BAB II LANDASAN TEORITIS

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Landasan Teori Dana Pensiun
1. Pengertian Dana Pensiun
Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana
Pensiun disebutkan bahwa Dana Pensiun adalah badan hukum yang
mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun.
Sedangkan menurut PSAK No.18 Paragraf 5 (IAI : 2007) pengertian dana
pensiun didefinisikan sebagai berikut : “Dana Pensiun merupakan suatu
badan hukum yang berdiri sendiri dan terpisah dari pemberi kerja, yang
berfungsi untuk mengelola dan menjalankan program pensiun sesuai
dengan peraturan yang berlaku”.
Sejak
pemerintah
menggulirkan
kebijaksanaan
mengenai
pembentukan Dana Pensiun melalui Undang–Undang Nomor 11 Tahun
1992, pensiun bukan hanya merupakan hak pegawai negeri atau ABRI. Hak
untuk mendapatkan Dana Pensiun tersebut menjadi terbuka untuk semua
golongan pekerja, baik pekerja swasta ataupun pekerja perorangan. Dana
Pensiun merupakan lembaga atau badan hukum yang mengelola program
pensiun yang dimaksudkan untuk memberikan kesejahteraan kepada
karyawan suatu perusahaan terutama yang telah pensiun (Dahlan Siamat
2004).
7
8
Penyelenggaraan Dana Pensiun dilakukan dalam suatu program,
yaitu program pensiun, yang mengupayakan manfaat pensiun bagi
pesertanya melalui suatu sistem pemupukan dana yang lazim disebut sistem
pendanaan. Sistem pendanaan suatu program pensiun memungkinkan
terbukanya
akumulasi
dana,
yang
dibutuhkan
untuk
memelihara
kesinambungan penghasilan peserta program pada hari tua. Pendanaan
tersebut berasal dari iuran peserta dan pemberi kerja serta hasil
pengembangan investasi dari iuran yang dikumpulkan tersebut (Kasmir
2002).
2. Tujuan Penyelenggaraan Dana Pensiun
Penyelenggaraan suatu program pensiun terutama dari sisi pemberi
kerja dapat dilihat dari dua aspek yaitu aspek ekonomis dan aspek sosial.
Aspek ekonomis dimaksudkan adalah usaha pemberi kerja untuk menarik
atau mempertahankan karyawan perusahaan yang memiliki potensi, cerdas,
terampil, dan produktif yang dapat diharapkan untuk mengembangkan
perusahaan. Sedangkan pada aspek sosial berkaitan dengan tanggung jawab
sosial pemberi kerja bukan saja kepada karyawannya pada saat karyawan
yang bersangkutan tidak lagi mampu bekerja tetapi juga kepada keluarganya
pada saat karyawan tersebut meninggal dunia (Dahlan Siamat 2004).
Tujuan penyelenggaraan program pensiun baik kepentingan
pemberi kerja, kepentingan karyawan maupun bagi lembaga pengelola Dana
Pensiun adalah sebagai berikut :
9
a. Bagi Pemberi Kerja tujuan untuk menyelenggarakan Dana Pensiun bagi
karyawannya adalah :
1) Memberikan penghargaan kepada para karyawannya yang telah
mengabdi di perusahaan tersebut.
2) Agar dimasa usia pensiun karyawan tersebut tetap dapat menikmati
hasil yang diperoleh setelah bekerja di perusahaannya.
3) Memberikan rasa aman dari segi batiniah, sehingga dapat
menurunkan turn over karyawan.
4) Meningkatkan motivasi karyawan dalam melaksanakan tugas
sehari-hari.
5) Meningkatkan daya saing dan nilai lebih dalam usaha mendapatkan
maupun
mempertahankan
karyawan
yang
berkualitas
dan
profesional di pasaran tenaga kerja.
6) Meningkatkan citra perusahaan dimata masyarakat dan pemerintah.
b. Sedangkan bagi karyawannya yang menerima pensiun, manfaat yang
diperoleh dengan adanya pensiun adalah :
1) Kepastian memperoleh penghasilan dimasa datang sesudah masa
pensiun
2) Memberikan rasa aman dan dapat meningkatkan motivasi untuk
bekerja.
c. Selanjutnya
bagi
lembaga
pengelola
penyelenggaraan Dana Pensiun adalah :
Dana
Pensiun
tujuan
10
1) Mengelola Dana Pensiun untuk memperoleh keuntungan dengan
melakukan berbagai investasi.
2) Turut membantu dan mendukung program pemerintah (Kasmir
2002).
3. Jenis Bentuk Dana Pensiun
Penyelenggaraan program pensiun di Indonesia dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu :
a. Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK)
Penyelenggaran program pensiun dapat dilakukan dengan membentuk
badan hukum Dana Pensiun Pemberi Kerja selanjutnya disingkat DPPK.
Perusahaan atau lebih tepatnya pemilik modal yang merupakan sponsor
dari program pensiun dapat berupa perusahaan perbankan maupun non
perbankan, swasta maupun BUMN, yang bertindak untuk kepentingan
sebagian atau seluruh karyawannya sebagai peserta.
b. Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK)
Penyelenggaraan program pensiun dapat pula dilakukan dengan
mengikutsertakan pada Dana Pensiun Lembaga Keuangan yang disingkat
DPLK. Menurut UU No. 11 Tahun 1992, bank dan perusahaan asuransi
jiwa
selain
dapat
menyelenggarakan
program
pensiun
untuk
karyawannya sendiri sebagai DPPK, diijinkan pula menyelenggarakan
program pensiun untuk umum sebagai DPLK. Bagi Bank atau
perusahaan asuransi penyelenggara DPLK, penyelenggaraan program
11
pensiun tersebut merupakan satu produk yang setara dengan produk atau
jasa pelayanan lainnya yang ditawarkan (Dahlan Siamat 2004).
