BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi intrakranial dapat

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi intrakranial dapat melibatkan jaringan otak (ensefalitis), sumber
penyebab dapat berupa dari bakteri, virus atau bahkan jamur (fungi) dan hasilnya atau
penyembuhannya dapat komplit atau (sembuh total) dan sampai pada menimbulkan
penurunan neurologis dan juga sampai terjadi kematian. Virus masuk tubuh pasien
melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk ke dalam tubuh,virus akan
menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara: Setempat:virus alirannya terbatas
menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu.
1.2 Tujuan
Tujuan makalah ini disusun adalah untuk memenuhi tugas dari salah satu mata
kuliah yaitu Keperawatan Medikal Bedah III Kemudian daripada itu, makalah ini
disusun untuk dapat menjelaskan dan memberi gambaran klinis tentang penyakit
Ensefalitis.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Definisi
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikro
organisme lain yang non purulent. (Rahman M, 1998).
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme.
(Purnawan junadi, 1982).
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme. Pada
ensefalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput pembungkus otak
dan medula spinalis.(hasan, 1997).
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi menurut Soedarmo dkk, (2008) adalah:
1) Ensefalitis fatal yang biasanya didahului oleh viremia dan perkembang biakan virus
ekstraneural yang hebat
2) Ensefalitis subklinis yang biasanya didahului viremia ringan, infeksi otak lambat dan
kerusakan otak ringan
3) Infeksi asimptomatik yang ditandai oleh hmpir tidak adanya viremia, sangat terbatasnya
replikasi ekstraneural
4) Infeksi persisten.
Meskipun Indonesia secara klinis dikenal banyak kasus encephalitis tetapi baru
Japanese B encepalitis yang ditemukan (Soedarmo dkk,2008).
2.3 Anatomi dan Fisiologi Sistem Persyarafan
a) Pengertian
Menurut Setiadi, (2007) sistem syaraf adalah salah satu organ yang berfungsi untuk
menyelenggarakan kerja sama yang rapih dalam organisasi dan koordinasi kegiatan tubuh.
Dengan pertolongan syaraf kita dapat mengisap suatu rangsangan dari luar pengndalian
pekerja otot.
b) Sel sel pada sistem syaraf
1) Neuron
Unit fungsional sistem syaraf yang terdiri dari : Badan Sel, yaitu bagian yang mengendalikan
metabolisme keseluruhan neuron. Sedangakan Akson adalah suatu prosesus tunggal, yang
lebih tipis dan lebih panjang dari dendrit. Bagian ini mengahantarkan impuls menjauhi
badan sel ke neuron lain, ke sel lain atau ke ke badan sel neuron yang menjadi asal akson (
arah menuju ke luar sel ). Maka, Semua akson dalam sistem syaraf perifer di bungkus oleh
lapisan schwann ( neurolema ) yang di hasilkan oleh sel – sel schwann. Kemudian mielin
berfungsi sebagai insulator listrik dan mempercepat hantaran impuls syaraf. Sedangkan
Dendrit adalah Perpanjang sitoplasma yang biasanya berganda dan pendek yang berfungsi
sebagai penghantar impuls ke sel tubuh.
2) Neuroglial
Sel penunjang tambahan pada susunan syaraf pusat yang berfungsi sebagai jaringan
ikat yang mensuport sel dan nervous sistem.
3) Sistam komunikasi sel
Rangsangan ini di sebut stimulus, sedangkan yang di hasilkan dinamakan respon. Alat
penghantar stimulus yang berfungsi menerima rangsangan disebut reseptor,sedangkan yang
menjawab stimulus di sebut efektor seperti otot,sel , kelenjar atau sebagainya.
c) Sistem Syaraf Pusat
1) Perkembangan Otak
Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak) berkembang dari sebuah tabung yang
mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal,yaitu:
a) Otak depan menjadi hamisfer serebri, korpus striatum, talamus, serta hipotalamus.
Fungsinya menerima dan mengintegrasikan informasi mengenai kesadaran dan emosi.
b) Otak tengah,mengkoordinir otot yang berhubungan dengan penglihatan dan pendengaran.
