BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Adanya mikroorganisme yang tersisa dalam saluran akar yang telah dipreparasi atau yang berkembang pasca obturasi saluran akar merupakan penyebab utama kegagalan perawatan saluran akar. Oleh karena itu, pada perawatan saluran akar digunakan bahan desinfeksi saluran akar yang dapat meminimalkan atau mengeliminasi mikroorganisme pada saluran akar. Desinfeksi saluran akar diperoleh dari bahan irigasi dan bahan sterilisasi saluran akar. Bahan irigasi yang ideal adalah bahan yang mempunyai sifat antimikroba, mampu melarutkan jaringan lunak atau organik, mampu melarutkan smear layer, tegangan permukaan rendah, dan memiliki toksisitas yang rendah. Akan tetapi, hingga kini tidak ada satupun bahan yang ideal untuk bahan irigasi saluran akar.1 Sodium hipoklorit (NaOCl) dalam berbagai konsentrasi, yakni mulai dari 0,5% sampai dengan 5,25%, merupakan bahan irigasi saluran akar yang terbaik saat ini. Semakin tinggi konsentrasi NaOCl yang dipakai, efek antimikroba yang dihasilkan semakin besar, begitu pula toksisitas yang dihasilkannya.20 Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menemukan bahan irigasi saluran akar dengan efek antimikroba yang maksimal, namun dengan toksisitas yang minimal. Ekstrak etanol batang siwak diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar yang memiliki kemampuan membunuh mikroba yang maksimal dengan iritasi pada jaringan apikal yang minimal. 2.1 Penggunaan Bahan Irigasi Saluran Akar Preparasi saluran akar, preparasi biomekanis saluran akar, dan obturasi saluran akar merupakan tiga tahapan penting yang terdapat dalam triad endodontic.21 Triad endodontic merupakan tiga prinsip dasar perawatan endodonti yang harus dipahami oleh seorang dokter gigi agar mendapatkan hasil preparasi saluran akar yang maksimal. Tahapan-tahapan tersebut saling berkaitan dan saling bergantung satu dengan yang lain dalam menentukan keberhasilan perawatan.22 Dari ketiga tahapan tersebut, preparasi biomekanis saluran akar berperan utama dalam menentukan keberhasilan perawatan saluran akar.21 Penggunaan larutan irigasi sangat diperlukan dalam preparasi biomekanis saluran akar, terutama dalam membantu eliminasi bakteri yang terdapat di dalam saluran akar.9 Dalam irigasi saluran akar perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut23: a. Larutan irigasi disemprotkan ke dalam saluran akar secara perlahan dan pasif. b. Menggunakan jarum irigasi yang sesuai dan adekuat dengan saluran akar yang akan diirigasi. c. Pada saluran akar yang sempit, larutan irigasi disemprotkan ke kamar pulpa yang kemudian dibantu dengan jarum endodonti agar larutan irigasi tersebut dapat merembes masuk ke dalam saluran akar. d. Agar irigasi dapat dilakukan dengan efektif, saluran akar sebaiknya diperbesar. e. Larutan irigasi tidak boleh masuk ke jaringan apikal gigi. f. Banyaknya larutan irigasi yang disemprotkan adalah sampai serpihan dentin dapat dikeluarkan dari saluran akar. Sebagian besar bakteri yang ditemukan di dalam saluran akar dapat dieliminasi dengan mudah secara mekanis dengan menggunakan instrumen endodonti. Akan tetapi, instrumen endodonti sulit untuk menjangkau residu organik dan bakteri yang berada jauh di dalam tubulus dentin. Oleh karena itu, untuk mengeliminasi mikroorganisme yang tidak dapat dieliminasi dengan instrumen mekanis, dalam perawatan saluran akar dibutuhkan bahan irigasi yang digunakan pada saat melakukan preparasi saluran akar dan setelah dilakukannya preparasi saluran akar.21 Sifat antibakteri yang dimiliki oleh larutan irigasi saluran akar merupakan salah satu sifat ideal yang harus dimiliki oleh larutan irigasi saluran akar. Berikut ini adalah sifat-sifat larutan