BAB II

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS
A. Kajian pustaka
1. Konsep Komunikasi Interpersonal
1.1 Pengertian Komunikasi Interpersonal
Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia. Dengan berkomunikasi,
manusia dapat saling berhubungan satu sama lain. Pentingnya komunikasi bagi
manusia tidak dapat dipungkiri begitu juga halnya bagi suatu organisasi. Oleh
karena itu komunikasi sangat dibutuhkan dalam suatu organisasi seperti
pernyataan Arni Muhammad (2007:1): “Dengan adanya komunikasi yang baik
suatu organisasi dapat berjalan dengan lancar dan berhasil dan begitu pula
sebaliknya”.
Organisasi merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai macam unsur
yang satu sama lain sangat berkaitan erat. Salah satu unsur pentingnya adalah
manusia karena sangat menentukan keberhasilan suatu organisasi. Namun, di
dalam suatu organisasi terdapat sumber daya manusia dengan bermacam-macam
karakter dimana individu-individu tersebut berinteraksi dan bekerja sama untuk
mencapai tujuan organisasi. Dalam kerjasama itu memerlukan koordinasi dan
untuk mewujudkan koordinasi itu dibutuhkan komunikasi. Melalui komunikasi
yang efektiflah kerjasama yang harmonis dapat ditumbuhkan, dikembangkan dan
dipelihara sehingga dapat mempertahankan kelangsungan hidup organisasi. Oleh
karena itu komunikasi sangat dibutuhkan dalam suatu organisasi seperti
11
12
pernyataan Abdul Azis Wahab yang dikutip oleh Tjutju Yuniarsih, et al (1997:88)
bahwa: “Komunikasi bukan lagi sekedar alat bagi manajemen, melainkan sangat
vital bagi kelangsungan hidup pertumbuhan organisasi”.
Sebelum membahas tentang pengertian komunikasi interpersonal, penulis
akan sedikit membahas pengertian komunikasi menurut beberapa ahli.
Komunikasi bertujuan untuk menyampaikan pesan dari satu pihak kepada pihak
lainnya, seperti yang diungkapkan oleh James A.F. Stoner dan dikutip oleh A,W.
Widjaja (2000:5) sebagai berikut: “Komunikasi adalah proses dimana seseorang
berusaha memberikan pengertian dengan cara pemindahan pesan”.
Kemudian komunikasi dalam organisasi, maka perilaku individu akan
mengubah perilaku individu yang lain, seperti yang diungkapkan Hoveland yang
dikutip oleh Wiryanto (2005:6) bahwa komunikasi adalah: “The process by which
an individual (the communicator) transmits individu”. (Komunikasi adalah proses
di mana individu mentransmisikan stimulus untuk mengubah perilaku individu
yang lain.).
Selain itu komunikasi juga dapat ditujukan untuk mempengaruhi orang lain
agar melaksanakan sesuatu atau berperilaku seperti apa yang kita harapkan. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Marihot Tua Effendy (2005:296) bahwa:
“Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, fakta, dan perasaan,
dari orang yang satu kepada orang lain”.
Pendapat lain dikemukakan oleh Everet M.Rogers yang dikutip oleh
Hafied Cangara (2007: 19) menyatakan bahwa : “Komunikasi adalah proses
13
dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih dengan
maksud untuk mengubah tingkah laku mereka“.
Dengan demikian diharapkan melalui komunikasi seorang pimpinan dapat
mempengaruhi karyawannya untuk memiliki sikap dan perilaku yang dapat
memudahkan dalam usaha pencapaian tujuan. Dalam berkomunikasi dibutuhkan
adanya saling pengertian di antara kedua belah pihak agar maksud yang ingin
disampaikan dapat berhasil, seperti yang dinyatakan oleh A.W. Widjaja (2000:8)
bahwa :
Komunikasi adalah penyampaian informasi dan pengertian dari seseorang
kepada orang lain. Komunikasi akan dapat berhasil baik apabila sekiranya
timbul saling pengertian, yaitu jika kedua belah pihak si pengirim dan si
penerima informasi dapat memahami.
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah
proses penyampaian informasi, gagasan, fakta, dan perasaan dari satu orang
kepada orang lain dengan maksud untuk mengubah sikap maupun perilaku
individu lain.
Berkaitan dengan komunikasi dalam organisasi dapat ditinjau dari berbagai
sudut pandang, menurut William F. Glueck yang dikutip A.W. Widjaja (2000:8)
membagi komunikasi ke dalam dua bagian utama, yakni:
1. Interpersonal communications, komunikasi antarpribadi yaitu proses
pertukaran informasi serta pemindahan pengertian antara dua orang
atau lebih di dalam suatu suatu kelompok kecil manusia.
2. Organizational communications, yaitu dimana pembicara secara
sistematis memberikan informasi dan memindahkan pengertian kepada
orang banyak di dalam organisasi dan kepada pribadi-pribadi dan
lembaga-lembaga di luar yang ada hubungan.
Selain itu ada beberapa bentuk komunikasi yang salah satunya adalah
komunikasi persona. Komunikasi persona ini memiliki dua macam jenis, yakni :
14
1. Komunikasi Interpersonal
2. Komunikasi Intrapersonal
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis komunikasi interpersonal
karena jenis komunikasi ini dianggap sebagai komunikasi yang paling efektif
karena dilakukan secara langsung antar komunikan dan komunikator. Seperti yang
diungkapkan oleh Wiryanto (2005:36) bahwa : “Pada hakikatnya komunikasi
antarpribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan komunikan.
Komunikasi ini paling efektif mengubah sikap, pendapat, atau perilaku
seseorang”.
Definisi lain diungkapkan oleh Hafied Cangara (2007:32) sebagai berikut :
Komunikasi antarpribadi ialah proses komunikasi yang berlangsung antara
dua orang atau lebih secara tatap muka, seperti yang dinyatakan R. Wayne
Pace (1979) bahwa „interpersonal communication is communication
involving two or more people in a face to face setting’.
Sebagaimana
yang
telah
diungkapkan
sebelumnya,
komunikasi
interpersonal juga dapat mengubah sikap seseorang sesuai dengan yang
diharapkan oleh komunikator. Apalagi komunikasi interpersonal ini dilakukan
secara tatap muka dan dilakukan dalam kelompok kecil secara timbal balik
sehingga pesan yang ingin disampaikan lebih mudah untuk diterima. Hal ini
sejalan dengan pernyataan Onong Uchyana Effendy (2000:78)
bahwa
“Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara komunikator dengan
seorang komunikan yang sifatnya dialogis dan dapat mengubah sikap, pendapat,
perilaku seseorang”.
Dari pengertian-pengertian komunikasi interpersonal di atas, penulis dapat
mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan komunikasi interpersonal adalah
15
komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam suatu kelompok kecil
secara bertatap muka dan saling melakukan timbal balik di antara kedua belah
pihak untuk menyampaikan pesan dan saling bertukar pikiran dan sangat efektif
untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang dalam bekerja.
1.2 Klasifikasi Komunikasi Interpersonal
