LENGGURU, DUNIA YANG TERSEMBUNYI Ekspedisi ilmiah di Papua Barat (Indonesia) LENGGURU, A LOST WORLD $VFLHQWLÀFH[SHGLWLRQLQ:HVWHUQ3DSXD,QGRQHVLD Suatu teritori kompleks yang menampilkan kekayaan hayati yang luar biasa $FRPSOH[WHUULWRU\GLVSOD\LQJDQH[FHSWLRQDOELRGLYHUVLW\ Terletak di Papua Barat, kawasan Lengguru ditandai dengan rangkaian gunung yang dipisahkan oleh lembah. Didominasi oleh batuan karst, rekahan batuan kapur yang berkaitan dengangaleri yang membentuk labirin alami, baik di atas maupun bawah tanah, mulai dari puncak gunung hingga kedalaman 100 meter di bawah permukaan laut. Selama jutaan tahun, lingkungan ini telah memberikan mosaik habitat karena kekhasan ketinggian, kedalaman, kelembaban, isolasi, salinitas dan suhu yang mendukung proses adaptasi, evolusi dan konservasi spesies hewan dan tumbuhan. Oleh karena itu, daerah yang belum terjelajahi dan terpencil ini merupakan wahana yang unik dari keanekaragaman hayati dan merupakan rumah bagi sejumlah besar spesies endemik yang tidak ditemukan di tempat lain. Ekspedisi awal dilakukan pada tahun 2010 untuk melakukan penilaian awal dari keanekaragaman hayati karst yang luar biasa ini. Ekspedisi Lengguru 2014, yang diselenggarakan oleh IRD, LIPI dan Politeknik KP Sorong merupakan ekspansi dari kegaiatan tersebut. Bidang penelitian yang diperluas meliputi (geomorfologi, hidrologi, karstologi, botani, zoologi, taksonomi, genetika, ekologi dan biologi kelautan) dalam berbagai tipe ekosistem (air dan darat, di atas dan bawah permukaan tanah, dari ketinggian hingga kedalaman perairan dan laut) untuk mempelajari interaksi antara geodinamika dan evolusi biologi. Kegiatan ini melibatkan sekitar seratus anggota tim di lapangan, termasuk 25 ilmuwan eropa dan 45 ilmuwan Indonesia. URISA Indonésie Indonesia WANOMA Ekspedisi Lengguru 2014 merupakan tahap pertama dari proyek riset FrancoIndonesia yang dibangun atas etika dan standar prosedur yang baku. KAIMANA Located in West Papua, on the island of New Guinea (Indonesia), the Lengguru range is characterised by series of mountain ridges separated by deep valleys. It consists mainly of karst, fractured limestone formations intertwined with galleries forming a multitude of natural labyrinths both above and underground, ranging from mountaintops down to more than 100 metres below sea level. For millions of years, this environment has provided a mosaic of habitats with specific altitude, depth, obscurity, humidity, isolation, salinity and temperature parameters, favourable to the adaptation, evolution and conservation of animal and plant species. These unexplored and remote regions therefore constitute unique reservoirs of biodiversity and are home to a large number of endemic species found nowhere else in the world. A preliminary expedition was undertaken in 2010 to make an initial assessment of the exceptional biodiversity of these karst areas. The Lengguru 2014 Expedition, organised by the IRD, LIPI and POLTEK, expanded on these initial observations. The scientific fields of study were broadened (geomorphology, hydrology, karstology, botany, zoology, taxonomy, genetics, ecology and marine biology) together with the range of ecosystems visited (aquatic and terrestrial, above the surface and underground, from high altitudes to deep waters, marine and continental) to study the interactions between geodynamics and biological evolution. It involved about a hundred participants on the field, including 25 European and 45 Indonesian scientists. LOBO BAIE DE TRITON AVONA KARANG DERBI 20 KM Wilayah penelitian dan koleksi spesimen Areas of observation and sample collection The Lengguru 2014 Expedition is the first phase of a Franco-Indonesian scientific project built on ethical and sustainable standard operating procedures. 