BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS A. Kajian pustaka 1. Konsep Komunikasi Interpersonal 1.1 Pengertian Komunikasi Interpersonal Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia. Dengan berkomunikasi, manusia dapat saling berhubungan satu sama lain. Pentingnya komunikasi bagi manusia tidak dapat dipungkiri begitu juga halnya bagi suatu organisasi. Oleh karena itu komunikasi sangat dibutuhkan dalam suatu organisasi seperti pernyataan Arni Muhammad (2007:1): “Dengan adanya komunikasi yang baik suatu organisasi dapat berjalan dengan lancar dan berhasil dan begitu pula sebaliknya”. Organisasi merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai macam unsur yang satu sama lain sangat berkaitan erat. Salah satu unsur pentingnya adalah manusia karena sangat menentukan keberhasilan suatu organisasi. Namun, di dalam suatu organisasi terdapat sumber daya manusia dengan bermacam-macam karakter dimana individu-individu tersebut berinteraksi dan bekerja sama untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam kerjasama itu memerlukan koordinasi dan untuk mewujudkan koordinasi itu dibutuhkan komunikasi. Melalui komunikasi yang efektiflah kerjasama yang harmonis dapat ditumbuhkan, dikembangkan dan dipelihara sehingga dapat mempertahankan kelangsungan hidup organisasi. Oleh karena itu komunikasi sangat dibutuhkan dalam suatu organisasi seperti 11 12 pernyataan Abdul Azis Wahab yang dikutip oleh Tjutju Yuniarsih, et al (1997:88) bahwa: “Komunikasi bukan lagi sekedar alat bagi manajemen, melainkan sangat vital bagi kelangsungan hidup pertumbuhan organisasi”. Sebelum membahas tentang pengertian komunikasi interpersonal, penulis akan sedikit membahas pengertian komunikasi menurut beberapa ahli. Komunikasi bertujuan untuk menyampaikan pesan dari satu pihak kepada pihak lainnya, seperti yang diungkapkan oleh James A.F. Stoner dan dikutip oleh A,W. Widjaja (2000:5) sebagai berikut: “Komunikasi adalah proses dimana seseorang berusaha memberikan pengertian dengan cara pemindahan pesan”. Kemudian komunikasi dalam organisasi, maka perilaku individu akan mengubah perilaku individu yang lain, seperti yang diungkapkan Hoveland yang dikutip oleh Wiryanto (2005:6) bahwa komunikasi adalah: “The process by which an individual (the communicator) transmits individu”. (Komunikasi adalah proses di mana individu mentransmisikan stimulus untuk mengubah perilaku individu yang lain.). Selain itu komunikasi juga dapat ditujukan untuk mempengaruhi orang lain agar melaksanakan sesuatu atau berperilaku seperti apa yang kita harapkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Marihot Tua Effendy (2005:296) bahwa: “Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, fakta, dan perasaan, dari orang yang satu kepada orang lain”. Pendapat lain dikemukakan oleh Everet M.Rogers yang dikutip oleh Hafied Cangara (2007: 19) menyatakan bahwa : “Komunikasi adalah proses 13 dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka“. Dengan demikian diharapkan melalui komunikasi seorang pimpinan dapat mempengaruhi karyawannya untuk memiliki sikap dan perilaku yang dapat memudahkan dalam usaha pencapaian tujuan. Dalam berkomunikasi dibutuhkan adanya saling pengertian di antara kedua belah pihak agar maksud yang ingin disampaikan dapat berhasil, seperti yang dinyatakan oleh A.W. Widjaja (2000:8) bahwa : Komunikasi adalah penyampaian informasi dan pengertian dari seseorang kepada orang lain. Komunikasi akan dapat berhasil baik apabila sekiranya timbul saling pengertian, yaitu jika kedua belah pihak si pengirim dan si penerima informasi dapat memahami. Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, fakta, dan perasaan dari satu orang kepada orang lain dengan maksud untuk mengubah sikap maupun perilaku individu lain. Berkaitan dengan komunikasi dalam organisasi dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang, menurut William F. Glueck yang dikutip A.W. Widjaja (2000:8) membagi komunikasi ke dalam dua bagian utama, yakni: 1. Interpersonal communications, komunikasi antarpribadi yaitu proses pertukaran informasi serta pemindahan pengertian antara dua orang atau lebih di dalam suatu suatu kelompok kecil manusia. 2. Organizational communications, yaitu dimana pembicara secara sistematis memberikan informasi dan memindahkan pengertian kepada orang banyak di dalam organisasi dan kepada pribadi-pribadi dan lembaga-lembaga di luar yang ada hubungan. Selain itu ada beberapa bentuk komunikasi yang salah satunya adalah komunikasi persona. Komunikasi persona ini memiliki dua macam jenis, yakni : 14 1. Komunikasi Interpersonal 2. Komunikasi Intrapersonal Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis komunikasi interpersonal karena jenis komunikasi ini dianggap sebagai komunikasi yang paling efektif karena dilakukan secara langsung antar komunikan dan komunikator. Seperti yang diungkapkan oleh Wiryanto (2005:36) bahwa : “Pada hakikatnya komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan komunikan. Komunikasi ini paling efektif mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang”. Definisi lain diungkapkan oleh Hafied Cangara (2007:32) sebagai berikut : Komunikasi antarpribadi ialah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka, seperti yang dinyatakan R. Wayne Pace (1979) bahwa „interpersonal communication is communication involving two or more people in a face to face setting’. Sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya, komunikasi interpersonal juga dapat mengubah sikap seseorang sesuai dengan yang diharapkan oleh komunikator. Apalagi komunikasi interpersonal ini dilakukan secara tatap muka dan dilakukan dalam kelompok kecil secara timbal balik sehingga pesan yang ingin disampaikan lebih mudah untuk diterima. Hal ini sejalan dengan pernyataan Onong Uchyana Effendy (2000:78) bahwa “Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan yang sifatnya dialogis dan dapat mengubah sikap, pendapat, perilaku seseorang”. Dari pengertian-pengertian komunikasi interpersonal di atas, penulis dapat mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan komunikasi interpersonal adalah 15 komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam suatu kelompok kecil secara bertatap muka dan saling melakukan timbal balik di antara kedua belah pihak untuk menyampaikan pesan dan saling bertukar pikiran dan sangat efektif untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang dalam bekerja. 1.2 Klasifikasi Komunikasi Interpersonal Ada bermacam-macam nama dalam komunikasi interpersonal diantaranya adalah komunikasi diadik, dialog, wawancara, percakapan dan komunikasi tatap muka. Menurut Redding dalam Arni Muhammad (2007:159) bahwa : “klasifikasi komunikasi interpersonal menjadi interaksi intim, percakapan sosial, interogasi atau pemeriksaan dan wawancara”. 1. Interaksi Intim Interaksi intim termasuk komunikasi di antara teman baik, pasangan yang sudah menikah, anggota family, dan orang-orang yang mempunyai ikatan emosional yang kuat. Di dalam organisasi, hubungan ini dikembangkan dalam sistem komunikasi informal. Misalnya, hubungan yang terlibat di antara kedua orang teman baik dalam organisasi, yang mempunyai interaksi personal mungkin di luar peranan dan fungsinya dalam organisasi. 