Pada umumnya, perusahaan besar dengan jumlah karyawan yang
besar cenderung menyelenggarakan Dana Pensiun bentuk pertama yaitu
dengan mendirikan Dana Pensiun sendiri atau disebut Dana Pensiun
Pemberi Kerja. Hal ini disebabkan karena mereka memang sudah mampu
melakukannya, selain itu dengan adanya Dana Pensiun tersebut terdapat
nilai tambah bagi perusahaan. Sedangkan perusahaan yang jumlah
karyawannya relatif kecil, dengan alasan efisiensi umumnya akan memilih
bentuk kedua yaitu menyerahkan penyelenggaraan programnya pada Dana
Pensiun Lembaga Keuangan yang memiliki ijin untuk mengusahakan
program pensiun tersebut (Kadarisman 1993).
4. Jenis Program Pensiun
Program pensiun yang dijalankan menurut ketentuan UndangUndang Nomor 11 Tahun 1992 adalah sebagai berikut :
a. Program Pensiun Manfaat Pasti (Defined Benefit Plan)
Yaitu program pensiun yang manfaatnya ditetapkan dalam peraturan
Dana Pensiun atau program pensiun lain yang bukan merupakan program
pensiun iuran pasti. Iuran merupakan beban karyawan yang dipotong dari
gajinya dan iuran dari perusahaan.
b. Program Pensiun Iuran Pasti (Defined Contribution Plan)
Yaitu program pensiun yang iurannya ditetapkan dalam peraturan Dana
Pensiun dan seluruh iuran serta hasil pengembangannya pada rekening
12
masing-masing peserta sebagai manfaat pensiun. Iuran ditanggung
bersama oleh karyawan dan perusahaan pemberi kerja (Kasmir 2002).
Perbedaan mendasar sebenarnya terletak pada jenis manfaat yang akan
diterima antara lain sebagai berikut :
1) Faktor Manfaat
Dalam PPIP tidak ada garansi terhadap jumlah yang akan diterima oleh
pensiunan, pembayaran nantinya ditentukan oleh akumulasi iuran dan
kinerja investasi Dana Pensiun. Sementara dalam PPMP, terdapat
komitmen dari pemilik modal untuk membayar sejumlah tertentu yang
telah dihitung oleh aktuaris.
2) Faktor Kontribusi
Dalam PPIP, jumlah iuran ditetapkan dalam peraturan Dana Pensiun
yang biasanya merupakan proporsi dari gaji karyawan atau presentase
keuntungan, sedangkan dalam PPMP iuran yang diperlukan dihitung oleh
aktuaris sehingga besar iuran dapat berbeda dari periode ke periode
tergantung dari asumsi yang digunakan.
3) Faktor Kewajiban Masa Lalu (Past service Liability)
Terkait dengan adanya pengakuan manfaat PPMP, program ini seringkali
mengakui kewajiban atas masa kerja yang telah dilalui oleh karyawan
sebelum berdirinya Dana Pensiun, sementara pada PPIP tidak terdapat
pengakuan terhadap masa kerja lalu dari peserta pensiun.
13
4) Faktor Administrasi
PPIP akan lebih sederhana karena jumlah manfaat yang diterima oleh
peserta semata-mata tergantung pada kontibusi ditambah dengan hasil
pengembangan dari kontribusi tersebut yang akan diberikan secara
lumpsum (sekaligus). Sedangkan pada PPMP, administrasinya relatif
lebih rumit, karena harus menyelenggarakan program pensiun sepanjang
usia pensiunan, bahkan dilanjutkan kepada janda atau duda pensiunan
atau anaknya hingga usia 25 tahun jika pensiunan karyawan meninggal
dunia.
5) Faktor Beban Resiko Investasi,
Pada PPIP jika kinerja investasi buruk, maka beban tersebut terletak pada
karyawan, begitu pula jika kinerja investasi baik, maka karyawan atau
pesertalah yang akan menikmati rewardnya. Pada PPMP, beban dari
kegagalan investasi terletak pada perusahaan yang harus menanggung
peningkatan biaya kontribusi pensiun sehingga mengakibatkan biaya
tenaga kerja meningkat, sedangkan keberhasilan investasi dinikmati oleh
perusahaan dalam bentuk penurunan kontribusi iuran pensiun yang
mengakibatkan biaya tenaga kerja menurun.
6) Faktor Rumus Perhitungan
Pada PPIP tidak terdapat rumus tertentu, besarnya manfaat pensiun yang
diterima tergantung dari hasil investasi. Jika kinerja investasi lebih besar
daripada yang diharapkan, maka manfaat yang diterima akan lebih
tinggi, dan sebaliknya. Sedangkan dalam PPMP terdapat rumus tertentu
14
untuk menghitung manfaat yang akan diterima pada saat pensiun (Dahlan
Siamat 2004).
