BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu

advertisement
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu masalah kesehatan yang masih dialami Indonesia saat ini adalah
penyakit diabetes melitus (DM). DM merupakan penyakit metabolik kronis yang
disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin sesuai
kebutuhan atau karena penggunaan yang tidak efektif dari insulin atau keduanya,
ditandai dengan tingginya kadargula dalam darah atau hiperglikemi (Soewondo,
2006). Poliuria, polidipsi dan polifagi disertai dengan gula darah sewaktu ≥200
mg/dL dan gula darah puasa ≥126mg/dL merupakan gejala klasik yang dialami
pasien dengan diagnosa diabetes melitus (PERKENI, 2011). American Diabetes
Association (ADA) (dalam Standards of Medical Care in Diabetes, 2012)
mengklasifikasikan diabetes melitus menjadi 4 yaitu diabetes melitus tipe 1 (akibat
defisiensi insulin), diabetes melitus tipe 2 (akibat resistensi jaringan terhadap insulin),
diabetes melitus gestastional (diabetes yang dialami wanita pada saat kehamilan) dan
diabetes melitus tipe lain.
Jumlah penderita DM tipe 1 hanya sekitar 5-10%, penderita terbanyak adalah
DM tipe 2 mencapai 90-95% dari total kasus (ADA, 2012). Angka kematian DM tipe
terus-menerus meningkat sebanyak 36,4 % selama 7 tahun, dari 1,1 juta pasien yang
meninggal dunia 2005, meningkat menjadi 1.5 juta pasien meninggal dunia pada
tahun 2012 (WHO, 2006; WHO, 2014). Dilaporkan bahwa lebih dari 80 % kematian
diabetes terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. WHO
memproyeksikan bahwa diabetes akan menjadi 7 penyebab utama kematian pada
1
2
tahun 2030. Pada tahun 2025 diperkirakan sebanyak 15% hingga 20% penduduk di
Asia Tenggara akan menderita Toleransi Gula Terganggu (TGT) atau diabetes
melitus (WHO, 2014).
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang bagian Asia Tenggara,
laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2013) prevalensi penderita DM pada tahun
2007 sebesar 1,1% dan mengalami peningkatan pada tahun 2013 menjadi 2,1%.
Provinsi D.I Yogyakarta, D.K.I Jakarta, dan Sulawesi Utara masuk dalam tiga besar
prevalensi DM tertinggi dengan nilai prevalensi 2,6% untuk DIY, yang kemudian
diikuti oleh D.K.I Jakarta dengan nilai prevalensi 2,5% dan Sulawesi Utara 2,4%
(Riskesdas, 2013). Diabetes melitus juga termasuk 10 besar penyakit pada Puskesmas
di Provinsi DIY Januari sampai dengan Desember 2011 (Dinas Kesehatan DIY,
2012).
Jumlah penderita diabetes melitus tipe 2 di Kabupaten Sleman tercatat 18.210
kasus di tahun 2010, menurun pada tahun 2012 yaitu sebanyak 18.131 kasus yang
kemudian meningkat menjadi 23.806 kasus di tahun 2013 (Profil Kesehatan Dinkes
Sleman, 2014). Puskesmas Depok III merupakan salah satu puskesmas dengan
penemuan kasus terbanyak, tahun 2012 ditemukan sebanyak 537 kasus, tahun 2013
sebanyak 921 kasus pada tahun 2014 pasien DM tipe 2 masih mengalami peningkatan
menjadi 1.224 kasus tercatat (Putri, 2014). Dari hasil studi pendahuluan didapatkan
data jumlah pasien DM Tipe 2 rawat jalan yang tercatat melakukan kontrol ke
puskesmas di tahun 2015 selama bulan April hingga September berjumlah 841
kunjungan dan sekitar 140 kunjungan setiap bulannya dengan kasus baru 2-4 pada
3
pasien perempuan dan 2-7 pada pasien laki-laki. Sedangkan, jumlah pasien yang
tercatat di Puskesmas Depok 3 Sleman sebanyak 185 pasien.