2 Eksplorasi bawah laut ([SORULQJWKHGHSWKV Lingkungan bawah laut dieksplorasi hingga kedalaman sekitar seratus meter untuk mengamati dan mempelajari distribusi spesies dan habitat. Zona remang dan zona agak dalam, yang sebelumnya tidak dapat dicapai dengan menggunakan alat penyelaman konvensional, dapat terungkap rahasianya berkat penggunaan alat selam dengan sistim sirkuit tertutup (pernafasan gas daur ulang) dan campuran gas (oksigen, helium dan nitrogen). Organisme di kedalaman ini umumnya berbeda dari yang hidup dekat permukaan. Penyelam ilmiah akan mengambil gambar spesimen Ctenoplana terlebih dahulu sebelum mengoleksi spesimennya untuk identifikasi dan analisa genetik. The marine environment is explored up to a depth of about one hundred metres to observe and study the distribution of species and habitats. The twilight zone or murky and semi-deep zone, previously unexplored because it cannot be reached using traditional diving methods, reveals its secrets thanks to the use of closed-circuit rebreathers (recycling breathing gases) and suitable gas mixtures (oxygen, helium and nitrogen). © IRD – Régis Hocdé, Lengguru 2014 Organisms observed at these depths are usually different from those living near the surface. A scientific diver takes a picture of a specimen of Ctenoplana before collecting it for identification and genetic analysis. 3 © IRD – Eric Bahuet, Lengguru 2014 Oase Kehidupan Oases of Life Karang keras/sejati adalah organisme pembentuk karang, yang membentuk habitat bagi banyak organisme lainnya. Berbagai jenis karang (Karang permukaan, terumbu karang lapisan tengah, kipas laut, dll) semuanya merupakan rumah bagi banyak spesies bentik (biota dasar perairan) dan digunakan oleh larva untuk menempel. Karang juga berperan sebagai rumah bagi fauna dan flora lainnya yang sangat beragam: ikan, ganggang, krustasea (udang, dll), moluska gastropoda (kerang, nudibranch, dll), echinodermata (bintang laut, teripang, lilia laut [lihat foto kecil]), dll. Koral ini telah menjadi oasis kecil kehidupan bawah air seperti dalam gambar ini, di kedalaman 80 meter, barat daya Teluk Triton. These surfaces act as shelters for a highly diversified fauna and flora: fishes, algae, crustaceans (e.g. shrimps, etc.), gastropod molluscs (shellfish, nudibranchs, etc.), echinoderms (starfish, sea cucumbers, crinoids [see small photo]), fishes, etc. They have become little oases of underwater life—like in this picture, at a depth of 80 metres, south west of Triton Bay. © IRD – Régis Hocdé, Lengguru 2014 Hard corals, living reef-building organisms, form a habitat for many other organisms. The different types of coral surfaces (coral heads, reefs in the middle of sand slopes, sea fans on drop-offs, etc.) are all home to many benthic (i.e. bottomdwelling) species and used by larvae to cling to. 4 , Lengguru 2014 © Gilles Di Raimondo Mikrofauna unik A Unique microfauna Karang memiliki rangka berkapur dan hidup bersimbiosa dengan alga, yang memberi mereka beragam warna. Mereka juga menyediakan habitat untuk mikrofauna yang sangat beragam, seperti udang trasnparan (mungkin Vir philippinensis) yang hidup berasosiasi dengan karang yang soliter (mungkin Plerogyra sinuosa atau Karang kolang-kaling) dan ikan (Trimma benjamini). Di Lengguru, sungai di pesisir membawa sedimen dan bahan organik ke pantai, memberikan kehidupan tetapi juga mengurangi kejernihan air. Organisme yang biasanya ditemukan di perairan dalam hidup di sini lebih dekat ke permukaan, seperti bintang laut (Iconaster longimanus), yang dikoleksi pada kedalaman 70 meter. Corals have a calcareous skeleton and live with symbiotic algae, which give them their wide range of colours. They also provide a habitat for a highly diversified microfauna, like this translucent shrimp (probably Vir philippinensis) which lives in association with this solitary coral (probably Plerogyra sinuosa or bubble coral) and these fishes (Trimma benjamini). © IRD – Régis Hocdé, Lengguru 2014 In Lengguru, coastal rivers bring sediment and organic matter, fostering life but also reducing the clarity of the water. Organisms usually found in deep waters are living here closer to the surface, such as this starfish (Iconaster longimanus), collected at a depth of 70 metres. 