BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangkit Listrik di Indonesia pada umumnya merupakan pembangkit listrik thermal. Kebutuhan pembangkit thermal terhadap bahan bakar fosil dengan jumlah ketersediaan yang semakin menipis dan semakin mahal, membuat biaya produksi listrik semakin meningkat. Dalam komponen biaya pokok penyediaan listrik di jaringan Jawa Bali, kontribusi biaya bahan bakar sekitar 60% terhadap total biaya. Sementara itu, biaya bahan bakar pembangkit didominasi oleh biaya penyediaan gas, batu bara dan minyak untuk jenis pembangkit thermal. Salah satu solusi untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan melakukan optimisasi biaya pada proses produksi energi listrik. Peningkatan beban dan kompleksitas dalam mengoperasikan listrik juga berpengaruh pada pengelolaan sektor transmisi sehingga membuat para operator listrik di sektor pembangkit maupun distribusi berusaha untuk memaksimalkan penggunaan peralatan mereka agar mampu beroperasi dalam keadaan paling optimal. Pada sistem interkoneksi jarak antara satu pembangkit dengan pembangkit yang lain sangat bervariasi letaknya terhadap pusat-pusat beban dan ini akan mengakibatkan rugi-rugi pada jaringan berbeda dan karakteristik pembangkit yang juga berbeda satu sama lain yang mengakibatkan perlunya koordinasi daya keluarannya agar didapat biaya total pembangkitan yang paling minimum tanpa melanggar keseimbangan daya dan kapasitas pembangkitan. 1 Salah satu solusi untuk mengurangi kenaikan harga listrik adalah dengan melakukan optimisasi biaya pada proses produksi energi listrik. Dalam sistem tenaga interkoneksi, salah satu optimisasi biaya dilakukan dengan mengatur daya aktif dan daya reaktif masing-masing pembangkit untuk meminimalkan biaya operasi. Metode ini disebut optimal power flow (OPF) [1]. OPF menggunakan semua variable kontrol untuk membantu meminimalkan biaya operasi sistem tenaga listrik [2]. Dengan demikian OPF sangat membantu dalam pengaturan dan masalah operasi secara ekonomis. OPF adalah aliran daya yang memperhitungkan pembangkitan setiap unit pembangkit yang berdasarkan karakteristik input-output masing-masing unit pembangkit, batas kemampuan daya dari sistem transmisi dan level tegangan pelayanan yang merujuk pada standar tegangan pelayanan. Perkembangan analisis OPF pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1960-an. Beberapa teknik optimasi konvensional telah diterapkan seperti NonLinear programming (NLP) [3], Linear Programming (LP) [4,5] dan Metode Interior Point (IP) [6]. Metode tradisional tersebut dapat dilakukan jika kurva karakteristik incremental cost diidealkan terlebih dahulu, sehingga kurva terbentuk menjadi halus dan convex dan dengan demikian dipaksa untuk menyederhanakan hubungan dalam rangka untuk memastikan konveksitas. Untuk unit pembangkit yang memiliki kurva non-convex tidak dapat di selesaikan dengan menggunakan metoda tradisional ini. Metode optimasi klasik sangat sensitif terhadap titik awal dan sering menghasilkan solusi optimasi lokal atau menyimpang sama sekali. Metode ini biasanya terbatas pada kasus-kasus OPF tertentu dan tidak menawarkan kebebasan yang besar dalam fungsi tujuan atau 2 jenis kendala yang dapat digunakan. Hal itu penting untuk mengembangkan, algoritma baru, yang lebih umum dan dapat diandalkan yang mampu menggabungkan kendala baru yang timbul. Salah satu teknik untuk mengatasi masalah tersebut digunakan metode optimasi global heuristic. Penggunaan metode heuristik sudah banyak digunakan untuk menyelesaikan masalah OPF, seperti evolutionary programming (EP) [7], differential evolution (DE) [7], inteligent search evolution algorithm (ISEA) [8], particle swarm optimization (PSO) [9], dan Algoritma Genetika (AG) [10-17]. Metode AG dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah OPF dengan kurva non-convex. AG tidak dibatasi oleh bentuk kurva karakteristik