BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Adanya mikroorganisme yang tersisa

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Adanya mikroorganisme yang tersisa dalam saluran akar yang telah
dipreparasi atau yang berkembang pasca obturasi saluran akar merupakan penyebab
utama kegagalan perawatan saluran akar. Oleh karena itu, pada perawatan saluran
akar digunakan bahan desinfeksi saluran akar yang dapat meminimalkan atau
mengeliminasi mikroorganisme pada saluran akar. Desinfeksi saluran akar diperoleh
dari bahan irigasi dan bahan sterilisasi saluran akar. Bahan irigasi yang ideal adalah
bahan yang mempunyai sifat antimikroba, mampu melarutkan jaringan lunak atau
organik, mampu melarutkan smear layer, tegangan permukaan rendah, dan memiliki
toksisitas yang rendah. Akan tetapi, hingga kini tidak ada satupun bahan yang ideal
untuk bahan irigasi saluran akar.1 Sodium hipoklorit (NaOCl) dalam berbagai
konsentrasi, yakni mulai dari 0,5% sampai dengan 5,25%, merupakan bahan irigasi
saluran akar yang terbaik saat ini. Semakin tinggi konsentrasi NaOCl yang dipakai,
efek antimikroba yang dihasilkan semakin besar, begitu pula toksisitas yang
dihasilkannya.20 Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
menemukan bahan irigasi saluran akar dengan efek antimikroba yang maksimal,
namun dengan toksisitas yang minimal. Ekstrak etanol batang siwak diharapkan
dapat digunakan sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar yang memiliki
kemampuan membunuh mikroba yang maksimal dengan iritasi pada jaringan apikal
yang minimal.
2.1 Penggunaan Bahan Irigasi Saluran Akar
Preparasi saluran akar, preparasi biomekanis saluran akar, dan obturasi
saluran akar merupakan tiga tahapan penting yang terdapat dalam triad endodontic.21
Triad endodontic merupakan tiga prinsip dasar perawatan endodonti yang harus
dipahami oleh seorang dokter gigi agar mendapatkan hasil preparasi saluran akar
yang maksimal. Tahapan-tahapan tersebut saling berkaitan dan saling bergantung satu
dengan yang lain dalam menentukan keberhasilan perawatan.22
Dari ketiga tahapan tersebut, preparasi biomekanis saluran akar berperan
utama dalam menentukan keberhasilan perawatan saluran akar.21 Penggunaan larutan
irigasi sangat diperlukan dalam preparasi biomekanis saluran akar, terutama dalam
membantu eliminasi bakteri yang terdapat di dalam saluran akar.9 Dalam irigasi
saluran akar perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut23:
a. Larutan irigasi disemprotkan ke dalam saluran akar secara perlahan dan
pasif.
b. Menggunakan jarum irigasi yang sesuai dan adekuat dengan saluran akar
yang akan diirigasi.
c. Pada saluran akar yang sempit, larutan irigasi disemprotkan ke kamar pulpa
yang kemudian dibantu dengan jarum endodonti agar larutan irigasi tersebut dapat
merembes masuk ke dalam saluran akar.
d. Agar irigasi dapat dilakukan dengan efektif, saluran akar sebaiknya
diperbesar.
e. Larutan irigasi tidak boleh masuk ke jaringan apikal gigi.
f. Banyaknya larutan irigasi yang disemprotkan adalah sampai serpihan
dentin dapat dikeluarkan dari saluran akar.