Ada bermacam-macam nama dalam komunikasi interpersonal diantaranya
adalah komunikasi diadik, dialog, wawancara, percakapan dan komunikasi tatap
muka. Menurut Redding dalam Arni Muhammad (2007:159) bahwa : “klasifikasi
komunikasi interpersonal menjadi interaksi intim, percakapan sosial, interogasi
atau pemeriksaan dan wawancara”.
1. Interaksi Intim
Interaksi intim termasuk komunikasi di antara teman baik, pasangan
yang sudah menikah, anggota family, dan orang-orang yang
mempunyai ikatan emosional yang kuat. Di dalam organisasi,
hubungan ini dikembangkan dalam sistem komunikasi informal.
Misalnya, hubungan yang terlibat di antara kedua orang teman baik
dalam organisasi, yang mempunyai interaksi personal mungkin di luar
peranan dan fungsinya dalam organisasi.
2. Percakapan Sosial
Percakapan sosial adalah interaksi untuk menyenangkan seseorang
secara sederhada dengan sedikit berbicara. Percakapan biasanya tidak
begitu terlibat mendalam. Tipe komunikasi tatap muka penting bagi
pengembangan hubungan informal dalam organisasi.
3. Interogasi atau Pemeriksaan
Interogasi atau pemeriksaan adalah interaksi antara seseorang yang ada
dalam kontrol, yang meminta atau bahkan menuntut informasi
daripada yang lain.
4. Wawancara
Wawancara adalah satu bentuk komunikasi interpersonal di mana dua
orang terlibat dalam percakapan yang berupa tanya jawab. Salah
seorang mengajukan pertanyaan untuk mendapatkan informasi dan
yang lainnya mendengarkan dengan baik kemudian memberikan
jawaban yang dikehendaki samapi tujuan wawancara tercapai.
16
1.3 Unsur-Unsur Komunikasi Interpersonal
Di dalam komunikasi interpersonal terdapat unsur-unsur yang tidak dapat
dipisahkan karena tanpa unsur-unsur tersebut komunikasi interpersonal tidak
dapat berlangsung. Unsur-unsur tersebut menurut Malayu S.P. Hasibuan
(2003:56) di antaranya adalah:
1. Giver (komunikator), adalah orang yang menyampaikan ide atau pesan.
Misalnya sebagai pimpinan berkomunikasi dengan bawahan bukan saja
dalam rangka memberikan perintah, instruksi dan bimbingan serta
pembinaan, akan tetapi juga dalam usaha menciptakan suasana kerja
yang intim dan serasi dengan perilaku organisasi yang dijiwai oleh
semangat kerjasama.
2. Pesan, adalah ide yang disampaikan kepada pihak lain yang dapat
berarti keputusan untuk dilaksanakan, kebijaksanaan untuk dipahami
dan dioperasionalkan, perintah untuk dikerjakan, instruksi untuk
dilaksanakan dan informasi untuk diketahui.
3. Saluran (channel), adalah segala sarana dan alat yang dipergunakan
oleh komunikator untuk menyampaikan kepada pihak lain.
4. Receiver (komunikan-audience), yaitu orang yang menerima pesan atau
berita dari komunikator.
5. Feed back (action), yaitu reaksi yang diberikan oleh orang yang
menerima pesan (receiver).
Selanjutnya Onong Uchjana Effendy (2000:57) menyatakan bahwa dalam
proses komunikasi terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
Komunikator (communicator, source, sender)
Pesan (message)
Media (channel, media)
Komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient)
Efek (effect, impact, influence)
Apabila unsur-unsur tersebut dilukiskan dalam gambar, maka kaitan
antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dapat dilihat sebagai berikut :
17
Gambar 2.1
Proses Komunikasi
Komunikator
Pesan
Media
Komunikan
Efek
Umpan Balik
Sumber : Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi
Dari unsur-unsur di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa komunikasi
interpersonal tidak dapat dilaksanakan tanpa adanya komunikator, komunikan,
pesan, media, efek dan timbal balik di antara kedua belah pihak karena unsurunsur tersebut saling berkaitan satu sama lain.
1.4 Tujuan Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal dilakukan dengan berbagai tujuan, di antaranya
adalah seperti Devito yang dikutip J. Permana (2003:22) sebagai berikut:
1. Untuk mempelajari secara lebih baik dunia luar, seperti berbagai
objek, peristiwa dan orang lain.
2. Untuk memelihara hubungan dan mengembangkan kedekatan atau
keakraban.
3. Untuk mempengaruhi sikap-sikap dan perilaku orang lain.
4. Untuk menghibur diri atau bermain.
Pendapat lain menurut A.W. Widjaja (2000:122) ada enam tujuan
komunikasi antarpribadi yang dianggap penting, yaitu:
1. Mengenal diri sendiri dan orang lain.
Salah satu cara untuk mengenal diri kita sendiri adalah melalui
komunikasi antarpribadi. Komunikasi antarpribadi memberikan
kesempatan bagi kita untuk memperbincangkan diri kita sendiri.
Dengan membicarakan tentang diri kita sendiri pada orang lain, kita
akan mendapat perspektif baru tentang diri kita sendiri dan memahami
lebih mendalam tentang sikap dan perilaku kita.
18
2. Mengetahui dunia luar.
Komunikasi antarpribadi memungkinkan kita untuk memahami
lingkungan kita secara baik yakni tentang objek, kejadian-kejadian dan
orang lain.
3. Menciptakan dan memelihara hubungan.
Banyak waktu yang kita gunakan dalam komunikasi antarpribadi
bertujuan untuk menciptakan dan memelihara hubungan sosial dengan
orang lain. Hubungan demikian membantu mengurangi kesepian dan
ketegangan serta membuat kita merasa lebih positif tentang diri kita
sendiri.
4. Mengubah sikap dan perilaku.
Dalam komunikasi antarpribadi sering kita berupaya menggunakan
sikap dan perilaku orang lain. Kita ingin seseorang memilih suatu cara
tertentu, berpikir dalam cara tertentu, percaya bahwa sesuatu benar
atau salah dan sebagainya. Singkatnya kita banyak mempergunakan
waktu untuk mempersuasi orang lain melalui komunikasi antarpribadi.
5. Bermain dan mencari hiburan.
Bermain mencakup semua kegiatan untuk memperoleh kesenangan.
Sering kali tujuan ini dianggap tidak penting, tetapi sebenarnya
komunikasi yang demikian perlu dilakukan karena bisa memberi
suasana yang lepas dari keseriusan, ketegangan, kejenuhan dan
sebagainya.
6. Membantu orang lain.
Psikiater, psikolog klinik dan ahli terapi adalah contoh-contoh profesi
yang mempunyai fungsi menolong orang lain. Tugas-tugas tersebut
sebagian besar dilakukan melalui komunikasi antarpribadi.
Selanjutnya menurut Arni Muhammad (2007:165) tujuan dari komunikasi
interpersonal, diantaranya yaitu:
1. Menemukan diri sendiri
Salah satu tujuan komunikasi interpersonal adalah menemukan
personal atau pribadi. Bila kita terlibat dalam pertemuan interpersonal
dengan orang lain kita belajar banyak sekali tentang diri kita maupun
orang lain.
2. Menemukan dunia luar
Hanya komunikasi interpersonal menjadikan kita dapat memahami
banyak tentan diri kita dan orang lain yang berkomunikasi dengan kita.
Hal itu menjadikan kita memahami lebih baik dunia luar, dunia objek,
kejadian-kejadian dan orang lain.
3. Membentuk dan Menjaga hubungan yang penuh arti