5. Jenis Manfaat Pensiun
Manfaat Pensiun adalah pembayaran berkala yang dibayarkan
kepada peserta pada saat dan dengan cara yang ditetapkan dalam peraturan
Dana Pensiun. Secara umum jenis pensiun yang dapat dipilih oleh karyawan
yang akan menghadapi pensiun terdiri dari :
a. Manfaat Pensiun Normal (Normal Retirement)
Adalah manfaat pensiun bagi peserta yang mulai dibayarkan pada saat
peserta pensiun setelah mencapai usia pensiun normal atau sesudahnya,
dimana karyawan berhak untuk pensiun tanpa perlu persetujuan dari
pemberi kerja dengan memperoleh manfaat pensiun penuh.
b. Manfaat Pensiun Dipercepat (Early Retirement)
Adalah manfaat pensiun bagi peserta yang dibayarkan bila peserta
pensiun pada usia tertentu sebelum usia pensiun normal, karena satu
alasan lain karyawan mengajukan permohonan kepada Pemberi Kerja
agar masa pensiunannya dipercepat. Atau pada kondisi tertentu, misalnya
karena adanya pengurangan pegawai di perusahaan tersebut.
c. Manfaat Pensiun Cacat (Disable Retirement)
Adalah manfaat pensiun bagi peserta menjadi cacat dan dianggap tidak
lagi mampu melaksanakan pekerjaannya. Pembayaran pensiun biasanya
dihitung berdasarkan formula manfaat pensiun normal dimasa kerja
diakui seolah-olah sampai usia pensiun normal.
15
d. Pensiun Ditunda (Deferred Retirement)
Adalah hak atas manfaat pensiun bagi peserta yang berhenti bekerja
sebelum mencapai usia pensiun normal, yang ditunda pembayarannya
sampai pada saat peserta pensiun sesuai dengan dengan peratuan Dana
Pensiun (Dahlan Siamat 2004).
6. Iuran Dana Pensiun
Berdasarkan sumber dan jenisnya iuran Dana Pensiun dapat berupa :
a. Iuran Pemberi Kerja (Employer Contributions)
Iuran dari Pemberi Kerja dapat dilakukan bertahap setiap tahun atau
sekaligus pada saat pendirian Dana Pensiun.
b. Iuran Peserta (Employee Contribution)
Peserta / pegawai aktif dapat turut serta untuk mengiur dana yang akan
menjadi haknya pada saat masa pensiun nanti. Turut sertanya peserta
dalam melakukan iuran Dana Pensiun tergantung dari jenis program
pensiun yang diikuti (Dahlan Siamat 2004).
Seluruh iuran pemberi kerja dan peserta serta setiap hasil investasi
yang diperoleh harus disetor kepada Dana Pensiun. Iuran pemberi kerja
harus dibayarkan dengan angsuran setidaknya sekali sebulan kecuali bagi
suatu Dana Pensiun berdasarkan keuntungan yang wajib disetor selambatlambatnya 120 (seratus dua puluh) hari sejak berakhirnya tahun buku
Pemberi kerja. Apabila Pemberi Kerja tidak mampu membayar selama 3
(tiga) bulan berturut-turun maka Pengurus wajib memberitahukan kepada
Menteri Keuangan.
16
Keterlambatan pemberi kerja untuk menyerahkan iuran kepada
Dana Pensiun akan mempengaruhi kemampuan Dana Pensiun dalam
memenuhi kewajibannya. Oleh sebab itu tidak dikehendaki adanya
keterlambatan penyetoran iuran. Pemberi kerja bertanggung jawab atas
keterlambatan tersebut dengan membayar bunga keterlambatan. Mengingat
terdapat berbagai tingkat bunga, maka sebagai dasar perhitungan perlu
dipilih tingkat bunga yang layak, yaitu bunga deposito Bank umum yang
paling menguntungkan bagi peserta yang bersangkutan.
17
Bagan 1
Jenis Program, Manfaat dan Iuran Dana Pensiun
Program Pensiun
Manfaat Pasti
(PPMP)
Iuran dari
Pemberi Kerja
dan Peserta
Iuran hanya dari
Pemberi Kerja
Dana Pensiun
Pemberi Kerja
(DPPK)
Iuran dari
Pemberi Kerja
dan Peserta
Program Pensiun
Iuran Pasti
(PPIP)
Iuran Tetap
Iuran hanya dari
Pemberi Kerja
Iuran
berdasarkan
keuntungan
Dana
Pensiun
Iuran hanya dari
Peserta
Dana Pensiun
Lembaga
Keuangan
Program Pensiun
Iuran Pasti
(PPIP)
Iuran hanya dari
Pemberi Kerja
a.n. Peserta
Iuran dari
Pemberi Kerja
dan Peserta
Sumber : Dahlan Siamat 2004
18
7. Asas-asas Dana Pensiun
Berdasarkan Undang-undang Nomor 11 tahun 1992 tentang Dana
Pensiun penyelenggaraan program pensiun didasarkan pada asas-asas
sebagai berikut :
a. Asas keterpisahan kekayaan Dana Pensiun dari kekayaan badan hukum
pendirinya.
Asas ini didukung oleh adanya badan hukum tersendiri bagi Dana
Pensiun, dan diurus serta dikelola berdasarkan ketentuan Undang Undang. Berdasarkan asas ini kekayaan Dana Pensiun yang terutama
bersumber dari iuran, terlindungi dari hal-hal yang tidak diinginkan
yang dapat terjadi pada pendirinya.
b. Asas penyelenggaraan dalam sistem pendanaan.
Melalui asas ini penyelenggaraan program pensiun, baik bagi
karyawan maupun bagi pekerja mandiri, haruslah dilakukan dengan
pemupukan dana yang dikelola secara terpisah dari kekayaan pendiri,
sehingga cukup untuk memenuhi pembayaran hak peserta.
c. Asas Pembinaan dan Pengawasan.