Sebagian besar bakteri yang ditemukan di dalam saluran akar dapat
dieliminasi dengan mudah secara mekanis dengan menggunakan instrumen
endodonti. Akan tetapi, instrumen endodonti sulit untuk menjangkau residu organik
dan bakteri yang berada jauh di dalam tubulus dentin. Oleh karena itu, untuk
mengeliminasi mikroorganisme yang tidak dapat dieliminasi dengan instrumen
mekanis, dalam perawatan saluran akar dibutuhkan bahan irigasi yang digunakan
pada saat melakukan preparasi saluran akar dan setelah dilakukannya preparasi
saluran akar.21
Sifat antibakteri yang dimiliki oleh larutan irigasi saluran akar merupakan
salah satu sifat ideal yang harus dimiliki oleh larutan irigasi saluran akar. Berikut ini
adalah sifat-sifat larutan irigasi yang ideal:
a. Memiliki efek antimikroba spektrum luas.23
b. Dapat melarutkan jaringan atau serpihan dentin. Larutan irigasi harus
dapat melarutkan atau mengangkat sisa-sisa jaringan lunak atau keras, terutama yang
tidak dapat dicapai oleh alat preparasi saluran akar, sehingga sisa-sisa jaringan
tersebut dapat keluar dari saluran akar.2,4,23
c. Memiliki sifat toksisitas yang rendah. Sifat ini bermanfaat agar larutan
irigasi saluran akar tidak mencederai jaringan periradikuler.2,4,23
d. Memiliki tegangan permukaan rendah. Sifat ini memudahkan mengalirnya
larutan irigasi saluran akar ke dalam tubulus dan ke dalam daerah yang tidak dapat
dijangkau oleh alat-alat preparasi saluran akar.2,4,23
e. Memiliki sifat pelumas. Sifat pelumas pada larutan irigasi saluran akar
akan membantu alat-alat preparasi saluran akar untuk bergerak secara leluasa di
dalam saluran akar. 2,4,23
f. Memberikan efek sterilisasi atau efek desinfeksi.2,4,23
g. Membuang smear layer. Lapisan ini merupakan lapisan kristal-kristal
mikro dan debris partikel organik yang terbentuk di sepanjang dinding saluran akar
sertelah preparasi saluran akar secara biomekanis. 2,4,23
h. Tidak mengaktifkan endotoksin.23
i. Faktor-faktor lain. Selain faktor-faktor di atas, larutan irigasi hendaklah
meiliki sifat ideal lain, yakni mudah diperoleh dan digunakan, harga terjangkau,
memiliki batas waktu kadarluarsa yang relatif lama dan mudah disimpan.2,4,23
Adapun beberapa bahan yang biasa digunakan sebagai larutan irigasi dalam
perawatan saluran akar antara lain sebagai berikut:
a. Sodium hipoklorit (NaOCI) 5%. Bahan ini merupakan bahan irigasi yang
mengandung klorin yang bersifat oksidator dan dianggap paling efektif karena
bersifat lubrikan, pelarut jaringan pulpa, pemutih dan antiseptik yang kuat. Akan
tetapi bahan ini mempunyai kekurangan yaitu tidak dapat membuang debris
anorganik, tidak mampu menghilangkan smear layer, tidak tuntas dalam
menghilangkan bakteri yang resisten,7,11 menyebabkan korosi alat endodontik, dan
bersifat toksik.13,14 Daya kerja antibakteri-nya didapatkan melalui beberapa cara
antara lain dengan melepaskan oksigen bebas yang bergabung dengan sel
protoplasma sehingga merusak sel, kombinasi klorin dengan sel membran
membentuk N-chlorocompound yang akan mengganggu metabolisme sel, kerusakan
sel secara mekanis oleh klorin dan oksidasi klorin pada enzim sehingga menghambat
kerja enzim dan berakibat kepada kematian sel bakteri.1 Adapun efektivitas sodium
hipoklorit terhadap Enterococcus faecalis telah dilakukan oleh Vijaykumar S. et al.
Pada penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa sodium hipoklorit pada konsentrasi
3% menunjukkan hasil negatif 60% terhadap E. faecalis dalam waktu 5 menit.21
b. Ethylene diamine tetraacetic acid (EDTA). Bahan ini akan mengikat
kalsium dari gigi sehingga menyebabkan dekalsifikasi pada dentin sehingga dentin
lebih mudah diinstrumentasi. EDTA yang telah ditambahkan cetavlon atau cetrimide
disebut EDTAC. Penambahan cetrimide akan menurukan tegangan permukaan,
meningkatkan kemampuan penetrasi, serta meningkatkan sifat antimikrobanya.