Otak ini menjadi tegmentum, krus serebrium, korpus kuadriigeminus.
c) Otak belakang ( pons ), bagian otak yang menonjol kebnyakan tersusun dari lapisan fiber (
berserat ) dan termasuk sel yang terlibat dalam pengontrolan pernafasan. Otak belakang ini
menjadi :
Pons vorali, membantu meneruskan informasi. Medula oblongata, mengendalikan fungsi
otomatis organ dalam( internal ). Serebelum, mengkoordinasikan pergerakan dasar.
2) Pelindung Otak
(a) Kulit kepala dan rambut
(b) Tulang tengkorak dan columna vetebral
(c) Meningen ( selaput otak )
3) Bagian – bagian Otak
a) Hemifer cerebral ( otak besar )di bagi menjadi 4 lobus, yaitu :
(1) Lobus frontalis, menstimuli pergerakan otot, yang bertanggung jawab untuk proses berfikir
(2) Lobus parietalis, merupakan area sensoris dari otak yang merupakan sensasi perabaan,
tekanan, dan sedkit menerima perubahan temperatur.
(3) Lobus occipitallis, mengandung area visual yang menerima sensasi dari mata.
(4) Lobus temporalis, mengandung area auditory yang menerima sensasi dari telinga.
Area khusus otak besar (cerebrum ) adalah :
Somatic sensory area yang menerima impuls dari reseptor sensory tubuh. Primary motor
area yang mengirim impuls ke otot skeletal broca’s area yang terliabat dalam kemampuan
bicara.
b) Cerebelum ( otak kecil )
Fungsi cerebelum mengmbalikan tonus otot di luar kesadaran yang merupakan suatu
mekanisme syaraf yang berpengaruh dalam pengaturan dan pengendalian terhadap :
(1)Perubahan ketegangan dalam otot untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh,
(2)Terjadinya kontraksi dengan lancar dan teratur pada pergerakan di bawah pengendalian
kemauan dan mempunyai aspek keterampilan.
Ada tiga jens kelompok syaraf yang di bentuk oleh syaraf cerebrospinalis yaitu:
(a)Syaraf sensorik, ( syaraf afferen ), yaitu membawa impuls dari otak dan medulla spinalis ke
perifer.
(b) Syaraf motorik ( syaraf efferen ), menghantarkan impuls dari otak dan medulla spinalis ke
perifer.
(c)Syaraf campuran, yang mengandung serabut motorik dan sensorik, sehingga dapat
mengantar impuls dalam dua jurusan.
4) Medulla Spinallis
Disebut juga sumsum tulang belakang. Yang terlindung di dalam tulang belakang dan
berfungsi untuk mengadakan komunikasi anatara otak dan semua bagian tubuh serta
berperan dalam : gerak reflek, berisi pusat pengontrolan yang penting, heart rate contol
atau denyut jantung, pengaturan tekanan darah, pernafasan, menelan, muntah.
d) Susunan Syaraf Perifer
Sistem syaraf perifer menyampaikan informasi antara jaringan dan saraf pusat ( CNS
) dengan cara membawa signals dari syaraf pusat ke CNS. Susunan syaraf terbagi menjadi 2,
yaitu :
1) Susunan syaraf somatic
Susunan syaraf yang memiliki peranan yang spesifik untuk mengatur aktivitas otot sadar
atau serat lintang, jadi syraf ini melakuakan sistem pergerakan otot yang di sengaja atau
tanpa sengaja
2) Susunan syaraf otonom
Susunan syaraf yang mempunyai peranan penting mempengaruhi pekerjaan otot sadar atau
serat lntang, dengan membawa informasi ke otot halus atau otot jantung yang dilakuakan
otomatis.Menurut fungsinya susunan syaraf otonom terdiri dari dua bagian yaitu:
(a) Susunan syaraf simpatis
(b) Susunan syaraf para simpatis( Setiadi,2007).
2.4 Etiologi
Berbagai macam mikroorganisme dapat menyebabkan ensefalitis, misalnya bakteri
protozoa, cacing, jamur, spiroxhaeta dan virus. Penyebab terpenting dan paling sering
adalah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung ke otak atau reaksi radang akut
karena infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.
