BAB II BUDAYA PAKPAK KELASEN SEBELUM MASUKNYA BATAK TOBA 2.1 Letak dan Keadaan Geografis Secara administrasi desa Pasar Onan Manduamas termasuk dalam wilayahKecamatan Manduamas Kabupaten Tapanuli Tengah. Kabupaten ini merupakansatu-satunya yang mempunyai wilayah Pakpak yaitu Kecamatan Manduamas danKecamatan Barus yang dikenal dengan nama Suak ataupun wilayah Kelasen. Kecamatan Manduamas berada di pantai Barat Sumatera. Luas Kecamatan ini secara keseluruhan mencapai99,55 Km2, dengan batas-batas terdiri dari : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sirandorung 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia Letak astronomi desa/kecamatan secara umum terletak pada Koordinat 02° 02’05” - 02° 09’29” Lintang Utara, 98° 17’18” - 98° 23’28” Bujur Timur. Kecamatan Manduamas tergolong daerah beriklim tropis dan hanya ada dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Antara Januari dan Desember suhu udara maksimum bisa mencapai 32,80C dan suhu minimum mencapai 20,90C. Rata-rata suhu udara di Kecamatan Manduamas sebesar 26,30C. 6 Keadaan lahan dari Kecamatan Manduamas sebagian besar diadaptasi dataran rendah dan tanahnya yang subur dan kemiringan lahan yang bervariasi. Sebelum kedatangan Hindia 6 Katalog BPS, “Manduamas Dalam Angka 1992”, Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Tengah& Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Tapanuli tengah Belanda ke Indonesia produksi dari Kecamatan Manduamas berupa rotan, damar, kapur barus, kemenyan dan kayu yang menjadi dominasi mata pencaharian yang diperdagangkan. Sesuai dengan keadaan alamnya maka mata pencaharian masyarakat Manduamas umumnya adalah bercocok tanam.Untuk lenih jelasnya dapat dilihat dari tabel di bawah ini. No Desa/Kelurahan 1. Manduamas Lama 23.37 Rasio Terhadap Total Luas Kecamatan 23.48 2. Pasar Onan Manduamas 3.89 3.91 3. Binjohara 28.44 28.57 4. Pagaran Nauli 11.36 11.41 5. Sarma Nauli 4.77 4.79 6. Saragih 11.01 11.06 7. Tumba 4.52 4.54 8. Tumba Jae 5.21 5.23 9. Lae Monong 6.98 7.01 99.55 100 Jumlah Sumber : Kantor Camat Kecamatan Manduamas Luas (Km2) Berdasarkan topografi Kecamatan Manduamas berada di dataran rendah dan dari aspek geografis, desa-desa yang tercakup dalam Kecamatan Manduamas adalah sebagai berikut: Kelurahan PO Manduamas (landai, sebagian rawa), Desa Manduamas Lama (lereng, punggung bukit, perbukitan), Desa Tumba (lereng, punggung bukit, perbukitan, landai, rawa), Desa Binjohara (landai, dataran), Desa Saragih (lereng, punggung bukit, perbukitan), Desa Pagaran Nauli (lereng, punggung bukit, perbukitan), dan Desa Sarma Nauli (landai, dataran). 2.2 Keadaan Demografi Penduduk Manduamas mayoritas adalah Suku Pakpak Kelasen. Bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah Bahasa Pakpak dan Bahasa Batak Toba. Selain itu ada juga suku Batak Toba. Suku Batak Toba adalah suku terbanyak kedua di Manduamas. Lahan Kecamatan Manduamas sangat cocok untuk tanaman muda dan keras seperti kelapa sawit, karet dan jagung. Salah satu tanaman utama di Manduamassaat ini adalah kelapa sawit.Sistem mata pencaharian mayoritas penduduk desa Kecamatan Manduamas adalah bertani.Ada juga beberapa orang yang bekerja sebagai pegawai negeri seperti guru, namun mereka juga bertani sebagai pekerjaan sampingan.Sebagian pendudukada juga yang bekerja sebagai pedagang atau wiraswasta dan mereka jugamempunyai lahan pertanian sebagai tambahan untuk kehidupan mereka sehari-hari.Berdasarkan sensus penduduk tahun 1990 penduduk Manduamas terdiri dari 19.449 jiwa, masing-masing