Bab 5 Ringkasan Skripsi Jepang adalah salah satu negara di kawasan Asia yang memiliki kekayaan teknologi yang berkembang dengan pesat. Jepang juga memiliki sumber daya manusia yang berkualitas dan berbekal ilmu pengetahuan yang tinggi. Meskipun demikian, Jepang tidak melupakan kekayaan budaya yang mereka miliki. Jepang mampu mempertahankan budaya yang mereka miliki yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. Kecintaan Jepang terhadap budayanya ini dapat dibuktikan dengan adanya matsuri. Matsuri tersebar di berbagai daerah di Jepang dan di setiap daerahnya memiliki ciri khas masing-masing meskipun pada dasarnya memiliki konsep dan tujuan yang tidak jauh berbeda. Shinto (神道) berasal dari kata Shin (神) yang memiliki arti sama dengan kami atau dewa dan to atau do (道) yang artinya sama dengan arti kata michi, yang artinya jalan. Jadi, arti Shinto adalah jalan dewa. Shinto merupakan kepercayaan masyarakat Jepang yang memiliki ajaran kepercayaan menurut mitos sehingga Shinto tidak memiliki pendiri dan tidak memiliki kitab-kitab suci seperti agama-agama lain di dunia. Dalam Shinto dikenal adanya kami yang dipercaya sebagai roh leluhur atau nenek moyang. Orang Jepang rutin mengadakan persembahan yang bertujuan untuk melakukan penghormatan kepada roh-roh leluhur dan berharap mendapatkan perlindungan. Permohonan doa yang dipanjatkan juga bermaksud untuk menghindari malapetaka, kesialan serta untuk mendapatkan hasil panen yang baik. Salah satu bentuk penegasan Shinto adalah dilakukannya matsuri. Matsuri merupakan tradisi Jepang yang berhubungan dengan Shinto. Sebagian besar matsuri 52 diselenggarakan dengan maksud untuk mendoakan keberhasilan panen (beras, gandum, jagung), kesembuhan dan kekebalan terhadap penyakit, keselamatan dari bencana, dan sebagai ucapan terima kasih kepada arwah tokoh yang berjasa. Makna upacara yang dilakukan dan waktu pelaksanaan matsuri beraneka ragam sesuai dengan tujuan penyelenggaraan matsuri. Jidai matsuri diselenggarakan setiap tahun di kota Kyoto di Heian Jingu (kuil Heian) pada tanggal 22 Oktober. Jidai matsuri merupakan salah satu dari tiga matsuri terbesar di Kyoto, selain Gion matsuri dan Aoi matsuri. Jidai matsuri diselenggarakan dengan tujuan sebagai bentuk ungkapan terima kasih kepada kaisar Kammu dan kaisar Komei karena berjasa telah memindahkan ibukota dari Nara ke Kyoto dan membangun Heian Jingu. Terdapat pengaruh Shinto dalam tujuan dilaksanakannya Jidai matsuri dan pada arak-arakan Shinko Retsu (prosesi kereta suci) dalam Jidai matsuri. Pengaruh Shinto dalam tujuan dilaksanakannya Jidai matsuri terdapat pada bentuk ungkapan terima kasih kepada kaisar Kammu dan kaisar Komei karena berjasa telah memindahkan ibukota dari Nara ke Kyoto dan membangun Heian Jingu. Shinko Retsu (prosesi kereta suci), yakni upacara menyambut kedatangan mikoshi Kaisar Kammu dan Kaisar Komei. Kedua Kaisar tersebut termasuk dalam konsep Shinto karena dianggap sebagai dewa yang berhubungan dengan sejarah personal. Dalam hal ini berarti mereka berdua dianggap sebagai dewa karena telah berjasa dalam sejarah. Terdapat beberapa kelompok kami dalam Shinto, salah satu diantaranya adalah kami yang berhubungan dengan sejarah personal, yaitu manusia yang pada akhirnya dianggap sebagai kami atau dewa karena berjasa dalam sejarah. Berdasarkan penggolongan Shinto, Jidai matsuri termasuk dalam kategori Shinto kuil karena Jidai 53 matsuri ini diadakan di sebuah kuil Shinto yang bernama Heian Jingu di mana usia kuil tersebut sudah lebih dari 1200 tahun. Berikut rincian singkat rangkaian ritual perayaan Jidai matsuri yang mengandung empat unsur penting dalam konsep matsuri yang memiliki pengaruh Shinto di dalamnya, yaitu : Terdapatnya monoimi (penyucian), yang terdiri dari misogi atau penyucian dengan menggunakan air dan penggunaan tali yang berwarna merah sebagai bentuk monoimi (penyucian). Tali yang berwarna merah terdapat unsur-unsur matsuri yang mengandung nilai-nilai Shinto yaitu monoimi atau penyucian. Tali yang berwarna merah dapat digunakan untuk mengusir roh jahat. Karena dalam kepercayaan Shinto warna merah dianggap dapat mengusir roh jahat dan mengusir roh jahat merupakan salah satu bentuk dari monoimi (penyucian). Dalam Jidai matsuri juga terdapat shinsen (persembahan), yang berupa bunga dan sayur; barang-barang seperti spanduk bergambar burung dan pedang; kegiatan simbolik seperti musik, yakni alat musik tiup dan taiko (drum), tari-tarian yakni tari-tarian dan nyanyian tradisional, serta acara Yamaguni Tai (upacara menembak) dan Kyuusen Gumi (upacara memanah), yang dilaksanakan dalam iring-iringan pada Jidai matsuri. Terdapatnya norito (pembacaan doa), yakni upacara yang dilakukan di dalam Heian Jingu (kuil Heian). Dalam Jidai matsuri tujuan diadakan norito adalah untuk memberikan penghormatan atau meminta ijin kepada kami atau dewa, untuk melakukan berbagai upacara-upacara suci yang diadakan pada hari itu. Dalam Jidai matsuri terdapat naorai (jamuan makan bersama), yakni acara yang dilakukan pada akhir upacara Shinto. 54