Macam-macam ensefalitis virus menurut Robin :
·
Infeksi virus yang bersifat epidemik
·
·
·
·
Infeksi virus yang bersifat sporadik
·
Ensefalitis pasca infeksio, pasca morbili, dan pasca varisela.
2.3 Patogenesis
Virus masuk ke tubuh pasien melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna. Setelah
masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara :
Setempat virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ
tertentu.
Penyebaran hematogen primer, yaitu virus masuk ke dalam darah menyebar ke organ dan
berkembang biak di organ tersebut.
Penyebaran melalui saraf-saraf, yaitu virus berkembang biak di permukaan selaput lendir
dan menyebar melalui sistem saraf.
Masa prodromal berlangsung selama 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala,
pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas dan pucat, gejala lainnya
berupa gelisah, perubahanperilaku, gangguan kesadaran dan kejang.
2.4 Tanda dan gejala ensefalitis
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan
khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum,gejala berupa trias
4.
5.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
a.
b.
·
·
·
c.
d.
ensepalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun, sakit kepala, kadang
disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen,dapat terjadi gangguan
pendengaran dan penglihatan. (Mansjoer,2000).
Adapun tanda dan gejala ensefalitis sebagai berikut :
1. Suhu yang mendadak naik,seringkali ditemukan hiperpireksia
2. Kesadaran dengan cepat menurun
3. Muntah
Kejang- kejang yang dapat bersifat umum, fokal atau twiching saja (kejang-kejang di muka)
Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misal
paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya (hassan,1997).
Inti dari sindrom ensefalitis adalah adanya demam akut, demam kombinasi tanda dan
gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia hemiparesis dengan asimetri
refleks tendon dan tanda babinski, gerakan infolunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otototot wajah. Pemeriksaan Pemeriksaan penunjang :
Secara klinik dapat di diagnosis dengan menemukan gejala klinik tersebut diatas:
Biakan : dari darah : viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk
mendapatkan hasil yang positif. Dari likuor atau jaringan otak. Akan dapat gambaran jenis
kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika.
Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi henaglutinasi dan uji teutralisasi.
Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh, IgM dapat dijumpai pada
awal gejala penyakit timbul.
Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan leukosit.
Fungsi lumbal likuor serebospinalis sering dalam batas normal. Kadang- kadang ditemukan
sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa.
EEG / Electroencephalography EEG sering menunjukan aktivitas listrik yang merendah
sesuai dengan kesadaran yang menurun, adanya kejang,koma,tumor,infeksi sistem saraf,
bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari
pola normal irama dan kecepatan. (Smeltzer,2002).
CT Scan, pemeriksaan CT Scan otak sering kali di dapat hasil normal, tetapi bisa juga
didapat hasil edema diffuse.
2.5 Penatalaksanaan
Obat-obat antikonvulsif untuk memberantas kejang segera diberikan secara
intramusuler atau intravena tergantung pada kebutuhan, misalnya luminal atau valium.
‘’Intravenous fluid drip’’ langsung dipasang. Cairan bergantung pada anak.
Isolasi : isolasi bertujuan untuk mengurangi stimuli atau rangsangan dari luar dan sebagai
tindakan pencegahan.
Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur obat yang mungkin di anjurkan oleh dokter:
Ampicilin :200mg/kg BB/24 Jam, dibagi 4 dosis.
Kemicetin : 100 mg/kg bb/24 jam dibagi 4 dosis.
Bila ensefalitis disebabkan oleh virus (HSV). Acyclovir diberikan secara intravena dengan
dosis 30 mg/kg bb per hari, dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah
kekambuhan.
Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial.
Mengontrol kejang, obat anti konfulsif diberikan segera untuk memberantas kejang.obat
yang diberikan adalah valium dan atau luminal. Dan valium dapat diberikan dengan dosis 0,3
– 0,5 mg/kg bb/ kali.
e.
Mempertahankan ventilasi, berdasarkan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan
(2-3menit).
f.
Mengontrol perubahan suhu lingkungan.
2.6 Komplikasi
Angka kematian untuk ensefalitis ini masih tinggi, berkisar antara 35-50 %, dari pada
penderita yangb hidup 20-40 % mempunyai komplikasi atau gejala sisa berupa paralitis.