terdiri dari 9845 laki-laki dan 9676 perempuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel berikut. No Kelompok Umur Jumlah 1 0-6 Tahun 5091 2 7-12 Tahun 4502 3 13-18 Tahun 2918 4 19-30 Tahun 2542 5 31-45 Tahun 2039 6 46-59 Tahun 1398 7 60 Tahun keatas 1031 Sumber : Manduamas dalam Angka 1990 Berdasarkan tabel di atas, struktur penduduk Kecamatan Manduamas tahun 1990 tergolong berstruktur muda, dimana jumlah penduduk yang berumur di bawah 15 tahun sebanyak 7570 orang. Penduduk berumur antara 15-64 tahun sebanyak 11304 orang. Sedangkan penduduk berumur 60 tahun keatas sebanyak 1031 orang. 2.3 Sejarah Suku Pakpak Kelasen di Manduamas Mengenai asal usul dari etnis Pakpak Kelasen belum dapat dipastikan darimana asal nenek moyang mereka.Tetapi ada dugaan bahwa nenek moyang etnisPakpak Kelasen berasal dari India Selatan.Asal usul nenek moyang etnis Pakpak Kelasen berasal dari India Selatan, yaitu berada di daerah Kalasem (Kalasemmerupakan tempat suci bagi orang India).Pada awalnya orang India Selatan datang ke Nusantara melalui daerah pesisir pantai barat yaitu Barus.Sebab Barus merupakan pusat bandar perdagangan yang cukup ramai didatangi oleh musafir asing yangdatang ke Nusantara. 7 Cerita lain menyatakan bahwa pernah datang serombongan armada dariIndia Selatan yang terdampar di daerah pesisir barat pulau Sumatera yaitu Barus.Orang-orang India tersebut adalah orang Tamil yang jumlahnya kurang lebih 1500orang dan mereka menyebar masuk ke pedalaman Barus dengan membawa armadagajah putih sebagai alat transportasi. Inilah yang diyakini sebagai nenek moyang etnis Pakpak Kelasen.Pada waktu orang India itu datang ke Barus, mereka juga membawa kebudayaan asli mereka dari India Selatan.Ini dapat dilihat dari bukti peninggalan kebudayaan Pakpak umumnya yang juga merupakan pengaruh kebudayaan 7 Ery Soedewo ,Jejak Keindiaan (Hindu-Buddha) Dalam Kebudayaan Pakpak, dalam Berkala Sangkhakala, 2010 India,seperti Mejan (patung batu yang berbentuk gajah yang sedang ditunggangi).Patung ini masih ada dan terdapat di Kabupaten Pakpak Barat.Penyebutan nama‘Kelasen’ juga berasal dari India. Pada awalnya kataKelasen berasal dari kata ‘Kalasem’ yang merupakan suatu tempat di India Selatan.Lambat laun kata Kalasem ini berubah menjadi Kelasen yang menjadi sub bagianetnis Pakpak yang berada di Kecamatan Manduamas, Kabupaten Tapanuli Tengah. 8 Persamaan lain antara etnis Pakpak Kelasen dengan orang India adalahdalam hal pembakaran mayat. Sebelum masuknya pengaruh Agama Kristen ke daerahKelasen, pembakaran mayat merupakan tradisi yang dilakukan jika ada orang yangmeninggal.Sama halnya dengan di India juga melakukan pembakaran mayat jika ada yang meninggal dunia. Pembakaran mayat ini termasuk dalam upacara Njahat dalam adat Pakpak. Namun pembakaran mayat ini tidak dilakukan lagi sejak masuknya Agama Kristen ke daerah Pakpak Kelasen.Begitu juga dengan bumbu masakan tradisional Pakpak umumnya tetapmenyerupai dengan bumbu khas India, yaitu menggunakan kunyit.Dalam masakanPakpak, kunyit sangat dominan digunakan misalnya masakan tradisional Pakpak,yaitu Pelleng 9yang menggunakan kunyit. 10 Pakpak Kelasen terdiri dari dua bagian berdasarkan asal-usulnya.Pertamaadalah berasal dari India Selatan yang merupakan penduduk asli di Kelasen.Keturunan dari India ini adalah Mpu Mada sebagai nenek moyang etnis PakpakKelasen.Sebelum Mpu Mada datang ke daerah Kelasen, pada awalnya dia menetapdi Barus dan menikah dengan boru Pohan. Dari hasil perkawinan itu, Mpu Madamendapatkan 6 orang anak yang juga menjadi marga asli Pakpak 8 Ibid, hal 41 Makanan tradisional Pakpak ini terbuat dari beras yang ditanak hingga menjadi bubur beras. Selama proses memasak dicampurkan bumbu seperti bawangrambu, cabe, jahe, lada, santan kelapa dan yang paling utama adalah kunyit. Semua bumbu dimasukkan hingga tercampur merata. 