Banyak dari waktu kita pergunakan dalam komunikasi interpersonal
diabdikan untuk membentuk dan menjaga hubungan sosial denga
orang lain.
19
4. Berubah sikap dan tingkah laku
Banyak waktu kita gunakan untuk mengubah sikap dan tingkah laku
orang lain dengan pertemuan interpersonal
5. Untuk bermain dan kesenangan
Dengan komunikasi interpersonal ini dapat memberikan keseimbangan
yang penting dalam fikiran yang memerlukan rileks dari semua
keseriusan di lingkungan kita.
6. Untuk membantu
1) Sebagai faktor dalam memotivasi atau alasan mengapa kita terlibat
komunikasi interpersonal
2) Sebagai hasil atau efek umum dari komunikasi interpersonal yang
berasal dari pertemuan interpersonal
Dari tujuan-tujuan komunikasi interpersonal di atas dapat diketahui bahwa
komunikasi interpersonal ini dapat digunakan untuk memelihara hubungan dan
mengembangkan kedekatan dan keakraban di antara kedua belah pihak. Hal ini
juga dapat terjadi di suatu perusahaan dimana pimpinan mengadakan komunikasi
interpersonal dengan karyawannya untuk menjalin kedekatan di antara mereka
sehingga suasana di perusahaan tersebut penuh dengan keakraban dan
kekeluargaan.
1.5 Fungsi Komunikasi Interpersonal
Selain memiliki tujuan-tujuan tertentu, komunikasi interpersonal juga
memiliki beberapa fungsi. Diantaranya yaitu menurut A.W. Widjaja (1993: 9-10)
fungsi komunikasi adalah untuk:
1. Informasi: pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyebaran
berita, data, gambar, fakta dan pesan opini dan komentar yang
dibutuhkan agar dapat dimengerti.
2. Sosialisasi (pemasyarakatan): penyediaan sumber ilmu pengetahuan
yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota
masyarakat yang efektif.
3. Motivasi: mendorong orang menentukan pilihannya dan keinginannya,
mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan
bersama yang akan dikejar.
20
4. Perdebatan dan diskusi: menyediakan dan saling menukar fakta yang
diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan
perbedaan pendapat mengenai masalah publik.
5. Pendidikan: pengalihan ilmu pengetahuan sehingga mendorong
perkembangan intelektual.
6. Memajukan kebudayaan: penyebaran hasil kebudayaan dan seni
dengan maksud melestarikan warisan masa lalu.
7. Hiburan: penyebarluasan sinyal, simbol, suara dan image dari drama,
tari, kesenian dan lain-lain untuk rekreasi, kesenangan kelompok dan
individu.
8. Integrasi: menyediakan bagi bangsa, kelompok dan individu
kesempatan untuk memperoleh berbagai pesan yang mereka perlukan
agar mereka dapat saling kenal dan mengerti dan menghargai kondisi,
pandangan dan keinginan orang lain.
Fungsi-fungsi
di
atas
lebih
bersifat
umum.
Fungsi
komunikasi
interpersonal lainnya yang lebih menjurus ke dalam suatu organisasi atau
perusahaan menurut Malayu S.P. Hasibuan (2003:196) terdiri dari fungsi:
1. Instructive, artinya komunikasi dalam hal ini berfungsi untuk
memberikan perintah dari atasan kepada bawahannya.
2. Evaluative, artinya komunikasi berfungsi untuk menyampaikan
laporan dari bawahan kepada atasan.
3. Informative, komunikasi dalam hal ini berfungsi untuk menyampaikan
informasi, berita, dan pesan-pesan lainnya.
4. Influencing, artinya komunikasi dalam hal ini berfungsi untuk
memberikan saran-saran, nasihat-nasihat dari seseorang kepada orang
lain.
Dari fungsi-fungsi komunikasi interpersonal di atas, dapat dilihat bahwa
salah satu fungsinya adalah untuk memberikan motivasi dan pertukaran informasi
di antara atasan dan bawahan. Oleh karena itu komunikasi interpersonal ini sangat
penting untuk dilaksanakan karena akan mempengaruhi kelancaran arus informasi
di dalam suatu organisasi atau perusahaan dan dapat digunakan untuk
mempengaruhi motivasi kerja karyawannya.
21
1.6 Efektivitas Komunikasi Interpersonal
Efektivitas dalam komunikasi interpersonal sangat penting karena bila
komunikasi interpersonal yang dilakukan tidak efektif maka tujuan yang
diharapkan tidak akan tercapai.
Komunikasi interpersonal sebagai suatu bentuk perilaku dapat berubah dari
sangat efektif ke sangat tidak efektif. Pada suatu saat komunikasi interpersonal ini
akan berjalan dengan baik dan pada saat yang lain komunikasi ini bisa berjalan
dengan buruk. Untuk mengetahui apakah komunikasi interpersonal yang kita
jalankan efektif atau tidak, kita harus mengetahui faktor-faktornya.
Menurut Kumar yang dikutip oleh Wiryanto (2005:36) efektivitas
komunikasi antar pribadi mempunyai lima ciri, sebagai berikut:
1. Keterbukaan (Openesss). Kemauan menanggapi dengan senang hati
informasi yang diterima didalam menghadapi hubingan antarpribadi
2. Empati (Empathy). Merasakan apa yang dirasakan orang lain
3. Dukungan (Supportiveness). Situasi yang terbuka untuk mendukung
komunikasi berlangsung efektif
4. Rasa positif (Positiveness). Seseorang harus memiliki perasaan positif
terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan
menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif
5. Kesetaraan (Equality). Pengakuan secara diam-diam bahwa kedua
belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang
penting untuk disumbangkan
Menurut Roger yang dikutip Arni Muhammad (2007:176) berpendapat
bahwa hubungan interpersonal akan terjadi secara efektif apabila kedua pihak
memenuhi kondisi berikut:
1. Bertemu satu sama lain secara personal.
2. Empati secara tepat terhadap pribadi yang lain dan berkomunikasi
yang dapat dipahami satu sama lain secara berarti.
3. Menghargai satu sama lain, bersifat positif dan wajar tanpa menilai
atau keberatan.
22
4. Menghayati pengalaman satu sama lain dengan sungguh-sungguh
bersikap menerima dan empati satu sama lain.
5. Merasa bahwa saling menjaga keterbukaan dan iklim yang mendukung
dan mengurangi kecenderungan gangguan arti.
6. Memperlihatkan tingkah laku yang percaya penuh dan memperkuat
perasaan aman terhadap yang lain.
Selain itu karakteristik-karakteristik efektivitas komunikasi interpersonal
yang dikemukakan oleh Joseph De Vito dalam bukunya The Interpersonal
Communication Book (Widjaja, 2000:127-128) dapat dilihat dari dua perspektif,
yaitu:
1. Perspektif humanistic, meliputi sifat-sifat:
- Keterbukaan (openness)
- Perilaku suportif (supportiveness)
- Perilaku positif (positiveness)
- Empati (empathy)
- Kesamaan (equality)
2. Perspektif pragmatis, meliputi sifat-sifat:
- Bersikap yakin (confidence)
- Kebersamaan (immediacy)
- Manajemen interaksi (interaction management)
- Perilaku ekspresif (expressiveness)
- Orientasi pada orang lain (other orientation)
Berdasarkan
pendapat
yang
telah
diuraikan
sebelumnya,
dapat
disimpulkan bahwa : 1) Komunikasi yang efektif akan menimbulkan pengertian,
kesenangan, perubahan sikap, hubungan yang baik dan tindakan, 2) komunikasi