Cetrimide dapat merusak membran sel bakteri dengan menghancurkan komponen
lipid.1 Walaupun demikian, efek antibakteri EDTA bersifat lemah.9 Begitu juga
terhadap E. faecalis, EDTA memiliki efek antibakteri yang lemah terhadap bakteri
tersebut.8 Efektivitas antimikroba EDTA dan EDTAC dapat ditingkatkan dengan
kombinasi menggunakan NaOCl.1
c. MTAD (Mixture Tetracycline Citric Acid and Detergent). Bahan ini
adalah bahan irigasi baru yang memanfaatkan aksi sinergi dari kandungan yang ada
di dalamnya, yakni antibiotik yang memberikan aksi antibakteri, asam sitrat
(menghilangkan smear layer), dan deterjen yang membantu penetrasi bahan
medikamen ke dalam tubulus dentin.11 MTAD efektif dalam menghilangkan smear
layer dan aktivitas antibakterinya.7 Permukaan dinding dentin yang dirawat dengan
menggunakan bahan irigasi ini menjadi bersih dan orifisi tubulus dentin bebas dari
plak smear layer.11 Akan tetapi, untuk mengeliminasi E. faecalis, MTAD harus
digunakan bersama dengan NaOCl.7
d. Klorheksidin (CHX) dalam berbagai konsentrasi telah direkomendasikan
sebagai bahan irigasi dan obat saluran akar.12 CHX 2% bersifat kurang toksik dan
tidak begitu berbau bila dibandingkan dengan sodium hipoklorit. CHX mempunyai
sifat khusus yaitu sifat antimikrobial substantif yang efektif sebagai bahan
antimikroba di rongga mulut baik digunakan untuk terapi periodontal, pencegahan
karies dan bahan terapeutik untuk infeksi oral secara keseluruhan.7 Bahan ini bersifat
bakterisid dalam konsentrasi yang adekuat secara klinis dan efektif dalam melawan
bakteri, baik Gram positif, maupun Gram negatif.7 Mekanisme antibakteri CHX
adalah dengan cara merusak integritas membran sel bakteri dan mengendapkan cairan
sitoplasma bakteri.1 Schafer (2005) Cit Ahangari (2008) menyebutkan bahwa CHX
2% dapat menghambat E. faecalis pada 80% kasus perawatan endodonti.13
2.2
Enterococcus faecalis sebagai Salah Satu Bakteri yang Berperan
dalam Infeksi Saluran Akar
Salah satu jenis bakteri yang sering ditemukan pada saluran akar adalah
Enterococcus faecalis. E. faecalis diklasifikasikan dalam Kingdom Bacteria, Filum
Firmicutes, Famili Enterococcaceae, Genus Enterococcus, dan Spesies Enterococcus
faecalis. E. faecalis adalah bakteri Gram positif fakultatif anaerob yang berbentuk
kokus dengan diameter 0,5-1 µm, dapat tumbuh dengan ada atau tidaknya oksigen
dan merupakan flora normal pada manusia yang biasanya terdapat pada rongga
mulut, saluran gastrointestinal dan saluran vagina.1,5,6 Bakteri ini tampak sebagai
kokus tunggal, berpasangan, atau berbentuk rantai pendek dan permukaan koloni
pada agar darah berbentuk bulat dan halus sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1
Gambar 1. E. faecalis (TEM,
7
x 33 000).
Gambar 2. Gambaran scanning
electron micrograph dari
E. faecalis (x4000).7
dan Gambar 2.1 Pada Gambar 1 tampak E. faecalis berbentuk kokus tunggal dan
berpasangan dengan perbesaran x 33.000 dengn menggunakan electron microscope.