Gangguan penglihatan atau gejala neurologik yang lain. Penderita yang sembuh tanpa
kelainan neurologik yang nyata,dalam perkembangan selanjutnya masih mungkin menderita
retardasi mental, gangguan tingkah laku dan epilepsi.
·
·
2.7 Penkes
Penatalaksanaan kejang dan demam :
Memberikan kompres hangat jika klien demam.
Menganjurkan atau memberikan banyak minum saat badan klien panas
BAB III
KONSEP ASKEP
3.1 Pengkajian
I. IDENTITAS DIRI KLEN
Nama klien, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama, bangsa, bahasa, pendidikan,
pekerjaan, status pernikahan,alamat / no telp, tgl masukrmh sakit, no register,dx medis,
sumber informasi, tanggal pengkajian.
II. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
a. Alasan masuk : hal yang mendorong klien mencari pertolongan tenaga kesehatan
b.keluhan utama : Panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari, kejang, kesadaran menurun,
Gelisah ,muntah-muntah , sakit kepala. Dan perkembangan penyakit saat ini dan sekarang
(here and now) yang masih dirasakan harus menggambarkan kriteria PQRST.
c. Upaya dan terapi yang telah di lakukan untuk mengatasinya :
III. RIWAYAT KESEHATAN YANG LALU
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita
penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga dan tenggorokan.
IV. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Genogram tiga generasi, Identifikasi penyakit yang pernah di derita / sedang di derita
keluarga, riwayat penyakit keturunan, penyakit ensefalitis yang diderita keluarga.
V. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Pola peran berhubungan dengan keluarga baik dan tidak ada masalah.
VI. PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR
A. Nutrisi & Cairan
Pemenuhan Nutrisi Biasanya klien dengan gizi kurang asupan makana dan cairan
dalam jumlah kurang dari kebutuhan tubuh. Pada pasien dengan Ensefalitis biasanya
ditandai Dengan adanya mual, muntah, kepalah pusing, kelelahan. Status Gizi yang
berhubungan dengan keadaan tubuh. Postur tubuh biasanya kurus ,rambut merah karena
kekurangan vitamin A, berat badan kurang dari normal.
B. Eliminasi:
Kebiasaan Defekasi sehari-hari Biasanya pada pasien Ensefalitis karena pasien tidak
dapat melakukan mobilisasi maka dapat terjadi obstipasi. Kebiasaan Miksi sehari-hari
Biasanya pada pasien Ensefalitis kebiasaan mictie normal frekuensi normal.
Jika kebutuhan cairan terpenuhi. Jika terjadi gangguan kebutuhan cairan maka produksi
irine akan menurun, konsentrasi urine pekat.
C. Istirahat/Tidur
Biasanya pola tidur dan istirahat pada pasien Ensefalitis biasanya tidak dapat
dievaluasi karena pasien sering mengalami apatis sampai koma.
D. Personal Higiene
Dapat di temukan berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan diri
dan dapat menimbulkan ketergantungan.
E. Pola Aktifitas
a. Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan, karena Ensefalitis dengan gizi buruk
mengalami kelemahan.
b. Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka latihan gerak dilakukan latihan
positif.
c. Upaya pergerakan sendi : bila terjadi atropi otot pada gizi buruk maka dilakukan latihan pasif
sesuai ROM (range of motion)
d. Kekuatan otot berkurang karena Ensefalitis dengan gizi buruk .
e. Kesulitan yang dihadapi bila terjadi komplikasi ke jantung ,ginjal ,mudah terkena infeksi
berat,aktifitas turun ,Hb turun ,punurunan kadar albumin serum, gangguan pertumbuhan.
F. Seksualitas
Dapat menyebabkan masalah pada klien dalam berhubungan dengan pasangannya. Dapat
terjadi perubahan pola pola seksualitas yang membutuhkan konsultasi/konseling lebih
lanjut.
G. Spiritualitas
Dapat terjadi gangguan dalam melaksanakan ibadah rutin yang biasa klien lakukan
berhubungan dengan keterbatasan gerak dan nyeri yang dapat mempengaruhi kegiatan
ibadah rutin yang biasa di lakukan klien sehari-hari.