dikatakan efektif jika terjadi kesatuan dan kesamaan makna tentang apa yang
diinginkan pengirim dengan persepsi oleh penerima, 3) komunikasi efektif
merupakan target ideal bagi setiap organisasi, karena melalui proses komunikasi
akan diperoleh informasi penting yang berguna untuk pengambilan keputusan.
Dari pernyataan tersebut di atas ada beberapa persamaan yaitu bahwa
komunikasi interpersonal akan efektif bila di dalamnya terdapat empati, saling
terbuka dan saling percaya sehingga di antar kedua belah pihak akan terjalin
saling pengertian.
23
2. Konsep Efektivitas Kerja
2.1 Pengertian Efektivitas Kerja
Sebelum penulis membahas pengertian efektivitas kerja, terlebih dahulu
penulis akan menguraikan beberapa pengertian efektivitas dan pengertian kerja
menurut beberapa ahli. Namun secara umum belum ada kesesuaian pendapat
mengenai konsep efektivitas. Hal tersebut dikarenakan para ahli dalam
merumuskan pengertian efektivitas hanya memandang dari sudut bidang kajian
dan disiplin ilmu tertentu. Hal ini sejalan dengan pendapat Richard M. Steers
yang diterjemahkan oleh Magdalena Jamin (1985: 220) yang menyatakan bahwa :
Mengingat keanekaragaman pendapat mengenai sifat dan komposisi dari
efektivitas organisasi, maka tidaklah heran jika terdapat demikian banyak
pertentangan pendapat sehubungan dengan cara-cara meningkatkan
efektivitas ini dalam suatu organisasi yang sedang berjalan, rupanya sebab
utama tidak adanya penyesuaian ini terbatasnya konsep efektivitas.
Dari pendapat di atas menunjukkan bahwa pengertian efektivitas
organisasi mempunyai arti yang berbeda-beda dari setiap orang. Ini dimaksudkan
bahwa perbedaan pengertian tersebut tergantung pada kerangka acuan yang
dipakainya. Walau demikian bukan berarti tidak ada pengertian yang tepat
mengenai efektivitas. Komaruddin (1983:149) mendefinisikan efektivitas sebagai:
“Suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan kegiatan manajemen
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu”.
Konsep efektivitas yang lain dikemukakan oleh Emerson yang dikutip oleh
Soewarno Handayaningrat (1996:16) bahwa : “ Effectiviness is measuring in term
of a training preseribed goals or objectives”. ( Efektivitas adalah pengukuran
dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya).
24
Berkaitan dengan pengertian efektivitas, The Liang Gie (2000:33)
mengemukakan bahwa :
Kata efektif berarti terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki
dalam suatu perbuatan. Setiap pekerjaan yang efisien tentu efektif, karena
dilihat dari hasil tujuan atau yang dikehendaki dengan perbuatan ini telah
mencapai bahkan secara maksimal (mutu dan jumlahnya). Setiap
pekerjaan yang efektif belum tentu efisien karena hasil dapat tercapai tapi
mungkin dengan penghamburan pikiran,tenaga, dan waktu.
Penyelesaian pekerjaan dalam mencapai output secara maksimal, baik
dalam bentuk kualitas maupun kuantitas dengan fasilitas dan sarana serta biaya
yang tersedia untuk menghasilkan output yang sama dan biaya yang tersedia dan
pendukungnya dapat dikatakan bahwa kerja tersebut efektif. Namun demikian
pencapaian kerja yang efektif mempunyai banyak faktor dan komponen sebagai
penunjangnya, seperti manusia sebagai pelaksana dari pencapaian tujuan.
James L.Gibson seperti yang dikutip oleh Djoerban Wahid (1990:25)
memandang bahwa efektivitas dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
Pada tingkat yang paling dasar dari efektivitas organisasi adalah efektivitas
individu. Pandangan segi individu menekankan hasil karyawan atau
anggota dari organisasi. Tugas yang harus dilakukan biasanya ditetapkan
sebagai bagian dari pekerjaan atau posisi dalam organisasi. Prestasi kerja
individu dinilai secararutin lewat proses hasil evaluasi hasil kerja yang
merupakan dasar bagi kenaikan gaji, promosi, dan imbalan lain yang
tersedia dalam organisasi. Dalam kenyataannya biasanya individu bekerja
bersama-sama dalam kelompok kerja. Jadi perlu dipikirkan pandangan lain
mengenai efektivitas yaitu efektivitas kelompok. Efektivitas kelompok
adalah kontribusi dari semua anggotannya. Pandangan ketiga adalah
efektivitas organisasi. Pandangan efektivitas organisasi jauh lebih luas dari
efektivitas individu dan efektivitas kelompok, karena efektivitas organisasi
terdiri dari efektivitas individu dan efektivitas kelompok. Namun demikian
pengaruh signitis kerja sama organisasi mampu mendapatkan hasil kerjaa
dari tiap bagiannya.
Untuk melengkapi keterangan di atas, berikut penulis gambarkan tiga
pandangan efektivitas organisasi :
25
Gambar 2.2
Tiga pandangan mengenai Efektivitas Organisasi
Efektivitas Organisasi
Efektivitas Kelompok
Efektivitas Individu
Sumber : Gibson JL dkk (1990:26)
Dari gambar di atas menunjukkan bahwa bagian paling penting dari
efektivitas organisasi adalah efektivitas individu. Efektivitas organsasi terdiri dari
efektivitas individu dan efektivitas kelompok.
Efektivitas organisasi ini ditujukan untuk mencapai sasaran organisasi
sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Hal ini sejalan dengan yang
dikemukakan oleh Emerson yang dikutip oleh Soewarno Handayaningrat
(1996:16) bahwa “Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran
atau tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya”.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu
keadaan yang tingkat pencapaian tujuan yang merupakan hasil tindakan-tindakan
atau usaha yang dilakukan manusia.
Setelah menjelaskan tentang pengertian efektivitas, kemudian penulis
membahas mengenai pengertian kerja menurut para ahli, yaitu Prajudi
Atmosudirdjo (1989:148) yang mendefinisikan kerja sebagai : “….menggerakkan
tenaga (mental, status, kekuatan, dan jasmani) untuk menciptakan atau
mewujudkan sesuatu yang sebelumnya sudah merupakan rencana yang objektif”.
26
Kemudian The Liang Gie (2000:7) mengemukakan definisi kerja sebagai
berikut : “…..suatu keseluruhan pelaksanaan aktivitas jasmaniah yang dilakukan
oleh manusia untuk mencapai tujuan tertentu, terutama yang berhubungan dengan
kehidupannya”.
Pengertian kerja di atas dapat disimpulkan bahwa, kerja merupakan
pengerahan sumber daya yang dimiliki manusia melalui aktivitas-aktivitas yang
dilakukan manusia untuk mencapai tujuan tertentu.
Berdasarkan pengertian efektivitas dan pengertian kerja di atas dapat
dikatakan bahwa efektivitas kerja merupakan suatu kondisi yang menunjukkan
ketercapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dengan pengerahan
segala daya yang terdapat pada manusia melalui aktivitas-aktivitasnya.
Untuk lebih jelasnya Sondang P. Siagian (1997:151) mengatakan
pengertian efektivitas kerja sebagai berikut :