2. Percakapan Sosial Percakapan sosial adalah interaksi untuk menyenangkan seseorang secara sederhada dengan sedikit berbicara. Percakapan biasanya tidak begitu terlibat mendalam. Tipe komunikasi tatap muka penting bagi pengembangan hubungan informal dalam organisasi. 3. Interogasi atau Pemeriksaan Interogasi atau pemeriksaan adalah interaksi antara seseorang yang ada dalam kontrol, yang meminta atau bahkan menuntut informasi daripada yang lain. 4. Wawancara Wawancara adalah satu bentuk komunikasi interpersonal di mana dua orang terlibat dalam percakapan yang berupa tanya jawab. Salah seorang mengajukan pertanyaan untuk mendapatkan informasi dan yang lainnya mendengarkan dengan baik kemudian memberikan jawaban yang dikehendaki samapi tujuan wawancara tercapai. 16 1.3 Unsur-Unsur Komunikasi Interpersonal Di dalam komunikasi interpersonal terdapat unsur-unsur yang tidak dapat dipisahkan karena tanpa unsur-unsur tersebut komunikasi interpersonal tidak dapat berlangsung. Unsur-unsur tersebut menurut Malayu S.P. Hasibuan (2003:56) di antaranya adalah: 1. Giver (komunikator), adalah orang yang menyampaikan ide atau pesan. Misalnya sebagai pimpinan berkomunikasi dengan bawahan bukan saja dalam rangka memberikan perintah, instruksi dan bimbingan serta pembinaan, akan tetapi juga dalam usaha menciptakan suasana kerja yang intim dan serasi dengan perilaku organisasi yang dijiwai oleh semangat kerjasama. 2. Pesan, adalah ide yang disampaikan kepada pihak lain yang dapat berarti keputusan untuk dilaksanakan, kebijaksanaan untuk dipahami dan dioperasionalkan, perintah untuk dikerjakan, instruksi untuk dilaksanakan dan informasi untuk diketahui. 3. Saluran (channel), adalah segala sarana dan alat yang dipergunakan oleh komunikator untuk menyampaikan kepada pihak lain. 4. Receiver (komunikan-audience), yaitu orang yang menerima pesan atau berita dari komunikator. 5. Feed back (action), yaitu reaksi yang diberikan oleh orang yang menerima pesan (receiver). Selanjutnya Onong Uchjana Effendy (2000:57) menyatakan bahwa dalam proses komunikasi terdapat unsur-unsur sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. Komunikator (communicator, source, sender) Pesan (message) Media (channel, media) Komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient) Efek (effect, impact, influence) Apabila unsur-unsur tersebut dilukiskan dalam gambar, maka kaitan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dapat dilihat sebagai berikut : 17 Gambar 2.1 Proses Komunikasi Komunikator Pesan Media Komunikan Efek Umpan Balik Sumber : Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi Dari unsur-unsur di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa komunikasi interpersonal tidak dapat dilaksanakan tanpa adanya komunikator, komunikan, pesan, media, efek dan timbal balik di antara kedua belah pihak karena unsurunsur tersebut saling berkaitan satu sama lain. 1.4 Tujuan Komunikasi Interpersonal Komunikasi interpersonal dilakukan dengan berbagai tujuan, di antaranya adalah seperti Devito yang dikutip J. Permana (2003:22) sebagai berikut: 1. Untuk mempelajari secara lebih baik dunia luar, seperti berbagai objek, peristiwa dan orang lain. 2. Untuk memelihara hubungan dan mengembangkan kedekatan atau keakraban. 3. Untuk mempengaruhi sikap-sikap dan perilaku orang lain. 4. Untuk menghibur diri atau bermain. Pendapat lain menurut A.W. Widjaja (2000:122) ada enam tujuan komunikasi antarpribadi yang dianggap penting, yaitu: 1. Mengenal diri sendiri dan orang lain. Salah satu cara untuk mengenal diri kita sendiri adalah melalui komunikasi antarpribadi. Komunikasi antarpribadi memberikan kesempatan bagi kita untuk memperbincangkan diri kita sendiri. Dengan membicarakan tentang diri kita sendiri pada orang lain, kita akan mendapat perspektif baru tentang diri kita sendiri dan memahami lebih mendalam tentang sikap dan perilaku kita. 18 2. Mengetahui dunia luar. Komunikasi antarpribadi memungkinkan kita untuk memahami lingkungan kita secara baik yakni tentang objek, kejadian-kejadian dan orang lain. 3. Menciptakan dan memelihara hubungan. Banyak waktu yang kita gunakan dalam komunikasi antarpribadi bertujuan untuk menciptakan dan memelihara hubungan sosial dengan orang lain. Hubungan demikian membantu mengurangi kesepian dan ketegangan serta membuat kita merasa lebih positif tentang diri kita sendiri. 4. Mengubah sikap dan perilaku. Dalam komunikasi antarpribadi sering kita berupaya menggunakan sikap dan perilaku orang lain. Kita ingin seseorang memilih suatu cara tertentu, berpikir dalam cara tertentu, percaya bahwa sesuatu benar atau salah dan sebagainya. Singkatnya kita banyak mempergunakan waktu untuk mempersuasi orang lain melalui komunikasi antarpribadi. 5. Bermain dan mencari hiburan. Bermain mencakup semua kegiatan untuk memperoleh kesenangan. Sering kali tujuan ini dianggap tidak penting, tetapi sebenarnya komunikasi yang demikian perlu dilakukan karena bisa memberi suasana yang lepas dari keseriusan, ketegangan, kejenuhan dan sebagainya. 6. Membantu orang lain. Psikiater, psikolog klinik dan ahli terapi adalah contoh-contoh profesi yang mempunyai fungsi menolong orang lain. Tugas-tugas tersebut sebagian besar dilakukan melalui komunikasi antarpribadi. Selanjutnya menurut Arni Muhammad (2007:165) tujuan dari komunikasi interpersonal, diantaranya yaitu: 1. Menemukan diri sendiri Salah satu tujuan komunikasi interpersonal adalah menemukan personal atau pribadi. Bila kita terlibat dalam pertemuan interpersonal dengan orang lain kita belajar banyak sekali tentang diri kita maupun orang lain. 2. Menemukan dunia luar Hanya komunikasi interpersonal menjadikan kita dapat memahami banyak tentan diri kita dan orang lain yang berkomunikasi dengan kita. Hal itu menjadikan kita memahami lebih baik dunia luar, dunia objek, kejadian-kejadian dan orang lain. 3. Membentuk dan Menjaga hubungan yang penuh arti Banyak dari waktu kita pergunakan dalam komunikasi interpersonal diabdikan untuk membentuk dan menjaga hubungan sosial denga orang lain. 19 4. Berubah sikap dan tingkah laku Banyak waktu kita gunakan untuk mengubah sikap dan tingkah laku orang lain dengan pertemuan interpersonal 5. Untuk bermain dan kesenangan Dengan komunikasi interpersonal ini dapat memberikan keseimbangan yang penting dalam fikiran yang memerlukan rileks dari semua keseriusan di lingkungan kita. 6. Untuk membantu 1) Sebagai faktor dalam memotivasi atau alasan mengapa kita terlibat komunikasi interpersonal 2) Sebagai hasil atau efek umum dari komunikasi interpersonal yang berasal dari pertemuan interpersonal Dari tujuan-tujuan komunikasi interpersonal di atas dapat diketahui bahwa komunikasi interpersonal ini dapat digunakan untuk memelihara hubungan dan mengembangkan kedekatan dan keakraban di antara kedua belah pihak. Hal ini juga dapat terjadi di suatu perusahaan dimana pimpinan mengadakan komunikasi interpersonal dengan karyawannya untuk menjalin kedekatan di antara mereka sehingga suasana di perusahaan tersebut penuh dengan keakraban dan kekeluargaan. 