9 BAB 2 TINJUAN PUSTAKA 2.1.Hemoglobin Hemoglobin

advertisement
9
BAB 2
TINJUAN PUSTAKA
2.1.Hemoglobin
Hemoglobin merupakan senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah.
Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat digunakan
sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah (Supariasa, 2001).
Menurut Wikipedia (2013), hemoglobin adalah metaloprotein ( Protein yang
mengandung zat besi) didalam sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut
oksigen dari paru-paru keseluruh tubuh. Hemoglobin juga pengusung karbon dioksida
kembali menuju paru-paru untuk dihembuskan keluar tubuh. Molekul hemoglobin
terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu molekul organik dengan
satu atom besi.
Menurut Depkes RI adapun guna hemoglobin antara lain :
1. Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida didalam jaringan-jaringan
tubuh.
2. Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh jaringan-jaringan
tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar.
3. Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme
ke paru-paru untuk dibuang.Untuk mengetahui apakah seseorang itu kekurangan
darah atau tidak, dapat diketahui dengan pengukuran kadar hemoglobin.
Penurunan kadar hemoglobin dari normal berarti kekurangan darah yang disebut
dengan anemia (Widayanti, 2008).
9
Universitas Sumatera Utara
10
2.2.Anemia pada Remaja
Masa remaja (adolescence) merupakan periode pertumbuhan anak-anak
menuju proses kematangan manusia dewasa. Pada periode ini terjadi perubahan fisik,
biologis dan psikologis yang sangat unik dan berkelanjutan. Istilah remaja atau
adolescenceberasal dari bahasa latin yaitu adolescer yang artinya tumbuh. Kategori
periode usia remaja dari berbagai refresensi berbeda-beda, namun WHO menetapkan
remaja (adolescent) berusia antara 10-19 Tahun. Pembagian kelompok remaja
tersebut adalah remaja awal (early adolescent) usia 10-14 Tahun, remaja menengah
(midlle adolescent)15-17 Tahun, dan remaja akhir (late adolescent) 18-21 Tahun.
Selama masa remaja, seseorang akan mengalami pertumbuhan fisik yang
pesat. Dibandingkan periode lainnya setelah kelahiran, masa remaja mengalami
pertumbuhan terpesat kedua setelah tahun pertama kehidupan. Lebih dari 20% total
pertumbuhan tinggi badan dan sampai 50% massa tulang tubuh telah dicapai pada
periode ini. Oleh sebab itu, kebutuhan zat gizi meningkat melebihi kebutuhan pada
masa anak-anak. proses biologis pada masa pubertas ditandai oleh cepatnya
pertumbuhan tinggi, berat badan, perubahan komposisi jaringan, dan terdapat
perubahan karakter seksual primer dan sekunder. Secara biologis, psikologis, dan
kognitif perubahan yang terjadi pada saat remajadapat memengaruhi status gizi dan
kesehatan. Pertumbuhan fisik yang cepat memerlukan energi dan zat gizi yang tinggi.
Sedangkan perilaku hidup, seperti kemandirian, makan di luar rumah, penampilan
dan ukuran tubuh, penerimaan kelompok, dan gaya hidup akan memengaruhi
pemilihan dan pola makan.
Universitas Sumatera Utara
11
Gizi yang baik selama remaja tidak hanya berpengaruh pada optimalisasi
pertumbuhan saat remaja, tetapi juga pencegahan penyakit kronis setelah dewasa.
Pada periode remaja ini juga perlu diperhatikan pentingnya masalah gizi prakonsepsi
untuk meningkatkan kualitas kehamilan.Pertumbuhan yang cepat ini sejalan dengan
peningkatan zat gizi, yang secara signifikan dipengaruhi oleh infeksi dan pengeluaran
energi. Adanya kekurangan zat gizi makro dan mikro dapat mengganggu
pertumbuhan
dan
menghambat
pematangan
seksual(Briawan,
2013).Anemia
merupakan masalah kurang gizi mikro yang cukup besar di dunia dengan prevalensi
40% dan prevalensi anemia defisiensi besi pada remaja putri 10-18 tahun 57,1 %.
Penurunan kadar hemoglobin dari normal berarti kekurangan darah yang
disebut dengan anemia.Anemia adalah keadaan dimana kadar zat merah darah atau
hemoglobin(Hb) lebih rendah dari nilai normal. Anemia berarti kekurangan sel darah
merah, yang dapat disebabkan olehhilangnya darah yang terlalu cepat atau karena
terlalu lambatnya produksi seldarah merah.
Menurut Wirakusumah (1999), anemia adalah suatu keadaan dengan kadar
haemoglobin yang lebih rendah dari nilai normal atau suatu kondisi ketika terdapat
defisiensi ukuran atau jumlah eritrosit atau kandungan haemoglobin.