10 Lister Berutu, Aspek-Aspek Kultural Etnis Pakpak, Medan: Monora, 2002 9 Kelasen, yaituTendang (Tondang), Rea (Banuarea), Manik, Gajah, Berasa, dan Beringin. Merekapindah ke daerah Kelasen yang pada waktu itu belum ada yang menguasai. Kedua, etnis Pakpak Kelasen yang berasal dari Batak Toba dan menjadibagian dari Pakpak Kelasen.Marga Batak yang datang ke Kelasen yaitu margaSimbolon Tuan atau Oppu Tuan Nahoda Raja.Sedangkan keturunan dari Nahoda Rajaterdiri dari 6 marga atau yang disebut dengan Si Onom Hudon/Siennem Kodin 11.Keturunan SimbolonTuan (Nahoda Raja) adalah marga Tinambunan, Tumanggor, Maharaja, Turutan,Pinayungan, dan Nahampun.Ketika Nahoda Raja datang ke daerah Kelasen, awalnyadia melakukan adaptasi dengan keturunan Mpu Mada.Awalnya sebagai pendatangyang belum memiliki tanah kekuasaan Tuan Nahoda Raja meminta sedikit tanahuntuk tempat tinggal dan untuk bertani.Maka keturunan Mpu Mada memberikantanah, yaitu Pearaja (Si Onom Hudon Utara). Sejak saat itu keturunan Mpu Mada mulai meninggalkan Tanah Kelasen danmerantau untuk mencari daerah kekuasaan di daerah lain yang belum dikuasai, seperti marga Tendang pergi ke wilayah Simalungun (marga Tondang), di Tapanuli Selatanmenjadi marga Matondang. Manik dan Banuarea pergi ke Salak (Kabupaten PakpakBarat), Gajah dan Beringin pergi ke Pakkat dan Manduamas (Tapanuli Tengah), yang tinggal hanya marga Berasa.Sehingga ini memudahkan bagi keturunan Si OnomHudon menguasai seluruh tanah Pakpak Kelasen.Terjadilah perselisihan antaramarga Berasa dengan marga Si Onom Hudon karena penguasaan tanah yangdilakukan marga Si Onom Hudon.Marga Berasa yang hanya tinggal sendiri tidakdapat mempertahankan daerah kekuasaannya, membuat marga Berasa harus keluardari tanah Kelasen dan pergi ke wilayah Aceh Singkil.Akibat penguasaan tanah yang 11 enam periuk yang berarti enam keturunan Nahoda Raja yang telah mandiri dengan membagikan sebidang tanah dengan sebutan Si Onom Hudon dilakukan oleh marga Si Onom Hudonmembawa dampak buruk bagi marga-marga Si Onom Hudon.Hasil pertanian, ternakmengalami kegagalan dan sangat merugikan bagi marga Si Onom Hudon.Akhirnyamereka memanggil kembali marga Berasa yang telah pergi ketika terjadi perselisihan.Marga Si Onom Hudon memberikan kembali tanah kepada marga Berasa sebagaidaerah kekuasaannya.Penyerahan tanah ini dilakukan dengan upacara adat.Marga Si Onom Hudon memberikan tanah kepada marga Berasa mulai dari Sigulang-gulangsampai ke Siekur-ekur (yang sekarang Si Onom Hudon Toruan).Sejak saat itu antara marga Berasa dan marga Si Onom Hudon bersaudara dan menjadi bagian dari PakpakKelasen. Akan tetapi marga Berasa tidak sama dengan marga Si Onom Hudon atauParna, karena selama ini banyak orang mengatakan Berasa masuk ke marga Parna.Sewaktu Mpu Mada tinggal di Barus dia bersamasama dengan Mpu Bada (margaSigalingging) dan menikahi boru Pohan yang merupakan kakak beradik.Inilahsebabnya selama ini orang mengatakan bahwa marga Berasa masuk ke Parna. 