasarkan pengertian yang diberikan Black’s Law Dictionary dapat
diketahui bahwa business judgment rule melindungi direksi atas setiap keputusan
bisnis yang merupakan transaksi perseroan, selama hal tersebut dilakukan dalam
batas-batas kewenangan dengan penuh kehati-hatian dan itikad baik.
Dasar pertimbangan adanya prinsip Business Judgment Rule yaitu bahwa
tidak setiap keputusan Direksi dapat memberikan keuntungan bagi perseroan, seperti
lazimnya dalam dunia usaha ada untung dan ada rugi. Walaupun begitu, direksi
dalam mengambil keputusannya atau melakukan tindakan lainnya mendasarkannya
hanya untuk kepentingan perseroan (tidak ada kepentingan pribadi) dengan kehatihatian dan dengan itikad baik.
66
Erman Rajagukguk, Pengolaan Perusahaan Yang Baik; Tanggung Jawab Pemegang
Saham, Komisaris dan Direksi, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26- No 3, 2007, Hal 27
67
Henry Campbell Black, Black’s Law Dictinary, Abridged Fifth Edition, West Publishing
Co. St. Paul, Minn, Hal.200
Universitas Sumatera Utara
73
Dalam kasus yang lain secara umum prinsip business Judgment Rule dianut
dalam Undang-Undang nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 97 UUPT 40 Tahun 2007 yaitu:
(1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 92 ayat (1).
(2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap
anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
(3) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian
Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya
sesuai dengan ketentuan sebagaiamana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal Direksi terdiri dari 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung
jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi
setiap anggota Direksi.
(5) Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:
a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk
kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
Universitas Sumatera Utara
74
d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian
tersebut.
Berdasarkan Pasal 97 ayat (5) Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas di atas, suatu ukuran dapat diberlakukannya konsep Business
Judgment Rule adalah :
a. Adanya kerugian yang timbul bukan karena kesalahan atau kelalaian;
b. Beritikad baik dan penuh kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan;
c. Tidak mempunyai benturan kepentingan;
d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian
tersebut.
Direksi dapat dipertanggungjawabkan secara pribadi harus memenuhi syarat
adanya kerugian yang timbul dari kesalahan atau kelalaiannya. Adanya kesalahan dan
kelalaian dari Direksi dilihat dari formalitas tindakannya tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perseroan. Dilihat dari
substansinya tindakan tersebut tidak didasarkan atas itikad baik dan prinsip kehati –
hatian (duty to act in good faith, duty of care, duty of loyalty) sehingga merugikan
perseroan.
Doktrin business judgment rule adalah suatu pembelaan kepada direksi untuk
melepaskan diri dari tanggung jawab pribadi atas kerugian persroan, apabila anggota
direksi yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa tindakan pengurusan yang
dilakukannya diyakini sebagai tindakan yang terbaik bagi perseroan dan
Universitas Sumatera Utara
75
dilakukkannya secara jujur, beritikad baik dan tindakan tersebut tidak bertentangan
dengan hukum dan anggaran dasar perseroan. Sungguh pun kemudian ternyata
tindakan tersebut keliru dan tidak menguntungkan atau bahkan merugikan perseroan,
maka RUPS dan bahkan pengadilan pun tidak dapat melakukan second guess
terhadap keputusan bisnis direksi tersebut.68
C. Prinsip Kehati-hatian Dalam Peraturan Pengadaan Barang Dan Jasa Di
PT.Perkebunan Nusantara III (Persero)
1.
Dasar Hukum Pengadaan Barang dan Jasa di PT. Perkebunan Nusantara
III (Persero)
Pembahasan dasar hukum pengadaan barang dan jasa di lingkungan
PT.Perkebunan Nusantara III (persero) sebagai sebuah Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) Persero akan terkait langsung dengan analisis terhadap kedudukan Badan
Usaha Milik Negara
(BUMN) itu sendiri dan status hukum sumber dana yang
dipergunakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero untuk membiayai
pengadaan barang dan jasa yang dibutuhkannya. Oleh karena itu sebelum
menganalisis dasar hukum pengadaan barang dan jasa di lingkungan PTPN III maka
sebelumnya perlu di analisa dasar hukum pengadaan barang dan jasa dilingkungan
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero.
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 secara tegas menyebutkan bahwa
perseroan terbatas ada badan hukum. Status badan hukum tersebut diperoleh oleh
perseroan terbatas bersamaan dengan tanggal diterbitkannya keputusan Menteri
68
Bismar Nasution, Pertanggungjawaban Direksi dalam Pengelolaan Perusahaan, makalh
disampaikan pada Seminar Nasional Sehari Dalam Rangka Menciptakan Good Corporate Governance
Universitas Sumatera Utara
76
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia mengenai pengesahan badan
hukum perseroan.69 Dan selanjutnya maka tanggungjawab pemegang saham berubah
menjadi tanggungjawab terbatas pada modal yang disetorkannya pada perseroan.