Universitas Sumatera Utara
12
Batasan anemia berdasarkan kelompok umur dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 2.1. Batasan Anemia (menurut Departemen Kesehatan)
Kelompok
Anak Balita
Anak Usia Sekolah
Wanita Dewasa
Laki-laki Dewasa
Ibu Hamil
Ibu menyusui > 3 bulan
Sumber: Supariasa, 2001
Batas Normal
11 gr%
12 gr%
12 gr%
13 gr%
11 gr%
12 gr%
Gangguan fungsional akibat anemia terjadi pada transpor oksigen,
metabolisme oksidatif, metabolism inti sel, dan transkripsi genetik. Gejala klinis
defisiensi zat besi ini adalah terjadinya anemia serta menurunnya imunitas dan
kapasitas kerja. Kualitas bayi lahir yang rendah akan terjadi jika pada trimester 1
kehamilan terjadi defisiensi zat besi menurut Beard et al Tahun 1996 dalam Briawan
(2013).
Gejala anemia secara umum adalah:
1. Cepat lelah
2. Pucat (kulit, bibir, gusi, mata, kulit kuku, dan telapak tangan)
3. Jantung berdenyut kencang saat melakukan aktivitas ringan
4. Napas tersengal/pendek saat melakukan aktivitas ringan
5. Nyeri dada
6. Pusing dan mata berkunang
7. Cepat marah (mudah rewel pada anak)
8. Tangan dan kaki dingin atau mati rasa
Universitas Sumatera Utara
13
2.2.1. Penyebab Anemia
Zat besi yang paling berperan dalam proses terjadinya anemia gizi adalah
besi. Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia gizi dibanding defisiensi zat
gizi lain, seperti asam folat, Vitamin B12, protein, Vitamin C dan Zat mikro lainnya.
Menurut Wirakusumah (1999), secara umum faktor utama yang menyebabkan
anemia gizi adalah banyak kehilangan darah pada remaja dan wanita dewasa bisa
terjadi akibat menstruasi, rusaknya sel darah merah didalam pembuluh darah akibat
penyakit seperti malaria dan thalasemia yang menyebabkan anemia hemolitik,
terganggunya produksi sel darah merah bisa disebabkan makanan yang dikonsumsi
kurang mengandung zat gizi terutama zat-zat penting seperti besi, asam folat, vitamin
B12, protein dan vitamin C.
Kurangnya kandungan zat besi dalam hidangan sehari-hari,terutama dari
golongan hem (sumber zat besi dari bahan makananhewani) seperti hati, daging,
kuning telur, tiram, udang, salem, ikan danlain-lain. Pada umumnya, besi di dalam
daging, ayam, dan ikan mempunyai ketersediaan biologik yang tinggi, besi di dalam
serealia dan kacang-kacangan mempunyai ketersediaan biologik yang sedang, dan
besi yang terdapat pada sebagian besar sayur-sayuran terutama yang mengandung
asam oksalat tinggi seperti bayam mempunyai ketersediaan biologik yang rendah
Almatsier (2002).
Adanya inhibitor faktor (adanya zat-zat yang menghambatpenyerapan zat
besi) seperti asam fitat, tanin pada teh, kopi dan bekatul.Tingkat keasaman lambung
atau kekurangan asam klorida di dalamlambung, penggunaan obat-obatan yang
Universitas Sumatera Utara
14
bersifat basa seperti antasid,menghalangi absorbsi besi.Tannin yang terdapat pada teh
dapat menurunkan absorbsi zat besi sampai dengan 80%. Minum teh satu jam
setelah makan dapat menurunkan absorbsi hingga 85%. Hasil survey anemia pada
remaja putri di Kabupaten Slemen tahun 2008 menunjukkan bahwa siswa yang
terbiasa minum teh, mempunyai resiko lebih tinggi menderita anemia, dengan
presentase lebih dari 50% dibanding dengan yang kadang-kadang atau tidak terbiasa
minum teh ( Iskandar, 2009).
2.2.2. Dampak Anemia
Kejadian anemia tidak terlepas dari masalah kesehatan lainnya, bahkan
dampaknya dinilai sebagai masalah yang sangat serius terhadap kesehatan
masyarakat. Masalah kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan kejadian anemia
pada anak-anak dapat berdampak pada menurunnya kemampuan dan konsentrasi
belajar, menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasaan otak,
meningkatkan risiko menderita penyakit infeksi karena daya tahan tubuh menurun.
Dampak anemia pada wanita dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah
sakit dan menurunkan produktivitas kerja. Kadar hemoglobin dengan produktivitas
kerja menunjukkan adanya korelasi yang positif, hal ini berarti semakin rendah kadar
Hb, maka produktivitas kerja subjek semakin menurun (Widyastuti, 2008).
