PROFIL KOLESTEROL DAN TRIGLISERIDA DARAH TIKUS PUTIH YANG DIBERI PAKAN DAGING YANG DIFERMENTASI Lactobacillus plantarum 1B1 SKRIPSI SURYANI PRATIWI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN SURYANI PRATIWI. D14204021. 2008. Skripsi. Profil Kolesterol dan Trigliserida Darah Tikus Putih yang Diberi Pakan Daging yang Difermentasi Lactobacillus plantarum 1B1. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si. Pembimbing Anggota : Tuti Suryati, S.Pt., M.Si. Kolesterol merupakan zat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh terutama untuk bahan dasar pembentukan hormon-hormon steroid, komponen membran sel dan selsel saraf. Namun demikian, jika kadar kolesterol dalam darah meningkat melebihi batas normal akan menimbulkan gangguan pada kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari profil kolesterol dan trigliserida serum darah tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberi pakan mengandung daging fermentasi Lactobacillus plantarum 1B1. Bakteri Lactobacillus plantarum 1B1 diduga bersifat probiotik yang dapat memberikan efek menurunkan kolesterol darah. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hewan Percobaan Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Laboratorium Bagian IPT Ruminansia Besar Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan, dan Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada bulan Juni sampai Agustus 2007. Penelitian ini menggunakan bahan utama berupa daging sapi bagian knuckle dan kultur starter Lactobacillus plantarum 1B1 koleksi Laboratorium Bagian IPT Ruminansia Besar Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih albino Norway rats (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley umur 3-4 minggu berjenis kelamin jantan sebanyak 12 ekor. Tikus tersebut dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu tikus kontrol (P1), tikus yang diberi pakan mengandung daging fermentasi (P2) dan tikus yang diberi pakan mengandung daging non fermentasi (daging panggang) sebagai P3. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap. Peubah yang diamati meliputi kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol HDL, kolesterol LDL dan indeks aterogenik. Hasil Analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pakan yang berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap kadar trigliserida darah namun tidak berpengaruh nyata terhadap kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan indeks aterogenik. Rataan dan simpangan baku kadar trigliserida untuk P3(102,5+24 mg/dl) lebih tinggi daripada P2(87,38+18,63 mg/dl) dan P1(61,14+11,87 mg/dl). Rataan dan simpangan baku kadar kolesterol total untuk P1, P2 dan P3 adalah 59,06+11,11 mg/dl, 57,42+15,10 mg/dl dan 65,89+3,03 mg/dl, rataan dan standar deviasi kolesterol LDL untuk P1, P2 dan P3 adalah 34,98+8,47 mg/dl, 29,63+13,24 mg/dl dan 35,52+2,34 mg/dl, rataan dan standar deviasi kolesterol HDL untuk P1, P2 dan P3 adalah 11,85+4,10 mg/dl, 10,31+2,07 mg/dl dan 9,9+1,37 mg/dl serta rataan dan standar deviasi indeks aterogenik untuk P1(3,95+1,15), P2(4,63+1,55) dan P3(5,74+0,85). Kesimpulan penelitian ini adalah konsumsi daging fermentasi tidak berpengaruh terhadap kadar kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL dan trigliserida darah serta indeks aterogenik pada tikus putih. Kata-kata kunci : Lactobacillus plantarum, daging fermentasi, kolesterol ABSTRACT Blood Profiles of Trygliseride and Cholesterol of Rats Fed Lactobacillus plantarum 1B1 Fermented Meat Pratiwi, S., I. I. Arief and T. Suryati This research was aimed to investigate the effects of Lactobacillus plantarum 1B1 fermented meat on concentration of total cholesterol, high density lipoprotein cholesterol (HDL-C), low density lipoprotein cholesterol (LDL-C), triglyseride and atherogenic index in rat blood serum. Twelve male rats of Sprague Dawley were used in this experiment. The rats were divided into three groups. The control group (P1) were fed with casein as source of protein. The second group (P2) were fed with fermented meat as source of protein and the last group (P3) were fed with non fermented meat (roasted beef) as source of protein. This study was conducted for 35 days which was 5 days for adaptation periode and 30 days as treatment periode. The examination of total cholesterol, HDL-C, LDL-C and trygliseride were conducted at the end of the treatment periode. The observation for blood profiles and atherogenic index were analyzed using randomized complete design. Result showed that triglyseride concentration were statistically different (P<0,05). Although, there were no significant difference (P>0,05) in the result obtained for total cholesterol, HDLC, LDL-C and atherogenic index, the values of total cholesterol, LDL-C, atherogenic index and triglyceride decreased with the use of fermented meat in diet than the use of roasted beef. Keywords: Lactobacillus plantarum 1B1, fermented beef, cholesterol PROFIL KOLESTEROL DAN TRIGLISERIDA DARAH TIKUS PUTIH YANG DIBERI PAKAN DAGING YANG DIFERMENTASI Lactobacillus plantarum 1B1 SURYANI PRATIWI D14204021 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PROFIL KOLESTEROL DAN TRIGLISERIDA DARAH TIKUS PUTIH YANG DIBERI PAKAN DAGING YANG DIFERMENTASI Lactobacillus plantarum 1B1 Oleh: SURYANI PRATIWI D14204021 Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 8 Agustus 2008 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si. NIP. 132 243 330 Tuti Suryati, S.Pt., M.Si. NIP. 132 159 706 Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr. NIP. 131 955 531 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Juli 1986 di Sumenep, Madura, Jawa Timur. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Achmad dan Ibu Suhriyah. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SDN Kolor II Sumenep. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTPN I Sumenep dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMUN I Sumenep. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2004. Selama mengikuti pendidikan, penulis pernah bergabung dalam keanggotaan Famm Al An’aam periode 2004-2007, menjadi guru bantu di SDN Bengle, Ciampea pada periode 2004-2005 dalam program guru bantu yang diadakan oleh BEM KM IPB. Penulis juga mendapat kesempatan menjadi asisten dosen praktikum mata kuliah Pendidikan Agama Islam periode 2007-2008. KATA PENGANTAR Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga penulis memperoleh kemudahan dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Profil kolesterol dan trigliserida darah tikus putih yang diberi pakan daging yang difermentasi Lactobacillus plantarum 1B1” ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Semakin tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan telah membawa perubahan tuntutan terhadap produk pangan yaitu tidak hanya memiliki nilai nutrisi namun juga dapat memberikan pengaruh yang baik bagi kesehatan. Pengolahan daging fermentasi yang memanfaatkan kultur starter Lactobacillus plantarum 1B1 diharapkan tidak hanya menghasilkan suatu produk inovasi yang memiliki masa simpan yang lama tetapi juga baik bagi kesehatan terutama yang berkaitan dengan peningkatan kadar kolesterol darah yang rentan dipengaruhi oleh produk-produk hewani seperti daging. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Bogor, September 2008 Penulis DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN .............................................................................................. ii ABSTRACT................................................................................................. iii LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................... iv LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... v RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... vi KATA PENGANTAR ................................................................................. vii DAFTAR ISI................................................................................................ viii DAFTAR TABEL........................................................................................ x DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xii PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 Latar Belakang .............................................................................. Tujuan ........................................................................................... 1 3 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 4 Daging dan Nutrisi Daging ........................................................... Fermentasi ..................................................................................... Bakteri Asam Laktat ......................................................... Lactobacillus plantarum ................................................... Daging Fermentasi ............................................................ Probiotik............................................................................ Pengaruh Probiotik terhadap Kolesterol ........................... Profil Lipida Darah ....................................................................... Kolesterol .......................................................................... Lipoprotein........................................................................ Trigliserida ........................................................................ Tikus Putih .................................................................................... Konsumsi Pakan ........................................................................... 4 6 7 8 10 11 12 14 15 18 19 20 21 METODE ..................................................................................................... 22 Lokasi dan Waktu ......................................................................... Materi ............................................................................................ Daging Fermentasi dan Daging Panggang........................ Hewan Percobaan dan Kandang ....................................... Peralatan............................................................................ Bahan Kimia dan Ransum ................................................ Rancangan Percobaan ................................................................... Peubah yang Diamati ........................................................ 22 22 22 22 22 23 23 24 Prosedur ........................................................................................ Penelitian Tahap Pertama ................................................. Penelitian Tahap Kedua .................................................... Pengukuran Peubah........................................................... Kadar Air .............................................................. Kadar Protein ........................................................ Kadar Lemak......................................................... Kadar Abu ............................................................. Konsumsi Ransum ................................................ Pertambahan Bobot Badan (PBB) ........................ Konversi Pakan ..................................................... Kadar Kolesterol Total.......................................... Kadar Trigliserida ................................................. Kadar Kolesterol HDL .......................................... Kadar Kolesterol LDL .......................................... Indeks Aterogenik ................................................. Kadar Kolesterol dan Trigliserida dalam Daging ................................................................... 24 24 26 26 26 26 27 27 28 28 28 28 28 29 29 29 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 31 Pengaruh Perlakuan terhadap Pertumbuhan ................................. Konsumsi Ransum ............................................................ Pertambahan Bobot Badan................................................ Konversi Pakan ................................................................. Profil Daging................................................................................. Profil Lipida dan Kolesterol Darah ............................................... Kolesterol Total ................................................................ Kolesterol LDL, Kolesterol HDL dan Indeks Aterogenik ........................................................................ Kadar Trigliserida ............................................................. 31 31 33 34 34 36 36 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 43 Kesimpulan ................................................................................... Saran ............................................................................................. 43 43 UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................... 44 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 45 LAMPIRAN................................................................................................. 50 30 40 41 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Komposisi Rata-rata, Kandungan Kolesterol dan Nilai Energi pada Beberapa Tipe Daging dan Lemak ................................ 5 2. Kandungan Lemak, Kolesterol dan Kalori Beberapa ProdukDaging.................................................................................... 6 3. Contoh Mikroorganisme yang Dianggap Sebagai Probiotik ............. 11 4. Karakteristik Lipoprotein ................................................................... 18 5. Komposisi Ransum Harian ................................................................ 23 6. Rataan Konsumsi Ransum Segar (g/hari) .......................................... 31 7. Konsumsi Protein Kasar dan Lemak Kasar (g bb/hari) ..................... 31 8. Rataan Bobot Awal, Bobot Akhir dan Pertambahan Bobot Badan pada Tikus .............................................................................. 33 9. Jumlah BAL, Kolesterol dan Trigliserida pada Daging Olahan ............................................................................................... 35 10. Rataan Kadar Kolesterol Total, Kolesterol HDL, Kolesterol LDL, Trigliserida dan Indeks Aterogenik ......................................... 