H. Sosial
Faktor menderita ensefalitis, dapat menyebabkan kerusakan interaksi social klien dengan
keluarga atau orang lain : perubahan peran ; isolasi diri.
3.2 Pemeriksaan fisik
·
Tingkat kesadaran
: Adanya penurunan tingkat kesadaran.
·
GCS
: Eye respon: … Motorik respon: … Verbal respon: …
·
Keadaan umum
: Sakit
·
Kulit
: Saat diraba kulit terasa agak panas
·
Ttv
: Terjadi peningkatan sistol tekanan darah, penurunan
nadi bradikardia, peningkatan frekuensi pernafasan.
·
Kepala
: Wajah tampak lesu, pucat, sakit kepala, varestesia,
Terasa kaku pada semua persyarafan yang terkena, kehilangan sensasi(kerusakan pada
asaraf kranial).
·
Mata
: Gangguan pada penglihatan, seperti diplopia, menguji
penglihatan, ukuran pupil, reaksi terhadap sinar dan ketidaknormalan pergerakan mata.
·
Telinga
: Ketulian atau mungkin hipersensitif terhadap
kebisingan.
·
Hidung
: Adanya gangguan penciuman
·
Mulut dan gigi
: Membran mukosa kering, lidah terlihat bintik putih
dan Kotor.
·
Leher
: Terjadi kaku kuduk dan terasa lemas.
·
Dada
: Adanya riwayat kardiopatologi seperti endokarditis,
beberapa penyakit jantung kongenital.
·
·
·
·
Abdomen
: Biasanya klien mual dan muntah.
Genetalia, rectum dan abdomen : Tidak ada kelainan.
Eksremitas atas dan bawah
: Tidak ada kekuatan otot dan teraba dingin.
BB Dan TB
: Penurunan berat badan akibat penurunan nafsu
makan dan tinggi badan di kaji sesuai usia.
3.3 Pemeriksaan laboratorium
Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu
membantu. Biasanya berwarna jernih ,jumlah sel 50-200 dengan dominasi limfasit. Kadar
protein kadang-kadang meningkat, sedangkan glukosa masih dalam batas normal.
Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difus (aktifitas lambat bilateral).Bila
terdapat tanda klinis flokal yang ditunjang dengan gambaran EEG atau CT scan dapat
dilakukan biopal otak di daerah yang bersangkutan. Bila tidak ada tanda klinis flokal, biopsy
dapat dilakukan pada daerah lobus temporalis yang biasanya menjadi predileksi virus
Herpes Simplex.
3.4 Diagnosa Keperawatan
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
Tujuan :
· Pasien kembali pada keadaan status neurologis sebelum sakit
· Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris
·
·
·
·
Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Rasa sakit kepala berkurang
Kesadaran meningkat
Adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-tanda tekanan intrakranial
yang meningkat.
Rencana Tindakan :
INTERVENSI
Pasien bed rest total dengan posisi tidur
terlentang tanpa bantal
Monitor tanda-tanda status neurologis
dengan GCS.
Monitor tanda-tanda vital seperti TD,
Nadi, Suhu, Respirasi dan hati-hati pada
hipertensi sistolik
RASIONAL
Perubahan pada tekanan intakranial
akan dapat meyebabkan resiko untuk
terjadinya herniasi otak
Dapat mengurangi kerusakan otak lebih
lanjt
Pada keadaan normal autoregulasi
mempertahankan keadaan tekanan
darah sistemik berubah secara
fluktuatif. Kegagalan autoregulasi akan
menyebabkan kerusakan vaskuler
cerebral yang dapat dimanifestasikan
dengan peningkatan sistolik dan diikuti
oleh penurunan tekanan diastolik.
Sedangkan peningkatan suhu dapat
Monitor intake dan output
Bantu pasien untuk membatasi muntah,
batuk. Anjurkan pasien untuk
mengeluarkan napas apabila bergerak
atau berbalik di tempat tidur.
Kolaborasi :
Berikan cairan perinfus dengan
perhatian ketat.
Monitor AGD bila diperlukan pemberian
oksigen
Berikan terapi sesuai advis dokter
seperti: Steroid, Aminofel, Antibiotika.
menggambarkan perjalanan infeksi.