5 © IRD – Régis Hocdé, Lengguru 2014 .DPXÁDVH Blending into the background Strategi bertahan hidup yang dikembangkan oleh spesies di sini sangat beragam, mulai dari kamuflase sederhana seperti Lepu ayam (Scorpaenopsis papuensis), yang berkamuflase dengan latar habitatnya untuk menghindari predator atau menyelinap pada mangsanya, hingga mimikri seperti ikan pipa setan (Solenostomus paradoxus). Kemampuan meniru ini adalah hasil dari proses evolusi panjang, yang diturunkan ke generasi yang hingga saat ini terlihat menyerupai crinoid atau kipas laut. Mereka termasuk bangsa ikan-ikanan seperti kuda laut atau ikan ikan terompet dengan rahang yang membentuk moncong tubular. Survival strategies developed by species here are highly diverse, ranging from the simple camouflage of the Papuan scorpionfish (Scorpaenopsis papuensis), which blends into its background to escape predators or to sneak up on its prey, to the mimicry of the ghost pipefish (Solenostomus paradoxus). © Gilles Di Raimondo, Lengguru 2014 This mimicking ability is the result of a long evolution process of the ghost pipefish, which over successive generations have come to look more and more like crinoids or sea fans. They belong to the same order of fish as seahorses or trumpet fish, with fused jaws that form a tubular snout. 6 , Lengguru 2014 © Gilles Di Raimondo +XEXQJDQYLWDO Vital relationships Para ilmuwan tertarik pada interaksi dan ketergantungan hubungan antar organisme, seperti simbiosis (atau kolaborasi antar spesies), commensalism (di mana satu spesies mendapat manfaat dari spesies lain tanpa mempengaruhinya), dan parasitisme (di mana satu spesies mendapat manfaat dari pengorbanan spesies lainnya). Hubungan yang dikembangkan antara udang dan atau ikan nemo dan anemon laut dikenal sebagai mutualisme. Udang dan ikan nemo tidak terpengaruh oleh adanya organ penyengat dari anemon, yang justru akan melindungi mereka dari predator, sedangkan anemon mendapatkan manfaat dari sumber makanan yang berasal dari mangsa yang mereka tangkap dan makan. The relationship developed between shrimps or clownfish and sea anemones is known as mutualism. The shrimps and clownfish are not affected by the stinging mechanism of the anemones, which instead protects them from predators, while the anemones benefit from the food fragments coming from the prey they capture and eat. © IRD – Régis Hocdé, Lengguru 2014 Scientists are interested in the interactions and dependency relationships between organisms, such as symbiosis (or interspecies collaboration), commensalism (where one species benefits from another without affecting it), and parasitism (where one species benefits at the expense of the other). 7 , Lengguru 2014 © Gilles Di Raimondo Gemerlapan cahaya In full light Ilmuwan memanfaatkan masa berhenti untuk dekompresi saat penyelaman dengan mengamati, menggambarkan dan mengoleksi spesimen yang tinggal di zona litoral. Daerah karang yang dangkal adalah wilayah yang paling mendapatkan cahaya yang tinggi dan memberikan banyak makanan dan habitat untuk semua bentuk kehidupa, termasuk ganggang, karang, kipas laut, gorgonia, spons, karang sesil Ascidian, krustase, dan moluska. Pada bagi permukaan, para ahli biologi mengamati kumpulan telur spiral yang diletakkan oleh kelinci laut. Kelinci laut ini adalah gastropoda laut tanpa cangkang. Meskipun fauna ini memiliki baik organ kelamin jantan maupun betina, spesies hermaprodit ini tidak membuahi dirinya sendiri. Scientific divers take advantage of decompression stops to observe, describe and sample organisms living in the sunlight zone. Near the surface, the biologists observed the spiral egg mass laid by a nudibranch. These «sea slugs» are marine gastropods without a shell. Although individuals have both male and female genital systems, these hermaphroditic species do not fertilise themselves. © IRD – Régis Hocdé, Lengguru 2014 Shallow reef areas are the most exposed to light and provide a lot of food and habitats for abundant life forms, including algae, soft corals, sea fans, gorgonians, sponges, ascidians, crustaceans, and molluscs. 