Perseroan terbatas sebagai badan hukum menduduki kedudukan penting bagi
hukum, karena badan hukum adalah subjek hukum seperti halnya manusia yang
memiliki hak dan tanggungjawab sendiri terpisah dari para pendirinya. Robert W.
Hamilton menyatakan “oleh karena badan hukum adalah subjek, maka ia merupakan
badan yang independen atau mandiri dari pendiri, anggota, atau penanam modal
badan tersebut. badan ini dapat melakukan kegiatan bisnis atas nama dirinya sendiri.
Oleh karenanya bisnis yang dijalankan, kekayaan yang dikuasai, kontrak yang dibuat
semua atas nama badan itu sendiri dan badan ini juga memiliki kewajiban-kewajiban
hukum, seperti membayar pajak dan menajukan izin kegiatan bisnis atas nama dirinya
sendiri”.70
Apabila sumber dana pengadaan barang dan jasa tersebut berasal dari APBN
baik sebahagian atau seluruhnya, maka pengadaan barang dan jasa tersebut tunduk
pada Perpres no 54 Tahun 2010, namun apabila sumber biaya pengadaan barang /jasa
tersebut baik sebahagian atau seluruhnya bukan berasal dari APBN, maka pengadaan
barang/jasa di Badan Usaha Milik Negara tidak termasuk dalam ruang lingkup
keberlakuan Perpres tersebut. Oleh karenanya maka sangat penting untuk mengetahui
pada Sistem Pengelolaan dan Pembinaan BUMN Persero, diselenggarakan oleh Inti Sarana
Informatika, Hotel Borobudur Yogjakarta, 8 Maret 2007, hal 4
69
UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 7 ayat (1)
Universitas Sumatera Utara
77
sumber pembiayaan pengadaan barang/jasa yang dilakukan Badan Usaha Milik
Negara.
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara yang
menyebutkan tujuan pemisahan kekayaan Negara dari APBN untuk dijadikan
penyertaan modal Negara pada BUMN yang untuk selanjutnya pengelolaannya tidak
tunduk lagi pada sistem APBN, karena kekayaan Negara yang dipisahkan pada
BUMN tersebut penguunaannya tidak lagi tunduk pada system APBN. Oleh karena
dana BUMN persero yang digunakan untuk membiayai pengadaan barang/jasa
BUMN bukanlah dana APBN, maka masalah pengaturan pengadaan barang dan jasa
dilingkungan BUMN persero (sepanjang tidak langsung menggunakan APBN),
adalah dalam lingkup pengaturan BUMN sebagai badan hukum.
Dasar hukum pengadaan barang dan jasa BUMN tunduk pada ketentuan
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian , Pengurusan,
Pengawasan dan Pembubaran BUMN pasal 99, yang berbunyi sebagai berikut :
1. Pengadaan Barang dan jasa oleh BUMN yang menggunakan dana langsung
dari APBN dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
2. Direksi BUMN menetapkan tata cara pengadaan barang dan jasa bagi BUMN
yang bersangkutan, selain pengadaan barang dan jasa sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) berdasarkan pedoman umum yang ditetapkan oleh Menteri
70
Robert W.Hamilton, The law of corporation,(St. Paul Minesota : West
Publishing Co, 1996) hal 1
Universitas Sumatera Utara
78
3. Pedoman umum dan tata cara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
dengan memperhatikan prinsip efisiensi dan transparansi.
Berdasarkan PP No. 45 Tahun 2005 Pasal 99 tersebut Menteri BUMN
kemudian mengeluarkan Surat Edaran (SE) Menteri BUMN No. S.298/S. MBU/2007
tanggal 25 Juni 2007 yang dikeluarkan oleh Kementerian BUMN yang ditujukan
kepada seluruh jajaran Direksi, Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN yang pada
dasarnya menyatakan bahwa tata cara pengadaan barang dan jasa di lingkungan
BUMN tidak tunduk pada ketentuan Keputusan Presiden (Keppres) No. 80 Tahun
2003 tentang Pengadaan Barang dan/atau Jasa BUMN. Selanjutnya ditindaklanjuti
Menteri BUMN dengan mengeluarkan pedoman umum pada Pasal 99 ayat (2) PP No.
45 Tahun 2005 dengan Peraturan Menteri BUMN Nomor Per 05/MBU/2008 tentang
Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa BUMN71. PT. Perkebunan Nusantara III
(Persero) berpedoman pada Surat Keputusan Direksi Nomor 3.11/SKPTS/03/2011
tentang Pedoman Pengadaan Barang Dan Jasa PT. Perkebunan Nusantara III
(Persero) Edisi V-2011.
2.
Prinsip-Prinsip Pengadaan Barang dan Jasa di PT. Perkebunan Nusantara
III (Persero)
Sesuai dengan Surat Keputusan Direksi PT. Perkebunan Nusantara III Nomor:
3.11/SKPTS/03/2011 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa PT Perkebunan
Nusantara III (Persero) Edisi V-2011 berpedoman pada Peraturan Menteri Negara
Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-05/MBU/2008 tanggal 3 September 2008
71
http://hukumbisnis.blogspot.com/2009/05/tehnik-menyusun-peraturan-perjanjian.htmI
Diakses pada tanggal 17 April 2012.