Penggunaan
kekayaan
Dana
Pensiun
harus
dihindarkan
dari
kepentingan-kepentingan yang dapat mengakibatkan tidak tercapainya
maksud utama dari pemupukan dana, yaitu untuk memenuhi
pembayaran hak peserta. Dalam pelaksanaannya, pembinaan dan
pengawasan meliputi antara izin sistem pendanaan, dan pengawasan
atas investasi kekayaan Dana Pensiun.
19
d. Asas Penundaan Manfaat.
Penghimpunan dana
dalam
penyelenggaraan
program
pensiun
dimaksudkan untuk memenuhi pembayaraan hak peserta yang telah
pensiun, agar kesinambungan penghasilannya terpelihara. Sejalan
dengan itu berlaku atas penundaan manfaat, yang mengharuskan
bahwa pembayaran hak peserta hanya dapat dilakukan setelah peserta
pensiun, yang pembayarannya dilakukan secara berkala.
e. Asas Kebebasan
Yaitu asas kebebasan untuk membentuk atau tidak membentuk Dana
Pensiun. Berdasarkan asas ini keputusan membentuk Dana Pensiun
merupakan prakarsa pemberi kerja untuk menjanjikan manfaat pensiun
bagi karyawannya, yang membawa konsekuensi pendanaan. Hal pokok
yang harus selalu menjadi perhatian utama adalah bahwa keputusan
untuk menjanjikan manfaat pensiun merupakan suatu komitmen yang
membawa konsekuensi pembiayaan, bahkan sampai pada saat Dana
Pensiun terpaksa dibubarkan (Kasmir 2002).
8. Kekayaan Dana Pensiun
Kekayaan dan kemampuan Dana Pensiun untuk meningkatkan
penghasilan investasi di masa yang akan datang merupakan sumber utama
terjaminnya pembayaran manfaat pensiun, artinya Dana Pensiun harus
mampu memberi jaminan hak manfaat peserta yang telah terkumpul pada
akhirnya akan terpenuhi.
20
Kekayaan Dana Pensiun dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Kekayaan yang dikategorikan investasi yaitu meliputi :
1) Deposito On call;
2) Deposito berjangka;
3) Sertifikat Bank Indonesia (SBI);
4) Sertifikat deposito;
5) Saham, obligasi dan surat berharga lainnya yang tercatat dibursa
efek di Indonesia kecuali opsi dan waran;
6) Surat Berharga Pemerintah;
7) Surat berharga Pasar Uang (SBPU) yang diterbitkan badan hukum
yang didirikan berdasarkan hukum di Indonesia;
8) Penempatan langsung pada saham atau surat pengakuan hutang
berjangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun yang diterbitkan oleh
badan hukum yang didirikan berdasarkan badan hukum Indonesia;
9) Tanah dan bangunan di Indonesia;
10) Unit Penyertaan Reksadana.
b. Kekayaan yang dikategorikan bukan investasi, termasuk :
1) Kas dan Giro
2) Piutang yang diperkenankan Undang-undang Dana Pensiun dan
peraturan pelaksanaannya.
3) Kendaraan dinas
4) Perangkat komputer
5) Peralatan kantor dan peralatan lainnya
21
6) Biaya dibayar dimuka
7) Aktiva tetap lainnya (Dahlan Siamat 2004).
Dalam pengelolaan kekayaan Dana Pensiun diperlukan gambaran
yang tepat atas dana yang akan dikeluarkan di masa mendatang yang dapat
diperkirakan dengan mempertimbangkan beberapa faktor yaitu :
a. Faktor Internal, terdiri dari :
1) jumlah peserta penerima manfaat pensiun
2) kualifikasi peserta penerima manfaat pensiun
3) metode perhitungan
4) Biaya transfer
5) Usia Pensiun Normal
6) Biaya Operasional
b. Faktor Eksternal, terdiri dari :
1) Tingkat inflasi
2) Tingkat Mortalita dan Tingkat Anuitas
3) Kenaikan Penghasilan Dasar Pensiun
4) Tingkat bunga aktuaria (Iman Sjahputra 1999).
9. Pendanaan Dana Pensiun
Pada lembaga Dana Pensiun di Indonesia, khususnya Dana Pensiun
Pemberi Kerja (DPPK) Pendiri selaku Pemberi Kerja bertanggung jawab
untuk menjaga agar Dana Pensiun berada dalam keadaan dana terpenuhi,
atau dalam hal keadaan tersebut belum tercapai, bertanggung jawab agar
Dana Pensiun secara bertahap mencapai keadaan dana terpenuhi. Selain itu
22
Pemberi Kerja berkewajiban membayar Iuran Normal dan Iuran Tambahan
apabila ada, yang menjadi tanggung jawabnya dan menyetorkan seluruh
iuran, baik yang berasal dari Pemberi Kerja maupun dari Peserta ke Dana
Pensiun sesuai dengan jumlah dan waktu yang ditetapkan dalam Peraturan
Dana Pensiun atau pernyataan aktuaris.
Dalam upaya melaksanakan aspek pendanaan tersebut Pengurus
diwajibkan melaporkan kualitas pendanaan Dana Pensiun secara berkala
kepada Menteri Keuangan yang dinilai berdasarkan perhitungan aktuaria
dengan menentukan :
a. Kewajiban Aktuaria;
b. Kewajiban Solvabilitas.