irigasi yang ideal: a. Memiliki efek antimikroba spektrum luas.23 b. Dapat melarutkan jaringan atau serpihan dentin. Larutan irigasi harus dapat melarutkan atau mengangkat sisa-sisa jaringan lunak atau keras, terutama yang tidak dapat dicapai oleh alat preparasi saluran akar, sehingga sisa-sisa jaringan tersebut dapat keluar dari saluran akar.2,4,23 c. Memiliki sifat toksisitas yang rendah. Sifat ini bermanfaat agar larutan irigasi saluran akar tidak mencederai jaringan periradikuler.2,4,23 d. Memiliki tegangan permukaan rendah. Sifat ini memudahkan mengalirnya larutan irigasi saluran akar ke dalam tubulus dan ke dalam daerah yang tidak dapat dijangkau oleh alat-alat preparasi saluran akar.2,4,23 e. Memiliki sifat pelumas. Sifat pelumas pada larutan irigasi saluran akar akan membantu alat-alat preparasi saluran akar untuk bergerak secara leluasa di dalam saluran akar. 2,4,23 f. Memberikan efek sterilisasi atau efek desinfeksi.2,4,23 g. Membuang smear layer. Lapisan ini merupakan lapisan kristal-kristal mikro dan debris partikel organik yang terbentuk di sepanjang dinding saluran akar sertelah preparasi saluran akar secara biomekanis. 2,4,23 h. Tidak mengaktifkan endotoksin.23 i. Faktor-faktor lain. Selain faktor-faktor di atas, larutan irigasi hendaklah meiliki sifat ideal lain, yakni mudah diperoleh dan digunakan, harga terjangkau, memiliki batas waktu kadarluarsa yang relatif lama dan mudah disimpan.2,4,23 Adapun beberapa bahan yang biasa digunakan sebagai larutan irigasi dalam perawatan saluran akar antara lain sebagai berikut: a. Sodium hipoklorit (NaOCI) 5%. Bahan ini merupakan bahan irigasi yang mengandung klorin yang bersifat oksidator dan dianggap paling efektif karena bersifat lubrikan, pelarut jaringan pulpa, pemutih dan antiseptik yang kuat. Akan tetapi bahan ini mempunyai kekurangan yaitu tidak dapat membuang debris anorganik, tidak mampu menghilangkan smear layer, tidak tuntas dalam menghilangkan bakteri yang resisten,7,11 menyebabkan korosi alat endodontik, dan bersifat toksik.13,14 Daya kerja antibakteri-nya didapatkan melalui beberapa cara antara lain dengan melepaskan oksigen bebas yang bergabung dengan sel protoplasma sehingga merusak sel, kombinasi klorin dengan sel membran membentuk N-chlorocompound yang akan mengganggu metabolisme sel, kerusakan sel secara mekanis oleh klorin dan oksidasi klorin pada enzim sehingga menghambat kerja enzim dan berakibat kepada kematian sel bakteri.1 Adapun efektivitas sodium hipoklorit terhadap Enterococcus faecalis telah dilakukan oleh Vijaykumar S. et al. Pada penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa sodium hipoklorit pada konsentrasi 3% menunjukkan hasil negatif 60% terhadap E. faecalis dalam waktu 5 menit.21 b. Ethylene diamine tetraacetic acid (EDTA). Bahan ini akan mengikat kalsium dari gigi sehingga menyebabkan dekalsifikasi pada dentin sehingga dentin lebih mudah diinstrumentasi. EDTA yang telah ditambahkan cetavlon atau cetrimide disebut EDTAC. Penambahan cetrimide akan menurukan tegangan permukaan, meningkatkan kemampuan penetrasi, serta meningkatkan sifat antimikrobanya. Cetrimide dapat merusak membran sel bakteri dengan menghancurkan komponen lipid.1 Walaupun demikian, efek antibakteri EDTA bersifat lemah.9 Begitu juga terhadap E. faecalis, EDTA memiliki efek antibakteri yang lemah terhadap bakteri tersebut.8 Efektivitas antimikroba EDTA dan EDTAC dapat ditingkatkan dengan kombinasi menggunakan NaOCl.1 c. MTAD (Mixture Tetracycline Citric Acid and Detergent). Bahan ini adalah bahan irigasi baru yang memanfaatkan aksi sinergi dari kandungan yang ada di dalamnya, yakni antibiotik yang memberikan aksi antibakteri, asam sitrat (menghilangkan smear layer), dan deterjen