Universitas Sumatera Utara
79
tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa BUMN dengan
mengingat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 tanggal 19
Juni 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 40 Tahun 2007 tanggal 16 Agustus 2007 tentang Perseroan Terbatas,
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1996 tanggal 14 Februari
1996 tentang Peleburan Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perkebunan III, IV dan V
Menjadi PT. Perkebunan Nusantara III, dan peraturan lain yang menjadi dasar
pengeluaran Surat Keputusan tersebut.
Dimana didalamnya mengatur tentang Prinsip-Prinsip Pengadaan Barang dan
Jasa dilingkungan PT. Perkebunan Nusantara III (persero) yang berisi :
1.
Efisiensi, adalah pengadaan barang dan jasa yang harus diusahakan dengan
menggunakan dan dan daya minimum untuk mencapai kuantitas dan sasaran
dalam waktu yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan
untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas yang maksimum.
2.
Efektifitas, adalah pengadaan barang dan jasa harus sesuai dengan kebutuhan dan
sasaran yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat secara optimal
3.
Optimalisasi, adalah memanfaatkan secara optimal barang yang sudah tersedia
atau yang akan diperoleh melalui pengadaan barang baru.
4.
Terbuka dan Bersaing, adalah proses pengadaan barang dan jasa harus
dilaksanakan secara terbuka dan bersaing bagi rekanan yang memenuhi
persyaratan/kriteria tertentu sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku di
perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
80
5.
Transparan, adalah semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang
dan jasa ,termasuk syarat teknis administrasi pengadaan. Tata cara evaluasi, hasil
evaluasi,penetapan calon penyedia barang dan jasa sifatnya terbuka bagi peserta
penyedia barang dan jasa yang berminat.
6.
Adil dan wajar, adalah memberikan perlakuan yang sama (tidak diskriminatif)
bagi semua calon rekanan dan tidak mengarah untuk memberikan keuntungan
kepada pihak tertentu, dengan cara atau alas an apapun.
7.
Akuntabel, adalah harus sesuai dengan aturan dan ketetntuan yang terkait
pengadaan
barang/jasa
dilingkungan
PTPN
III
sehingga
dapat
dipertanggungjawabkan
8.
Mengutamakan produksi dalam negeri dan pemberdayaan usaha kecil/koperasi,
adalah perusahaan wajib mendahulukan penggunaan barang dan jasa produksi
dalam negeri (sesuai Surat Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. S480/MBU/2007 tanggal 10 Juli 2007 tentang Pendayagunaan Produksi Dalam
Negeri Dalam Belanja BUMN) dan memprioritaskan pengusaha kecil dan
koperasi sepanjang produksi dalam negeri & pengusaha kecil/koperasi memenuhi
kriteria diatas.
9.
Mengutamakan sinergi antara BUMN dan/atau anak perusahaan sepanjang
barang dan jasa yang dibutuhkan merupakan hasil produksi BUMN dan/atau
anak perusahaan yang bersangkutan, dan sepanjang kualitas, harga dan tujuannya
dapat dipertanggungjawabkan.
Universitas Sumatera Utara
81
3.
Jenis dan Prosedur Pengadaan Barang dan Jasa di PT. Perkebunan
Nusantara III (Persero)
Ada beberapa metode pemilihan proses pengadaan barang dan jasa di
lingkungan
PTPN
III
berlaku
untuk
pejabat
pengadaan
di
kantor
direksi/distrik/kebun/unit dan bagian pelelangan serta pengguna barang dan jasa
PTPN III diantaranya yaitu :
1. Pelelangan Umum
2. Pelelangan Sederhana
3. Pelelangan Terbatas
4. Pemilihan Langsung
5. Penunjukkan Langsung
6. Pengadaan Langsung
7. Kontes
8. Seleksi Umum
9. Seleksi Sederhana
10. Seleksi Langsung
11. Penunjukkan Langsung Jasa Konsultasi
12. Pengadaan Langsung Jasa Konsultasi
13. Sayembara Jasa Konsultasi atau Jasa Lainnya72
72
Surat Keputusan Direksi PT. Perkebunan Nusantara III Nomor 3.11/SKPTS/03/2011
Tentang Pedoman Pengadaan Barang Dan Jasa PT.Perkebunan Nusantara III (Persero) Edisi V2011, hal 4
Universitas Sumatera Utara
82
Selain hal tersebut dalam pedoman pengadaan barang dan jasa PT.Perkebunan
Nusantara III (persero) jenis barang dan jasa dapat dibagi menjadi;
1.
Berdasarkan Sumber Pendanaan;
a. Dana Exploitasi, pengadaan barang dan jasa dengan sumber dana exploitasi
dapat dilaksanakan di kantor Direksi/Distrik/Kebun/Unit berdasarkan
kewenangan dan daftar klasifikasi pengadaan barang dan jasa
b. Dana Investasi, pengadaan bartang dan jasa dengan sumber dana investasi dan
memenuhi kriteria sebagaimana disebutkan dalam point defenisi dilaksanakan
di Kantor Direksi, khusus untuk pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan
(TBM) sesuai dengan nilai kewenangan yang diberikan dapat dilaksanakan di
Distri/Kebun/Unit setelh dokumen dasar mendapat persetujuan terlebih dahulu
dari Direksi.