Anemia pada remaja putri dapat menurunkan kemampuan dan konsentrasi
belajar, mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai optimal,
menurunkan kemampuan fisik olahragawati dan mengakibatkan muka pucat,
sedangkan dampak anemia pada ibu hamil dapat menimbulkan pendarahan sebelum
Universitas Sumatera Utara
15
atau sesudah persalinan, meningkatkan risiko melahirkan bayi dengan berat badan
lahir rendah (BBLR) < 2,5 kg dan pada anemia berat dapat menyebabkan kematian
ibu dan atau bayinya (Depkes RI, 1998).
2.2.3. Pencegahan Anemia
Upaya-upaya untuk mencegah anemia menurut Depkes (2012), antara lain
sebagai berikut:
1. Makan-makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan hewani (daging,
ikan, ayam, hati, dan telur), dari bahan nabati (sayuran yang berwarna hijau tua,
kacang-kacangan dan tempe).
2. Banyak makan-makanan sumber vitamin C yang bermanfaat untuk peningkatan
penyerapan zat besi. Misalnya jambu, jeruk, tomat dan nenas
3. Minum tablet penambah darah setiap hari, khususnya mengalami haid
4. Biasa merasakan adanya tanda dan gejala anemia, segera konsultasi ke dokter.
Menurut DeMaeyer dalam Depkes (2012), pencegahan adanya kurang zat gizi
besi dapat dilakukan dengan tiga pendekatan dasar yaitu sebagai berikut:
1) Memperkaya makanan pokok dengan zat besi. Zat besi dapat membantu
pembentukan hemoglobin yang baru
2) Pemeberian suplemen tablet zat besi. Pada saat ini pemerintah mempunyai
Program Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) pada remaja putri,
untuk mencegah
dan menanggulangi masalah anemia gizi besi melalui
suplementasi zat besi.
Universitas Sumatera Utara
16
3) Memberikan pendidikan kesehatan tentang pola makan sehat. Kehadiran
makanan siap saji dapat mempengaruhi pola makan remaja, makanan siap saji
umumnya rendah besi, kalsium, riboflavin, vitamin A dan asam folat.
Makanan siap saji mengandung lemak jenuh, kolesterol, dan natrium tinggi.
Menurut
Almatsier
(2002),
penanggulangan
anemia
adalah
dengan
meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan, suplementasi zat besi, fortifikasi zat
besi, danpenanggulangan penyakit infeksi dan parasit.
2.2.4. Anemia Gizi Besi
Anemia gizi besi adalah keadaan dimana kadar Hb dalam darah lebih
rendahdari normal, akibat kekurangan zat besi.Anemia defisiensi besi adalah
mikrositik-hiprokromik yang terjadi akibat defisiensi besi dalam diet, atau kehilangan
darah secara lambat dan kronis. Zat besi adalah komponen esensial hemoglobin yang
menutupi sebagian besar sel darah merah. Defisiensi besi adalah masalah padatodler
dan anak-anak yang membutuhkan peningkatan kebutuhan giziuntuk pertumbuhan.
Wanita yang haid juga cenderung mengalami defisiensi besi karena hilangnya besi
setiap bulan dan diet mugkin kekurangan zat besi. Wanita yang haid berolahraga
memiliki peningkatan risiko karena olahraga meningkatkan kebutuhan metabolik selsel otot. Pada pria, defisiensi besi biasanya terjadi pada pengidap ulkus atau penyakit
hepar yang ditandai perdarahan. Penurunan sel darah merah memacu sumsum tulang
untuk meningkatkan pelepasan sel-sel darah merah abnormal yang berukuran kecil
dan kekurangan hemoglobin (Crowin, 2009).
Universitas Sumatera Utara
17
Gambaran klinis dari anemia defisiensi besi adalah:
a. Pada individu dewasa, tanda anemia sistemik terlihat pada saat hemoglobin
kurang dari 12 g/100mL. Individu biasanya tidak mencari pengobatan untuk
mengurangi gejala sampai hemoglobin turun mencapai 8 g/100mL atau kurang.
Jika nilai hemoglobin kurang dari 5 g/100mL dapat menyebabkan gagal jantung
dan kematian.
b. Selain gambaran tanda anemia sistemik yang telah dijelaskan sebelumnya, telapak
tangan pucat, konjungtiva pucat, dan daun telinga pucat juga semakin terlihat.
c. Analisis darah memperlihatkan anemia dengan sel mikrositik (MCV<87) dan
penurunan besi serum. Kapasitas peningkatan besi dalam darah meninggi karena
protein yang berikatan dengan besi kurang dari kebutuhan.
d. Pemeriksaan feses untuk mencari darah samar mungkin positif, yang
mengisyaratkan perdarahan atau karsinoma saluran cerna (Crowin, 2009).
2.2.5. Zat Besi (Fe)
Zat besi merupakan microelemen yang esensial bagi tubuh. Zat ini
terutamadiperlukan
dalam
hemopobesis
(pembentukan
darah),
yaitu
dalam
sintesahemoglobin (Hb). Disamping itu berbagai jenis enzim memerlukan Fe sebagai
faktor penggiat (Sediaoetama, 2006).
