BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku 2.1.1 Pengertian Perilaku Perilaku menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2010) adalah hasil hubungan antara rangsangan (stimulus) dan tanggapan (respon). Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Prosedur pembentukan perilaku dalam operant conditioning menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2010) adalah sebagai berikut : a. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau reinforcer berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan dibentuk. b. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen-komponen tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya perilaku yang dimaksud. c. Dengan menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuantujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer atau penguat untuk masingmasing komponen tersebut. 12 Universitas Sumatera Utara 13 Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen yang telah tersusun itu. Apabila komponen pertama telah dilakukan maka penguatnya diberikan. Hal ini akan mengakibatkan komponen atau perilaku (tindakan) tersebut cenderung akan sering dilakukan. Kalau perilaku ini sudah terbentuk kemudian dilakukan komponen (perilaku) yang kedua, diberi penguat (komponen pertama tidak memerlukan penguat lagi), demikian berulang-ulang sampai komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan komponen ketiga, keempat, dan selanjutnya sampai seluruh perilaku yang diharapkan terbentuk. Ada dua jenis respons, yaitu: perilaku pasif dan aktif. Bentuk pasif adalah respons internal yaitu yang terjadi didalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Sedangkan perilaku atau respons aktif yang secara langsung dapat diamati. Maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap adalah merupakan respon seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang bersifat terselubung dan disebut covert behavior. Sedangkan tindakan nyata seseorang sebagai respon seseorang terhadap stimulus (practice) adalah merupakan overt behavior. 2.1.2 Domain Perilaku Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkut an. Hal ini berarti meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons Universitas Sumatera Utara 14 tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni: (1) Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya. (2) Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2010). Dari uraian diatas dapat dirumuskan bahwa perilaku adalah merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang, yang merupakan hasil bersama antara berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Dengan perkataan lain perilaku manusia sangatlah kompleks, dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 (tiga) domain, ranah, atau kawasan, yakni: kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni: (Notoatmodjo, 2010). 2.1.3 Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu dalam hal perawatan kehamilan. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan Universitas Sumatera Utara 15 domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: (1) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. (2) Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus. (3) Evaluation, (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. (4) Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru. (5) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuia dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan: (1) Tahu (know), tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. (2) Memahami (comprehension), memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat mengintrepretasikannya materi tersebut secara benar. (3) Aplikasi (application), aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. (4) Analisis (analysis), analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. (5) Sintesis (synthesis), sintesis Universitas Sumatera Utara 16 menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian – bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. (6) Evaluasi (evaluation), evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. 2.1.4 Sikap (Attitude) Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek dalam hal perawatan kehamilan. Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok: (1) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. (2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. (3) Kecenderungan untuk bertindak. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan: (1) Menerima (receiving), menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dam memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). (2) Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugasyang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. (3) Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap ketiga. (4) Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi. Universitas Sumatera Utara 17 2.1.5 Tindakan (Practice) Tindakan adalah mekanisme dari suatu pengamatan yang muncul dari persepsi sehingga ada respon untuk mewujudkan suatu tindakan dalam hal perawatan kehamilan. Praktik mempunyai beberapa tingkatan: 1. Persepsi (perception), mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama. 2. Respons terpimpin (guided respose), dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indicator praktik tingkat dua. 3. Mekanisme (mecanism), apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. 4. Adopsi (adoption), adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang mudah berkembang dengan baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan seseorang antara lain: 1. Imitasi Tindakan manusia untuk meniru tingkah pekerti orang lain yang berada di sekitarnya. 2. Sugesti Seseorang menerima suatu cara penglihatan atau pedoman-pedoman tingka laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu. Faktor-faktor yang mempengaruhi sugesti yaitu : Universitas Sumatera Utara 18 a) Hambatan berfikir orang yang memberikan sugesti bersikap over pandangan,pihak penerima tidak diberi pertimbangan-pertimbangan atau berfikir kritis. b) Keadaan pikiran yang terpecah-pecah seseorang pikirannya mengalami kelelahan/kebingungan karena mengahadapi kesulitan-kesulitan sehingga ia tidak bisa berfikir. c) Otoritas kecenderungan seseorang atau sekelompok orang untuk menerima pandangan-pandangan atau sikap-sikap tertentu dari orang yang dianggap ahli. d) Mayoritas seseorang menerima saja suatu sikap atau pandangan karena di dukung atau di sokong oleh orang banyak (mayoritas). e) Will of believe, yaitu sikap menerima pandangan atau sikap orang lain karena sebelummnya di dalam dirinya telah ada sikap atau pandangan yang sama. 3. Identifikasi Seseorang ketika ia mulai sadar bahwa di dalam kehidupan ini ada peraturanperaturan yang harus di penuhi,di pelajari atau di taatinya. 4. Simpati Faktor tertariknya seseorang atau sekelompok orang terhadap seseorang atau kelompok orang lain (Notoatmodjo. 2010). 2.1.6 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perubahan Perilaku Menurut WHO yang dikutip dalam Notoatmodjo (2010), perubahan perilaku dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu: Universitas Sumatera Utara 19 1. Perubahan Alamiah (Natural Change) Perilaku manusia selalu berubah sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggotaanggota masyarakat didalamnya juga akan mengalami perubahan. 2. Perubahan Terencana (Planned Change) Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek. Didalam melakukan perilaku yang telah direncanakan dipengaruhi oleh kesediaan individu untuk berubah, misalnya apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan didalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat menerima inovasi atau perubahan tersebut dan sebagian orang lagi sangat lambat menerima inovasi atau perubahan tersebut. 3. Kesediaan untuk Berubah (Readiness to change) Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam masyarakat,maka yang sering terjadi adalah sebagian orang yang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut (berubah perilakunya),dan sebagian orang lain sangat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut.Hal ini di sebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah (readiness to change) yang berbeda-beda. 2.1.7 Teori Perubahan Perilaku Banyak teori tentang determinan perilaku salah satunya adalah Social Learning Theory (SLT). Social Learning Theory (SLT) adalah suatu teori pembelajaran yang berfokus pada lingkungan atau faktor eksternal. Social Learning Universitas Sumatera Utara 20 Theory (SLT) di perkenalkan pertama kali oleh Bandura pada tahun 1977. Social Learning Theory (SLT) merupakan suatu kombinasi antara perilaku dan kognitif teori dimana individu tersebut mempelajari perilaku melalui observasi dan kemudian mengimitasi atau mengadopsi perilaku tersebut. Dalam SLT ini, lingkungan mempengaruhi perilaku individu, sehingga individu tersebut