2. Berdasarkan Spesifikasi
a. Barang umum, pengadaan barang umum dapat dilaksanakan di Kantor
Direksi/Distrik/Kebun/Unit sesuai dengan berdasarkan kewenangannya dapat
dilihat pada tabel 1
b. Barang
pabrikan/keagenan,
pengadaan
barang
pabrikan/keagenan
dilaksanakan di Kantor Direksi.
3.
Pengadaan barang yang merupakan Aktiva tetap dengan nilai perolehan 1 (satu)
unit dibawah Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) walaupun masa manfaatnya lebih
dari 1(satu) tahun dibukukan sebagai biaya eksploitasi dan pengadaan barangnya
Universitas Sumatera Utara
83
dilakukan di Distrik untuk kebutuhan Distrik dan di Kebun/Unit untuk kebutuhan
Kebun/unit.
4.
Pengadaan Jasa, dapat dibagi menjadi :
a. Jasa Lainnya adalah jasa yang membutuhkan kemampuan tertentu yang
mengutamakan ketrampilan (Skillware) dalm suatu sistem tata kelola yang
telah dikenal luas didunia usaha untuk menyelesaikan suatu pekerjaan atau
segala pekerjaan dan/atau penyediaan jasa selain jasa konsultasi, pelaksanaan
pekerjaan konstruksi dan pengadaan barang dengan sumber dana investasi
yang dilaksanakan di Kantor Direksi Jasa lainnya sesuai tabel 2 dibawah ini,
dapat dilaksanakan di kantor Distrik/Kebun/Unit dengan persetujuan Direksi
Terlebih dahulu, sedangkan untuk jasa lainnya dengan sumber dana exploitasi
dapat dilaksanakan di kantor Direksi/Distrik/Kebun/Unit.
b. Jasa Konsultasi adalah jasa layanan profesional yang membutuhkan keahlian
tertentu diberbagai bidang keilmuan yang mengutamakan adanya olah pikir
(brainware).
5.
Berdasarkan Jangka Waktu ;
a. Untuk pekerjaan yang memiliki jangka waktu pelaksanaan lebih dari 1 (satu)
tahun anggaran perusahaan atau multi year maka dapat dilakukan pengadaan
barang dan jasa 1 (satu) kali untuk jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun yang
disesuaikan dengan kebutuhan spesifik perusahaan sepanjang kualitas harga
dan tujuannya dapat dipertanggung jawabkan.
Universitas Sumatera Utara
84
b. Dalam hal pengadaan jangka panjang atau multi year, formula penyesuaian
harga tertentu (price adjustment) baik untuk kenaikan maupun penurunan
yang disesuaikan dengan kondisi pasangan best practice yang berlaku.
c. Untuk pekerjaan yang memiliki jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun atau
multi year, proses pengajuan dan penggunaan anggaran dapat dilakukan pada
tahun pertama secara sekaligus atau dibagi berdasarkan kebutuhan anggaran
setiap tahunnya, dana yang tidak habis digunakan pada tahun pertama, baik
karena tidak tercapainya penyelesaian fisik pekerjaan maupun akibat
mundurnya waktu pelaksanaan pekerjaan, dipindahkan menjadi RKAP tahun
berikutnya.73
Khusus untuk penunjukan langsung bagi BUMN dapat dilakukan apabila
memenuhi minimal salah satu persyaratan sebagai berikut :
1.
Barang dan jasa yang dibutuhkan bagi kinerja utama perusahaan dan tidak dapat
ditunda keberadaannya.
2.
Penyedia barang dan jasa dimaksud hanya satu – satunya
3.
Barang dan jasa yang bersifat knowledge intensive dimana untuk menggunakan
dan memelihara produk tersebut membutuhkan kelangsungan pengetahuan dari
penyedia barang dan jasa.
4.
Bila pelaksanaan pengadaan barang jasa dengan menggunakan cara sebagaimana
dimaksudkan diatas telah dua kali dilakukan namun peserta pelelangan atau
Universitas Sumatera Utara
85
pemilihan langsung tidak memenuhi kriteria atau ada pihak yang mengikuti
pelelangan atau pemilihan langsung, sekalipun ketentuan dan syarat – syarat
telah memenuhi kewajaran.
5.
Barang dan jasa yang dimiliki oleh pemegang hak atas kekayaan intelektual
(HAKI) atau yang memiliki jaminan (warranty) dan Original equipment
manufacture
6.
Penanganan darurat untuk keamanan, keselamatan masyarakat, dan asset
strategis perusahaan.
7.
Barang dan jasa yang merupakan pembelian berulang (Repeat order) sepanjang
harga yang ditawarkan menguntungkan dengan tidak mengorbankan kualitas
barang dan jasa.
