3 TINJAUAN PUSTAKA Fosfor (P) dan Perannya

advertisement
3
TINJAUAN PUSTAKA
Fosfor (P) dan Perannya pada Tanaman
Fosfor merupakan unsur hara penting yang dibutuhkan oleh tanaman agar
tumbuh dengan sehat. Jumlah yang diperlukan oleh tumbuhan diperkirakan
mencapai 2 mg atom per liter unsur hara (Loveless 2000). Berbeda dengan
nitrogen yang jumlahnya melimpah dan dapat diperoleh melalui fiksasi biokimia,
ketersediaan fosfor di alam cukup terbatas. Dalam tanah, jumlahnya berada pada
kisaran 400-1200 mg kg-1 tanah. Adanya fosfor pada tanah dapat diperoleh
melalui pemupukan, kotoran hewan, residu tanaman, limbah industri dan
domestik, disamping senyawa fosfor alami baik organik maupun anorganik yang
memang telah tersedia dalam tanah (Krishnaveni 2010).
Fosfor yang diserap tanaman berada dalam bentuk terikat dengan molekulmolekul lainnya dalam tumbuhan. Fosfor yang terikat pada lipid membentuk
fosfolipid yang merupakan bagian dari membran plasma tumbuhan (Campbell et
al. 2000). Fosfor disimpan dalam biji sebagai fitin.
Pada tumbuhan, peran fosfor berhubungan dengan mekanisme biokimia
yang menyimpan energi dan kemudian memindahkannya ke dalam sel-sel hidup
diantaranya sebagai komponen ATP, asam nukleat, dan banyak substrat
metabolisme, serta sebagai kofaktor enzim. Selain itu fosfor juga berpartisipasi
dalam fosforilasi berbagai senyawa perantara fotosintesis dan respirasi (Loveless
2000). Kekurangan unsur P pada tanaman dapat menyebabkan gangguan dalam
metabolisme salah satunya ialah hambatan dalam sintesis protein. Sintesis protein
terjadi pada tahap awal pembelahan sel saat proses pertumbuhan sehingga
kekurangan unsur ini dapat menyebabkan tehambatnya pertumbuhan. Kekurangan
unsur ini pada tanaman dapat diamati oleh adanya perubahan pada warna daun
menjadi keunguan akibat penumpukan gula.
Rizobakteria Pemacu Pertumbuhan Tanaman
Rizosfer merupakan area pada tanah yang dipengaruhi oleh akar tanaman.
Pada rizosfer terjadi pelepasan sejumlah substrat oleh akar yang dapat
mempengaruhi aktifitas mikroorganisme (Barea et al. 2005). Mikroorganisme
4
terutama bakteri hidup dengan mengkolonisasi daerah perakaran ini. Keberadaan
bakteri rizosfer ini memberikan keuntungan bagi tanaman dengan membantu
meningkatkan pertumbuhan tanaman. Oleh karena perannya sebagai pemacu
pertumbuhan tanaman, maka kelompok bakteri ini disebut rizobakteria pemacu
pertumbuhan tanaman atau Plant Growth Promoting Rizobakteria (PGPR).
PGPR dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui mekanisme
langsung maupun tidak langsung. PGPR secara langsung dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman dengan menghasilkan senyawa fitohormon seperti auksin
dalam
bentuk
IAA
(Ashrafuzzaman
et
al.
2009),
menghasilkan
1-
Aminocyclopropane-1-Carboxylate (ACC) deaminase (Husen et al. 2011), dan
menyediakan mineral tertentu seperti fosfat yang dibutuhkan oleh tanaman
melalui mekanisme pelarutan (Ekin 2010). Burkholderia sp. merupakan salah satu
kelompok bakteri PGPR yang telah dilaporkan mampu memproduksi IAA (InuiKishi et al. 2012). IAA diketahui dapat menstimulasi pertumbuhan akar lateral
sehingga dapat mempermudah tanaman untuk menjangkau mineral dalam tanah
dan menyediakan situs yang lebih jauh untuk infeksi dan nodulasi bakteri
penambat nitrogen.
Sementara itu, aktivitas pemacuan pertumbuhan tanaman secara tidak
langsung berkaitan dengan produksi senyawa-senyawa metabolit seperti
antibiotik, siderofor, atau asam sianida. Senyawa-senyawa tersebut diketahui
memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan patogen tanaman.
Mekanisme pengendalian patogen oleh bakteri PGPR umumnya dilakukan dengan
cara mengurangai pertumbuhan saprofitik patogen dan kemudian mengurangi
frekuensi infeksi akar melalui mekanisme antagonis dan atau dengan
menstimulasi resistensi sistemik yang diinduksi (ISR, Induced Systemic
Resistance). Kelompok bakteri Pseudomonas merupakan contoh bakteri yang
menggunakan kedua jenis mekanisme tersebut dalam melawan serangan patogen.
Pseudomonas sp. juga diketahui memproduksi siderofor yang dapat mengkelat
besi dalam upayanya mengendalikan Fusarium dan Pythium di dalam tanah
(Barea et al. 2005).
