1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Semak Daun merupakan salah satu pulau yang berada di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Pulau ini memiliki daratan seluas 0,5 ha yang dikelilingi karang penghalang (barrier reef) sehingga terbentuk perairan dangkal terlindung (perairan karang dalam/gosong) yang relatif luas (315 ha) (Soebagio 2005). Pemanfaatan sumberdaya alam utama di perairan ini adalah perikanan, baik perikanan tangkap maupun budidaya. Kegiatan penangkapan yang dilakukan masyarakat setempat umumnya penangkapan ikan karang konsumsi dan ikan hias. Seiring dengan pertambahan penduduk kota Jakarta, mendorong nelayan untuk menangkap lebih karena tingginya permintaan akan ikan konsumsi. Masuknya teknologi penangkapan juga membuat alat tangkap menjadi lebih modern yang terkadang meninggalkan konsep ramah lingkungan. Hal ini terlihat dengan masih dilakukannya penangkapan dengan bahan kimia di beberapa tempat di Kepulauan Seribu sehingga mengakibatkan rusaknya hamparan terumbu karang yang merupakan habitat bagi ikan hias dan biota laut lainnya (Estradivari et al. 2007). Hal ini menunjukkan bahwa sumberdaya perikanan di Kepulauan Seribu pada umumnya cenderung mengalamai ancaman, baik tangkap lebih (overfishing) maupun kerusakan habitat. Fenomena tangkap lebih terlihat dari semakin sulitnya mendapatkan hasil tangkapan, variasi jenis hasil tangkap yang semakin sedikit serta ukuran individu tertangkap yang semakin kecil. Keragaman spesies ikan karang semakin berkurang akibat ekstraksi yang berlebih terhadap sumberdaya tersebut dan hasil tangkapan nelayan semakin menurun (Suwandi et al. 2001; Nirmala 2003). Estradivari et al. (2007) dalam pemantauan terumbu karang Kepulauan Seribu tahun 2004 dan 2005 mendapatkan bahwa 10 jenis ikan dominan yang ada secara keseluruhan mengalami kecenderungan penurunan kelimpahan, baik berdasarkan pengamatan sensus visual maupun hasil tangkapan nelayan. LAPI-ITB (2001) in Estradivari et al. (2007) menyebutkan adanya indikasi tangkap lebih berdasarkan angka CPUE (catch per unit of effort). Menurut Sumiono et al. (2002), tingkat 2 pemanfaatan sumberdaya ikan dapat dideteksi dengan suatu kombinasi sejumlah indikator, yaitu indikator stok yang meliputi: 1. hasil tangkapan per satuan upaya (catch per unit of effort atau CPUE), 2. hasil tangkapan total yang didaratkan, 3. rata-rata bobot ikan, dan indikator biologi dan ekologi, yaitu : 1. parameter populasi, 2. struktur umur/struktur ukuran, 3. komposisi spesies dalam komunitas. Uraian diatas menunjukkan bahwa sumberdaya ikan di Pulau Semak Daun memiliki resiko yang tinggi terhadap adanya perubahan, baik akibat kerusakan habitat maupun penangkapan. Oleh karena itu diperlukan suatu tindakan nyata untuk mengontrol dan mengelola sumberdaya ikan di perairan tersebut. Berbagai penelitian telah dilakukan di Kepulauan Seribu, namun seluruhnya mengkaji secara terpisah komponen-komponen ekosistem maupun indikator pemanfaatan sumberdaya ikan. Di lain pihak Cochrane (2002) menyatakan pentingnya pengelolaan dengan orientasi ekosistem (Ecosystem Based Fisheries Management, EBFM). Hal ini didasari kenyataan bahwa populasi akuatik tidak hidup dalam isolasi, melainkan sebagai komponen suatu ekosistem kompleks dan menempati posisi tertentu dalam suatu rantai makanan. Komponen tersebut terdiri dari komponen biologi yang mencari makan di dalamnya, menjadi makanan di dalamnya (mangsa), atau bersaing dengan populasi atau stok yang ada. Populasi tersebut secara tidak langsung dihubungkan melalui jejaring makanan sesuai tingkat trofiknya sehingga satu sama lain saling mempengaruhi. Bila satu bagian komponen ekosistem terkena dampak, maka akan mempengaruhi kesetimbangan alami dari ekosistem yang bersangkutan. Pengkajian