BAB I PENDAHULUAN Anestesi lokal adalah suatu ikatan kimia

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesi lokal adalah suatu ikatan kimia yang mampu menghasilkan blokade
konduksi atau blokade lorong natrium pada dinding saraf perifer secara sementara apabila
obat ini disuntikkan di daerah perjalanan serabut saraf dengan dosis tertentu tanpa
menimbulkan kerusakan permanen pada serabut saraf tersebut.1 Secara klinis, anestesi lokal
digunakan untuk memblok sensasi nyeri dari impuls vasokonstriktor simpatis menuju – area
spesifik dari tubuh. Sehingga obat anestesi lokal secara luas digunakan untuk mencegah atau
mengobati nyeri akut, radang, kanker dan nyeri kronik serta untuk tujuan diagnosis dan
prognosis.2
Anestesi lokal yang pertama kali dipakai dalam praktek-praktek kesehatan adalah
kokain, yang ditemukan oleh Niemann pada tahun 1860 dan pada tahun 1884 dipakai untuk
anestesi opthalmic. Sejak 1905, banyak senyawa anestesi lokal telah disintesis. Tujuan dan
usaha ini untuk mengurangi iritasi lokal dan kerusakan jaringan, meminimumkan toksisitas
sistemik, mempunyai mula kerja yang cepat, dan lama kerja yang panjang.2
Tabel 1. Kronologis penemuan obat-obat anestesi lokal
Saat ini penelitian untuk obat anestesi lokal telah berkembang pesat. Mulai jenis dan cara
pemberian sampai toksisitasnya. Oleh karena itu, tinjuan pustaka ini akan membahas
berbagai sisi farmakologi dari obat anestesi lokal.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 FARMAKOLOGI DASAR ANESTESI LOKAL
2.1.1 Struktur kimia
Hampir semua obat anestesi mengandung grup lipofilik yang dihubungkan dengan
bagian yang terionisasi oleh rantai ester atau amida. Obat anestesi lokal terbagi menjadi dua
kelompok. Rantai aminoester dan rantai aminoamide. Rantai aminoeseter lebih mudah
terhidrolisis daripada rantai aminoamide, sehingga obat anestesi golongan aminoester
memiliki durasi kerja yang lebih pendek.2
Gambar 1. Struktur dari dua prototype
anestesi lokal, aminoester procaine dan
aminoamide lidocaine
Baik aminoester maupun aminoamide
sama-sama memiliki grup lipophilic aromatik yang berhubungan dengan hydrophilic tertiary
amine base, oleh sebuah ikatan ester atau amida.3
Ada pun jenis-jenis obat anestesi lokal adalah:
1. Molekul anestesi lokal terdiri dari tiga komponen dasar blok: aromatik lipofilik
(cincin
benzena),
amina
tersier
hidrofilik,
dan
rantai
intermediate
yang
menghubungkan keduanya. Hubungan kimia yang berada diantara rantai intermediate
dan cincin aromatik membedakan anestesi lokal menjadi ester dan amida. Amida
bersifat lebih stabil dan memiliki reaksi alergi yang lebih rendah dibandingkan ester.4
Jadi, Berdasarkan ikatan kimia, obat anestesi lokal dibagi menjadi:1,4
2
1.1 Derivat ester, terdiri dari: derivat asam benzoat, misalnya: kokain, dan derivat asam
para amino benzoat: misalnya prokain dan klorprokain. Derivat ester sebagian besar
dimetabolisme oleh pseudokolinesterase (plasma kolinesterase). Enzim ini dibentuk di
hati, dan ditemukan di seluruh sistem vaskular dan di cairan serebrospinal. Karena
distribusi yang luas dari enzim ini, degradasi plasma dari anestesi lokal ester biasanya
cepat. Cairan serebrospinal kekurangan enzim esterase, jadi terminasi dari tindakan
injeksi intratekal anestesi lokal ester bergantung pada absorbsinya ke dalam darah. Paminobenzoic acid, metabolit dari anestesi lokal ester, berhubungan dengan reaksi
alergi.4
1.2 Derivat amida, terdiri dari: lidokain, prilokain, mepivakain, bupivakain, dan
etidokain.1 Derivat amida dimetabolisme oleh enzim mikrosomal di hati; rantai amida
dipecah melalui dealkalisasi diikuti oleh hidrolisis.4
2. Berdasarkan potensi dan lama kerja atau durasi:1
2.1. Potensi rendah dan durasi singkat
2.1.1. Prokain: potensi 1 dan durasi 60-90 menit
2.1.2. Klorprokain: potensi 1 dan durasi 30-60 menit
2.2. Potensi dan durasi sedang
2.2.1. Mepivakain: potensi 2 dan durasi 120-240 menit
2.2.2. Prilokain: potensi 2 dan durasi 10-240 menit
2.2.3. Lidokain: potensi 2 dan durasi 90-200 menit
2.3. Potensi kuat dan durasi panjang
2.3.1. Tetrakain: potensi 8 dan durasi 180-600 menit
2.3.2. Bupivakain: potensi 8 dan durasi 180-600 menit
2.3.3. Etidokain: potensi 6 dan durasi 180-600 menit
3. Berdasarkan berat jenis (konsentrasi) dan penggunaannya:1
3.1.
