BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan stent koroner di Indonesia setiap tahunnya mencapai 15.000 unit stent koroner, selain itu terdapat sekitar 5.000 pasien jantung koroner yang membutuhkan ‘kateterisasi’ yang harus dipasang stent koroner yang tersebar di 42 Rumah Sakit (RS) di 12 kota besar, belum ditambah RS swasta yang membutuhkan (Antaranews, 2007). Penelitian Butany, dkk (2004) menyatakan bahwa sejak awal diperkenalkan pada tahun 1980an, coronary stent (stent koroner) sudah digunakan untuk mengurangi tingkat arterial retenosis (penyempitan pada pembuluh arteri). Banyak pasien cenderung lebih suka dipasang stent koroner dibanding harus melakukan pembedahan. Hal ini disebabkan karena keunggulan metode ini yang lebih cepat dan perlakuan pembedahan yang lebih sedikit untuk menangani penimbunan plak pada pembuluh darah (atherosclerosis). Pasien menjalani masa penyembuhan yang lebih cepat dan lebih nyaman (less painfull). Prosedur penanganannya pun hanya membutuhkan waktu beberapa hari di Rumah Sakit dan waktu penyembuhan minimal (Auricchio and Conti, 2009). Hingga saat ini, semua stent koroner yang digunakan untuk menutup kebutuhan akan pemasangan stent yang besar tersebut merupakan stent buatan luar negeri (impor). Hal tersebut disebabkan belum adanya stent koroner buatan Indonesia. Pada dasarnya sebuah stent harus memenuhi performance criteria dari 3 sudut pandang yang berbeda, yaitu sudut pandang dokter sebagai pemasang, sudut pandang medis untuk menjamin keselamatan pasien, dan dari sudut pandang manufaktur untuk produsen. Stent harus mudah dipasang dan mudah dikontrol oleh dokter untuk menjamin pemasangan sesuai dengan prosedur angioplasty. Material dan desain stent harus memenuhi standar medis tertentu agar dapat diterima oleh tubuh pasien sehingga tidak menimbulkan masalah 1 2 pasca pemasangan seperti restenosis ataupun masalah lain dalam pembuluh darah pasien. Selain itu, kemudahan produksi stent (ease of manufacture) juga menjadi pertimbangan oleh produsen stent. Salah satu indikator yang harus diperhatikan dalam produksi stent adalah desain stent koroner. Seperti yang dijelaskan dalam penelitian Teo, dkk (2000) bahwa berdasarkan identifikasi klinis, desain dan geometri stent akan sangat berpengaruh kepada post-implantation restenosis (restenosis pasca pemasangan stent). Penelitian ini akan menganalisis mengenai salah satu sifat desain stent yaitu mechanical properties dengan menggunakan stress analysis Autodesk inventor (von mises stress, equivalent strain, displacement, safety factor, dan volume). Sifat-sifat ini nantinya akan digunakan untuk menilai performa stent koroner dari sudut pandang engineer sebagai salah satu pelaku manufaktur, kemudian memilih satu desain terbaik yang diharap dapat digunakan sebagai acuan produksi stent dalam negeri. Uji stress analysis akan dilakukan terhadap beberapa desain stent yang terdiri dari komposisi (gabungan strut dan link) dari desain stent yang sudah komersial di Indonesia. Kemudian, pemilihan desain terbaik akan dilakukan dengan Factor Rating Method (FRM). Metode ini merupakan salah satu tool dari proses pengambilan keputusan yang mempertimbangkan banyak kriteria (Multi Criteria Decision Making/MCDM). Kelebihan dari metode ini adalah kemampuan untuk compensate (menyeimbangkan) kriteria, intuitive to decision makers, kalkulasinya sederhana dan tidak membutuhkan program komputer yang kompleks (Velasquez dan Hester, 2013). 1.2. Rumusan Masalah Sebuah stent harus memenuhi performance criteria dari 3 sudut pandang, yaitu sudut pandang dokter, medis, dan sudut pandang manufaktur untuk produsen. Untuk melakukan produksi stent coroner, desain stent merupakan faktor penting yang harus diperhatikan karena desain stent akan berpengaruh pada fungsi stent saat digunakan dalam tubuh pasien yang mengalami 3 penyempitan pembuluh arteri. Mechanical properties desain stent dapat dijadikan indikator performa stent koroner dari sudut pandang engineer sebagai salah satu pelaku manufaktur. Penelitian ini akan menganalisis mengenai komposisi desain-desain stent yang komersial di Indonesia dan menentukan desain dengan kriteria mechanical properties optimum menggunakan FRM untuk dapat digunakan sebagai acuan produksi stent koroner dalam negeri. 1.3. Asumsi dan Batasan Masalah Dibawah ini merupakan asumsi dan batasan dari permasalahan yang ditinjau: 1. Stent yang akan digunakan dalam penelitian adalah stent koroner. 2. Jenis stent yang diteliti terbatas pada jenis stent dengan teknik pengembangan menggunakan kateter balon (balloon-expandable). 3. Jenis desain yang akan digunakan untuk dasar komposisi adalah bare metal stent (BMS) yang telah beredar di pasaran Indonesia. 4. Material yang akan diujikan pada desain stent yang akan dibangun hanya 2 macam, yaitu Cobalt-Chromium (Co-Cr) L605 dan Stainless Steel (SS) 316L. 5. 1.4. Desain dasar stent diabaikan. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mendesain konsep stent koroner dengan menggunakan FRM. 1. Memetakan desain stent yang meliputi desain strut dan link dari produk komersial di Indonesia. 2. Membangun komposisi desain strut dan link dengan metode perkalian matrix. 3. Menentukan komposisi terbaik dengan menggunakan FRM. 4 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah dapat diketahui komposisi desain stent koroner yang memiliki mechanical properties optimum untuk dapat digunakan untuk acuan produksi di dalam negeri di Indonesia.