berperilaku seperti apa yang ada di lingkungan. Pada saat suatu perilaku baru di perkenalkan hanya melalui kegiatan observasi, maka berdasarkan teori social learning, hal tersebut dapat dikatakan proses pembelajaran dan penambahan pengetahuan kognitif seseorang. Teori Social Learning yang di kemukakan oleh Bandura menekankan bahwa kondisi lingkungan dapat memberikan dan memelihara respon-respon tertentu pada diri seseorang. Asumsi dasar dari teori ini yaitu sebagian besar perilaku individu diperoleh dari hasil belajar melalui observasi atas perilaku yang ditampilkan oleh individu-individu lain yang menjadi model (Notoatmodjo, 2010). Konsep penting yang dikemukakakn Bandura adalah reciprocal determinism, yaitu seseorang atau individu akan bertingkah laku dalam suatu situasi yang ia pilih secara aktif. Dalam menganalisa perilaku seseorang terdapat 3 komponen yaitu individu sendiri, lingkungan, serta perilaku individu tersebut, yang dapat dilihat pada gambar berikut : Universitas Sumatera Utara 21 Gambar 2.1 Skema Mengenai Reciprocal Determinism Berdasarkan Skema konsep Reciprocal Determinism di atas dapat dijabarkan bahwa dalam Social Learning Theory menekankan pada hubungan antara individu tersebut, perilaku, dan lingkungan. Pada aspek individu, hal yang mempengaruhi adalah kepribadian, karakteristik seseorang, proses kognisi, self regulation atau kemampuan seseorang untuk dapat mempengaruhi adalah nature atau alamiah, frekuensi, dan intensitas. Pada aspek lingkungan, hal yang mempengaruhi adalah rangsangan atau stimulus, baik secara sosial maupun secara fisik. Individu akan memunculkan satu bentuk perilaku yang sama meskipun pada lingkungan yang serupa, namun individu akan bertindak setelah ada proses kognisi atau penilaian terhadap lingkungan sebagai stimulus yang akan ditindaklanjuti. Menurut Bandura (1977) dalam Notoatmodjo (2010), dalam melakukan proses modeling kegiatan observasi dalam pembentukan perilaku terdapat empat langkah yaitu : Universitas Sumatera Utara 22 1. Attention (Perhatian) Dalam belajar menimbulkan suatu perhatian. Apapun yang mengganggu perhatian seseorang terhadap apa yang sedang di observasi, maka hal tersebut akan berdampak negatif bagi pembelajarannya. Sebaliknya, apapun yang dapat menjadikan seseorang tersebut tertarik pada suatu situasi, maka seluruh perhatian akan tertuju pada sesuatu hal yang sedang di pelajari. 2. Retention (daya ingat) Kemampuan untuk menyimpan informasi adalah proses yang sangat penting dalam pembelajaran melalui observasi, Retensi di pengaruhi oleh beberapa faktor, tetapi kemampuan untuk menyimpan informasi selanjutnya dan berperilaku menjadi sangat penting bagi pembelajaran melalui observasi. 3. Reproduction (Perkembangan) Pada saat seseorang telah memberikan perhatian pada model dan menyimpan segala bentuk perilaku, maka pada tahap ini adalah menampilkan perilaku baru yang telah di observasinya. 4. Motivation (motivasi) Agar pembelajaran melalui observasi tersebut berhasil, maka seseorang tersebut harus termotivasi untuk mengadopsi dan meniru perilaku yang menjadi model tersebut. Penguatan (Reinforcement) dan hukuman (Panishment) memainkan peranan yang penting dalam menimbulkan motivasi. Menurut Notoatmodjo (2010), faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultan dari berbagai Universitas Sumatera Utara 23 faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Dari berbagai determinan perilaku manusia, banyak ahli telah merumuskan model-model terbentuknya perilaku. Berdasarkan pengalaman empiris di lapangan, disimpulkan bahwa garis besarnya perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek, yakni aspek fisik, psikis, dan sosial. Salah satu model yang terkenal tentang terbentuknya perilaku adalah ”Model Precede-Procede” (1991), yaitu model yang dikembangkan oleh Lawrence Green, yang dirintis sejak tahun 1980. Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor di luar perilaku (nonbehaviour causes). Selanjutnya perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yang dirangkum dalam akronim PRECEDE : Predisposing, Enabling, dan Reinforcing Causes in Educational Diagnosis and Evaluation. Precede adalah merupakan fase diagnosis masalah. Sedangkan PROCEDE : Policy, Regulatory, Organizational Construct in Educational and Environmental Development, adalah merupakan arahan dalam perencanaan, implementasi dan evaluasi pendidikan (promosi) kesehatan. Apabila Precede merupakan fase diagnosis masalah, maka Proceed adalah merupakan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi promosi kesehatan (Notoatmodjo, 2010). Model PRECEDE dan PROCEDE dapat dilihat pada gmbar 2.2 berikut: Universitas Sumatera Utara 24 Gambar 2.2 Model PRECEDE-PROCEDE Framework L.Green Berdasarkan teori Health Belief Model berkembangnya pelayanan kesehatan masyarakat akibat kegagalan dari orang atau masyarakat untuk menerima usaha-usaha pencegahan atau penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh provider (Edberg, 2009). Ada 6 variabel yang menyebabkan seseorang mengobati penyakitnya: 1. Persepsi Kerentanan (Perceived Susceptibility) Persepsi seseorang terhadap resiko dari suatu penyakit. Agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan kalau ia rentan terhadap penyakit tersebut. 2. Persepsi Keparahan/Keseriusan (Perceived Seriousness) Tindakan seseorang dalam pencarian pengobatan dan pencegahan penyakit dapat disebabkan karena keseriusan dari suatu penyakit yang dirasakan misalnya Universitas Sumatera Utara 25 dapat menimbulkan kecacatan, kematian, atau kelumpuhan, dan juga dampak sosial seperti dampak terhadap pekerjaan, kehidupan keluarga, dan hubungan sosial. 3. Persepsi Manfaat (Perceived Benefits) Penerimaan seseorang terhadap pengobatan penyakit dapat disebabkan karena keefektifan dari tindakan yang dilakukan untuk mengurangi penyakit. Faktor lainnya termasuk yang tidak termasuk dengan perawatan seperti, berhenti merokok dapat menghemat uang. 4. Persepsi Hambatan (Perceived Barriers) Dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindakan pencegahan penyakit akan mempengaruhi seseorang untuk bertindak. Pada umumnya manfaat tindakan lebih menentukan daripada rintangan atau hambatan yang mungkin ditemukan dalam melakukan tindakan tersebut. 5. Petunjuk untuk Bertindak (Cues to Action) Kesiapan seseorang akibat kerentanan atau manfaat yang dirasakan dapat menjadi faktor yang potensial untuk melakukan tindakan pengobatan. Selain faktor lainnya seperti faktor lingkungan, media massa atau anjuran dari keluarga, temanteman dan sebagainya. 6. Efikasi Diri (Self Efficacy) Efikasi diri adalah kepercayaaan seseorang terhadap kemampuannya dalam pengambilan tindakan. Health Belief Model (HBM) mengasumsikan proses internal dan rasional, yakni seseorang menilai derajat resiko mereka dan membuat perhitungan untung rugi jika mereka tidak ikut dalam perilaku kesehatan preventif Universitas Sumatera Utara 26 atau kegiatan berorientasi kesehatan. Namun perhitungan tersebut bervariasi berdasarkan informasi dan interpretasi yang dibuat. 2.2 Perilaku Seksual Pranikah 2.2.1 Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Dalam kamus bahasa Indonesia, kata seks berarti jenis kelamin dan segala sesuatu yang berperilaku dengan seksualitas. Seks adalah perbedaan badani atau biologis perempuan dan laki-laki, yang sering disebut jenis kelamin yaitu penis untuk laki-laki dan vagina untuk perempuan. Seksualitas berkaitan dengan organ reproduksi dan alat kelamin, termasuk bagaimana menjaga kesehatan dan memfungsikan secara optimal organ reproduksi dan dorongan seksual (BKKBN, 2007). Perilaku seksual adalah suatu hal yang sakral dan bertujuan untuk mengembangkan keturunan. Kenikmatan yang diperoleh dari perilaku tersebut merupakan karunia Tuhan kepada manusia dalam melaksanakan fungsinya meneruskan keturunan. Oleh karena itu perilaku seksual harus dilakukan dalam ikatan yang sah, dimana pasangan terikat komitmen dan tanggung jawab moral (Jernih, 2010). Perilaku seks adalah perilaku yang dilakukan sepasang individu karena adanya dorongan seksual dalam bentuk penetrasi penis kedalam vagina. Perilaku ini disebut koitus, tetapi ada juga penetrasi ke mulut (oral) atau ke anus (anal). Koitus secara moralitas hanya dilakukan oleh sepasang individu yang telah menikah. Tidak ada satu agama pun yang berperilaku seks diluar ikatan pernikahan. Universitas Sumatera Utara 27 Perilaku seks pranikah sangat merugikan remaja yang melakukan baik dari segi kesehatan fisik maupun mental (Aryani, 2010). Perilaku seksual pranikah merupakan tindakan seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu. Suatu masalah muncul dalam kehidupan remaja karena mereka ingin mencoba-coba segala hal yang termasuk yang berperilaku dengan fungsi organ (alat kelamin) yang melibatkan pasangannnya. Namun dibalik itu semua, faktor internal yang paling mempengaruhi perilaku seksual remaja yang mengarah pada perilaku seksual pranikah pada