Isobarik, digunakan untuk: infiltrasi lokal, blok lapangan, blok saraf,
blok pleksus dan blok epidural.
Konsentrasi obat:
Prokain
: 1-2%
Klorprokain
: 1-3%
Lidokain
: 1-2%
Mepivakain
: 1-2%
3
Prilokain
: 1-3%
Tetrakain
: 0,25-0,5%
Bupivakain
: 0,25-0,5%
Etidokain
: 1-1,5%
3.2. Hipobarik, digunakan untuk anestesi regional intravena. Konsentrasi obat dibuat
separuh dari konsentrasi obat isobarik.
Hiperbarik, digunakan khusus untuk injeksi intratekal atau blok
3.3.
subarakhnoid. Konsentrasi obat dibuat lebih tinggi, misalnya: lidokain 5%
hiperbarik dan bupivakain 0,5% hiperbarik yang telah dikemas khusus untuk blok
subarakhnoid oleh pembuatnya.
Obat-obat anestesi lokal adalah obat basa lemah dan biasanya dibuat dalam bentuk
garam untuk meningkatkan daya larut dan kestabilan dalam jaringan. Dalam tubuh, obat-obat
ini berada dalam keadaan kation dan dalam keadaan tak bermuatan. Pembagian kedua bentuk
tersebut dapat dihitung menggunakan Konstanta Disosiasi (pKa) dan persamaan HendersonHaselbach 5:
Log [kation/tak bermuatan] = pKa – Ph dalam tubuh
Obat anestesi lokal
Benzocaine
3.5
Obat anestesi lokal
Ropivacaine
pKa
8.1
Obat anestesi lokal
Procaine
pKa
8.9
Mepivacaine
7.7
Bupivacaine
8.1
Chloroprocaine
9.1
Lidocaine
7.8
Tetracaine
8.4
Hexylcaine
9.3
Etidocaine
7.9
Cocaine
8.6
Procainamide
9.3
Prilocaine
7.9
Dibucaine
8.8
Piperocaine
9.8
Tabel 2. Konstanta disosiasi masing-masing obat anestesi lokal
Sebagian besar anestesi lokal umumnya memiliki pKa yang berkisar antara 8,0-9,0
maka bagian terbesar dalam cairan tubuh pada pH fisiologis adalah bentuk kation.katzung
Semakin tinggi konstanta disosiasi suatu obat, semakin sedikit obat tersebut berada dalam
keadaan tak bermuatan. Padahal justru bentuk tak bermuatan yang dengan cepat dapat
terdifusi dalam sel saraf. Maka, semakin tinggi konstanta disosiasi suatu obat, semakin
lambat onset kerja obat bersangkutan.