Kandungan besi dalam badan sangat kecil yaitu 35 mg per kg berat badan
wanita atau 50 mg per kg berat badan pria. Besi dalam badan sebagian terletak dalam
sel-sel darah merah sebagai heme, suatu pigmen yang mengandung inti sebuah atom
besi. Dalam sebuah molekul hemoglobin terdapat empat heme. Besi juga terdapat
Universitas Sumatera Utara
18
dalam sel-sel otot, khususnya dalam mioglobin. Berbeda dengan hemoglobin,
mioglobin terdiri dari satu pigmen heme untuk setiap protein (Winarno, 2002).
Menurut Sediaoetama (2006), di dalam tubuh sebagian besar Fe terdapat
terkonjungsi dengan protein, dan terdapat dalam bentuk ferro atau ferri. Bentuk aktif
zat besi biasanya terdapat dalam ferro, sedangkan bentuk tidak aktif adalah sebagai
ferri (misalnya bentuk storage). Bentuk-bentuk konjungsi Fe itu adalah:
a. Hemoglobin; mengandung bentuk ferro. Fungsi hemoglobin adalah mentransfer
CO2 dari jaringan ke paru-paru untuk diekskresikan ke dalam udara pernafasan
dan membawa O2 dari paru-paru ke sel-sel jaringan. Hemoglobin terdapat
dalameritrosit.
b. Myoglobin, terdapat di dalam sel-sel otot, mengandung Fe bentuk ferro. Fungsi
myoglobin ialah dalam proses konstraksi otot.
c. Transferrin, mengandung Fe dalam bentuk ferro. Transferrin merupakan konjugat
Fe yang berfungsi mentransfer Fe tersebut di dalam plasma darah, dari tempat
penimbunan Feke jaringan-jaringan (sel) yang memerlukan sumsum tulang di
mana terdapat jaringan hemopoietik.
d. Ferritin adalah bentuk storage Fe dan megandung bentuk ferri.
e. Hemosiderin adalah konjungat protein dengan ferri dan merupakan bentuk storage
zat besi juga. Hemosiderin bersifat lebih inert dibangkan dengan ferritin. Untuk
dimobilisasikan, Fe dari hemosiderin diberikan lebih dahulu kepada ferritin dan
kemudian kepada transferrin.
Universitas Sumatera Utara
19
2.2.6. Metabolisme Zat Besi
Untuk menjaga badan supaya tidak anemia, maka keseimbangan zat besi
didalam tubuh perlu dipertahankan. Keseimbangan disini diartikan bahwa jumlahzat
besi yang dikeluarkan dari badan sama dengan jumlah besi yang diperolehtubuh dari
makanan. Suatu skema metabolisme zat besi untuk mempertahankanzat besi di dalam
tubuh, dapat dilihat pada skema berikut:
Makanan 10 mg Fe
Usus Halus 1 mg
Fe di Dalam Darah
(Turn Over 35 mg)
Sumsum Tulang
Tinja 9 mg Fe
Hati sebagai Ferritin
1 mg
Seluruh jaringan
34 mg
Hemoglobin
Sel-sel mati
Hilang Bersama
Menstruasi
28 mg/Periode
Dikeluarkan Lewat Kulit,
Saluran Pencernaan,
Urine 1 mg
Gambar 2.1. Skema Metabolisme Zat Besi dalam Tubuh
Sumber : Wirakusumah, 1999
Universitas Sumatera Utara
20
Setiap hari turn over zat besi ini berjumlah 35 mg, tetapi tidak semuanyaharus
didapatkan dari makanan. Sebagian besar yaitu sebanyak 34 mg didapat
daripenghancuran sel-sel darah merah tua, yang kemudian disaring oleh tubuh
untukdapat dipergunakan lagi oleh sumsum tulang untuk pembentukan sel-sel
darahmerah baru. Hanya 1 mg zat besi dari penghancuran sel-sel darah merah tua
yangdikeluarkan oleh tubuh melalui kulit, saluran pencernaan dan air kencing.
Jumlahzat besi yang hilang lewat jalur ini disebut sebagai kehilangan basal (iron
basallosses).
2.2.7. Fungsi Zat Besi
1. Metabolisme Energi
Di dalam tiap sel, besi bekerja sama dengan rantai proteinpengangkutelektron,
yang berperan dalam langkah-langkah akhirmetabolisme energi.