Kewajiban Aktuaria menurut PSAK Nomor 18 Paragraf 11 (2007)
didefinisikan sebagai berikut :
”Nilai sekarang pembayaran manfaat pensiun yang akan dilakukan Dana
Pensiun kepada karyawan yang masih bekerja dan yang sudah pensiun,
yang dihitung berdasarkan jasa yang telah diberikan”
Sesuai Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan Repulik Indonesia
Nomor 510/KMK.06/2002 tentang Pendanaan dan Solvabilitas Dana
Pensiun Pemberi Kerja yang dimaksud dengan :
a. Kewajiban Aktuaria
Adalah kewajiban Dana Pensiun yang dihitung berdasarkan anggapan
bahwa Dana Pensiun terus berlangsung sampai dipenuhinya seluruh
kewajiban kepada Peserta dan pihak yang berhak.
23
b. Kewajiban Solvabilitas
Adalah kewajiban Dana Pensiun yang dihitung berdasarkan anggapan
bahwa Dana Pensiun dibubarkan pada tanggal penghitungan aktuaria.
Dalam Pasal 5 ayat (3) KMK RI Nomor : 510/KMK.06/2002 dijelaskan
bahwa :
a. Kewajiban Aktuaria, dihitung berdasarkan jumlah yang lebih besar
diantara Kewajiban Solvabilitas dan bagian dari nilai sekarang Manfaat
Pensiun yang dialokasikan pada masa sebelum tanggal perhitungan
aktuaria menurut metode perhitungan aktuaria yang digunakan untuk
menentukan Iuran Normal.
b. Kewajiban Solvabilitas, dihitung berdasarkan jumlah yang lebih besar
diantara himpunan Iuran Peserta beserta hasil pengembangannya, dan
nilai sekarang Manfaat Pensiun yang dihitung berdasarkan asumsi bahwa
Peserta berhenti bekerja pada tanggal perhitungan aktuaria dan
seluruhnya telah memiliki hak atas dana.
Salah satu unsur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992
menyangkut pendanaan adalah bahwa penyelenggaraan dilakukan dengan
pemupukan dana atau funding system yang terpisah dari kekayaan pendiri.
Untuk itu sebagai sumber pendanaan, berdasarkan kewajiban aktuaria
dihitung jumlah iuran normal yang harus dibayarkan oleh perusahaan
(sponsor) kepada Dana Pensiun. Iuran tersebut dapat sepenuhnya berasal
24
dari pemberi kerja dan dapat juga sebagian dari peserta dengan proporsi
terbesar biasanya pada pemberi kerja (Dahlan Siamat 2004).
Dalam Pasal 6 ayat (2) KMK RI Nomor 510/KMK.06/2002
disebutkan Kekayaan Untuk Pendanaan dihitung dari aktiva bersih
dikurangi dengan :
a. Kekayaan dalam sengketa, atau yang diblokir oleh pihak yang
berwenang.
b. Iuran, baik sebagian atau seluruhnya yang pada tanggal perhitungan
aktuaria belum disetor ke Dana Pensiun lebih dari 3 (tiga) bulan sejak
tanggal jatuh tempo.
c. Kekayaan yang ditempatkan di luar negeri.
d. Jenis kekayaan yang dikategorikan sebagai piutang lain-lain-lain dan
aktiva lain-lain.
Tujuan dari pendanaan adalah untuk menjamin kepastian
pembayaran manfaat atas adanya kemungkinan pemberi kerja menjadi tidak
mampu membayar manfaat pensiun tersebut dimasa yang akan datang.
Kontribusi kepada Dana Pensiun sifatnya tidak dapat ditarik kembali,
sebaliknya akan dikelola dalam berbagai bentuk instrumen yang dianggap
menguntungkan untuk meningkatkan kekayaan Dana Pensiun yang akan
digunakan untuk membayar manfaat kepada peserta pada waktunya.
Pendanaan merupakan prosedur keuangan sehingga jumlah iuran
yang dibayarkan oleh pemberi kerja dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti ketersediaan dana, pertimbangan kebijakan perpajakan, dan lain-lain.
25
Pada pendanaan dengan metode aktuaria yang telah disinggung diatas
dikenal istilah underfunded, fully funded serta over funded :
a. Underfunded :
Yaitu jika nilai sekarang dari kewajiban aktuaria ternyata melebihi nilai
wajar aktiva bersih yang ada yang merupakan akumulasi iuran dan
pengembangannya. Dalam funding system ini umumnya perusahaan
harus mengeluarkan iuran tambahan untuk menyeimbangkan nilai
sekarang kewajiban manfaat dengan nilai wajar aktiva bersih yang ada.
b. Fully Funded :
Yaitu jika jumlah nilai sekarang dari kewajiban aktuaria seimbang
dengan nilai wajar aktiva yang ada. Seandainya pada saat ini Dana
Pensiun dibubarkan, maka Dana Pensiun akan sanggup memenuhi
kewajibannya.
c. Over Funded :
Yaitu jika jumlah nilai sekarang dari kewajiban aktuaria melebihi nilai
wajar aktiva yang ada. Seandainya pada saat ini Dana Pensiun
dibubarkan, maka setelah kewajiban manfaat pensiun dipenuhi,
pemegang saham masih akan memperoleh kelebihan dari penjualan
aktiva bersih (Iman Sjahputra 1999).
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 510/KMK.06/2002, kualitas pendanaan Dana Pensiun
program manfaat pasti dikelompokkan dalam 3 (tiga) kategori, yaitu :
a. Tingkat pertama, apabila Dana Pensiun berada dalam keadaan terpenuhi.
26
b. Tingkat kedua, apabila kekayaan untuk pendanaan kurang dari kewajiban
aktuaria dan tidak kurang dari kewajiban solvabilitas.
c. Tingkat ketiga, apabila kekayaan untuk pendanaan kurang dari kewajiban
solvabilitas.