5
Rizobakteria Pelarut Fosfat
Mikroorganisme dari tanah telah lama diketahui merupakan bagian
terpenting dari kehidupan di dunia karena mikroorganisme tersebut menjadi
bagian dari sistem biologi dan kimia, serta kehidupan flora, fauna, dan kehidupan
mikroorganisme itu sendiri. Salah satu perannya yang penting dalam ekosistem
ialah mikroorganisme tersebut dapat menyediakan unsur-unsur yang dibutuhkan
oleh tanaman. Mikroba dapat merombak bahan organik, mensintesis, dan
melepaskannya kembali dalam bentuk bahan organik yang tersedia bagi tanaman
(Widiawati & Suliasih 2006). Rizobakteria yang dapat melarutkan mineral seperti
fosfat dinamakan bakteri pelarut fosfat.
Ketersediaan fosfat di alam dibatasi oleh banyaknya unsur tersebut yang
menyatu
membentuk
persenyawaan
dengan
unsur-unsur
lain.
Menurut
Schachtman et al. (1998), sebanyak lebih dari 80% fosfat yang dimasukkan ke
tanah dalam kegiatan pemupukan menjadi tidak mobil atau hanya kurang dari
10% yang masuk ke dalam siklus tanaman-hewan (Panhwar et al. 2011). Pada
tanah-tanah masam, fosfat bersenyawa dengan alumunium (Al) membentuk Alfosfat dan besi (Fe) membentuk Fe-fosfat. Sedangkan pada tanah basa, fosfat akan
bersenyawa dengan kalsium (Ca) membentuk Ca-fosfat (Trivedi & Pandey 2007).
Bentuk terikat seperti ini tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman.
Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ion H2PO4-, HPO42-, dan PO42- (Suliasih
& Rahmat 2007). Oleh karena itu peran bakteri pelarut fosfat diperlukan untuk
membantu menguraikan ikatan persenyawaan agar dapat digunakan oleh tanaman.
Galur Bacillus sp. merupakan salah satu kelompok bakteri yang banyak
dilaporkan memiliki kemampuan dalam melarutkan fosfat
(Sugumaran &
Jonarthanam 2007; Girgis et al. 2008; Kumar & Chandra 2008). Bakteri tersebut
dilaporkan mampu membentuk zona bening ketika ditumbuhkan pada media agar
cawan Pikovskaya yang ditambahkan fosfat dengan diamater yang berbeda-beda.
Bakteri lainnya yang memiliki kemampuan melarutkan fosfat ialah Pseudomonas,
Klebsiella aerogenis, Chromobacterium lividum, Flavobacterium breve (Suliasih
& Rahmat 2007), Artrobacter ureafaciens, Phyllobacterium myrsinacearum,
Rhodococcus erythropolis, Gordonia sp. (Chen et al. 2006), Enterobacter dan
Serratia marcescens (Lu & Huang 2010).
6
Mekanisme Pelarutan Fosfat oleh Bakteri Pelarut Fosfat
Bakteri pelarut fosfat dapat meningkatkan ketersediaan unsur mineral
tersebut dengan berbagai cara yaitu memproduksi asam organik, pembentukan
kelat, dan reaksi pertukaran. Bakteri pelarut fosfat diketahui dapat menghasilkan
asam organik yang ditandai dengan menurunnya pH media. Chen et al. (2006)
melaporkan terdapat delapan jenis asam organik berbeda yang dihasilkan oleh
bakteri pelarut fosfatnya yaitu asam citric, asam lactic, asam gluconic, asam
propionic, asam succinic, dan 3 jenis asam lain yang tidak teridentifikasi. Hasil ini
diperoleh melalui analisis menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi. Hal
serupa juga pernah dilaporkan oleh Rodriguez et al. (2004). Diantara sejumlah
asam organik yang diketahui dapat melarutkan ikatan fosfat, asam gluconic-lah
yang paling sering berperan dalam melarutkan fosfat karena dihasilkan oleh
banyak bakteri pelarut fosfat diantaranya Pseudomonas sp., Erwinia herbicola, P.
cepacia, dan Burkholderia cepacia (Rodriguez & Fraga 1999).
Meningkatnya asam organik pada media yang diikuti dengan penurunan pH
menyebabkan larutnya kalsium-fosfat. Asam organik dapat secara langsung
memicu pelarutan fosfat melalui mekanisme mediasi proton ataupun ligan
(Ullman & Welch 2002). Asam-asam organik ini akan membentuk kelat dengan
kation alumunium, besi, atau kalsium yang terikat pada fosfat dan sehingga
membentuk ion H 2 PO 4 - yang dapat dimanfaatkan langsung oleh tanaman
(Suliasih & Rahmat 2007). Mekanisme seperti ini umum terjadi pada pelarutan
fosfat anorganik. Pada fosfat organik seperti asam nukleat, polifosfat, fosfolipid
mekanisme pelarutannya berbeda dengan asam anorganik yaitu dengan
menggunakan enzim fosfatase (Ponmurugan & Gopi 2006). Reaksi defosforilasi
ini melibatkan hidrolisis ikatan fosfoester. Beberapa jenis enzim yang
dikelompokkan dalam fosfatase ialah 3’-nukleotidase, 5’-nukleotidase, dan
hexose fosfatase. Bakteri yang memiliki aktivitas fosfatase tinggi juga memilki
kemampuan melarutkan fosfat yang tinggi.