Efektivitas kerja adalah penyelesaian pekerjaan tepat pada waktunya yang
telah ditetapkan, artinya apakah pelaksanaan kerja suatu tugas dinilai baik
atau tidak itu sangat tergantung pada bilamana tugas itu diselesaikan, dan
tidak terutama menjawab pertanyaan bagaimana cara menyelesaikan,
melaksanakan, dan berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk itu.
Selanjutnya The Liang Gie (2000:24) juga mengemukakan “ Efektivitas
kerja adalah keadaan atau kemampuan suatu kerja yang dilaksanakan oleh
manusia untuk memberikan guna yang diharapkan”.
Kemudian pengertian efektivitas kerja menurut Komaruddin (1983:269)
adalah sebagai berikut :
Efektivitas kerja adalah suatu keadaan yang menunjukkan tingkat
keberhasilan (kegagalan) kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan
yang ditetapkan lebih dulu. Tercapainya tujuan manajemen (artinya
manajemen yang efektif) tidak selamanya disertai efisiensi yang maksimal.
27
Dengan perkataan lain manajemen yang efisien tidak dapat dilaksanakan
dengan pemborosan-pemborosan, karena itu keberhasilan manajemen tidak
boleh diukur oleh efektivitas, tetapi pula efisien.
Akhirnya dari beberapa pernyataan tentang efektivitas dan kerja tersebut
diatas, penulis mencoba untuk menyimpulkan pengertian efektivitas kerja, yaitu
pencapaian hasil yang diperoleh sesuai dengan standar yang telah ditentukan dan
direncanakan semula, baik peraturan maupun perundang-undangan dan atau
kebijaksanaan sebagai landasan bagi kerja karyawan dan ditunjang oleh fasilitas
yang baik pula.
Semakin mampu organisasi mencapai sasaran yang telah ditentukan,
semakin dekat organisasi tersebut pada tujuan yang ingin dicapai, maka semakin
efektiflah organisasi yang bersangkutan. Efektivitas kerja dapat dicapai jika
ditunjang oleh bimbingan dan pengarahan dari pimpinan organisasi tentang
pelaksanaan kerja yang berdasarkan standar kerja, baik waktu, kualitas maupun
kuantitas produk yang dikehendaki.
2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Kerja
Mengenai efektivitas kerja banyak faktor yang mempengaruhi, seperti
yang dikemukakan oleh Richard M.Steers yang diterjemahkan oleh Magdalena
Jamin (1985:1) bahwa :
Di samping faktor struktur, teknologi, dan lingkungan yang mempengaruhi
efektivitas kerja pegawai, barangkali kontribusi paling langsung bagi
kerhasilan organisasi datang dari perilaku pekerjanya sendiri, para
pekerjalah yang membentuk struktur organisasi dan yang memanfaatkan
teknologi organisai lagi pula, para pekerjalah yang mengadakan tanggapan
terhadap variasi dan tekanan lingkungan. Pada kenyataan mudah
28
dijelaskan bajwa kunci keberhasilan organisasi adalah cara bekerja sama
para anggota organisasi bagi pencapaian tujuan.
Lebih rinci Richard M. Steers yang diterjemahkan oleh Magdalena Jamin
(1985:209) mengidentifikasikan empat buah faktor yang mempengaruhi
efektivitas kerja, yaitu :
1.
2.
3.
4.
Ciri organisasi
Ciri lingkungan
Ciri pekerja
Kebijakan dan praktek manajemen
Ciri organisasi terdiri dari struktur dan teknologi organisasi. Yang
dimaksudkan dengan struktur ialah hubungan yang relatif tetap sifatnya seperti
dijumpai dalam organisasi, sehubungan dengan susunan sumber daya manusia.
Struktur adalah cara unik suatu organisasi menyusun orang-orangnya untuk
menciptakan sebuah organisasi. Teknologi adalah mekanisme suatu organisasi
untuk mengubah masukan mentah menjadi keluaran jadi.
Ciri lingkungan, hal ini dua aspek yang walaupun agak berbeda namun
berhubungan, yang pertama adalah lingkungan ekstern yaitu semua kekuatan yang
timbul di luar batas-batas organisasi dan mempengaruhi keputusan serta tindakan
di dalam organisasi. Yang kedua adalah lingkungan intern yaitu dikenal sebagai
iklim organisasi khususnya atribut-atribut yang diukur pada tingkat individual.
Ciri pekerja, pekerja yang berlainan mempunyai pandangan, tujuan,
kebutuhan dan kemampuan yang berbeda satu sama lain, walaupun mereka
ditempatkan disuatu lingkungan kerja yang sama. Perbedaan-perbedaan individual
ini dapat mempengaruhi langsung serta kongkrit terhadap efektivitas.
29
Kebijakan dan praktek manajemen, kepemimpinan dapat memperhatikan
dan merintangi pencapaian tujuan. Srcara umum akan diperhatikan bahwa para
atasan memainkan peranan sentral dalam keberhasilan yang telah ditetapkan, dan
tanggung jawab mereka untuk menetapkan suatu sistem imbalan yang pantas
sehingga para pekerja dapat memuaskan kebutuhan dan tujuan pribadinya sambil
mengejar sasaran organisasi.
Untuk lebih jelasnya mengenai faktor-faktor yang menunjang terhadap
efektivitas kerja, penulis melengkapi uraian di atas dengan bagan berikut :
Tabel 2.1
Faktor-faktor Pengembang Efektivitas
Karakteristik Organisasi
- Desentralisasi
- Spesialisasi
- Formalisasi
- Besarnya organisasi
- Teknologi
-Operasi bahan
- Pengetahuan
Karakteristik Pekerja
Keterikatan pada organisasi
- Keterkaitan
- Kemantapan kerja
- Keterikatan
Prestasi kerja
- Motivasi, tujuan, kebutuhan
- Kemampuan
- Kejelasan
Karakteristik Lingkungan
Ekstern
- Kekomplekan
- Kestabilan
- Ketidaktentuan
Intern
-Orientasi pada kaya
- Orientasi pada imbalan
- Keamanan versus resiko
- Keterbukaan versus pertahanan
Kebijakan dan praktek
manajemen
- Penyusunan tugas strategis
- Pencarian dan pemanfaatan
sumber daya
- Proses komunikasi
- Kepemimpinan dan
pengambilan keputusan
- Inovasi dan adaptasi organisasi
Sumber : Richard M. Steers, Efektivitas Organisasi.
30
Efektif tidaknya suatu organisasi atau perusahaan dalam mewujudkan
tujuannya tidak terlepas dari keefektifan kelompok dan keefektifan individu yang
ada dalam organisasi itu sendiri. Menurut Gibson, keefektifan itu dikenal dengan
3 perspektif keefektifan dimana ketiga perspektif tersebut digambarkan dalam
bagan berikut :
Gambar 2.3
Sebab-Sebab Keefektivan Organisasi
Kelompok dan individu
Keefektivan
Individu
Sebab-Sebab:
Kemampuan
Keahlian
Pengetahuan
Sikap
Motivasi
Keefektivan
Kelompok
Keefektivan
Organisasi
Sebab-Sebab:
Kepaduan
Kepemimpinan
Struktur
Status
Peranan
Sebab-Sebab:
Lingkungan
Teknologi
Proses
Kebudayaan
Struktur
Sumber : Gibson Et al, Organisasi dan Manajemen. Erlangga, Jakarta. 1990.
Berdasarkan gambar diatas penulis simpulkan bahwa ketiga perspektif
keefektivan yang mempengaruhi efektivitas kerja adalah efektivitas individu,
penyebab keefektivifan individu yang tertulis dalam gambar merupakan faktorfaktor yang mempengaruhi sikap kerja karyawan.
Untuk mencapai sasaran organisasi yang efektif diperlukan penanganan
pekerjaan yang efektif, menurut Komaruddin (1993:89-99) prinsip kerja efektif
terdiri dari :
a. Rencana, yaitu merencanakan sesuatu dengan tepat, berarti anda harus
menyelesaikan :
31