tentang struktur trofik pada komunitas ikan sangat diperlukan mengingat fungsi penting komunitas ikan dalam menyokong ekosistem dan merupakan organisme terbanyak di ekosistem terumbu karang (Hall 1999). Dari berbagai jenis ikan yang ada, peran terpenting adalah ikan herbivor, yaitu dalam mengurangi populasi makroalga bentik yang berkompetisi ruang dengan koral dan invertebrata lain. Gerombolan ikan yang berlindung di terumbu karang berperan 3 dalam meningkatkan laju pertumbuhan koral melalui suplai nitrogen. Kelompok lain, yaitu ikan predator berperan dalam mengontrol populasi invertebrata bentik. Menurut Mc Connel (1994), setidaknya terdapat 2000 spesies ikan yang terdapat di perairan karang, yang terdiri dari berbagai kelompok trofik. Tingkatan trofik menggambarkan tahapan transfer material atau energi dari setiap tingkat atau kelompok ke tingkat berikutnya, yang dimulai dengan produser primer, konsumer primer (herbivor), kemudian sekunder, tersier, dan diakhiri dengan predator puncak. Pada dasarnya tingkat trofik (trophic level) merupakan urut-urutan tingkat pemanfaatan pakan atau material dan energi seperti yang tergambarkan oleh rantai makanan (food chain). Mc. Clanahan & Mangi (2004) menyatakan bahwa penangkapan dapat merubah kelimpahan mutlak dan relatif spesies sehingga merubah komposisi spesies dalam trofik level, dan bahkan merubah biomasa relatif pada berbagai trofik level. Kegiatan penangkapan sangat potensial berpengaruh pada semua tingkatan trofik dalam ekosistem. Dengan demikian pendekatan trofik level dapat digunakan untuk mengevaluasi kesehatan dan kondisi ekosistem, sehingga merupakan mata rantai awal yang penting dipertimbangkan untuk menjaga keberlanjutan sumberdaya perikanan. Dengan mengkaji struktur trofik kaitannya dengan pengelolaan, maka akan diperoleh konsep pengelolaan sumberdaya perikanan yang mempertimbangkan kestabilan ekosistem. 1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah Sumberdaya ikan di Pulau Semak Daun mengalami penurunan kelimpahan, penurunan ukuran rata-rata individu hasil tangkapan, penurunan keragaman spesies hasil tangkapan, penurunan hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE) dan dominasi spesies berukuran relatif lebih kecil dengan nilai ekonomis yang lebih rendah (Suwandi et al. 2001; Nirmala 2003; Estradivari et al. 2007). Penurunan ukuran dapat diakibatkan oleh selektivitas alat tangkap. Target penangkapan sering ditujukan pada individu berukuran lebih besar dan lebih tua sehingga menurunkan proporsi jumlah individu berukuran besar dan berumur lebih tua dalam populasi. Dengan demikian penangkapan mempengaruhi struktur umur dan struktur ukuran dalam populasi (Mc. Clanahan & Mangi 2004). 4 Penurunan keragaman dan CPUE serta dominansi spesies berukuran relatif lebih kecil dengan nilai ekonomis yang lebih rendah merupakan dampak ekologis tekanan penangkapan dan perubahan habitat. Perubahan habitat terjadi oleh berbagai sebab, yang menonjol di Kepulauan Seribu pada umumnya adalah penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan dan penambangan karang sehingga menyebabkan kerusakan habitat. Dampak lanjut kerusakan habitat menyebabkan terjadinya perubahan biomasa pada trofik level. Pada tingkat komunitas, pengaruh langsung penangkapan menyebabkan pergeseran pemangsa, mangsa, atau pesaing dari komunitas ikan tersebut. Pengaruh tersebut meliputi penurunan biomasa jenis yang semula melimpah dan peningkatan biomasa jenis lainnya yang selanjutnya mengakibatkan perubahan kelimpahan relatif spesies atau komposisi jenis dalam komunitas (Sale 1991), kemudian merubah biomasa relatif pada berbagai trofik level. Tahap berikutnya dari pengaruh penangkapan, adalah pengaruhnya terhadap stok ikan dalam kaitan fungsinya