Kekayaan Dana Pensiun berasal dari iuran pensiun, baik iuran
normal maupun iuran tambahan. plus hasil pengembangan, sehingga untuk
mencapai keadaan dana terpenuhi. Ada persyaratan yang harus dipenuhi :
a. Dalam hal iuran pensiun, maka menjadi kewajiban pendiri untuk
membayar iuran pensiun sesuai dengan perhitungan aktuaria.
b. Dari sisi pengembangan investasi, menjadi kewajiban Pengurus Dana
Pensiun untuk bisa mencapai target investasi sesuai dengan yang telah
ditetapkan (Dahlan Siamat 2004).
B. Perpajakan Dana Pensiun
1. Pengertian Pajak Penghasilan
Pajak bukanlah merupakan iuran yang bersifat sukarela, akan tetapi
iuran yang dapat dipaksakan, sehingga kelalaian dalam memenuhi
kewajiban perpajakan dapat merugikan wajib pajak yang bersangkutan.
Sehingga pada intinya ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak antara
lain sebagai berikut :
a. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan
pelaksanaannya.
27
b. Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari
sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor negara (pemungut
pajak).
c. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum
pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin
maupun pembangunan.
d. Tidak dapat ditunjukkan adanya imbalan (kontraprestasi) individual oleh
pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para wajib
pajak ( Muhammad Zain 2003).
Menurut Pasal 4 ayat (1) yang dimaksud penghasilan adalah setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak,
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak
(Gunadi 2002).
George Schanz mengemukakan apa yang disebut dengan The
Accretion Theory of Income yang menyatakan bahwa pengertian
penghasilan untuk keperluan perpajakan seharusnya tidak membedakan
sumbernya dan tidak menghiraukan pemakaiannya, melainkan lebih
menekankan kepada kemampuan ekonomis yang dapat dipakai untuk
menguasai barang dan jasa (R. Mansury 1994).
Konsep penghasilan untuk tujuan pajak penghasilan dapat berbeda
dengan konsep penghasilan pada akuntansi komersial, karena pada
umumnya berkaitan dengan keadilan vertikal dan horisontal serta dapat
28
dipakai sebagai instrumen kebijakan ekonomi dan sosial. Untuk keperluan
perpajakan sekurang-kurangnya terdapat 2 (dua) pendekatan pendefinisian
penghasilan yaitu :
a. Pendekatan Sumber (Source Concept Of Income).
Menurut konsep ini, beberapa penghasilan yang termasuk dalam kategori
penghasilan secara akuntansi komersial yang tidak tersebut dalam
ketentuan perpajakan bukanlah penghasilan yang dikenakan pajak
(menurut pajak).
b. Pendekatan Pertambahan (Accretion Concept Of Income).
Definisi pendekatan pertambahan menyebutkan istilah penghasilan
secara meluas yang meliputi unsur pertambahan kekayaan dan
pengeluaran konsumsi tanpa melihat adanya sumber (Gunadi 2002).
2. Insentif Pajak Penghasilan
Penghasilan Kena Pajak (taxable income) sebagai Dasar Pengenaan
Pajak dihitung setelah mengurangi gross income dengan berbagai
pengurangan-pengurangan yang diperkenankan (tax relief) oleh undangundang. Sebagai konsekuensi dipilihnya penghasilan sebagai obyek pajak,
tax relief menjadi bagian yang tidak bisa dihindari keberadaannya. Jika
tidak ada tax relief sama artinya dengan mengganti pajak penghasilan
dengan pajak penjualan atau pajak atas transaksi (Haula Rosdiana 2003).
Untuk mencapai fungsi mengatur dari pajak, maka pemerintah
dalam penyusunan kebijakan perpajakannya mengadakan perubahanperubahan tarif
yang bersifat umum serta memberikan beberapa
29
pengecualian, berbagai keringanan (insentif pajak) atau sebaliknya
pemberatan-pemberatan yang khusus ditujukan pada suatu hal (R. Santoso
Brotodiharjo 1991).
Pemberian insentif pajak sebagai salah satu sarana mewujudkan
fungsi mengatur dari pajak, memiliki dua bentuk dasar, yaitu :
a. Insentif yang berhubungan dengan jumlah modal yang diinvestasikan,
terdiri dari :
1) Investment Credit
Merupakan pemberian insentif dimana terdapat pengurangan khusus
pada kewajiban tahun yang berjalan bagi pembayar pajak yang
melakukan investasi pada industri tertentu yang semata-mata
dihubungkan dengan jumlah modal yang diinvestasikan.
2) Investment Allowance
Merupakan variasi dari investment credit. Perbedaannya adalah
pengurangan dilakukan terhadap penghasilan kena pajak tahun
berjalan dan bukan terhadap pajak.
3) Investment Reserve
Merupakan insentif pajak dimana
pembayar pajak diperbolehkan
untuk membentuk cadangan bebas pajak untuk suatu tahun tertentu
yang jumlahnya sama dengan proporsi tertentu dari jumlah modal
yang diinvestasikan. Pada suatu saat jumlah cadangan tersebut harus
dimasukkan ke dalam laba kena pajak. Berbeda dengan investment
credit dan investment allowance yang bersifat permanen, investment
30
reserve bersifat sementara karena cadangan yang dibentuk akan
dikenakan pajak dimasa yang akan datang.
b. Insentif yang berhubungan dengan pendapatan, terdiri dari :
1) Tax Exemption
Yaitu pembebasan pajak atas pendapatan dari investasi tertentu.