yang membantu penetrasi bahan medikamen ke dalam tubulus dentin.11 MTAD efektif dalam menghilangkan smear layer dan aktivitas antibakterinya.7 Permukaan dinding dentin yang dirawat dengan menggunakan bahan irigasi ini menjadi bersih dan orifisi tubulus dentin bebas dari plak smear layer.11 Akan tetapi, untuk mengeliminasi E. faecalis, MTAD harus digunakan bersama dengan NaOCl.7 d. Klorheksidin (CHX) dalam berbagai konsentrasi telah direkomendasikan sebagai bahan irigasi dan obat saluran akar.12 CHX 2% bersifat kurang toksik dan tidak begitu berbau bila dibandingkan dengan sodium hipoklorit. CHX mempunyai sifat khusus yaitu sifat antimikrobial substantif yang efektif sebagai bahan antimikroba di rongga mulut baik digunakan untuk terapi periodontal, pencegahan karies dan bahan terapeutik untuk infeksi oral secara keseluruhan.7 Bahan ini bersifat bakterisid dalam konsentrasi yang adekuat secara klinis dan efektif dalam melawan bakteri, baik Gram positif, maupun Gram negatif.7 Mekanisme antibakteri CHX adalah dengan cara merusak integritas membran sel bakteri dan mengendapkan cairan sitoplasma bakteri.1 Schafer (2005) Cit Ahangari (2008) menyebutkan bahwa CHX 2% dapat menghambat E. faecalis pada 80% kasus perawatan endodonti.13 2.2 Enterococcus faecalis sebagai Salah Satu Bakteri yang Berperan dalam Infeksi Saluran Akar Salah satu jenis bakteri yang sering ditemukan pada saluran akar adalah Enterococcus faecalis. E. faecalis diklasifikasikan dalam Kingdom Bacteria, Filum Firmicutes, Famili Enterococcaceae, Genus Enterococcus, dan Spesies Enterococcus faecalis. E. faecalis adalah bakteri Gram positif fakultatif anaerob yang berbentuk kokus dengan diameter 0,5-1 µm, dapat tumbuh dengan ada atau tidaknya oksigen dan merupakan flora normal pada manusia yang biasanya terdapat pada rongga mulut, saluran gastrointestinal dan saluran vagina.1,5,6 Bakteri ini tampak sebagai kokus tunggal, berpasangan, atau berbentuk rantai pendek dan permukaan koloni pada agar darah berbentuk bulat dan halus sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1 Gambar 1. E. faecalis (TEM, 7 x 33 000). Gambar 2. Gambaran scanning electron micrograph dari E. faecalis (x4000).7 dan Gambar 2.1 Pada Gambar 1 tampak E. faecalis berbentuk kokus tunggal dan berpasangan dengan perbesaran x 33.000 dengn menggunakan electron microscope. Sedangkan pada Gambar 2 tampak E. faecalis berbentuk rantai pendek yang dilihat dengan perbesaran x 4.000 menggunakan scanning electron micrograph. E. faecalis termasuk ke dalam grup D dari antigen karbohidrat dinding sel (lancefield antigen) yang merupakan asam glycerol teichoic intraseluler yang berhubungan dengan membran sitoplasma sel E. faecalis. Dinding selnya terdiri atas sejumlah besar peptidoglikan. Peptidoglikan membantu dalam pengaturan bentuk mikroba dan memiliki polisakarida yang berikatan dengan N-acetylglucoamine (GlcNAc) dan N-acetylmuramic (MurNAc). Oleh karena lokasi peptidoglikan yang terletak di luar membran sitoplasma dan memiliki sifat yang spesifik, tahap transglikosilasi diindikasikan sebagai target potensial bagi medikamen antibakteri.7 Kemampuan E. faecalis untuk beradaptasi dan bertahan pada kondisi yang kurang baik ketika nutrisi sangat terbatas pada infeksi saluran akar merupakan keuntungan yang dimiliki oleh bakteri ini, misalnya pada saat mengalami kekurangan nutrisi, E. faecalis dapat bertahan hidup dalam waktu yang lama dan menjadi resisten terhadap radiasi ultraviolet, panas, sodium hipoklorit, hidrogen peroksida, etanol, dan asam. E. faecalis dapat melakukan fase viable but non-cultivable (VBNC), yakni suatu mekanisme untuk bertahan hidup yang dilakukan oleh bakteri pada saat terjadi stres pada lingkungan yang