dalam rantai makanan, dan fungsi ekologis lainnya sehingga terjadi pengurangan CPUE karena peningkatan biomasa jenis tertentu tidak cukup untuk menggantikan pengurangan biomasa jenis lain. Terdapat suatu fenomena dampak ekologi aktivitas penangkapan intensif dalam menurunkan food chain, walaupun total biomasa dalam ekosistem tampak konstan (Charles 2001). Hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE) dapat dijadikan sebagai indeks kelimpahan, yang berarti bahwa CPUE disebandingkan dengan biomasa ikan di laut. Dengan asumsi bahwa sediaan (stok) ikan di laut sama, maka peluang mendapatkan hasil akan sama jika dilakukan dengan upaya yang sama. Dengan demikian penurunan CPUE merupakan indikasi adanya penurunan sediaan (stok). Sediaan ikan di laut merupakan fungsi dari parameter lingkungan, dan interaksi biologi, yaitu adanya mangsa pemangsa dan kompetisi. Charles (2001) menyatakan bahwa tahap berikutnya dari pengaruh penangkapan, baik pada populasi maupun komunitas adalah pengaruhnya terhadap stok ikan dalam kaitan fungsinya dalam rantai makanan, atau siklus biogeokimia dan fungsi ekologis lainnya sehingga terjadi pengurangan CPUE karena peningkatan biomasa jenis tertentu tidak cukup untuk menggantikan pengurangan biomasa jenis lain (Sale 1991). 5 Dominansi spesies berukuran relatif lebih kecil dengan nilai ekonomis yang lebih rendah merupakan dampak ekologis dari tekanan penangkapan (Jennings & Polunin 1997). Bila tekanan terhadap sumberdaya meningkat maka penangkapan terhadap spesies bernilai ekonomis tinggi meningkat sehingga berakibat berkurangnya spesies yang bernilai ekonomis tinggi tersebut (Monintja et al. 2006). Bila tekanan penangkapan semakin meningkat, maka ukuran ikan target semakin menurun dan ini akan disertai dengan peningkatan jumlah spesies yang berada pada rantai makanan di bawahnya sehingga dapat terjadi pergeseran target spesies (Jennings & Polunin 1997). Pergeseran target spesies yang terus menerus tanpa disertai usaha konservasi dapat menyebabkan berkembangnya organisme atau spesies yang tidak memiliki nilai ekonomis (Robinson & Frid 2003). Berdasarkan uraian ini, maka pergeseran target spesies dapat dijadikan indikasi adanya tekanan penangkapan terhadap spesies utama bernilai ekonomis tinggi. Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan permasalahan sumberdaya perikanan berkaitan dengan penurunan sumberdaya ikan di Pulau Semak Daun yaitu: 1. Perubahan struktur umur dan struktur ukuran populasi sebagai akibat selektivitas alat tangkap. 2. Adanya perubahan komposisi spesies dalam trofik level melalui interaksi biologi sehingga merubah biomasa relatif pada berbagai trofik level . 3. Terjadinya penurunan rantai makanan akibat perubahan habitat dan akibat penangkapan pada tingkat rantai makanan yang lebih tinggi. 4. Peningkatan biomasa jenis tertentu tidak cukup untuk menggantikan pengurangan biomasa jenis lain sehingga menurunkan sediaan (stok). Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan upaya pengelolaan sumberdaya perikanan yang didasarkan pada suatu kajian ilmiah tentang struktur trofik pada komunitas ikan dan biologi populasinya, dimulai dari tingkat trofik paling rendah hingga ikan karnivor. Dengan demikian maka dampak penangkapan terhadap perubahan komunitas ikan dapat diprediksi guna pengelolaannya agar penangkapan tidak merubah kemampuan populasi berkaitan dengan fungsi ekologisnya dalam ekosistem. 