8 © IRD – Régis Hocdé, Lengguru 2014 Indikator perlindungan habitat ,QGLFDWRUVRIDSUHVHUYHGHQYLURQPHQW Lumba-lumba (Stenella longirostris, golongan Cetacea) adalah ahli dalam melompat dan memutar. Mereka adalah sahabat para ilmuwan selama ekspedisi. Para ahli biologi melakukan inventarisasi spesies yang dikoleksinya. Saat mereka ragu tentang spesies yang diperolehnya, mereka akan mengambil contoh kecil jaringan kulit (dalam microtube - lihat foto kecil). Sampel ini akan digunakan untuk mengidentifikasi spesies melalui analisis DNA. Ukuran populasi cetacean yang diamati di Lengguru merupakan indikator yang baik bahwa lingkungan sekitar masih terjaga. Spinner dolphins (Stenella longirostris, part of the cetaceans group) are masters of jumps and twists. They are regular companions of the scientists during the expedition. The biologists build up an inventory of the species encountered. When they have doubts about a species, they take a small sample of skin (cf: in the flask – see small photo). This sample will be used to identify the species through DNA analysis. © IRD – Régis Hocdé, Lengguru 2014 The size of the cetacean populations observed in Lengguru is a good indicator that this environment is still preserved. 9 © IRD – Régis Hocdé, Lengguru 2014 Katalog kehidupan Cataloguing life Setelah penyelaman, kembali ke kapal, para ilmuwan melakukan pendataan secara akurat dari koleksi spesies laut yang dikoleksinya (menyortir, identifikasi awal, pelabelan, membuat herbarium laut, pemotretan, dan pengolahan spesimen). Pemprosesan spesimen berjalan bersamaan dengan pendeskripsian spesimen, habitatnya, serta lokasi dan kondisi di mana spesimen diperoleh. Analisis genetik dilakukan secara sistematis pada semua spesimen. Hal ini akan membantu dalam menentukan spesies dan mempelajari hubungan parentalnya (filogenetik). After the dive, back on the boats, the scientists carry out a very precise inventory of the marine species collected (sorting, preidentifying, labelling, making a marine herbarium, photographing, and conditioning the samples). Processing samples goes together with describing the specimens, their habitats, as well as the locations and conditions in which they were collected. © IRD – Sophie Quérouil, Lengguru 2014 Genetic testing is systematically performed on all the samples. This will help to determine the species and study the phylogenetic (or «family») relationships among them. 10 © IRD – Régis Hocdé, Lengguru 2014 Base camp The base camps Tiap ekspedisi ilmiah membutuhkan manajemen logistik yang baik dan merupakan pengalaman kehidupan bermasyarakat sejati. Tinggal di beberapa kamp, para ilmuwan sering kali hidup dalam kondisi sulit, seperti di sini, jauh di dalam hutan. Dua puluh lima ton peralatan dibutuhkan untuk ekspedisi Lengguru: peralatan ilmiah, tenda, tempat air, makanan, dll. Tenda yang dikhususkan sebagai pusat pengolahan data memegang peran kunci untuk penyimpanan data ilmiah dan satelit komunikasi. A scientific field expedition requires significant logistic management and is a true experience of community life. Based in several camps, the scientists often live in difficult conditions, such as here, deep in the forest. © Jean-Marc Porte, Lengguru 2014 Twenty-five tons of equipment were needed for the Lengguru expedition: scientific equipment, tents, water cans, food, etc. The tent dedicated to data processing plays a key role for the storage of scientific data and satellite communication. 11 © Jean-Marc Porte, Leng guru 2014 Kemitraan nasional dan internasional Local and international partnership Setelah lokasi menginap tertata, salah satu koordinator nasional ekspedisi (di tengah) melakukan negosiasi dengan kepala desa Lobo (di sebelah kanan) untuk mendapatkan bantuan sebagai pemandu lokal dan mendapatkan akses ke daerah yang biasanya dilarang dimasuki bagi siapapun di luar sukunya. Setelah mendapatkan izin, satu tim kecil berangkat selama beberapa hari untuk mengeksplorasi kawasan yang menjadi perhatiannya: sistem bawah tanah perguaan dan terowongan, danau yang terisolasi dan hutan pegunungan. Once the base camp is set up, one of the local coordinators of the expedition (in the centre) negotiates with the village chief of Lobo (on the right) to get help from local guides and get authorized access to zones usually forbidden to anyone outside the tribe. © Jean-Marc Porte, Lengguru 2014 Then, permissions being granted, small teams set off for several days to explore the areas of interest: underground systems of caves and tunnels, isolated lakes and mountain forests. 