4
2.1.2 Farmakokinetik
Data farmakokinetik obat anestesi umum dapat dilihat pada tabel berikut:
Jenis Obat
Half Life
Distribusinya
(menit)
Eliminasi
t1/2
(Jam)
Vdss
(Liter)
Clearance
(L/menit)
Bupivacaine
28
3.5
72
0.47
Lidocaine
10
1.6
91
0.95
Mepivacaine 7
1.9
84
0.78
Prilocaine
5
1.5
261
2.84
Ropivacaine
23
4.2
47
0.44
L=klirens; Vdss=volume distribusi
Tabel 3. Karakteristik Farmakokinetik Beberapa Obat Anestesi Lokal Golongan Amida
Farmakokinetik obat anestesi lokal rantai ester tidak terlalu dibahas mendalam karena
mereka secara cepat diurai dalam plasma (waktu paruh < 1menit). Anestesi lokal biasa
digunakan untuk kulit atau jaringan lunak di sekitar saraf.2
Penyerapan
Absorpsi sistemik dari injeksi anestesi lokal ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu dosis
lokasi pemberian, jumlah ikatan yang terjadi antara obat dengan protein plasma, jumlah aliran
darah sekitar tempat pemberian, penggunaan vasokonstriktor, dan karakteristik obat itu
sendiri.5
Pemberian anestesi lokal di area yang memiliki vaskularisasi tinggi, seperti di mukosa
trakea atau jaringan sekitar saraf interkostal, absorpsinya lebih cepat dibanding dengan
daerah yang memiliki vaskularisasi lebih sedikit, seperti di tendon, dermis atau lemak
subkutan. Jadi, semakin tinggi vaskularisasi, semakin cepat absorpsinya.5,6
Vasokonstriktor, seperti epinephrine (5µg/mL atau 1: 200.000) membuat vasokonstriksi
pembuluh darah pada tempat suntikan sehingga dapat menurunkan absorpsi sistemik dengan
menurunkan jumlah
aliran darah yang mengalir ke daerah pemberian. 2,7 Kombinasi
vasokonstriktor biasa digunakan untuk obat anestesi durasi sedang atau pendek (procaine,
lidocaine dan mepivacaine).5 Dengan pemberian vasokonstriktor, jumlah aliran darah akan
5
menurun sampai 30%, sehingga obat anestesi lebih banyak diabsorpsi oleh sel saraf sekitar
ketimbang masuk ke aliran darah. Hal ini, secara otomatis menurunkan efek toksik
sistemiknya. Vasokonstriktor kurang efektif jika dikombinasikan dengan obat anestesi durasi
kerja lama (bupivacaine dan ropivacaine), hal ini dikarenakan obat anestesi durasi kerja lama,
banyak berikatan dengan jaringan ketimbang dalam bentuk bebas.6
Distribusi
Obat anestesi golongan amida lebih banyak didistribusikan jika pemberian dilakukan via
intravena. Fase awal yang terjadi adalah fase distribusi cepat, dimana terjadi pengambilan
obat di organ-organ yang memiliki daya perfusi tinggi (otak, hati, ginjal dan jantung).
Kemudian diikuti oleh fase distribusi lambat, dimana terjadi pengambilan oleh organ yang
memiliki daya perfusi sedang (otot dan saluran gastrointestinal).5
Metabolisme dan ekskresi
Obat-obat anestesi lokal, diubah menjadi lebih water-soluble di hati (tipe amida) atau
plasma (tipe ester). Dimana kemudian obat tersebut akan dibuang lewat urine. Karena bentuk
tak bermuatan dari obat dapat berdifusi langsung melewati membran lipid, maka hanya
sedikit obat anestesi dalam bentuk tak bermuatan yang terekskresi.5
Tipe
ester,
mengalami
hidrolisa
sangat
cepat
oleh
butyrylcholinesterase
(pseudocholinesetrase) dalam plasma menjadi metabolit inaktif. Karena itu, procaine dan
chloroprocaine memiliki waktu paruh dalam plasma yang sangat pendek (<1menit).5
Tipe amida dihidrolisis di hati oleh mikrosomal sitokrom p-450 isoenzym. Lama
hidrolisis obat-obatan anestesi tipe amida berbeda-beda tergantung karakteristik molekulnya.
Jika diurutkan, dari yang tercepat maka urutannya seperti ini; prilocaine, lidocaine,
mepivacaine, bupivacaine, levobupivacaine. Karena dihidrolisis di hati, maka pemberian
semua obat tipe amida harus dibatasi pada penderita dengan penyakit hati. Sebagai gambaran,
waktu paruh lidocaine akan meningkat dari 1,6 jam pada pasien dengan fungsi hati normal,
menjadi 6 jam pada pasien dengan gangguan fungsi hati lanjut. Penggunaan obat-obat lain
yang sama-sama dihidrolisis oleh sitokrom p-450, otomatis juga akan menurunkan kecepatan
metabolisme golongan amida.5
Penurunan kecepatan eliminasi juga harus diantisipasi pada pasien yang mengalami
penurunan aliran darah hepar. Sebagai contoh, eliminasi lidocaine pada pasien yang juga
6
dianestesi dengan volatile anestesi lebih lambat daripada yang dianestesi dengan intravena
anestesi.5
2.1.3 Farmakodinamik
Mekanisme aksi
Mekanisme primer dari anestesi lokal adalah memblok voltage gated channel sodium.