2. Kemampuan Belajar
Pollitt pada tahun 1970-an terkenal akan penelitiannya yangmenunjukan
perbedaan antara keberhasilan belajar anak-anak yangmenderita anemia gizi besi
dan anak-anak yang sehat. Penelitian diIndonesia oleh Soemantri (1985) dan
Almatsier (1989) menunjukanpeningkatan prestasi belajar pada anak-anak
sekolah dasar bila diberikansuplemen besi. Hubungan defisiensi besi dengan
fungsi otak dijelaskanoleh Lozoff dan Youdim pada tahun 1988. Kadar besi
dalam darahmeningkat selama pertumbuhan hingga remaja. Kadar besi yang
kurangpada masa pertumbuhan tidak dapat diganti setelah dewasa. Defisiensibesi
berpengaruh negatif terhadap fungsi otak, terutama terhadap fungsisystem
Universitas Sumatera Utara
21
neurotransmitter (pengantar saraf). Daya konsentrasi, daya ingat dan kemampuan
belajar terganggu, ambang batas rasa sakit meningkat,fungsikelenjar tiroid dan
kemampuan mengatur suhu tubuh menurun.
3. Sistem Kekebalan Tubuh
Besi memegang peranan dalam sistem kekebalan tubuh.
4. Pelarut Obat-obatan
Obat-obatan tidak larut air oleh enzim yang mengandung besidapat dilarutkan
hingga dapat dikeluarkan dari tubuh.
2.2.8. Kebutuhan Zat Besi Remaja
Pada orang dewasa, volume darah di dalam tubuh sekitar 5 liter. Setiap sel
darah merah mengandung 280 juta molekul hemoglobin. Setiap detik, tubuh harus
memproduksi 2,5 juta sel darah merah (eritropoiesis). Selama 120 hari sel darah
merah tersebut dapat digunakan oleh tubuh (lifespan), dan kemudian akan mati.
Kebutuhan remaja dihitung dari peningkatan total volume darah (0,18 mg/hari pada
remaja pria dan 0,14 mg/hari pada remaja wanita). Peningkatan kebutuhan zat besi
tersebut termasuk peningkatan volume darah yang diiringi dengan peningkatan ratarata konsentrasi Hb selama pertumbuhan yang pesat (growth spurt).
Kebutuhan zat besi terabsorpsi pada remaja wanita diperkirakan sekitar 1,9
mg/ hari, berdasarkan rata-rata kebutuhan untuk tumbuh (0,5 mg), basal (0,75 mg),
dan kehilangan darah menstruasi (0,6mg) (Briawan, 2013).
Universitas Sumatera Utara
22
Kebutuhan zat besi berbeda pada berbagai kelompok umur. Kebutuhan zat
besi orang Indonesia menurut angka kecukupan gizi (AKG) dapat di tabel dilihat
dalam tabel berikut ini.
Tabel 2.2. Kecukupan Zat Gizi untuk Remaja menurut AKG Indonesia
Jenis Kelamin
Laki-laki
Wanita
Usia
10-12 tahun
13-15 tahun
16-18 tahun
10-12 tahun
13-15 tahun
16-18 tahun
Zat Besi (mg/hari)
13
19
15
20
26
26
Sumber: WNPG, 2004
2.2.9. Akibat Kekurangan Zat Besi pada Remaja
Kekurangan zat besi pada umumnya menyebabkan pucat, rasa lemah, letih,
pusing, kurang nafsu makan, menurunnya kebugaran tubuh, menurunnya kemampuan
kerja, menurunnya kekebalan tubuh dan gangguan penyembuhan luka. Di samping itu
kemampuan mengatur suhu tubuh menurun, dapat menimbulkan sifat apatis, mudah
tersinggung dan pada remaja dapat menurunkan konsentrasi dan belajar (Almatsier,
2009). Prevalensi anemia kekurangan zat besi pada remaja putri 10-18 tahun 57,1 %.
Menurut Kusumawati (2005) tingginya anemia pada remaja ini akan berdampak pada
prestasi belajar siswa karena anemia pada remaja akan menyebabkandaya konsentrasi
menurun sehingga mengakibatkan menurunnya prestasi belajar.
Universitas Sumatera Utara
23
2.3.Pengetahuan Remaja Putri
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, yang terjadi seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui semua
panca indra manusia seperti indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia didapat dari penglihatan dan pendengaran
(Notoatmodjo, 2005).
Penyebab rendahnya kadar hemoglobin dalam darah salah satunya adalah
asupan yang tidak mencukupi. Asupan zat gizi sehari-hari sangat dipengaruhi oleh
kebiasaan makan. Salah satu faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan remaja
adalah pengetahuan (Khomsan, 2003). Pengetahuan yang kurang menyebabkan
remaja memilih makan diluar atau hanya mengkonsumsi kudapan.Berdasarkan hasil
penelitian Siahaan (2012), memaparkan bahwa masih sedikit remaja putri di kota
Depok yang memiliki tingkat pengetahuan dengan kategori baik (1,5%),
dibandingkan dengan tingkat pengetahuan kurang baik (63,5%) dan tingkat
pengetahuan cukup baik (35,1%) dan hasil penelitian Widiasih dan Jayati (2013) ada
hubungan antara pengetahuan makanan yang mengandung zat besi dengan kejadian
anemia pada saat menstruasi di MA Salafiyah Simbang Kulon didapatkan p value =
0,013 < α (0,05).Pengetahuan gizi menjadi landasan yang menentukan konsumsi
pangan dan pengetahuan gizi sebaiknya ditanamakan sedini mungkin, sehingga
apabila sesorang telah memasuki usia remaja atau dewasa mampu memenuhi
kebutuhan energi tubuhnya dengan dengan perilaku makannya, karena pengetahuan
tentang gizi sangat bermanfaat dalam menentukan apa yang dikonsumsi setiap hari.