36 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Lactobacillus plantarum ..................................................................... 10 2. Mekanisme Peranan Bakteri Asam Laktat dalam Penurunan Kadar Kolesterol ................................................................................. 12 3. Klasifikasi Lipida ................................................................................ 14 4. Metabolisme Karbohidrat, Lipida dan Protein Menjadi Asetil KoA .. 17 5. Proses Biosintesis Kolesterol ............................................................. 17 6. Proses Pengolahan Daging Fermentasi ............................................... 25 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Ransum ............................................... 51 2. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Daging ................................................ 51 3. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Pati Jagung ......................................... 51 4. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Protein Kasar ...................................... 51 5. Uji Kruskal Wallis Konsumsi Lemak Kasar....................................... 51 6. Uji Kruskal Wallis Bobot Badan Awal Tikus .................................... 51 7. Uji Kruskal Wallis Pertambahan Bobot Badan Tikus ........................ 52 8. Hasil Sidik Ragam Bobot Akhir Tikus ............................................... 52 9. Hasil Sidik Ragam Kolesterol Total Darah ........................................ 52 10. Hasil Sidik Ragam Kolesterol HDL .................................................. 52 11. Hasil Sidik Ragam Kolesterol LDL ................................................... 53 12. Hasil Sidik Ragam Trigliserida ......................................................... 53 13. Hasil Sidik Ragam Indeks Aterogenik .............................................. 53 14. Hasil Analisis Proksimat Daging ....................................................... 53 15. Perhitungan Komposisi Ransum Standar .......................................... 54 16. Perkiraan Kandungan Protein dan Lemak dalam Ransum yang Diberikan pada Tikus ............................................................... 55 17. Gambar Daging Fermentasi ............................................................... 56 18. Gambar Daging Panggang ................................................................. 56 19. Gambar Tikus dan Kandang .............................................................. 56 20. Gambar Pengambilan Darah pada Tikus ........................................... 56 PENDAHULUAN Latar Belakang Kolesterol merupakan zat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh terutama untuk bahan dasar pembentukan hormon-hormon steroid, komponen membran sel dan selsel saraf. Kolesterol yang dibutuhkan, secara normal diproduksi sendiri oleh tubuh dalam jumlah yang tepat, di dalam tubuh tidak dapat dibedakan kolesterol yang berasal dari sintesis di dalam tubuh dan kolesterol yang berasal dari makanan. Manusia rata-rata membutuhkan 1,1 gram kolesterol/hari untuk memelihara dinding sel dan fungsi fisiologi lain, dari jumlah tersebut 25%-40% secara normal berasal dari makanan dan selebihnya disintesis dalam tubuh. Jika jumlah kolesterol dari makanan kurang, maka sintesis kolesterol di dalam hati dan usus meningkat untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan organ lain. Sebaliknya, jika jumlah kolesterol di dalam makanan meningkat, maka sintesis kolesterol di dalam tubuh menurun. Kadar kolesterol yang berlebih akan tertimbun di dalam dinding pembuluh darah dan menimbulkan suatu kondisi yang disebut aterosklerosis yaitu penyempitan dan pengerasan dinding pembuluh darah arteri. Penyempitan arteri akan menyebabkan terhambatnya aliran darah dalam arteri. Jika hambatan ini terjadi dalam arteri yang menuju jantung akan menyebabkan penyakit jantung koroner, dan jika terjadi pada arteri yang menuju otak akan menyebabkan stroke. Kondisi ini telah banyak mendapat sorotan karena mempunyai angka kematian yang tinggi terutama di negara-negara dengan tingkat ekonomi tinggi. Contohnya di Amerika Serikat, penyakit jantung dan stroke adalah yang pertama dan ketiga penyebab kematian, lebih dari 40% dari seluruh kematian (Spark, 2007). Dampak penyakit ini di Indonesia juga sudah terlihat. Penyakit kardiovaskuler yang di dalamnya termasuk penyakit jantung koroner menempati urutan pertama penyebab kematian, yaitu mencapai 16% pada tahun 1992, 18,9% pada 1995 dan 26,4% pada tahun 2001 (Yahya, 2006). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kolesterol serum berkorelasi positif dengan peningkatan resiko penyakit jantung koroner. Setiap satu mmol kadar kolesterol di atas normal, resiko penyakit jantung koroner diperkirakan 35% lebih tinggi dan kematian meningkat sebesar 45%. Begitu pula dengan penurunan kolesterol serum sebesar 1% dapat menurunkan resiko penyakit jantung koroner sebesar 2 hingga 3%. Dengan demikian salah satu faktor resiko utama aterosklerosis adalah hiperkolesterolemia yaitu kadar kolesterol darah yang melebihi kadar kolesterol normal (Paik dan Blair, 1996). Sehubungan dengan hal itu, telah banyak dilakukan penelitian untuk mendapatkan komponen obat-obatan atau bahan-bahan alternatif untuk mengontrol tingkat kolesterol. Penggunaan beberapa komponen seperti serat, protein kedelai, beras jamur merah, bakteri probiotik dan senyawa prebiotik dilaporkan dapat menurunkan kadar kolesterol darah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa susu fermentasi yang mengandung bakteri probiotik dapat menurunkan kadar kolesterol serum darah. Pengaruh bakteri probiotik terhadap penurunan kolesterol diduga karena kemampuannya dalam mengasimilasi kolesterol dan mendekonjugasi garam empedu. Salah satu produk hasil ternak yaitu daging merupakan bahan pangan yang memiliki nilai gizi yang cukup tinggi terutama dalam pemenuhan asam amino esensial yang cukup dan seimbang. Terdapat kekhawatiran pada sebagian masyarakat bahwa mengkonsumsi daging akan meningkatkan kadar kolesterol darah, karena kandungan kolesterol dan asam lemak jenuh yang cukup tinggi pada daging. Namun peningkatan kadar kolesterol tersebut diharapkan bisa ditekan dengan metode pengolahan daging yang memanfaatkan bakteri probiotik yang memiliki kemampuan dalam menurunkan kolesterol darah seperti yang telah disebutkan di atas. Pengolahan daging ini melalui proses yang disebut fermentasi. Salah satu metode pengolahan daging fermentasi memanfaatkan kultur bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum. Bakteri ini termasuk ke dalam golongan bakteri probiotik yang memiliki pengaruh menguntungkan bagi yang mengkonsumsinya, termasuk salah satu diantaranya adalah menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Pengujian pemberian daging fermentasi secara in vivo diharapkan mampu menunjukkan aktivitas penekanan laju peningkatan kadar kolesterol darah, sehingga manfaat yang didapatkan dari pengolahan daging fermentasi selain untuk pengawetan dan diversifikasi produk juga dapat dijadikan alternatif bagi sebagian masyarakat yang ingin mengkonsumsi daging namun terhambat oleh masalah kolesterol. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian daging fermentasi Lactobacillus plantarum 1B1 terhadap profil lipida darah tikus putih (Rattus norvegicus) sebagai hewan model khususnya kadar kolesterol, trigliserida, kolesterol HDL, kolesterol LDL dan indeks aterogenik. TINJAUAN PUSTAKA Daging dan Nutrisi Daging Definisi daging menurut Lawrie (1998) adalah daging mentah dari hewan yang digunakan sebagai makanan. Definisi ini dapat berbeda-beda karena setiap negara memiliki konsumsi bagian daging yang berbeda. Daging, menurut SNI 013947-1995, didefinisikan sebagai urat daging (otot) yang melekat pada kerangka, kecuali urat daging bagian bibir, hidung dan telinga (Dewan Standardisasi Nasional, 1995). Menurut Hui et al. (2001), daging adalah komponen proses post mortem yang dapat dimakan yang berasal dari ternak hidup mencakup ternak domestikasi, domba, kambing, babi, unggas dan juga hewan liar seperti rusa, kelinci dan ikan. Daging sangat memenuhi persyaratan untuk perkembangan mikroorganisme, termasuk mikroorganisme perusak atau pembusuk. Hal ini disebabkan oleh (1) kadar air yang tinggi (kira-kira 68-75%), (2) kaya akan zat yang mengandung nitrogen dengan kompleksitas yang berbeda, (3) mengandung sejumlah karbohidrat yang dapat difermentasikan, (4) kaya akan mineral dan kelengkapan untuk pertumbuhan mikroorganisme (Soeparno, 2005). Daging (lean) terdiri atas tiga komponen utama yaitu air (75%), protein (19%) dan lemak (2,5%). Komponen-komponen minor lainnya sebesar 3,5%, termasuk karbohidrat (sekitar 1%), substansi soluble nitrogenous, mineral dan vitamin (Chizzolini et al., 1999). Nilai biologis protein yang tinggi dan kandungan mikronutrien seperti besi, seng, vitamin B1, niacin dan vitamin B12 secara nyata berkontribusi pada nilai nutrisi daging. Kebutuhan terhadap mineral Fe (besi) merupakan salah satu dari kebutuhan nutrisi yang paling sulit dipenuhi oleh manusia, karena defisiensi akan besi tidak hanya disebabkan oleh asupan yang rendah tetapi juga rendahnya bioavailability. Unsur mineral besi yang terkandung dalam daging merah sebanyak 50-60% terdapat dalam bentuk heme, yang dapat diserap oleh manusia dengan mekanisme yang lebih efisien daripada dalam bentuk non heme yang biasanya terdapat pada makanan yang berasal dari tumbuhan (Hammes et al., 2003). Hammes et al. (2003) menambahkan bahwa total kandungan lemak pada daging bervariasi menurut spesies, sistem pemberian pakan dan umur. Asam-asam lemak utama pada daging adalah asam-asam lemak jenuh meliputi asam palmitat (C16:0) dan asam stearat (C18:0). Sekitar 40% lemak dalam daging merupakan asam lemak tak jenuh tunggal, dengan asam oleat (C18:1) sebagai kontributor utamanya. Kontribusi daging dan produk-produknya terhadap asupan kalori diperkirakan sekitar 10%-20% dari total asupan kalori pada negara-negara berkembang, sedangkan kontribusi daging terhadap asupan kolesterol lebih tinggi, berkisar dari sepertiga hingga setengah dari total. Beberapa penelitian mengenai kaitan konsumsi lemak dan kolesterol dengan penyakit kardiovaskuler telah memberikan image negatif terhadap daging dan produk-produknya yang dianggap tidak sehat berkaitan dengan tingginya kandungan lemak (terutama yang jenuh) dan kolesterolnya. Oleh karena itu, sistem produksi daging ditekankan untuk memeriksa kembali sifat-sifat nutrisi pada daging, yang diarahkan pada upaya untuk mengurangi kandungan lemak serta pengujian dampak konsumsi daging terhadap kadar kolesterol serum (Chizzolini et al., 1999). Tabel 1 dan 2 menyajikan data mengenai komposisi lemak, kolesterol dan nilai energi pada beberapa jenis daging dan produk-produknya. Tabel 1. Komposisi Rata-rata, Kandungan Kolesterol dan Nilai Energi pada Beberapa Tipe Daging dan Lemak Tipe Daging Air Protein Lemak Kolesterol Nilai Energi (%) (%) (%) (mg/100g) (kkal/100g) Beef (muscle) 75,10 22,00 1,90 60,00 115 Veal (muscle) 76,40 21,30 0,81 70,00 101 Pork (muscle) 74,70 22,00 1,86 65,00 114 Mutton (fillet) 75,00 20,40 3,41 70,00 122 Chicken (average) 72,70 20,60 5,60 81,00 144 Turkey (average) 63,50 20,20 15,00 74,00 231 Lamb (intermuscular fat) 25,80 5,49 68,30 75,00 673 Beef (intermuscular fat) 20,20 8,20 70,90 99,00 710 Pork (intermuscular fat) 18,00 4,70 76,70 93,00 749 Sumber : Scherz dan Senser (1989) Tabel 2. Kandungan Lemak, Kolesterol dan Kalori Beberapa Produk Daging Tipe Produk Lemak (%) Kolesterol Nilai Energi (mg/100g) (kkal/100g) Hamburger 13,01 43,57 313 Beef sandwiches 15,39 55,63 316 Frankfurters pork 24,4 65,0 286 Frankfurters beef-pork 26,7 46,7 Frankfurters all-beef 25,5 40 Frankfurters chicken 23,4 94 Salame Milano 31 71 Mortadella 27 81 Würstel 32 110 340 Parma ham 16 80 240 Bresaola 8 37 225 Beef patties 19,2 86,3 272 Beef patties 1,4-35,3 78-90 110-360 Sumber : Chizzolini et al. (1999) Fermentasi Hui et al. (2001) menyatakan bahwa fermentasi oleh mikroorganisme merupakan salah satu metode pengawetan yang paling tua dalam sejarah manusia. Fermentasi merupakan proses pemecahan karbohidrat dan asam amino secara anaerobik yaitu tanpa memerlukan oksigen. Senyawa yang dapat dipecah dalam proses fermentasi terutama adalah karbohidrat, sedangkan asam amino hanya dapat difermentasi oleh beberapa jenis bakteri tertentu (Fardiaz, 1992). Fermentasi oleh bakteri tertentu dapat memberi flavor, bentuk dan tekstur yang bagus dari bahan pangan yang difermentasi. Mikroorganisme asam laktat dapat menyebabkan keasaman yang tinggi, pH dan potensial redoks yang rendah yang akan menghambat pertumbuhan organisme lainnya (Buckle et al., 1987). Fermentasi makanan dapat dibedakan menjadi dua grup yaitu fermentasi spontan dan fermentasi tidak spontan. Fermentasi spontan adalah fermentasi makanan yang dalam pembuatannya tidak ditambahkan mikroba dalam bentuk starter atau ragi. Mikroba yang berperan aktif dalam proses fermentasi berkembangbiak secara spontan karena lingkungan sesuai dengan pertumbuhannya. Fermentasi tidak spontan terjadi pada makanan yang dalam pembuatannya ditambahkan mikroba dalam bentuk starter atau ragi, mikroba tersebut akan berkembangbiak dan aktif mengubah bahan yang difermentasi menjadi produk yang diinginkan (Ray, 2000). Fermentasi karbohidrat menghasilkan produk utama yaitu asam laktat. Polisakarida terlebih dahulu akan dipecah menjadi gula sederhana sebelum difermentasi. Protein merupakan senyawa selain karbohidrat yang dapat difermentasi oleh bakteri, mula-mula terjadi hidrolisis protein menjadi asam amino, kemudian asam amino akan difermentasi menjadi senyawa lain terutama asam (Fardiaz, 1992). Bakteri Asam Laktat Fermentasi makanan yang melibatkan bakteri asam laktat merupakan salah satu cara mengawetkan makanan, karena bakteri asam laktat menghasilkan asam laktat dan berbagai senyawa metabolit bersifat antimikroba. Bakteri asam laktat menjadi penting dalam pengolahan makanan karena kemampuannya dalam memproduksi berbagai macam senyawa yang berperan terhadap flavor, warna, tekstur dan konsistensi dari makanan fermentasi (Surono, 2004). Bakteri asam laktat dan Bifidobakteria termasuk dalam kelompok bakteri ”baik” bagi manusia, dan umumnya memenuhi status GRAS (Generally Recognized as Safe), yaitu aman bagi manusia. Kelompok bakteri ini tidak membusukkan protein, dan