6 1.3 Pendekatan Masalah Pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi banyak hal dan bersifat kompleks, namun secara mendasar bertujuan untuk pemanfaatan sumberdaya yang optimal dan berkesinambungan (Cochrane 2002). Dengan demikian secara luas pengelolaan sumberdaya perikanan tidak terlepas dari upaya konservasi sumber daya ikan dan lingkungannya sehingga pemanfaatan sumberdaya perikanan setidaknya harus didasarkan pada dua pertimbangan mendasar, yaitu pertimbangan biologi dan pertimbangan ekologi (King 1995; Cochrane 2002). A. Pertimbangan Biologi Prinsip yang mendasar dalam pengelolaan sumberdaya perikanan adalah pengertian bahwa stok ikan dan komunitasnya bersifat terbatas yang dibatasi oleh daya dukungnya. Dikemukakan oleh Beverton & Holt (1957) in Sparre & Venema (1999), serta Ricker (1975), bahwa suatu populasi tidak berkembang secara linier melainkan asimptotik. Pada ukuran populasi yang kecil maka peningkatan ukuran populasi akan kecil dan pada ukuran populasi yang sangat besar maka peningkatan populasi secara alamiah juga kecil karena ukuran populasi mendekati daya dukung lingkungan. Sifat populasi yang demikian, jika dieksploitasi secara hati-hati maka populasi tersebut akan mengisi kembali kekurangannya (konsep renewable). Sebagaimana dikemukakan dalam Aksioma Russell (1931) in Pauly (1984) bahwa biomasa suatu populasi (B) akan stabil dalam suatu periode tertentu bila dalam periode tersebut penambahan biomasa (rekrutmen atau R dan pertumbuhan atau G) sama dengan pengurangan biomasa. Dalam suatu populasi yang tidak dieksploitasi, pengurangan biomasa hanya berasal dari kematian alami (M), seperti predasi, penyakit, atau perubahan lingkungan secara drastis. Dalam populasi yang ditangkap, total pengurangan biomasa berasal dari kematian alami ditambah dengan kematian tangkapan (F). Secara umum dituliskan sebagai berikut: Bt = B0 + (R + G) – (M + F) Berdasarkan persamaan tersebut, suatu populasi akan stabil dalam periode tertentu jika F sama dengan M. Pengelolaan perikanan bertujuan untuk 7 memastikan bahwa angka kematian akibat penangkapan tidak melebihi kemampuan populasi untuk mempertahankan produktivitasnya untuk menggantikan angka kematian alami. Artinya, memastikan agar penangkapan tidak merusak kelestarian produktivitas populasi atau dengan kata lain tidak menurunkan kemampuan populasi untuk rekrut. Untuk mencapai tujuan tersebut tidak hanya total populasi yang harus dipertahankan pada suatu kelimpahan atau biomasa tertentu, tetapi struktur umur populasi juga harus dipertahankan sedemikian rupa sehingga mampu mempertahankan tingkat reproduksi, sehingga terjadi rekrutmen untuk menggantikan kehilangan akibat adanya proses kematian. B. Pertimbangan Ekologi Populasi akuatik tidak hidup dalam isolasi, melainkan sebagai komponen suatu ekosistem kompleks dan menempati posisi tertentu dalam suatu rantai makanan. Komponen tersebut terdiri dari komponen biologi yang mencari makan di dalamnya, menjadi makanan di dalamnya (mangsa), atau bersaing dengan populasi atau stok yang ada. Populasi tersebut secara tidak langsung dihubungkan melalui jejaring makanan sehingga satu sama lain saling mempengaruhi. Perubahan suatu populasi tidak hanya berdampak pada populasi itu sendiri, namun juga berpengaruh pada populasi lain dalam kaitan dengan interaksi tersebut. Dalam perannya sebagai mangsa, perubahan populasi mangsa akan mempengaruhi pemangsanya. Kurangnya rekrut karena berkurangnya populasi akan berpengaruh bagi ketersediaan populasi tersebut sebagai mangsa sehingga mempengaruhi pemangsanya (tingkat trofik di atasnya). Dalam perannya sebagai pemangsa, berkurangnya suatu populasi akan menyebabkan berkurangnya jumlah pemangsa sehingga berakibat peningkatan populasi spesies mangsa (tingkat trofik di bawahnya). Keterkaitan ekologis ini mempengaruhi setiap komponen dalam trofik level yang selanjutnya mempengaruhi keseimbangan ekosistem. Garisson & Lingk (2000) in Lopez et al. (2005) menyebutkan bahwa perubahan setiap komponen, dapat berdampak pada komposisi populasi dalam komunitas sehingga harus