Pembebasan ini dapat bersifat permanen ataupun sementara.
2) Tax Reduction
Yaitu penurunan tarif pajak atas pendapatan dari investasi tertentu.
3) Tax Sparing Credit
Yaitu suatu pengurangan pajak yang diizinkan oelh negara pengekspor
modal, baik dengan menggunakan tax credit atau tax reduction.
Pajak bukan hanya berfungsi untuk mengisi kas negara. Pajak juga
digunakan pemerintah sebagai instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pajak digunakan untuk
memproteksi produksi dalam negeri, pajak digunakan untuk mendorong
impor, untuk merangsang investasi dan pajak juga bisa digunakan untuk
menghambat atau mendistorsi suatu kegiatan perdagangan. Dalam hal ini
pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur (Mardiasmo 2002).
3. Kewajiban Perpajakan Dana Pensiun
Dana Pensiun adalah suatu badan hukum yang mengelola dan
menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. Dana Pensiun
adalah suatu bentuk badan hukum baru yang bersifat mandiri, bertanggung
jawab menghimpun dan mengelola dana milik peserta program pensiun.
31
Program Dana Pensiun merupakan suatu program yang diselenggarakan
oleh pemberi kerja (Perusahaan atau Pemerintah). Untuk menyediakan
jaminan hari tua dan untuk memberikan penghargaan atas jasa-jasa
karyawan pegawai yang telah bekerja selama bertahun-tahun. Karyawan
akan mendapatkan semacam tunjangan setiap bulan setelah ia pensiun.
Pada dasarnya Dana Pensiun merupakan Subyek Pajak yang
memiliki kewajiban perpajakan yang sama dengan Wajib pajak lainnya.
Hanya saja, dalam pelaksanaannya terdapat ketentuan yang mengatur
khusus terhadap kewajiban perpajakan Dana pensiun tersebut, baik itu yang
berkaitan dengan kewajiban PPh Badan maupun kewajiban pemotongan
PPh Pasal 21 terhadap penerima pensiun.
Dana Pensiun sebagai Subjek Pajak mempunyai kewajibankewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan perpajakan
sebagai berikut :
a. Memenuhi kewajiban perpajakan Dana Pensiun sendiri, yaitu Pajak
Penghasilan Pasal 25 dan 29 serta mengisi dan memasukkan SPT PPh
tahunannya.
b. Sebagai pemotong PPh Pasal 21 atas :
1) Penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, dan sebagainya yang
dibayarkan kepada karyawannya.
2) Pembayaran uang pensiun dan uang tebusan pensiun kepada para
peserta program Dana Pensiun.
32
3) Sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atau pasal 26 atas
pembayaran berupa penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 23
dan Pasal 26 Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 17 Tahun
2000.
4. Perlakuan Khusus Pajak Penghasilan Bagi Dana Pensiun Yang Telah
Disahkan Oleh Menteri Keuangan.
Di Indonesia terdapat perlakuan khusus terhadap Subyek maupun
Obyek pajak, salah satunya seperti yang terdapat pada Dana Pensiun. Dana
Pensiun mendapatkan fasilitas pajak penghasilan berupa pengecualian
obyek pajak terhadap iuran dan penghasilan dari modal yang diterima serta
terdapat penerapan tarif khusus atas penghasilan yang diberikan berupa
uang pensiun.
Sesuai Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007
penanaman modal oleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan diatur sebagai berikut:
a. Bukan Obyek Pajak Penghasilan :
1).Iuran Pensiun yang diterima diperoleh dari pemberi kerja dan
pegawai;
2).Penghasilan dari modal yang ditanamkan pada berbagai jenis
investasi, yaitu :
- Bunga deposito, sertifikat deposito dan tabungan pada BI serta
Sertifikat Bank Indonesia.
- Bunga obligasi yang diperdagangkan di pasar modal di Indonesia;
33
- Dividen saham pada perseroan terbatas yang tercatat di bursa efek
di Indonesia;
- Penempatan langsung pada saham atau surat pengakuan utang
berjangka waktu lebih dari satu tahun yang diterbitkan oleh badan
hukum yang didirikan berdasarkan badan hukum Indonesia;
- Tanah dan Bangunan di Indonesia.
- Saham atau unit penyertaan Reksadana.
3).Penerimaan dividen dari penyertaan dalam negeri yang memenuhi
Pasal 4 ayat (3) huruf f UU No. 17/2000.
4).Setoran modal dalam pembentukan atau pendirian Dana Pensiun
b. Dikenakan PPh-Final
1).Menyewakan tanah/bangunan dikenakan PPh-Final sebesar 10% dari
jumlah bruto tidak termasuk PPN;
2).Jual-beli saham di Bursa Efek di Indonesia PPh-Final sebesar 0,1%
dari harga jual saham (bukan saham pendiri);
c. Dikenakan PPh-Tidak Final
Jenis-jenis usaha yang lain, yakni dalam hal Dana Pensiun mendirikan
anak perusahaan yang bergerak di berbagai bidang misalnya : hotel,
industri, perdagangan, dan lain-lain
d. Biaya Yang Boleh Dibebankan sebagai Pengurang Penghasilan Kena
Pajak
Biaya untuk mendapatkan menagih dan memelihara penghasilan yang
bukan obyek PPh dan yang dikenakan PPh Final, tidak boleh
34
dikurangkan, oleh karena itu didalam pembukuan harus dipisahkan
secara jelas biaya langsung untuk masing-masing kelompok penghasilan.