Hipertermi dapat menyebabkan
peningkatan IWL dan meningkatkan
resiko dehidrasi terutama pada pasien
yang tidak sadar serta nausea yang
menurunkan intake per oral
Aktifitas muntah atau batuk dapat
meningkatkan tekanan intrakranial dan
intraabdomen. Mengeluarkan napas
sewaktu bergerak atau merubah posisi
dapat melindungi diri dari efek valsava
Meminimalkan fluktuasi pada beban
vaskuler dan tekanan intrakranial,
vetriksi cairan dan cairan dapat
menurunkan edema cerebral
Adanya kemungkinan asidosis disertai
dengan pelepasan oksigen pada tingkat
sel dapat menyebabkan terjadinya
iskhemik serebral
Terapi yang diberikan dapat
menurunkan permeabilitas kapiler.
Menurunkan edema serebri
Menurunkan metabolik sel / konsumsi
dan kejang.
Nyeri berhubungan dengan adanya iritasi lapisan otak
Tujuan :
Pasien terlihat rasa sakitnya berkurang / rasa sakit terkontrol
Kriteria evaluasi :
· Pasien dapat tidur dengan tenang
· Memverbalisasikan penurunan rasa sakit.
Rencana Tindakan :
INTERVENSI
Independent
Usahakan membuat lingkungan yang
aman dan tenang
Kompres dingin (es) pada kepala dan
kain dingin pada mata
Lakukan latihan gerak aktif atau pasif
sesuai kondisi dengan lembut dan hatihati
Kolaborasi :
Berikan obat analgesik
RASIONAL
Menurunkan reaksi terhadap
rangsangan ekternal atau kesensitifan
terhadap cahaya dan menganjurkan
pasien untuk beristirahat
Dapat menyebabkan vasokontriksi
pembuluh darah otak
Dapat membantu relaksasi otot-otot
yang tegang dan dapat menurunkan
rasa sakit / disconfort
Mungkin diperlukan untuk menurunkan
rasa sakit. Catatan : Narkotika
merupakan kontraindikasi karena
berdampak pada status neurologis
sehingga sukar untuk dikaji.
Resiko injuri berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan
penurunan tingkat kesadaran
Tujuan:
Pasien bebas dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran
Rencana Tindakan :
INTERVENSI
Independent :
Monitor kejang pada tangan, kaki,
mulut dan otot-otot muka lainnya
Persiapkan lingkungan yang aman
seperti batasan ranjang, papan
pengaman, dan alat suction selalu
berada dekat pasien.
Pertahankan bedrest total selama fae
akut
Kolaborasi :
Berikan terapi sesuai advis dokter
seperti; diazepam, phenobarbital, dll.
RASIONAL
Gambaran tribalitas sistem saraf pusat
memerlukan evaluasi yang sesuai
dengan intervensi yang tepat untuk
mencegah terjadinya komplikasi.
Melindungi pasien bila kejang terjadi
Mengurangi resiko jatuh / terluka jika
vertigo, sincope, dan ataksia terjadi
Untuk mencegah atau mengurangi
kejang.