remaja adalah organ seksual (Juvida, 2012). Menurut BKKBN (2007) perilaku seksual pranikah remaja adalah perilaku seksual yang dilakukan remaja sebelum menikah. Perilaku seksual adalah segala sesuatu tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beranekaragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku kencan, bercumbu dan senggama. Objek seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri (Mu’tadin, 2012). Berbagai perilaku seksual pada remaja yang belum saatnya untuk melakukan perilaku seksual secara wajar antara lain dikenal sebagai (Sumiati, 2009) : 1. Mastrubasi atau onani yaitu suatu kebiasaan buruk berupa manipulasi terhadap alat genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual untuk Universitas Sumatera Utara 28 pemenuhan kenikmatan yang seringkali menimbulkan goncangan pribadi dan emosi. 2. Berpacaran dengan sebagai perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai pada ciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual. 3. Berbagai kegiatan yang mengarah pada pemuasan dorongan seksual yang pada dasarnya dapat menunjukan dorongan yang sebenarnya masih dapat dikerjakan. Contoh menonton dan membaca buku pornografi. Dorongan atau hasrat untuk melakukan perilaku seksual selalu muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyalur sesuai (menikah) maka harus dilakukan usaha untuk memberikan pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut (Gunarsa, dkk 2010). 2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pranikah di Tempat Kost Faktor-faktor yang mempengaruhi seks pranikah di tempat kost adalah sebagai berikut : 1. Teman Sebaya Pada masa remaja, kedekatannya dengan kelompok sebayanya sangat tinggi karena selain ikatan peer-group mengantikan ikatan keluarga, maka tidak heran bila remaja mempunyai kecenderungan untuk mengadopsi informasi yang diterima oleh teman-temannya, tanpa memiliki dasar informasi yang signifikan dari sumber yang lebih dapat dipercaya. Informasi Universitas Sumatera Utara 29 dari teman-temannya tersebut, dalam hal ini sehubungan dengan perilaku seks pranikah, tak jarang menimbulkan rasa penasaran yang membentuk serangkaian pertanyaan dalam diri remaja. Untuk menjawab pertanyaan itu sekaligus cenderung membuktikan kebenaran informasi yang diterima, mereka melakukan dan mengalami seks pranikah itu sendiri (Tempo, 2012). Tekanan kelompok sebaya adalah desakan kuat dari seseorang atau beberapa orang teman untuk menyesuaikan diri dan mau berperilaku seperti yang mereka inginkan. Jenis-jenis tekanan kelompok sebaya ada dua macam yaitu : (Anonim, 2005) a. Tekanan kelompok sebaya positif yaitu desakan yang kuat dari seseorang atau beberapa orang untuk menyetujui dan berperilaku seperti yang mereka inginkan, tetapi dalam kegiatan yang baik atau positif. b. Tekanan kelompok sebaya negatif yaitu desakan yang kuat dari seseorang atau beberapa orang untuk menyetujui atau berbuat seperti yang mereka inginkan, namun keinginannya negative (Anonim, 2005). 2. Kondisi Rumah Kost Sangat lemahnya pengawasan orang tua dalam membangun komunikasi dengan sang anak, orang tua hanya berpikiran bagaimana mengirimkan uang untuk keperluan akademis kepada anaknya yang kost. Biasanya remaja yang kost memasukan pacarnya pada pagi hari dan keluar pada sekitar jam 9 malam hari, hal itu agar tidak diketahui masyarakat sekitar atau pemilik rumah kost. Hal ini didukung dengan adanya rumah kost campur, pria dan Universitas Sumatera Utara 30 wanita. Kost campur memang bukan hal baru, sebagian besar teman-teman kost mendukung perilaku seks bebas dan bersikap apatis dengan apa yang dilakukan teman satu kosnya. Ada penjaga kost yang mengizinkan tamu laki dibolehkan masuk dan sebagian ibu kost tidak mengetahuinya. Dari segi biaya dan citra, salah satu anak kost mengatakan seks bebas di kamar kost tidak membutuhkan biaya. Perilaku seks bebas di kamar kost juga meminimalkan image atau pandangan orang lain terhadap sebutan cewek nakal (Kompas, 2014). Anak-anak kost merupakan komunitas yang rentan terhadap hal ini, karena mereka memiliki kebebasan penuh dalam mengatur hidupnya tanpa ada larangan dan pengawasan dari orang tua atau siapapun. Sehingga mereka bebas bergaul dengan siapa saja dan di lingkungan manapun termasuk lingkungan negatif yang lambat laun akan mempengaruhi perilaku mereka menjadi negatif pula. Pada umumnya perilaku negatif anak kost dipengaruhi oleh tidak adanya pengawasan dari orang tua, lingkungan pergaulan