1.5 Fungsi Komunikasi Interpersonal Selain memiliki tujuan-tujuan tertentu, komunikasi interpersonal juga memiliki beberapa fungsi. Diantaranya yaitu menurut A.W. Widjaja (1993: 9-10) fungsi komunikasi adalah untuk: 1. Informasi: pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyebaran berita, data, gambar, fakta dan pesan opini dan komentar yang dibutuhkan agar dapat dimengerti. 2. Sosialisasi (pemasyarakatan): penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif. 3. Motivasi: mendorong orang menentukan pilihannya dan keinginannya, mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama yang akan dikejar. 20 4. Perdebatan dan diskusi: menyediakan dan saling menukar fakta yang diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan perbedaan pendapat mengenai masalah publik. 5. Pendidikan: pengalihan ilmu pengetahuan sehingga mendorong perkembangan intelektual. 6. Memajukan kebudayaan: penyebaran hasil kebudayaan dan seni dengan maksud melestarikan warisan masa lalu. 7. Hiburan: penyebarluasan sinyal, simbol, suara dan image dari drama, tari, kesenian dan lain-lain untuk rekreasi, kesenangan kelompok dan individu. 8. Integrasi: menyediakan bagi bangsa, kelompok dan individu kesempatan untuk memperoleh berbagai pesan yang mereka perlukan agar mereka dapat saling kenal dan mengerti dan menghargai kondisi, pandangan dan keinginan orang lain. Fungsi-fungsi di atas lebih bersifat umum. Fungsi komunikasi interpersonal lainnya yang lebih menjurus ke dalam suatu organisasi atau perusahaan menurut Malayu S.P. Hasibuan (2003:196) terdiri dari fungsi: 1. Instructive, artinya komunikasi dalam hal ini berfungsi untuk memberikan perintah dari atasan kepada bawahannya. 2. Evaluative, artinya komunikasi berfungsi untuk menyampaikan laporan dari bawahan kepada atasan. 3. Informative, komunikasi dalam hal ini berfungsi untuk menyampaikan informasi, berita, dan pesan-pesan lainnya. 4. Influencing, artinya komunikasi dalam hal ini berfungsi untuk memberikan saran-saran, nasihat-nasihat dari seseorang kepada orang lain. Dari fungsi-fungsi komunikasi interpersonal di atas, dapat dilihat bahwa salah satu fungsinya adalah untuk memberikan motivasi dan pertukaran informasi di antara atasan dan bawahan. Oleh karena itu komunikasi interpersonal ini sangat penting untuk dilaksanakan karena akan mempengaruhi kelancaran arus informasi di dalam suatu organisasi atau perusahaan dan dapat digunakan untuk mempengaruhi motivasi kerja karyawannya. 21 1.6 Efektivitas Komunikasi Interpersonal Efektivitas dalam komunikasi interpersonal sangat penting karena bila komunikasi interpersonal yang dilakukan tidak efektif maka tujuan yang diharapkan tidak akan tercapai. Komunikasi interpersonal sebagai suatu bentuk perilaku dapat berubah dari sangat efektif ke sangat tidak efektif. Pada suatu saat komunikasi interpersonal ini akan berjalan dengan baik dan pada saat yang lain komunikasi ini bisa berjalan dengan buruk. Untuk mengetahui apakah komunikasi interpersonal yang kita jalankan efektif atau tidak, kita harus mengetahui faktor-faktornya. Menurut Kumar yang dikutip oleh Wiryanto (2005:36) efektivitas komunikasi antar pribadi mempunyai lima ciri, sebagai berikut: 1. Keterbukaan (Openesss). Kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima didalam menghadapi hubingan antarpribadi 2. Empati (Empathy). Merasakan apa yang dirasakan orang lain 3. Dukungan (Supportiveness). Situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif 4. Rasa positif (Positiveness). Seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif 5. Kesetaraan (Equality). Pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan Menurut Roger yang dikutip Arni Muhammad (2007:176) berpendapat bahwa hubungan interpersonal akan terjadi secara efektif apabila kedua pihak memenuhi kondisi berikut: 1. Bertemu satu sama lain secara personal. 2. Empati secara tepat terhadap pribadi yang lain dan berkomunikasi yang dapat dipahami satu sama lain secara berarti. 3. Menghargai satu sama lain, bersifat positif dan wajar tanpa menilai atau keberatan. 22 4. Menghayati pengalaman satu sama lain dengan sungguh-sungguh bersikap menerima dan empati satu sama lain. 5. Merasa bahwa saling menjaga keterbukaan dan iklim yang mendukung dan mengurangi kecenderungan gangguan arti. 6. Memperlihatkan tingkah laku yang percaya penuh dan memperkuat perasaan aman terhadap yang lain. Selain itu karakteristik-karakteristik efektivitas komunikasi interpersonal yang dikemukakan oleh Joseph De Vito dalam bukunya The Interpersonal Communication Book (Widjaja, 2000:127-128) dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu: 1. Perspektif humanistic, meliputi sifat-sifat: - Keterbukaan (openness) - Perilaku suportif (supportiveness) - Perilaku positif (positiveness) - Empati (empathy) - Kesamaan (equality) 2. Perspektif pragmatis, meliputi sifat-sifat: - Bersikap yakin (confidence) - Kebersamaan (immediacy) - Manajemen interaksi (interaction management) - Perilaku ekspresif (expressiveness) - Orientasi pada orang lain (other orientation) Berdasarkan pendapat yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa : 1) Komunikasi yang efektif akan menimbulkan pengertian, kesenangan, perubahan sikap, hubungan yang baik dan tindakan, 2) komunikasi dikatakan efektif jika terjadi kesatuan dan kesamaan makna tentang apa yang diinginkan pengirim dengan persepsi oleh penerima, 3) komunikasi efektif merupakan target ideal bagi setiap organisasi, karena melalui proses komunikasi akan diperoleh informasi penting yang berguna untuk pengambilan keputusan. Dari pernyataan tersebut di atas ada beberapa persamaan yaitu bahwa komunikasi interpersonal akan efektif bila di dalamnya terdapat empati, saling terbuka dan saling percaya sehingga di antar kedua belah pihak akan terjalin saling pengertian. 23 2. Konsep Efektivitas Kerja 2.1 Pengertian Efektivitas Kerja Sebelum penulis membahas pengertian efektivitas kerja, terlebih dahulu penulis akan menguraikan beberapa pengertian efektivitas dan pengertian kerja menurut beberapa ahli. Namun secara umum belum ada kesesuaian pendapat mengenai konsep efektivitas. Hal tersebut dikarenakan para ahli dalam merumuskan pengertian efektivitas hanya memandang dari sudut bidang kajian dan disiplin ilmu tertentu. Hal ini sejalan dengan pendapat Richard M. Steers yang diterjemahkan oleh Magdalena Jamin (1985: 220) yang menyatakan bahwa : Mengingat keanekaragaman pendapat mengenai sifat dan komposisi dari efektivitas organisasi, maka tidaklah heran jika terdapat demikian banyak pertentangan pendapat sehubungan dengan cara-cara meningkatkan efektivitas ini dalam suatu organisasi yang sedang berjalan, rupanya sebab utama tidak adanya penyesuaian ini terbatasnya konsep efektivitas. Dari pendapat di atas menunjukkan bahwa pengertian efektivitas organisasi mempunyai arti yang berbeda-beda dari setiap orang. Ini dimaksudkan bahwa perbedaan pengertian tersebut tergantung pada kerangka acuan yang dipakainya. Walau demikian bukan berarti tidak ada pengertian yang tepat mengenai efektivitas. Komaruddin (1983:149) mendefinisikan efektivitas sebagai: “Suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu”. Konsep efektivitas yang lain dikemukakan oleh Emerson yang dikutip oleh Soewarno Handayaningrat (1996:16) bahwa : “ Effectiviness is measuring in term of a training preseribed goals or objectives”. ( Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya). 