Untuk biaya yang tidak dapat dipisahkan secara jelas, misalnya biaya
kantor; maka setelah dilakukan koreksi fiskal, dialokasikan berdasarkan
jumlah peredaran usaha. Cara melakukan koreksi fiskal seperti WP badan
dalam negeri lainnya.
e. Melakukan pemotongan/pemungutan PPh-Pasal 21, 23, 26, 4(2) Final.
Dana
Pensiun
merupakan
WP
Badan
DN,
wajib
melakukan
pemotongan/pemungutan PPh pihak lain (PPh-Pasal 21, PPh. Pasal 23,
PPh Pasal 26, PPh-Final) seperti WP Badan lainnya.
f. Penghitungan Pajak Penghasilan Badan.
Mekanisme penghitungan PPh Pasal 29 atau PPh Badan bagi Dana
Pensiun sama dengan Wajib Pajak Badan lainnya. Akan tetapi karena
sebagian besar atau dapat dikatakan hampir seluruh penghasilan Dana
Pensiun bukan merupakan Objek pajak penghasilan, maka terdapat
beberapa penerapan kebijakan terhadap mekanisme perhitungannya. Hal
ini dikarenakan karena adanya aturan yang ketat dari Menteri Keuangan
mengenai penempatan investasi dan batasan yang diperkenankan dalam
menempatkan dana pada bidang-bidang tertentu.
Secara umum Dana Pensiun harus menjumlahkan seluruh
penghasilan bruto yang merupakan objek pajak PPh yang tidak
dikenakan PPh Final. Dari jumlah penghasilan bruto tersebut dikurangi
dengan biaya-biaya yang berkaitan langsung dengan kegiatan usaha,
35
namun tidak termasuk biaya-biaya yang terkait dengan penghasilan yang
bukan objek PPh dan penghasilan yang dikenakan PPh Final.
Dalam hal biaya yang dikeluarkan oleh Dana Pensiun untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara ternyata bukan objek PPh dan
ternyata dapat diketahui/dipisahkan, maka untuk menghitung biaya atau
penghasilan yang bukan objek PPh adalah harus sesuai dengan kenyataan
itu. Namun terhadap biaya-biaya yang sulit untuk dipisahkan tetap
menggunakan cara perkalian proporsional dari total biaya.
Biaya-biaya yang sulit untuk dipisahkan menggunakan cara
perkalian proporsional sesuai Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE16/PJ.4/1995 butir 6. Contoh penghitungannya adalah sebagai berikut :
Dana Pensiun A, yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari
Menteri Keuangan memperoleh penghasilan bruto yang terdiri dari :
1) Penghasilan yang bukan merupakan obyek pajak sesuai pasal 4 ayat 3
huruf g sebesar Rp. 100.000.000,2) Penghasilan bruto diluar butir 1). sebesar Rp 300.000.000,3) Jumlah penghasilan bruto Rp 400.000.000,Apabila seluruh biaya adalah sebesar Rp 200.000.000,- maka biaya yang
boleh dikurangkan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan adalah : ¾ x Rp 200.000.000,- = Rp 150.000.000,-
36
g. Pemotongan Pajak Penghasilan Oleh Pihak Lain.
Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan menerima atau memperoleh bunga atau diskonto yang berasal
dari deposito dan atau tabungan Sertifikat Bank Indonesia, maka pemberi
penghasilan tidak perlu memotong Pajak Penghasilan. Begitu pula bila
Dana Pensiun menerima atau memperoleh bunga dan/atau deviden dari
obligasi dan /atau saham yang diperdagangkan di bursa efek di Indonesia,
pemberi hasil juga tidak perlu memotong Pajak Penghasilan. Akan tetapi,
bila bunga dan/ atau deviden yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun
tersebut bukan berasal dari obligasi dan/ saham yang diperdagangkan di
bursa efek di Indonesia, maka penghasilan tersebut merupakan Objek
Pajak dan harus dipotong PPh Pasal 23 oleh pihak yang membayarkan
bunga dan/ atau deviden tersebut.
Namun demikian, terdapat ketentuan yang mengatur tentang
pengajuan
Surat
Keterangan
Bebas
(SKB)
Pemotongan
Pajak
Penghasilan. Artinya Dana Pensiun baru akan mendapatkan fasilitas
pembebasan pemotongan pajak oleh pihak lain atas penghasilanpenghasilan yang telah disebutkan diatas dengan syarat harus
mengajukan terlebih dahulu Surat Keterangan Bebas (SKB) yang
diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Dana Pensiun yang
bersangkutan terdaftar. Tanpa adanya SKB maka pihak yang memberi
penghasilan wajib memotong pajak yang terhutang dan harus
menyetorkannya kepada kas negara sesuai ketentuan yang berlaku.
37
Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 5 Keputusan Menteri Keuangan
Nomor : 51/KMK.04/2001 tanggal 1 Februari 2001 dan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor 160/PJ/2005 tanggal 09 Nopember 2005
yang mengatur persyaratan untuk mendapatkan SKB.
h. Perlakukan Pajak Terhadap Pembayaran Uang Pensiun.
Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) yang menjalankan Program
Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) wajib melakukan penghitungan PPh Pasal
21 atas pembayaran manfaat pensiun yang dibayarkan kepada pensiunan,
terlepas dari PPh 21 yang terhutang tersebut dipotong dari penghasilan
pensiunan maupun ditanggung oleh Dana Pensiun. Penghasilan yang
terhutang PPh pasal 21 dari Manfaat Pensiun yang dibayarkan oleh Dana
Pensiun terdiri dari Manfaat Pensiun Bulanan ataupun Manfaat Pensiun
Sekaligus.
Download