Pengaruh Inokulasi Bakteri Pelarut Fosfat pada Tanaman
Penelitian mengenai pemberian inokulan bakteri pelarut fosfat pada
tanaman telah banyak dilakukan. Berbagai laporan menunjukkan bahwa inokulasi
7
bakteri pelarut fosfat pada tanaman dapat meningkatkan sejumlah variabel
pertumbuhan tanaman. Aplikasi Bacillus pelarut fosfat PSB 9 dan PSB 16 pada
tanaman padi mampu meningkatkan jumlah klorofil dan daun yang berfotosintesis
dan oleh karena itu meningkatkan produktivitas padi aerobik (Panhwar et al.
2011). Sementara itu, Noor (2003) melaporkan pemberian bakteri pelarut fosfat
pada tanaman kedelai dapat meningkatkan jumlah bintil akar, bobot kering akar,
dan bobot kering tanaman.
Pemberian inokulan bakteri tidak hanya dapat dilakukan oleh satu jenis
bakteri dengan kemampuan tertentu. Beberapa percobaan yang mencampurkan
bakteri pelarut fosfat dengan kelompok bakteri lain juga diketahui dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman tersebut. Kombinasi bakteri pelarut fosfat
dan pelarut kalium yang diinokulasikan pada benih tanaman diketahui dapat
meningkatkan penyerapan mineral oleh tanaman. Han et al. (2006) melaporkan
bahwa inokulasi bakteri pelarut fosfat dan kalium secara bersama-sama pada
tanaman cabai dan timun dapat meningkatkan ketersediaan P dan K dalam tanah.
Selain itu juga dapat meningkatkan penyerapan kedua unsur tersebut pada batang
dan akar tanaman, serta meningkatkan pertumbuhan buah. Respon yang sama juga
terjadi pada tanaman terung yang diberikan inokulan bakteri pelarut fosfat dan
kalium (Han & Lee 2005).
Sementara itu pada tanaman kedelai, campuran rizobakteria bakteri pelarut
fosfat yang terdiri atas P. fluorescens, Chryseobacterium balustinum, dan Serratia
fonticola dengan bakteri penambat nitrogen Sinorhizovium fredii dilaporkan dapat
meningkatkan berat kering daun (Lucas Garcia et al. 2004). Peningkatan pada
berat kering daun dapat diartikan sebagai peningkatan kualitas fotosintesis.
Sebuah percobaan pemberian inokulan sejumlah mikroorganisme pelarut fosfat
berbeda yaitu Bacillus sp., P. stutzeri, Penicillium vermiculatum, dan Aspergillus
niger dengan B. japonicum menggunakan pot-pot tanaman terhadap tanaman
kedelai berhasil mengingkatkan berat polong, biji, dan tajuk tanaman. Selain itu
juga dapat meningkatkan serapan nitrogen dan P 2 O 5 baik pada tajuk maupun biji
kedelai. Bahkan, pemberian kombinasi mikrooganisme tersebut mampu
memberikan produksi kedelai yang lebih baik dibandingkan hasil yang diperoleh
melalui pemberian pupuk konvensional super fosfat (Sandeep et al. 2008).
8
Tidak hanya dalam skala kecil, sejumlah percobaan di tanah lapang juga
memberikan hasil positif. Inokulasi bakteri penambat nitrogen B. japonicum galur
USDA 110 dengan bakteri pelarut fosfat yang dilakukan pada tiga wilayah
berbeda di delta sungai Mekong diketahui dapat meningkatkan jumlah dan berat
kering bintil akar, serta meningkatkan ketersediaan mineral pada tanah dan
serapan mineral pada tanaman. Sejumlah komponen produksi seperti jumlah total
polong, jumlah polong isi, jumlah polong kosong, dan berat 100 biji juga
mengalami peningkatan, sehingga mampu mengurangi biaya produksi kedelai
(Son et al. 2006). Argaw (2012) juga melaporkan inokulasi kelompok bakteri
yang sama ditambah dengan pupuk kimia N dan P 2 O 5 masing-masing sebanyak
46 kg ha-1
terhadap tanaman kedelai di tanah lapang dapat meningkatkan
pertumbuhan dan produktivitas tanaman tersebut. Meskipun demikian sejumlah
variabel seperti waktu pematangan, berat 300 biji, dan panjang akar tidak
mengalami peningkatan secara signifikan. Sementara itu, penelitian terhadap
kandungan protein pada biji kedelai yang diinokulasi dengan campuran
rizobakteria pelarut fosfat dan penambat N diketahui bahwa perlakuan tersebut
dapat membantu akumulasi protein pada biji kedelai (Stefan et al. 2009).
Sejumlah respon positif oleh tanaman yang diberi inokulasi bakteri pelarut fosfat
ini pada akhirnya memberikan harapan potensi penggunaan bakteri-bakteri ini
untuk pupuk hayati untuk mengurangi penggunaan pupuk anorganik NPK.
Download