Rumusan Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Yogyakarta, 21 Maret 2015, tema: Manajemen Biodiversitas dalam Melindungi, Mempertahankan dan Memperkaya Sumber daya Genetik dan Pemanfaatannya Konversi habitat di daratan dan illegal, unreported and unregulated fishing di lautan merupakan faktor antropogenik utama yang menjadi hambatan dalam upaya penyelamatan keanekaragaman hayati Indonesia. Sementara itu, faktor alam yang paling mengancam adalah perubahan iklim di masa depan. Di samping ketiga faktor tersebut, keanekaragaman hayati juga dapat terancam oleh faktor antropogenik lainnya, seperti pencemaran lingkungan, pertambahan penduduk, dan perubahan perilakunya yang menyebabkan bertambahnya kebutuhan akan sumberdaya alam hayati, serta faktor alam seperti bencana alam (khususnya banjir dan gunung meletus). Penurunan kualitas habitat telah menyebabkan sejumlah besar hidupan liar terancam kelangsungan hidupnya, bahkan termasuk kelestarian jenis-jenis yang belum pernah teridentifikasi atau diketahui manfaatnya. Oleh karena itu, upaya untuk melindungi dan mempertahankan keanekaragaman hayati sangat wigati untuk dilakukan, karena berkejaran dengan laju kepunahannya. Indonesia merupakan salah satu negara mega-biodiversitas dengan laju kepunahan spesies alami paling tinggi. Sementara itu, sumber daya genetik alam merupakan sumber utama dalam proses domestikasi dan pemuliaan dari tumbuhan, hewan, dan mikroba budi daya. Introduksi spesies asing sebagaimana introduksi varietas baru spesies budi daya dapat meningkatkan keanekaragaman hayati. Namun, keberadaan jenis-jenis ini dapat pula mengganggu keseimbangan ekosistem, terlebih pada ekosistem yang rapuh karena besarnya tekanan antropogenik. Meskipun demikian, kehadiran jenis-jenis asing kadang-kadang tidak dapat dielakkan karena adanya kebutuhan ekonomi. Dalam seminar nasional ini diungkapkan berbagai tantangan, hambatan, dan keberhasilan dalam mengelola, mempertahankan, dan memperkaya keanekaragaman hayati Indonesia. Berbagai kekayaan hayati Indonesia baik dari kawasan pegunungan, dataran rendah, perairan darat (sungai, rawa, danau), perairan laut (laguna, delta, pantai), serta kawasan budi daya diungkapkan. Upaya perlindungan mamalia endemik, seperti bekantan di Kalimantan dan anoa di Sulawesi telah diungkapkan, termasuk juga upaya pengelolaan mamalia introduksi, seperti macan tutul sri lanka di penangkaran. Salah satu contoh menarik terjadinya ancaman kepunahan spesies alam, sekaligus upaya seleksi, budi daya, dan konservasinya diungkapkan dalam makalah tentang kontes burung. Sementara itu, pertumbuhan Acacia decurrens di Gunung Merapi merupakan contoh nyata bagaimana spesies asing dapat mengalahkan spesies asli. Dalam seminar ini, juga dikemukakan potensi spesies asli untuk dikembangkan dalam program pemuliaan, baik tanaman perkebunan/kehutanan seperti sowang maupun tanaman budi daya, seperti buah plajau dan kapul. Dikemukakan pula berbagai upaya peningkatan kapasitas produksi tanaman pangan, seperti padi, talas, dan sorghum, termasuk di kawasan-kawasan marginal. Dari hasil seminar nasional ini secara ringkas dapat dirumuskan bahwa Indonesia merupakan negara yang sangat kaya sumberdaya genetik, namun laju kepunahan alamnya juga sangat tinggi. Oleh karena itu, para peneliti harus bekerja keras untuk mengidentifikasi dan mengungkapkan manfaat jenis-jenis hidupan liar; di samping terus melakukan seleksi untuk memperbaiki kualitas varietas budi daya sehingga dengan diketahui manfaatnya maka upaya pelestariannya akan lebih mudah karena tumbuhnya dukungan dari berbagai pihak.