2.4 Manduamas Sebelum Masuknya Batak Toba Pada masa itu seorang nenek moyang yang bernama Oppu Tuan Nahoda Raja Simbolon datang dari Samosir turun di daerah Parlilitan tepatnya di Gunung Sintua Kecamatan Parlilitan sekitar tahun 1700. Dia bersama dua istrinya yang satu adalah Boru Sihotang dan yang kedua adalah Boru Limbong. Setelah bertahun-tahun tinggal di sana, mereka dikaruniai delapan anak, tujuh laki-laki satu perempuan (Si Onom Hudon). Pada mulanya mereka hidup dengan bercocok tanam di sana, dan seiring berjalannya waktu mereka menanam kemenyan untuk komoditi, yang sampai sekarang kemenyan itu masih ada di Kecamatan Parlilitan. Setelah itu mereka mendengar adanya kapur barus yang sangat berharga dan mahal harganya pada waktu itu sehingga mereka berencana untuk mengambil kapur barus di daerah Gunung Sijagar, yang sekarang menjadi daerah Siambaton Napa. Dan setelah mereka melihat bahwa memang benar kayu kapur itu banyak dari Gunung Sijagar daerah dataran rendah sampai ke perbatasan Aceh semuanya ini diambil mereka bertahun-tahun dan hasilnya dijual ke Barus, dan pembelinya adalah orang luar khususnya Mesir. Sehingga di pedalaman itulah terkenal kapur barus hasil dari olahan Si Onom Hudon. Penjelasan mengenai nama Manduamas, sewaktu nenek moyang Si Onom Hudon mengambil kayu kapur barus, kayu kapur itu dibagi menjadi dua, yaitu kayu dengan intinya. Jadi kayunya diambil dari hutan dan kayunya dibagi menjadi dua bagian, dan istilahnya adalah “mendua” dalam bahasa Dairi yaitu membagi dua. Jadi orang-orang pada waktu itu latah mengucapkan hendak pergi ke tempat pengolahan kayu kapur itu sebagai Manduamas, karena kapur barus pada waktu itu dianggap sama dengan emas dengan selisih harga yg kecil dengan Kapur Barus. Waktu itu nama kapur barus adalah “Haburuan” artinya kapur atau kayu kapur dalam bahasa Dairi. Karena transaksinya dilakukan atau dijual di kota Barus makanya namanya lazim disebut sebagai kapur barus. 12 Semenjak purbakala nama Barus, sebuah kota pelabuhan di Tapanuli sudah terkenal di dunia sampai Eropa. Yang menjadikannya terkenal ialah kamfer (kapur barus) dan kemenyan, yang diekspor melalui kota itu. Sarjana Yunani, Ptolomeus pada tahun 150 sesudah Masehi telah mencantumkannya dalam buku ilmu buminya. Demikian pula seorang Arab bernama Ibn Chord hadbheh dalam salah satu tulisannya pada tahun 846 sesudah Masehi menguraikan tentang Barus. Dalam kitab-kitab yang ditulis oleh orang-orang India turut juga tersebut daerah itu. 12 Wawancara Gustaman Tumanggor, 28 Agustus 2014 di Manduamas. Demikian harumnya nama Barus yang menarik pedagang-pedagang dari tempat-tempat yang jauh untuk membeli hasinya. 13 Di sisi lain, dari daerah pedalaman Batak Toba (Kabupaten Tapanuli Utara yang sekarang), terdapat jalan setapak atau disebut juga jalan pengangkut garam (parlanja sira) ke daerah pesisir barat dan timur. Jalan setapak ini terbentang dari hulu Sungai Asahan, daerah Uluan (Proyek Sigura-gura Asahan) menuju Bandar Pulo, sebuah pangkalan dagang dengan Pantai Timur Sumatera (Asahan). Sejak zaman prasejarah hingga permulaan abad ke-19 hampir seluruh pemenuhan kebutuhan daerah Toba berorientasi ke Pesisir Barat, yaitu Dusun Tapian Nauli, Sorkam dan Barus. Terutama Barus yang sejak berabad-abad lalu sudah disinggahi perahu-perahu layar antarbenua sebagai pelabuhan pengekspor kemenyan dan kamper (kapur barus). 