kemudian kembali pada kondisi resusitasi. Selain itu, E. faecalis dapat memasuki tubulus dentin yang mana tidak semua bakteri memiliki kemampuan seperti ini. Hal inilah yang menyebabkan E. faecalis masih dapat bertahan walaupun telah diberikan medikamen pada saluran akar. 10 Pada studi dengan polymerase chain reaction diperoleh bahwa prevalensi terjadinya kasus kegagalan perawatan endodonti akibat keberadaan E. faecalis adalah 67-77%. Oleh karena itu, E. faecalis menjadi acuan pada infeksi yang sukar dihilangkan pada perawatan endodonti dan menjadi mikroorganisme target dalam evaluasi keefektifan bahan irigasi, medikasi saluran akar dan teknik preparasi.5 Meskipun jumlahnya sedikit, E. faecalis seringkali ditemukan pada saluran akar yang telah diobturasi pada kasus periodontitis apikalis kronis. Portenier I et al. (2003) menyebutkan bahwa E. faecalis sangat berkaitan dengan terjadinya kasus post-treatment disease (PTD) setelah dilakukan perawatan saluran akar yang mana 77% dari bakteri yang ada pada gigi yang mengalami PTD tersebut adalah E. faecalis.7 Evans (2002) Cit Stuart (2006) menyebutkan bahwa E. faecalis merupakan etiologi utama terhadap terjadinya kasus persistensi lesi periradikular pasca perawatan saluran akar dan sangat sering ditemukan dalam persentasi yang tinggi pada kasus kegagalan perawatan saluran akar.18 Selain itu, keberadaan E. faecalis juga dapat ditemukan pada kasus flare-up. Pada gigi yang mengalami flare-up pasca perawatan saluran akar, persentasi jumlah E. faecalis yang ditemukan adalah sebesar 98% sedangkan bakteri lainnya hanya sebesar 2%.9 E. faecalis dapat mensekresikan dua jenis protease, yakni gelatinase dan serin protease. Protease berperan dalam menyediakan nutrisi peptida pada organisme dan menyebabkan kerusakan baik secara langsung maupun tidak langsung pada jaringan pejamu dan termasuk ke dalam faktor virulensi. Faktor virulensi terkait dengan kolonisasi pada pejamu, kompetisi dengan bakteri lain, resistensi dalam merespon mekanisme kekebalan pejamu, dan produksi bahan patologis yang dapat memperngaruhi pejamu secara langsung dengan menghasilkan toksin atau secara tidak langsung yakni dengan cara menginduksi terjadinya proses inflamasi. Faktorfaktor virulensi tersebut yakni:10 a. Substansi agregasi Substansi agregasi (AS) merupakan plasmid-encoded pada bakteri yang memediasi hubungan antara bakteri donor dan bakteri resipien serta memfasilitasi pertukaran plasmid. Ketika AS dilepaskan oleh bakteri donor, maka terjadilah proses konjugasi bakteri yang mana bakteri resipien akan mengekspresikan substansi binding (BS) pada permukaan selnya. AS juga berperan dalam memediasi perikatan matriks ekstraseluler (ECM), termasuk kolagen tipe I yang merupakan komponen organik utama dentin. Perikatan kolagen tipe I dengan bakteri inilah yang berperan penting terhadap terjadinya infeksi endodonti. b. Sex pheromones Sex pheromones merupakan encoded kromosom yang terdiri atas peptidapeptida hidrofobik yang berfungsi untuk memberikan sinyal peptida pada E. faecalis.10 c. Lipoteichoic acid Lipoteichoic acid (LTA) umumnya terdapat pada permukaan sel bakteri gram positif. Molekul LTA dapat berikatan dengan sel eukariot, termasuk platelet, eritrosit, PMN leukosit, dan sel-sel epitel. Adanya LTA pada E. faecalis dapat menyebabkan terjadinya apoptosis pada beberapa sel, seperti osteoblas, osteoklas, sel-sel fibroblast ligamen periodontal, makrofag, dan neutrofil. Selain itu, LTA pada E. faecalis juga dapat menstimulasi leukosit untuk melepaskan mediator-mediator inflamasi yang berperan dalam perusakan jaringan, seperti TNF-α, interleukin 1 beta (IL-1β), interleukin 6 (IL-6), interleukin 8 (IL-8), prostaglandin (PGE2), enzim