12 © Jean-Marc Porte, Leng guru 2014 Dari terang hingga gelap From light into darkness Para penjelajah gua (speleolog) memanjat tebing di lereng Pegunungan Kumawa. Tugas mereka adalah untuk mencari potensi sumber sungai bawah tanah dan akses ke jaringan bawah tanah, kemudian memetakan dan mengamankannya. Para ahli biologi kemudian dapat menjelajahi lingkungan ini dan mempelajari fauna gua. Di sana mereka berharap menemukan spesies troglobitik, yaitu fauna gua yang telah beradaptasi dengan kehidupan bawah tanah pada kegelapan abadi, menampilkan karakteristik khusus seperti depigmentasi tubuh dan hilangnya penglihatan atau penurunan kualitas penglihatan, serta menggantikannya pengembangan organ sensorik, yang lebih berguna untuk suatu dunia yang gelap abadi. The speleologists climb up a canyon on the slopes of the Kumawa mountain range. Their task is to search for potential underground river resurgence and access to underground networks, then map and secure them. © Jean-Marc Porte, Lengguru 2014 The biologists can then explore these environments and study the cave-dwelling fauna. There they expect to discover troglobitic species, i.e. animals adapted to underground life in total darkness, displaying specific characteristics such as body depigmentation and sight loss or decline, while developing other sensory organs more useful in the dark. 13 © CENOTE - Guilhem Maistre, Lengguru 2014 Eksplorasi gua ([SORULQJWKHFDYHV Karst yang terendam disekitaran Danau Sewiki, terhubung dengan Sungai Arguni dan rawa, mengungkap keberadaan jaringan hidrologi kuno yang besar. Habitat ini menjadi tempat bagi kelangsungan hidup spesies dan daya adaptasinya pada kondisi yang unik. Penyelam, ilmuwan dan penjelajah gua menggunakan alat pernafasan sistim tertutup guna keamanannya (tidak ada gelembung). Setelah yakin akan keamanan jalurnya (menggunakan pedoman penyelam), mereka memetakan habitat, mengamati dan mengoleksi organisme, termasuk beberapa bentuk kehidupan yang telah beradaptasi dengan kehidupan dalam gua, seperti spesies baru ikan Betutu buta (Oxyeleotris colasi), dimana sebelumnya tidak diketahui keberadaanya di pulau Nugini. Divers, scientists and speleologists use the closed-circuit rebreather for increased safety (high autonomy, no bubbles). Having secured their path (using a diver’s guideline), they map the habitats, observe and sample organisms, including some that present forms of adaptation to cave life, like this new species of blind fish (Oxyeleotris colasi) previously unknown on the island of New Guinea. © Gilles Di Raimondo, Lengguru 2014 The drowned karst of the region around Sewiki Lake, connected to the Arguni River and marsh, reveals the existence of a large ancient hydrological network. These habitats are favourable to the survival of species and their adaptation to these very particular living conditions. 14 © IRD – Eric Bahuet, Lengguru 2014 Dunia yang berbahaya A hostile world Sistem karst dieksplorasi oleh sekelompok kecil ilmuwan yang tinggal beberapa hari seakan di dunia yang terisolir. Hal ini memerlukan peralatan yang ringan untuk bermalam, serta persediaan makanan dan peralatan untuk mengamati dan mengumpulkan spesimen biologi. Makan dengan waktu yang teratur sangat penting untuk meningkatkan semangat tim dan motivasi. The karst systems are explored by small groups of scientists who set off for several days in complete autonomy. This requires light equipment to camp, as well as food supplies and equipment to observe and collect biological specimens. © Jean-Marc Porte, Lengguru 2014 Eating at regular times is important to boost team spirit and motivation. 15 © Jean-Marc Porte, Leng guru 2014 Ekosistem yang misterius Mysterious ecosystems Bentukan karst terbentuk dari berbagai doline-cekungan besar maupun kecil terhubung dengan jaringan bawah tanah. Adanya curah hujan yang luar biasa, air kadang kala menumpuk di doline, menciptakan danau sementara yang menghancurkan vegetasi. Ekosistem yang sangat khas ini dengan cepat diambil alih oleh buaya dan kadok amfibi. Kehadiran buaya ini masih menjadi misteri mengingat lingkungan ini terisolasi oleh bentangan pegunungan yang luas. Karst relief is made up amongst other things of dolines—large or small depressions linked to underground networks. Following exceptional rainfall, water sometimes accumulates in the dolines, creating temporary lakes that destroy the vegetation. © Jean-Marc Porte, Lengguru 2014 These very particular ecosystems are rapidly colonised by crocodiles and a wide diversity of batrachians. The presence of crocodiles remains a mystery because these environments are isolated by huge mountain ranges. 