Sedangkan pada Gambar 2 tampak E. faecalis berbentuk rantai pendek yang dilihat
dengan perbesaran x 4.000 menggunakan scanning electron micrograph.
E. faecalis termasuk ke dalam grup D dari antigen karbohidrat dinding sel
(lancefield antigen) yang merupakan asam glycerol teichoic intraseluler yang
berhubungan dengan membran sitoplasma sel E. faecalis. Dinding selnya terdiri atas
sejumlah besar peptidoglikan. Peptidoglikan membantu dalam pengaturan bentuk
mikroba dan memiliki polisakarida yang berikatan dengan N-acetylglucoamine
(GlcNAc) dan N-acetylmuramic (MurNAc). Oleh karena lokasi peptidoglikan yang
terletak di luar membran sitoplasma dan memiliki sifat yang spesifik, tahap
transglikosilasi diindikasikan sebagai target potensial bagi medikamen antibakteri.7
Kemampuan E. faecalis untuk beradaptasi dan bertahan pada kondisi yang
kurang baik ketika nutrisi sangat terbatas pada infeksi saluran akar merupakan
keuntungan yang dimiliki oleh bakteri ini, misalnya pada saat mengalami kekurangan
nutrisi, E. faecalis dapat bertahan hidup dalam waktu yang lama dan menjadi resisten
terhadap radiasi ultraviolet, panas, sodium hipoklorit, hidrogen peroksida, etanol, dan
asam. E. faecalis dapat melakukan fase viable but non-cultivable (VBNC), yakni
suatu mekanisme untuk bertahan hidup yang dilakukan oleh bakteri pada saat terjadi
stres pada lingkungan yang kemudian kembali pada kondisi resusitasi. Selain itu, E.
faecalis dapat memasuki tubulus dentin yang mana tidak semua bakteri memiliki
kemampuan seperti ini. Hal inilah yang menyebabkan E. faecalis masih dapat
bertahan walaupun telah diberikan medikamen pada saluran akar. 10
Pada studi dengan polymerase chain reaction diperoleh bahwa prevalensi
terjadinya kasus kegagalan perawatan endodonti akibat keberadaan E. faecalis adalah
67-77%. Oleh karena itu, E. faecalis menjadi acuan pada infeksi yang sukar
dihilangkan pada perawatan endodonti dan menjadi mikroorganisme target dalam
evaluasi keefektifan bahan irigasi, medikasi saluran akar dan teknik preparasi.5
Meskipun jumlahnya sedikit, E. faecalis seringkali ditemukan pada saluran
akar yang telah diobturasi pada kasus periodontitis apikalis kronis. Portenier I et al.
(2003) menyebutkan bahwa E. faecalis sangat berkaitan dengan terjadinya kasus
post-treatment disease (PTD) setelah dilakukan perawatan saluran akar yang mana
77% dari bakteri yang ada pada gigi yang mengalami PTD tersebut adalah E.