14 Dari berbagai distrik Toba, termasuk itu Silundung, Humbang Hasundutan, dan Pulau Samosir terbentang jalan-jalan setapak yang menghubungkan pelabuhan Barus dengan pasarpasar besar di pedalaman. Dari ketiga distrik tersebut masing-masing memiliki satu pasar besar yang disebut Onan Saksing atau Onan na Marpatik, yang secara harfiah berarti “Lembaga Pasar Besar” yang dilindungi oleh hukum/undang-undang Paguyuban Adat. Pelabuhan Barus selama berabad-abad berfungsi sebagai pintu ke dunia luar bagi pedalaman Toba. Perdagangan antara daerah pesisir dan Toba menjadi pintu masuk bagi pengaruh dunia luar, baik di bidang kebudayaan maupun di bidang keagamaan dan kemasyarakatan (politik) yang meliputi unsur budaya Hindu-Buddha sebelum abad ke-13 dan pengaruh kebudayaan pesisir (Melayu-Islam) sejak abad ke-15. 13 N. Siahaan B.A., “Sedjarah Kebudajaan Batak”, Medan: CV Napitupulu & Sons, 1964, hal 22. 14 Sitor Situmorang, “Toba Na Sae”, Depok: Komunitas Bambu, 2009, hal 4. Dunia luar bagi penduduk Toba di masa lampau adalah semua daerah tetangga. Dairi Pakpak dan Karo di sebelah utara, Simalungun di pantai timur Danau Toba, termasuk Asahan dan Angkola-Mandailing di sebelah selatan. Sementara di sebelah Barat adalah daerah pesisir antara Teluk Tapiannauli dan Pelabuhan Barus. Orang Batak Toba mempunyai hubungan dagang dengan Dairi Pakpak. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara Batak Toba dan Pakpak Dairi sudah terjalin sejak zaman dahulu sampai sekarang sehingga hubungan yang terjalin tak sebatas hubungan karena perniagaan saja tetapi karena kesamaan budaya dan nenek moyang mereka. 2.5 Manduamas Pada Masa Kolonial Belanda Zaman dahulu kala sebelum penjajahan Belanda suku Pakpak yang lima kelompok atau lima suak yakni : suak Singkil Boang, Suak Kelasen, Suak Simsim, Suak Keppas, dan Suak Pegagan adalah suatu kesatuan dalam bahasa dan adat istiadat. Jauh sebelum kita merdeka Belanda, Inggris, Perancis, Amerika, Portugis dan Spanyol dan negara barat lainnya sudah masuk ke Pantai Barat Sumatera Utara dengan maksud untuk membeli hasil hutan dari daerah Sumatera. Pada masa itu sudah terjadi perebutan kekuasaan melalui hasil perdagangan hasil hutan yang laris dijual di Eropa. Hasil hutan tersebut antara lain: damar, kemenyan, kapur barus, cula badak, lada dan lain-lain. Dengan adanya perebutan hasil hutan maka terjadilah peperangan di negara Eropa antara Belanda dengan Inggris. Penyelesaian peperangan ini muncullah Traktat London pada tanggal 17 Maret 1824 dengan isi perjanjian bahwa inggris harus menyerahkan seluruh wilayah atau daerah yang dikuasainya selama ini di Pantai Barat Sumatera kepada Belanda, sebaliknya Belanda harus menyerahkan seluruh wilayah yang dikuasainya di Semenanjung Malaka yang selama ini dikuasainya selama perdagangan. Sejak itulah Belanda mulai menguasai Pantai Barat Sumatera yakni Pelabuhan Barus dan Singkel, merupakan pelabuhan paling ramai. Belanda mulai membuat perjanjian dengan tokoh-tokoh masyarakat, pengetua masyarakat dengan perjanjian menguntungkan sepihak. Pada awalnya perjanjian itu banyak yang kurang memenuhi, maka Belanda mulai membuat perjanjian dengan lebih mempertajam lagi dimana bangsa kita tidak dibenarkan berdagang atau menjual hasil hutan yang dicarinya kepada orang lain. Bilamana ada yang tidak mematuhinya maka Belanda tidak segan-segan menekan dengan menggunakan militer atau tentaranya untuk kepentingan perdagangan ini. Belanda memasuki daerah Tapanuli Tengah dan dengan kelihaian atau kelicikannya yaitu dengan memberikan hadiah atau upah. Pada awalnya di daerah Toba, Belanda juga mendapat tantangan karena kurang sesuainya dengan budaya adat Batak, akan tetapi karena kelicikannya dan dengan memberi hadiah maupun upah besar kepada orang-orang tertentu, dimana kelak orang ini yang akan dipergunakan untuk menarik yang lainnya. Belanda pernah mendapat perlawanan Sisingamangaraja XII, karena Sisingamangaraja