8.
Penanganan darurat akibat bencana alam, baik yang bersifat lokal maupun
nasional.
9.
Barang dan jasa lanjutan yang secara teknis merupakan satu kesatuan yang
sifatnya tidak dapat dipecah – pecah dari pekerjaan yang sudah dilaksanakan
sebelumnya.
10. Penyedia barang dan jasa adalah BUMN dan/atau Anak Perusahaan sepanjang
barang dan/atau jasa yang dibutuhkan merupakan produk atau layanan dari
BUMN atau anak perusahaan dimaksud.
73
Surat Keputusan Direksi PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Nomor
3.11/SKPTS/03/2011, Tentang Pedoman Pengadaan Barang Dan Jasa PT. Perkebunan Nusantara III
(Persero) Edisi V-2011, hal 11
Universitas Sumatera Utara
86
4. Peranan dan Tanggung jawab Direksi Dalam Pengadaan Barang dan Jasa
Di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)
Direksi adalah adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung
jawab penuh atas pengurusan perseroan perseroan untuk kepentingan perseroan,
sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, serta mewakili perseroan, baik di dalam
maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar dan Code Of
Corporate Governance PT. Perkebunan Nusantara III (persero).
A. Tugas dan Tanggungjawab Direksi
Tugas dan Tanggung Jawab Direksi PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)
dalam pengadaan barang dan jasa berpedoman kepada Anggaran Dasar dan Code Of
Corporate Governance dimana dinyatakan bahwa :
1. Direksi bertugas menjalankan segala tindakan yang berkaitan dengan
pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud
dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar
pengadilan tentang segala hal dan segala kejadian dengan segala pembatasanpembatasan sebagaimana diatur dalam peraturan Perundang-undangan,
Anggaran Dasar PTPN III dan/atau keputusan RUPS.
2. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada poin 1 maka direksi
berkewajiban untuk :
a. Mengusahakan dan menjamin terlaksananya usaha dan kegiatan perseroan
sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usahanya.
Universitas Sumatera Utara
87
b. Menyiapkan pada waktunya Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RUPP),
Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP, dan Statement of corporate
intent (SCI) perubahannya serta menyampaikannya kepada Dewan
Komisaris dan pemegang saham untuk mendapatkan pengesahan RUPS
c. Memberikan penjelasan kepada RUPS mengenai rencana jangka panjang
perusahaan (RJPP), Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP, dan
Statement of Corporate Intent (SCI).
d. Membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS dan risalah
Rapat Direksi.
e. Membuat laporan tahunan sebagai wujud pertanggungjawaban pengurus
perseroan, serta dokumen keuangan perseroan sebagimana dimaksud dalam
undang-undang tentang dokumen perusahaan.
f. Menyusun laporan keuangan berdasarkan standar Akuntansi Keuangan dan
menyerahkan kepada akuntan publik untuk diaudit.
g. Menyampaikan Laporan Tahunan termasuk Laporan Keuangan kepada
RUPS untuk disetujui dan disahkan, serta laporan mengenai hak – hak
perseroan yang tidak tercatat dalam pembukuan antara lain sebagai akibat
penghapusan piutang
h. Memberikan penjelasan kepada RUPS mengenai laporan tahunan.
i. Menyampaikan neraca dan laporan laba rugi yang disahkan RUPS kepada
Menteri Hukum dan HAM sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang –
undangan
Universitas Sumatera Utara
88
j. Menyampaikan laporan perubahan susunan pemegang saham, direksi dan
Dewan Komisaris Kepada Menteri Hukum dan HAM
k. Memelihara Daftar Pemegang Saham, Daftar Khusus, Risalah RUPS,
Risalah Rapat Dewan Komisarris dan Risalah Rapat Direksi Laporan
Tahunan dan dokumen keuangan perseroan sebagaimana dimaksud pada
poin 4 dan poin 5 dan dokumen perseroan lainnya.
l. Menyimpan ditempat kedudukan perseroan. Daftar Pemegang Saham,
Daftar Khusus, Risalah RUPS, Risalah RUPS, Risalah Rapat Dewan
Komisaris dan Risalah Rapat Direksi, laporan Tahunan dan Dokumen
perseroan lainnya.
m. Menyusun sistem akuntansi sesuai dengan Standar Akuntasi Keuangan dan
berdasarkan prinsip – prinsip pengendalian intern, terutama fungsi
pengurusan, pencatatan, penyimpanan dan pengawasan.
n. Memberikan laporan berkala menurut cara dan waktunya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, serta laporan lainnya setiap kali diminta oleh
Dewan Komisaris dan/atau Pemegang Saham.
o. Menyiapkan susunan organisasi perseroan lengkap
p. Memberikan penjelasan tentang segala hal yang ditanyakan atau yang
diminta anggota Dewan Komisaris dan para pemegang saham.
q. Menyusun dan menetapkan blue print organisasi perseroan.
