BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketatnya persaingan dalam dunia bisnis menjadi pemicu yang kuat bagi manajemen perusahaan untuk menampilkan performa terbaik dari perusahaan yang dipimpinnya, karena baik buruknya performa perusahaan akan berdampak terhadap nilai perusahaan di pasar dan juga mempengaruhi minat investor untuk menanam atau menarik investasinya dari sebuah perusahaan. Akhirnya, hal ini mempengaruhi ketersediaan dan besarnya dana yang bisa dimanfaatkan perusahaan beserta tinggi rendahnya cost of capital yang harus ditanggungnya. Untuk memperlihatkan performa perusahaan, manajemen perusahaan harus menyediakan laporan keuangan. Menurut PSAK No.1 (2009:07) laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya, sebagai laporan arus kas, atau laporan arus kas dana), catatan laporan keuangan. Disamping itu, informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya, informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga. Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupakan sumber informasi mengenai posisi keuangan perusahaan, posisi kinerja perusahaan, serta kinerja perusahaan yang sangat berguna untuk pengambilan keputusan. Laporan 1 keuangan memberikan informasi yang dibutuhkan pengguna laporan keuangan, yakni mengenai likuiditas, solvabilitas, profitabilitas, dan lain-lain, oleh karena itu, informasi yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut harus dapat dipahami, relevan, andal, dan dapat diperbandingkan serta dapat menggambarkan kondisi perusahaan pada masa lalu dan proyeksi masa datang. Salah satu informasi yang sangat penting dalam pengambilan keputusan adalah laba. Informasi laba merupakan komponen laporan keuangan perusahaan yang bertujuan untuk menilai kinerja manajemen, membantu mengestimasi kemampuan laba yang representif dalam jangka panjang, menaksir resiko dalam investasi atau meminjamkan dana (Budiasih, 2009). Laba yang lebih tinggi dari periode sebelumnya dapat menunjukkan kinerja yang baik dan mempengaruhi peningkatan harga saham perusahaan. Situasi ini disadari oleh manajemen, terutama mereka yang kinerjanya diukur berdasarkan informasi laba, sehingga hal ini mendorong timbulnya perilaku yang tidak semestinya (dysfunctional behaviour). Dysfunctional behaviour dari pihak manajemen ini sangat terkait dengan teori keagenan (agency theory). Teori tersebut menyatakan bahwa hubungan keagenan merupakan sebuah persetujuan di antara dua pihak, yaitu prinsipal (pemilik) dan agen (manajemen), dimana prinsipal memberikan wewenang kepada agen untuk mengambil keputusan atas nama prinsipal (Jensen dan Meckling, 1976). Dalam teori keagenan, terdapat perbedaan kepentingan antara agen dengan prinsipal, sehingga mungkin saja pihak manajemen tidak selalu melakukan tindakan terbaik bagi kepentingan pemilik. Manajemen mempunyai keinginan untuk meningkatkan kesejahteraannya, sedangkan pemegang saham mempunyai keinginan untuk meningkatkan kekayaannya. Perbedaan kepentingan ini tidak hanya terjadi antara pihak manajemen dengan pemegang saham saja, tetapi juga dengan pengguna informasi akuntansi lainnya, seperti kreditor dan pemerintah. Kreditor hanya ingin memberikan kredit sesuai kemampuan perusahaan sedangkan manajemen berkeinginan memperoleh kredit sebesar mungkin dengan bunga yang rendah. Pemerintah ingin memungut pajak sebesar mungkin sedangkan manajemen ingin membayar pajak serendah mungkin Jin dan Macfoedz (dalam Kartika, 2005). Oleh karena itu, manajemen memiliki kecenderungan untuk melakukan tindakan yang dapat membuat laporan keuangan menjadi lebih baik, salah satunya adalah tindakan pengelolaan laba (earnings management) atau bahkan terdorong untuk melakukan manipulasi laba (earnings manipulation). Menurut Scott (2006), Pengelolaan laba (earning management) adalah pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajemen untuk dapat mencapai beberapa tujuan tertentu. Pemilihan kebijakan akuntansi tersebut termotivasi dari tujuan efisiensi maupun oportunistik. Pengelolaan laba bersifat efisien apabila manajemen perusahaan berusaha untuk menambah