Membran eksitasi dari axon sel saraf memiliki karakteristik yang mirip dengan membrane
dari sel otot jantung, dimana potensial transmembran saat keadaan istirahat adalah -90 sampai
-60mV. Sedangkan, saat terjadi eksitasi, maka channel sodium akan terbuka, ion-ion sodium
akan memasuki sel tersebut via channel. Menyebabkan membran terdepolarisasi menjadi
+40mV. Di akhir depolarisasi, pintu sodium akan menutup dan pintu potassium akan terbuka,
menyebabkan ion-ion potassium keluar dari dalam sel. Sehingga potensial membran turun
sampai -95mV. Setelah itu, membran kembali dalam keadaan istirahat. Gradien
transmembran dijaga oleh pompa sodium. Mekanisme diatas sama dengan yang terjadi di otot
jantung, sehingga anestesi lokal memiliki efek yang sama terhadap serabut saraf maupun otot
jantung.5
Fungsi sodium channel bisa terganggu karena beberapa sebab. Racun biologis seperti
bactrachotoxin, aconitine, veratridine dan beberapa racun kalajengking yang dapat berikatan
dengan reseptor di dalam channel dan mencegah inaktivasi channel tersebut. Hal ini
menyebabkan influk sodium menjadi lebih lama dan depolarisasi terjadi berlebihan. Racun
organisme laut, seperti tetrodotoxin (TTX) dan saxitoxin bekerja dengan memblok channel
sodium dengan mengikat reseptor yang dekat dengan permukaan extraseluler. Efek TTX ini
sama dengan efek anestesi lokal, walaupun reseptornya berbeda. Saraf-saraf spinal dapat
digolongan menjadi dua, yang TTX-sensitif dan TTX-resisten. Beberapa penelitian
mengatakan bahwa TTX resistenlah yang bertanggung jawab untuk transmisi nyeri dan
sebagai target utama untuk anestesi lokal dalam membuat anestesi spinal. Anestesi lokal,
berikatan dengan reseptor sodium channel yang dekat dengan bagian intraseluler. Saat ini,
channel sodium telah dapat ditiru dan struktur primer untuk transmisi nyeri telah dapat
ditemukan karakteristiknya, sehingga analisis mutasi bisa dilakukan untuk mengidentifikasi
bagian mana yang berikatan dengan anestesi lokal.2,5
Saat konsentrasi anestesi lokal meningkat di serabut saraf, maka nilai ambang untuk
terjadinya eksitasi juga meningkat, kecepatan penghantaran impuls melambat, frekuensi dan
7
amplitudo terjadinya potensial aksi berkurang. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya
channel sodium yang terikat dengan obat anestesi lokal.5
Blokade channel sodium oleh kebanyakan anestesi lokal menggunakan mekanisme
voltage and time dependent : channel dalam kondisi istirahat, dimana membran bermuatan
lebih negatif, memiliki afinitas jauh lebih rendah daripada channel yang berada dalam
keadaan teraktivasi ataupun yang terinaktivasi.5
Gambar 2. Diagram yang menunjukkan
mekanisme
obat
anestesi
lokal
dalam
memblok chnannel sodium.