Universitas Sumatera Utara
89
r. Menjalankan kewajiban-kewajiban lainnya sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam Anggaran Dasar PTPN III dan yang ditetapkan oleh RUPS
berdasarkan peraturan Perundang – undangan.
s. Menyusun pengembangan (Knowledge & Skill) untuk direksi.
t. Menyusun rencana atau daftar personil yang berkompetensi untuk
menduduki jabatan kunci dan melaporkan ke Dewan Komisaris.
3. Dalam melaksanakan tugasnya, anggota direksi harus mematuhi Anggaran
Dasar PTPN III.
4. Setiap Anggota Direksi wajib dengan I’tikad baik dan penuh tanggungjawab.
5. Meminta persetujuan tertulis dewan komisaris tentang beberapa hal yang
ditentukan.
6. Dalam waktu 30 hari sejak diterimanya permohonan atau penjelasan dan
dokumen secara lengkap dari direksi.
7. Meminta persetujuan dewan komisaris dan RUPS untuk melakukan hal – hal
tertentu yang membutuhkan persetujuan tersebut.
8. Pendirian anak perusahaan / perusahaan patungan.
Selain hal tersebut, Direksi juga mempunyai peran dalam pengadaan barang
dan jasa untuk memberikan keputusan pemenang pelelangan pengadaan barang dan
jasa yang dimana berkas-berkas tersebut telah melewati proses pemeriksaan dari
bagian pelelangan.
Dalam Surat Keputusan Direksi PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)
Nomor : 3.11/SKPTS/03/2011 Tentang pedoman pengadaan barang dan jasa PT.
Universitas Sumatera Utara
90
Perkebunan Nusantara III (Persero) edisi V maka pelaksanaan pengadaan barang dan
jasa sepenuhnya dilaksanakan dengan etika yang tinggi sesuai dengan ketentuan code
of conduct PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)dan dalam pelaksanaannya harus
mematuhi etika, pejabat pengadaan barang dan jasa memiliki tugas pokok yakni
melaksanakan dan bertanggungjawab dalam pengadaan barang dan jasa sesuai
dengan besaran nilai kewenangan yang mengacu kepada pedoman pengadaan barang
dan jasa serta instruksi kerja yang berlaku di perusahaan.74 Langkah direksi yang
perlu diperhatikan direksi dalam proses pengadaan barang dan jasa yaitu :
a. Melihat daftar harga dari DHBB (daftar harga barang dan bahan)
b. Melakukan perkiraan harga
c. Menyusun HPS (harga perkiraan sendiri)/owner estimate (OE)
d. Mengevaluasi penawaran
e. Mengevaluasi administrasi
f. Mengevaluasi teknis
g. Mengevaluasi harga75
5.
Penjabaran Prinsip Kehati – hatian Dalam Peraturan Pengadaan Barang
Dan Jasa di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)
Dalam Pengadaan Barang dan Jasa di lingkungan PT. Perkebunan Nusantara
III (Persero) secara umum berpedoman kepada Surat Keputusan Direksi
PT.Perkebunan Nusantara III (Persero) Nomor : 3.11/SKPTS/03/2011 tentang
Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa PT Perkebunan Nusantara III (Persero).
74
Ibid hal 18
Universitas Sumatera Utara
91
Sebagai salah satu penjabaran prinsip kehati – hatian dan peraturan pengadaan barang
dan jasa di lingkungan BUMN dan PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) tercantum
dalam pasal 2, pasal 7, Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-05/MBU/2008
dan bagian 4 Surat Keputusan Direksi PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) nomor
3.11/SKPTS/03/2011 yang menerapkan beberapa prinsip – prinsip pengadaan barang
dan jasa untuk memenuhi prinsip kehati – hatian direksi dalam pengadaan barang dan
jasa selain itu pengadaan barang dan jasa dilakukan berdasarkan pedoman : 1).
pengadaan barang dan jasa yang seluruh sumber dananya dari anggaran perusahaa
(RKAP), 2). pengadaan barang dan jasa yang menggunakan sumber dana
pinjaman/hibah luar negeri (PHLN) sepanjang diatur dalam naskah hibah perjanjian
pinjaman luar negeri atau dokumen kesepahaman pinjaman/hibah luar negeri.76
pengadaan yang diikuti dengan pengaturan struktur keorganisasian, tugas dan
tanggung jawab serta kewenangan masing – masing bagian dalam struktur tersebut
sehingga masing – masingnya dapat melaksanakan dengan baik dan terukur. Sesuai
dengan Code Of Corporate Governance Direksi memiliki tanggung jawab menyusun
dan bertanggung jawab menggunakan anggaran dasar yang telah disusun untuk
digunakan salah satunya untuk kegiatan perusahaan yaitu pengadaan barang dan jasa.
Direksi juga bertanggung jawab pada saat penyusunan RKAP, pada saat penyusunan
dan pelaksanaan anggaran dasar dan pada saat pelaksanaan tender maka dengan hal
tersebut direksi membutuhkan orang – orang berprinsip kehati – hatian yang dapat
75
76
Ibid hal 30
Ibid hal 10
Universitas Sumatera Utara
92
melaksanakan kegiatan perusahaan. Di dalam setiap tindakan kesalahan yang
dilakukan dibawah direksi secara hukum
pertanggungjawaban tetap
yang
bertanggung jawab adalah direksi sebagai mana diatur dalam UUPT dan anggaran
dasar.
