BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.2 KANKER Kanker adalah kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh terus-menerus secara tidak terbatas, tidak berkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berguna bagi tubuh (Himawan, 2006). Kanker dapat tumbuh di bagian mana saja pada tubuh manusia saja salah satunya di organ-organ reproduksi wanita. Kanker sistem reproduksi wanita adalah pertumbuhan sel-sel abnormal yang tidak berfungsi bagi tubuh yang terjadi pada sistem reproduksi wanita yang berasal dari organ itu sendiri ataupun dari metastase kanker organ lainnya (Junaidi, 2007). Jenis-jenis kanker pada sistem reproduksi wanita adalah sebagai berikut: kanker serviks, kanker rahim, kanker vagina, kanker ovarium, dan kanker payudara. 2.1.1 Kanker Serviks Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal di sekitarnya (Tapan, 2005). Penyakit ini belum diketahui penyebabnya secara jelas, namun timbulnya kanker serviks berkaitan erat dengan beberapa faktor resiko diantaranya: melakukan hubungan seksual pada usia dini, melahirkan pada usia dini, berganti-gantian pasangan seksual, infeksi HIV, merokok dan infeksi yang disebabkan human papiloma virus (HPV) yang diperoleh melalui kontak seksual (Siswadi, 2006). Mengetahui adanya kanker serviks, pada diagnosis awal dapat 6 Universitas Sumatera Utara dilakukan Pap smear untuk uji skrinning kemudian diagnosis secara pasti setelah timbulnya gejala dapat dilakukan biopsi punch dan kolposkopi (William, 2001). Gejala yang dialami pasien kanker serviks pada awalnya menimbulkan keluhan adanya sekresi dari vagina berupa air, perdarahan yang tiba-tiba setelah koitus, perdarahan yang terjadi pada interval yang tidak teratur antara periode menstruasi (metrogia), perdarahan pasca-menopause dan polimenorea. Namun, hal ini akan berlanjut menjadi gejala lanjutan seperti sekresi vagina yang kehitaman dan bau, nyeri pada daerah pelvis, abdomen, lumbar, bokong, berat badan menurun, anoreksia, anemia, edema ekstremitas bawah, disuria, dan perdarahan dari rektum (Siswadi, 2006). Berkembangnya proses kanker secara progresif mengakibatkan jaringan yang ada di luar serviks dapat terkena. Sehingga, ditetapkannya pentahapan klinis berdasarkan klasifikasi internasional agar pengobatan dapat di rencanakan lebih spesifik dan prognosis lebih dapat di prediksi. Klasifikasi internasional yang dikutip dari The International Federation of Gynecology and Obstetric adalah sistem pentahapan yang banyak digunakan yaitu klasifikasi TNM (tumor, nodus, dan metastase) dan juga digunakan untuk menggambarkan malignasi. Pada sistem ini, T mengacu pada tumor primer, N pada keterlibatan nodus limfe, dan M pada metastasis, atau penyebaran penyakit (Smeltzer, 2001). Pada penatalaksanaan medis, kanker serviks dapat ditanggulangi sesuai dengan tingkat keparahan ataupun stadium Universitas Sumatera Utara yang dialami klien. Diantaranya dapat dilakukan dengan histerektomi, bedah/sinar laser, radiasi, bedah krio, dan kemoterapi (William, 2001). 2.1.2 Kanker Rahim (Endometrium) Kanker rahim biasanya merupakan jenis kanker yang jinak disebut dengan leiomioma. Leiomioma (mioma) adalah tumor benigna yang berasal dari sel-sel otot dan mengandung sejumlah jaringan fibroid. Stimulus untuk tumbuhnya tumor ini juga belum jelas, tetapi sering dikaitkan dengan hormon estrogen karena tumor jarang timbul sebelum menarche dan mengecil sesudah menopause (Siswadi, 2006). Kanker pada endometrium merupakan kanker ginekologis yang paling lazim yang mengenai wanita usia lebih dari 50 tahun dan merupakan kanker ke empat yang paling umum pada wanita (Siswadi, 2006). Adapun faktor resiko yang memicu terjadinya kanker endometrium ini yaitu: peningkatan kadar estron yang dilepaskan yang berhubungan dengan kelebihan berat badan dan penggunaan estrogen jangka panjang serta menopause setelah usia 52 tahun (William, 2001). Keluarnya darah lewat vagina sesudah menopause dalam jangka waktu yang lama merupakan suatu keadaan yang abnormal. Keadaan ini menunjukkan tanda khas pada kanker rahim tetapi hal ini juga dapat terjadi pada wanita usia subur, namun perdarahan muncul di luar masa menstruasi (Siswadi, 2006). Pengobatan kanker rahim didasarkan pada tahap penyakit tetapi hampir selalu dimulai dengan histerektomi abdomen total sejalan dengan salpingo-ooforektomi bilateral. Radiasi eksternal dan brakhiterapi menyertai Universitas Sumatera Utara tindakan ini, bergantung pada hasil dari pentahapan bagi klien yang mempunyai resiko tinggi kekambuhan (Smeltzer, 2001). 