Gambar di atas menunjukkan cara kerja dari channel tanpa pengaruh obat anestesi : R
(istirahat)  A (aktivasi)  i (inaktivasi). Fase pemulihan adalah dari I R. Obat anestesi
yang memblok channel sodium akan berikatan dengan reseprotnya dalam channel, seperti
digambarkan dengan panah vertikal, untuk membentuk ikatan kompleks obat-channel, R-D,
A-D, dan I-D. Afinitas ikatan obat dengan channel yang teraktivasi/terinaktivasi jauh lebih
tinggi daripada dengan channel yang berada dalam keadaan istirahat. Sehingga waktu pulih
dari keadaan I-D ke R-D lebih lama daripada dari I ke R. Sehingga, semakin banyak channel
yang teraktivasi, semakin banyaklah yang terblok. Sehingga efek anestesi lokal lebih cepat
terjadi pada axon yang sering mengalami depolarisasi.5
Meskipun channel sodium telah diblok oleh anestesi lokal, aksi potensial tetap terjadi,
hanya saja frekuensinya yang diperpanjang sekitar 10-1000 kali lebih lambat daripada
channel tanpa anestesi. Sehingga menghasilkan periode refraksi yang lebih lama dan impuls
yang dihasilkan lebih sedikit.5
Peningkatan kalsium ekstrasel secara parsial menyebabkan efek antagonis terhadap
kerja anestesi lokal. Karena ion kalsium dapat menyebabkan peningkatan potensial
permukaan membran, sehingga membran cenderung berada dalam kondisi istirahat.
Sedangkan peningkatan potasium ekstrasel menyebabkan membran cenderung terdepolarisasi
8
dan berada dalam keadaan inaktivasi, sehingga mempercepat ikatan obat dengan
reseptornya.5
Struktur-Aktivitas Karakteristik Dari Obat Anestesi Lokal
Semakin kecil dan lipofilik suatu anestesi lokal, maka semakin cepat intreraksinya
dengan reseptor channel sodium. Lidocaine, Procaine dan Mepivacaine lebih water soluble
ketimbang Tetracaine, Bupivacaine dan Ropivacaine. Dimana Tetracaine, Bupivacaine dan
Ropivacaine, lebih ampuh dan memilki durasi kerja yang lebih lama. Obat anestesi lokal
yang long acting juga berikatan lebih erat dengan protein binding sitenya dan dapat dilepas
secara paksa dengan memberikan obat lain yang juga pengikat protein. Untuk bupivacaine,
S(+) isomer lebih potent daripada R(-) isomer.5
Aksi Lain Pada Saraf
Karena anestesi lokal memiliki kemampuan untuk memblok semua jenis serabut
saraf, maka kerja mereka tidak terbatas untuk menghilangkan sensasi nyeri saja. Walaupun
paralisis saraf motorik dapat diabaikan pada saat pembedahan, tapi untuk kasus melahirkan
(obstetrik) cukup merepotkan juga. Karena saat anestesi spinal, paralisis motorik dapat
mengakibatkan gangguan aktifitas nafas dan blokade sistem saraf otonom dapat
menyebabkan hipotensi. Blokade otonom bisa juga menyebabkan retensi urin karena fungsi
kandung kemih terganggu, sehingga dibutuhkan kateterisasi.5
Tipe Serat
Tipe A
Alpha
Beta
Gamma
Delta
Tipe B
Fungsi
Diameter
(um)
Myelinasi
Kecepatan
Konduksi
(m/s)
Sensitivitas
Terhadap
Obat
Anestesi
Proprioceptif,
12-20
Banyak
70-120
+
motorik
Sentuhan,
5-12
Banyak
30-70
++
penekanan
Spindel otot
Nyeri, suhu
Preganglionik
3-6
2-5
<3
Banyak
Banyak
Sedikit
15-30
12-30
3-15
++
+++
++++
autonomic
9
Tipe C
Dorsal root
Simpatik
Nyeri
Postganglion
0.4-1.2
0.3-1.3
-
0.5-2.3
0.7-2.3
++++
++++
Tabel 4. Perbedaan sensitifitas serat-serat saraf berdasarkan ukuran dan myelinasinya
Saat lokal anestesi dimasukkan ke akar saraf, maka serat B dan C yang diameternya lebih
kecil akan terblok pertama kali, kemudian diikuti oleh saraf sensorik lain dan terakhir oleh
saraf motorik.5
1. Efek diameter serat saraf
Anestesi lokal akan memblok serat saraf yang memiliki ukuran lebih kecil dahulu, karena
jarak yang diperlukan serat tersebut untuk secara pasif menyebarkan impulsnya lebih pendek.