Universitas Sumatera Utara
24
Individu yang memiliki pengetahuan baik akan mempunyai kemauan untuk
menerapkan pengetahuan gizinya dalam pemilihan maupun pengolahan pangan,
sehingga konsumsi pangannya dapat mencukupi kebutuhan.
2.4.PolaMakan Remaja
Pola makan adalah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam
memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan
pemilihan makanan. Sikap orang terhadap makanan dapat bersifat positif dan negatif.
Sikap positif atau negatif terhadap makanan bersumber pada nilai-nilai affective yang
berasal dari lingkungan (alam, budaya, sosial dan ekonomi) dimana manusia atau
kelompok manusia itu tumbuh. Demikian juga halnya dengan kepercayaan terhadap
makanan yang berkaitan dengan nilai-nilai cognitive yaitu kualitas baik atau buruk,
menarik atau tidak menarik dan pemilihan adalah proses psychomotor untuk memilih
makanan sesuai dengan sikap dan kepercayaannya (Khumaidi, 1994).
Pola makan merupakan cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau
sekelompok orang dalam memilih, mengunakan bahan makanan dalam konsumsi
pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan dan jumlah makanan
yang
berdasarkan pada faktor-faktor sosial budaya dimana mereka hidup.
Pola makan individu dalam keluarga dimiliki melalui proses yang
menghasilkan kebiasaan makan yang terjadi sejak dini sampai dewasa dan akan
berlangsung selama hidupnya, hingga kebiasaan makan dan susunan hidangan masih
bertahan sampai ada pengaruh yang dapat mengubahnya.
Universitas Sumatera Utara
25
Pengalaman dalam pemilihan makanan penting diperhatikan karena remaja
sudah menginjak tahap independensi. Dia bisa memilih makanan apa saja yang
disukainya, bahkan tidak berselera lagi makan bersama keluarga di rumah. Aktivitas
yang banyak dilakukan di luar rumah membuat seorang remaja sering dipengaruhi
rekan sebayanya. Pemilihan makanan tidak lagi didasarkan pada kandungan gizi
tetapi sekedar bersosialisasi, untuk kesenangan dan supaya tidak kehilangan status
(Khomsan, 2003).
Perubahan gaya hidup pada remaja memiliki pengaruh signifikan terhadap
kebiasaan makan mareka. Mereka menjadi lebih aktif, lebih banyak makan diluar
rumah dan lebih banyak pengaruh dalam memilih makanan yang akan dimakannya.
Mereka juga lebih suka mencoba-coba makanan baru, salah satunya adalah fast food.
Pola makan remaja yang perlu dicermati adalah tentang frekwensi makan, jenis
makanan dan jumlah makan.
Protein yang terdapat dalam makanan, baik berasal dari hewan (protein
hewani) maupun tumbuhan (protein nabati) akan diuraikan menjadi asam-asam amino
di dalam saluran pencernaan oleh enzim dan cairan pencernaan. Umumnya protein
hewani mempunyai kandungan gizi protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan
protein nabati. Untuk mendukung pola makan yang baik guna mencegah terjadinya
anemia adalah konsumsi protein hewani dan sayuran hijau setiap hari. Sayuran hijau
juga kaya akan asam folat yang dapat mencegah terjadinya anemia, yaitu anemia
megaloblastik. Namun asam folat mudah rusak karena pengaruh sinar matahari,
Universitas Sumatera Utara
26
pemasakaan bahan pangan dengan panas berlebihan, atau karena penyimpanan
makanan yang terlalu lama pada suhu ruangan (Astawan dan Kasih, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian Herman (2001), menyatakan bahwa ada
hubungan antara kejadian anemia pada remaja putri dengan kebiasaan makan, yang
meliputi diet, kebiasaan makan sumber protein hewani dan kebiasaan minum teh dan
berdasarkan hasil penelitian Wahyuni dan Notobroto (2002), pada remaja putri di
pondok pesantren di Surabaya di dapatkan bahwa ada pengaruh pola makan remaja
putri terhadap kejadian anemia.
2.5. Pola Haid
Haid atau menstruasi merupakan pengeluaran darah secara periodic (biasanya
setiap bulan) dari rahim yang berupa campuran antara darah, cairan jaringan dan
bagian kecil dari rahim (endometrium). Rata-rata seorang gadis mendapat menstruasi
pertama pada usia 13 tahun. Namun masih normal untuk seorang gadis untuk
mendapat menstruasi pada usia 9 tahun dan paling lambat pada usia 16 tahun.