XII merasa kurang aman bagi perjuangannya takut apabila ada yang akan menghianati perjuangannya maka Sisingamangaraja XII berusaha bergabung dengan pejuang-pejuang Pakpak. Sisingamangaraja XII yang sudah mengetahui bahwa orang-orang Pakpak gigih berjuang dan tidak mau menyerah kepada Belanda (lebih baik menyingkir ke hutan atau mengungsi daripada dijajah Belanda). Pernah terjadi dalam suatu peperangan antara pasukan Belanda dengan pasukan Gerilya, di pihak suku Pakpak banyak yang korban dan dipihak Belanda ada seorang Controleur yang mati dan tidak diizinkan oleh masyarakat untuk dikuburkan di tanah Pakpak maka terpaksa dibawa oleh Belanda ke Siborong-borong untuk dikebumikan. Belanda mempelajari Bahasa Toba dan setelah mengetahui Bahasa Toba maka mereka sudah dapat menghimpun orang-orang Toba. Belanda mendirikan gereja dengan berbahasa Toba yakni: Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dengan mencetak atau mengeluarkan buku bibel (Alkitab), buku nyanyian dan lain-lain dengan Bahasa Toba. Pada saat pengembangan Agama Kristen yang dikembangkan oleh Belanda melalui Zending Agama Kristen dimana dari Toba HKBP akan masuk ke Tanah Pakpak. Pada prinsipnya suku Pakpak tidak setuju melihat cara Belanda menyanyikan lagu-lagu rohani (lagu-lagu agama Kristen) yang nyanyi bersama-sama. Sedangkan bagi suku pakpak sejak dahulu kala adalah tabu bilamana seorang anak gadis menyanyi didengar oleh besannya juga sebaliknya. Masyarakat Pakpak menganggap bahwa Agama Kristen dengan Zending HKBP ini adalah merusak tatakrama kehidupan suku Pakpak. Dengan adanya pemikiran atau perasaan yang sedemikian itu maka ada yang nekad membunuh penginjil dan sempat terbunuh dua orang penginjil yakni Van Lyman dan Munson di daerah Pakpak. Dengan terbunuhnya kedua penginjil tersebut maka Belanda mengirim berita ke Nederland Eropa maka muncullah kata-kata yang menyatakan Pakpak makan orang. Hal ini juga dipertajam oleh Belanda untuk memecah belah suku Pakpak yang sudah tunduk ke Tarutung bahwa dia adalah orang Dairi sedangkan orang yang membunuh adalah orang Pakpak. Dengan adanya perilaku dan sikap suku Pakpak yang keras, gigih, dan tak mau dijajah maka Belanda semakin marah dan semakin ganas melihat suku Pakpak maka timbullah kemarahan untuk menghancurkan atau memusnahkan suku Pakpak dengan cara: 1. Membakar rumah adat sampai habis, sehingga sekarang sudah sulit untuk menemukan rumah adat yang masih bersisa. 2. Peninggalan orang-orang tua dahulu kala, benda-benda bersejarah peninggalan zaman kuno misalnya: Mejan yang dianggap mempunyai kekuatan gaib dibawa ke negeri Belanda. 3. Silsilah atau tarombo disusun atau dikurangi di negeri Belanda kemudian disebarluaskan ke Tapanuli sehingga mereka suku Toba mengatakan bahwa hampir semua marga suku Pakpak (marga-marga yang ada di Tanah Pakpak) berasal dari Toba sedangkan yang sebelumnya belum tentu demikian. 2.6 Manduamas Pada Awal Masuknya Batak Toba Ketujuh marga Si Onom Hudon yang sudah berumah tangga lalu membuka perkampungan masing-masing satu suku satu kampung. Tinambunan berada di Sidombilik Hutagodung, Si Raja Tanggor (Tumanggor) di Pasi, Maharaja di Sitapung, Turuten di Hutarea, Pinayungan di Binjohara dan Nahampun di Pearaja. Kemudian Si Raja Tanggor turun ke Aceh yang tepatnya sekarang di Aceh Simpang Kanan namanya Sali Tumanggor. Beberapa tahun berselang lahirlah anaknya yang bernama Gondul Tumanggor yang merupakan anak sulung.Pada tahun 1932 Gondul Tumanggor diangkat Pemerintah Belanda menjadi kepala kampung yang memimpin desa