Selama onset anestesi lokal, saat sebagian serat saraf diblok, serat yang berdiameter kecil
akan lebih dahulu gagal untuk menghantarkan impuls. Untuk saraf yang mempunyai serabut
myelin, minimal dua atau tiga nodus of ranvier terblok oleh anestesi lokal untuk menahan
penyebaran impuls. Semakin besar dan tebal serat saraf, maka semakin jauh juga jarak antar
nodus of ranviernya, sehingga memiliki resistansi lebih tinggi untuk terblok.5
2. Efek dari frekuensi penghantaran
Obat anestesi lokal lebih cepat berikatan dengan reseptor yang channelnya dalam keadaan
terdepolarisasi maka serat sensoris lebih dahulu terblok. Serat sensorik memiliki frekuensi
penghantaran impuls yang jauh lebih banyak dan durasi aksi potensialnya lebih panjang
daripada serat motorik. Serat tipe A delta dan C memiliki diameter lebih kecil dan frekuensi
penghantaran impuls (nyeri) yang tinggi. Sehingga serta tersebut akan terblok terlebih dahulu
dengan konsentrasi rendah anestesi lokal.5
3. Efek Posisi Serat Dalam Satu Ikat Saraf
Susunan anatomis terkadang membuat kedua poin diatas menjadi tak berlaku. Pada
cabang saraf yang besar, serat motorik biasanya berada lebih tepi daripada serat sensorik.
Sehingga saat anestesi lokal dimasukkan, otomatis serat yang lebih tepi yang akan terekspose
lebih dahulu. Sehingga serat motorik terblok lebih dahulu daripada serat sensorik. Untuk
10
ekstrimitas, serat sensorik bagian proximal terletak lebih tepi dibanding bagian distal dalam
satu ikat saraf. Sehingga jika dilakukan anestesi lokal, bagian proximal yang lebih dulu
terblok dibandingkan dengan daerah distal.5
Efek terhadap membran sel lain
Anestesi lokal memiliki efek lemah terhadap neuromuskular sehingga tidak berdampak
besar terhadap pengobatan. Berbeda dengan efek terhadap membran otot jantung yang
memiliki dampak klinis cukup besar. Beberapa obat anestesi lokal dengan konsentrasi kecil
dapat berfungsi sebagai antiaritmik. Sedangkan pada dosis tinggi dapat menyebabkan aritmia
letal.5
2.2 FARMAKOLOGI KLINIS OBAT ANESTESI LOKAL
Anestesi lokal adalah obat yang sangat efektif untuk menghasilkan analgesia pada
bagian tubuh tertentu. Penggunaan dapat dilakukan via topikal (untuk mukosa nasal dan tepi
luka), injeksi pada saraf periferal (infiltasi) saraf besar (blok) dan injeksi via epidural atau
subarachnoid sekeliling medula spinalis.5
Pemberian anestesi regional intravena (Bier blok) digunakan untuk prosedur
pembedahan singkat (<60 menit) meliputi ekstremitas atas dan bawah. Infiltrasi serat
simpatik juga dapat digunakan untuk mengevaluasi peran tonus simpatik pada pasien dengan
kelainan vasospastik.
11
Gambar 3. Tempat injeksi anestesi lokal yang berada di sekitar medulla spinalis.
Pemilihan anestesi lokal yang digunakan untuk infiltrasi, blok saraf perifer dan pusat
neuroaxis biasanya didasarkan pada durasi aksinya. Procaine dan chloroprocaine masa
kerjanya pendek; lidocaine, mepivacaine dan prilocaine masa kerjanya sedang; tetracaine,
bupivacaine levobupivacaine dan ropivacaine masa kerjanya panjang.5
Potensi
(Procaine = 1)
Durasi
Kerja
2
1
16
Sedang
Singkat
Lama
4
2
Sedang
Sedang
Isocaine)
Bupivacaine (Marcaine)
16
Lama
Lepobupivacaine (Chirocaine)
Prilocaine (Citanest)
Ropivacaine (Noropin)
3
16
Sedang
Lama
Ester
Cocaine
Procaine (Novocaine)
Tetracaine (Pantocaine)
Benzocaine
Amida
Lidocaine (Xylocaine)
Mepivacaine
(Carbacaine,
Tabel 5. Perbandingan potensi dan durasi kerja dari obat anestesi lokal
Onset dari anestesi lokal dapat dipercepat dengan penambahan sodium bikarbonat (12 ml) ke larutan anestesinya. Hal ini dapat membuat obat lebih lipofilik. Pemberian anestesi
lokal injeksi secara berulang dapat menurunkan keefektifitasannya (tachyphylaxis) karena
asidosis ekstraseluler. Lokal anestesi biasanya tersedia dalam bentuk campuran dengan garam
12
hidrokhlorid (pH 4-6). Setelah diinjeksikan, garam tersebut akan terbuffer oleh pH fisiologis
tubuh. Sehingga obat anestesi lokal dapat terlepas untuk selanjutnya penetrasi ke reseptor.