dapat memetabolisme berbagai jenis karbohidrat secara fermentatif menjadi asam laktat sehingga disebut bakteri asam laktat (Surono, 2004). Bakteri asam laktat merupakan bakteri Gram positif, katalase negatif, tidak membentuk spora, aerotoleran, anaerobik hingga mikroaerofilik, membutuhkan nutrisi yang kompleks, oleh karena itu umumnya habitatnya kaya akan nutrisi seperti berbagai jenis makanan (susu, daging, minuman dan sayuran), namun beberapa juga merupakan warga dari bakteri dalam mulut, saluran usus dan vagina dari mamalia. Awalnya, bakteri asam laktat terdiri dari 4 genus yaitu Lactobacillus, Leuconostoc, Pediococcus, dan Streptococcus. Namun demikian, beberapa genus baru masuk ke dalam kelompok bakteri asam laktat menurut revisi taksonomik terakhir. Bakteri asam laktat dikelompokkan lebih lanjut menjadi homofermentatif bila produk akhirnya terutama adalah asam laktat, dan heterofermentatif bila asam laktat dihasilkan bersama-sama dengan asam asetat, karbondioksida, dan senyawa diasetil (Surono, 2004). Bakteri asam laktat menurut Varnam dan Sutherland (1995) yang digunakan sebagai starter kultur harus memenuhi kriteria antara lain : 1) mampu bersaing dengan mikroorganisme lain 2) memproduksi asam laktat dalam waktu cepat 3) mampu tumbuh pada konsentrasi garam kurang dari enam persen 4) mampu bereaksi dengan NaNO3 dengan konsentrasi kurang dari 100 mg/kg 5) mampu tumbuh pada temperatur antara 15 – 40oC 6) termasuk golongan homofermentatif 7) bersifat proteolitik 8) tidak menghasilkan peroksida dalam jumlah besar 9) dapat mereduksi nitrat dan nitrit 10) dapat meningkatkan flavor produk akhir 11) tidak memproduksi senyawa amina 12) dapat membunuh bakteri pembusuk dan patogen 13) bersifat sinergis dengan senyawa starter lain Lactobacillus plantarum Lactobacillus plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan bentuk batang, biasanya panjang tetapi terkadang hampir berbentuk bulat, umumnya dalam rantai-rantai pendek. Lactobacillus merupakan bakteri Gram positif, tidak menghasilkan spora, anaerob fakultatif, koloninya dalam media agar berukuran 2-5 mm, konfeks, opak atau sedikit transparan dan tidak berpigmen. Genus tumbuh baik pada suhu 30-40 ºC dan tersebar luas di lingkungan terutama dalam produk pangan asal hewan dan sayuran (Holt et al., 1994), mesofilik, tidak mereduksi nitrat menjadi nitrit, melakukan aktivitas proteolitik dan lipolitik yang lemah serta bersifat antagonis terhadap mikroorganisme penyebab kerusakan makanan seperti Staphylococcus aureus, Salmonella dan Gram negatif lainnya (Jay, 2000). Lactobacillus plantarum dapat memproduksi bakteriosin yang merupakan bakterisidal bagi sel sensitif dan dapat menyebabkan kematian sel secara cepat walaupun pada konsentrasi rendah (Ray, 2000). Lactobacillus plantarum umumnya lebih tahan terhadap keadaan asam dan oleh karenanya menjadi lebih banyak terdapat pada tahapan terakhir dari fermentasi tipe asam laktat. Bakteri ini sering digunakan dalam fermentasi susu, sayuran dan daging khususnya sosis. Lactobacillus plantarum tampaknya yang paling banyak berperan dalam fermentasi, ini mungkin karena suhu fermentasi yang digunakan lebih tinggi dibanding bakteri fermentasi yang lainnya. Selain itu, fermentasi dari L. plantarum merupakan homofermentatif sehingga tidak menghasilkan gas (Buckle et al., 1987). Lactobacillus plantarum sering terdapat pada mukosa manusia, dari mulut hingga rektum, dan juga terdapat pada sistem pencernaan beberapa hewan domestik seperti anjing, babi dan kuda serta serangga, laba-laba dan ular. Siklus habitat L. plantarum dapat berubah dari sistem pencernaan manusia atau hewan, melalui makanan-makanan fermentasi asam laktat dan tumbuhan, kembali ke mulut dan sistem pencernaan manusia dan hewan. Salah satu faktor penting yang memberikan kemampuan L. plantarum dalam berpindah dari makanan ke sistem pencernaan adalah kemampuannya untuk bertahan dalam lingkungan sistem pencernaan dan mampu melekat pada mukosa (Molin, 2003). Selain asam laktat yang merupakan produk utama di bawah kondisi anaerob, sejumlah asam asetat telah ditunjukkan diproduksi oleh L. plantarum pada kondisi aerob. Sekitar sepertiga asam asetat dan dua pertiga asam laktat diproduksi oleh L. plantarum ATCC 8014 pada kondisi aerob. Lactobacillus plantarum tidak hanya dapat memfermentasi heksosa dan pentosa (memproduksi masing-masing satu mol laktat, asetat dan CO2 per mol pentosa), tetapi juga memanfaatkan beberapa asamasam organik seperti asam malat, tartarat, dan sitrat untuk memproduksi CO2 dan asam laktat atau asetat dan produk-produk lainnya. Organisme ini juga memiliki toleransi yang tinggi terhadap pH yang rendah dibanding bakteri asam laktat lainnya (Molin, 2003). Lactobacillus plantarum telah berhsil diisolasi dari berbagai sumber. Hasil penelitian Hidayati (2006) menunjukkan bahwa isolat L. plantarum 1B1 yang diisolasi dari daging sapi segar dengan masa simpan 12 jam postmortem ternyata mampu hidup dengan baik pada pH 5 sampai 6,5 dan konsentrasi NaCl 1,5% sampai 2% dengan waktu generasi 1 jam 5 menit pada media MRSB. Isolat ini mampu memfermentasi L-arabinosa, galaktosa, D-glukosa, sorbitol, maltosa, laktosa, sukrosa, salisin dan trehalosa namun tidak mampu memfermentasi D-silosa dan rhamnosa serta dubius pada manitol dan raffinosa. Bakteri ini tidak mempunyai kemampuan katalase, Gram positif, berbentuk batang dan cenderung membentuk rantai-rantai pendek. Kultur L. plantarum 1B1 juga mampu menghasilkan antimikroba yang menghambat pertumbuhan E. coli, S. typhimurium, S. aureus, S. epidermidis serta memiliki zona hambat yang lebih besar pada bakteri Gram negatif daripada bakteri Gram positif dengan selisih 0,08 mm (Tribowo, 2006). Bentuk dari bakteri Lactobacillus plantarum dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Lactobacillus plantarum Sumber : Reichelt, 2008 Daging Fermentasi Moore (2004) menyatakan bahwa pembuatan daging fermentasi diperkirakan telah dilakukan sejak sekitar 1500 SM, ketika itu manusia telah mempelajari bahwa penambahan garam dan gula ke dalam daging giling yang kemudian didiamkan ternyata dapat mengawetkan daging dan menghasilkan produk yang cita rasanya dapat diterima. Menurut Hammes et al. (2003), secara tradisional tujuan dari proses fermentasi adalah untuk mengubah substrat daging yang sangat perishable menjadi produk yang berdaya simpan lebih lama, stabil dan aman serta menjamin nilai nutrisi dan kualitas sensori yang optimum. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses tersebut adalah keadaan bahan mentah, aktivitas mikroorganisme, enzim dan teknologi pengolahan. Proses fermentasi, bersama-sama dengan efek temperatur dan kelembaban, menjamin bahwa bahan mentah yang awalnya sangat perishable berubah menjadi sebuah produk yang resisten terhadap kerusakan, kaya flavor dengan tekstur dan warna yang stabil. Mengacu pada efek mikroba, hari-hari pertama merupakan yang paling penting. Selama waktu itu, mikroorganisme berkembang biak, menurunkan pH ke nilai yang bervariasi antara 5,4 dan 4,8, menghambat aktivitas enzim dan melawan mikroorganisme yang tidak diinginkan. Produsen utama daging fermentasi di Uni Eropa adalah Jerman, Itali, spanyol dan Prancis. Sekitar 20-40% produk-produk daging di negara-negara ini dapat diklasifikasikan sebagai produk daging fermentasi. Secara garis besar, produk daging fermentasi dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu comminuted fermented meats dan whole meat products (Hammes et al., 2003). Probiotik Istilah probiotik telah mengalami beberapa perubahan definisi seiring dengan perkembangan hasil penelitian ilmiah tentang pengaruh, mekanisme kerja dan aplikasinya. Definisi probiotik yang diusulkan oleh Salminen et al. (1999) yaitu sediaan sel mikroba atau komponen dari sel mikroba yang mempunyai pengaruh menguntungkan bagi kesehatan dan kehidupan inangnya. Sebagian besar probiotik digolongkan ke dalam suatu grup organisme yang dikenal sebagai bakteri asam laktat dan biasanya dikonsumsi dalam bentuk yogurt, susu fermentasi atau berbagai makanan fermentasi lainnya. Beberapa keuntungan mengkonsumsi bakteri ini adalah: (1) memperbaiki sistem pencernaan, (2) meningkatkan sistem imun, mensintesis dan meningkatkan bioavailability nutrient, (3) mengurangi gejala lactose intolerance, dan (4) mengurangi resiko kanker (Parvez et al., 2006). Sifat yang dimiliki probiotik adalah aman untuk manusia, mampu melewati usus dalam keadaan hidup dan bermanfaat bagi kesehatan antara lain mencegah diare, meningkatkan daya tahan tubuh dan mengurangi racun dalam usus. Probiotik mampu menormalkan pergerakan usus sehingga dapat mencegah konstipasi, meningkatkan pertumbuhan dan daya cerna, dan menurunkan kolesterol darah (Fuller, 1999). Tabel 3 menunjukkan beberapa mikroorganisme yang dianggap sebagai probiotik. Tabel 3. Contoh Mikroorganisme yang Dianggap Sebagai Probiotik Lactobacillus spp. Bifidobacterium spp. Lainnya L. acidophilus B. bifidum Escherichia coli Nissle L. casei B. breve Saccharomyces boulardii L. crispatus B. infantis Streptococcus thermophilusa L. delbrueckii subsp. B. longum Enterococcus faeciumb a bulgaricus L. fermentum B. lactis L. gasseri B. adolescentis L. johnsonii L. paracasei L. plantarum L. reuteri L. rhamnosus Keterangan: aAktivitas probiotiknya masih dalam perdebatan b Keamanan menjadi perhatian karena berpotensi sebagai patogen dan resisten terhadap vancomycin Sumber: Senok et al. (2005) Pengaruh Probiotik terhadap Kolesterol Berbagai mekanisme terjadinya penurunan kolesterol oleh bakteri asam laktat telah banyak dibuktikan dalam riset. Enzim bile salt hydrolase (BSH) bertanggung jawab terhadap dekonjugasi asam empedu, dimana glisin dan taurin dipisahkan dari steroid, sehingga menghasilkan garam empedu bebas atau terdekonjugasi. Bile salt hydrolase dimiliki oleh beberapa strain bakteri saluran pencernaan seperti Lactobacillus, Enterococcus, Bifidobacterium, Clostridium, Peptostreptococcus dan Bacteroides. Hipotesa para peneliti adalah bahwa dekonjugasi garam empedu membantu menurunkan kadar kolesterol karena garam empedu yang tidak terikat (dekonjugasi) akan lebih mudah terbuang dari saluran pencernaan dibanding garam empedu yang terkonjugasi. Penelitian lain juga membuktikan bahwa garam empedu yang terdekonjugasi tidak diserap oleh usus. Garam empedu terbuang melalui feses dan mengakibatkan semakin banyak kolesterol yang dibutuhkan untuk mensintesis garam empedu lagi sehingga menurunkan kadar kolesterol. Beberapa jenis bakteri asam laktat bahkan dinding selnya mampu mengikat kolesterol dalam usus halus sebelum kolesterol diserap oleh tubuh (Surono, 2004). Mekanisme penurunan kolesterol oleh bakteri asam laktat untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Mekanisme Peranan Bakteri Asam Laktat dalam Penurunan Kadar Kolesterol Sumber : Surono, 2004 Penelitian yang dilakukan Kusumawati (2002) menunjukkan bahwa susu yang difermentasi L. plantarum sa28k yang diberikan kepada tikus selama 4 minggu memperlihatkan penurunan kolesterol serum yang nyata dibandingkan tikus kontrol. Bahkan pada uji in vitro yang dilakukan oleh peneliti yang sama, L. plantarum sa28k menunjukkan aktivitas asimilasi kolesterol terbesar dibandingkan dengan aktivitas yang dimiliki oleh L. achidophilus FNCC116 dan L. casei FNCC262. Pemberian yogurt achidophilus pada mencit menunjukkan penurunan yang signifikan pada konsentrasi kolesterol dan LDL serum (Akalin et al., 1997). Penelitian Taranto et al. (1998) pada mencit yang diberikan Lactobacillus reuteri pada dietnya selama 7 hari menunjukkan penurunan total kolesterol sebesar 38% dan trigliserida sebesar 40%. Naruszewic et al. (2002) bahkan menyimpulkan berdasarkan penelitiannya bahwa L. plantarum dapat menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler dan dapat digunakan sebagai protective agent dalam pencegahan aterosklerosis pada perokok. Kemampuan asimilasi kolesterol oleh bakteri asam laktat pertama kali ditunjukkan oleh Gilliland et al. (1985) dengan terjadinya penurunan konsentrasi kolesterol pada medium pertumbuhan L. achidophilus karena kolesterol tersebut diasimilasi atau diambil oleh sel bakteri. Liong dan Shah (2005a) juga telah mempelajari kemampuan sebelas strain Lactobacillus dalam mereduksi kolesterol secara in vitro. Sebelas strain tersebut memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Tiga kemungkinan yang terjadi pada proses pemindahan kolesterol dari media pertumbuhan oleh Lactobacillus adalah adanya asimilasi kolesterol selama pertumbuhan, inkorporasi kolesterol ke dalam membran sel dan pengikatan kolesterol pada permukaan sel. Liong dan Shah (2005b) melaporkan juga bahwa Lactobacillus casei ASCC 292 tidak hanya mampu memindahkan kolesterol secara in vitro tetapi juga mampu memproduksi SCFA (short chain fatty acids) dengan penambahan fruktooligosakarida dan maltodekstrin. Selanjutnya Liong dan Shah (2006) menguji pengaruh sinbiotik Lactobacillus casei ASCC 292 ini terhadap profil lipida darah pada tikus jantan. Hasil yang diperoleh adalah bahwa pemberian sinbiotik yang mengandung Lactobacillus casei ASCC 292, fruktooligosakarida dan maltodekstrin dapat menurunkan kadar kolesterol total dan trigliserida serum. Efek hipokolesterolemik sinbiotik ini bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah berubahnya metabolisme lipid oleh SCFA. Penelitian sebelumnya oleh Delzenne dan Kok (2001) melaporkan bahwa propionat dapat menghambat sintesis asam lemak in vitro, sedangkan asetat merupakan suatu substrat lipogenik. Hasil dari penelitian Liong dan Shah (2006) ini mengindikasikan bahwa fermentasi mikroba terhadap fruktooligosakarida dan maltodekstrin dalam diet sinbiotik ini meningkatkan konsentrasi asam propionat yang bisa mengubah jalur sintesis kolesterol, atau menurunkan konsentrasi asam asetat yang dapat menurunkan lipogenesis. Profil Lipida Darah Lipida merupakan suatu grup substansi yang terdapat di jaringan tanaman dan hewan, tidak larut dalam air namun larut dalam pelarut organik seperti benzena, eter dan kloroform (McDonald et al., 2002). Klasifikasi lipida menurut McDonald et al. (2002) terlihat pada Gambar 3. Lipida Gliserol Sederhana Non Gliserol Senyawa kompleks (Compound) Glikolipida Lemak Glukolipida Fosfogliserida Galaktolipida Gambar 3. Klasifikasi Lipida Sumber : McDonald et al., 2002 Lesitin Spingomielin Serebrosida Lilin Steroid Terpen