Catatan : Phenobarbital dapat
menyebabkan respiratorius depresi dan
sedasi.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskulaer, penurunan
kekuatan otot, penurunan kesadaran, kerusakan persepsi/kognitif
Tujuan :
Tidak terjadi kontraktur, footdrop, gangguan integritas kulit, fungsi bowell dan bladder
optimal serta peningkatan kemampuan fisik
Tindakan :
Intervensi
Independen :
Review kemampuan fisik dan kerusakan
yang terjadi
Kaji tingkat imobilisasi, gunakan skala
ketergantungan dari 0 – 4
Rasional
Mengidentifikasi kersakan fungsi dan
menentukan pilihan intervensi
Kemungkinan tingkat ketergantungan
(0) hanya memerlukan bantuan minimal
(1)Memerlukan bantuan moderate (3)
Memerlukan bantuan komplit dari
perawat (4)Klien yang memerlukan
pengawasan khusus karena resiko injury
yang tinggi
Berikan perubahan posisi yang teratur
pada klien
Perubahan posisi teratur dapat
mendistribusikan berat badan secara
meneyluruh dan memfasilitasi
peredaran darah serta mencegah
dekubitus
Mencegah terjadinya kontraktur atau
foot drop serta dapat mempercepat
pengembalian fungsi tubuh nantinya
Memfasilitasi sirkulais dan mencegah
gangguan integritas kulit
Pertahankan body aligment adekuat,
berikan latihan ROM pasif jika klien
sudah bebas panas dan kejang
Berikan perawatan kulit secara adekuat,
lakukan masasse, ganti pakaian klien
dengan bahan linen dan pertahankan
tempat tidur dalam keadaan kering
Berikan perawatan mata, bersihkan
Melindungi mata dari kerusakan akibat
mata dan tutup dengan kapas yang
terbukanya mata terus menerus
basah sesekali
Kaji adanya nyeri, kemerahan, bengkak Indikasi adanya kerusakan kulit
pada area kulit
Kerusakan sensori persepsi berhubungan dengan kerusakan penerima rangsang sensori,
transmisi sensori dan integrasi sensori
Tujuan : Kesadaran klien dan persepsi sensori membaik
Tindakan :
Intervensi
Evaluasi secara teratur perubahan
orientasi klien, kemampuan bicara,
keadaan emosi serta proses berpikir
klien.
Kaji kemampuan menterjemahkan
rangsang sensori misalnya : respon
terhadap sentuhan, panas atau dingin,
serta kesadaran terhadap pergerakan
tubuh.
Batasi suara-suara bising serta
pertahankan lingkungan yang tenang
Tetap bicara dengan klien dengan suara
yang tenang, gunakan kata-kata yang
sederhana dan singkat serta
pertahankan kontak mata
Kolaborasi :
Rujuk ke ahli fisioterapi atau okupasi
Rasional
Kerusakan area otak akan
menyebabkan klien mengalami
gangguan persepsi sensori. Sejalan
dengan proses peneymbuhan, lesi area
otak akan mulai membaik sehingga
perlu dievaluasi kemajuan klien
Informasi tersebut penting untuk
menentukan tindak lanjut bagi klien
Menurunkan kecemasan, dan
mencegah kebingungan pada klien
akibat rangsang sensori berlebihan
Rangsang sensori tetap diberikan pada
klien walaupun dalam keadaan tidak
sadar untuk memacu kemampuan
sensori persepsi klien
Untuk dapat memberikan penanganan
menyeluruh pada klien
Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik
Tujuan :
Nutrisi klien terpenuhi dengan kriteria tidak adanya tanda malnutrisi dengan nilai
laboratorium dalam batas normal
Tindakan :
Intervensi
Kaji kemampuan klien dalam menelan,
batuk dan adanya secret
Auskultasi bowel sounds, amati
penurunan atau hiperaktivitas suara
bpowell
Timbang berat badan sesuai indikasi
Berikan makanan dengan cara
meninggikan kepala
Pertahankan lingkungan yang tenang
dan anjurkan keluarga atau orang
terdekat untuk memberikan makanan
pada klien
Rasional
Faktor-faktor tersebut menentukan
kemampuan menelan klien dan klien
harus dilindungi dari resiko aspirasi
Fungsi gastro intestinal tergantung pula
pada kerusakan otak, bowelll sounds
menentukan respon feeding atau
terjadinya komplikasi misalnya illeus
Untuk megevaluasi efektifitas dari
asupan makanan
Menurunkan resiko regurgitasi atau
aspirasi
Membuat klien merasa aman sehingga
asupan dapat dipertahankan
3.5 Implementasi dan Evaluasi

Implementasi adalah : tahap ketika perawat menfgaplikasikan rencana asuhan
keperawatan kedalambentuk intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai
tujuan yang telah ditetapkan .kemampuan perawat yang harus dimiliki pada tahap
implementasi adalah : kemampuan komunikasi yang efektif.kemampuan untuk
menciptakan hubungan saling percaya yang saling membantu .kemamapuan untuk
teknik psikomotor kemampuan melakukan observasi,sistematis kemampuan
memberikan pendidikan kesehatan,kemampuan advokasi dan kemampuan evaluasi.

Implementasi tindakan keperawatan dibedakan dibedakan menjadi 3 kategori yaitu
:independen,interdependen,dan dependen.