Panjang siklus haid atau lama haid dipengaruhi oleh usia sesorang dan
dukungan gizi. Kekurangan gizi akan menurunkan tingkat kesuburan. Asupan zat gizi
yang baik diperlukan agar nantinya didapatkan keadaan sistem reproduksi yang sehat.
Rata-rata lama menstruasi 3-5 hari dianggap normal dan lebih dari 8 atau 9 hari
dianggap tidak normal. Banyaknya darah yang keluarpun dapat berbeda-beda pada
setiap orang, bahkan pada seorang remaja wanita banyaknya pengeluaran darah dan
lamanya menstruasi biasa berbeda-beda dari bulan ke bulan, perbedaan lama
Universitas Sumatera Utara
27
menstruasi merupakan proses fisiologik yang dipengaruhi banyak faktor antara lain
lingkungan, lamanya menstruasi ibu, usia dan ovulasi (Affandi dan Danukusuma,
1990).
Menurut Wikipedia (2014), pada wanita siklus menstruasi rata-rata terjadi
sekitar 28 hari, walaupun hal ini berlaku umum tetapi tidak semua wanita memiliki
siklus menstruasi yang sama, kadang-kadang siklus terjadi setiap 21 hari sampai 30
hari. Biasanya, menstruasi rata-rata terjadi 5 hari, kadang-kadang menstruasi juga
dapat terjadi sekitar 2 hari sampai 7 hari. Umumnya darah yang hilang akibat
menstruasi adalah 10 ml hingga 80 ml per hari tetapi biasanya dengan rata-rata 35 ml
per harinya.
Panjang siklus haid ialah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan
mulainya haid berikut. Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus.
Karena jam mulainya haid tidak diperhitungkan dan tepatnya waktu keluar haid dari
ostium uteri eksternum tidak dapat diketahui, maka panjang siklus mengandung
kesalahan kurang lebih satu hari. Panjang siklus haid yang normal atau dianggap
sebagai siklus haid yang klasik ialah 28 hari, tetapi variasinya cukup luas, bukan saja
antara beberapa wanita tetapi juga pada wanita yang sama. Juga pada kakak beradik
bahkan saudara kembar, siklusnya tidak terlau sama. Panjang siklus haid dipengaruhi
oleh usia seseorang. Rata-rata panjang siklus haid gadis usia kurang dari 12 tahun
ialah 25,1 hari, pada wanita usia 43 tahun 27,1 hari, dan pada wanita usia 55 tahun
51,9 hari. Jadi, sebenarnya panjang siklus haid 28 hari itu tidak sering dijumpai
(Hanafiah, 2009).
Universitas Sumatera Utara
28
Hormon-hormon siklus haid adalah FSH(Follicle Stimulating Hormon)
dikeluarkan oleh hipofise lobus depan, Estrogen dihasilkan oleh ovarium, LH
(Luteinizing Hormone) dihasilkan oleh hipofise dan progesteron dihasilkan oleh
ovarium. Setelah selesai haid, oleh pengaruh hormone FSH dan estrogen, selaput
lendir rahim (Endometrium) menjadi semakin tebal. Bila terjadi ovulasi, berkat
pengaruh progesteron selaput ini menjadi lebih tebal lagi dan kelenjar endometrium
tumbuh berkeluk-keluk. Bersamaan dengan itu, endometrium menjadi lebih lembek
seperti karet busa dan melakukan persiapan-persiapan supaya sel telur yang telah
dibuahi dapat bersarang. Bila tidak ada sel telur yang bersarang, endometrium ini
terkelupas dan terjadi perdarahan yang disebut haid (Rustam, 1998).
Jumlah darah yang keluar rata-rata 33,2 ± 16 cc atau 40 mL. Pada wanita yang
lebih tua biasanya darah yang keluar lebih banyak. Pada wanita dengan anemia
defisiensi besi jumlah darah haidnya juga lebih banyak. Jumlah darah haid lebih dari
80 cc dianggap patologik dan dapat menimbulkan anemia. Darah haid tidak membeku
ini mungkin disebabkan fibrinolisin (Hanafiah, 2009).
Salah satu penyebab anemia gizi adalah kehilangan darah secara kronis. Pada
wanita, terjadi kehilangan darah secara alamiah setiap bulan. Jika darah yang keluar
selama menstruasi sangat banyak maka akan terjadi anemia defisiensi besi (Arisman,
2004).
Berdasarkan hasil penelitian Widiasih dan jayati (2013) ada hubungan antara
mengkonsumsi zat besi pada remaja putri dengan kejadian anemia pada saat
menstruasi di MA Salafiyah Simbang Kulon didapatkan p value = 0,022 < α
Universitas Sumatera Utara
29
(0,05)dan menurut hasil penelitian Purba (2011), Pola haid yang diukur berdasarkan
usia mendapat haid pertama, siklus haid, dan lama haid mayoritas pada kategori
normal dan remaja putri SMU NEGERI 18 Medan mengalami anemia sebanyak
37,7%.