faecalis.7 Evans (2002) Cit Stuart (2006) menyebutkan bahwa E. faecalis merupakan
etiologi utama terhadap terjadinya kasus persistensi lesi periradikular pasca
perawatan saluran akar dan sangat sering ditemukan dalam persentasi yang tinggi
pada kasus kegagalan perawatan saluran akar.18 Selain itu, keberadaan E. faecalis
juga dapat ditemukan pada kasus flare-up. Pada gigi yang mengalami flare-up pasca
perawatan saluran akar, persentasi jumlah E. faecalis yang ditemukan adalah sebesar
98% sedangkan bakteri lainnya hanya sebesar 2%.9
E. faecalis dapat mensekresikan dua jenis protease, yakni gelatinase dan serin
protease. Protease berperan dalam menyediakan nutrisi peptida pada organisme dan
menyebabkan kerusakan baik secara langsung maupun tidak langsung pada jaringan
pejamu dan termasuk ke dalam faktor virulensi. Faktor virulensi terkait dengan
kolonisasi pada pejamu, kompetisi dengan bakteri lain, resistensi dalam merespon
mekanisme kekebalan pejamu, dan produksi bahan patologis yang dapat
memperngaruhi pejamu secara langsung dengan menghasilkan toksin atau secara
tidak langsung yakni dengan cara menginduksi terjadinya proses inflamasi. Faktorfaktor virulensi tersebut yakni:10
a. Substansi agregasi
Substansi agregasi (AS) merupakan plasmid-encoded pada bakteri yang
memediasi hubungan antara bakteri donor dan bakteri resipien serta memfasilitasi
pertukaran plasmid. Ketika AS dilepaskan oleh bakteri donor, maka terjadilah proses
konjugasi bakteri yang mana bakteri resipien akan mengekspresikan substansi
binding (BS) pada permukaan selnya. AS juga berperan dalam memediasi perikatan
matriks ekstraseluler (ECM), termasuk kolagen tipe I yang merupakan komponen
organik utama dentin. Perikatan kolagen tipe I dengan bakteri inilah yang berperan
penting terhadap terjadinya infeksi endodonti.
b. Sex pheromones
Sex pheromones merupakan encoded kromosom yang terdiri atas peptidapeptida hidrofobik yang berfungsi untuk memberikan sinyal peptida pada E.
faecalis.10
c. Lipoteichoic acid
Lipoteichoic acid (LTA) umumnya terdapat pada permukaan sel bakteri gram
positif. Molekul LTA dapat berikatan dengan sel eukariot, termasuk platelet, eritrosit,
PMN leukosit, dan sel-sel epitel. Adanya LTA pada E. faecalis dapat menyebabkan
terjadinya apoptosis pada beberapa sel, seperti osteoblas, osteoklas, sel-sel fibroblast
ligamen periodontal, makrofag, dan neutrofil. Selain itu, LTA pada E. faecalis juga
dapat menstimulasi leukosit untuk melepaskan mediator-mediator inflamasi yang
berperan dalam perusakan jaringan, seperti TNF-α, interleukin 1 beta (IL-1β),
interleukin 6 (IL-6), interleukin 8 (IL-8), prostaglandin (PGE2), enzim lisosom, dan
superoxide anion.
Gambar 3. Sebuah model penyakit endodonti terkait dengan faktor-faktor virulensi E. faecalis.10
Gambar di atas menunjukkan patogenesis E. faecalis pada infeksi saluran
akar. Faktor-faktor virulensi dari E. faecalis dalam tubulus dentin dan saluran akar
yang dilepas menuju daerah periradikular sehingga merangsang leukosit untuk
menghasilkan mediator inflamasi atau enzim litik. Faktor-faktor virulensi yang
merugikan dan produk leukosit ditampilkan pada zona antara garis potong. Pada
gambar yang diperbesar menunjukkan adanya perlekatan bakteri ke berbagai elemen
dari dentin digambarkan.10
d. Extracellular superoxide
Superoxide anion pada extracellular superoxide merupakan radikal oksigen
yang sangat reaktif yang berperan dalam kerusakan sel dan jaringan pada proses
inflamasi. Superoxide anion juga dihasilkan oleh osteoklas dan berperan pada
resorpsi.
e. Gelatinase
Gelatinase merupakan metaloprotein ekstraseluler pada E. faecalis. Gelatinase
berperan dalam proses resorpsi tulang dan degradasi matriks organik dentin. Selain
itu, gelatinase juga dapat menghidrolisis kolagen yang merupakan proses yang
berperan penting terhadap terjadinya inflamasi periapikal.
f. Hialuronidase
Hialuronidase merupakan enzim degradatif yang berperan pada proses
perusakan
jaringan.