24 Berkaitan dengan pengertian efektivitas, The Liang Gie (2000:33) mengemukakan bahwa : Kata efektif berarti terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki dalam suatu perbuatan. Setiap pekerjaan yang efisien tentu efektif, karena dilihat dari hasil tujuan atau yang dikehendaki dengan perbuatan ini telah mencapai bahkan secara maksimal (mutu dan jumlahnya). Setiap pekerjaan yang efektif belum tentu efisien karena hasil dapat tercapai tapi mungkin dengan penghamburan pikiran,tenaga, dan waktu. Penyelesaian pekerjaan dalam mencapai output secara maksimal, baik dalam bentuk kualitas maupun kuantitas dengan fasilitas dan sarana serta biaya yang tersedia untuk menghasilkan output yang sama dan biaya yang tersedia dan pendukungnya dapat dikatakan bahwa kerja tersebut efektif. Namun demikian pencapaian kerja yang efektif mempunyai banyak faktor dan komponen sebagai penunjangnya, seperti manusia sebagai pelaksana dari pencapaian tujuan. James L.Gibson seperti yang dikutip oleh Djoerban Wahid (1990:25) memandang bahwa efektivitas dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : Pada tingkat yang paling dasar dari efektivitas organisasi adalah efektivitas individu. Pandangan segi individu menekankan hasil karyawan atau anggota dari organisasi. Tugas yang harus dilakukan biasanya ditetapkan sebagai bagian dari pekerjaan atau posisi dalam organisasi. Prestasi kerja individu dinilai secararutin lewat proses hasil evaluasi hasil kerja yang merupakan dasar bagi kenaikan gaji, promosi, dan imbalan lain yang tersedia dalam organisasi. Dalam kenyataannya biasanya individu bekerja bersama-sama dalam kelompok kerja. Jadi perlu dipikirkan pandangan lain mengenai efektivitas yaitu efektivitas kelompok. Efektivitas kelompok adalah kontribusi dari semua anggotannya. Pandangan ketiga adalah efektivitas organisasi. Pandangan efektivitas organisasi jauh lebih luas dari efektivitas individu dan efektivitas kelompok, karena efektivitas organisasi terdiri dari efektivitas individu dan efektivitas kelompok. Namun demikian pengaruh signitis kerja sama organisasi mampu mendapatkan hasil kerjaa dari tiap bagiannya. Untuk melengkapi keterangan di atas, berikut penulis gambarkan tiga pandangan efektivitas organisasi : 25 Gambar 2.2 Tiga pandangan mengenai Efektivitas Organisasi Efektivitas Organisasi Efektivitas Kelompok Efektivitas Individu Sumber : Gibson JL dkk (1990:26) Dari gambar di atas menunjukkan bahwa bagian paling penting dari efektivitas organisasi adalah efektivitas individu. Efektivitas organsasi terdiri dari efektivitas individu dan efektivitas kelompok. Efektivitas organisasi ini ditujukan untuk mencapai sasaran organisasi sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Emerson yang dikutip oleh Soewarno Handayaningrat (1996:16) bahwa “Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya”. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu keadaan yang tingkat pencapaian tujuan yang merupakan hasil tindakan-tindakan atau usaha yang dilakukan manusia. Setelah menjelaskan tentang pengertian efektivitas, kemudian penulis membahas mengenai pengertian kerja menurut para ahli, yaitu Prajudi Atmosudirdjo (1989:148) yang mendefinisikan kerja sebagai : “….menggerakkan tenaga (mental, status, kekuatan, dan jasmani) untuk menciptakan atau mewujudkan sesuatu yang sebelumnya sudah merupakan rencana yang objektif”. 26 Kemudian The Liang Gie (2000:7) mengemukakan definisi kerja sebagai berikut : “…..suatu keseluruhan pelaksanaan aktivitas jasmaniah yang dilakukan oleh manusia untuk mencapai tujuan tertentu, terutama yang berhubungan dengan kehidupannya”. Pengertian kerja di atas dapat disimpulkan bahwa, kerja merupakan pengerahan sumber daya yang dimiliki manusia melalui aktivitas-aktivitas yang dilakukan manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan pengertian efektivitas dan pengertian kerja di atas dapat dikatakan bahwa efektivitas kerja merupakan suatu kondisi yang menunjukkan ketercapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dengan pengerahan segala daya yang terdapat pada manusia melalui aktivitas-aktivitasnya. Untuk lebih jelasnya Sondang P. Siagian (1997:151) mengatakan pengertian efektivitas kerja sebagai berikut : Efektivitas kerja adalah penyelesaian pekerjaan tepat pada waktunya yang telah ditetapkan, artinya apakah pelaksanaan kerja suatu tugas dinilai baik atau tidak itu sangat tergantung pada bilamana tugas itu diselesaikan, dan tidak terutama menjawab pertanyaan bagaimana cara menyelesaikan, melaksanakan, dan berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk itu. Selanjutnya The Liang Gie (2000:24) juga mengemukakan “ Efektivitas kerja adalah keadaan atau kemampuan suatu kerja yang dilaksanakan oleh manusia untuk memberikan guna yang diharapkan”. Kemudian pengertian efektivitas kerja menurut Komaruddin (1983:269) adalah sebagai berikut : Efektivitas kerja adalah suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan (kegagalan) kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang ditetapkan lebih dulu. Tercapainya tujuan manajemen (artinya manajemen yang efektif) tidak selamanya disertai efisiensi yang maksimal. 27 Dengan perkataan lain manajemen yang efisien tidak dapat dilaksanakan dengan pemborosan-pemborosan, karena itu keberhasilan manajemen tidak boleh diukur oleh efektivitas, tetapi pula efisien. Akhirnya dari beberapa pernyataan tentang efektivitas dan kerja tersebut diatas, penulis mencoba untuk menyimpulkan pengertian efektivitas kerja, yaitu pencapaian hasil yang diperoleh sesuai dengan standar yang telah ditentukan dan direncanakan semula, baik peraturan maupun perundang-undangan dan atau kebijaksanaan sebagai landasan bagi kerja karyawan dan ditunjang oleh fasilitas yang baik pula. Semakin mampu organisasi mencapai sasaran yang telah ditentukan, semakin dekat organisasi tersebut pada tujuan yang ingin dicapai, maka semakin efektiflah organisasi yang bersangkutan. Efektivitas kerja dapat dicapai jika ditunjang oleh bimbingan dan pengarahan dari pimpinan organisasi tentang pelaksanaan kerja yang berdasarkan standar kerja, baik waktu, kualitas maupun kuantitas produk yang dikehendaki. 