lisosom, dan superoxide anion. Gambar 3. Sebuah model penyakit endodonti terkait dengan faktor-faktor virulensi E. faecalis.10 Gambar di atas menunjukkan patogenesis E. faecalis pada infeksi saluran akar. Faktor-faktor virulensi dari E. faecalis dalam tubulus dentin dan saluran akar yang dilepas menuju daerah periradikular sehingga merangsang leukosit untuk menghasilkan mediator inflamasi atau enzim litik. Faktor-faktor virulensi yang merugikan dan produk leukosit ditampilkan pada zona antara garis potong. Pada gambar yang diperbesar menunjukkan adanya perlekatan bakteri ke berbagai elemen dari dentin digambarkan.10 d. Extracellular superoxide Superoxide anion pada extracellular superoxide merupakan radikal oksigen yang sangat reaktif yang berperan dalam kerusakan sel dan jaringan pada proses inflamasi. Superoxide anion juga dihasilkan oleh osteoklas dan berperan pada resorpsi. e. Gelatinase Gelatinase merupakan metaloprotein ekstraseluler pada E. faecalis. Gelatinase berperan dalam proses resorpsi tulang dan degradasi matriks organik dentin. Selain itu, gelatinase juga dapat menghidrolisis kolagen yang merupakan proses yang berperan penting terhadap terjadinya inflamasi periapikal. f. Hialuronidase Hialuronidase merupakan enzim degradatif yang berperan pada proses perusakan jaringan. Hialuronidase dapat mendepolarisasi komponen mukopolisakarida yang terdapat pada jaringan ikat, dan meningkatkan invasivitas bakteri. Peran lain dari hialuronidase adalah untuk menyuplai nutrisi kepada bakteri yang mana nutrisi tersebut diperoleh dari produk yang dihasilkan dari proses degradasi, yakni berua disakarida yang dapat diangkut dan dimetabolisme secara intraseluler oleh bakteri. g. Sitolisin Sitolisin merupakan toksin yang dihasilkan oleh E. faecalis. Dulu, sitolisin disebut juga hemolisin. Sel yang menjadi target sitolisin adalah eritrosit, PMN, dan makrofag. Toksin ini juga dapat menghambat proses fagositosis dan berperan pada proses perusakan jaringan.7,10 2.3 Siwak (Salvadora persica) Siwak merupakan istilah yang paling umum digunakan untuk menyebut kayu yang digunakan untuk membersihkan gigi.15 Siwak telah digunakan oleh bangsa kenal sejak zaman dahulu terutama oleh bangsa Arab kuno. Masyarakat Arab masih menggunakannya sebagai sikat gigi hingga sekarang.23 Siwak disebut juga miswak, miswaki, atau siwaki. Siwak biasanya digunakan sebagai chewing stick. Beberapa negara di dunia menggunakan tanaman lain sebagai chewing stick. Gana dan Nigeria menggunakan tanaman Teclea vardoordniana, Garcinia, dan Acacia. India, Pakistan, dan Nepal menggunakan tanaman Azadirachta indica. Amerika menggunakan tanaman Cornus florida. Salvadora persica atau yang biasa dikenal sebagai pohon Arak adalah tanaman utama yang dijadikan sebagai chewing stick.18 Siwak merupakan bagian dari batang, akar atau ranting tumbuhan Salvadora persica yang kebanyakan tumbuh di daerah Timur Tengah, Asia, dan Afrika.24 Siwak dapat ditemukan di tebing bebatuan dan daratan berpasir terutama di Pakistan, India, dan Semenanjung Arab. Selama berabad-abad batang siwak (Salvadora persica) telah digunakan oleh berbagai komunitas sebagai bahan untuk menjaga kebersihan mulut.16 Siwak berbentuk batang yang diambil dari akar dan ranting tanaman arak (Salvadora persica) yang berdiameter mulai dari 0,1 cm sampai 5 cm. Pohon arak adalah pohon kecil (Gambar 4) seperti belukar dengan batang yang bercabang-cabang, berdiameter lebih dari 1 kaki. Jika kulitnya dikupas tampak berwarna agak keputihan dan memiliki banyak juntaian serat. Akarnya berwarna coklat dan bagian dalamnya berwarna putih. Aromanya seperti seledri dan rasanya agak pedas.24 Bagian tanaman kayu siwak yang dipakai untuk pengobatan adalah bagian