BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis gas

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Analisis gas hembus napas manusia secara modern sudah dikembangkan
sejak lama, dipelopori oleh penemuan Linus Pauling pada tahun 1971 tentang
senyawa organik yang mudah menguap (volatile organics compound (VOC))
dalam gas hembus napas manusia (Miekisch, 2004). Penemuan tersebut, bersama
dengan penelitian tentang napas manusia yang sudah lebih dulu dilakukan, telah
memicu ketertarikan riset tentang analisis gas hembus napas manusia untuk
diagnosis suatu penyakit yang bersifat non invasive. Sampai saat ini, dalam
pernapasan manusia normal telah teridentifikasi lebih dari 1000 jenis senyawa
organik yang mudah menguap yang berada pada konsentrasi ppb (part per billion
= 10-9 atm) sampai ppt (part per trillion = 10-12 atm ). Sekitar 35 jenis senyawa
diantaranya telah ditetapkan sebagai gas biomarker (penanda biologis) untuk
penyakit tertentu (Wang, 2009).
Salah satu keunggulan utama dari metode analisis gas hembus napas adalah
dapat dilakukan kepada semua orang di segala usia dan tanpa menimbulkan risiko
pada pasien. Selain itu, diagnosis semacam ini lebih menguntungkan karena
bersifat non invasive and painless (tidak merusak dan menyakiti) (Dowlaty,
2013). Secara teori, metode analisis pada gas hembus napas manusia seharusnya
memungkinkan untuk
perkembangan
dapat
penyakit,
pengobatan/perawatan
mendiagnosis
maupun
(Monks,
penyakit
menentukan
2010).
Meskipun
tertentu,
respon
memantau
terhadap
demikian,
tipe
rendahnya
1
2
konsentrasi dari senyawa gas biomarker di dalam gas hembus napas manusia
memberikan
tantangan
tersendiri
bagi
proses
pengukurannya,
sehingga
dibutuhkan sebuah instrumen yang sangat sensitif dan sangat selektif dalam
mendeteksi dan mengukur konsentrasi gasnya (Curdy, 2007).
Dalam rangka untuk mendeteksi gas biomarker, berbagai macam metode
telah banyak dikembangkan dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini (Wojtas,
2012). Kemajuan terbaru dalam spektroskopi laser, sebagai sebuah instrumen
yang mempunyai sensitifitas dan selektifitas tinggi dan juga tersedianya berbagai
macam sumber radiasi laser, memungkinkan dilakukannya metode analisis napas
manusia yang real time, cepat dan hasil pengukuran yang akurat. Melalui teknik
spektroskopi laser, telah terdeteksi secara aktual 14 jenis gas penanda biologis
pada sampel napas manusia diantaranya gas aseton (C3H6O) sebagai penanda
biologis penyakit diabetes mellitus (DM), gas ammonia (NH3) untuk gagal ginjal,
helicobacter pylori dan liver, gas etilen (C2H4) untuk kerusakan kulit manusia
akibat radiasi UV dan peroksidasi lipid (Wang, 2009).
Metode analisis gas hembus napas telah dikembangkan untuk diagnosis
penyakit DM tipe 2. Penyakit DM merupakan penyakit yang timbul akibat
meningkatnya kadar glukosa dalam darah yang disebabkan adanya defisiensi
insulin atau menurunnya kemampuan tubuh untuk menggunakan insulin. Diabetes
dapat dibagi menjadi diabetes tipe 1, diabetes tipe 2, diabetes gestasional dan pradiabetes (Deng, 2004). DM tipe 2 adalah bentuk yang paling umum dari diabetes.
Prevalensi penyakit DM di dunia terus meningkat, pada tahun 1995 mencapai
4,0% dan diperkirakan pada tahun 2025 menjadi 5,4%. Data dari WHO
3
menyebutkan bahwa angka kejadian DM di Indonesia mendekati 4,6%, padahal di
negara berkembang DM menyerang masyarakat yang berada pada usia produktif,
yaitu sekitar 45 sampai 65 tahun (Andayani, 2006). Pada penderita DM terdapat
kadar glukosa yang tinggi dalam darah dan menyebabkan terjadinya pembentukan
aseton. Aseton yang terbentuk, terdeteksi melalui konsentrasinya yang ada di hati
dan paru-paru sehingga dapat dideteksi melalui pernapasan manusia (Alan, 2000).
Spektroskopi fotoakustik (SFA) sebagai salah satu teknik spektroskopi laser
dalam beberapa tahun terakhir ini telah terbukti cepat dan akurat dalam
aplikasinya untuk mengukur konsentrasi gas penanda biologis pada gas hembus
napas manusia. Teknik SFA telah digunakan secara spesifik untuk menentukan
kandungan etilen, amonia, nitrogen oksida dan beberapa senyawa potensial lain
dalam napas manusia (Navas, 2012). Prinsip SFA adalah mendeteksi gelombang
suara (akustik) yang timbul akibat serapan radiasi foton (laser) oleh sampel gas.