Pekerjaan yang akan diselesaikan

Bagaimana melaksanakannya

Kapan anda selesaikan

Berapa kecepatan melaksanakannya
b. Jadwal, yaitu suatu pekerja harus dijadwal dan jadwal yang efektif
haruslah :

Pasti

Selaras dengan jadwal lainnya
c. Pelaksanaan, anda selesaikan rencana itu dengan :

Terampil

Teliti

Cepat

Tanpa usaha yang tidak perlu
d. Pengukuran, pekerjaan yang anda laksanakan haruslah diukur
berdasarkan :

Potensi anda

Laporan anda

Kualitas dan kuantitas
e. Kontrasepsi, andaikata tugas anda selesai dengan efektif maka anda
selayaknya mendapat balas jasa berupa :

Kebahagiaan

Pengembangan diri

Gaji
32

Kesehatan
2.3 Kriteria-Kriteria Efektivitas Kerja
Efektivitas kerja tidak terlepas dari aktivitas-aktivitas karyawan secara
individu maupun kelompok dalam melaksanakan tugas dengan berbagai
kemampuan serta tingkat keberhasilan yang dicapai.
Dengan demikian maka untuk mencapai tingkat efektivitas kerja yang
tinggi, tentunya harus memperhatikan kriteria-kriteria efektivitas kerja baik yang
berasal dari para karyawan itu sendiri dengan berbagai kemampuan dan
kelemahannya maupun dari lingkungan mereka bekerja baik dengan teman
sejawat ataupun dengan pimpinannya.
Richard M. Steers yang diterjemahkan oleh Magdalena Jamin (1985:206)
mengemukakan lima kriteria yang harus diperhatikan dalam mencapai efektivitas
kerja karyawan. Efektivitas kerja dalam suatu organisasi memiliki beberapa
kriteria yang harus diperhatikan yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
Kemampuan menyesuaikan diri
Produktivitas
Kepuasan kerja
Kemampuan berlaba
Pencarian sumber daya
Untuk lebih memahami, akan penulis kemukakan aspek-aspek pengukuran
efektivitas kerja tersebut secara terperinci.
1. Kemampuan menyesuaikan diri
33
Kemampuan menyesuaikan diri
yaitu suatu kemampuan dan
kesanggupan yang dimiliki oleh setiap karyawan untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungan pekerjaannya, yang meliputi :
a. Hubungan sesama karyawan termasuk sikap terhadap pimpinan.
b. Kemampuan untuk menerima dan memahami pekerjaan yang
dilimpahkan dengan cepat.
c. Kemampuan untuk mempergunakan mesin-mesin atau teknologi
yang digunakan dalam lingkungan organisasi.
Kemampuan untuk menyesuaikan diri yang dimiliki setiap karyawan
ini dapat menentukan tingkat pencapaian efektivitas kerja.
2. Produktivitas
Faktor kedua yang harus diperhatikan adalah produktivitas kerja.
Richard M. Steers yang diterjemahkan oleh Magdalena Jamin
(1985:192) mengemukakan bahwa “Produktivitas kerja adalah
bagaimana pemanfaatan yang dilakukan oleh karyawan atas sumbersumber di dalam memproduksi barang dan jasa”. Sumber-sumber yang
ada dalam organisasi secara keseluruhan adalah apa yang disebut man,
money, material, dan machine. Apabila karyawan dapat memanfaatkan
dan memadukan sumber-sumber tersebut yang pada akhirnya tercapai
tujuan organisasi, ini berarti efektivitas kerja tercapai.
3. Kepuasan kerja
Faktor ketiga adalah kepuasan kerja. Richard M. Steers yang
diterjemahkan oleh Magdalena Jamin (1985:192) mengemukan bahwa
34
“Kepuasan yang tinggi dapat menyenangkan para pekerja sehingga
para pekerja cenderung bekerja dalam kondisi yang positif yang
diinginkan bersama”. Dengan kondisi kerja yang positif, berarti
karyawan bekerja sesuai dengan prosedur, mereka tidak menyepelekan
pekerjaannya, memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi sehingga
akhirnya akan mencapai efektivitas yang tinggi pula.
4. Kemampuan berlaba
Faktor kemampuan berlaba sebenarnya merupakan kondisi sejauh
mana faktor pertama yaitu kemampuan menyesuaikan diri, faktor
kedua yaitu produktivitas kerja, dan faktor ketiga yaitu kepuasan kerja
yang telah dimiliki oleh para karyawan sehingga terlihat hasil kerja
mereka. Kemampuan berlaba yang tinggi akan memperlihatkan tingkat
efektivitas kerja yang tinggi pula, sehingga pada akhirnya menjadi ciri
tercapainya tujuan organisasi.
5. Pencarian sumber daya
Faktor terakhir yang harus diperhatikan dalam pencapaian efektivitas
kerja adalah pencarian sumber daya. Richard M. Steers yang
diterjemahkan oleh Magdalena Jamin (1985:192) mengemukakan
bahwa pencarian sumber daya mencakup tiga bidang yang saling
berhubungan yaitu :
a. Kemampuan mengintegrasikan berbagai sub sistem sehingga
mampu mengkoordinasikan dengan tepat dan mengarah pada
tujuan organisasi dengan efektif.
35
b. Penetapan dan pemeliharaan pedoman-pedoman kebijakan yang
mendukung peningkatan efektivitas kerja mereka.
c. Penelaahan organisasi itu sendiri dengan mengadakan umpan balik
dan pengendalian.
Kriteria-kriteria seperti yang dikemukakan di atas, pada akhirnya
tergantung pada manusianya itu sendiri, yaitu karyawan atau pelaksana dan
pemimpinnya. Jadi pernyataan terakhir adalah bagaimana cara menjadikan
kriteria-kriteria di atas dapat dilaksanakan, hal ini sangat tergantung pada
pimpinan untuk mampu mengkondisikannya.
2.4 Aspek-Aspek Pengukuran Efektivitas Kerja
Untuk mendapatkan tingkatan-tingkatan efektivitas kerja, diperlukan
pengukuran tehadap aspek-aspek dasar yang mengakibatkan dihasilkannya
efektivitas kerja. Aspek-aspek yang bisa dipergunakan dalam pengukuran
efektivitas kerja itu bisa dari beberapa hal, misalnya dari perencanaan, dari
pelaksanaan atau hasil evaluasi seluruh kegiatan.
Pengukuran efektivitas kerja didasarkan pada beberapa hal seperti yang
dikemukakan oleh Sondang P. Siagian (1997:32), sebagai berikut :
Efektivitas kerja karyawan dapat diukur dari beberapa hal, yaitu :
a. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai
b. Kejelasan strategi pencapaian tujuan
c. Proses analisa dan perumusan kebijaksanaan yang mantap
d. Perencanaan yang matang
e. Penyusunan program yang tepat
f. Tersedianya sarana dan prasarana kerja
g. Pelaksanaan yang efektif dan efisien
h. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik.
36
Penjelasan dari seluruh aspek-aspek pengukuran efektivitas kerja akan
diuraikan sebagai berikut :
a. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai
Proses pencapaian tujuan organisasi akan lebih lancar, tertib, dan efektif
apabila dalam pribadi anggota organisasi, telah tertanam kesadaran dan
keyakinan yang mendalam bahwa tercapainya tujuan organisasi pada
dasarnya berarti tercapainya pula tujuan mereka secara pribadi. Hal ini
salah satu aspek dasar dalam pengukuran efektivitas kerja pegawai.
b. Kejelasan strategi pencapaian tujuan
Ada sedikit perbedaan antara kejelasan tujuan dengan kejelasan strategi
pencapaian tujuan. Strategi pencapaian tujuan mengarah pada metode,
teknik, dan prosedur pencapaian tujuan yang jelas. Sedangkan kejelasan
tujuan mencakup tujuan itu mudah dipahami dan logisnya tujuan tersebut.
Strategi pencapaian tujuan merupakan langkah kedua dari pimpinan dalam
mengelola organisasi secara efektif dan efisien. Pencapaian tujuan secara
efektif dan efisien tentunya sangat ditentukan oleh efektivitas kerja
karyawan. Sedangkan efektivitas kerja karyawan itu sendiri sangat
mengharapkan kejelasan strategi pencapaian tujuan, sehingga hal itu
menjadi salah satu aspek dasar pengukuran efektivitas kerja. Bila strategi
pencapaian tujuan jelas, dalam arti mampu memudahkan karyawan dalam
bekerja, maka efektivitas kerja telah diramalkan berhasil.
c. Proses analisa dan perumusan kebijaksanaan yang mantap
37
Untuk mencapai efektivitas kerja diperlukan deskripsi kerja yang jelas
dengan analisa jabatan yang jelas, sehingga proses memanage karyawan
dapat dilaksanakan dengan baik dan tepat. Karena manajemen karyawan
merupakan modal dasar untuk terjadinya efektivitas kerja karyawan karena
dengan karyawan yang tepat tentunya hasil kerjanya pun tepat pula.
Kebijakan lain yang perlu tegas dan tidak meragukan adalah peraturan
dalam kerjasama dan musyawarah dalam perumusannya.
d. Perencanaan yang matang
Perencanaan
merupakan
perencanaannya
matang,
acuan
maka
kerja
setiap
pelaksanaan
organisasi.
yang
Bila
dilakukan
memungkinkan lancarnya prose kerja yang efektif dan efisien. Karena
perencanaan menajadi acuan untuk kerja, maka rencana dapat dijadikan
aspek dasar sebagai acuan pula untuk mengevaluasi hasil kerja. Bila hasil