Eikosanoid Cefalin Parakkasi (1983) menambahkan bahwa umumnya dalam praktek, lipida disebut sebagai lemak. Lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Satu gram lemak dapat menghasilkan 9 kkal sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/g. Lemak juga merupakan sumber asam-asam lemak esensial dan berfungsi sebagai sumber dan pelarut bagi vitamin-vitamin A, D, E, K (Winarno, 1997). Perbedaan struktur dan fungsi bermacam-macam lemak menjadi salah satu dasar pengklasifikasian lemak. Komponen utama lemak menurut Piliang dan Djojosoebagio (2006) yaitu 1) asam-asam lemak, 2) turunan asam-asam lemak yang terdiri dari ester gliserol (monogliserida, digliserida, trigliserida dan fosfolipid), ester kolesterol, dan glikolipid, 3) sterol dan turunan sterol yaitu kolesterol, asam empedu dan steroid. Asam lemak adalah suatu rantai hidrokarbon yang mengandung satu gugus metil pada salah satu ujungnya dan satu gugus asam atau gugus karboksil. Asam lemak yang mempunyai peranan dalam segi nutrisi, rantai hidrokarbonnya terdiri dari jumlah atom karbon genap berkisar dari 4 sampai 6 atom dan disebut asam lemak rantai pendek, sedangkan yang mengandung atom karbon dengan jumlah 8 sampai 12 atom disebut asam lemak rantai sedang. Rantai hidrokarbon yang mengandung atom karbon dari 14 sampai 26 digolongkan ke dalam asam lemak rantai panjang. Asam lemak yang mengandung satu ikatan rangkap atau lebih seperti palmitoleat, linoleat, linolenat atau arakhidat digolongkan sebagai asam-asam lemak tidak jenuh. Kolesterol Kolesterol merupakan kelompok steroid, suatu zat yang termasuk golongan lipid. Steroid merupakan molekul kompleks yang larut di dalam lemak dengan empat cincin yang saling bergabung. Steroid yang paling banyak adalah sterol, yang merupakan steroid alkohol. Kolesterol adalah sterol utama pada jaringan hewan. Kolesterol dan senyawa turunan esternya, dengan lemaknya yang berantai panjang adalah komponen penting dari plasma lipoprotein dan dari membran sel sebelah luar (Lehninger, 1992). Guyton (1995) menambahkan bahwa kolesterol merupakan senyawa sterol yang tidak mengandung asam lemak, namun inti sterolnya disintesis dari hasil degradasi molekul asam lemak, sehingga memberikan banyak sifat fisika dan kimia seperti lipida lainnya. Metabolisme kolesterol dengan demikian erat hubungannya dengan metabolisme lipida (Girindra, 1988). Fungsi kolesterol di dalam tubuh adalah sebagai prekursor pembentuk asam empedu yang dibutuhkan untuk mengemulsikan lemak pada usus halus. Kolesterol juga dibutuhkan pada sintesa hormonal dan merupakan unsur penting pada dinding sel. Selain itu dalam tubuh kolesterol merupakan prazat semua senyawa steroid seperti kortikosteroid dan vitamin D (Mayes, 1996). Kolesterol banyak terdapat pada struktur otak dan sistem saraf pusat serta merupakan komponen permukaan sel dan membran intraseluler (Muchtadi et al., 1993). Kolesterol tubuh berasal dari dua sumber yaitu dari makanan yang disebut kolesterol eksogen dan diproduksi sendiri oleh tubuh yang disebut kolesterol endogen (Piliang dan Djojosoebagio, 2006). Meskipun sintesis kolesterol de novo sebenarnya terjadi di semua sel-sel, namun kapasitas yang terbesar adalah di hati, usus, korteks adrenal, dan jaringan reproduksi, termasuk ovarium, testes dan plasenta (Glew, 2002). Manusia rata-rata membutuhkan 1,1 gram kolesterol/hari untuk memelihara dinding sel dan fungsi fisiologi lain, dari jumlah tersebut 25-40% (200300 mg) secara normal berasal dari makanan dan selebihnya disintesis dalam tubuh. Kolesterol disintesis dari Asetil koA yang dapat berasal dari karbohidrat, protein dan lemak yang berlangsung melalui tiga tahap. Tahap pertama adalah pengubahan Asetil koA menjadi 3-hidroksi-3-metil glutaril koA atau HMG koA, tahap kedua melibatkan perubahan HMG koA menjadi Skualen dan tahap terakhir konversi skualen menjadi kolesterol. Jika jumlah kolesterol dari makanan berkurang, maka sintesis kolesterol di dalam hati dan usus meningkat untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan organ lainnya. Kolesterol yang telah disintesis secara de novo, diangkut dari hati dan usus menuju jaringan periferal dalam bentuk lipoprotein. Sebaliknya, jika jumlah kolesterol di dalam diet meningkat maka sintesis kolesterol di dalam hati dan usus akan menurun (Muchtadi et al., 1993). Gambar 4 dan 5 menjelaskan proses pembentukan kolesterol di dalam tubuh. Glikogen, glukosa Asam lemak Steroid Kolesterol Piruvat Asetil KoA Siklus asam sitrat Laktat Beberapa Asam amino Aseto asetil KoA Benda keton Beberapa Asam amino CO2 Gambar 4. Metabolisme Karbohidrat, Lipida dan Protein Menjadi Asetil KoA Sumber : Girindra, 1988 Gambar 5. Proses Biosintesis Kolesterol Sumber : Kritchevsky et al., 1960 Jalur utama pembuangan kolesterol dari tubuh adalah melalui konversi oleh hati menjadi asam empedu (500 mg/hari), yaitu asam kholat dan chenodeoxycholic yang berikatan dengan glisin dan taurin membentuk garam empedu. Senyawa ini disekresi di dalam empedu bersama-sama dengan kolesterol bebas akan dialirkan melalui saluran empedu ke dalam duodenum. Sekitar 98% dari asam empedu diabsorpsi ulang oleh hati melalui sirkulasi enterohepatik. Asam empedu yang tidak diserap didegradasi dalam usus besar dan disekresi di dalam feses. Jalur minor untuk pembuangan kolesterol dilakukan melalui sintesis hormon steroid (400 mg/hari), dalam urine (1 mg/hari) dan sebagai keringat atau hilang melalui rambut atau kulit (50 mg/hari) (Muchtadi et al., 1993). Lipoprotein Guyton (1995) menyebutkan bahwa di dalam tubuh, kolesterol membentuk ikatan kompleks lemak-protein yang lebih dikenal dengan lipoprotein seperti kilomikron, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL), dan high density lipoprotein (HDL). Kombinasi ini memungkinkan lipida larut dalam air sehingga dapat diangkut di dalam cairan ekstra seluler. Karakteristik dari lipoprotein ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Karakteristik Lipoprotein Parameter Kilomikron VLDL Densitas (g/ml) IDL LDL HDL < 0,95 < 1,006 1,006-1,019 1,020-1,0631 1,064-1,210 75-200 30-80 25-35 18-25 5-12 400 10-80 5-10 2,3 0,175-0,36 1,5-2,5 5-10 15-20 20-25 40-55 % Fosfolipida 7-9 15-20 22 15-20 20-35 % Kolesterol bebas 1-3 5-10 8 7-10 3-4 84-89 50-65 22 7-10 3-5 3-5 10-15 30 35-40 12 Diameter (nm) 6 Berat molekul (10 kDa) % Protein % Trigliserida % Kolesterol ester Sumber : Bender (2003) Lipoprotein merupakan kendaraan kolesterol, kolesterol ester dan trigliserida ditransportasikan dari suatu jaringan atau organ ke tempat-tempat lainnya di tubuh. Kilomikron adalah lipoprotein yang banyak mengandung triasilgliserol, disintesis di dalam mukosa usus halus dari lemak eksogen dan berukuran paling besar. Very low density lipoprotein atau VLDL adalah lipoprotein endogen yang disintesis di dalam hati, ukurannya lebih kecil dari kilomikron (Marinetti, 1990). Kilomikron dan VLDL mendistribusikan trigliserida ke tempat-tempat yang memerlukannya untuk metabolisme energi ataupun untuk disimpan (Glew, 2002). Low density lipoprotein mengirimkan kolesterol ke berbagai jaringan yang membutuhkan kolesterol untuk sintesis struktur membran atau hormon steroid. Partikel ini merupakan hasil katabolisme VLDL, sebelum VLDL dikatabolisme menjadi LDL, VLDL diubah terlebih dahulu menjadi bentuk IDL (Intermediate Density Lipoprotein) (Harper et al., 1979). Sebaliknya HDL membawa kelebihan kolesterol dari jaringan dan dikembalikan ke hati. Sekitar 20% total kolesterol adalah HDL dan 65% adalah LDL (Muchtadi et al., 1993). High density lipoprotein atau HDL merupakan lipoprotein yang mengandung Apo A dan mempunyai efek antiaterogenik kuat. Fungsi utama HDL yaitu mengangkut kolesterol bebas yang terdapat dalam endotel jaringan perifer termasuk pembuluh darah ke receptor HDL di hati untuk dikeluarkan lewat empedu. Low density lipoprotein merupakan lipoprotein pengangkut kolesterol terbesar untuk disebarkan ke seluruh endotel jaringan perifer pembuluh nadi. Low density lipoprotein mempunyai efek aterogenik, yaitu mudah melekat pada dinding sebelah dalam pembuluh darah dan menyebabkan penumpukan lemak yang dapat menyempitkan pembuluh darah (Dalimartha, 2003). Trigliserida Trigliserida atau triasilgliserol merupakan lipida yang paling sederhana dan paling banyak mengandung asam lemak sebagai unit penyusunnya, yang juga sering dinamakan lemak atau lemak netral. Triasilgliserol adalah ester dari alkohol gliserol dengan tiga molekul asam lemak dan merupakan komponen utama dari lemak cadangan atau depot lemak pada sel tumbuhan dan hewan (Muchtadi et al., 1993). Trigliserida terutama digunakan dalam tubuh untuk menyediakan energi bagi berbagai proses metabolisme. Trigliserida juga bisa disintesis dari karbohidrat dan protein melalui perubahan menjadi asetil Ko-A. Bila karbohidrat yang masuk tubuh lebih banyak daripada yang dapat digunakan dengan segera untuk energi atau disimpan dalam bentuk glikogen, maka kelebihannya dengan cepat diubah menjadi trigliserida dan kemudian disimpan dalam bentuk tersebut dalam jaringan adiposa (Guyton, 1995). Menurut Harper et al. (1979), konsentrasi trigliserida dalam tubuh bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu genetik, diet, jenis kelamin dan penyakit. Konsentrasi trigliserida akan meningkat karena diet yang tinggi kandungan lemaknya, pada beberapa penyakit didapat kenaikan trigliserida dalam tubuh misalnya pada penderita diabetes mellitus sedangkan pada wanita, hormon yang dihasilkan oleh ovarium mempunyai protective effect terhadap terjadinya hipertrigliseridemia. Tikus Putih Tikus putih (Rattus norvegicus) adalah hewan percobaan yang paling banyak digunakan dalam penelitian in vivo. Hewan ini memiliki keunggulan lebih mudah dipelihara dan relatif lebih peka jika diberikan perlakuan terhadap komponen dietnya. Tikus putih diklasifikasikan sebagai Class Mamalia, Subclass Theria, Infraclass Eutheria, Ordo Rodentia, Subordo Myomorpha, Superfamily Muridea, Subfamily Murinae, Species Norvegicus (Robinson, 1979). Malole dan Pramono (1989) menyebutkan bahwa tikus atau rat telah diketahui sifat-sifatnya dengan sempurna, mudah dipelihara, merupakan hewan yang relatif sehat dan cocok untuk berbagai macam penelitian. Tikus yang sudah menyebar ke seluruh dunia dan digunakan secara luas untuk penelitian di laboratorium ataupun sebagai hewan kesayangan adalah tikus putih yang berasal dari Asia Tengah dan tidak ada hubungannya dengan Norwegia seperti yang diduga dari namanya. Terdapat lima macam basic stock tikus putih (Albino Norway rat, Rattus norvegicus) yang biasa digunakan sebagai hewan percobaan di laboratorium, yaitu Long Evans, Osborne Mendel, Sherman, Sprague Dawley, dan Wistar (Muchtadi, 1989). Ditinjau dari berat badannya, galur Sprague-Dawley merupakan yang paling besar, hampir sebesar tikus liar (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988), berwarna albino putih, berkepala kecil dan ekornya lebih panjang daripada badannya (Malole dan Pramono, 1989). Beberapa karakteristik tikus percobaan adalah: (1) “nocturnal” berarti aktif pada malam hari dan tidur pada siang hari, (2) tidak mempunyai kantung empedu (gall blader), (3) tidak dapat mengeluarkan isi perutnya (muntah), dan (4) tidak pernah berhenti tumbuh, walaupun kecepatan menurun setelah berumur 100 hari (Muchtadi, 1989). Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menambahkan ada dua sifat yang membedakan tikus dari hewan percobaan lain yaitu bahwa tikus tidak mudah muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim ditempat esofagus bermuara dalam lambung, dan tikus tidak mempunyai kantung empedu. Dunsford dan Haensly (1991) menyebutkan bahwa tikus laboratorium telah digunakan secara luas untuk mempelajari prinsip dasar dari nutrisi monogastrik. Zat-zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tikus hampir sama dengan manusia, yaitu: (1) karbohidrat, (2) minyak atau lemak, (3) protein, (4) mineral atau elemen organik, dan (5) vitamin (Muchtadi, 1989). Tikus memiliki kecepatan pertumbuhan sebesar 5 gram/hari dan kadar kolesterol serum sebesar 10-54 mg/100 ml (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Sementara itu, Malole dan Paramono (1989) menyatakan bahwa tikus memiliki kadar kolesterol sebesar 40-130 mg/dl serta kadar trigliserida sebesar 26-145 mg/dl. Konsumsi Pakan Pakan atau bahan pakan adalah komposisi atau suatu bahan pakan untuk hewan dengan tujuan tertentu. Fungsi pakan yang dikonsumsi oleh hewan digunakan hewan tersebut untuk tujuan yang berbeda. Sebagian dari pakan digunakan untuk hidup pokok dan sebagian lainnya untuk produksi (Ensminger, 1991). Zat makanan adalah substansi kimia yang didapat dari pakan dan dapat digunakan untuk hidup pokok, produksi dan kesehatan hewan. Zat makanan tersebut terdiri atas karbohidrat, lemak, protein, mineral, vitamin dan air. Jumlah zat makanan yang dibutuhkan tergantung pada kelas, umur dan tujuan dari pemberian pakan (Ensminger, 1991). Tingkat konsumsi adalah jumlah pakan yang terkonsumsi oleh hewan bila pakan tersebut diberikan secara ad libitum. Konsumsi adalah faktor esensial yang merupakan dasar untuk hidup dan menentukan produksi (Parakkasi, 1999). METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hewan Percobaan Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Laboratorium Bagian IPT Ruminansia Besar Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan, dan Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada bulan Juni sampai Agustus 2007. Materi Materi yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas : 1) daging fermentasi dan daging panggang, 2) hewan percobaan dan kandang, 3) peralatan dan 4) bahan kimia dan ransum. Daging Fermentasi dan Daging Panggang (non fermentasi) Bahan yang digunakan dalam pembuatan daging fermentasi adalah daging sapi Brahman cross bagian knuckle yang diperoleh dari Rumah Potong Hewan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, kultur starter Lactobacillus plantarum 1B1, garam dan selongsong sintetik selulosa, sedangkan untuk pembuatan daging panggang (daging non fermentasi) hanya memerlukan daging sapi dan garam. Kultur starter yang digunakan merupakan koleksi Laboratorium Ruminansia Besar Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, sedangkan selongsong sintetik selulosa (diameter 5 cm) diperoleh dari PT. Marca Indo Selaras, Jakarta. Hewan Percobaan dan Kandang Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih albino Norway rats (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley berumur 3-4 minggu berjenis kelamin jantan sebanyak 12 ekor hasil pengembangbiakan dari Puslitbang Gizi, Departemen Kesehatan, Bogor. Kandang yang digunakan adalah kandang metabolik yang berukuran 17,5 x 23,75 x 17,5 cm sebanyak 12 kandang, dan terbuat dari stainless steel. Setiap petak kandang dilengkapi dengan tempat makan, tempat air minum, tempat urine, dan tempat feses. Peralatan Alat-alat yang digunakan antara lain : timbangan digital, oven listrik, autoklaf, termometer, freezer, lemari pendingin, spektrofotometer, pipet, cawan petri, bunsen, inkubator, vortex, alat suntik, toples, tabung penampung darah, sentrifuger dan tabung effendorf. Alat yang diperlukan untuk membuat daging fermentasi adalah pisau, food cutter atau food processor, grinder, smoke chamber dan stuffer. Bahan Kimia dan Ransum Bahan ransum terdiri atas kasein, daging fermentasi, daging panggang, minyak jagung (China corn oil), CMC, Vitabro (Kimia Farma), tepung jagung (Honig) dan campuran mineral. Komposisi ransum harian dapat dilihat pada Tabel 5. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis terdiri atas eter, aquades, perangkat uji (kit) untuk total kolesterol, kolesterol HDL, kolesterol LDL, dan trigliserida. Tabel 5. Komposisi Ransum Harian Jenis Bahan Kasein Daging Minyak nabati Campuran mineral Campuran vitamin Air Selulosa Pati jagung Jumlah Sumber Protein Sumber Protein Daging Fermentasi Daging Panggang -------------------------------(g)-------------------------------12,69 0 0 0 45,58 45,58 7,94 7,94 7,94 4,56 4,56 4,56 1 1 1 3,58 3,58 3,58 0,96 0,96 0,96 69,27 36,38 36,38 100 100 100 Kontrol Rancangan Percobaan Penelitian terbagi menjadi dua tahap. Tahap pertama yaitu pembuatan daging fermentasi yang juga meliputi persiapan kultur starter dan juga pembuatan daging panggang (daging non fermentasi), kemudian tahap yang kedua adalah pengujian secara in vivo pada tikus percobaan. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan jenis pakan yaitu grup tikus yang diberi ransum dengan sumber protein kasein (kontrol), grup tikus yang diberi ransum dengan sumber protein daging fermentasi, dan grup tikus yang diberi ransum dengan sumber protein daging panggang (daging non fermentasi). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode sidik ragam (ANOVA). Bila terdapat pengaruh nyata dari perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji Tukey untuk melihat perbedaan diantara perlakuan. Model matematika rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya, 2002): Yij = µ + σi +εij Keterangan : Yij : nilai pengamatan pada pemberian ransum dengan sumber protein yang berbeda ke-i, dan ulangan ke-j µ : rataan umum σi : pengaruh pemberian ransum dengan sumber protein yang berbeda εij : pengaruh acak yang menyebar normal Peubah yang Diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah analisis proksimat pada daging (air, protein, lemak, abu), konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi pakan, kadar kolesterol dan trigliserida dalam daging fermentasi dan daging panggang, kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan trigliserida serum darah serta indeks aterogenik. Kadar kolesterol total diukur dengan metode CHOD-PAP (Cholesterol oxidase-p-aminophenazone). Kolesterol HDL diukur dengan menggunakan prinsip pengendapan lipoprotein berdensitas rendah, sedangkan untuk mengukur kadar trigliserida darah digunakan metode GPO-PAP (Glycerol-3-phosphate oxidase -p-aminophenazone). Semua analisis menggunakan kit dengan merk Human®. Prosedur Penelitian Tahap Pertama Kultur starter Lactobacillus plantarum 1B1 diisolasi dari daging sapi segar yang diperoleh dari penelitian sebelumnya. Kultur starter ini disuspensikan ke dalam larutan susu skim 10% sebanyak 2% volume semula, diinkubasi selama 24 jam untuk ditumbuhkan sebagai kultur kerja. Kultur kerja ini kemudian dihitung populasinya dengan memupukkannya pada MRSA yang diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C. Bila populasinya telah mencapai kisaran 108 cfu/g, maka kultur tersebut sudah siap untuk digunakan sebagai starter dalam pembuatan daging fermentasi. Tahapan proses pembuatan daging fermentasi dapat dilihat pada Gambar 6. Daging fermentasi ini dibuat untuk disimpan selama 10 hari (disimpan di dalam refrigerator suhu 100C), sehingga dalam penelitian ini dilakukan pembuatan daging fermentasi sebanyak tiga kali. Daging Sapi ¾ bagian dipotong dadu (2,5 cm x 2,5 cm) ¼ bagian digiling Disimpan dalam freezer selama 24 jam Dimasukkan ke dalam food cutter Ditambahkan kultur starter sebanyak 2% Ditambahkan garam sebanyak 2% Digiling hingga seukuran beras Dimasukkan ke dalam selongsong Conditioning 24 jam Diasap dengan suhu dingin(25-300C) 2 jam selama empat hari Daging Fermentasi Gambar 6. Proses Pengolahan Daging Fermentasi Pembuatan daging panggang dilakukan dengan cara daging sapi digiling terlebih dahulu, ditambahkan garam 2%, kemudian dipanggang dalam oven bersuhu 1200C selama 60 menit. Daging ini lalu dihancurkan menggunakan garpu sehingga berbentuk seperti bulir beras, dan siap digunakan sebagai campuran ransum. Daging fermentasi dan daging panggang yang diperoleh selanjutnya dianalisis kadar kolesterol dan kadar trigliseridanya serta dilakukan analisis proksimat terutama untuk mengetahui kadar protein dalam daging yang selanjutnya digunakan untuk menentukan jumlah daging yang ditambahkan ke dalam ransum. Penelitian Tahap Kedua Penelitian ini menggunakan tikus jantan berumur kurang lebih 3-4 minggu, berjumlah 12 ekor. Tikus dibagi menjadi tiga grup, masing-masing grup terdiri atas empat ekor. Grup pertama diberi perlakuan ransum kontrol (sumber protein kasein), grup kedua diberi ransum dengan substitusi sumber protein daging fermentasi, sedangkan grup ketiga diberi ransum dengan subsitusi sumber protein daging non fermentasi (daging panggang). Penelitian dilakukan selama 35 hari. Pertama kali tikus diberikan adaptasi laboratorium dan ransum kontrol selama 5 hari, kemudian dilanjutkan pemberian ransum sesuai perlakuan selama 30 hari. Ransum dan air minum diberikan seacara ad libitum. Setiap hari sisa ransum ditimbang untuk mengetahui tingkat konsumsi. Setiap tikus ditimbang bobotnya tiap dua hari sekali. Hari terakhir percobaan dilakukan penampungan darah dengan cara tikus dipingsankan terlebih dahulu. Darah diambil dari jantung dengan menggunakan alat suntik (shyringe). Darah ditampung dalam tabung dan dibiarkan selama satu jam pada suhu kamar. Darah disentrifuse dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit. Supernatan berupa serum diambil dengan pipet steril dan ditempatkan pada tabung effendorf dan siap untuk dianalisis. Analisis Kadar Air. Penentuan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven (AOAC, 1984). Sebanyak 1 gram sampel ditimbang dalam wadah botol logam yang berat keringnya telah diketahui sebelumnya. Wadah beserta isinya dipanaskan dalam oven dengan suhu 1050C selama 8 jam. Sampel kemudian didinginkan hingga beratnya konstan. Kadar air dihitung dengan persamaan: Kadar air (%) = Berat sampel segar - berat sampel kering (g) x 100% Berat sampel segar (g) Analisis Kadar Protein. Kadar protein diukur dengan menggunakan metode Kjehdal (AOAC, 1984). Sebanyak 0,25 g sampel kering dimasukkan ke dalam labu Kjehdal 100 ml, kemudian ditambahkan katalis selenium 0,25 g dan H2SO4 pekat 3 ml kemudian dilakukan destruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) selama 1 jam sampai larutan jernih. Setelah dingin ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40%, kemudian didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml H3BO3 2% dan 2 tetes indikator Brom Cresol Green-Methyl Red berwarna merah muda. Setelah volume hasil tampungan (destilat) menjadi 10 ml dan berwarna hijau kebiruan, destilasi dihentikan dan destilasi dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai berwarna merah muda. Perlakuan yang sama dilakukan juga terhadap blanko. Dengan metode ini diperoleh kadar nitrogen total yang dihitung dengan rumus: %N= Kadar Protein (S-B) x NHCl x 14 x 100 % W x 1000 (%) = % N x 6,25 Keterangan : S = volume titran sampel (ml) B = volume titran blanko (ml) W = bobot sampel kering (mg) Analisis Kadar Lemak. Kadar lemak ditentukan dengan metode Soxhlet (AOAC, 1984). Labu yang akan digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam indikator dan ditimbang beratnya. Sebanyak 5 gram sampel dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet. Alat kondenser diletakkan di bawahnya. Pelarut heksana dimasukkan ke dalam labu lemak secukupnya. Pelarut lemak didestilasi dan ditampung kembali. Abu lemak yang berisi hasil ekstraksi dipanskan dalam oven pada suhu 1050C hingga beratnya konstan, dan didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemaknya ditimbang, kadar lemak dapat dihitung dengan rumus : Kadar lemak (% BB) = Berat lemak (g) x 100 % Berat sampel (g) Analisis Kadar Abu. Sampel sebanyak 1 gram ditempatkan dalam cawan porselin dan dibakar sampai tidak berasap, kemudian diabukan dalam tanur bersuhu 6000C selama 1 jam hingga beratnya konstan. Abu yang dihasilkan ditimbang. Kadar abu dihitung Berat abu (g) dengan persamaan : Kadar abu (% BB) = Penghitungan x 100 % Berat sampel (g) Ransum. Konsumsi Jumlah ransum yang dikonsumsi setiap hari diperoleh dengan menghitung jumlah ransum yang diberikan dikurangi dengan sisa ransum. Jumlah bahan pakan yang dikonsumsi diperoleh dengan cara jumlah ransum yang dikonsumsi dikalikan dengan persentase masing-masing bahan pakan yang terkandung dalam ransum tersebut. Penghitungan Pertambahan Bobot Badan (PBB). Pertambahan bobot badan dihitung dengan menggunakan rumus : PBB = bobot akhir – bobot awal / lama perlakuan Penghitungan Konversi Pakan. Konversi pakan dihitung menggunakan rumus : Konversi Pakan = Konsumsi Pakan PBB Analisis Kadar Kolesterol Total. Kolesterol ditentukan setelah proses hidrolisis enzimatis dan oksidasi. Indikator quinoneimine dibentuk dari hydrogen peroxydase dan 4-aminophenazone dengan keberadaan phenol dan peroxidase. Komposisi reagent terdiri dari buffer fosfat pH 6,5, 4-amino-phenazone, phenol, peroxidase, cholesterolesterase, cholesteroloxidase, sodium azide. Prinsip reaksi: Cholesterolester + H2O Cholesterol + O2 CHE CHO Cholesterol + asam lemak cholestene-3-one + H2O2 2H2O2 + 4-amino-phenazone + phenol POD quinoneimine + 4H2O Sampel sebanyak 10 µl ditambahkan reagent sebanyak 1000 µl, dicampur, disentrifuse selama 10 menit pada suhu 20-250C. Asorbansi diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm dalam waktu 1 jam. Kolesterol total (mg/dl) = Konsentrasi standar x Absorbansi Analisis Kadar Trigliserida. Kadar trigliserida ditentukan setelah hidrolisis oleh lipase. Indikator quinoneimine dibentuk dari hydrogen peroxidase, 4- aminoantipyrine dan 4-chlorophenol di bawah pengaruh katalis peroxidase. Komposisi reagent : PIPES buffer pH 7,5, 4-chlorophenol, 4-aminoantipyrine, ion magnesium, ATP, lipase peroxidase, glycerol kinase, glycerol-3-fosfat oxidase. Prinsip reaksi: Trigliserida lipase Glycerol+ATP GK glycerol + asam lemak glycerol-3-phosphate + ADP Glycerol-3-phosphate+O2 H2O2 + 4-aminoantipyrine GPO dihidroxyacetone phosphate + H2O2 POD quinoneimine + HCl + H2O + 4- chlorophenol Sampel sebanyak 10 µl ditambahkan reagent sebanyak 1000 µl, dicampur, disentrifuse selama 10 menit pada suhu 20-250C. Absorbansi diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm dalam waktu 1 jam. Trigliserida (mg/dl) = Konsentrasi standar x Absorbansi Analisis Kadar Kolesterol HDL. Kilomikron, VLDL dan LDL diendapkan dengan penambahan phosphotungstic acid dan magnesium chloride. Setelah disentrifuse, cairan supernatan yang mengandung fraksi HDL, diuji dengan menggunakan kit untuk kolesterol. Komposisi reagent pengendap : phosphotungstic acid dan magnesium chloride. Sampel sebanyak 200 µl ditambahkan reagent pengendap sebanyak 500 µl, diinkubasi selama 10 menit pada suhu ruang lalu disentrifuse selama 10 menit pada 4000 rpm. Supernatan HDL sebanyak 100 µl dicampur dengan reagent CHOD-PAP 1000 µl, diinkubasi selama 10 menit pada suhu 20-250C. Asorbansi diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm dalam waktu 1 jam. Kolesterol HDL (mg/dl)= Konsentrasi standar x Absorbansi Analisis Kadar Kolesterol LDL. Kadar kolesterol LDL darah ditentukan dengan menggunakan rumus penghitungan kadar kolesterol LDL darah (Friedwald et al., 1972) yaitu: Kolesterol LDL (mg/dl)= kolesterol total- (trigliserida/5 + kolesterol HDL) Penghitungan Indeks Aterogenik. Santoso et al. (2001) menghitung indeks aterogenik menggunakan persamaan berikut: Indeks aterogenik = total kolesterol – kolesterol HDL kolesterol HDL Analisis Kadar Kolesterol dan Trigliserida dalam Daging. Kadar kolesterol dan trigliserida dalam daging diukur menggunakan metode yang sama dengan pengujian pada serum darah, namun sebelumnya, sebanyak 3 gram sampel daging yang telah dihancurkan ditambahkan 20 ml dietil eter, diaduk lalu diuapkan pada suhu kamar selama 48 jam. Sampel daging yang telah terekstrak ditambahkan 2 ml larutan PBS pH 7,2, selanjutnya dianalisis menggunakan kit merk Human® untuk uji kolesterol dan trigliserida. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Pertumbuhan Pengaruh pemberian ransum yang mengandung daging fermentasi terhadap pertumbuhan tikus pada penelitian ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi pakan. Konsumsi Ransum Jumlah bahan pakan yang dikonsumsi tikus setiap hari diperoleh dengan cara menghitung jumlah pakan yang dikonsumsi per hari (ransum total) dikalikan dengan persentase masing-masing bahan pakan yang terkandung dalam ransum tersebut. Hasil perhitungan konsumsi ransum segar dapat dilihat pada Tabel 6, sedangkan jumlah konsumsi protein kasar dan lemak kasar disajikan pada Tabel 7. Tabel 6. Rataan Konsumsi Ransum Segar (g/hari) Perlakuan Bahan Pakan Kontrol Kasein Daging Fermentasi Daging Panggang 11,189 + 1,001a 17,961 + 1,422b 16,342 + 1,148b 1,420 + 0,127 - - - 8,187 + 0,648 7,449 + 0,524 Minyak Nabati 0,888 + 0,080 1,426 + 0,113 1,298 + 0,091 Campuran Mineral 0,510 + 0,046 0,819 + 0,065 0,745 + 0,052 Selulosa 0,107 + 0,010 0,172 + 0,014 0,157 + 0,011 Vitamin 0,112 + 0,010 0,180 + 0,014 0,163 + 0,011 a b 5,946 + 0,418b Ransum Total* Kasein Daging* Pati Jagung* 7,751 + 0,694 6,535 + 0,517 Keterangan : *) Diuji secara statistik. Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). Tabel 7. Konsumsi Protein Kasar dan Lemak Kasar (g berat basah/hari) Zat Makanan Bahan Pakan (yang dikonsumsi) Kasein Daging Fermentasi Daging Panggang Protein Kasar 1,119 + 0,100a 1,796 + 0,142b 1,773 + 0,125b Lemak Kasar 0,007 + 0,001a 0,024 +0,002b 0,184+ 0,013c Keterangan: superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). Tabel 6 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan (P<0,01) pada tingkat konsumsi pakan grup tikus kontrol dengan daging fermentasi dan grup tikus kontrol dengan daging panggang, sedangkan tingkat konsumsi pada grup daging fermentasi dengan daging panggang tidak berbeda (P>0,05). Berdasarkan rataan, tingkat konsumsi paling rendah terdapat pada grup tikus kontrol, kemudian grup tikus yang mendapatkan daging panggang dan yang paling tinggi adalah grup yang memperoleh daging fermentasi. Jumlah daging fermentasi dan daging panggang yang dikonsumsi juga tidak menunjukkan perbedaan (P>0,05). Lain halnya dengan tingkat konsumsi pati jagung, yang menunjukkan bahwa grup kontrol mengkonsumsi pati jagung lebih banyak dibandingkan grup lainnya. Hal ini disebabkan ransum pada grup kontrol memang mengandung pati jagung yang lebih banyak dibandingkan ransum grup lainnya. Tingkat konsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor hewan, pakan dan lingkungan. Faktor hewan dibagi menjadi tujuh bagian yaitu ukuran tubuh, bobot badan dewasa, jenis kelamin, umur, faktor genetik dan bangsa. Faktor lingkungan adalah temperatur, kelembaban dan sinar matahari (Parakkasi, 1999). Faktor yang lebih mempengaruhi tingkat konsumsi pada penelitian ini diduga adalah faktor pakan, karena faktor hewan dan lingkungan telah dibuat seseragam mungkin. Faktor pakan yang mempengaruhi konsumsi adalah sifat fisik, kandungan nutrisi dan palatabilitas pakan (Pond et al., 1995). Tingkat energi dalam pakan akan mempengaruhi banyaknya pakan yang dikonsumsi. Grup tikus kontrol mendapatkan kasein sebagai sumber proteinnya, kasein ini merupakan protein standard murni yang diasumsikan dapat diserap secara penuh oleh sistem pencernaan tubuh (hampir 100%). Grup ini juga mendapatkan persentase pati jagung lebih banyak dalam ransumnya dibanding grup lainnya, dimana pati jagung ini berfungsi sebagai sumber energi. Semakin tinggi kandungan energi dalam pakan, maka semakin rendah tingkat konsumsinya (Wahju, 1997). Tingginya tingkat konsumsi pada tikus yang diberi sumber protein daging berkaitan dengan palatabilitas yang terdapat pada daging fermentasi dan daging panggang. Kedua jenis olahan daging ini memberikan aroma yang khas karena telah melalui proses pemasakan. Senyawa-senyawa aroma volatil pada daging akan meningkat selama pemanasan atau pemasakan melalui beberapa reaksi yaitu diantaranya reaksi Maillard, oksidasi lipida serta interaksi antara oksidasi lipida dan reaksi Maillard (Varnam dan Sutherland, 1995). Pengolahan daging fermentasi menggunakan metode pengasapan, dimana asap yang ditimbulkan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme, mengurangi oksidasi lemak dan memberi flavor pada daging yang diproses (Lawrie, 1998). Proses pengasapan akan menghasilkan karbonil dari proses pirolisis selulosa dan hemiselulosa, karbonil kemudian bereaksi dengan grup amino pada daging dan terjadi reaksi Maillard. Pirolisis pada lignin akan memproduksi fenolik yang berfungsi menimbulkan aroma. Guiaiacol merupakan unsur fenolik yang menimbulkan rasa asap sedangkan syringol merupakan unsur fenolik yang menimbulkan bau asap pada produk (Ellis, 2001). Pertambahan Bobot Badan Pertambahan bobot badan (PBB) diperoleh dari selisih antara bobot badan awal dengan bobot badan akhir selama penelitian. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu realisasi dari pertumbuhan karena konsumsi pakan yang melebihi kebutuhan hidup pokok. Pertambahan bobot badan tikus selama penelitian terlihat pada Tabel 8. Tabel 8. Rataan Bobot Awal, Bobot Akhir dan Pertambahan Bobot Badan pada Tikus Peubah Perlakuan Kontrol Kasein Daging Fermentasi Daging Panggang Bobot Awal (g) 76,13 + 7,88 76,10+ 8,03 80,43 + 10,13 Bobot Akhir (g) 190,68 + 13,91a 218,98 + 10,31b 212,53 + 15,15ab PBB (g/hari) 3,82 + 0,59 4,76 + 0,43 4,38 + 0,35 Keterangan : superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Berdasarkan Tabel tersebut, pertambahan bobot badan tertinggi dicapai oleh grup tikus yang diberi perlakuan daging fermentasi yaitu 4,76 g/hari, kemudian grup tikus yang memperoleh daging panggang yaitu 4,38 g/hari dan yang terendah adalah grup tikus kontrol yaitu 3,82 g/hari. Hal ini disebabkan grup tikus daging fermentasi memiliki tingkat konsumsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan grup tikus lainnya. Konsumsi adalah faktor esensial yang merupakan dasar untuk hidup dan menentukan produksi (Parakkasi, 1999). Sebagian dari pakan digunakan untuk hidup pokok dan sebagian lainnya untuk produksi (Ensminger, 1991) sehingga bila kebutuhan untuk hidup pokok telah terpenuhi maka zat-zat makanan akan digunakan salah satunya untuk meningkatkan bobot badan. Selain itu juga kandungan nutrisi yang tinggi pada daging fermentasi. Kurniawati (2007) menyebutkan bahwa proses fermentasi mampu meningkatkan ketersediaan asam amino esensial dan non esensial yang disebabkan oleh aktivitas proteolitik L. plantarum 1B1 terhadap protein daging sapi. Begitu pula dengan grup tikus daging panggang yang tingkat konsumsinya juga cukup tinggi dan menempati urutan kedua. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pond et al. (1995) bahwa yang mempengaruhi pertambahan bobot badan adalah keseimbangan pakan dan jumlah pakan yang dikonsumsi. Konversi Pakan Konversi pakan merupakan nilai yang diperoleh berdasarkan nisbah antara konsumsi pakan dengan pertambahan bobot badan yang dicapai selama pengamatan. Hasil perhitungan nilai konversi pakan pada penelitian ini adalah 2,93 untuk tikus kontrol, 3,77 untuk grup tikus daging fermentasi dan 3,71 untuk grup tikus daging panggang. Semakin rendah nilai konversi pakan berarti efisiensi penggunaan pakan semakin tinggi dan semakin tinggi nilai konversi pakan berarti pakan yang dibutuhkan untuk menaikkan bobot badan per satuan berat semakin banyak atau efisiensi penggunaan pakan rendah (Nesheim et al., 1979). Secara deskriptif, grup tikus kontrol memiliki nilai konversi pakan yang paling tinggi dan yang terendah adalah gup tikus daging fermentasi. Alasan yang mendasarinya bisa dikembalikan lagi kepada karakteristik kasein yang merupakan protein standard murni yang diasumsikan dapat diserap secara penuh oleh sistem pencernaan tubuh (hampir 100%). Profil Daging Proses pembuatan daging fermentasi pada penelitian ini menggunakan kultur starter Lactobacillus plantarum 1B1 yang diisolasi dari daging sapi segar. Populasi kultur ini telah mencapai kisaran 108 cfu/g, sehingga kultur tersebut telah memenuhi syarat untuk digunakan sebagai starter dalam pembuatan daging fermentasi. Syarat minimal starter bakteri yang ditumbuhkan dalam daging fermentasi adalah 5,0 x 108 cfu/g sampai 1,0 x 109 cfu/g (Overby, 1988). Data mengenai jumlah bakteri asam laktat (BAL), kadar kolesterol dan trigliserida pada daging olahan yang digunakan sebagai campuran ransum disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Jumlah BAL, Kolesterol dan Trigliserida pada Daging Olahan Jenis Daging Jumlah BAL Kadar Kolesterol Kadar Trigliserida Daging Fermentasi Daging Panggang 2,9 x 1010 cfu/gr Tidak dianalisis 11,7 mg/100 g bb 422,5 mg/100 g bb 0,39 mg/g bk 13,99 mg/g bk 116 mg/100 g bb 415,8 mg/100 g bb 3,47mg/g bk 12,79mg/g bk Keterangan : bb = berat basah bk = berat kering Jumlah bakteri asam laktat (BAL) yang terdeteksi pada daging fermentasi yang dibuat pada penelitian ini adalah sekitar 2,9 x 1010 cfu/g, yang dipengaruhi oleh inokulasi L. plantarum 1B1. Waktu generasi L. plantarum 1B1 menurut Hidayati (2006) adalah 1 jam 5 menit, sehingga dalam jangka waktu 4 hari fermentasi, populasi tersebut sudah mencapai populasi maksimal. Jumlah tersebut juga dipengaruhi oleh BAL alami yang terdapat mula-mula di daging. Daging fermentasi dan daging panggang yang digunakan juga dianalisis kadar kolesterolnya. Daging fermentasi memiliki kadar kolesterol yang cukup rendah dibandingkan kadar kolesterol pada daging panggang dan juga dibandingkan dengan daging segar yang kadar kolesterolnya sebanyak 60 mg/100g (Scherz dan Senser, 1989). Proses pengolahan pada daging panggang menyebabkan penurunan kadar air dan meningkatnya kandungan bahan kering per gram. Hal ini merupakan kemungkinan yang mendasari meningkatnya kadar kolesterol daging panggang dibandingkan daging segar. Proses pengolahan pada daging fermentasi juga menyebabkan penurunan kadar air yang hampir sama jumlahnya dengan daging panggang. Analisis proksimat menunjukkan bahwa kadar air daging fermentasi sebesar 69,8% sedangkan daging panggang sebesar 67,5%. Namun dalam hal ini kadar kolesterol daging fermentasi justru menurun dan mencapai nilai yang cukup rendah yaitu 11,7 mg/100g bb atau 0,39 mg/g bk. Meskipun kandungan lemak kasar pada daging panggang lebih tinggi yaitu 2,47% bb dibandingkan kandungan lemak kasar pada daging fermentasi yang hanya sebesar 0,29% bb, namun hal ini belum tentu menunjukkan korelasi antara kandungan lemak dan kandungan kolesterol. Seperti yang disebutkan di dalam Chizzolini et al. (1999) bahwa kadar lemak yang tinggi pada daging tidak selalu menunjukkan kadar kolesterol yang tinggi. Rendahnya kadar kolesterol pada daging fermentasi diduga disebabkan oleh aktivitas yang dilakukan oleh mikroorganisme yang terdapat dalam daging itu sendiri, terutama bakteri asam laktat L. plantarum 1B1 yang ditambahkan ke dalam daging. Kolesterol merupakan bagian penting dari struktur membran sel. Bakteri ini diduga menggunakan kolesterol yang terdapat dalam daging untuk mendukung pertumbuhannya, mengkonversinya ke dalam suatu bentuk yang pada akhirnya tidak terdeteksi pada pengujian di laboratorium. Mengenai hal ini perlu dibuktikan lebih jauh sehingga bisa diketahui mekanisme bakteri asam laktat dalam mempengaruhi kadar kolesterol di dalam daging. Profil Lipida dan Kolesterol Darah Hasil analisis profil lipida darah tikus kontrol, perlakuan daging fermentasi dan daging panggang yang meliputi kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL, dan indeks aterogenik tidak menunjukkan adanya perbedaan (P<0,05). Perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda pada kadar trigliserida darah. Hasil rataan dan standar deviasi kadar kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL, trigliserida dan indeks aterogenik disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10. Rataan Kadar Kolesterol Total, Kolesterol HDL, Trigliserida dan Indeks Aterogenik Perlakuan Peubah Kontrol Kasein Daging Fermentasi Daging Panggang Kolesterol total (mg/dl) 59,06 + 11,11 57,42 + 15,10 65,89 + 3,03 Kolesterol HDL(mg/dl) 11,85 + 4,10 10,31 + 2,07 9,9 + 1,37 Kolesterol LDL(mg/dl) 34,98 + 8,47 29,63 + 13,24 35,52 + 2,34 Indeks Aterogenik 3,95 + 1,15 4,63 + 1,55 5,74 + 0,85 Trigliserida (mg/dl) 61,14 + 11,87a 87,38 + 18,63ab 102,5 + 24,0b Keterangan : superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Kolesterol Total Kadar kolesterol total serum darah tikus pada penelitian ini tidak menunjukkan perbedaan. Kadar ini juga masih berada dalam kisaran normal menurut Malole dan Pramono (1989) yaitu sekitar 40-130 mg/dl. Secara normal, tingkat kolesterol diatur oleh hati melalui mekanisme feedback biokimia. Jika tingkat kolesterol rendah, produksi HMG-KoA reduktase hati akan meningkat sehingga biosintesis kolesterol meningkat. Sebaliknya pada saat tingkat kolesterol tinggi, hati akan menurunkan produksi HMG-KoA reduktase sehingga sintesis kolesterol menurun. Fungsi mekanisme feedback ini sangat penting untuk menjaga tingkat kolesterol darah dalam kondisi normal (English, 2004). Sitepoe (1993) juga menyatakan bahwa dalam keadaan normal bila terjadi gangguan dalam konsumsi kolesterol, maka akan terjadi mekanisme untuk mempertahankan keseimbangan kolesterol. Selain itu, senyawa kolesterol di dalam tubuh disintesis dari asetil koenzim A atau asetil KoA (Mayes, 1996). Asetil KoA sendiri berasal dari metabolisme zat gizi sumber kalori (karbohidrat, lipida dan protein). Jika asetil KoA terlalu banyak dihasilkan, maka senyawa ini akan banyak masuk lintasan reaksi ke asetoasetil KoA, dari sini dengan mudah bisa terbentuk kolesterol (Girindra, 1988). Hal tersebut dapat menerangkan mengapa seseorang yang sehari-hari mengkonsumsi bahan makanan sumber energi dalam jumlah besar, kadar kolesterol darahnya dapat meninggi meskipun bahan makanan tadi tidak mengandung kolesterol (Sianturi, 2002). Ditambahkan pula oleh Piliang dan Djojosoebagio (2006) bahwa zat makanan lain, seperti sukrosa juga dapat mempengaruhi kadar kolesterol darah. Diduga bahwa sukrosa, dengan jalan meningkatkan kadar trigliserida dalam darah, dapat meningkatkan kolesterol serum. Mekanisme ini dapat dianalogikan pada tikus kontrol, grup ini tidak diberi tambahan daging pada ransumnya yang merupakan sumber kolesterol, namun kadar kolesterol darahnya tidak berbeda dengan tikus yang memperoleh daging fermentasi maupun daging panggang, karena tikus kontrol ini juga mendapatkan sumber energi dari zat makanan yang lain seperti kasein dan pati jagung. Selain itu, umur tikus yang digunakan pada penelitian ini masih muda, tubuh masih sangat memerlukan kolesterol untuk pertumbuhan, sehingga kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan kolesterol juga masih bagus. Namun demikian, jika dilihat dari data, meskipun tidak nyata secara statistik, profil kolesterol tikus yang diberi daging fermentasi menunjukkan performan yang lebih baik. Hal ini terlihat dari rataan kolesterol total yang lebih rendah pada tikus yang diberi daging fermentasi dibandingkan tikus yang diberi daging panggang. Terdapat beberapa kemungkinan yang mendasari hal ini yaitu yang pertama, karena kandungan kolesterol yang rendah pada daging fermentasi dibandingkan daging panggang. Jika dilihat dari jumlah konsumsi daging fermentasi yaitu 8,187 g bb/hari (2,47 g bk/hari) dan daging panggang sebesar 7,449 g bb/hari (2,42 g bk/hari) maka dapat dihitung jumlah kolesterol yang