2.6.Metode Penentuan Kadar Hemoglobin
Metode menentukan kadar hemoglobin ada beberapa cara yaitu metode
cyanmethemoglobin, metode sahli dan hemoglobin digital analyzer (Gandasoebrata,
2001).
2.6.1. Metode Cyanmethemoglobin
Hemoglobin darah diubah menjadi sianmethemoglobin (hemoglobinsianida)
dalam larutan yang berisi kaliumsianida. Absorbansi larutan diukur pada gelombang
540 nm atau filter hijau. Larutan Drabkin yang dipakai pada cara ini mengubah
hemoglobin, oksihemoglobin, methemoglobin dan karboksihemoglobin menjadi
sianmethemoglobin. Sulfhemoglobin tidak berubah dan karena itu tidak ikut diukur.
Cara ini sangat bagus untuk laboratorium rutin dan sangat dianjurkan untuk
penerapan kadar hemoglobin dengan teliti karena standard cyanmethemoglobin yang
ditanggung kadarnya bersifat stabil dan dapat dibeli. Kesalahan cara ini dapat
mencapai ±2%.Laporan hasil pemeriksaan kadar hemoglobin dengan memakai cara
cyanmethemoglobin dan spektrofotometer hanya boleh menyebut satu angka (digit) di
belakang tanda desimal; melaporkan dua digit sesudah angka desimal melampaui
ketelitian dan ketepatan yang dapat dicapai dengan metode ini. Variasi-variasi
Universitas Sumatera Utara
30
fisiologis juga menyebabkan digit kedua di belakang tanda desimal menjadi tanpa
makna.
2.6.2. Metode Sahli
Pada cara ini hemoglobin diubah menjadi hematin asam, kemudian warna
yang terjadi dibandingkan secara visual dengan standard dalam alat itu. Cara Sahli ini
bukanlah cara teliti. Kelemahan metodik berdasarkan kenyataan bahwa kolorimetri
visual tidak teliti, bahwa hematin asam itu bukan merupakan larutan sejati dan bahwa
alat itu tidak dapat distandardkan. Cara ini juga kurang baik karena tidak semua
macam hemoglobin diubah menjadi hematin asam, umpamanya karboxyhemoglobin,
methemoglobin dan sulfhemoglobin. Kesalahan yang biasanya dicapai oleh ± 10 %
kadar hemoglobin yang ditentukan dengan cara Sahli dan cara-cara kolorimetri visual
lain hanya patut dilaporkan dengan meloncat-loncat ½ g/dl, sehingga laporan menjadi
ump, 11,11½, 12, 12½, 13 g/dl. Janganlah melaporkan hasil dengan memakai
angkadesimal seperti 8,8; 14; 15,5 g/dl ketelitian dan ketepatan cara sahli yang
kurang memadai tidak membolehkan laporan seperti itu.
2.6.3. Metode Hemoglobin Digital Analyzer
Kelebihan dari hemometer digital adalah tingkat keakuratannya lebih valid
daripada hemometer sahli, lebih cepat, dan lebih simpel cara pemeriksaannya.
sedangkan kekurangannya yaitu harga lebih mahal.
Universitas Sumatera Utara
31
2.7.Kerangka Teori
Anemia Remaja Putri
Kadar Hemoglobin
Intake Zat Besi (Fe)
Konsumsi Makanan
Sumber Fe
Pengetahuan
Pendidikan
Gizi
Ketersediaan
Makanan
Daya Beli
Status Kesehatan
Konsumsi TTD
Kepatuhan
Efek Samping
Minum TTD
Peningkatan
Kebutuhan Zat Besi
Menstruasi
Tumbuh
Kembang
Remaja
Pengetahuan
Minum TTD
Penyakit Infeksi
dan Kronis
Kecacingan,
Malaria, TBC,
dan Penyakit
lainnya
Status
Pendidikkan
Pendidikan Gizi
Distribusi
Persediaan TTD
Harga
Penghasilan/
Pendapatan
Status Pekerjaan
Gambar 2.2. Faktor-faktor Berhubungan dengan Anemia pada Remaja Putri
Menurut UNICEF/WHO Tahun 1998 dalam Siahaan (2012)
Universitas Sumatera Utara
32
2.8.Kerangka Konsep
Pola Makan
Pola Haid
Kadar
Hemoglobin
Remaja Putri
Pengetahuan
tentang Anemia
Gambar 2.3.Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan :
Berdasarkan kerangka konsep diatas maka diperlukan penelitian
kuantitatif untuk mengetahui hubungan pola makan, pola haid dan
pengetahuan tentang anemia terhadap kadar hemoglobin pada remaja
putrid di SMU Cahaya Medan.
Universitas Sumatera Utara
Download