yang negatif dan kebebasan hidup ditempat kost (Natalia, dkk, 2008). Mereka semakin merasa aman dengan pergaulan seks bebas dan tanpa kompromi dengan dosa, walaupun hanya sebatas ciuman bhkan sampai hubungan kelamin, bahwa remaja melakukan seks di tempat kost karena beberapa faktor yang menguntungkan yaitu sebagian besar teman-teman kost mendukung perilaku bebas tersebut, dan bahkan ada penjaga kost yang mengijinkan atau mengambil keuntungan dari perilaku seks tersebut. Contohnya dengan menarik iuran penghuni kost apabila ada teman lawan Universitas Sumatera Utara 31 jenis yang menginap. Seks bebas di kamar kost tidak membutuhkan biaya, tetapi bila dilakukan di hotel atau tempat umum akan membutuhkan biaya, sehingga para remaja lebih memiliki melakukan hubungan seks di kamar kost (Sugiyanto, 2008). Perilaku seks bebas di kamar kost juga meminimalkan image orang lain terhadap sebutan ”cewek nakal” atau ”cowok nakal”. Semakin banyak mengerti atau punya pengalaman seks bebas, mereka semakin merasa dirinya modern atau gaul. Hal ini didukung dengan adanya rumah kost campur, pria dan wanita, karena kost campur bukan hal yang baru lagi. Berbeda dengan rumah kost yang diawasi oleh pengelola atau ibu kost, rumah kost yang diawasi kecil kemungkinan untuk dapat melakukan seks bebas, karena adanya peraturanperaturan yang dibuat oleh ibu kost seperti jam berkunjung yang dibatasi, tidak boleh ada teman yang menginap bahkan apabila bepergian tidak boleh terlalu malam (hanya sampai jam 21.00 WIB). Remaja kost yang tidak diawasi adalah tidak ada pemilik kost tinggal bersama anak-anak kostnya, mereka hanya bersama-sama temannya untuk kost dalam satu rumah baik itu perempuan atau laki-laki, dan rumah tersebut dibuat dengan banyak kamar-kamar oleh pemiliknya, sehingga tidak ada peraturan-peraturan dan mereka dapat berbuat sesuka hatinya, sedangkan rumah kost yang diawasi adalah anak-anak kost yang tinggal satu rumah (bersama) dengan pemilik atau ibu kost, dan pemilik atau ibu kost tersebut membuat peraturan-peraturan dan dibuat tempat khusus untuk mernerima tamu (Simanjorang, 20011). Universitas Sumatera Utara 32 2.2.3 Akibat Terjadinya Perilaku Seksual Pranikah Kematangan organ seks dapat berpengaruh buruk bila remaja tak mampu mengendalikan rangsangan seksualnya, sehingga tergoda untuk melakukan perilaku seksual pranikah. Hal ini akan menimbulkan akibat yang dapat dirasakan bukan saja oleh pasangan, khususnya remaja putri, tetapi orang tua, keluarga bahkan masyarakat. Akibat buruk dari perilaku seksual pranikah berpengaruh bukan saja bagi pasangan khususnya remaja putri, tetapi juga orang tua, keluaga, bahkan masyarakat. 1. Akibat Bagi Remaja a. Gangguan kesehatan reproduksi akibat infeksi penyakit menular seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS. b. Meningkatkan resiko terhadap penyakit menular seksual (PMS) seperti gonore (kencing nanah), sifilis, herpes pada alat kelamin dan klamida. c. Remaja perempuan terancam kehamilan yang tidak diinginkan yang dapat mengakibatkan pengguguran kandungan yang tidak aman infeksi organ reproduksi, kemandulan dan kematian akibat perdarahan, dan keracunan hamil. d. Trauma kejiwaan (rendah diri, depresi, rasa berdosa, hilang harapan masa depan), remaja perempuan tidak perawan dan remaja laki-laki tidak perjaka. e. Kemungkinan hilangnya kesempatan untuk melajutkan pendidikan dan kesempatan kerja, terutama bagi remaja perempuan. f. Melahirkan bayi yang kurang atau tidak sehat. Universitas Sumatera Utara 33 2. Akibat Bagi Keluarga a. Menimbulkan aib bagi keluarga b. Beban ekonomi keluarga bertambah c. Pengaruh kejiwaan bagi anak yang dilahirkan (ejekan masyarakat disekitarnya). 3. Akibat Bagi Masyarakat a. Meningkatnya remaja putus sekolah, sehingga kualitas masyarakat menurun. b. Meningkatnya angka kematian ibu dan bayi, sehingga derajat kesehatan reproduksi menurun. c. Menambah beban ekonomi masyarakat sehingga derajat kesehatan masyarakat menurun (Saroha, 2009). Sementara sifat psikososial yang timbul akibat perilaku seksual antara lain adalah ketegangan mental kebingungan akan peran sosial yang tiba-tiba berubah, misalnya pada kasus remaja yang hamil diluar nikah. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut. Selain itu resiko yang lain adalah terganggunya kesehatan yang bersangkutan, resiko kelainan janin dan tingkat kematian bayi yang tinggi. Disamping itu tingkat putus sekolah remaja hamil juga sangat tinggi, halini disebabkan rasa malu dan penolakan sekolah menerima kenyataan adanya murid yang hamil diluar nikah. Masalah ekonomi juga akan membuat permasalahan ini menjadi semakin rumit dan kompleks (Mutadin, 2012). Universitas Sumatera Utara 34 2.3 Remaja 2.3.1 Pengertian Remaja Remaja adalah fase perkembangan anak menjadi dewasa (Khomsan, 2008). Menurut Saraswati (2006) yang mengutip data WHO, remaja adalah masa peralihan, dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, yang ditandai dengan adanya perkembangan fisik yang cepat, mental, emosi, dan sosial. Umumnya usia remaja berkisar antara 12-20 tahun. Masa remaja merupakan saat terjadinya perubahan-perubahan cepat dalam proses pertumbuhan fisik, kognitif dan psikologi/tingkah laku. Khusus pada remaja puteri, masa ini juga merupakan masa persiapan menjadi calon ibu. Keadaan gizi pada masa masa remaja puteri dapat berpengaruh terhadap kehamilannya kelak, juga terhadap keadaan bayi yang akan dilahirkannya (Sayogo, 2006). Pada masa remaja terjadi kematangan seksual dan tercapainya bentuk dewasa karena pematangan fungsi endokrin. Ovarium/indung telur menghasilkan hormon estrogen dan progresteron dan sejumlah kecil androgen. Pubertas merupakan satu titik dalam masa remaja yaitu pada saat seorang anak perempuan mampu mengalami pembuahan/konsepsi yaitu dengan terjadinya haid pertama. Pada masa tersebut terjadi perkembangan seks sekunder, dan berlangsung antara 2 sampai 3 tahun. Hormon- hormon steroid adrenal, estrogen dan androgen mempunyai peran penting dalam perubahan-perubahan yang terjadi dalam masa tersebut. Estrogen dan progesteron menyokong tersedianya deposisi lemak. Dalam proses pematangan fisik, juga terjadi perubahan komposisi tubuh. Dalam periode prepubertas, proporsi lemak dan otot pada anak perempuan cenderung serupa Universitas Sumatera Utara 35 dengan anak laki-laki, yaitu lemak tubuh sekitar 19% dari berat badan total pada anak perempuan dan 15% pada anak laki-laki. Selama masa pubertas, terjadi penambahan lemak lebih banyak pada remaja puteri, yaitu lemak tubuh kurang lebih 22% dibanding 15% pada laki-laki (Sayogo, 2006). 2.3.2 Pembagian Masa Remaja Menurut Monks (2011) batasan usia remaja adalah antara 12 tahun sampai 21 tahun. Monks (2011) membagi batasan usia ini dalam tiga fase, yaitu : 1. Fase remaja awal : usia 12 tahun sampai 15 tahun 2. Fase remaja pertengahan : usia 15 tahun sampai 18 tahun 3. Fase remaja Akhir : usia 18 tahun sampai 21 tahun Menurut Sumiati (2013) disebutkan perkembangan remaja dengan batasanbatasan usia dikelompokkan menjadi : 1. Fase remaja awal usia 12 – 15 tahun yang ditandai dengan : - Lebih dekat dengan teman sebaya. - Ingin bebas. - Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak. 2. Fase remaja pertengahan usia 15 – 18 tahun yang ditandai dengan : - Mencari identitas sendiri. - Timbul keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis. - Timbul perasaan cinta yang mendalam. - Kemampuan berpikir abstrak (berkhayal) makin berkembang. - Berkhayal mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seksual. Universitas Sumatera Utara 36 3. Fase remaja akhir usia 18 – 21 tahun yang ditandai dengan : - Menampakkan pengungkapan kebebasan diri. - Dalam mencari teman sebaya lebih selektif. - Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya. - Dapat mewujudkan perasaan cinta. - Memiliki kemampuan berpikir khayal atau abstrak. Batasan usia remaja untuk masyarakat Indonesia sendiri adalah antara usia 11 tahun sampai usia 24 tahun. Hal ini dengan pertimbangan bahwa usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai tampak. Batasan usia 24 tahun merupakan batas maksimal individu yang belum dapat memenuhi persyaratan kedewasaan secara sosial maupun psikologis. Individu yang sudah menikah dianggap dan diperlukan sebagai individu dewasa penuh sehingga tidak lagi digolongkan sebagai remaja (Sarwono, 2003). World Health Organization (WHO) memiliki batasan yang tidak jauh berbeda. Batasan usia remaja menurut WHO adalah individu yang berusia pada rentang 10-19 tahun. Berdasarkan dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata batasan usia remaja berkisar antara 10 tahun sampai 24 tahun, dengan pembagian fase remaja awal berkisar 10-15 tahun, fase remaja tengah berkisar 16 18 tahun dan fase remaja akhir berkisar 19-24 tahun. 