Hialuronidase
dapat
mendepolarisasi
komponen
mukopolisakarida yang terdapat pada jaringan ikat, dan meningkatkan invasivitas
bakteri. Peran lain dari hialuronidase adalah untuk menyuplai nutrisi kepada bakteri
yang mana nutrisi tersebut diperoleh dari produk yang dihasilkan dari proses
degradasi, yakni berua disakarida yang dapat diangkut dan dimetabolisme secara
intraseluler oleh bakteri.
g. Sitolisin
Sitolisin merupakan toksin yang dihasilkan oleh E. faecalis. Dulu, sitolisin
disebut juga hemolisin. Sel yang menjadi target sitolisin adalah eritrosit, PMN, dan
makrofag. Toksin ini juga dapat menghambat proses fagositosis dan berperan pada
proses perusakan jaringan.7,10
2.3 Siwak (Salvadora persica)
Siwak merupakan istilah yang paling umum digunakan untuk menyebut kayu
yang digunakan untuk membersihkan gigi.15 Siwak telah digunakan oleh bangsa
kenal sejak zaman dahulu terutama oleh bangsa Arab kuno. Masyarakat Arab masih
menggunakannya sebagai sikat gigi hingga sekarang.23 Siwak disebut juga miswak,
miswaki, atau siwaki. Siwak biasanya digunakan sebagai chewing stick. Beberapa
negara di dunia menggunakan tanaman lain sebagai chewing stick. Gana dan Nigeria
menggunakan tanaman Teclea vardoordniana, Garcinia, dan Acacia. India, Pakistan,
dan Nepal menggunakan
tanaman
Azadirachta indica. Amerika menggunakan
tanaman Cornus florida. Salvadora persica atau yang biasa dikenal sebagai pohon
Arak adalah tanaman utama yang dijadikan sebagai chewing stick.18
Siwak merupakan bagian dari batang, akar atau ranting tumbuhan Salvadora
persica yang kebanyakan tumbuh di daerah Timur Tengah, Asia, dan Afrika.24 Siwak
dapat ditemukan di tebing bebatuan dan daratan berpasir terutama di Pakistan, India,
dan Semenanjung Arab. Selama berabad-abad batang siwak (Salvadora persica) telah
digunakan oleh berbagai komunitas sebagai bahan untuk menjaga kebersihan mulut.16
Siwak berbentuk batang yang diambil dari akar dan ranting tanaman arak (Salvadora
persica) yang berdiameter mulai dari 0,1 cm sampai 5 cm. Pohon arak adalah pohon
kecil (Gambar 4) seperti belukar dengan batang yang bercabang-cabang, berdiameter
lebih dari 1 kaki. Jika kulitnya dikupas tampak berwarna agak keputihan dan
memiliki banyak juntaian serat. Akarnya berwarna coklat dan bagian dalamnya
berwarna putih. Aromanya seperti seledri dan rasanya agak pedas.24
Bagian tanaman kayu siwak yang dipakai untuk pengobatan adalah bagian
akar (Gambar 5), batang, atau rantingnya (Gambar 6). Kayu siwak ini selain
digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri, mengikis plak, mencegah gigi
berlubang dan memelihara gusi juga digunakan untuk membunuh bakteri patogen.24
Gambar 4. Pohon siwak (Salvadora persica)25
Gambar 5. Daun dan akar siwak
(Salvadora persica) 27
Gambar 6 : Dahan dan bunga siwak
(Salvadora persica)27
Klasifikasi tanaman siwak menurut Tjitrosoepomo adalah sebagai berikut:24
Divisio
: Embryophyta
Subdivisio : Spermatophyta
Klas
: Dikotiledon
Subklas
: Eudikotiledon
Ordo
: Brassicales
Famili
: Salvadoraceae