2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Kerja Mengenai efektivitas kerja banyak faktor yang mempengaruhi, seperti yang dikemukakan oleh Richard M.Steers yang diterjemahkan oleh Magdalena Jamin (1985:1) bahwa : Di samping faktor struktur, teknologi, dan lingkungan yang mempengaruhi efektivitas kerja pegawai, barangkali kontribusi paling langsung bagi kerhasilan organisasi datang dari perilaku pekerjanya sendiri, para pekerjalah yang membentuk struktur organisasi dan yang memanfaatkan teknologi organisai lagi pula, para pekerjalah yang mengadakan tanggapan terhadap variasi dan tekanan lingkungan. Pada kenyataan mudah 28 dijelaskan bajwa kunci keberhasilan organisasi adalah cara bekerja sama para anggota organisasi bagi pencapaian tujuan. Lebih rinci Richard M. Steers yang diterjemahkan oleh Magdalena Jamin (1985:209) mengidentifikasikan empat buah faktor yang mempengaruhi efektivitas kerja, yaitu : 1. 2. 3. 4. Ciri organisasi Ciri lingkungan Ciri pekerja Kebijakan dan praktek manajemen Ciri organisasi terdiri dari struktur dan teknologi organisasi. Yang dimaksudkan dengan struktur ialah hubungan yang relatif tetap sifatnya seperti dijumpai dalam organisasi, sehubungan dengan susunan sumber daya manusia. Struktur adalah cara unik suatu organisasi menyusun orang-orangnya untuk menciptakan sebuah organisasi. Teknologi adalah mekanisme suatu organisasi untuk mengubah masukan mentah menjadi keluaran jadi. Ciri lingkungan, hal ini dua aspek yang walaupun agak berbeda namun berhubungan, yang pertama adalah lingkungan ekstern yaitu semua kekuatan yang timbul di luar batas-batas organisasi dan mempengaruhi keputusan serta tindakan di dalam organisasi. Yang kedua adalah lingkungan intern yaitu dikenal sebagai iklim organisasi khususnya atribut-atribut yang diukur pada tingkat individual. Ciri pekerja, pekerja yang berlainan mempunyai pandangan, tujuan, kebutuhan dan kemampuan yang berbeda satu sama lain, walaupun mereka ditempatkan disuatu lingkungan kerja yang sama. Perbedaan-perbedaan individual ini dapat mempengaruhi langsung serta kongkrit terhadap efektivitas. 29 Kebijakan dan praktek manajemen, kepemimpinan dapat memperhatikan dan merintangi pencapaian tujuan. Srcara umum akan diperhatikan bahwa para atasan memainkan peranan sentral dalam keberhasilan yang telah ditetapkan, dan tanggung jawab mereka untuk menetapkan suatu sistem imbalan yang pantas sehingga para pekerja dapat memuaskan kebutuhan dan tujuan pribadinya sambil mengejar sasaran organisasi. Untuk lebih jelasnya mengenai faktor-faktor yang menunjang terhadap efektivitas kerja, penulis melengkapi uraian di atas dengan bagan berikut : Tabel 2.1 Faktor-faktor Pengembang Efektivitas Karakteristik Organisasi - Desentralisasi - Spesialisasi - Formalisasi - Besarnya organisasi - Teknologi -Operasi bahan - Pengetahuan Karakteristik Pekerja Keterikatan pada organisasi - Keterkaitan - Kemantapan kerja - Keterikatan Prestasi kerja - Motivasi, tujuan, kebutuhan - Kemampuan - Kejelasan Karakteristik Lingkungan Ekstern - Kekomplekan - Kestabilan - Ketidaktentuan Intern -Orientasi pada kaya - Orientasi pada imbalan - Keamanan versus resiko - Keterbukaan versus pertahanan Kebijakan dan praktek manajemen - Penyusunan tugas strategis - Pencarian dan pemanfaatan sumber daya - Proses komunikasi - Kepemimpinan dan pengambilan keputusan - Inovasi dan adaptasi organisasi Sumber : Richard M. Steers, Efektivitas Organisasi. 30 Efektif tidaknya suatu organisasi atau perusahaan dalam mewujudkan tujuannya tidak terlepas dari keefektifan kelompok dan keefektifan individu yang ada dalam organisasi itu sendiri. Menurut Gibson, keefektifan itu dikenal dengan 3 perspektif keefektifan dimana ketiga perspektif tersebut digambarkan dalam bagan berikut : Gambar 2.3 Sebab-Sebab Keefektivan Organisasi Kelompok dan individu Keefektivan Individu Sebab-Sebab: Kemampuan Keahlian Pengetahuan Sikap Motivasi Keefektivan Kelompok Keefektivan Organisasi Sebab-Sebab: Kepaduan Kepemimpinan Struktur Status Peranan Sebab-Sebab: Lingkungan Teknologi Proses Kebudayaan Struktur Sumber : Gibson Et al, Organisasi dan Manajemen. Erlangga, Jakarta. 1990. Berdasarkan gambar diatas penulis simpulkan bahwa ketiga perspektif keefektivan yang mempengaruhi efektivitas kerja adalah efektivitas individu, penyebab keefektivifan individu yang tertulis dalam gambar merupakan faktorfaktor yang mempengaruhi sikap kerja karyawan. Untuk mencapai sasaran organisasi yang efektif diperlukan penanganan pekerjaan yang efektif, menurut Komaruddin (1993:89-99) prinsip kerja efektif terdiri dari : a. Rencana, yaitu merencanakan sesuatu dengan tepat, berarti anda harus menyelesaikan : 31 Pekerjaan yang akan diselesaikan Bagaimana melaksanakannya Kapan anda selesaikan Berapa kecepatan melaksanakannya b. Jadwal, yaitu suatu pekerja harus dijadwal dan jadwal yang efektif haruslah : Pasti Selaras dengan jadwal lainnya c. Pelaksanaan, anda selesaikan rencana itu dengan : Terampil Teliti Cepat Tanpa usaha yang tidak perlu d. Pengukuran, pekerjaan yang anda laksanakan haruslah diukur berdasarkan : Potensi anda Laporan anda Kualitas dan kuantitas e. Kontrasepsi, andaikata tugas anda selesai dengan efektif maka anda selayaknya mendapat balas jasa berupa : Kebahagiaan Pengembangan diri Gaji 32 Kesehatan 2.3 Kriteria-Kriteria Efektivitas Kerja Efektivitas kerja tidak terlepas dari aktivitas-aktivitas karyawan secara individu maupun kelompok dalam melaksanakan tugas dengan berbagai kemampuan serta tingkat keberhasilan yang dicapai. Dengan demikian maka untuk mencapai tingkat efektivitas kerja yang tinggi, tentunya harus memperhatikan kriteria-kriteria efektivitas kerja baik yang berasal dari para karyawan itu sendiri dengan berbagai kemampuan dan kelemahannya maupun dari lingkungan mereka bekerja baik dengan teman sejawat ataupun dengan pimpinannya. Richard M. Steers yang diterjemahkan oleh Magdalena Jamin (1985:206) mengemukakan lima kriteria yang harus diperhatikan dalam mencapai efektivitas kerja karyawan. Efektivitas kerja dalam suatu organisasi memiliki beberapa kriteria yang harus diperhatikan yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. Kemampuan menyesuaikan diri Produktivitas Kepuasan kerja Kemampuan berlaba Pencarian sumber daya Untuk lebih memahami, akan penulis kemukakan aspek-aspek pengukuran efektivitas kerja tersebut secara terperinci. 1. Kemampuan menyesuaikan diri 33 Kemampuan menyesuaikan diri yaitu suatu kemampuan dan kesanggupan yang dimiliki oleh setiap karyawan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaannya, yang meliputi : a. Hubungan sesama karyawan termasuk sikap terhadap pimpinan. b. Kemampuan untuk menerima dan memahami pekerjaan yang dilimpahkan dengan cepat. c. Kemampuan untuk mempergunakan mesin-mesin atau teknologi yang digunakan dalam lingkungan organisasi. Kemampuan untuk menyesuaikan diri yang dimiliki setiap karyawan ini dapat menentukan tingkat pencapaian efektivitas kerja. 2. Produktivitas Faktor kedua yang harus diperhatikan adalah produktivitas kerja. Richard M. Steers yang diterjemahkan oleh Magdalena Jamin (1985:192) mengemukakan bahwa “Produktivitas kerja adalah bagaimana pemanfaatan yang dilakukan oleh karyawan atas sumbersumber di dalam memproduksi barang dan jasa”. Sumber-sumber yang ada dalam organisasi secara keseluruhan adalah apa yang disebut man, money, material, dan machine. Apabila karyawan dapat memanfaatkan dan memadukan sumber-sumber tersebut yang pada akhirnya tercapai tujuan organisasi, ini berarti efektivitas kerja tercapai. 