1. Independen yaitu : suatu kegioatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk
dari dokter ,tindakan keperawatan independen antara lain :
 Mengkaji klien dan keluarga melwalui pemeriksaan fisik untuk mengetahui status
kesehatan .
 Merumuskan diagnosis sesuai respon klien.
 Mengidentifikasi tindakan keperawatan.
 Mengevaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan dan medis.
2. Interdependen yaitu : kegiatan uang memerlukan kerjasama dari tenaga kesehatan lain
(mis.ahli gizi,fisioterapi dan dokter).
3. Dependen berhubungan dengan perencanaan tindakan medis / interaksi dari tenaga
medis
Hal lain yang tidak kalah penting pada tahap implementasi ini adlah mengevaluasi
respon atau hasil daritindakan keperawatan yang dilakukan terhadap klien serta
mendokumentasikan semua tindakan yang telah dilakukan berikut respon atau
hasilnya.

Evaluasi adalah : tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yuang teramati dan
tujuan atau criteria hasil akhir yang dibuat pada tahap perencanaan.
Secara umum evaluasi ditunjuk untuk :
1. Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan.
2. Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum.
3. Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai.
Evaluasi terbagi atas dua jenis yaitu : evaluasi formatif dan evaluasi sumatif
1. Evaluasi formatif adalah berfokus pada aktifitas proses keperawatan dan hasil tindakan
keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan .
2. Evaluasi sumatif adalah : evaluasi yang dilakukan setelah semua aktifitas proses
keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor
kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan.
Metode yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adlah melakukan
wawancara pada akhir layanan.menanyakan respon klien dan keluarga terkait layanan
keperawatan mengadakan pertemuan pada akhir layanan.
Ada 3 kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan mencapai tujuan
keperawatan :
1.
2.
3.








Tujuan tercapai jika klien menunjukan perubahan sesuai dengan standar yang telah
ditentukan .
Tujuan tercapai sebagian / klian masih dalam proses pencapaian tujuan
Tujuan tidak tercapai jika klien hanya menunjukan sedikit perubahan dan tidak ada
kemajuan .
Evaluasi akhir yang dapat di capai pada penanganan klien dengan Ensefalitis
adalah :
Klien tidak mengalami infeksi lebih lanjut.
Klien mengalami pengurangan tingkat keletihan.
Klien dapat meningkatkan atau mempertahankan tingkat mobilitas.
Klien mampu mempertahankan aktivitas perawatan mandiri.
Klien mengalami perbaikan citra tubuh.
Tidak terjadi ansietas.
Klien menunjukan pemahaman tentang informasi yang di berikan.
Tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
 Laboratorium UPF Ilmu Kesehatan Anak, Pedoman Diagnosis dan Terapi, Fakultas
Kedokteran UNAIR Surabaya, 1998
 Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1997.
 Rahman M, Petunjuk Tentang Penyakit, Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium, Kelompok
Minat Penulisan Ilmiah Kedokteran Salemba, Jakarta, 1986.
 Sacharian, Rosa M, Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2 Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta ,1993.
 Kapita selekta kedokteran edisi 2, jakarta, 1982
 http://bustomi-ahmad.blogspot.com/2011/06/askep-ensefalitis.html
Tugas
ASUHAN KEPERAWATAN “ENSEFALITIS”
Di susun oleh :
Kelompok 1:
Yolanda Ali
Indah Nabila B.Qassem
Moh.Chandra D.Talani
Ahmad Azhari
Nur Illin S.Rahmat
Sarifudin Polumulo
Dian Anggraini Pou
Ramdhan Mantali
Fauzi Rahman Ngadi
Fathan Amay
Yusuf Manoppo
Romy Mbuinga
Resky Eka Putri A.Kadir
Herlina S.Radjiman
Rian Ariyanto Mustapa
Fredkrik H.Tudja
Ilhamudin Adam
Indra Bungkuran
Mukmin Thaib
Afriani Imran
Chindra D.S.Tute
Lutfi Alfadel Razak
Kelas : Reguler 2C Keperawatan
POLTEKES KEMENKES GORONTALO
T.A 2013-2014
Download