Genus
: Salvadora
Spesies
: Salvadora persica
Ekstrak siwak memiliki berbagai macam zat biologis, termasuk di dalamnya
zat yang sangat signifikan sebagai antibakteri, antifungal, dan anti-plasmodial.17
Kayu siwak mengandung antibacterial acids, seperti astringen, abrasif, dan saponin
yang berfungsi membunuh bakteri, mencegah infeksi, menghentikan perdarahan pada
gusi, dan sebagainya.24 Ali (2002) Cit Al Bayati (2008)menyebutkan bahwa ekstrak
siwak memiliki berbagai macam zat biologis, termasuk di dalamnya zat yang sangat
signifikan sebagai antibakteri, antifungal, dan anti-plasmodial.17 Kayu siwak
mengandung antibacterial acids, seperti astringen, abrasif, dan saponin yang
berfungsi membunuh bakteri, mencegah infeksi, menghentikan perdarahan pada gusi,
dan sebagainya.24 Sofrata (2010) Cit Nordin (2012) menyebutkan bahwa siwak
mengandung 19 bahan aktif yang bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan gigi dan
rongga mulut.16 Tiga komponen utama yang esensial dalam menjaga kesehatan
rongga mulut adalah klorid, kalsium oksalat, fluorid, kandungan zat kimia lain seperti
vitamin C, tanin, resin, alkaloid, trimetilamin, silika16, saponin, flavonoid, dan
sterol.24 Siwak juga diketahui memiliki efek terapeutik pada gingiva dan struktur di
sekitarnya. Efek terapeutik tersebut diperoleh dari kandungan kimia yang terdapat di
dalam batang siwak, seperti fluorid, silikon, alkaloid esensial, tanin, gum, dan
anthraquinones.25
Berikut beberapa zat yang memiliki efek antibakteri24 yang terdapat di dalam
siwak yakni:
a. Salvadorin. Zat ini memiliki fungsi sebagai antibakteri dan antiinflamasi.
Mekanismenya sebagai antibakteri yakni dengan cara menghambat kerja enzim yang
mensintesis protein bakteri.
b. Sulfur. Zat ini dapat bereaksi dengan lipoid dan memblok sistem enzim
pada sel mikroorganisme yang dapat menghambat pembelahan dan pertumbuhan
mikroorganisme. Kandungan sulfur yang ada pada siwak kurang lebih 4,73%.
c. Flavonoid. Zat ini dapat mengurangi inflamasi. Flavonoid dapat
membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler dan dinding sel bakteri, bersifat
lipofilik yang dapat merusak membran mikroba.
d. Tanin. Zat ini bersifat astringen (zat yang bersifat menciutkan), masuk
melalui membran mikroba, membentuk kompleks dengan ion metal. Kandungan
tanin yang terdapat di dalam siwak memiliki sifat antibakteri dengan cara
mengganggu pertumbuhan dan metabolisme bakteri. Tanin ditemukan hampir di
setiap bagian dari tanaman; kulit kayu, dauh, buah, dan akar. Tanin memiliki sifat
mudah larut dalam air, etanol, dan juga aseton. Tanin tidak larut dalam benzen,
kloroform, dan eter dan rusak pada suhu 210o C.24
e. Saponin. Zat ini mempunyai sifat seperti sabun yang dapat melarutkan
kotoran, dan dapat digunakan sebagai antiinflamasi dan antimikroba. Saponin dapat
membentuk senyawa kompleks dengan membran sel bakteri melalui ikatan hidrogen
yang kemudian dapat menghancurkan permeabilitas dinding sel bakteri yang dapat
mengakibatkan kematian sel.