akar (Gambar 5), batang, atau rantingnya (Gambar 6). Kayu siwak ini selain digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri, mengikis plak, mencegah gigi berlubang dan memelihara gusi juga digunakan untuk membunuh bakteri patogen.24 Gambar 4. Pohon siwak (Salvadora persica)25 Gambar 5. Daun dan akar siwak (Salvadora persica) 27 Gambar 6 : Dahan dan bunga siwak (Salvadora persica)27 Klasifikasi tanaman siwak menurut Tjitrosoepomo adalah sebagai berikut:24 Divisio : Embryophyta Subdivisio : Spermatophyta Klas : Dikotiledon Subklas : Eudikotiledon Ordo : Brassicales Famili : Salvadoraceae Genus : Salvadora Spesies : Salvadora persica Ekstrak siwak memiliki berbagai macam zat biologis, termasuk di dalamnya zat yang sangat signifikan sebagai antibakteri, antifungal, dan anti-plasmodial.17 Kayu siwak mengandung antibacterial acids, seperti astringen, abrasif, dan saponin yang berfungsi membunuh bakteri, mencegah infeksi, menghentikan perdarahan pada gusi, dan sebagainya.24 Ali (2002) Cit Al Bayati (2008)menyebutkan bahwa ekstrak siwak memiliki berbagai macam zat biologis, termasuk di dalamnya zat yang sangat signifikan sebagai antibakteri, antifungal, dan anti-plasmodial.17 Kayu siwak mengandung antibacterial acids, seperti astringen, abrasif, dan saponin yang berfungsi membunuh bakteri, mencegah infeksi, menghentikan perdarahan pada gusi, dan sebagainya.24 Sofrata (2010) Cit Nordin (2012) menyebutkan bahwa siwak mengandung 19 bahan aktif yang bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan gigi dan rongga mulut.16 Tiga komponen utama yang esensial dalam menjaga kesehatan rongga mulut adalah klorid, kalsium oksalat, fluorid, kandungan zat kimia lain seperti vitamin C, tanin, resin, alkaloid, trimetilamin, silika16, saponin, flavonoid, dan sterol.24 Siwak juga diketahui memiliki efek terapeutik pada gingiva dan struktur di sekitarnya. Efek terapeutik tersebut diperoleh dari kandungan kimia yang terdapat di dalam batang siwak, seperti fluorid, silikon, alkaloid esensial, tanin, gum, dan anthraquinones.25 Berikut beberapa zat yang memiliki efek antibakteri24 yang terdapat di dalam siwak yakni: a. Salvadorin. Zat ini memiliki fungsi sebagai antibakteri dan antiinflamasi. Mekanismenya sebagai antibakteri yakni dengan cara menghambat kerja enzim yang mensintesis protein bakteri. b. Sulfur. Zat ini dapat bereaksi dengan lipoid dan memblok sistem enzim pada sel mikroorganisme yang dapat menghambat pembelahan dan pertumbuhan mikroorganisme. Kandungan sulfur yang ada pada siwak kurang lebih 4,73%. c. Flavonoid. Zat ini dapat mengurangi inflamasi. Flavonoid dapat membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler dan dinding sel bakteri, bersifat lipofilik yang dapat merusak membran mikroba. d. Tanin. Zat ini bersifat astringen (zat yang bersifat menciutkan), masuk melalui membran mikroba, membentuk kompleks dengan ion metal. Kandungan tanin yang terdapat di dalam siwak memiliki sifat antibakteri dengan cara mengganggu pertumbuhan dan metabolisme bakteri. Tanin ditemukan hampir di setiap bagian dari tanaman; kulit kayu, dauh, buah, dan akar. Tanin memiliki sifat mudah larut dalam air, etanol, dan juga aseton. Tanin tidak larut dalam benzen, kloroform, dan eter dan rusak pada suhu 210o C.24 e. Saponin. Zat ini mempunyai sifat seperti sabun yang dapat melarutkan kotoran, dan dapat digunakan sebagai antiinflamasi dan antimikroba. Saponin dapat membentuk senyawa kompleks dengan membran sel bakteri melalui ikatan hidrogen yang kemudian dapat menghancurkan permeabilitas dinding sel bakteri yang dapat mengakibatkan kematian sel. Siwak dalam bentuk ekstrak merupakan salah satu bahan alami yang telah diteliti sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar saat ini.15 Hal tersebut sesuai dengan hasil konsensus WHO pada International Consensus Report on Oral Hyegiene tahun 2000 bahwa perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang siwak.17 Siwak telah diteliti sebagai bahan irigasi oleh Shingare P. dan Chaugule V. pada tahun 2011 yang mana diperoleh hasil bahwa ekstrak etanol siwak memiliki efek anti mikroba yang tidak jauh berbeda dengan sodium hipoklorit sehingga dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa ekstrak etanol siwak dapat menjadi bahan alami alternatif yang dapat menggantikan sodium hipoklorit sebagai bahan irigasi saluran akar.14 Apabila ditinjau dari syarat-syarat bahan irigasi yang ideal, maka ekstrak etanol siwak memiliki sifat-sifat sebagai berikut: a. Memiliki efek antimikroba.23 Efek antimikroba ekstrak etanol siwak didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdelrahman HF et al. Pada penelitian tersebut, peneliti membandingkan efek antimikroba antara ekstrak siwak dengan klorheksidin terhadap beberapa patogen di rongga mulut, yakni C. albicans, A. naeslundii, L. acidophilus, A. actinomycetemcomitans, P. gingivalis, dan P. intermedia yang mana diperoleh hasil bahwa ekstrak etanol siwak menunjukkan efek antimikroba yang paling kuat.25 Pada penelitian yang dilakukan oleh Trimurni A. dan Steven P. pada tahun 2007 juga diperoleh hasil bahwa ekstrak senyawa aktif batang siwak mampu menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans (p<0,005). Pada penelitian tersebut juga diperoleh hasil bahwa peningkatan konsentrasi terhadap ekstrak siwak memiliki korelasi yang positif terhadap peningkatan zona hambat pertumbuhan Streptococcus mutans.27 Akhtar menyebutkan bahwa siwak juga memiliki kandungan tiosianat yang bertindak sebagai substrat untuk laktoperoksidase untuk membangkitkan hipotiosianit (OSCN-) dengan keberadaan hidrogen peroksida. OSCN- dapat bereaksi dengan kelompok sulfahidril di dalam enzim bakteri yang berubah menjadi penyebab kematian bakteri.28 b. Memiliki sifat toksisitas yang rendah.2,4,23 Muhammad (1997) cit Dutta (2012) melakukan investigasi terhadap sitotoksisitas siwak pada gingiva dan jaringan periodontal. Pada penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa siwak tidak memiliki efek toksik terhadap gingival dan jaringan periodontal.29 c. Membuang smear layer. Kemampuan ekstrak siwak dalam menghilangkan smear layer pada tubulus dentin juga telah diteliti pada tahun 2002 oleh Almas. Almas membandingkan pengaruh antara ekstrak siwak dengan CHX dengan SEM (Scanning Electron Microscopy). Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa 50% ekstrak siwak dan CHX 0,2% memiliki efek yang sama pada dentin manusia, namun ekstrak siwak lebih banyak menghilangkan smear layer pada dentin. Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan astringen di dalam siwak.19 2.4 Kerangka Konsep Flare-up endodonti Enterococcus faecalis Perawatan saluran akar ulang Preparasi saluran akar Pembersihan saluran akar dengan bahan irigasi saluran akar Medikamen saluran akar Ekstrak etanol siwak (Salvadora persica) 20%, 10%, 5%, 2,5%, dan 1,25% v Salvadorin Sulfur Flavonoid Tanin Saponin Menghambat kerja enzim yang mensistesis protein bakteri Bereaksi dengan lipoid dan memblok sistem enzim pada sel mikroorganisme Membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler dan dinding bakteri Mengganggu partumbuhan dan metabolisme bakteri Membentuk senyawa kompleks melalui ikatan Bersifat astringen Mengham -bat pembelahan dan partumbuhan mikroorganisme Bersifat lipofilik merusak membran mikroba Masuk melalui membran mikroba Permeabilitas dinding sel hancur Membentuk kompleks dengan ion metal ? Sel lisis