yaitu Ladang Jehe, Tanjeski dan Tapus. Setelah tahun 1932 penduduk semakin berdatangan yaitu ke dataran rendah, termasuk ke daerah Manduamas sekarang. Maka tahun 1940-an pada masa penjajahan Belanda, diangkatlah dewan negeri Siambaton Napa karena kampung sudah mulai banyak. Orang yang memangku jabatan dewan negeri adalah Osen Tumanggor. Pada tahun-tahun setelah kemerdekaan, Osen Tumanggor tetap menjadi dewan negeri sebagai perwakilan pemerintah. Dan karena sudah banyak penduduk di daerah masingmasing di daerah Siambaton Napa, maka dibentuklah Raja-Raja Huta dengan mengadakan suatu upacara pesta besar sebagai peresmian kampung “19 Kampung” di Siambaton Napa dengan acara pesta pada tanggal 5 April 1946. Setelah itu penduduk pun semakin ramai berdatangan. Dan saat itu pemerintahan pun sudah berganti dengan Pemerintahan Republik Indonesia. Untuk memudahkan terkumpulnya masyarakat, maka dikumpulkan di suatu desa yang namanya Pardomuan (Pertemuan) yang sekarang menjadi nama desa. Jadi disanalah tempat mereka berkumpul dan disanalah dirumuskan semua keperluan dan kegiatan apa yang akan dilakukan. Sesudah itu masyarakat semakin berkembang. Pada tahun 1966, dewan negeri dilebur dan tidak ada lagi, jadi untuk memimpin adat dibentuklah raja adat Siambaton Napa karena dulu dewan negeri juga menyangkut di dalam menjalankan pemerintahan dan pimpinan adat dan budaya di Siambaton Napa, tetapi karena dewan negeri sudah dilebur maka struktur pemerintahan pun langsung kepada kecamatan dan kepala desa pada tahun 1946 dan pada selang waktu tersebut tidak ada pimpinan adat. Namun pada tahun 1982 tanggal 17 Februari 1982 diadakanlah pesta besar Si Onom Hudon di seluruh Indonesia. Dibentuklah raja-raja adat dan dibentuklah organisasi Si Onom Hudon sehingga terpilihlah sebagai ketua adat di Siambaton Napa adalah Gustamin Tumanggor atau biasa dipanggil bapak GS Tumanggor. Dan sejak saat itu daerah Siambaton Napa semakin berkembang sehingga pada tahun 1983 Manduamas Siambaton Napa direncanakan pemerintah untuk mengadakan transmigrasi. Jadi di dalam kepengurusan Transmigrasi itu juga melibatkan tokoh-tokoh Si Onom Hudon dan sebagai satuan pembina Transmigrasi diangkat dari Si Onom Hudon adalah bapak Gustaman Tumanggor. Dengan adanya pesta pembauran ini maka suku Batak Toba dan Pakpak Kelasen disatukan dalam satu kepemimpinan adat. Sejak dahulu suku Batak Toba yang bermigrasi dan menetap di Manduamas telah mendapat tanah yang dibayarkan kepada kepala adat seperti yang telah dijelaskan sebelumnya tantang hak ulayat tanah. Pada saat itu masyarakat-masyarakat Si Onom Hudon memohon kepada pemerintah supaya hak adat yang telah ada di dalam surat keputusan tahun 1946 itu harus dilakukan, sehingga terjadilah perdebatan yang sangat alot pada waktu itu dengan bupati Tapanuli Tengah yaitu Bapak Lundu Panjaitan SH. Namun karena kebijakan dari gubernur Sumatera Utara perdebatan itu dapat ditengahi dan hak-hak adat itu dapat dilaksanakan sehingga diadakanlah pesta pembauran kepada Naiambaton dan dibayarlah adat sulam dengan memotong kerbau jantan sebagaimana yang tertulis dalam surat keputusan 46 dilakukan di Pasar Onan Manduamas pada tahun 87 atau 85. Jadi yang mewakili masyarakat Naiambaton 15 dan masyarakat Siambaton Napa menerima jambar kepala kerbau dan adat selanjutnya adalah bapak GS Tumanggor. Setelah masuknya transmigrasi masyarakat pun sudah semakin banyak dan beragam budaya sudah masuk tapi adat-adat tetap dipenuhi. Setelah masuk Batak Toba hubungan mereka tetap harmonis. Karena dalam sejarah hubungan antara Batak Toba dan Batak Dairi adalah sama-sama suku Batak. Marga Si Onom Hudon berasal dari Batak Toba dari Samosir yaitu Oppu Tuan Nahoda Raja Simbolon. Jadi tidak pernah ada persengketaan, hubungan tetap harmonis. Samasama menghormati adat-istiadat. 