Siwak dalam bentuk ekstrak merupakan salah satu bahan alami yang telah
diteliti sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar saat ini.15 Hal tersebut sesuai
dengan hasil konsensus WHO pada International Consensus Report on Oral
Hyegiene tahun 2000 bahwa perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang siwak.17
Siwak telah diteliti sebagai bahan irigasi oleh Shingare P. dan Chaugule V. pada
tahun 2011 yang mana diperoleh hasil bahwa ekstrak etanol siwak memiliki efek anti
mikroba yang tidak jauh berbeda dengan sodium hipoklorit sehingga dari hasil
penelitian tersebut disimpulkan bahwa ekstrak etanol siwak dapat menjadi bahan
alami alternatif yang dapat menggantikan sodium hipoklorit sebagai bahan irigasi
saluran akar.14
Apabila ditinjau dari syarat-syarat bahan irigasi yang ideal, maka ekstrak
etanol siwak memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a. Memiliki efek antimikroba.23 Efek antimikroba ekstrak etanol siwak
didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdelrahman HF et al. Pada
penelitian tersebut, peneliti membandingkan efek antimikroba antara ekstrak siwak
dengan klorheksidin terhadap beberapa patogen di rongga mulut, yakni C. albicans,
A. naeslundii, L. acidophilus, A. actinomycetemcomitans, P. gingivalis, dan P.
intermedia yang mana diperoleh hasil bahwa ekstrak etanol siwak menunjukkan efek
antimikroba yang paling kuat.25 Pada penelitian yang dilakukan oleh Trimurni A. dan
Steven P. pada tahun 2007 juga diperoleh hasil bahwa ekstrak senyawa aktif batang
siwak mampu menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans (p<0,005). Pada
penelitian tersebut juga diperoleh hasil bahwa peningkatan konsentrasi terhadap
ekstrak siwak memiliki korelasi yang positif terhadap peningkatan zona hambat
pertumbuhan Streptococcus mutans.27 Akhtar menyebutkan bahwa siwak juga
memiliki kandungan tiosianat yang bertindak sebagai substrat untuk laktoperoksidase
untuk membangkitkan hipotiosianit (OSCN-) dengan keberadaan hidrogen peroksida.
OSCN- dapat bereaksi dengan kelompok sulfahidril di dalam enzim bakteri yang
berubah menjadi penyebab kematian bakteri.28
b. Memiliki sifat toksisitas yang rendah.2,4,23 Muhammad (1997) cit Dutta
(2012) melakukan investigasi terhadap sitotoksisitas siwak pada gingiva dan jaringan
periodontal. Pada penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa siwak tidak memiliki efek
toksik terhadap gingival dan jaringan periodontal.29
c. Membuang
smear
layer.
Kemampuan
ekstrak
siwak
dalam
menghilangkan smear layer pada tubulus dentin juga telah diteliti pada tahun 2002
oleh Almas. Almas membandingkan pengaruh antara ekstrak siwak dengan CHX
dengan SEM (Scanning Electron Microscopy). Dari penelitian tersebut diperoleh
hasil bahwa 50% ekstrak siwak dan CHX 0,2% memiliki efek yang sama pada dentin
manusia, namun ekstrak siwak lebih banyak menghilangkan smear layer pada dentin.
Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan astringen di dalam siwak.19
2.4 Kerangka Konsep
Flare-up endodonti
Enterococcus faecalis
Perawatan saluran akar ulang
Preparasi saluran akar
Pembersihan saluran akar
dengan bahan irigasi
saluran akar
Medikamen saluran
akar
Ekstrak etanol siwak (Salvadora persica) 20%, 10%, 5%, 2,5%, dan 1,25%
v
Salvadorin
Sulfur
Flavonoid
Tanin
Saponin
Menghambat kerja
enzim yang
mensistesis
protein
bakteri
Bereaksi
dengan
lipoid dan
memblok
sistem
enzim
pada sel
mikroorganisme
Membentuk
kompleks
dengan
protein
ekstraseluler dan
dinding
bakteri
Mengganggu
partumbuhan dan
metabolisme
bakteri
Membentuk
senyawa
kompleks
melalui
ikatan
Bersifat
astringen
Mengham
-bat
pembelahan dan
partumbuhan
mikroorganisme
Bersifat
lipofilik 
merusak
membran
mikroba
Masuk
melalui
membran
mikroba
Permeabilitas
dinding
sel
hancur
Membentuk
kompleks
dengan
ion metal
?
Sel lisis
Download