Sensitivitas spektrometer FA dalam deteksi gas semakin baik dengan
dikenalkannya konfigurasi intrakavitas dan perbaikan desain sel FA. Konfigurasi
spektrometer FA intrakavitas yakni menempatkan sel FA dalam rongga laser
(Harren, 1990). Dengan konfigurasi tersebut, akan membuat penggunaan daya
radiasi bertambah tinggi sehingga akan meningkatkan sinyal serapan. Untuk
beberapa gas seperti etilen dan SF6 diperoleh batas deteksi terendah (BDT)
mencapai orde ppt, sementara untuk beberapa gas lainnya BDT nya lebih tinggi
akibat kurang tepatnya antara frekuensi laser dan sifat serapan molekular gasnya
(Harren, 2000) .
4
Pada penelitian ini, metode SFA dengan sumber radiasi laser CO2
diaplikasikan untuk mengukur konsentrasi gas aseton pada sampel napas pasien
penderita DM tipe 2 dan juga pada sampel napas relawan sehat sebagai kontrol.
Laser CO2 menghasilkan panjang gelombang pada daerah inframerah yaitu antara
9 – 11 𝜇m. Pada daerah panjang gelombang tersebut, lebih dari 40 macam gas
lacakan (trace gases) dapat dideteksi (Mitrayana, 2008). Aseton memiliki susunan
molekul yang lebih besar dibandingkan dengan senyawa-senyawa organik yang
mudah menguap lainnya. Secara umum telah diketahui bahwa molekul yang lebih
besar memliki sifat serapan yang lebar karena karena sejumlah besar transisitransisi vibrasionalnya dan garis-garis rotasional yang berjarak dekat (Arslanov,
2011). Oleh karenanya, merupakan sebuah tantangan untuk mengukur senyawa
organik yang lebih besar seperti aseton dengan spektroskopi serapan laser pita
sempit. Dengan menerapkan konfigurasi intrakavitas, daya yang diradiasikan ke
dalam sel sebagai tempat interaksi antara sampel gas dan radiasi laser, akan
semakin besar, sehingga sinyal FA yang dihasilkan akan semakin tinggi.
Sampel napas diperoleh dari relawan pasien DM tipe 2 di RSUP. Dr.
Sardjito yang dipantau glukosa darahnya (GDP) dengan usia > 45 tahun, dan
relawan sehat (normal) yang berusia 20-35 tahun. Untuk mendapatkan garis
serapan laser tertinggi untuk aseton, dilakukan scanning serapan garis laser untuk
gas aseton standar (kemurnian 99%). Proses pengambilan sampel dilakukan
secara bertahap dan terpisah. Dan sebagai wadah penampungan sampel,
digunakan sample bag dan kuvet kaca.
5
1.2
Rumusan Masalah
Berdasar uraian di atas maka dirumuskan permasalahan untuk penelitian ini
sebagai berikut:
1. Optimasi daya laser pada spektrometer fotoakustik laser CO2 konfigurasi
intrakavitas.
2. Pengukuran konsentrasi gas aseton pada relawan pasien diabetes mellitus
tipe 2 dan relawan sehat dengan menggunakan alat spektrometer
fotoakustik laser CO2.
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian adalah sebagai berikut :
1. Mengoptimasi daya laser pada spektrometer fotoakustik laser CO2
konfigurasi intrakavitas.
2. Mengukur konsentrasi gas aseton dan mengamati perbedaan konsentrasi
gas aseton antara relawan pasien diabetes mellitus tipe 2 dan relawan
sehat.
1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat yang di harapkan dari penelitian ini antara lain :
1. Memahami karakteristik spektrometer fotoakustik laser CO2 konfigurasi
intrakavitas untuk memperoleh daya laser yang optimal dan BDT gas
aseton yang rendah.
6
2. Mengetahui dan memahami kinerja spektrometer fotoakustik laser CO2
konfigurasi intrakavitas dalam mendeteksi dan mengukur konsentrasi gas
aseton dalam sampel napas.
3. Mengetahui besar konsentrasi gas aseton dan perbedaan konsentrasi gas
aseton antara relawan pasien diabetes mellitus tipe 2 dan relawan sehat.
4. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain dibidang spektroskopi
fotoakustik khususnya untuk deteksi gas aseton pada pasien penderita
diabetes mellitus tipe 2 menggunakan alat spektrometer fotoakustik laser
CO2.
1.5
Batasan Masalah
Adapun batasan masalah yang ditetapkan dalam penelitian ini antara lain :
1. Alat yang digunakan adalah spektrometer fotoakustik laser CO2
intrakavitas, scrubber KOH dan CaCl2.
2. Sampel (gas hembus napas relawan) ditangkap dan dimasukkan dalam
sample bag dan kuvet kaca.
3. Gas/ sampel diukur pada suhu ruangan (tidak mengalami perubahan).
4. Jenis penyakit yang ditinjau adalah diabetes mellitus tipe 2.
5. Objek pengambilan sampel yakni relawan pasien DM usia lebih dari 45
dan relawan sehat usia 20-35 tahun, masing-masingberjumlah 10 orang.
6. Kriteria pengambilan sampel untuk relawan pasien diabetes mellitus
berdasarkan catatan medis glukosa darah (GDP) dan diagnosis dokter,
tidak bergantung pada riwayat penyakit serta treatment khusus (terapi
7
insulin) yang pernah dijalani selama dirawat dirumah sakit, sedangkan
pada relawan sehat dinilai sehat secara jasmani dan belum pernah
menderita penyakit kronis lainnya.
Download