Jika dilakukan berulang-ulang di tempat yang sama, maka larutan anestesi lokal tersebut akan
terus-menerus dibuffer oleh pH fisiologis tubuh sampai pada suatu keadaan dimana pH tubuh
tak lagi dapat membuffer larutan yang masuk (asidosis ekstraseluler). Saat keadaan itu
terjadi, larutan anstesi lokal yang diinjeksikan berulang tak akan dapat penetrasi ke reseptor
sodium channel sehingga terjadilah tachyphylaxis. Tachyphylaxis biasa terjadi di area dimana
kapasitas buffer tubuh terbatas (cairan cerebrospinal).5
Kehamilan dapat meningkatkan kerentanan terhadap efek toksisitas anestesi lokal,
karena terjadi penurunan rata-rata dosis yang dibutuhkan untuk blokade neural dan untuk
mengeluarkan efek toksiknya. Henti jantung dapat terjadi dengan pemberian 0,75%
bupivacaine pada wanita hamil. Sehingga untuk kasus ini, dapat dilakukan penggantian
bupivacaine dengan obat lain yang memiliki efek kardiotoksik lebih sedikit (Ropivacaine dan
Levobupivacaine). Walaupun begitu, hal ini tetap menjadi kontroversi karena penelitian
hanya dilakukan pada hewan coba. Mekanisme detail mengenai peningkatan sensitifitas
terhadap bupivacaine selama kehamilan kurang dapat dijelaskan. Mungkin karena
peningkatan estrogen, progesteron atau beberapa faktor yang belum teridentifikasi.2,5
Pemilihan anestesi lokal untuk pemberian via topikal, karena kemampuan penetrasi
obat yang cepat menembus kulit atau mukosa, dan kecenderungan minimal untuk berdifusi ke
sistemik. Anestesi lokal via topikal sering digunakan untuk mata, telinga, hidung,
tenggorokan atau untuk pembedahan kosmetik. Alasan Kokain, karena kemampuan
penetrasinya yang sangat bagus serta memiliki efek vasokonstriksi lokal, paling sering
digunakan untuk prosedur anestesi telinga, hidung dan tenggorokan. Walaupun begitu,
kokain terkadang menyebabkan iritasi, sehingga kurang bagus untuk prosedur anestesi mata.
Penelitian terakhir menyebutkan bahwa kombinasi kokain dengan epinephrine dapat
meningkatkan efek kardiotoksiknya. Sehingga praktisi medis sering mengkombinasikan
epinephrine dengan lidokain. Obat lain yang juga digunakan untuk anestesi lokal adalah
tetracaine, pramoxine, dibucaine, benzocaine dan dyclonine.5
Obat anestesi lokal juga memiliki efek menstabilkan membran, baik itu jika diberikan
via parenteral (lidokain intravena) maupun oral (mexiletine, tocainide). Sehingga obat
anestesi lokal biasa digunakan untuk pasien dengan neuropathic pain syndrome karena obatobat tersebut terbukti dapat mengendalikan impuls-impuls cepat yang tak terkendali. Obat
anestesi lokal juga biasa digunakan sebagai adjuvant dengan obat trisiklik antidepresan
13
(amitriptilin) atau antikonvulsan (carbamazapine) pada pasien dimana kombinasi pengobatan
antidepresan plus antikonvulsan kurang berhasil.5
2.3 TOKSISITAS
Dua bentuk utama dari toksisitas anestesi lokal adalah : (1) efek sistemik karena absorpsi
obat dari tempat pemberian dan (2) neurotoksik langsung dari efek lokal obat tersebut jika
diinjeksikan ke sekitar medula spinalis atau cabang saraf besar lainnya.5
2.3.1
Sistem Saraf Pusat
Pada konsentrasi rendah, semua obat anestesi lokal dapat menimbulkan rasa kantuk,
kepala terasa ringan, gangguan penglihatan dan pendengaran serta susah tidur. Gejala awal
keracunan obat anestesi lokal biasanya timbul rasa tebal di daerah sirkumoral, serta adanya