kerja minimal sama dengan target yang direncanakan, maka hal itu
menandakan efektivitas kerja tercapai.
Jika merumuskan rencana hakekatnya adalah merumuskan sekarang apa
yang dikerjakan oleh orang di masa depan. Jelaslah bahwa salah satu
aspek efektivitas kerja adalah sampai sejauh mana :
1. Memperkirakan keadaan yang dicapai
2. Mengambil keputusan dalam menghadapi masa depan
3. Meningkatkan orientasi masa depan
4. Mengambil resiko yang telah diperhitungkan
38
5. Memperhitungkan faktor-faktor pembatas yang diduga akan
dihadap dalam berbagai segi kehidupan organisasi.
6. Memperhitungkan situasi lingkungan yang akan timbul baik yang
bersifat politik, ekonomi, nilai-nilai sosial, ilmu pengetahuan dan
teknologi. Rencana yang matang akan memperlihatkan tingkatan
keberhasilan secara tersirat yang tinggi dari keenam faktor tersebut.
e. Penyusunan program yang tepat
Suatu rencana yang baik masih perlu dijabarkan dalam program-program
pelaksanaan yang tepat pula, sebab apabila tidak para pelaksana akan
kurang atau tidak memiliki pedoman bertindak dan bekerja.
f. Tersedianya sarana dan prasarana kerja
Bila sarana kerja ternyata tidak lengkap, maka perkataan yang tepat adalah
bagaimana mencapai efektivitas kerja yang tinggi dengan sarana dan
prasarana yang ada. Pelaksanaan yang efektif dan akan tetapi tentunya
jauh berbeda hasil yang akan dicapai, bila perkataan itu diungkapkan oleh
seorang pimpinan dalam suatu organisasi yang sarana dan prasarananya
lengkap. Sejauh mana sarana dan prasarana dalam suatu organisasi akan
menjadi ukuran maka sejauh itu efektivitas kerja yang tercapai.
g. Pelaksanaan yang efektif dan efisien
Kejelasan tujuan, tepatnya strategi, efektifnya proses perumusan
kebijakan, matangnya rencana, kelengkapan sarana memadai, semua itu
akan sangat kurang berarti bila pelaksanaan kerja secara operasionalnya
tidak efektif dan tidak efisien. Karena dengan pelaksanaan itulah yang
39
akan mendekatkan suatu rencana atau harapan pada tujuan dengan target
yang telah ditetapkan sebelumnya.
h. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik.
Mengingat sifat manusia yang memiliki banyak kekurangan maka
efektivitas
kerja
menuntut
terdapatnya
sistem
pengawasan
dan
pengendalian. Banyak faktor yang dapat membentuk pimpinan menjadi
seorang pengawas dan pengendali yang mendidik, misalnya dengan
mendalami ilmu, pengalaman kerja, sifat bawaan, dan lain sebagainya.
Pengawasan yang terlalu ketat belum tentu akan efektif. Malahan kadangkadang karyawan menjadi takut atau frustasi, sehingga kerjanya menjadi
serba salah, tetapi dengan pengendalian mendidik akan tumbuh gairag
kerja pegawai dengan motivasi kerja dan rasa tanggung jawab yang tinggi.
Maka dapat dikatakan bahwa pengawasan dan pengendalian yang
mendidik akan dapat meningkatkan efektivitas kerja yang ingin dicapai.
Demikianlah beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam menilai atau
mengukur efektivitas kerja dalam suatu organisasi.
3.
Peranan
Komunikasi
Interpersonal
Pimpinan
Dalam
Upaya
Meningkatkan Efektivitas Kerja
Setiap organisasi berusaha untuk mencapai tujuannya seefektif dan
seefisien mungkin. Banyak unsur yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan
tersebut. Unsur utama yang tidak dapat tergantikan oleh sesuatu apapun adalah
40
sumber daya manusia sebagai penggerak jalannya organisasi dalam rangka
mencapai tujuannya.
Salah satu alat atau sarana yang dipergunakan oleh suatu organisasi dalam
rangka mencapai tujuannya adalah dengan proses komunikasi. Supaya proses
komunikasi ini dapat berlangsung dengan baik maka komponen-komponen yang
terlibat dalam organisasi itu harus baik, karena dengan komunikasi yang baik
maka iklim kerja yang harmonis dapat tercipta, dipelihara dan terus
dikembangkan. Oleh karena itu setiap anggota organisasi dituntut untuk memiliki
kemampuan berkomunikasi yang baik, terutama bagi seorang pimpinan.
Komunikasi dalam suatu organisasi dilaksanakan oleh semua tingkatan
manajemen dimulai dari pucuk pimpinan yang paling tinggi sampai tingkatan
organisasi paling bawah. Proses komunikasi yang dilaksanakan harus berjalan
secara timbal balik supaya tujuan organisasi dapat tercapai dengan efektif. Dalam
pencapaian efektivitas organisasi tersebut harus ada jalinan kerjasama dan
pengertian yang baik antar anggota organisasi. Oleh karena itu jalinan komunikasi
yang baik merupakan salah satu sarana dalam penentuan keberhasilan kerja
karyawan sekaligus sebagai sarana untuk mencapai tujuan organisasi itu sendiri.
Hal itu diperkuat dengan pendapat yang dikemukakan oleh Maman Ukas
(1997:325-326) sebagai berikut :
Tanpa adanya keberadaan komunikasi tak akan ada organisasi. Manajer
mempunyai tanggung jawab terhadap organisasi dalam mencapai
tujuannya. Dengan jalan komunikasi itulah segala berita, perintah/instuksi,
informasi, dan koordinasi dapat dilakukan sehingga tercipta iklim kerja
yang kondusif dengan penuh saling pengertian dan tanggung jawab.
41
Selain itu pendapat yang dikemukakan oleh Tjutju Yuniarsih, et al
(1997:101) bahwa :
Komunikasi yang efektif akan menghasilkan informasi yang tepat,
sehingga merupakan input berharga bagi pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan ini sangat berpengaruh terhadap kemudahan dan
kelancaran pencapaian tujuan akhir organisasi.
Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi
memegang peranan penting dalam organisasi terutama dalam pengambilan
keputusan dan dalam menentukan tujuan akhir organisasi. Oleh karena itu
pimpinan harus berusaha meningkatkan hubungan interpersonal dengan
karyawannya dengan cara membimbing dan memberikan arahan kepada karyawan
melalui proses komunikasi.
Komunikasi yang dilakukan oleh pimpinan adalah dengan cara
komunikasi interpersonal karena jenis komunikasi ini dilakukan secara langsung
tanpa perantara sehingga pimpinan dan karyawannya dapat saling bertukar pikiran
tanpa merasakan adanya jarak di antara mereka. Hal ini sejalan dengan pernyataan
Onong Uchjana Effendy (2000:78) bahwa : “Komunikasi interpersonal adalah
komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan yang sifatnya dialogis
dan dapat mengubah sikap, pendapat, perilaku seseorang”. Jika hal itu dapat
terlaksana dengan baik, maka efektivitas kerja karyawan pun akan meningkat
sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal
pimpinan memiliki peranan dalam meningkatkan efektivitas kerja karyawan.
42
B. Kerangka Pemikiran
Diciptakannya organisasi oleh sekelompok orang dalam suatu perusahaan
atau organisasi pada dasarnya untuk mencapai tujuan. Tujuan itu telah ditetapkan
lebih dulu melalui perencanaan, sedangkan sarana dasar yang diperlukan untuk
mencapai tujuan itu dibutuhkan kombinasi dari unsur-unsur manajemen yang
terdiri dari 6 M yaitu man, material, metode, machine, money, dan market.
Dari ke 6 unsur di atas, yang terpenting adalah unsur manusia (man),
karena manusia sebagai faktor utama dalam organisasi serta pencetus ide berupa
tujuan organisasi sehingga untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan kerja sama
yang baik dari setiap anggota organisasi.
Tujuan organisasi akan tercapai apabila terdapat efektivitas kerja yang
tinggi dalam organisasi tersebut dimana efektivitas kerja yang tinggi bagi suatu
organisasi dapat terwujud apabila mendapat dukungan dari semua personil
organisasi yaitu dengan bekerja secara efektif.
Selain itu tujuan organisasi akan tercapai apabila kerja sama yang saling
menguntungkan antar bagian, ketepatan dalam menyelesaikan tugas baik dari segi
hasil maupun waktu. Sebagaimana yang dikemukakan T Hani Handoko (2001:7)
bahwa “ Efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau
peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan”.
Pada umumnya efektivitas kerja digunakan untuk menggambarkan
pencapaian tujuan organisasi yang sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Hal ini dapat dilihat dari aspek-aspek pengukuran efektivitas seperti yang
dikemukakan Sondang P. Siagian (1997:32) yaitu :
43
1.
2.
3.
4.
Kejelasan tujuan yang hendak dicapai
Strategi ketercapaian tujuan
Pelaksanaan yang efektif dan efisien