dikonsumsi yaitu yang berasal dari daging fermentasi sebesar 0,96 mg bk/hari sedangkan yang berasal dari daging panggang sebesar 9,05 mg bk/hari. Kedua, karena kandungan lemak kasar (asal daging) yang dikonsumsi jauh lebih tinggi pada daging panggang yaitu 0,184 + 0,013 g bb/hr sedangkan pada daging fermentasi adalah 0,024 + 0,002 g bb/hr, meskipun begitu kadar trigliserida yang terdeteksi pada daging panggang (12,79 mg/g bk) tidak terlalu berbeda dengan daging fermentasi (13,99 mg/g bk). Asam-asam lemak utama pada daging adalah asam-asam lemak jenuh. Salah satu faktor penting yang mengatur tingkat kolesterol serum adalah rasio asam lemak tak jenuh ganda dengan asam lemak jenuh. Asam lemak jenuh akan meningkatkan kadar kolesterol sedangkan asam lemak tak jenuh ganda akan menurunkan kadar kolesterol, kecuali asam lemak tak jenuh ganda trans yang memiliki pengaruh yang sama dengan asam lemak jenuh (McDonald et al., 2002). Kemungkinan ketiga, karena adanya aktivitas bakteri asam laktat probiotik yang secara in vivo dapat mereduksi kadar kolesterol darah. Mekanisme utama bakteri probiotik dalam menurunkan kolesterol serum sebenarnya masih belum jelas. Seperti yang disebutkan oleh Pereira dan Gibson (2002), hal ini mengacu pada proses dekonjugasi asam empedu oleh bakteri yang kemudian mempengaruhi metabolisme kolesterol ataupun juga bakteri tersebut secara langsung mengasimilasi kolesterol. Pengujian aktivitas asimilasi pertama kali ditunjukkan oleh Gilliland et al. (1985) dengan melakukan inkubasi bakteri asam laktat dalam media yang mengandung kolesterol dan dalam media tanpa kolesterol digunakan sebagai kontrol. Aktivitas asimilasi diamati dengan membandingkan jumlah kolesterol yang tersisa pada media. Asimilasi kolesterol ini hanya terjadi jika kultur ditumbuhkan secara anaerobik pada media pertumbuhan yang mengandung garam empedu. Jumlah garam empedu yang dibutuhkan agar kultur mampu mengambil kolesterol dari media pertumbuhan setara dengan jumlah yang secara normal terdapat di usus. Jadi kondisi yang dibutuhkan pada sistem in vitro untuk pengambilan kolesterol oleh bakteri asam laktat menyerupai kondisi di dalam saluran usus (Kusumawati, 2002). Surono (2004) juga menjelaskan bahwa beberapa jenis bakteri asam laktat bahkan dinding selnya mampu mengikat kolesterol dalam usus halus sebelum kolesterol diserap oleh tubuh. Penelitian secara in vitro menyebutkan beberapa kemungkinan mekanisme bakteri dalam mereduksi kolesterol yaitu adanya asimilasi kolesterol selama pertumbuhan, inkorporasi kolesterol ke dalam membran sel dan adanya pengikatan kolesterol pada permukaan sel (Liong dan Shah, 2005a). Noh et al. (1997) juga menyebutkan adanya penggabungan kolesterol pada membran seluler bakteri, dan sebagian lagi mungkin masuk dan bergabung dengan sel dan bukan dengan membran sel. Jalur utama pembuangan kolesterol dari tubuh (200-300 mg/hari) adalah melalui konversi oleh hati menjadi asam empedu (yang memegang peranan penting dalam proses pencernaan makanan terutama lemak). Asam empedu utama dalam cairan empedu adalah asam kholat dan khenodeoksikholat yang berikatan (terkonjugasi) dengan glisin dan taurin (Bender, 2003; Muchtadi et al., 1993). Senyawa ini akan dialirkan melalui saluran empedu ke dalam duodenum. Sekitar 98% dari asam empedu diabsorpsi ulang oleh hati melalui sirkulasi enterohepatik. Asam empedu yang tidak terserap, didegradasi di dalam usus besar dan diekskresikan di dalam feses (Muchtadi et al., 1993). Bakteri usus akan mengkatalisis proses dekonjugasi dan metabolisme selanjutnya untuk menghasilkan garam-garam, asam litokolat dan asam deoksikolat (Bender, 2003). Enzim bile salt hydrolase (BSH) bertanggung jawab terhadap dekonjugasi asam empedu, dimana glisin dan taurin dipisahkan dari steroid, sehingga menghasilkan garam empedu bebas atau terdekonjugasi. Bile salt hydrolase dimiliki oleh beberapa strain bakteri saluran pencernaan seperti Lactobacillus, Enterococcus, Bifidobacterium, Clostridium, Peptostreptococcus dan Bacteroides (Surono, 2004). Garam empedu terdekonjugasi lebih mudah menempel pada sel bakteri atau serat makanan dibandingkan dengan garam empedu terkonjugasi, sehingga jumlah garam empedu yang diekskresikan akan meningkat (Usman dan Hosono, 1999). Selain itu garam empedu bebas bersifat kurang larut dibandingkan garam empedu yang terkonjugasi dan menyebabkan rendahnya penyerapan pada lumen usus (Liong dan Shah, 2005a) sehingga akan lebih mudah terbuang dari saluran pencernaan. Pengeluaran asam-asam empedu ini menyebabkan penurunan jumlah asam empedu yang diserap pada siklus enterohepatik sehingga meningkatkan sintesis empedu de novo (Pierre St-Onge et al., 2000). Oleh karenanya, akan lebih banyak kolesterol yang disintesa untuk menggantikan yang hilang, dengan demikian jumlah kolesterol yang tersedia untuk diserap ke dalam tubuh menjadi berkurang. Kolesterol LDL, Kolesterol HDL dan Indeks Aterogenik Kolesterol LDL dan kolesterol HDL pada penelitian ini tidak berbeda (P>0,05). Perubahan kolesterol total dalam serum biasanya menggambarkan terutama perubahan dalam konsentrasi beta-lipoprotein (LDL) (Muchtadi, 1989). Grup beta-lipoprotein mengandung proporsi kolesterol yang besar dan akan naik dengan meningkatnya umur dan ketika mengkonsumsi makanan kaya akan asam lemak jenuh dan sejumlah kolesterol (Robinson, 1978). Sekitar 65% kolesterol darah berada dalam bentuk LDL. Low density lipoprotein atau LDL berfungsi membawa kolesterol dari hati ke jaringan tubuh yang memerlukan. Sementara itu, sebagian besar organ tidak mampu untuk membuang atau mengkatabolisme kolesterol dari tubuh, oleh karena itu transpor dari jaringan ke tempat katabolisme (hati, korteks adrenal dan gonad) dan sekresi (kulit, hati dan usus) dilaksanakan oleh HDL. Kadar HDL diharapkan tinggi di dalam darah. Indeks aterogenik merupakan indikator untuk mengetahui resiko aterosklerosis yang merupakan salah satu penyebab utama penyakit jantung koroner. Perbedaan indeks aterogenik antara kontrol dengan perlakuan sangat berarti karena setiap point penurunan indeks aterogenik memiliki makna penurunan resiko aterosklerosis. Indeks aterogenik pada penelitian ini tidak menunjukkan perbedaaan. Rataan indeks aterogenik pada tikus kontrol adalah 3,95 + 1,15, perlakuan daging fermentasi sebesar 4,63 + 1,55, sedangkan pada daging panggang sebesar 5,74 + 0,85. Menurut Sihombing (2003), nilai indeks aterogenik ideal untuk laki-laki adalah di bawah 4,5 sedangkan untuk wanita di bawah 4. Indeks aterogenik yang memiliki nilai ≥ 5,0 beresiko terhadap penyakit jantung (Bhattacharjee dan Srivasta, 1993). Nilai ini sangat tergantung pada kadar HDL. Semakin tinggi kadar HDL maka nilai indeks aterogenik semakin rendah. Fungsi HDL sebagai pembawa kolesterol dari jaringan perifer ke hati diduga merupakan mekanisme utama dari HDL guna melindungi terhadap terjadinya aterosklerosis, HDL dapat menghilangkan kolesterol dari sel busa pada luka aterosklerosis atau melindungi LDL dari modifikasi oksidasi. Rendahnya kadar HDL akan meningkatkan resiko penyakit jantung koroner. Kadar Trigliserida Kadar trigliserida pada penelitian ini menunjukkan perbedaan (P<0,05) antara kontrol dengan perlakuan daging panggang, sedangkan antara kontrol dengan perlakuan daging fermentasi tidak berbeda, begitu pula antara perlakuan daging fermentasi dengan daging panggang. Hal ini diduga karena tikus kontrol hanya mendapatkan kasein sebagai sumber proteinnya. Lain halnya jika dibandingkan dengan tikus yang diberi daging fermentasi dan daging panggang, yang pada keadaan ini kedua kelompok tikus sama-sama mendapatkan ransum yang berbahan dasar daging, tetapi berbeda teknik pengolahan. Jika dilihat dari rataan, kadar trigliserida pada tikus dengan perlakuan daging fermentasi lebih rendah dibandingkan daging panggang. Hasil analisis kadar trigliserida pada daging tidak terlalu berbeda yaitu pada daging fermentasi adalah 13,99 mg/g bk sedangkan pada daging panggang adalah 12,79 mg/g bk. Rendahnya kadar trigliserida pada serum darah tikus yang diberi ransum daging fermentasi diduga karena menurunnya aktivitas enzim lipase pankreas akibat adanya aktivitas bakteri asam laktat yang menurunkan pH daging dan selanjutnya menurunkan pH usus. Nilai pH optimum enzim lipase adalah 8,0 (Piliang dan Djojosoebagio, 2006). Enzim lipase ini akan menghidrolisis trigliserida menjadi digliserida, monogliserida, gliserol dan asam lemak sehingga mudah diserap ke dalam sel mukosa usus. Kadar trigliserida darah semua tikus pada penelitian ini masih berada dalam kisaran normal. Kadar trigliserida darah tikus menurut Malole dan Paramono (1989) adalah sebesar 26-145 mg/dl. Kadar trigliserida yang tinggi apakah dapat meningkatkan resiko penyakit jantung atau stroke, masih belum jelas. Kadar trigliserida darah di atas 250 mg/dl (pada manusia) dianggap abnormal, tetapi kadar yang tinggi ini tidak selalu meningkatkan resiko terjadinya aterosklerosis maupun penyakit jantung koroner (Nutracare, 2007). Namun demikian, banyak sekali hasil penelitian yang mendukung adanya hubungan erat antara peningkatan konsentrasi trigliserida dalam serum dengan penyakit arteri koroner. Beberapa peneliti menyatakan bahwa kadar trigliserida serum merupakan faktor diagnosis yang lebih baik pada penyakit arteri koroner dibandingkan dengan kolesterol atau lipida serum lainnya. Konsentrasi trigliserida dalam serum ditemukan meningkat pada pasienpasien penyakit arteri koroner dibandingkan dengan grup subyek yang mempunyai umur yang sama tetapi tidak mengidap penyakit tersebut (Muchtadi, 1989). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pemberian pakan yang mengandung daging yang difermentasi Lactobacillus plantarum 1B1 kepada tikus putih (Rattus norvegicus) tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar kolesterol total, kolesterol HDL, dan kolesterol LDL serum darah serta indeks aterogenik dibandingkan dengan tikus kontrol dan tikus yang diberi pakan mengandung daging panggang. Namun demikian, kadar trigliserida darah tikus kontrol lebih rendah dibandingkan dengan tikus yang diberi pakan daging panggang, sedangkan kadar trigliserida darah pada tikus kontrol tidak berbeda dengan tikus yang diberi daging fermentasi, begitu pula antara tikus yang diberi daging panggang dengan tikus yang diberi daging fermentasi. Saran Aktivitas Lactobacillus plantarum 1B1 dalam mempengaruhi kadar kolesterol perlu diteliti lebih lanjut, terutama pengaruhnya terhadap kadar kolesterol pada daging. Pengujian secara in vivo bisa dilakukan kembali dengan menggunakan hewan percobaan yang umurnya telah dewasa atau hewan yang hiperkolesterolemia agar memberikan respon yang lebih nyata. UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam tak lupa semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman. Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak, ibu, kakak, serta adik tercinta yang telah banyak membantu baik materi, motivasi, do’a serta kasih sayang yang tidak henti diberikan kepada penulis. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si. dan Tuti Suryati, S.Pt., M.Si. yang telah membimbing, mengarahkan, meluangkan waktu serta membantu penulis dalam penyusunan usulan proposal hingga tahap akhir penulisan skripsi. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Rini H. Mulyono, M.Si. sebagai pembimbing akademik atas nasehat dan motivasinya selama perkuliahan serta kepada Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si. dan Dr. Ir. Jajat Jachja F. A., M.Agr. yang telah menguji dan memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Program Hibah Bersaing Perguruan Tinggi yang telah memberikan kesempatan dan bantuan dana penelitian. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan program studi Teknologi Hasil Ternak, Wisma 76 dan kepada Tim Daging Fermentasi (M. Deni, Abdullah, Abd. Rohim, Margareta dan Widimartani) dan teknisi Bagian IPT Ruminansia Besar Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor serta seluruh teman-teman seperjuangan. Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh civitas akademika Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Bogor, September 2008 Penulis DAFTAR PUSTAKA Akalin, A. S., S. Gonc dan S. Duzel. 1997. Influence of yogurt and achidophilus yogurt on serum cholesterol levels in mice. J. Dairy Sci. 80:2721-2725. AOAC. 1984. Official Method of Analysis. 12th edition. Association of Official Analytical Chemist, Washington DC. Bender, D. A. Introduction to Nutrition and Metabolism. 3th edition. 2003. Taylor and Francis Group, London and New York. Bhattacharjee, J. dan D. K. Srivastava. 1993. Serum malonaldehyde (MDA) in relation to lipidemic status and atherogenic index. Indian J. Clin. Biochem. 8(1):12-15. Buckle, K.A., R.A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan: Hari Purnomo dan Adiono. UI Press, Jakarta. Chizzolini, R., E. Zanardi, V. Dorigoni dan S. Ghidini. 1999. Calorific value and cholesterol content of normal and low fat meat and meat products. Review. Food Science and Technology Elsevier. 10 (1999): 119-128. Dalimartha, S. 2003. 36 Resep Tumbuhan Obat untuk Menurunkan Kolesterol. Penebar Swadaya, Jakarta. Delzenne, N. M. dan N. Kok. 2001. Effects of fructans-type prebiotics on lipid metabolism. Am. J. Clin. Nutr. 73:456S-458S. Dewan Standardisasi Nasional. 1995. Daging sapi/kerbau. SNI 01-3947-1995. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta. Dunsford, B. R. dan W. E. Haensly. 1991. Effect of dietary cholesterol and carbohydrate on small intestinal structure and function in prematurely weaned rats. J. Anim. Sci. 69:2894-2903. Ellis, F. D. 2001. Meat Smoking Technology. Dalam : Y. H. Hui, W. K. Nip, R. W., Rogers dan O. A. Young (eds). Meat Science and Applications. Marcell Dekker, Inc., New York. English, J. 2004. Lipid lowering effects of red yeast extract. http:www.tastynuggets.com/library/red-yeast.html. [5 Januari 2008]. Ensminger, M. E. 1991. Animal Science. 9th Ed. Interstate Publisher, Inc. Danville, Illinois. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Friedwald, W. T., R. I. Levy dan D. S. Fredrickson. 1972. Estimation of the concentration of low-density lipoprotein cholesterol in plasma without the use of preparative ultracentrifuge. J. Clin. Chem. 18:499-502. Fuller, R. 1999. Probiotics from Animal. Dalam: G. W. Tannock (Editor). Probiotis A Critical Review. Horizon Scientific Press, London. Gilliland, S. E., C. R. Nelson dan C. Maxwell. 