16 © Jean-Marc Porte, Leng guru 2014 Sungai-satu-satunya akses 5LYHUVWKHRQO\DFFHVVURXWH Untuk mencapai zona puncak dengan mudah adalah dengan mengikuti aliran sungai, walaupun banjir terkadang membuat perjalanan melambat. Akan memakan waktu beberapa jam keterlambatan serta bahaya untuk bisa melewati labirin pohon mati dan bebatuan pegunungan. Semua peralatan harus dipikul, sehingga seluruh tim perlu beristirahat secara teratur. Reaching the high relief zones is easier by following rivers, even if former devastating floods sometimes make for slow progress. It will take several hours of slow and dangerous progress to get through this maze of dead trees and rocks torn from the mountains. © CENOTE - Guilhem Maistre, Lengguru 2014 All the equipment is carried on the men’s backs, so the whole team needs to take regular breaks. 17 © Jean-Marc Porte, Leng guru 2014 Danau Uwabutu yang memberi harapan The promises of Uwabutu Lake Danau Uwabutu, perjalanan yang memakan waktu tiga hari dan lebih dari 35 kilometer jauhnya dari Teluk Triton, dicapai pada 27 Oktober 2014. Para ilmuwan ekspedisi ini adalah orang pertama yang menemukan lingkungan karst dimana seolah kawasan tersebut terbang diatasnya. Danau ini adalah rumah bagi hanya satu spesies ikan pelangi (lihat foto kecil) yang belum diketahui oleh para ilmuwan. Dari lima belas atau lebih ikan pelangi yang ditemukan selama ekspedisi, lebih dari setengahnya kemungkinan jenis baru. Uwabutu Lake, a three-day trek and over 35 kilometres away from Triton Bay, was reached on 27 October 2014. The expedition’s scientists are the first to discover this exceptional environment where karst islets make you feel like they are flying. © Jean-Marc Porte, Lengguru 2014 This lake is home to just one species of rainbowfish (see small photo) previously unknown to scientists. Out of the fifteen or so rainbowfish species discovered during the expedition, more than half could be new. 18 aud, Lengguru 2014 © IRD - Laurent Pouy Pohon-pohon palem di Danau Sewiki Palm trees at Sewiki Lake Tepian Danau Sewiki adalah rumah bagi puluhan jenis pohon palem. Beberapa spesies yang diperoleh oleh botanis dalam ekspedisi ini belum diketahui. Untuk mempelajari keragaman pohon palem dibutuhkan bagian daun, bunga serta buah dan dibuat herbarium, yang kemudian akan ditempatkan di koleksi botani. The banks of Sewiki Lake are home to dozens of species of palm trees. Some of the species studied by the expedition’s botanists are unknown. © Jean-Marc Porte, Lengguru 2014 Studying the diversity of palm trees requires sampling palm leaves, flowers and fruits to form herbaria, which will then be placed in museum collections. 19 © Jean-Marc Porte, Leng guru 2014 Metamorfosis Metamorphosis Ekosistem Lengguru adalah rumah bagi beragam serangga, dimana sebagian besar belum diketahui. Spesies baru jangkrik (lihat foto kecil), dengan kemampuan khususnya dalam berkomunikasi satu sama lain lewat suara ultra, sehingga tidak terdengar oleh telinga ilmuwan, telah dipertelakan. Adapatsi strategis ini bisa membantu mereka dalam melindungi dirinya dari predator. Dalam foto, belalang baru saja menyelesaikan metamorfosisnya. Serangga yang dikumpulkan dikeringkan dan ditempatkan dalam papan untuk kemudian diawetkan dan diangkut. Lengguru ecosystems are home to a wide diversity of insects, most of which are unknown. New species of crickets (see small photo), with a special ability to communicate with each other by ultrasound and therefore undetectable to the ear for scientists, have been described. This original adaptation strategy could help them to better protect themselves from predators. © MNHN - Tony Robillard, Lengguru 2014 In the photo, a grasshopper is completing its metamorphosis. The insects collected are dried and stuck onto cardboard to be preserved and transported. 