Implementasi prinsip keterbukaan dan prinsip kehati – hatian dalam pedoman
pengadaan barang dan jasa PTPN III dapat dilihat dari ketentuan – ketentuan sebagai
berikut :
a. Pedoman tersebut menjadi prinsip terbuka dan bersaing sebagai prinsip
pengadaan barang dan jasa. Pada bagian 4.4 dari pedoman tersebut disebutkan
terbuka dan bersaing, adalah proses pengadaan barang dan jasa harus
dilakukan secara terbuka dan bersaing bagi rekanan yang memenuhi
persyaratan/criteria tertentu sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku di PT.
Perkebunan Nusantara III (Persero)
b. Adanya kewajiban untuk mengumumkan di media massa secara luas untuk
pengadaan barang dan jasa dengan lelang umum dan pengumuman terbatas
pada papan pengumuman di PTPN III untuk pengadaan barang dan jasa
dengan metode lelang terbatas dan pemilihan langsung
c. Lokasi tempat pengumuman mudah diakses
d. Persyaratan teknis dan spesifikasi teknis dan dikumen pendukung lainnya
diberikan kepada setiap peserta secara terbuka dengan hak yang sama dan
informasi yang sama
Universitas Sumatera Utara
93
e. Aanwijzing dilakukan secara terbuka dan setiap peserta diberikan hak yang
sama untuk mengajukan pertanyaan – pertanyaan
f. Hak untuk melakukan sanggahan diberikan secara sama dan sanggahan
ditanggapi secara terbuka. Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dapat
dikenakan sanksi apabila terbukti salah atau lalai dalam proses terkait yang
disanggah (ketentuan 16.8).77
Demikian juga disisi lain telah disiapkan mekanisme pengawasan internal
dengan dibentuknya Satuan Pengawasan Internal (SPI) dan Komite audit, Bahkan
dibagian Hukum dan Manajemen Resiko juga diefektifkan untuk selalu memberikan
masukan kepada Direksi terutama ketika harus melalui legalisasi terlebih dahulu
sebelum Penetapan dan Pelaksanaan Kontrak sebagaimana diatur dengan Instruksi
Kerja yang berjudul Legalisasi Surat Perjanjian.
6. Instrument Penjabaran Prinsip Kehati-hatian di PT. Perkebunan Nusantara
III (Persero)
Dalam rangka mewujudkan penjabaran prinsip kehati-hatian di lingkungan
PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) maka instrument yang digunakan diantaranya
adalah dengan mengeluarkan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan usaha
perwujudan prinsip kehati-hatian, Membentuk Struktur keorganisasian yang
sistematis mampu mengimplementasikan prinsip kehati-hatian demikian juga dengan
adanya beberapa bagian yang merupakan pengawasan terhadap seluruh proses
77
Marisi Butar-butar, Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance, Khususnya
Prinsip Keterbukaan Dalam Proses Pengadaan Barang dan Jasa di Lingkungan BUMN Perkebunan,
Medan, Media Mandiri, 2012, hal 103
Universitas Sumatera Utara
94
kegiatan usaha Persero sehingga dapat tetap berjalan sesuai dengan Perundangundangan, peraturan yang berlaku, bahkan juga dengan berpedoman pada buku
panduan Code Of Conduct yang merupakan panduan standar perilaku, Code Of
Corporate Governance sebagai basis penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan
yang baik, Piagam Internal Audit, dan Piagam Komite Audit yang pada prinsipnya
keseluruhan instrument tersebut merupakan bagian dari penjabaran prinsip kehatihatian yang dilaksanakan di PT. Perkebunan Nusanatara III (persero).
Adapun instrument penjabaran prinsip kehati-hatian di PT. Perkebunan
Nusantara III (Persero) dapat diuraikan sebagai berikut :
1.
Anggaran Dasar
Anggaran dasar merupakan salah satu instrument penting dalam penerapan
prinsip kehati-hatian, karena anggaran dasar berisikan tata kelola perusahaan
BUMNsecara umum yang pembuatannya mengacu pada UU nomor 19 tahun
2003 tentang BUMN dan UU no 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Secara umum dapat dinyatakan bahwa anggaran dasar PTPN III mencerminkan
secara utuh prinsip-prinsip GCG karena pembuatannya yang berpedoman pada
UU no 40 tahun 2007, UU no 19 tahun 2003 dan peraturan terkait lainnya78.