tingkat transparasi laba dalam mengkomunikasikan hal yang bersifat informasi internal perusahaan, dan pengelolaan laba secara oportunistik apabila manajemen perusahaan berusaha untuk memaksimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Menurut Aji dan Mita (2010) teknik-teknik pengelolaan laba yang oportunistik seringkali menggunakan teknik perataan laba (income smoothing). Koch (dalam Suwito dan Arleen, 2005) menjelaskan perataan laba adalah cara yang digunakan manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang diinginkan baik melalui metode akuntansi atau transaksi. Income Smoothing biasanya dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan mengatur waktu transaksi, memilih prinsip atau metode alokasi, dan mengatur penggolongan antara laba operasi normal. Tidak semua negara menganggap income smoothing ini merupakan pekerjaan haram. Swedia misalnya membenarkan perlakuan ini sepanjang dibuat secara transparan dan memang ada hakikatnya hasilnya sama dengan jangka panjang (Harahap, 2001). Dilakukannya tindakan income smoothimg ini biasanya untuk mengurangi pajak dan meningkatkan kepercayaan investor yang beranggapan laba yang stabil akan mengurangi kebijakan deviden yang stabil. Selain itu, income smoothing dilakukan manajemen untuk memberi informasi yang relevan dalam melakukan prediksi terhadap laba di masa yang akan datang. Income smoothing dilakukan untuk meningkatkan relasi-relasi usaha, meningkatkan presepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen dan meningkatkan kompensasi manajemen. Income smoothing dapat diukur dengan menggunakan Indeks Eckel, karena 1) obyektif dan berdasarkan pada statistik dengan pemisahan yang jelas antara perusahaan yang melakukan perataan laba atau tidak; 2) mengukur terjadinya perataan laba tanpa memaksakan prediksi pendapatan, pembuatan model dari laba yang diharapkan, pengujian biaya, atau pertimbangan yang subjektif; 3) mengukur perataan laba dengan menjumlahkan pengaruh dari beberapa perataan laba yang potensial dan menyelidiki pola dari perilaku perataan laba selama periode tertentu Ashari et al. (dalam Lydiana, 2007). Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan menurut berbagai cara, antara lain: total aset, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain. Penentuan ukuran perusahaan dalam penelitian ini diproksikan dengan logaritma natural total aset perusahaan, karena nilai total aset yang disajikan secara historis dianggap lebih stabil dan lebih dapat mencerminkan ukuran perusahaan. Perusahaan yang memiliki aset besar kemudian dikategorikan sebagai perusahaan besar diperkirakan akan menghindari fluktuasi laba yang terlalu drastis. Sebab, pada saat kenaikan laba yang terlalu tinggi akan menyebabkan bertambahnya pajak yang harus ditanggung oleh perusahaan, sedangkan pada saat terjadi penurunan laba yang terlalu drastis, akan mengakibatkan image perusahaan yang kurang baik dari berbagai pihak. Tingkat profitabilitas mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan dan tingkat efisiensi atas penggunaan aset perusahaan serta merupakan salah satu aspek yang penting sebagai acuan oleh investor atau pemilik dalam menilai kinerja suatu perusahaan. Dalam penelitian ini profitabilitas diproksikan dengan rasio ROA (Return on Assets) dengan cara membandingkan laba bersih dengan total aset. Semakin tinggi tingkat ROA maka akan memberikan efek terhadap volume penjualan saham, artinya tinggi rendahnya ROA akan mempengaruhi minat investor dalam melakukan investasi kepada perusahaan. Menurut Sartono (2001) financial leverage menunjukkan proporsi penggunaan utang untuk membiayai investasinya. Financial leverage diproksikan dengan rasio DER (debt to equity) yang diperoleh melalui total utang dibagi dengan total ekuitas. Semakin besar utang perusahaan maka semakin besar pula risiko yang dihadapi investor sehingga investor akan meminta tingkat keuntungan yang semakin tinggi dan investor akan semakin takut untuk menginvestasikan modalnya ke perusahaan karena resikonya tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Lidyana (2007) menemukan bukti bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap perataan laba tetapi ukuran perusahaan dan financial leverage tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Budiasih (2009) menemukan bukti bahwa ukuran perusahaan, financial leverage dan dividen payout ratio berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ulfah (2011) disimpulkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba sedangkan profitabilitas dan dividen payout ratio berpengaruh negatif terhadap praktik perataan laba. Penelitian ini merujuk dari penelitian Ernawati (2011). Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu ukuran perusahaan yang diproksikan dengan log natura total aset, profitabilitas yang diproksikan dengan Net Profit Margin (NPM), dan leverage yang diproksikan dengan Debt to Equity Ratio (DER) memberikan kesimpulan yang berbeda dari penelitian sebelumnya. Ernawati (2011) menyimpulkan bahwa secara simultan ukuran perusahaan, profitabilitas, dan financial leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap praktek income smoothing. Secara parsial hanya profitabilitas saja yang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap praktek income smoothing, sedangkan ukuran perusahaan dan financial leverage berpengaruh terhadap praktek income smoothing tetapi tidak signifikan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Ernawati (2011) adalah penggunaan variabel ukuran perusahaan, profitabilitas dan leverage. Perbedaan dengan penelitian Ernawati (2011) penulis menggunakan perusahaan manufaktur periode tahun 2009 sampai 2012 dan menggunakan teknik analisis regresi logistik. Serta penggunaan Return On Asset (ROA) sebagai pengganti dari Net Profit Margin (NPM) dalam mengukur tingkat profitabilitas perusahaan. Hal ini berdasarkan alasan bahwa ROA dapat dijadikan sebagai ukuran dari tingkat pengembalian yang dihasilkan oleh aset organisasi (Atkinson et al., 2004) atau bagaimana kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat aset tertentu. Semakin tinggi rasio yang diperoleh maka semakin efisien manajemen aset perusahaan. Perbedaan juga terdapat pada obyek penelitian yaitu penggunaan perusahaan manufaktur. Penelitian ini bermaksud mengkonfirmasi hasil dari beberapa penelitian sebelumnya yang masih terdapat ketidakkonsistenan antara penelitian satu dengan penelitian yang lain. Bedasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas, dan leverage terhadap praktik income smoothing”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap praktik income smoothing? 2. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap praktik income smoothing? 3. Apakah leverage berpengaruh terhadap praktik income smoothing? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Pengaruh ukuran perusahaan berpengaruh terhadap praktik income smoothing. 2. Pengaruh profitabilitas berpengaruh terhadap praktik income smoothing. 3. Pengaruh leverage berpengaruh terhadap praktik income smoothing. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat: 1. Kontribusi Praktis Bagi investor, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan bagi investor untuk mengantisipasi adanya praktik income smoothing yang dilakukan oleh pihak manajemen. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak manajemen bahwa dengan pengujian secara empiris dapat diketahui apakah perusahaan melakukan praktik income smoothing atau tidak serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi praktik income smoothing tersebut. 2. Kontribusi Teoretis Untuk membuktikan secara empiris mengenai praktik income smoothing pada perusahaan manufaktur sektor aneka industri yang terdaftar di BEI. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas dan tidak mengarah, maka pada penelitian ini dibatasi pada masalah pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas, dan leverage terhadap praktik income smoothing. Hal-hal lain diluar unsur atau variabel tersebut akan disinggung sepanjang hal tersebut dipandang perlu. Adapun obyek yang diteliti adalah perusahaan manufaktur terdaftar di BEI pada periode 2009 sampai 2012.