DM dikenal sebagai “lifelong disease” atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan selama rentang hidup penderitanya. Maka dari itu diperlukan
perawatan/pengelolaan yang holistik, karena apabila tidak ditangani secara tepat
dapat menimbulkan dampak yang luas bagi pasien dan keluarga. Salah satu
dampaknya, potensi resiko komplikasi meningkat dan dapat mengakibatkan kematian
(Sutandi, 2012). Pengelolaan DM dapat dilakukan dengan cara penatalaksanaan kadar
glukosa darah, pemberian insulin, dan/atau agens hipoglikemik oral, penatalaksanaan
diet, kontrol berat badan, dan pengaturan aktivitas dimana hal ini telah menjadi fokus
pengobatan pada sekitar 16 juta jiwa penderita diabetes di Amerika Serikat (Marelli,
2007).
Penatalaksanaan DM ini sejalan dengan self-care yang diperlukan untuk
menormalkan kadar glukosa darah dan menurunkan nilai mortalitas dan morbiditas
DM tipe 2 (Diabetes Control and Complication Trial Research Group, 1993).
Pengetahuan dan kemampuan yang cukup dalam melakukan self care merupakan
salah satu faktor pendukung untuk mengontrol komplikasi DM tipe 2. Self care
menunjukkan perilaku mandiri individu, bersifat universal dan terbatas pada diri
sendiri (Weiler & Janice, 2007).
Menurut Yin Xu (2008), seorang yang mampu melakukan self care diabetes
dengan baik dan teratur, akan memberikan dampak positif pada kualitas hidup pasien
diabetes karena meliputi tindakan kontrol terhadap kadar gula darah dan pencegahan
4
terhadap risiko komplikasi (Xuet al, 2008). Pasien memiliki tanggung jawab terhadap
perawatan dirinya sendiri, namun pasien seringkali tidak diajarkan keterampilan
perawatan diri yang diperlukan untuk pengelolaan di rumah dan komunitas (Wallace
et al,. 2009). Menurut Masayo Ogawa (2011) pasien diabetes tipe 2 di Jepang
memiliki kemampuan perawatan diri yang sangat baik, bahkan pasien diabetes yang
menderita schizophrenia tidak memiliki perbedaan kebiasaan merawat diri yang
signifikan dengan pasien diabetes yang normal (Ogawa et al., 2011). Sedangkan
tingkat perawatan diri dan kepatuhan pengobatan pasien diabetes tipe 2 di Saudi
Arabia masih tergolong rendah (ALAboudi et al., 2012).
Perawatan diri adalah masalah multifaset didefinisikan dalam berbagai cara
dan telah dianalisis dalam kaitannya dengan sejumlah faktor. Banyak faktor eksternal
dan internal mempengaruhi perawatan diri (Räsänen et al., 2014). Menurut ChungMei (2007), faktor internal yang tergolong faktor predisposisi (mempengaruhi)
ketaatan perawatan diri yaitu demografi (jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan),
pengetahuan tentang patologi diabetes, efikasi diri, dan psikologi. Dari semua faktor
internal tersebut efikasi diri merupakan faktor internal yang sangat mempengaruhi
ketaatan perilaku perawatan diri. Faktor eksternal terbagi menjadi dua yaitu faktor
yang memperkuat (dukungan keluarga dan pengobatan), dan faktor pendukung
(edukasi pasien, lingkungan, kontrol glikemik, serta kualitas hidup) (Chung-Mei,
2007).
Self - care merupakan hal penting dalam kehidupan pasien yang mengalami
penyakit ‘seumur hidup’ seperti DM, namun hal ini sering dilupakan oleh perawat.