2.1.3 Kanker Vagina Kanker vagina adalah pertumbuhan sel yang abnormal di vagina, dan biasanya ditemukan di bagian teratas dari vagina. Penyakit ini diakibatkan oleh koriokarsinoma yang bermetastasis atau bentuk kanker serviks atau kanker organ-organ di sekitarnya (seperti uterus, kandung kemih atau rektum). Selain itu, riwayat HPV atau penggunaan pesari juga mendukung terjadinya penyakit ini (Smeltzer, 2001). Pertumbuhan dan penyebaran kanker vagina menurut sistem klasifikasi TNM terdiri dari empat stadium yaitu: stadium I: tumor terbatas sampai dinding vagina; stadium II: pertumbuhan lanjut tumor menembus dinding vagina tanpa tumbuh masuk ke organ-organ di seputarnya dan tanpa mencapai dinding panggul; stadium III: pertumbuhan lanjut tumor sampai ke dinding panggul; stadium IV: pertumbuhan masuk ke kandung kemih atau rektum atau penyebaran di luar panggul kecil (William, 2001). Gejala yang khas pada kanker vagina adalah perdarahan spontan maupun perdarahan kontak akibat hubungan seks yang disertai dengan adanya nyeri dan rabas vagina. (Siswadi, 2006). Pada tahap pengobatan, terapi laser menjadi pilihan yang umum digunakan dan didukung dengan terapi lainnya seperti radiasi yang diberikan melalui penyinaran eksternal pada pelvis (Smeltzer, 2001). Universitas Sumatera Utara 2.1.4 Kanker Ovarium Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) (Aisiyah, 2009). Wanita dengan kanker ovarium mempunyai resiko mengidap kanker payudara tiga sampai empat kali lipat sedangkan wanita dengan kanker payudara mempunyai resiko yang meningkat terjadinya kanker ovarium. Penyebab dari kanker ovarium belum diketahui secara jelas, namun ada beberapa faktor resiko yang memicu terjadinya kanker ovarium yaitu: diet tinggi lemak, merokok, alkohol, penggunaan bedak talk perineal, riwayat kanker payudara, kolon, endometrium, dan riwayat keluarga dengan kanker payudara atau ovarium (Smeltzer, 2001). Keluhan yang dirasakan oleh wanita kanker ovarium biasanya dirasakan pada stadium yang sudah lanjut. Adapun keluhan ataupun tanda dan gejala yang dialami wanita kanker ovarium adalah haid yang tidak teratur, ketegangan menstruasi yang meningkat, darah menstruasi yang banyak, nyeri tekan pada payudara, menopause dini, rasa tidak nyaman pada abdomen, dispepsia, tekanan pada pelvis, dan sering berkemih (William, 2001). Setiap pembesaran ovarium harus diselidiki. Sekitar 75% dari kanker ovarium telah bermetastasis ketika didiagnosis sekitar 60% telah menyebar diluar pelvis. Banyak tipe sel kanker ovarium yang berbeda, tumor epitel menempati 90% dari semua jenis. Tumor sel germinal dan tumor stromal menempati 10% dari kondisi ini (Smeltzer, 2001). Tumor sel germinal merupakan jenis tumor yang paling sering ditemukan pada wanita umur di bawah 20 tahun, sedangkan tumor epitel ditemukan terutama pada wanita umur Universitas Sumatera Utara lebih dari 50 tahun. Penatalaksanaan untuk kanker ovarium dilakukan secara kolaboratif dan mandiri. Secara kolaboratif dapat dilakukan tindakan pembedahan (laparotomi) dan radioterapi sedangkan tindakan secara mandiri perawat dapat memberikan penyuluhan postoperatif yang menyangkut pembedahan mayor pada abdomen dan memberikan dukungan serta motivasi pada keluarga pada proses pemulangan (Siswadi, 2006). 