dipertimbangkan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Selain penangkapan, perubahan habitat juga dapat memberikan pengaruh terhadap distribusi spasial dan kelimpahan ikan. Habitat menyediakan ruang bagi berbagai 8 biota yang hidup didalamnya dan berpengaruh penting terhadap interaksi spesies dan struktur trofik pada umumnya. Secara ringkas pendekatan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Komunitas ikan memiliki struktur yang dibangun oleh adanya hubungan makan memakan diantara komponen penyusunnya, yaitu populasi. Populasi memiliki karakteristik yang bersifat meningkatkan jumlah dan biomasa populasi yaitu pertumbuhan, rekrutmen dan imigrasi, dan karakteristik yang mengurangi jumlah dan biomasa populasi yaitu kematian dan emigrasi. Perubahan habitat dan peningkatan intensitas penangkapan mengakibatkan variabilitas tingkat pertumbuhan, rekrutmen, kematian alami, dan kombinasi lainnya serta mendorong perkembangan populasi jenis lain yang menjadi pesaing bagi spesies tersebut. Keterkaitan ekologis ini terus berlanjut hingga mempengaruhi keseimbangan dalam ekosistem. Diagram alir kerangka teoritis pendekatan masalah tersebut tertera pada Gambar 1. 1.4 Tujuan dan Manfaat A. Tujuan Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Mengkaji struktur trofik pada komunitas ikan 2. Mengkaji parameter populasi dan eksploitasi pada ikan dominan 3. Menganalisa hubungan dan respon dari sumberdaya ikan sebagai akibat keterkaitan trofik level, dinamika populasi dan eksploitasi. B. Manfaat Manfaat penelitian ini adalah: 1. Sebagai infomasi yang dapat dijadikan landasan dalam pengelolaan sumberdaya ikan pada ekosistem terumbu karang, berdasarkan indikator biologi, ekologi dan stok. 2. Sebagai kontribusi dalam perkembangan ilmu pengelolaan sumberdaya perikanan modern dan mendukung konsep pengelolaan perikanan berbasis ekosistem. Hidrodinamika Plankton Kelimpahan Bentos Kepadatan Interaksi Ikan Trofik Level Struktur Trofik Komunitas Stabil Sumberdaya Ikan Berkelanjutan Kualitas Air Pertumbuhan Dinamika Populasi Kematian Alami Kematian Tangkap Penangkapan Input Tingkat Eksploitasi Alat Tangkap Proses Produktifitas Berkelanjutan Output Gambar 1 Bagan alir kerangka pendekatan masalah. 9 10 1.5 Nilai Kebaruan (Novelty) Penelitian ini memiliki nilai kebaruan dalam dua aspek, yaitu aspek keilmuan dan aspek informasi. Aspek keilmuan berkaitan dengan pendekatan analisis yang digunakan. Model pengkajian populasi dan komunitas untuk pengelolaan sumberdaya ikan pada umumnya menggunakan model spesies tunggal (single species) yang dikembangkan untuk perairan di negara sub tropis. Bagi negara tropis seperti Indonesia yang perikanannya bersifat multispesies, model tersebut tidak tepat karena secara global model single species tidak bersifat agregat, sehingga model yang seharusnya digunakan adalah model multi spesies. Salah satu pendekatan yang digunakan untuk model multi spesies adalah pengkajian struktur tingkatan trofik berdasarkan biomasa spesies pembentuk tingkatan trofik tersebut, sebagaimana dilakukan dalam penelitian ini. Pendekatan ini jarang digunakan dan harus terus dikembangkan untuk pengembangan ilmuilmu pengelolaan sumberdaya ikan multi spesies. Aspek yang ke-dua yaitu informasi ekologi dan biologi populasi ikan, terutama di perairan sekitar Pulau Semak Daun, yang terdiri atas informasi tentang struktur komunitas ikan berdasarkan distribusi biomasa pada trofik level, jenis-jenis ikan yang berperan penting dalam menyokong kestabilan komunitas, parameter populasi dan eksploitasi jenis-jenis ikan yang berperan penting dalam menyokong komunitas tersebut serta keterkaitan antara parameter populasi dan eksploitasi dengan peran penting populasi dalam komunitas, sehingga diketahui penentu kestabilan komunitas ikan.