5
Fokus penatalaksanaan diabetes merupakan komponen perawatan diri diabetes yang
telah terangkum dalam kuesioner the Summary of Diabetes Self Care Activities
(SDSCA) yang dapat dijadikan acuan untuk mengetahui gambaran perawatan diri
pasien diabetes melitus tipe 2.
Dari hasil wawancara dalam studi pendahuluan dengan petugas kesehatan di
Poli Umum Puskesmas Depok 3 Sleman, diketahui belum ada program khusus untuk
pasien DM yang rawat jalan. Pasien melakukan kontrol sebulan sekali namun jadwal
pengambilan obat dilakukan setiap 15 hari sekali dan jadwal tiap pasien berbeda.
Edukasi tentang perawatan diri diberikan hanya setiap kasus baru diketahui dan pada
pasien yang sudah bertahun-tahun menderita diabetes selalu diberikan edukasi tiap
kunjungan, jika gula darah meningkat barulah pasien di rujuk ke bagian gizi. Dari
evaluasi sampai saat ini ada beberapa pasien yang kualitas hidupnya masih tergolong
baik, akan tetapi masih banyak pasien yang tidak taat dalam pola hidup dan
perawatan dirinya sehingga banyak kualitas hidup pasien DM yang tidak terkontrol
atau memburuk.
Self care yang teratur bagi penderita DM sangat diperlukan guna
meningkatkan kualitas hidup serta mencegah atau mengurangi komplikasi. Kasus DM
Tipe 2 terbanyak di Yogyakarta salah satunya ditemukan di Puskesmas Depok 3
Sleman Yogyakarta. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai gambaran diabetes self care activities pada pasien penderita DM
tipe 2 di Puskesmas Depok 3 Sleman, Yogyakarta.
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah dalam
penelitian ini “Bagaimana gambaran diabetes self-care activities pada pasien
penderita diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas 3 Depok Sleman, Yogyakarta?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Umum :
Mengetahui gambaran diabetes self-care activities pada pasien penderita diabetes
melitus tipe 2 di Puskesmas 3 Depok Sleman, Yogyakarta
2. Tujuan Khusus :
a. Mengetahui gambaran diet atau pola makanpada pasien penderita diabetes
melitus tipe 2 di Puskesmas 3 Depok Sleman, Yogyakarta
b. Mengetahui gambaran aktivitas fisikpada pasien penderita diabetes melitus tipe 2
di Puskesmas 3 Depok Sleman, Yogyakarta
c. Mengetahui gambaran penggunaan obat hipoglikemik oral atau insulinpada
pasien penderita diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas 3 Depok Sleman,
Yogyakarta
d. Mengetahui gambaran pemeriksaan gula darahpada pasien penderita diabetes
melitus tipe 2 di Puskesmas 3 Depok Sleman, Yogyakarta
e. Mengetahui gambaran perawatan kakipada pasien penderita diabetes melitus tipe
2 di Puskesmas 3 Depok Sleman, Yogyakarta
7
f. Mengetahui gambaran perilaku merokok pada pasien penderita diabetes melitus
tipe 2 di Puskesmas 3 Depok Sleman, Yogyakarta
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat memperkaya bagi perkembangan pendidikan
keperawatan terkait dengan pengelolaan pasien DM di wilayah kerja Puskesmas 3
Depok Sleman, Yogyakarta.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan peneliti tentang gambaran diabetes self-care activities
pada pasien penderita diabetes melitus tipe 2
b. Bagi Pasien
Memberikan informasi tentang gambaran diabetes self-care activities pasien
diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Depok 3 Sleman, Yogyakarta
c. Bagi Puskesmas
Menambah pengetahuan tentang gambaran diabetes self-care activities pasien
yang diharapkan menjadi data tambahan untuk mengembangkan pola perawatan
diri pasien diabetes melitus tipe 2 serta monitoringnya dalam aktivitas sehari-hari
d. Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan tentang gambaran diabetes self-care activities pasien
diabetes melitus tipe 2 dalam aktivitas sehari-harinya.