GCG merupakan sistem pengelolaan perusahaan
yang sehat, yang
mencerminkan hubungan yang sinergi antara manajemen dan pemegang saham,
78
Ibid hal 87
Universitas Sumatera Utara
95
kreditor, pemerintah, supplier, dan stakeholder lainnya.79 Dalam konteks
pengelolaan perusahaan, GCG diasosiasikan dengan kewajiban direksi kepada
perusahaan untuk menjamin bahwa dirinya akan memenuhi semua kewajibannya
sesuai dengan kewajiban yang dibebankan kepadanya dan juga menjamin bahwa
kegiatan bisnis perusahaan tersebut akan dilaksanakan hanya demi kepentingan
perusahaan semata.80
Undang-undang BUMN telah mengadopsi beberapa prinsip good corporate
governance hal ini dinyatakan jelas pada pasal 36 ayat (1) undang – undang
BUMN yang menyatakan bahwa perum dalam menyelenggarakan usahanya
harus berdasarkan pada prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.81
2.
Code Of Conduct
Code of conduct PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) yang dikeluarkan
pada tanggal 30 Desember 2005 merupakan salah satu pedoman internal
perusahaan yang wajib disempurnakan mengingat dinamika dan perkembangan
menuntut
agar
seluruh
individu
yang
menyangkut
perusahaan
dapat
melaksanakan aktivitas dengan tetap berpedoman kepada prinsip GCG. Code of
conduct PTPN III pada dasarnya berisi tentang pola perilaku etis yang harus
ditaati dan dikembangkan oleh seluruh pihak perusahaan PTPN III. Pola perilaku
etis yang diatur meliputi pola perilaku etis terhadap Rapat Umum Pemegang
79
Nindyo Pramono, Bunga Rampai Hukum Bisnis actual, Bandung, Citra Aditya bakti,
2006, Hal 87
80
Kala Anandarajah, The New Corporate Governance Code in Singapure, Journal of
International Financial Markets, Volume 3 (6), 2001, hal. 262
Universitas Sumatera Utara
96
Saham (RUPS), karyawan, pelanggan, pemasok/rekanan, investor, kreditur/bank,
pemerintah, pesaing, auditor, masyarakata sekitar dan mitra binaan PTPN III,
media masa, lembaga swadaya masyarakat dan organisasi kemasyarakatan,
serikat pekerja, legislative, mitra usaha strategis, perguruan tinggi, anak
perusahaan dan petani plasma. Relevan code of conduct PTPN III dengan upaya
pengimplemntasian prinsip – prinsip GCG dalam proses pengadaan barang dan
jasa PTPN III, bagian B angka 2 tentang komitmen perusahaan terhadap
stakeholder, sub bagian (d) tentang pemasok, yang dengan tegas memerintahkan
perlakuan etis.82
3.
Buku Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa
PTPN III menggunakan PER Men No PER-05/MBU/2008 tentang pedoman
umum pelaksanaan pengadaan barang dan jasa BUMN adalah didasarkan kepada
pengertian bahwa untuk BUMN yang pendanaannyadiluar APBN memerlukan
pedoman pengaturan tersendiri, selain itu BUMN sebagai badan usaha perlu
melakukan pengadaan barang dan jasa secara cepat, fleksibel, efisien, dan efetif
agar tidak kehilangan momentum bisnis yang dapat menimbulkan kerugian.
Bahwa selain dana langsung dari APBN/APBD memerlukan tata cara tersendiri
yang diatur tersendiri oleh direksi berdasarkan pedoman umum yang ditetapkan
oleh Menteri yang mewakili pemerintah sebagai pemegang saham/pemilik modal
Negara pada BUMN sebagaimana diatur dalam Pasal 99 PP No 45 Tahun 2005
81
82
Bismar Nasution, Mengukur Kinerja Direktur BUMN, Makalah, hal 1
Ibid hal 89
Universitas Sumatera Utara
97
tentang pendirian, pengurusan, pengawasan, dan pembubaran BUMN. Direksi
PTPN III, sesuai dengan perintah Pasal 99 No 45 Tahun 2005 jo.Pemeneg
BUMN RI No PER-05/M-MBU/2008, kemudian mengeluarkan pedoman
pengadaan
barang
dan
jasa
PTPN
III
dengan
SKPTS
Direksi
No
3.11/SKPTS/03/2011. SKPTS ini mengatur secara komprehensif tata cara
pengadaan barang dan jasa PTPN III sebagai penjabaran dari Pemeneg BUMN
RI No PER-05/M-MBU/2008.83
4.
Instruksi Kerja
Instruksi kerja adalah dokumen internal PTPN III yang pada dasarnya
berisikan tentang rincian-rincian instruksi dalam suatu melakukan suatu
pekerjaan tertentu di lingkungan PTPN III, sehingga terwujud kepastian dan
ketertiban serta profesionalisme dalam melakukan pekerjaan dilingkungan PTPN
III, instruksi kerja dibuat untuk seluruh unit kerja dilingkungan PTPN III mulai
dari kantor direksi sampai dengan unit-unit terkecil di kebun-kebun. Dengan
adanya instruksi kerja, setiap personil PTPN III dapat mengikuti standar
pekerjaan yang akan dilakukannya sehingga pekerjaan-pekerjaan tersebut
dilakukan secara tertib dan terpola serta terukur.84
83
84
Ibid hal 95
Ibid hal 92
Universitas Sumatera Utara
Download