16 Nama desa secara administrasi pemerintahan disebut Si Onom HudonToruan.Nama desa Si Onom Hudon Toruan ini dipakai dalam pemerintahan dalam wilayah Kabupaten Tapanuli 15 Naiambaton itu ada lima nenek moyang, yaitu Simbolon Tua, Munthe Tua, Tamba Tua, Saragi Tua, Nahampun Tua. Anak-anaknya sekarang menjadi 52 marga. Jadi Oppu Tuan Nahoda Raja adalah anak dari Simbolon Tua, ibunya adalah boru Hotang dan boru Limbong. Anaknya boru Hotang yaitu Tinambunan, Tumanggor, Maharaja. Anak boru Limbong yaitu Pinayungan, Turuten, Nahampun. 16 Wawancara Gustaman Tumanggor, 30 Agustus 2014 di Manduamas Tengah. Masyarakat umum juga mengenaldesa ini dengan nama Si Onom Hudon Toruan. Kata Si Onom Hudon ini adalahterjemahan dari Bahasa Pakpak yaitu Si Ennem Koden. Si Onom Hudon artinya Si Enam Periuk, sedangkan Toruan artinya dataran rendah. Jadi arti desa tersebut adalah suatu desa yang mempunyai enam periuk dan berada di suatu dataran yang rendah. Desa ini disebut Si Onom Hudon karena penduduk asli di daerah ini mempunyai enam marga yang merupakan satu keturunan.Nama dari marga-marga tersebut adalah Tinambunan, Tumangger, Maharaja, Pinayungan, Turuten, dan Nahampun. Keenammarga tersebut dulunya merupakan nama anak dari nenek moyang dari Si OnomHudon.Modal yang diberikan orangtua mereka setelah mendapatkan istri kepada keenam anak tersebut adalah sebuah periuk untuk menanak nasi, maka jumlah periuk yang diberikan oleh orangtua mereka adalah sama dengan jumlah anaknya yaitu enam periuk. Namun saat ini penduduk di Kecamatan Manduamas lebih familiar dengan nama Desa Siambaton Napa. Alasannya adalah Siambaton Napa, daerah Si Onom Hudon ini ada dua, yaitu Siambaton Dolok di dataran tinggi yaitu di Pakkat dan tidak ada batasan wilayah adat antara Siambaton Dolok dan Siambaton Napa karena gunung yang jadi pembatas yaitu Gunung Sijagar dan Gunung Dolok Bunga. Di dataran rendah disebutlah Siambaton Napa yaitu sekarang Kecamatan Manduamas. Nama “Siambaton” itu berasal dari nama suku yaitu Naiambaton. Jadi sudah menjadi suatu hukum tetap dari suku batak apabila dia membuka sebuah perkampungan dialah sebagai raja di daerah itu dan dibuatlah marganya sendiri, contoh: Siantar nai Pospos, nai Posposlah rajanya. Lumban Sihotang, Sihotanglah rajanya. Pasaribu Dolok, Pasaribulah rajanya. Lumban Sihombing, Sihombinglah rajanya. Siambaton Napa, Naiambatonlah rajanya. Marga Naiambaton itu, itulah yang 52 marga, tetapi pada intinya di Siambaton Napa sebagai anak yang sulung adalah marga Si Onom Hudon dari Oppu Tuan Nahoda Raja. Oppu Tuan Nahoda Raja adalah generasi ketiga suku Batak Simbolon. Oppu Tuan Nahoda Raja adalah anak dari Simbolon Tua. Mayoritas penduduk desa Siambaton Napa khususnya dan KecamatanManduamas umumnya adalah suku Pakpak yang disebut Suak atau wilayah Kelasen.Suku bangsa yang lain adalah suku bangsa Batak Toba, namun hanya sebagian kecil saja.Sebagai tuan tanah atau pemilik lahan di desa ini adalah orang Kelasensendiri. Walaupun suku pendatang dalam hal ini Batak Toba sudah ada yangmempunyai sebidang tanah pertanian baik sawah atau ladang untuk mereka kerjakan,namun itu dibeli atau diberi penghargaan berupa uang kepada tuan tanah atau pemilik tanah agar dapat memiliki hak untuk menguasai tanah tersebut.