2.3.3 Karakteristik Perkembangan Remaja 1. Karakteristik Perkembangan Fisik Selama masa remaja terjadi perubahan fisik yang diakibatkan pengaruh hormonal. Pertumbuhan ditinjau dari tinggi dan berat badan bersifat akselerasi Universitas Sumatera Utara 37 tinggi mendahului masa pubertas dan kemudian menjadi semakin lambat sampai berhentinya pertumbuhan tulang. Fase pertumbuhan yang tercepat pada masa remaja ini dikenal sebagai growth spurs dan titik tertinggi dari growth spurs disebut masa puncak/peak. Pada masa tersebut proporsi dan ukuran tubuh menyerupai dewasa muda serta peningkatan tinggi badan (Sayogo, 2006). Tumbuh kembang remaja dibagi 3 tahap yaitu masa remaja awal, menengah, dan lanjut. Masa remaja awal pada anak perempuan terjadi pada usia 10-11 tahun, berlangsung 6 bulan sampai 1 tahun. Masa remaja menengah terjadi pada usia 1214 tahun dan berlangsung antara 2-3 tahun, sedangkan masa remaja lanjut perempuan rata-rata tercapai pada usia antara 15-17 tahun (Sayogo, 2006). 2. Perkembangan Perkembangan Psikososial dan Kognitif Pada masa remaja juga terjadi perubahan psikososial/tingkah laku, terjadi perubahan dalam hubungan dengan ayah dan ibu yaitu timbulnya konflik-konflik, mudah tersinggung, “merasa kurang bahagia”, ketidak tergantungan dalam proses pengambilan keputusan . Perkembangan kognitif juga menunjukkan kemajuan berupa kemampuan berfikir dalam arti dapat memahami akibat dari perbuatan/ tingkah laku, serta dapat melakukan beberapa tindakan secara serentak (Sayogo, 2006). Tahap remaja awal memiliki karakteristik antara lain mempercayai dan menghargai orang dewasa, kekhawatiran tentang teman sebaya, dan sebagainya. Tahap remaja menengah memiliki beberapa karakteristik yaitu sangat dipengaruhi oleh teman sebaya, kehilangan kepercayaan pada orang dewasa, mencoba mandiri dan sebagainya. Pada masa ini remaja lebih mendengarkan teman sebayanya Universitas Sumatera Utara 38 daripada orang tuanya atau orang dewasa lainnya. Keinginan untuk mandiri sering tampak dalam bentuk penolakan terhadap pola makan keluarga. Pada masa remaja lanjut karakteristik yang tampak antara lain merencanakan masa depan dan bersifat lebih mandiri. (Sayogo,2006). 2.4 Kerangka Pikir Penelitian Kerangka pikir dalam penelitian ini di gambarkan sebagai berikut : Karakteristik Informan 1) Umur 2) Jenis Kelamin 3) Tingkat Pendidikan 4) Lama Kost 5) Jenis Kost (Dijaga/Tidak Dijaga Pengelola) Tindakan Remaja Kost yang Dijaga dan Tidak Dijaga Pengelola terhadap Perilaku Seksual Pranikah Predisposing Factors 1) Pengetahuan 2) Sikap Enabling Factors Jenis Kost (Dijaga/Tidak Dijaga Pengelola) Reinforcing Factors 1) Dukungan keluarga 2) Dukungan tenaga kesehatan Keterangan : = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti Gambar 2.2 Kerangka Pikir Penelitian Universitas Sumatera Utara 39 Pendekatan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010) yang menjelasksan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pemungkin (enabling factor) dan factor penguat (reinforcing factors). Faktor predisposisi (predisposing factors) dalam penelitian ini ialah berupa pengetahuan (knowledge) dan sikap (attitude). Pengetahuan (knowledge) atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Pengetahuan sangat berperan dalam menentukan sikap seseorang. Sikap (attitude) merupakan kecenderungan untuk berespon baik secara positif ataupun negatif dari konsep di atas dapat kita lihat bahwa terbentuknya suatu perilaku baru dimulai dari domain kognitif, subjek tahu terlebih dahulu tentang stimulus/objek tertentu, kemudian menimbulkan pengetahuan baru dan selanjutnya menimbulkan respons dalam bentuk sikap. Akhirnya rangsangan yakni objek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulan respon yang lebih jauh lagi yaitu tindakan terhadap orang, objek ataupun situasi tertentu. Suatu sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Demikian juga dengan remaja, pengetahuan mereka tentang perilaku seksual pranikah akan memengaruhi sikap mereka terhadap pelaksanaan perilaku seksual pranikah, kemudian akan memengaruhi tindakan remaja dalam perilaku seksual pranikah ditambah dengan danya faktor pemungkin (enabling factors) yakni kost yang dijag dan tidak dijaga oleh pengelola menjadi pilihan remaja untuk melakukan perilaku seksual pranikah. Sehingga pengetahuan, sikap, dan tindakan ini menjadi variabel yang diamati dalam Universitas Sumatera Utara 40 penelitian mengenai perilaku seksual pranikah remaja kost dirumah kost yang dijaga dan tidak dijaga pengelola (studi kasus di kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang tahun 2017). Universitas Sumatera Utara