pembangkit, karena algoritma ini bekerja dengan menggunakan metode probabilitas, bukan deterministik, AG juga mencari solusi dari populasi yang dibangkitkan sehingga AG dapat memberikan banyak pilihan solusi. OPF biasanya dilakukan pada kondisi normal dari sistem tenaga dan dalam kondisi pembebanan tertentu. Penerapan OPF pada penelitian-penelitian sebelumnya umumnya dilakukan pada kondisi beban standar dari sistem pengujian IEEE baik pada sistem 26 bus IEEE, sistem 30 bus IEEE atau system standar lainnya. Pada kasus sistem kelistrikan 500 kV Jawa Bali penelitian biasanya dilakukan pada kondisi beban puncak karena dalam kondisi ini terjadinya pelanggaran tegangan dan batasan saluran sangat mungkin terjadi. Dalam penelitian ini, pengujian efektifitas metode dilakukan pada kasus sistem IEEE 30 bus dan sistem kelistrikan 500 kV Jawa-Bali dalam kondisi beban puncak. 3 1.1.1 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, perumusan masalah yang muncul untuk menyelesaikan masalah Optimal Power Flow adalah : 1. Bagaimana menentukan besar daya aktif yang harus dibangkitkan oleh setiap pembangkit untuk melayani beban tertentu agar diperoleh biaya operasi yang minimum. 2. Bagaimana menjaga tegangan bus dan pembebanan daya saluran agar mempunyai nilai dalam batasan yang telah ditentukan. 1.1.2 Keaslian penelitian Penelitian mengenai OPF dengan metode global heuristic telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya, diantaranya seperti evolutionary programming (EP) [7], differential evolution (DE) [7], inteligent search evolution algorithm (ISEA) [8], particle swarm optimization (PSO) [9], dan Algoritma Genetika (AG) [10-18]. Penggunaan metode AG telah banyak dilakukan diantaranya dengan variable kontrol hanya menggunakan daya aktif pembangkit [10-12], variable kontrol menggunakan daya aktif dan tegangan bus pembangkit [13-15] dan variable kontrol menggunakan daya aktif, tegangan bus pembangkit, tap transformator dan injeksi kapasitor [16-18]. Pada penelitian penggunaan AG dengan empat variable kontrol [16-18], peneliti menggunakan seleksi roulette wheel sebagai operator seleksi orang tua pada AG. 4 Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah disebutkan di atas, maka untuk keaslian penelitian ini penulis ingin menggunakan metode genetic algorithm dengan tournamen selection. Variable yang diatur adalah daya aktif pembangkit, tegangan bus pembangkit, tap transformator dan injeksi kapasitor. Pengkodean kromosom menggunakan real coding dengan fungsi fitness yang melibatkan fungsi biaya pembangkitan ditambah hubungan pembatas pada nilai miminum biaya total pembangkit serta fungsi penalti untuk memperoleh biaya operasi pembangkit yang minimum dengan memperhitungkan batasan maksimum dan minimum dari pembangkit, batasan daya reaktif, batasan tap transformator dan batasan saluran dalam studi optimal power flow sistem Jawa Bali 500 kV. Penulis menggunakan bantuan perangkat lunak MATLAB untuk simulasi hasil optimasi. 1.1.3 Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam melakukan optimasi sistem tenaga listrik interkoneksi Jawa Bali 500 kV sehingga diperoleh biaya pembangkitan yang optimal pada suatu kondisi pembebanan tertentu dengan tetap menjaga batasan tegangan setiap bus pada batasan yang telah ditentukan. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian tentang studi optimal power flow sistem tenaga Jawa Bali dengan metode Algoritma Genetika bertujuan untuk : 5 1. Menentukan besar daya aktif yang harus dibangkitkan oleh setiap pembangkit pada sistem standar IEEE 30 bus agar diperoleh biaya pembangkitan yang minimum. 2. Menentukan besar daya aktif yang harus dibangkitkan oleh setiap pembangkit pada sistem 500 kV Jawa Bali dengan beban tertentu agar diperoleh biaya pembangkitan yang minimum. 3. Menjaga tegangan setiap bus dan pembebanan saluran agar mempunyai nilai tetap dalam batasan yang telah ditentukan. 6