20 2014 ru 201 uru ngggguru engg e LLeng P rtte, Marcc Port n-Mar an-M JJean © Je Lagu di malam hari Songs of the night Malam adalah waktu yang tepat untuk bertemu katak, penyanyi cilik hutan. Spesies katak pohon yang ditampilkan disini memiliki kaki yang sangat berkembang dengan kemampuan merekatnya untuk membantu mereka menapak pada cabang pohon. Pada konser yang dilakukan puluhan amfibian tidak selalu mudah untuk menjumpai individu ini, dimana lagu misteriusnya akan selalu menjadi perhatian para ilmuwan. The night is the perfect time to meet frogs, the little forest singers. The species of tree frog shown here has highly developed feet with adhesive properties to help them cling to branches. © CNRS - Antoine Fouquet, Lengguru 2014 In a concert of several dozen batrachians, it is not always easy to spot the individual whose mysterious song will grab the attention of the scientists. 21 © Jean-Marc Porte, Leng guru 2014 Hutan berawan Cloud forests Hutan dataran tinggi yang terletak di atas 1000 meter dari permukaan laut biasanya berselimutkan awan. Lingkungan yang sangat khas ini merupakan rumah bagi keragaman yang luar biasa dari burung dan anggrek yang tidak ditemukan di tempat lain di dunia. Pengkoleksian anggrek membutuhkan keterampilan dan pengalaman memanjat agar dapat mencapai puncak kanopi, sering terletak 40 meter di atas tanah. High-altitude forests located over 1000 metres above sea level are usually cloaked in clouds. These very particular environments are home to an exceptional diversity of birds and orchids found nowhere else in the world. © Université de Toulouse - Christophe Thébaud, Lengguru 2014 Collecting orchids requires climbing skills and some experience to be able to reach the canopy, often located 40 metres above ground. 22 © Jean-Marc Porte, Leng guru 2014 $QJJUHNHSLÀW Epiphytic orchids Epifit adalah tanaman yang tumbuh di bagian atas pohon agar dapat menangkap lebih banyak sinar matahari, oleh karena itu sangat mudah didapati di kanopi hutan. Spesimen anggrek yang terkumpul kemudian didata dan dikeringkan menjadi herbarium. Selanjutnya akan dikirim sebagai koleksi referensi ke museum sejarah alam. Tumbuhan yang belum mekar saat diperoleh akan dihabituasi di kebun raya di Indonesia sampai mereka berbunga. Deskripsi dari spesies ini berdasarkan karakteristik bunga, daun dan biji. Epiphytes are plants that grow on top of trees in order to capture more light, and are therefore very present in the forest canopy. The specimens of orchids collected are listed and dried to form herbaria. They will be sent at a later stage to reference collections in natural history museums. The plants which are not in bloom at the time of collection will be acclimated in botanical gardens in Indonesia until they flower. © IRD - Vincent Droissart, Lengguru 2014 The description of the species is based on the characteristics of the flowers, foliage and fruits. 23 guru 2014 © Jean-Marc Porte, Leng Burung mengungkap rahasia mereka %LUGVUHYHDOWKHLUVHFUHWV Burung ditangkap saat fajar menggunakan jaring khusus. Dipersiapkan pagi hari sebelum burung melintasi wilayah terbangnya, kadang disekitaran puncak bukit, pada wilayah yang agak terbuka. Untuk menghindari stres pada hewan, para ilmuwan harus menunjukkan keterampilannya saat melakukan pengukuran hewan tangkapannya, mencatat karakter morfologinya dan mengumpulkan parasit yang ada pada bulunya. Birds are captured at daybreak in invisible nets. These are set up the evening before in passing places for birds, often situated along crests, in more or less open environments. © Jean-Marc Porte, Lengguru 2014 To avoid causing stress to the animals, the scientists must show dexterity when they measure them, note their morphological characteristics and remove any parasites from their feathers. 