8
e. Bagi peneliti lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data bagi peneliti selanjutnya
dalam melakukan penelitian yang berkaitan.
E. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian yang serupa ditemukan oleh peneliti, yaitu:
1. Penelitian tentang “Pengaruh Diabetes Self Management Education Dalam
Dischage Planning Terhadap Self Care Behaviour pasien diabetes melitus tipe 2”
oleh Rondhianto tahun 2012. Rancangan penelitian menggunakan quasi
experiment dengan non randomized control group pretest posttest design.
Kelompok perlakuan diberikan penerapan DSME dalam discharge planning.
Kelompok kontrol tidak dilakukan perlakuan (mendapatkan discharge planning
sesuai yang dilakukan di ruangan). Hasil penelitian menunjukkan adanya
perbedaan self care behavior yang signifikan antara kelompok perlakuan dan
kontrol dengan p value 0,000. Penelitian ini juga menjadi salah satu pertimbangan
rumah sakit dalam menyusun discharge planning dengan menggunakan konsep
DSME.
2. Penelitian Raisa Faida Kafil tahun 2011 yang berjudul “Gambaran Dukungan
Keluarga dan Perilaku Perawatan Diri Pasien Diabetes Melitus Dalam Pengelolaan
Kadar Glukosa Darah Di Klinik Dokter Keluarga Korpagama Sleman”. Penelitian
deskriptif eksploratif kualitatif ini mengambil data dari 6 responden dengan
menggunakan wawancara mendalam (indepth interview) dengan pedoman
9
interview tidak terstruktur dan pertanyaan open-ended. Analisis data dilakukan
dengan
metode
Colaizzi.
Hasil
penelitian
ini
menunjukkan
dukungan
informasional, instrumental, emosional, dan penghargaan merupakan gambaran
dukungan keluarga pada pasien DM. Sedangkan, gambaran perawatan diri pasien
DM terdiri atas pengelolaan diet, aktivitas, pengobatan, serta pemantauan kadar
glukosa darah.
3. Penelitian dengan judul “Hubungan Self-Care Dengan Kontrol Glikemik Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Klinik Dokter Keluarga” oleh Ulfa Nurul
Fatimah pada tahun 2014. Penelitian non-eksperimental dengan rancangan crosssectional ini memiliki 30 sample pasien penderita diabetes melitus tipe 2. Teknik
purposive samping digunakan untuk menentukan jumlah sample. Penelitian ini
menggunakan kuesioner the Summary of Diabetes Self-Care Activities (SDSCA)
dan analisis menggunakan chi-square. Hubungan yang signifikan antara
penggunaan obat hipoglikemik oral atau insulin dengan gula darah puasa
(p=0,020) merupakan hasil penelitian ini. Namun tidak terdapat hasil yang
signifikan antara aktivitas fisik dan perawatan kaki dengan gula darah puasa (p
>0,05). Item aktivitas fisik, penggunaan obat hipoglikemik oral atau insulin, dan
perawatan kaki tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan gula darah 2 jam
pp (p > 0,05).
4. Penelitian Yessy Mardianti Sulistria tahun 2013 yang berjudul “Tingkat Self-Care
Pasien Rawat Jalan Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya”.
Penelitian ini menggunakan kuesioner the Summary of Diabetes Self-Care
10
Activities (SDSCA) dan menggunakan teknik kuota sampling. Metode penelitian
non-eksperimental ini dengan cara observasi deskriptif. Penelitian pasien self care
rawat jalan di Puskesmas Kalirungkut Surabaya ini menunjukkan bahwa pada
aktivitas self care mengenai pengaturan pola makan (diet), olahraga dan dalam
terapi sudah cukup baik. Sedangkan, pengukuran kadar gula darah dan perawatan
kaki masih kurang baik.