2.1.5 Kanker Payudara Kanker payudara adalah sekelompok sel tidak normal pada payudara yang terus tumbuh berlipat ganda (Tapan, 2005). Berdasarkan dari hasil statistik The American Cancer Society, menunjukkan bahwa resiko sepanjang hidup untuk mengalami kanker payudara adalah satu dari delapan wanita, dan terdapat 183.400 kasus baru kanker payudara didiagnosa pada tahun 1995, dengan perkiraan 46.240 kematian (Smeltzer, 2001). Belum diketahui penyebab spesifik dari kanker payudara, namun ada beberapa faktor resiko yang memicu terjadinya penyakit ini antara lain: faktor genetik, hormonal, dan lingkungan. Akan tetapi, ada faktor resiko lainnya yang lebih meningkatkan seseorang menderita kanker payudara yaitu: keluarga perempuan resikonya meningkat dua kali jika ibunya terkena kanker sebelum berusia 60 tahun, menarche dini, nullipara atau usia maternal lanjut saat kelahiran anak pertama, menopause pada usia lanjut, riwayat penyakit payudara jinak, pada usia 30 tahun beresiko dua kali lipat jika pernah terpajan oleh radiasi ionisasi setelah masa puberitas, kontrasepsi oral, terapi pengganti hormon dan mengkonsumsi alkohol (Junaidi, 2007). Universitas Sumatera Utara Kanker payudara dapat terjadi di bagian mana saja dalam payudara, tetapi mayoritas terjadi pada kuadran atas terluar. Hal ini terjadi karena sebagian besar jaringan payudara terdapat pada kuadran tersebut. Kanker payudara umum nya terjadi pada payudara sebelah kiri. Gejala khas pada kanker ini yaitu: lesi tidak terasa nyeri, terfiksasi, dan keras dengan batas yang tidak teratur. Keluhan nyeri yang menyebar pada payudara dan nyeri tekan yang jelas pada bagian yang ditunjuk dapat berhubungan dengan kanker payudara jinak. Namun, nyeri yang jelas pada bagian payudara yang ditunjuk dan adanya teraba benjolan serta tampak peau d’orange (kulit jeruk) pada kulit payudaranya dapat berhubungan dengan kanker payudara ganas (Smeltzer, 2001). Pertumbuhan dan penyebaran kanker payudara menurut sistem klasifikasi TNM terdiri dari empat stadium yaitu : stadium I ; terdiri atas tumor yang kurang dari 2 cm, tidak mengenai nodus limfe, dan tidak terdeteksi adanya metastasis; stadium II; terdiri atas tumor yang lebih besar dari 2 cm tetapi kurang dari 5 cm, dengan nodus limfe tidak terfiksasi negatif atau positif, dan tidak terdeteksi adanya metastasis; stadium III; terdiri atas tumor yang lebih besar dari 5 cm, atau tumor dengan sembarang ukuran yang menginvasi kulit atau dinding, dengan nodus limfe terfiksasi positif dalam area klavikular, dan tanpa adanya metastasis; stadium IV; terdiri atas tumor dalam sembarang ukuran, dengan nodus limfe normal atau kankerosa, dan adanya metastasis jauh (Junaidi, 2007). Penatalaksanaan kanker payudara ini didasarkan pada stadium penyakit. Adapun, pengobatan yang dapat dilakukan adalah pembedahan, terapi radiasi dan kemoterapi (Smeltzer, 2001). Universitas Sumatera Utara Pada wanita yang menderita kanker sistem reproduksi banyak hal yang dapat terjadi pada dirinya tidak hanya sekedar gangguan fisik , melainkan perubahan yang dialami sangat komprehensif baik secara bio, psiko maupun sosial. Perubahan secara fisik yang terjadi pada klien yaitu dalam bentuk gejala dan efek dari terapi kanker yang dapat mempengaruhi sikap, perilaku ataupun persepsi klien sehingga menyebabkan perubahan secara psikologis. Salah satu bentuk perubahan psikologis tersebut adalah perubahan konsep diri wanita yang menderita kanker sistem reproduksi ke arah negatif, sehingga mempengaruhi kualitas hidup klien menjadi lebih buruk (Keliat, 1998). 2.2 KONSEP DIRI Konsep diri merupakan suatu integrasi yang kompleks dari perasaan, sikap sadar maupun tidak sadar dan persepsi tentang totalitas diri, tubuh, harga diri dan peran (Potter & Perry, 1993). Menurut Stuart dan Sundeen (1991) dalam Budi Ana Keliat (1992) menyatakan konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Tarwoto & Wartonah (2003) menyatakan perkembangan konsep diri secara bertahap dimulai sejak dari bayi sudah mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain. Setiap individu memiliki pandangan yang berbeda mengenai konsep diri, ada yang positif dan ada yang negatif. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan sedangkan konsep diri yang Universitas Sumatera Utara negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang maladaptip (Keliat, 1992). Pada wanita yang menderita kanker sistem reproduksi mengalami perubahan citra tubuh, dan jika perubahan ini tidak terintegrasi dengan konsep diri maka kualitas hidup akan menurun secara drastis. Proses perubahan citra tubuh pada klien kanker dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap awal perubahan yang terjadi setelah diagnosa, operasi dan terapi sedangkan tahap kedua terjadi pada saat proses integrasi dari perubahan pada struktur konsep diri. Perubahan yang terjadi secara fisik pada klien seperti perubahan struktur tubuh karena pembedahan ataupun efek dari kemoterapi serta perubahan yang diakibatkan karena proses penyakit itu sendiri, yang akan membawa klien ke konsep diri negatif seperti malu, menarik diri, rendah diri, kontrol diri kurang, takut, pasif, asing terhadap diri dan frustasi (Keliat, 1998). Konsep diri terdiri dari lima komponen, yaitu : identitas diri, citra diri, harga diri, ideal diri dan peran. 2.2.1 Identitas Diri Identitas diri adalah kesadaran dari individu dan keunikan yang terjadi terus menerus sepanjang hidup. Identitas diri seseorang biasanya berupa karakteristik-karakteristik yang membedakan seseorang dengan yang lainnya meliputi nama, jenis kelamin, umur, ras, suku, budaya, pekerjaan atau peran (Kozier, 2004). Hal ini menunjukkan kesadaran akan suatu kepastian dan adanya pemisahan dari yang lainnya, perasaaan diri seutuhnya dan pemeliharaan solidaritas dengan kelompok sosial yang ideal melalui ekspresi dan keunikan individu (Erikson 1963 dalam Potter & Perry, 1993). Universitas Sumatera Utara Selain karakteristik di atas, seksualitas juga merupakan bagian dari identitas diri seseorang. Identitas seksual adalah gambaran seseorang tentang diri sebagai pria atau wanita dan makna dari gambaran diri. Gambaran ini dan maknanya bergantung pada nilai yang ditetapkan secara kultural yang dipelajari melalui sosialisasi (Potter & Perry, 2005). Wanita yang menderita kanker sistem reproduksi akan terganggu identitas seksualnya karena klien merasa tidak dapat menjadi wanita yang sempurna. Adapun bentuk identitas diri dari wanita kanker sistem reproduksi yaitu : hubungan intim terganggu, tidak/ kurang penerimaan terhadap diri, kecemasan tinggi sampai panik, ideal diri tidak realistis dan perasaan tentang diri yang berfluktuasi (Keliat, 1998). 2.2.2 Citra Diri Menurut Stuart (2007) menyatakan bahwa citra diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar, sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi, penampilan, potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan di modifikasi dengan pengalaman yang baru. Citra diri mulai berkembang ketika anak belajar tentang struktur, fungsi, kemampuan dan keterbatasan tubuh mereka. Citra diri juga dapat berubah dalam beberapa jam, hari, minggu, bulan, tergantung pada stimulus eksternal di tubuh dan perubahan aktual dalam penampilan, struktur ataupun fungsi (Kozier et al, 1995). Selain itu, Nilai-nilai budaya juga mempengaruhi terbentuknya citra diri yang bervariasi dalam mendefenisikan tubuh yang ideal dan fungsinya Universitas Sumatera Utara karena citra diri sangat besar pengaruhnya bagi adaptasi seseorang terhadap lingkungannya (Berger & Williams, 1992). Citra diri juga berhubungan erat dengan kepribadian. Cara individu memandang diri mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologinya. Pandangan yang realistik terhadap diri, menerima dan menyukai bagian tubuh akan memberi rasa aman sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri (Keliat, 1992). Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa citra diri bergantung pada bagian realitas tubuh, sehingga seseorang biasanya tidak dapat beradaptasi dengan cepat untuk berubah secara fisik. Perubahan fisik boleh jadi tidak sesuai pada citra diri ideal seseorang. Penelitian telah menunjukkan, misalnya seseorang yang memiliki pengalaman penurunan berat badan yang signifikan tidak siap menerima bahwa dirinya kurus (Potter & Perry, 1993). Citra diri akan tumbuh secara positif dan akurat bila kesadaran akan diri berdasar atas observasi mandiri dan perhatian yang sesuai akan kesehatan diri, termasuk persepsi saat ini dan masa lalu (Tarwoto & Wartonah, 2003). Pada wanita kanker sistem reproduksi penampilan tubuhnya akan berubah akibat proses penyakit dan program terapi. Proses perubahan citra tubuh ini akan mempengaruhi citra diri klien yang diawali dengan denial (mengingka ri), marah, tawar menawar, depresi dan menerima. Proses ini merupakan proses yang normal dan perlu distimulasi dan difasilitasi oleh lingkungan sosial agar klien segera sampai pada fase menerima (Keliat, 1998). Universitas Sumatera Utara 2.3.3 Harga Diri Harga diri adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai, dengan cara menganalisis seberapa jauh perilaku individu tersebut sesuai dengan ideal diri (Sunaryo, 2004). Berger & Williams (1992) mengemukakan bahwa harga diri merupakan derajat di mana seseorang menyukai atau tidak menyukai dirinya sendiri yang berkembang dari persepsi atas keberhasilan atau kegagalan dalam berinteraksi dengan lingkungan. Derajat dari harga diri merupakan faktor yang penting dalam perkembangan psikososial dan motivasi Gibson (1980) dalam Potter & Perry (1993). Sebagaimana individu ditempatkan pada peranan sosial, Ia dihargai dalam bentuk pujian atau dihukum dengan teguran, pukulan dan kritikan hal tersebut akan mempengaruhi harga dirinya Adapun aspek utama dari harga diri yaitu dicintai, disayangi, dikasihi dan mendapat penghargaan dari orang lain. Jika komponen-komponen tersebut buruk maka mengakibatkan harga diri rendah (Suryono, 2004). Pada wanita yang menderita kanker sistem reproduksi terjadi banyak perubahan fisik yang mempengaruhi aktivitas klien sehari-hari, hal ini juga mempengaruhi keadaan psikis klien. Jika klien tidak percaya diri dan tidak menerima keadaan yang dialaminya, hal ini membawa diri klien menjadi harga diri rendah. Adapun perilaku klien kanker yang berhubungan dengan harga diri rendah adalah mengkritik diri sendiri, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, mudah tersinggung, pesimis, gangguan berhubungan (isolasi, menarik diri), dan merusak diri (Keliat, 1998). Universitas Sumatera Utara 2.3.4 Ideal Diri Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana harus berprilaku sesuai dengan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diinginkannya atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai yang ingin dicapai. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi berdasarkan norma sosial (keluarga, budaya) dan kepada siapa ingin dilakukan (Keliat, 1992). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ideal diri yaitu : kecenderungan individu menetapkan ideal diri pada batas kemampuannya, faktor budaya, ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang realistis, keinginan untuk menghindari kegagalan, perasaan cemas dan harga diri (Suryono, 2004). 2.3.5 Peran Diri Peran diri adalah serangkaian perilaku yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Tarwoto & Wartonah, 2003). Hal ini dipengaruhi oleh citra diri, identitas diri berupa jenis kelamin dan konsep diri. Sebagai komponen dari konsep diri, peran seseorang berubah-ubah baik pada masa sekolah, ataupun dalam berkarir. Peran yang umumnya bersifat menetap adalah menjadi seorang wanita dan kemungkinan menjadi ibu atau istri, sedangkan yang bersifat sementara diantaranya menjadi seorang mahasiswa ataupun seorang atlet olimpiade (Berger & Williams, 1992). Brim & Wheeler (1966) dalam Potter & Perry (1993) membedakan sosialisasi anak dan dewasa. Dewasa lebih berkonsentrasi pada kehidupan yang sesuai saat ini dengan perannya daripada mempelajari nilai-nilai dasar dari suatu peran. Selain itu, seorang dewasa mengalami banyak peran dan harapan peran Universitas Sumatera Utara serta peningkatan spesifikasi peran disamping yang lebih mengarah pada hubungannya dengan orang lain. Berbeda dengan anak yang belajar tentang diri seseorang dan lingkungan sekitarnya. Setelah merasa nyaman dengan keadaan fisiknya dan membangun kepercayaan dengan orang tua, maka anak mulai bersosialisasi dengan anak yang lain. Anak akan berkembang dan belajar tentang peran kehidupan melalui sosialisasi. Dalam berinteraksi, seseorang perlu mengetahui diri mereka dalam hubungannya dengan orang lain dan apa yang diharapkan masyarakat atas kedudukannya. Ketika terjadi kerancuan peran, harapan menjadi tidak jelas dan seseorang tidak tahu apa yang dilakukan dan bagaimana melakukannya serta memprediksi reaksi orang lain terhadap tingkah lakunya (Kozier et al, 1995). Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepuasan akan penampilan peran diri individu akan tercapai bila memiliki kepribadian yang sehat serta mempercayai dan terbuka pada orang lain, juga membina hubungan interdependen (Tarwoto & Wartonah, 2003). Setiap wanita mempunyai berbagai peran yang penting dalam kehidupannya baik sebagai istri, orangtua, ataupun pekerja. Namun, apabila wanita tersebut menderita kanker pada sistem reproduksi maka penyakit tersebut akan mempengaruhi peran klien seperti sediakala karena klien mengalami gejala yang sangat kompleks dan proses penatalaksanaan penyakit dapat mempengaruhi pola aktivitasnya sehari-hari ( Keliat, 1998). Universitas Sumatera Utara 2.4 PENDIDIKAN KESEHATAN 2.3.1 Pengertian Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan merupakan suatu proses perubahan pada diri seseorang yang dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan individu dan masyarakat. Selain itu, pendidikan kesehatan juga merupakan suatu proses perkembangan yang berubah secara dinamis, yang di dalamnya seseorang dapat menerima atau menolak informasi, sikap maupun praktek baru yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat (Notoatmodjo, 2003). Menurut Nyswander pendidikan kesehatan adalah suatu proses pada perubahan diri manusia yang ada hubungannya dengan tercapainya tujuan kesehatan perseorangan dan masyarakat. Berdasarkan berbagai definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan merupakan suatu proses perubahan perilaku yang dinamis dengan tujuan mengubah perilaku manusia yang meliputi komponen pengetahuan, sikap, ataupun praktik yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat baik secara individu, kelompok maupun masyarakat, serta merupakan komponen dari program kesehatan. 2.3.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan Tujuan pendidikan kesehatan yang utama adalah tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga, dan masyarakat dalam memelihara perilaku sehat serta berperan aktif dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Secara umum dan operasional pendidikan kesehatan bertujuan untuk mengubah pemahaman individu, kelompok, dan masyarakat di bidang kesehatan Universitas Sumatera Utara agar menjadi kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat, serta dapat menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada dengan tepat dan sesuai (Herawani, 2001). Banyak faktor yang perlu diperhatikan dalam keberhasilan pendidikan kesehatan, antara lain tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, adat istiadat, dan kepercayaan masyarakat (Effendy, 1995). 2.3.3 Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan Menurut Effendy (1995) yang menjadi ruang lingkup pendidikan kesehatan meliputi tiga aspek yaitu: sasaran, materi/pesan, dan metode yang digunakan. Sasaran dalam pendidikan kesehatan adalah individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Materi atau pesan yang disampaikan hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan kesehatan dan keperawatan dari individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sehingga dapat dirasakan langsung manfaatnya. Penyampaian materi sebaiknya menggunakan bahasa yang mudah di mengerti, menggunakan alat peraga untuk mempermudah pemahaman dan menarik perhatian sasaran (Walgino, 1995). Metode yang dipakai dalam pendidikan kesehatan hendaknya dapat mengembangkan komunikasi dua arah antara yang memberikan pendidikan kesehatan terhadap sasaran, sehingga diharapkan pesan yang disampaikan akan lebih jelas dan mudah dipahami. Metode yang dipakai antara lain: curah pendapat, diskusi, demonstrasi, simulasi dan bermain peran. Universitas Sumatera Utara 2.3.4 Tempat Penyelenggaran Pendidikan Kesehatan Tempat penyelenggaraan pendidikan kesehatan dapat dilakukan di institusi pelayanan seperti puskesmas, rumah bersalin, rumah sakit, klinik dan sekolah serta di masyarakat berupa keluarga masyarakat binaan. Hasil yang diharapkan dalam pendidikan kesehatan adalah terjadinya perubahan sikap dan perilaku individu, keluarga, dan masyarakat untuk dapat menanamkan prinsipprinsip hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari demi mencapai derajat kesehatan yang optimal (Effendy, 1995). 