1985. Assimilation of cholesterol by Lactobacillus achidophilus. J. Appl. Environ. Microbiol. 49: 377-381. Girindra, A. 1988. Biokimia Patologi Hewan. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor, Bogor. Glew, R. H. 2002. Lipid Metabolism II: Pathways of Metabolism of Special Lipids. Dalam: T. M. Devlin (Editor). Textbook of Biochemistry with Clinical Correlations. John Wiley & Sons, Inc., New York. Guyton, A. C. 1995. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Terjemahan : P. Andrianto. Penerbit Buletin Kedokteran, EGC, Jakarta. Hammes, W. P., D. Haller dan M. G. Ganzle. 2003. Fermented Meat. Dalam: E. R. Farnworth (Editor). Handbook of Fermented Functional Foods. CRC Press, Boca Raton. Harper, R. P., V. W. Roodwell dan P. A. Mayes. 1979. Review of Physiological Chemistry. 17th Ed. Lange Medical Publication, California. Hidayati, N. 2006. Isolasi, identifikasi dan karakterisasi Lactobacillus plantarum asal daging sapi sebagai kultur starter pembuatan sosis fermentasi. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Holt, J. G., N. R. Krieg, P. H. A. Sneath, J. T. Staley dan S. T. Williams. 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteoriology. 9th ed. Williams and Wilkins, Maryland. Hui, Y. H., Wai-Kit Nip, R. W., Rogers dan O. A. Young. 2001. Meat Science and Applications. Marcell Dekker, Inc., New York. Jay, M. J. 2000. Modern Food Microbiology. 6th Edit. Appen Publishers Inc., Maryland. Kritchevsky, D., E. Staple dan M. W. Whitehouse. 1960. Regulation of cholesterol biosynthesis and catabolism. Am. J. Clin. Nutr. 8:411-423. Kurniawati, N. 2007. Aktivitas proteolitik dan mutu protein dendeng sapi yang difermentasi Lactobacillus plantarum hasil isolasi dari daging sapi. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kusumawati, N. 2002. Seleksi bakteri asam laktat indigenus sebagai galur probiotik dengan kemampuan mempertahankan keseimbangan mikroflora feses dan mereduksi kolesterol serum darah tikus. Tesis. Program Pasca Sarjana IPB, Bogor. Lawrie, R. A. 1998. Lawrie’s Meat Science. 6th Edition. Woodhead Publishing Ltd., Cambridge. Lehninger, A. L. 1992. Dasar-dasar Biokimia I. Terjemahan: Maggy Thenawidjaja. Penerbit Erlangga, Jakarta. Liong, M. T. dan N. P. Shah. 2005a. Acid and bile tolerance and cholesterol removal ability of Lactobacilli strains. J. Dairy Sci. 88:55-56. Liong, M. T. dan N. P. Shah. 2005b. Optimization of cholesterol removal by probiotics in presence of prebiotics using response surface methodology. J. Appl. Environ. Microbiol. 71:1745-1753. Liong, M. T. dan N. P. Shah. 2006. Effects of Lactobacillus casei synbiotic on serum lipoprotein, intestinal microflora, and organic acids in rats. J. Dairy Sci. 89:1390-1399. Malole, M. B. M. dan C. S. U. Pramono. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di Laboratorium. Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Marinetti, G. V. 1990. Disorder of Lipid Metabolism. Plenum Press, New York. Mattjik, A.A., dan Sumertajaya, M. 2002. Perancangan Percobaan. Jilid I. Edisi kedua. IPB Press, Bogor. Mayes, P. A. 1996. Lipid transport and storage. Dalam : Murry R. K., D. K. Granner., P. A. Mayes., dan V. W. Rodwell (eds). Harper’s Biochemistry. Prentice Hall International, Inc., London. McDonald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh dan C. A. Morgan. 2002. Animal Nutrition. 6th Edition. Prentice Hall, London. Molin, G. 2003. The Role of Lactobacillus plantarum in Foods and in Human Health. Dalam: E. R. Farnworth (Editor). Handbook of Fermented Functional Foods. CRC Press, Boca Raton. Moore, J. E. 2004. Gastrointestinal outbreaks associated with fermented meats. J. Meat Sci. 67(2004):565-568. Muchtadi, D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Muchtadi, D., Astawan, M. dan N. S Palupi. 1993. Metabolisme Zat Gizi Sumber, Fungsi dan Kebutuhan Bagi Kebutuhan Manusia. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Naruszewicz, M., M. L. Johansson, D. Zapolska-Downar, dan H. Bukowska. 2002. Effect of Lactobacillus plantarum 299v on cardiovascular disease risk factors in smokers1–3. Am. J. Clin. Nutr.76:1249–55. Nesheim, M. C., R. E. Austin dan L. E. Card. 1979. Poultry Production. 12 th Ed. National Academy Press, Washington. Noh, D. O., S, H. Kim dan S. E. Gilliland. 1997. Incorporation of cholesterol into the cellular membrane of L. achidophilus ATCC 43121. J. Dairy Sci. 80:31073113. Nutracare. 2007. Kelainan lipid. http://www.medicastore.com/. [10 November 2007]. Overby, A. J. 1988. Microbial Cultures for Milk processing. Dalam: Meat Science, Milk Science and Technology. Elsevier Science Publishers B. V., New York. Paik, I. K. dan R. Blair. 1996. Atherosclerosis, cholesterol and egg. Review. AJAS 9(1):1-25. Parakkasi, A. 1983. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Angkasa, Bandung. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Parvez, S., K. A. Malik, S. Ah Kang dan H. Y. Kim. 2006. Probiotics and their fermented food products are beneficial for health. J. Applied Microbiology 100 (2006): 1171-1185. Pereira, D. I. A. dan G. R. Gibson. 2002. Effect of consumption of probiotics and prebiotics on serum lipid levels in humans. Critical reviews in Biochemistry and molecular biology 37(4):259-281. Pierre St-Onge, M., E. R. Farnworth dan P. J. H. Jones. 2000. Consumption of fermented and nonfermented dairy products: effects on cholesterol concentration and metabolism. Am. J. Clin. Nutr. 71:674-81. Piliang, W. G. dan S. Djojosoebagio Al Haj. 2006. Fisiologi Nutrisi I. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor. Pond, W. G., D. C. Church dan K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. 4th Ed. John Wiley and Sons, New York. Ray, B. 2000. Fundamental Food Microbiology. 3rd Edition. CRC Press, New York. Reichelt, J. L. 2008. The impact of technical excellence in microbiology on the results obtained with silage inoculants and bacterial biopesticides. http://www.bacferm.com.au/silac/micro/micro.html. [21 Maret 2008]. Robinson, C. H. 1978. Fundamentals of Normal Nutrition. Macmillan Publishing Co., Inc, New York. Robinson, R. 1979. Taxonomi and Genetics. Dalam: Baker, H.J., J.R. Lindsey dan S.H.Weisborth. (Eds). The Laboratory Rat. Academic Press, London. Salminen, S., A. Ouwehand, Y. Benno dan Y. K. Lee. 1999. Probiotics: how should they be defined?. Trends Food Sci Tech 10:107-110. Santoso, U, S. Ishikawa dan K. Tanaka. 2001. Effect of fermented chub mackerel extract on lipid metabolism of rats fed diets without cholesterol. J. Anim. Sci. 14;4:535-539. Senok, A. C., A. Y. Ismaeel dan G. A. Botta. 2005. Probiotics: facts and myths. Review. Clinical Microbiology and Infectious Diseases. 11:958-966. Scherz, H. dan F. Senser. 1989. Food Compotition and Nutrition Tables 1989/1990. Dalam: Chizzolini, R., E. Zanardi, V. Dorigoni dan S. Ghidini. Calorific value and cholesterol content of normal and low fat meat and meat products. Review. Food Science and Technology Elsevier. 10 (1999): 119-128. Sianturi, G. 2002. Kolesterol. http://www.gizi.net/ . [10 November 2007]. Sihombing, A. B. H. 2003. Pemanfaatan rumput laut sebagai sumber serat pangan dalam ransum untuk menurunkan kadar kolesterol darah tikus percobaan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sitepoe, M. 1993. Kolesterol Fobia: Keterkaitan dengan Penyakit Jantung. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Smith, J. B. dan Mangkoewidjojo, S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. UI-Press., Jakarta. Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan Keempat Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Spark, A. 2007. Nutrition in Public Health, Principles and Practice. CRC Press, United States of America. Surono, I. S. 2004. Probiotik, Susu Fermentasi dan Kesehatan. Yayasan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia, Jakarta. Taranto, M. P., M. Medici, G. Perdigon, A. P. Ruiz Holdago dan G. F. Valdez. 1998. Evidence for hypocholesterolemic effect of Lactobacillus reuteri in hypercholesterolemic mice. J. Dairy Sci. 81:2336-2340 Tribowo, E. A. 2006. Aktivitas antimikroba Lactobacillus sp. hasil isolasi dari daging sapi terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Usman dan A. Hosono. 1999. Bile tolerance, taurocholate deconjugation and binding of cholesterol by Lactobacillus gasseri strains. J. Dairy Sci. 82:243-248. Varnam, A. N. dan J. P. Sutherland. 1995. Meat and Meat Product. Chapman and Hall, London. Wahju. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. 4th Ed. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Yahya, A. F. 2006. Terapi penyakit jantung koroner. http://64.303.71.111/kompascetuk/0601/20/kesehatan/2376423.html. [30 Juni 2008]. LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Ransum SK db JK KT Perlakuan 2 100,045 50,023 Error 9 13,030 1,448 Total 11 113,075 F hitung 34,55 P 0,000 Keterangan: menunjukkan perbedaan (P<0,01) antara perlakuan kontrol, daging fermentasi dan daging panggang Lampiran 2. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Daging SK db JK KT Perlakuan 1 1,0878 1,0878 Error 6 2,0805 0,3468 Total 11 3,1683 F hitung 3,14 P 0,127 Keterangan: tidak menunjukkan perbedaan (P>0,05) antara perlakuan kontrol, daging fermentasi dan daging panggang Lampiran 3. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Pati Jagung SK db JK KT F hitung Perlakuan 2 6,7781 3,3891 11,02 Error 9 2,7690 0,3077 Total 11 9,5471 P 0,004 Keterangan: menunjukkan perbedaan (P<0,01) antara perlakuan kontrol, daging fermentasi dan daging panggang Lampiran 4. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Protein Kasar SK db JK KT F hitung Perlakuan 2 1,18262 0,59131 38,79 Error 9 0,13720 0,01524 Total 11 1,31982 P 0,000 Keterangan: menunjukkan perbedaan (P<0,01) antara perlakuan kontrol, daging fermentasi dan daging panggang Lampiran 5. Uji Kruskal-Wallis Konsumsi Lemak Kasar Asal Bahan N Nilai Tengah Rataan Ranking Kasein 4 0,007 2,5 Daging Fermentasi 4 0,023 6,5 Daging Panggang 4 0,181 10,5 Total 12 6,5 H = 9,85 DF = 2 P = 0,007 Z -2,72 0,00 2,72 Keterangan: menunjukkan perbedaan (P<0,01) antara perlakuan kontrol, daging fermentasi dan daging panggang Lampiran 6. Uji Kruskal-Wallis Bobot Badan Awal Tikus Perlakuan N Nilai Tengah Rataan Ranking 1 4 76,10 6,0 2 4 76,55 6,0 3 4 83,50 7,5 Total 12 6,5 H = 0,46 DF = 2 P = 0,794 Z -0,34 -0,34 0,68 Keterangan: tidak menunjukkan perbedaan (P>0,05) antara perlakuan kontrol, daging fermentasi dan daging panggang Lampiran 7. Uji Kruskal-Wallis Pertambahan Bobot Badan Tikus Perlakuan N Nilai Tengah Rataan Ranking 1 4 3,610 3,8 2 4 4,705 9,1 3 4 4,245 6,6 Total 12 6,5 H = 4,45 DF = 2 P = 0,108 Z -1,87 1,78 0,08 Keterangan: tidak menunjukkan perbedaan (P>0,05) antara perlakuan kontrol, daging fermentasi dan daging panggang Lampiran 8. Hasil Sidik Ragam Bobot Akhir Tikus SK db JK KT Perlakuan 2 1759,9 879,9 Error 9 1588,2 176,5 Total 11 3348,1 F hitung 4,99 P 0,035 Keterangan: menunjukkan perbedaan (P<0,05) antara perlakuan kontrol, daging fermentasi dan daging panggang Lampiran 9. Hasil Sidik Ragam Kolesterol Total Darah SK db JK KT F hitung Perlakuan 2 161,4 80,7 0,67 Error 9 1081,9 120,2 Total 11 1243,3 P 0,535 Keterangan: tidak menunjukkan perbedaan (P>0,05) antara perlakuan kontrol, daging fermentasi dan daging panggang Lampiran 10. Hasil Sidik Ragam Kolesterol HDL SK db JK KT Perlakuan 2 8,486 4,243 Error 9 68,703 7,634 Total 11 77,189 F hitung 0,56 P 0,592 Keterangan: tidak menunjukkan perbedaan (P>0,05) antara perlakuan kontrol, daging fermentasi dan daging panggang Lampiran 11. Hasil Sidik Ragam Kolesterol LDL SK db JK KT Perlakuan 2 84,68 42,34 Error 9 757,69 84,19 Total 11 842,37 F hitung 0,50 P 0,621 Keterangan: tidak menunjukkan perbedaan (P>0,05) antara perlakuan kontrol, daging fermentasi dan daging panggang Lampiran 12. Hasil Sidik Ragam Trigliserida Darah SK db JK KT F hitung Perlakuan 2 3505,6 1752,8 4,94 Error 9 3194,4 354,9 Total 11 6700,1 P 0,036 Keterangan: menunjukkan perbedaan (P<0,05) antara perlakuan kontrol, daging fermentasi dan daging panggang Lampiran 13. Hasil Sidik Ragam Indeks Aterogenik SK db JK KT F hitung Perlakuan 2 6,519 3,259 2,20 Error 9 13,329 1,481 Total 11 19,848 P 0,167 Keterangan: tidak menunjukkan perbedaan (P>0,05) antara perlakuan kontrol, daging fermentasi dan daging panggang Lampiran 14. Hasil Analisis Proksimat Daging Jenis Daging Kadar Air Kadar Protein Kadar Lemak Fermentasi 69,8 % 21,94 % bb 0,29 % bb Panggang 67,5 % 23,80 % bb 2,47 % bb Kadar Abu 4,12 % bb 1,73 % bb Lampiran 15. Perhitungan Komposisi Ransum Standar (AOAC, 1984) Bahan-bahan campuran Protein Minyak nabati Campuran mineral Campuran vitamin Selulosa Air Sukrosa atau pati jagung Jumlah (%) X = 1,60 x 100/% N sampel (10% prot) 8 – X x % ekstrak eter/100 5 – X x % kadar abu/100 1 1 – X x % kadar serat kasar/100 5 – X x % kadar air/100 Untuk membuat 100% Kadar protein kasein sodium = 78,8% %N = % protein/6,25 = 78,8/6,25 = 12,61 Ransum yang mengandung 10% protein X = 1,6 x 100 % N sampel = 1,6 x 100 12,61 = 12,69 gram Minyak = 8 – (12,69 x 0,5/100) = 7,94 Mineral = 5 – (12,69 x 3,5/100) = 4,56 Vitamin = 1% = 1 Selulosa = 1 – (12,69 x 0,3/100) = 0,96 Air = 5 – (12,69 x 11,2/100) = 3,58 Pati jagung = agar 100 % = 69,27 100 gram Lampiran 16. Perkiraan Kandungan Protein dan Lemak dalam Ransum yang Diberikan pada Tikus Ransum Kontrol Bahan Jumlah (%) Kasein Daging Minyak nabati Campuran mineral Campuran vitamin Air Selulosa Pati jagung Jumlah 12,69 0 7,94 4,56 1 3,58 0,96 69,27 100 Kandungan Protein (%) 10 0,28 10,28 Kandungan Lemak (%) 0,06 7,94 0,07 8,07 Kandungan Protein (%) 10 0,15 10,15 Kandungan Lemak (%) 0,13 7,94 0,04 8,11 Kandungan Protein (%) 10,8 0,15 10,95 Kandungan Lemak (%) 1,13 7,94 0,04 9,11 Ransum Daging Fermentasi Bahan Jumlah (%) Kasein Daging Minyak nabati Campuran mineral Campuran vitamin Air Selulosa Pati jagung Jumlah 0 45,48 7,94 4,56 1 3,58 0,96 36,38 100 Ransum Daging Panggang Bahan Kasein Daging Minyak nabati Campuran mineral Campuran vitamin Air Selulosa Pati jagung Jumlah Jumlah (%) 0 45,48 7,94 4,56 1 3,58 0,96 36,38 100 Sebelum diasap Sesudah diasap Lampiran 17. Gambar Daging Fermentasi Lampiran 18. Gambar Daging Panggang Lampiran 19. Gambar Tikus dan Kandang Lampiran 20. Gambar Pengambilan Darah pada Tikus