5. Chung-Mei Ouyong pada tahun 2007 melakukan penelitian cross-sectional yang
berjudul “Factors Affecting Diabetes Self-Care among Patients with Diabetes
Melitus Type 2 in Taiwan”. Tahap pertama meneliti frekuensi perilaku diet untuk
mengetahui efek demografi, karakteristik psikologi dan lingkungan. Dari total 185
pasien DM orang Taiwan yang berumur > 40 tahun dan sudah 2 tahun mengalami
DM, menggunakan kuesioner buatan peneliti hasilnya 90% pasien diatur pola diet
nya oleh caregiver, 85% yang memiliki prilaku diet dengan porsi yang sama
hampir setiap waktu, dan hanya 22% yang menerapkan konsep hitung karbohidrat
dan pencatatan diet secara rutin. Tahap kedua menggunakan kuesioneer Factors
Affecting Diabetes Self-Care (FADSC), Physical Component Summary (PCS),
Mental Component Summary (MCS), World Health Organization Quality of Life
(WHOQOL),
dan Problem Areas in Diabetes (PAID). Menggunakan teknik
analisis logistik regresi dengan instrument Spearman rank, hasilnya ada hubungan
signifikan antara FADSC dengan WHOQOL. Tahap ketiga peneliti mengkaji
karakteristik latar belakang pasien dengan 5 item aktivitas perawatan diri.
Hasilnya 79% pasien melakukan pengobatan, aktivitas fisik, dan mengatur pola
11
diet, tetapi hanya 38% melakukan perawatan kaki, dan hanya 20% yang
melakukan cek gula darah secara rutin. Hal ini menunjukkan tidak ada faktor yang
secara langsung mempengaruhi ketaatan pasien terhadap semua pilar aktivitas
perawatan diri.
6. Penelitian Haejung Lee tahun 2009 yang berjudul “Self-Care, Self-Efficacy,
Glycemic Control of Koreans with Diabetes Melitus” ini menggunakan kuesioneer
International Physical Activities Quesioneer (IPAQ), Diabetes Self Care Activities
Measure Scale (SDSCA) dan Diabetes Management Self-Efficacy for patient with
type 2 Diabetes. Total sampel sebanyak 175 Pasien dari Korea dengan Diabetes
Melitus Tipe 2. Analisis menggunakan SPSS WIN 10.0 dan χ2-test dan t-tests
digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Hasilnya sebanyak 45% pasien
yang mendapat perawatan spesialis dari rumah sakit dan 55% mendapat perawatan
umum di pusat kesehatan publik. Partisipan yang mendapat perawatan spesialis
mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi serta tingkat perawatan diri,
efikasi diri, dan kontrol glikemik yang lebih baik dibanding dengan partisipan
yang mendapatkan perawatan secara umum.
7. Penelitian dengan judul “Hubungan Self Care Diabetes Dengan Kualitas Hidup
Pasien Dm Tipe 2 Di Poliklinik Interna Rumah Sakit Umum Daerah Badung”
tahun 2014 oleh Inge Ruth S. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif nonekperimental
dengan
menggunakan
pendekatan
cross-sectional.
Populasi
penelitian ini merupakan pasien DM tipe 2 di RSUD Badung yang berusia 33-85
tahun dengan teknik Purposive Sampling didapatkan jumlah 85 pasien. Instrumen
12
penelitian yang digunakan adalah SDSCA untuk mengukur aktivitas perawatan
diri dan WHOQOL-BREF untuk mengukur kualitas hidup. Hasilnya dengan
menggunakan uji statistik parametris : Product Moment didapatkan hubungan
yang signifikan yang kuat antara aktivitas perawatan diri dengan kualitas hidup
pada pasien diabetes melitus tipe 2 (r = 0,601, p value = 0,000). Kontribusi self
care diabetes dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 dapat dilihat dari R2 yaitu
0,361 yang menunjukkan self care mempengaruhi kualitas hidup sebesar 36%.
Download