2.3.5 Pendidikan Kesehatan pada Wanita yang Menderita Kanker Sistem Reproduksi Wanita yang menderita kanker sistem reproduksi mengalami perubahan konsep diri menjadi negatif. Konsep diri yang negatif akan mempengaruhi kesehatan klien menjadi lebih buruk daripada konsep diri positif (Keliat, 1998). Pendidikan kesehatan peningkatan konsep diri positif perlu diberikan kepada klien yang menderita kanker sistem reproduksi guna meningkatkan kualitas hidupnya. Pendidikan kesehatan yang diberikan bertujuan untuk mengubah konsep diri menjadi positif dengan cara menjelaskan pada klien tentang proses penyakit yang dideritanya mulai dari definisi, faktor resiko, gejala dan efek terapi dari masing-masing jenis kanker sistem reproduksi yang sesuai dengan klien. Penjelasan ini bertujuan agar klien dapat mengetahui keadaan sebenarnya dan dapat menerima kenyataan yang terjadi pada dirinya Universitas Sumatera Utara agar tidak terlarut dalam kesedihan atau sampai mengingkari bahkan menolak (Kurnia, 2008). Pendidikan kesehatan selanjutnya yang diberikan adalah mengenai perawatan kanker itu sendiri. Klien dapat diajarkan berbagai hal mengenai perawatan kankernya untuk meningkatkan gambaran diri dan harga dirinya, seperti: pada klien dengan kanker payudara yang telah melakukan operasi pengangkatan total payudara, klien tidak perlu merasa dirinya tidak menarik lagi karena klien masih dapat menggunakan bra berbusa, sedangkan klien lainnya yang mengalami dampak dari kemoterapi dapat dianjurkan menggunakan penutup kepala jika rambutnya rontok, dan menghindari pakaian yang ketat dan perhiasan yang tajam agar tidak melukai kulit yang kering, dan mengkonsumsi anti oksidan (Chris, 2009). Kemudian, menganjurkan klien memahami item-item dari konsep diri dan terapi psikologis seperti tetap aktif dan bergembira. Tetap aktif dan bergembira merupakan terapi untuk melawan, mencegah, serta mengurangi efek kanker. Selama menjalani hidup dengan kanker, tetaplah aktif dan berusaha untuk merasa bahagia, air mata kesedihan tidak banyak menolong, bahkan membuat mental semakin merosot dan putus harapan. Klien tetap dapat diajarkan kembali mengembalikan perannya sebagai istri dan ibu, walaupun dengan aktivitas yang minimal (Junaidi, 2007). Tetap optimis, merupakan salah satu terapi psikologis yang dapat meningkatkan konsep diri klien. Menganjurkan klien berpikir positif dan rasional serta memiliki cita-cita atau keyakinan untuk kesembuhannya, bahwa Universitas Sumatera Utara kanker harus dihadapi dan klien tidak boleh menyerah. Meyakinkan pada klien bahwa klien akan melakukan apa saja yang diperlukan untuk hidup. Klien dapat mengatakan pada diri sendiri dengan berkata langsung bahwa ukuran kanker semakin mengecil dan berhenti menyebar, yang akhirnya menghilang (Jelsoft, 2000). Terapi doa, dengan adanya terapi doa klien dapat lebih mendekatkan diri pada yang Maha Kuasa. Meyakinkan pada klien bahwa segala sesuatunya dapat terjadi atas kehendak Tuhan. Jika dunia alamiah tidak dapat memberikan pertolongan untuk kembali sehat, saat itulah dunia Illahi mengambil alih situasi, dan Tuhan melakukan semua yang tidak dapat kita lakukan. Bila Dia berkehendak, kanker dapat sembuh total (Junaidi, 2007). Semua terapi ini bertujuan meningkatkan konsep diri klien bahwa klien harus tetap yakin akan kesembuhannya dan tidak putus asa ataupun menarik diri. Sehingga dengan adanya peningkatan konsep diri ke arah positif dapat meningkatkan kualitas hidup wanita yang menderita kanker sistem reproduksi. Universitas Sumatera Utara