24 © Jean-Marc Porte, Leng guru 2014 Menyeimbangkan pelestarian dan pengembangan %DODQFLQJSUHVHUYDWLRQDQGGHYHORSPHQW Di Lengguru, seperti di tempat lain, dunia telah menjadi lebih modern dan pembangunan jalan merupakan kebutuhan untuk membuka akses berbagai desa. Keseluruhan tantangan ini berada pada keseimbangan antara pengembangan masyarakat lokal dan pelestarian kekayaan alam disepanjang pegunungan. Burung Mambruk (Goura sp.), sebagai merpati terbesar di dunia, merupakan contoh dari suatu spesies yang sangat rentan, korban dari perburuan liar dan hilangnya habitat. Endemik pada wilayah keseluruhan Papua dan terancam punah di seluruh pulau, ini akan menjadi bahan penelitian dan perlindungan dalam program kegiatan di Lengguru, di mana populasi yang masih besar dari spesies ini masih dijumpai. The crowned pigeon (Goura sp.), the largest pigeon in the world, is an example of a highly vulnerable species, a victim of hunting and habitat loss. Endemic to New Guinea and endangered throughout the island, it will be the subject of a study and protection programme in Lengguru, where large populations of this species still exist. © CENOTE - Guilhem Maistre, Lengguru 2014 In Lengguru, as elsewhere, the world is becoming more modernised and the construction of roads is a necessity to open up certain villages. The whole challenge lies in balancing the development of local communities and the preservation of the natural riches of the moutain range. 25 © Jean-Marc Porte, Leng guru 2014 L E N G G U R U , D U N I A YA N G H I L A N G LENGGURU, A LOST WORLD Ekspedisi ilmiah di Papua Barat (Indonesia) $VFLHQWLILFH[SHGLWLRQLQ:HVWHUQ3DSXD,QGRQHVLD .RPLWH,OPLDK (Institut de recherche pour le développement – IRD) 6FLHQWLÀFFRPPLWWHHRIH[KLELWLRQ (Institut de recherche pour le développement – IRD) Régis Hocdé, Peneliti, IRD, Project leader «Pimpinan Bagian Infrastructur dan Pemantau Penelitian», Grand 2EVHUYDWRLUHGHO·HQYLURQQHPHQWHWGHODELRGLYHUVLWpWHUUHVWUHHWPDULQHGX3DFLÀTXH6XG». 5pJLV+RFGpUHVHDUFKHQJLQHHU,5'3URMHFWOHDGHU©5HVHDUFK,QIUDVWUXFWXUHVDQG2EVHUYDWRULHVªGrand 2EVHUYDWRLUHGHO·HQYLURQQHPHQWHWGHODELRGLYHUVLWpWHUUHVWUHHWPDULQHGX3DFLÀTXH6XG». Laurent Pouyaud, Peneliti, IRD, ,QVWLWXWGHV6FLHQFHVGHO·eYROXWLRQ0RQWSHOOLHU. Laurent Pouyaud, researcher, IRD, ,QVWLWXWGHV6FLHQFHVGHO·eYROXWLRQ0RQWSHOOLHU. .DGDUXVPDQ'RVHQSHQHOLWL3ROLWHNQLN.HODXWDQGDQ3HULNDQDQ6RURQJ3ROLWHNQLN.36RURQJH[$3625 Kadarusman, teacher-researcher, Ecole Polytechnique de Sorong - POLTEK. Gono Semiadi, Peneliti, Puslit Biologi – LIPI. Gono Semiadi, teacher, Institut des sciences indonésien - RCB-LIPI. .HUMDVDPDGHQJDQ*DsOOH&RXUFRX[%UXQR*UDQRXLOODF6RSKLH/DX]DQQH%HQMDPLQ3RXSLQ6RSKLH 4XpURXLO'DLQD5HFKQHU9DOpULH5RWLYDO0XULHO7DSLDXGLEDZDKSHQJDUDKDQ0DULH/LVH6DEULp,5'',& +pOqQH0RU]DGHFHW6WpSKDQ*DVFD'HSDUWHPHQ3XVDW%DKDV8QLYHUVLWDV0RQWSHOOLHU. ,QFROODERUDWLRQZLWK*DsOOH&RXUFRX[%UXQR*UDQRXLOODF6RSKLH/DX]DQQH%HQMDPLQ3RXSLQ6RSKLH 4XpURXLO'DLQD5HFKQHU9DOpULH5RWLYDO0XULHO7DSLDXXQGHUWKHGLUHFWLRQRI0DULH/LVH6DEULp,5'',& +pOqQH0RU]DGHFHW6WpSKDQ*DVFD'pSDUWHPHQWGHVODQJXHVGHO·8QLYHUVLWpGH0RQWSHOOLHU 3HUVDQWXQDQ $FNQRZOHGJPHQWV Untuk mengenang Jean-Christophe Pintaud In memoriam Jean-Christophe Pintaud Foto: Éric Bahuet, Vincent Droissart, Antoine Fouquet, Régis Hocdé, Guilhem Maistre, Jean-Marc Porte, Laurent Pouyaud, Sophie Quérouil, Gilles Di Raimondo, Tony Robillard, Christophe Thébaud. For pictures: Éric Bahuet, Vincent Droissart, Antoine Fouquet, Régis Hocdé, Guilhem Maistre, Jean-Marc Porte, Laurent Pouyaud, Sophie Quérouil, Gilles Di Raimondo, Tony Robillard, Christophe Thébaud. Untuk semua anggota tim ekspedisi, rekan sejawat, rekan lembaga ilmiah, rekan teknisi, sponsor, para tetua, rekan di daerah, birokrat di pedalaman dan daerah Papua Barat, serta otoritas nasional Indonesia, kepada mereka yang telah memungkinkan ekspedisi ini berjalan dengan lancar. 'HVDLQ*UDÀV Laurent Corsini (DIC) 7RWKHPHPEHUVRIWKHH[SHGLWLRQSDWURQVSDUWQHUVFLHQWLÀFLQVWLWXWLRQVWHFKQLFDOSDUWQHUVDQGVSRQVRUV FXOWXUDOSDUWQHUVORFDOGHYHORSPHQWSDUWQHUVORFDODQGUHJLRQDODXWKRULWLHVRI:HVW3DSXDDQGQDWLRQDO DXWKRULWLHVRI,QGRQHVLDZKRPDGHWKLVH[SHGLWLRQSRVVLEOH 3XVWDND)RWR,5' www.indigo.ird.fr :HEVLWHHNVSHGLVL www.lengguru.org Foto panel judul © Jean-Marc Porte, Lengguru 2014 *UDSKLFGHVLJQ Laurent Corsini (DIC) 3LFWXUHOLEUDU\RI,5' www.indigo.ird.fr 3ULQWLQJ Picto-Méditerrannée ([SHGLWLRQZHEVLWH www.lengguru.org Picture of title panel © Jean-Marc Porte, Lengguru 2014 September 2015 September 2015 $MRLQWVFLHQWLÀFYHQWXUHVSRQVRUHGE\ ABS *XHVWVFLHQWLÀFLQVWLWXWLRQV $GGLWLRQDOWHFKQLFDOVXSSRUWV guru 2014 © Jean-Marc Porte, Leng 26 &XOWXUDOSDUWQHUV $VVRFLDWHEXVLQHVVIRUGHYHORSPHQWVXSSRUW