Penyusunan program yang tepat
Sedangkan menurut Richard M. Steers yang diterjemahkan oleh
Magdalena Jamin (1985:174) mengemukakan bahwa efektivitas dapat diukur dari
ketepatan waktu, dan suasana kerja yang kondusif.
Kemudian Richard M. Steers yang diterjemahkan oleh Magdalena Jamin
(1985:209) mengemukakan ada empat faktor yang mempengaruhi efektivitas
kerja, yaitu
1.
2.
3.
4.
Ciri organisasi,
Ciri lingkungan,
Ciri pekerja,
Ciri kebijakan dan praktek manajemen.
Dalam penelitian ini yang berhubungan dengan kajian yang diteliti adalah
karakteristik dari kebijakan dan praktek manajemen yang didalamnya terdapat
proses komunikasi dimana setiap organisasi menginginkan komunikasi yang
terbuka diantara pimpinan maupun karyawannya sehingga akan berpengaruh
dalam meningkatkan efektivitas kerja karyawan.
Selain itu Richard M. Steers (1985:173) juga mengemukakan pendapat
bahwa :
Dalam setiap usaha organisasi, komunikasi mempunyai peranan sentral
terutama masalah efektivitas organisasi. Proses dan pola komunikasi
merupakan sarana yang diperlukan untuk mengkoordinasikan dan
mengarahkan kegiatan pekerjaan ke arah tujuan dan sasaran organisasi.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi memegang
peranan penting dalam mewujudkan tujuan dan sasaran organisasi. Hal ini
dikarenakan komunikasi merupakan dasar dari seluruh interaksi antar manusia.
44
Karena tanpa komunikasi, interaksi antar manusia, baik secara perorangan,
kelompok, maupun organisasi tidak mungkin terjadi. Sebagian besar interaksi
manusia berlangsung dalam situasi komunikasi antar pribadi. Dan komunikasi
antarpribadi mempunyai peranan cukup besar untuk mengubah sikap, perilaku,
atau pendapat seseorang.
Menurut Teori Organisasi Human Relations yang dikemukakan oleh
Amitai Etzioni (IG. Wursanto, 2005:264), adalah bahwa :
Teori organisasi kemanusiaan berangkat dari suatu anggapan bahwa dalam
kenyataan sehari-hari organisasi merupakan hasil dari hubungan
kemanusiaan (Human Relations). Teori ini beranggapan bahwa organisasi
dapat diurus dengan baik dan dapat mencapai sasaran yang ditetapkan
apabila terdapat hubungan antarpribadi yang serasi. Hal itu dapat
berlangsung antara pimpinan dengan bawahan, pimpinan dengan
pimpinan, bawahan dengan pimpinan atau bawahan dengan bawahan.
Berdasarkan teori di atas dapat diketahui bahwa hubungan antarpribadi
atau interpersonal pimpinan dengan karyawan dapat mempengaruhi perilaku
karyawan ke arah yang diinginkan oleh organisasi sehingga dapat mendorong
setiap anggota organisasi untuk bekerja sama ke arah pencapaian tujuan
organisasi.
Komunikasi antarpribadi (Interpersonal Communication) merupakan
komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau
lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang dan terjadi timbal
balik pada saat itu juga. Seperti yang dikemukakan oleh Arni Muhammad
(2007:159) mengatakan bahwa: “Komunikasi interpersonal adalah proses
pertukaran informasi di antara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya
atau biasanya di antara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya“.
45
Selain itu komunikasi antarpribadi atau komunikasi interpersonal
merupakan komunikasi yang efektif untuk mengubah sikap, maupun perilaku
orang lain. Seperti yang dikemukakan oleh Onong Uchjana Effendy (2000:78)
bahwa : “Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara komunikator
dengan seorang komunikan yang sifatnya dialogis dan dapat mengubah sikap,
pendapat, maupun perilaku seseorang”.
Untuk menumbuhkan hubungan interpersonal antara pimpinan dengan
karyawannya, ada beberapa faktor yang mempengaruhinya seperti sikap percaya,
sikap terbuka, dan sikap memberi dukungan (suportif). Hal ini seperti yang
dikemukakan oleh Tjutju Yuniarsih, dkk (1997:94), bahwa :
Komunikasi interpersonal adalah proses interaksi perseorangan yang
berlangsung secara individual. Ada beberapa faktor yang bisa
menumbuhkan jenis hubungan ini, yaitu: 1) rasa percaya diri, yang tumbuh
oleh adanya sikap menerima, empati dan kejujuran; 2) kebutuhan untuk
saling berhubungan satu sama lain; 3) sikap suportif adalah sikap yang
mengurangi sikap defensif dalam komunikasi, maksudnya ialah sikap yang
memberikan dukungan (dorongan), bukan penolakan; 4) sikap terbuka
bukan dogmatisme.
Selain itu faktor lain yang menjadikan komunikasi interpersonal dapat
berjalan efektif menurut pendapat Kumar yang dikutip Wiryanto (2005:36)
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
Keterbukaan
Empati
Dukungan
Rasa Positif
Kesetaraan
Sedangkan menurut Richard M. Steers yang dikutip Magdalena Jamin
(1985:126) ciri dari komunikasi efektif yaitu memiliki sikap terbuka, dan adanya
dukungan bersama dalam berkomunikasi.
46
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam berkomunikasi secara
interpersonal membutuhkan adanya kerjasama dari setiap individu untuk
berkomunikasi secara terbuka, memberi dukungan, maupun bersikap empati
terhadap orang lain. Selain itu harus ada sikap saling percaya dalam pekerjaan
sehingga akan timbul komunikasi yang efektif. Bila sudah terjadi komunikasi
yang efektif maka secara tidak langsung efektivitas kerja pun akan meningkat
sehingga penyelesaian pekerjaan akan tepat waktu dan menghasilkan informasi
yang tepat pula bagi pengambilan keputusan.
Berdasarkan uraian di atas, maka alur pemikiran/model kerangka berpikir
penelitian ini dapat dilihat dengan jelas dalam model di bawah ini :
Gambar 2.4
Pola Model Kerangka Berpikir
Komunikasi Interpersonal
(Variabel X)
INDIKATOR
1.
2.
3.
4.
5.
Keterbukaan
Empati
Dukungan
Rasa Positif
Kesetaraan
Efektivitas Kerja
(Variabel Y)
INDIKATOR
1. Ketepatan waktu
2. Ketercapaian Tujuan
3. Pelaksanaan yang
efektif dan efisien
4. Kelancaran kerja
47
1. Asumsi
Asumsi dapat memberikan suatu batasan tertentu terhadap penelitian,
sehingga tidak akan terjadi suatu pembahasan yang melenceng atau melebar dan
tetap fokus pada permasalah yang diteliti.
Menurut Komaruddin (1974:23) bahwa :
Asumsi adalah sesuatu yang dianggap tidak mempengaruhi atau dianggap
konstan. Asumsi menetapkan faktor-faktor yang diawasi. Asumsi dapat
berhubungan dengan syarat-syarat, kondisi-kondisi dan tujuan. Asumsi
memberikan hakekat, bentuk dan arah argumentasi.
Berkaitan dengan hal itu, maka penulis mengajukan asumsi penelitian
sebagai berikut :
1. Selama penelitian berlangsung struktur organisasi dan susunan karyawan
tidak mengalami perubahan.
2. Tingkat pendidikan dan kemampuan karyawan dianggap cukup memadai
3. Sarana dan prasaran dianggap sudah memadai
4. Pola kepemimpinan dianggap mendukung
2. Premis
Suatu anggapan dasar yang dijadikan landasan dan diyakini kebenarannya
oleh penulis disebut premis. Komaruddin (1974:202) menjelaskan bahwa :
“Sesuatu yang dianggap benar sebagai suatu keputusan yang akan diterima
sebagai kebenaran“.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dalam penelitian ini penulis
mengemukakan premis sebagai berikut :
48
1. Sumber daya manusia merupakan unsur yang paling dominan dalam
pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan efisien
2. Dalam organisasi perlu adanya komunikasi untuk mencapai tujuan.
3. Efektivitas kerja tidak akan optimal apabila tidak ada komunikasi yang
harmonis antara pimpinan maupun dengan bawahan.
C. Hipotesis
Hipotesis atau hipotesa adalah suatu kesimpulan yang bersifat sementara
dalam suatu penelitian. Suharsimi Arikunto (2002:64) mengemukakan bahwa :
“Hipotesis dapat diartikan sebagai jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian sampai terbuka melalui data yang terkumpul“.
Dilain pihak hipotesis juga sangat berguna untuk mengarahkan penelitian
yang tengah atau akan dilaksanakan sebagaimana yang dikemukakan oleh
Komarudin (1974:41) bahwa : “Hipotesis adalah kesimpulan atau perkiraan yang
tajam dan cermat yang dirumuskan dan untuk sementara diterima untuk
menjelaskan kenyataan, peristiwa-peristiwa yang diperhatikan dan untuk
penelitian yang lebih jauh”.
Dari uraian di atas sampailah pada hipotesis berikut : “Terdapat peranan
yang
positif
dari
komunikasi
interpersonal
meningkatkan efektivitas kerja karyawan”.
pimpinan
dalam
upaya
Download