3. Kepuasan kerja Faktor ketiga adalah kepuasan kerja. Richard M. Steers yang diterjemahkan oleh Magdalena Jamin (1985:192) mengemukan bahwa 34 “Kepuasan yang tinggi dapat menyenangkan para pekerja sehingga para pekerja cenderung bekerja dalam kondisi yang positif yang diinginkan bersama”. Dengan kondisi kerja yang positif, berarti karyawan bekerja sesuai dengan prosedur, mereka tidak menyepelekan pekerjaannya, memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi sehingga akhirnya akan mencapai efektivitas yang tinggi pula. 4. Kemampuan berlaba Faktor kemampuan berlaba sebenarnya merupakan kondisi sejauh mana faktor pertama yaitu kemampuan menyesuaikan diri, faktor kedua yaitu produktivitas kerja, dan faktor ketiga yaitu kepuasan kerja yang telah dimiliki oleh para karyawan sehingga terlihat hasil kerja mereka. Kemampuan berlaba yang tinggi akan memperlihatkan tingkat efektivitas kerja yang tinggi pula, sehingga pada akhirnya menjadi ciri tercapainya tujuan organisasi. 5. Pencarian sumber daya Faktor terakhir yang harus diperhatikan dalam pencapaian efektivitas kerja adalah pencarian sumber daya. Richard M. Steers yang diterjemahkan oleh Magdalena Jamin (1985:192) mengemukakan bahwa pencarian sumber daya mencakup tiga bidang yang saling berhubungan yaitu : a. Kemampuan mengintegrasikan berbagai sub sistem sehingga mampu mengkoordinasikan dengan tepat dan mengarah pada tujuan organisasi dengan efektif. 35 b. Penetapan dan pemeliharaan pedoman-pedoman kebijakan yang mendukung peningkatan efektivitas kerja mereka. c. Penelaahan organisasi itu sendiri dengan mengadakan umpan balik dan pengendalian. Kriteria-kriteria seperti yang dikemukakan di atas, pada akhirnya tergantung pada manusianya itu sendiri, yaitu karyawan atau pelaksana dan pemimpinnya. Jadi pernyataan terakhir adalah bagaimana cara menjadikan kriteria-kriteria di atas dapat dilaksanakan, hal ini sangat tergantung pada pimpinan untuk mampu mengkondisikannya. 2.4 Aspek-Aspek Pengukuran Efektivitas Kerja Untuk mendapatkan tingkatan-tingkatan efektivitas kerja, diperlukan pengukuran tehadap aspek-aspek dasar yang mengakibatkan dihasilkannya efektivitas kerja. Aspek-aspek yang bisa dipergunakan dalam pengukuran efektivitas kerja itu bisa dari beberapa hal, misalnya dari perencanaan, dari pelaksanaan atau hasil evaluasi seluruh kegiatan. Pengukuran efektivitas kerja didasarkan pada beberapa hal seperti yang dikemukakan oleh Sondang P. Siagian (1997:32), sebagai berikut : Efektivitas kerja karyawan dapat diukur dari beberapa hal, yaitu : a. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai b. Kejelasan strategi pencapaian tujuan c. Proses analisa dan perumusan kebijaksanaan yang mantap d. Perencanaan yang matang e. Penyusunan program yang tepat f. Tersedianya sarana dan prasarana kerja g. Pelaksanaan yang efektif dan efisien h. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik. 36 Penjelasan dari seluruh aspek-aspek pengukuran efektivitas kerja akan diuraikan sebagai berikut : a. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai Proses pencapaian tujuan organisasi akan lebih lancar, tertib, dan efektif apabila dalam pribadi anggota organisasi, telah tertanam kesadaran dan keyakinan yang mendalam bahwa tercapainya tujuan organisasi pada dasarnya berarti tercapainya pula tujuan mereka secara pribadi. Hal ini salah satu aspek dasar dalam pengukuran efektivitas kerja pegawai. b. Kejelasan strategi pencapaian tujuan Ada sedikit perbedaan antara kejelasan tujuan dengan kejelasan strategi pencapaian tujuan. Strategi pencapaian tujuan mengarah pada metode, teknik, dan prosedur pencapaian tujuan yang jelas. Sedangkan kejelasan tujuan mencakup tujuan itu mudah dipahami dan logisnya tujuan tersebut. Strategi pencapaian tujuan merupakan langkah kedua dari pimpinan dalam mengelola organisasi secara efektif dan efisien. Pencapaian tujuan secara efektif dan efisien tentunya sangat ditentukan oleh efektivitas kerja karyawan. Sedangkan efektivitas kerja karyawan itu sendiri sangat mengharapkan kejelasan strategi pencapaian tujuan, sehingga hal itu menjadi salah satu aspek dasar pengukuran efektivitas kerja. Bila strategi pencapaian tujuan jelas, dalam arti mampu memudahkan karyawan dalam bekerja, maka efektivitas kerja telah diramalkan berhasil. c. Proses analisa dan perumusan kebijaksanaan yang mantap 37 Untuk mencapai efektivitas kerja diperlukan deskripsi kerja yang jelas dengan analisa jabatan yang jelas, sehingga proses memanage karyawan dapat dilaksanakan dengan baik dan tepat. Karena manajemen karyawan merupakan modal dasar untuk terjadinya efektivitas kerja karyawan karena dengan karyawan yang tepat tentunya hasil kerjanya pun tepat pula. Kebijakan lain yang perlu tegas dan tidak meragukan adalah peraturan dalam kerjasama dan musyawarah dalam perumusannya. d. Perencanaan yang matang Perencanaan merupakan perencanaannya matang, acuan maka kerja setiap pelaksanaan organisasi. yang Bila dilakukan memungkinkan lancarnya prose kerja yang efektif dan efisien. Karena perencanaan menajadi acuan untuk kerja, maka rencana dapat dijadikan aspek dasar sebagai acuan pula untuk mengevaluasi hasil kerja. Bila hasil kerja minimal sama dengan target yang direncanakan, maka hal itu menandakan efektivitas kerja tercapai. Jika merumuskan rencana hakekatnya adalah merumuskan sekarang apa yang dikerjakan oleh orang di masa depan. Jelaslah bahwa salah satu aspek efektivitas kerja adalah sampai sejauh mana : 1. Memperkirakan keadaan yang dicapai 2. Mengambil keputusan dalam menghadapi masa depan 3. Meningkatkan orientasi masa depan 4. Mengambil resiko yang telah diperhitungkan 38 5. Memperhitungkan faktor-faktor pembatas yang diduga akan dihadap dalam berbagai segi kehidupan organisasi. 6. Memperhitungkan situasi lingkungan yang akan timbul baik yang bersifat politik, ekonomi, nilai-nilai sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi. Rencana yang matang akan memperlihatkan tingkatan keberhasilan secara tersirat yang tinggi dari keenam faktor tersebut. e. Penyusunan program yang tepat Suatu rencana yang baik masih perlu dijabarkan dalam program-program pelaksanaan yang tepat pula, sebab apabila tidak para pelaksana akan kurang atau tidak memiliki pedoman bertindak dan bekerja. f. Tersedianya sarana dan prasarana kerja Bila sarana kerja ternyata tidak lengkap, maka perkataan yang tepat adalah bagaimana mencapai efektivitas kerja yang tinggi dengan sarana dan prasarana yang ada. Pelaksanaan yang efektif dan akan tetapi tentunya jauh berbeda hasil yang akan dicapai, bila perkataan itu diungkapkan oleh seorang pimpinan dalam suatu organisasi yang sarana dan prasarananya lengkap. Sejauh mana sarana dan prasarana dalam suatu organisasi akan menjadi ukuran maka sejauh itu efektivitas kerja yang tercapai. g. Pelaksanaan yang efektif dan efisien Kejelasan tujuan, tepatnya strategi, efektifnya proses perumusan kebijakan, matangnya rencana, kelengkapan sarana memadai, semua itu akan sangat kurang berarti bila pelaksanaan kerja secara operasionalnya tidak efektif dan tidak efisien. Karena dengan pelaksanaan itulah yang 39 akan mendekatkan suatu rencana atau harapan pada tujuan dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. h. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik. Mengingat sifat manusia yang memiliki banyak kekurangan maka efektivitas kerja menuntut terdapatnya sistem pengawasan dan pengendalian. Banyak faktor yang dapat membentuk pimpinan menjadi seorang pengawas dan pengendali yang mendidik, misalnya dengan mendalami ilmu, pengalaman kerja, sifat bawaan, dan lain sebagainya. Pengawasan yang terlalu ketat belum tentu akan efektif. Malahan kadangkadang karyawan menjadi takut atau frustasi, sehingga kerjanya menjadi serba salah, tetapi dengan pengendalian mendidik akan tumbuh gairag kerja pegawai dengan motivasi kerja dan rasa tanggung jawab yang tinggi. Maka dapat dikatakan bahwa pengawasan dan pengendalian yang mendidik akan dapat meningkatkan efektivitas kerja yang ingin dicapai. Demikianlah beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam menilai atau mengukur efektivitas kerja dalam suatu organisasi. 3. Peranan Komunikasi Interpersonal Pimpinan Dalam Upaya Meningkatkan Efektivitas Kerja Setiap organisasi berusaha untuk mencapai tujuannya seefektif dan seefisien mungkin. Banyak unsur yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan tersebut. Unsur utama yang tidak dapat tergantikan oleh sesuatu apapun adalah 40 sumber daya manusia sebagai penggerak jalannya organisasi dalam rangka mencapai tujuannya. Salah satu alat atau sarana yang dipergunakan oleh suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuannya adalah dengan proses komunikasi. Supaya proses komunikasi ini dapat berlangsung dengan baik maka komponen-komponen yang terlibat dalam organisasi itu harus baik, karena dengan komunikasi yang baik maka iklim kerja yang harmonis dapat tercipta, dipelihara dan terus dikembangkan. Oleh karena itu setiap anggota organisasi dituntut untuk memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, terutama bagi seorang pimpinan. Komunikasi dalam suatu organisasi dilaksanakan oleh semua tingkatan manajemen dimulai dari pucuk pimpinan yang paling tinggi sampai tingkatan organisasi paling bawah. Proses komunikasi yang dilaksanakan harus berjalan secara timbal balik supaya tujuan organisasi dapat tercapai dengan efektif. Dalam pencapaian efektivitas organisasi tersebut harus ada jalinan kerjasama dan pengertian yang baik antar anggota organisasi. Oleh karena itu jalinan komunikasi yang baik merupakan salah satu sarana dalam penentuan keberhasilan kerja karyawan sekaligus sebagai sarana untuk mencapai tujuan organisasi itu sendiri. Hal itu diperkuat dengan pendapat yang dikemukakan oleh Maman Ukas (1997:325-326) sebagai berikut : Tanpa adanya keberadaan komunikasi tak akan ada organisasi. Manajer mempunyai tanggung jawab terhadap organisasi dalam mencapai tujuannya. Dengan jalan komunikasi itulah segala berita, perintah/instuksi, informasi, dan koordinasi dapat dilakukan sehingga tercipta iklim kerja yang kondusif dengan penuh saling pengertian dan tanggung jawab. 41 Selain itu pendapat yang dikemukakan oleh Tjutju Yuniarsih, et al (1997:101) bahwa : Komunikasi yang efektif akan menghasilkan informasi yang tepat, sehingga merupakan input berharga bagi pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan ini sangat berpengaruh terhadap kemudahan dan kelancaran pencapaian tujuan akhir organisasi. Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi memegang peranan penting dalam organisasi terutama dalam pengambilan keputusan dan dalam menentukan tujuan akhir organisasi. Oleh karena itu pimpinan harus berusaha meningkatkan hubungan interpersonal dengan karyawannya dengan cara membimbing dan memberikan arahan kepada karyawan melalui proses komunikasi. Komunikasi yang dilakukan oleh pimpinan adalah dengan cara komunikasi interpersonal karena jenis komunikasi ini dilakukan secara langsung tanpa perantara sehingga pimpinan dan karyawannya dapat saling bertukar pikiran tanpa merasakan adanya jarak di antara mereka. Hal ini sejalan dengan pernyataan Onong Uchjana Effendy (2000:78) bahwa : “Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan yang sifatnya dialogis dan dapat mengubah sikap, pendapat, perilaku seseorang”. Jika hal itu dapat terlaksana dengan baik, maka efektivitas kerja karyawan pun akan meningkat sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal pimpinan memiliki peranan dalam meningkatkan efektivitas kerja karyawan. 42 B. Kerangka Pemikiran Diciptakannya organisasi oleh sekelompok orang dalam suatu perusahaan atau organisasi pada dasarnya untuk mencapai tujuan. Tujuan itu telah ditetapkan lebih dulu melalui perencanaan, sedangkan sarana dasar yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu dibutuhkan kombinasi dari unsur-unsur manajemen yang terdiri dari 6 M yaitu man, material, metode, machine, money, dan market. Dari ke 6 unsur di atas, yang terpenting adalah unsur manusia (man), karena manusia sebagai faktor utama dalam organisasi serta pencetus ide berupa tujuan organisasi sehingga untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan kerja sama yang baik dari setiap anggota organisasi. Tujuan organisasi akan tercapai apabila terdapat efektivitas kerja yang tinggi dalam organisasi tersebut dimana efektivitas kerja yang tinggi bagi suatu organisasi dapat terwujud apabila mendapat dukungan dari semua personil organisasi yaitu dengan bekerja secara efektif. Selain itu tujuan organisasi akan tercapai apabila kerja sama yang saling menguntungkan antar bagian, ketepatan dalam menyelesaikan tugas baik dari segi hasil maupun waktu. Sebagaimana yang dikemukakan T Hani Handoko (2001:7) bahwa “ Efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan”. Pada umumnya efektivitas kerja digunakan untuk menggambarkan pencapaian tujuan organisasi yang sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Hal ini dapat dilihat dari aspek-aspek pengukuran efektivitas seperti yang dikemukakan Sondang P. Siagian (1997:32) yaitu : 43 1. 2. 3. 4. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai Strategi ketercapaian tujuan Pelaksanaan yang efektif dan efisien Penyusunan program yang tepat Sedangkan menurut Richard M. Steers yang diterjemahkan oleh Magdalena Jamin (1985:174) mengemukakan bahwa efektivitas dapat diukur dari ketepatan waktu, dan suasana kerja yang kondusif. Kemudian Richard M. Steers yang diterjemahkan oleh Magdalena Jamin (1985:209) mengemukakan ada empat faktor yang mempengaruhi efektivitas kerja, yaitu 1. 2. 3. 4. Ciri organisasi, Ciri lingkungan, Ciri pekerja, Ciri kebijakan dan praktek manajemen. Dalam penelitian ini yang berhubungan dengan kajian yang diteliti adalah karakteristik dari kebijakan dan praktek manajemen yang didalamnya terdapat proses komunikasi dimana setiap organisasi menginginkan komunikasi yang terbuka diantara pimpinan maupun karyawannya sehingga akan berpengaruh dalam meningkatkan efektivitas kerja karyawan. Selain itu Richard M. Steers (1985:173) juga mengemukakan pendapat bahwa : Dalam setiap usaha organisasi, komunikasi mempunyai peranan sentral terutama masalah efektivitas organisasi. Proses dan pola komunikasi merupakan sarana yang diperlukan untuk mengkoordinasikan dan mengarahkan kegiatan pekerjaan ke arah tujuan dan sasaran organisasi. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi memegang peranan penting dalam mewujudkan tujuan dan sasaran organisasi. Hal ini dikarenakan komunikasi merupakan dasar dari seluruh interaksi antar manusia. 44 Karena tanpa komunikasi, interaksi antar manusia, baik secara perorangan, kelompok, maupun organisasi tidak mungkin terjadi. Sebagian besar interaksi manusia berlangsung dalam situasi komunikasi antar pribadi. Dan komunikasi antarpribadi mempunyai peranan cukup besar untuk mengubah sikap, perilaku, atau pendapat seseorang. Menurut Teori Organisasi Human Relations yang dikemukakan oleh Amitai Etzioni (IG. Wursanto, 2005:264), adalah bahwa : Teori organisasi kemanusiaan berangkat dari suatu anggapan bahwa dalam kenyataan sehari-hari organisasi merupakan hasil dari hubungan kemanusiaan (Human Relations). Teori ini beranggapan bahwa organisasi dapat diurus dengan baik dan dapat mencapai sasaran yang ditetapkan apabila terdapat hubungan antarpribadi yang serasi. Hal itu dapat berlangsung antara pimpinan dengan bawahan, pimpinan dengan pimpinan, bawahan dengan pimpinan atau bawahan dengan bawahan. Berdasarkan teori di atas dapat diketahui bahwa hubungan antarpribadi atau interpersonal pimpinan dengan karyawan dapat mempengaruhi perilaku karyawan ke arah yang diinginkan oleh organisasi sehingga dapat mendorong setiap anggota organisasi untuk bekerja sama ke arah pencapaian tujuan organisasi. Komunikasi antarpribadi (Interpersonal Communication) merupakan komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang dan terjadi timbal balik pada saat itu juga. Seperti yang dikemukakan oleh Arni Muhammad (2007:159) mengatakan bahwa: “Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi di antara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya di antara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya“. 45 Selain itu komunikasi antarpribadi atau komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang efektif untuk mengubah sikap, maupun perilaku orang lain. Seperti yang dikemukakan oleh Onong Uchjana Effendy (2000:78) bahwa : “Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan yang sifatnya dialogis dan dapat mengubah sikap, pendapat, maupun perilaku seseorang”. Untuk menumbuhkan hubungan interpersonal antara pimpinan dengan karyawannya, ada beberapa faktor yang mempengaruhinya seperti sikap percaya, sikap terbuka, dan sikap memberi dukungan (suportif). Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Tjutju Yuniarsih, dkk (1997:94), bahwa : Komunikasi interpersonal adalah proses interaksi perseorangan yang berlangsung secara individual. Ada beberapa faktor yang bisa menumbuhkan jenis hubungan ini, yaitu: 1) rasa percaya diri, yang tumbuh oleh adanya sikap menerima, empati dan kejujuran; 2) kebutuhan untuk saling berhubungan satu sama lain; 3) sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi, maksudnya ialah sikap yang memberikan dukungan (dorongan), bukan penolakan; 4) sikap terbuka bukan dogmatisme. Selain itu faktor lain yang menjadikan komunikasi interpersonal dapat berjalan efektif menurut pendapat Kumar yang dikutip Wiryanto (2005:36) memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. Keterbukaan Empati Dukungan Rasa Positif Kesetaraan Sedangkan menurut Richard M. Steers yang dikutip Magdalena Jamin (1985:126) ciri dari komunikasi efektif yaitu memiliki sikap terbuka, dan adanya dukungan bersama dalam berkomunikasi. 46 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam berkomunikasi secara interpersonal membutuhkan adanya kerjasama dari setiap individu untuk berkomunikasi secara terbuka, memberi dukungan, maupun bersikap empati terhadap orang lain. Selain itu harus ada sikap saling percaya dalam pekerjaan sehingga akan timbul komunikasi yang efektif. Bila sudah terjadi komunikasi yang efektif maka secara tidak langsung efektivitas kerja pun akan meningkat sehingga penyelesaian pekerjaan akan tepat waktu dan menghasilkan informasi yang tepat pula bagi pengambilan keputusan. Berdasarkan uraian di atas, maka alur pemikiran/model kerangka berpikir penelitian ini dapat dilihat dengan jelas dalam model di bawah ini : Gambar 2.4 Pola Model Kerangka Berpikir Komunikasi Interpersonal (Variabel X) INDIKATOR 1. 2. 3. 4. 5. Keterbukaan Empati Dukungan Rasa Positif Kesetaraan Efektivitas Kerja (Variabel Y) INDIKATOR 1. Ketepatan waktu 2. Ketercapaian Tujuan 3. Pelaksanaan yang efektif dan efisien 4. Kelancaran kerja 47 1. Asumsi Asumsi dapat memberikan suatu batasan tertentu terhadap penelitian, sehingga tidak akan terjadi suatu pembahasan yang melenceng atau melebar dan tetap fokus pada permasalah yang diteliti. Menurut Komaruddin (1974:23) bahwa : Asumsi adalah sesuatu yang dianggap tidak mempengaruhi atau dianggap konstan. Asumsi menetapkan faktor-faktor yang diawasi. Asumsi dapat berhubungan dengan syarat-syarat, kondisi-kondisi dan tujuan. Asumsi memberikan hakekat, bentuk dan arah argumentasi. Berkaitan dengan hal itu, maka penulis mengajukan asumsi penelitian sebagai berikut : 1. Selama penelitian berlangsung struktur organisasi dan susunan karyawan tidak mengalami perubahan. 2. Tingkat pendidikan dan kemampuan karyawan dianggap cukup memadai 3. Sarana dan prasaran dianggap sudah memadai 4. Pola kepemimpinan dianggap mendukung 2. Premis Suatu anggapan dasar yang dijadikan landasan dan diyakini kebenarannya oleh penulis disebut premis. Komaruddin (1974:202) menjelaskan bahwa : “Sesuatu yang dianggap benar sebagai suatu keputusan yang akan diterima sebagai kebenaran“. Berdasarkan pendapat di atas, maka dalam penelitian ini penulis mengemukakan premis sebagai berikut : 48 1. Sumber daya manusia merupakan unsur yang paling dominan dalam pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan efisien 2. Dalam organisasi perlu adanya komunikasi untuk mencapai tujuan. 3. Efektivitas kerja tidak akan optimal apabila tidak ada komunikasi yang harmonis antara pimpinan maupun dengan bawahan. C. Hipotesis Hipotesis atau hipotesa adalah suatu kesimpulan yang bersifat sementara dalam suatu penelitian. Suharsimi Arikunto (2002:64) mengemukakan bahwa : “Hipotesis dapat diartikan sebagai jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbuka melalui data yang terkumpul“. Dilain pihak hipotesis juga sangat berguna untuk mengarahkan penelitian yang tengah atau akan dilaksanakan sebagaimana yang dikemukakan oleh Komarudin (1974:41) bahwa : “Hipotesis adalah kesimpulan atau perkiraan yang tajam dan cermat yang dirumuskan dan untuk sementara diterima untuk menjelaskan kenyataan, peristiwa-peristiwa yang diperhatikan dan untuk penelitian yang lebih jauh”. Dari uraian di atas sampailah pada hipotesis berikut : “Terdapat peranan yang positif dari komunikasi interpersonal meningkatkan efektivitas kerja karyawan”. pimpinan dalam upaya