rasa metal di lidah. Pada konsentrasi lebih tinggi, nistagmus dan twitching otot terjadi, dikuti
dengan kejang tonik klonik. Karena obat anestesi lokal menekan jalur korteks inhibisi,
sehingga jalur eksitasi mengeluarkan impuls secara berlebihan.5
Kejang yang terjadi karena kadar obat dalam darah yang berlebihan dapat dicegah dengan
memberikan dosis terkecil yang efektif untuk anestesi lokal yang dibutuhkan untuk
menimbulkan analgesia dan sebisa mungkin menghindari pemberian secara intravena atau
pemberian di area yang memiliki vaskularisasi tinggi. Jika dosis besar terpaksa diberikan
(untuk blok saraf perifer yang luas), premedikasi dengan benzodiazepin parenteral (diazepam
atau midazolam) untuk profilaksis terhadap efek toksik anestesi lokal dengan meningkatkan
ambang terjadinya kejang.5
Jika kejang tetap terjadi, maka sebisa mungkin dilakukan pencegahan terhadap hipoksemi
dan asidosisnya. Hipercapnia dan asidosis dapat menurunkan ambang kejang, sehingga
hiperventilasi direkomendasikan selama perawatan kejang. Sebagai tambahan, hiperventilasi
meningkatkan pH darah, dimana peningkatan pH dapat menurunkan potasium ekstrasel.
Penurunan potasium ekstrasel dapat menyebabkan hiperpolarisasi transmembran axon,
dimana akan menyebabkan channel dalam keadaan istirahat, sehngga afinitas terhadap obat
anestesi menurun dan efek toksiknya dapat ditekan.5
Kejang yang terjadi karena pemberian obat anestesi berlebihan juga dapat dirawat dengan
obat anestesi intravena lain (thiopenal 1-2mg/kgBB, propofol 0,5-1mg/Kg BB, midazolam
14
0,03-0,06 mg/Kg BB atau diazepam 0,1-0,2 mg/Kg BB). Manifestasi muskular dari kejang
dapat diblok dengan obat relaksan neuromuskular yang jangka pendek (suksinilkolin 0,51mg/kg BB IV). Intubasi trakhea dan ventilasi mekanik dapat mencegah aspirasi isi lambung
ke dalam paru dan membantu terjadinya hiperventilasi.5
2.3.2
Sistem Kardiovaskuler
Efek obat anestesi lokal terhadap kardiovaskuler berasal sebagian dari efek langsung
terhadap sel otot jantung dan sebagian dari efek tak langsung melalui sistem saraf otonom.
Anestesi lokal memblok channel sodium dan menekan aktivitas abnormal dari pacemaker
jantung. Pada konsentrasi yang sangat tinggi, anaestesi lokal dapat juga memblok channel
kalsium. Dengan pengecualian kokain, semua obat lokal anestesi dapat menurunkan kekuatan
kontraksi otot jantung dan menyebabkan dilatasi arteriolar, sehingga menyebabkan sistemik
hipotensi. Kolaps kardiovaskuler sangat jarang, biasa karena pemberian bupivacaine dan
ropivacaine dalam dosis besar.5
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa bupivacaine memiliki efek kordiotoksik lebih
tinggi dibanding obat anestesi lokal lain. Hal ini dikarenakan bupivakain memblokade
channel sodium pada membran otot jantung lebih lama dibanding pada serat saraf.5
2.3.3
Efek Hematologi
Peberian dalam dosis besar (>10g/Kg BB) prilocaine untuk anestesi regional dapat
menyebabkan akumulasi dari o-toluidine, zat yang dapat merubah hemoglobin menjadi
methemoglobin. Jika jumlah methemoglobin cukup banyak dalam darah (3-5 mg/dl), pasien
akan mengalami sianosis dan darahnya berwarna coklat. Walaupun kadar methemoglobin
yang agak tinggi dapat ditoleransi oleh individu yang sehat. Tapi pasien yang menderita
penyakit jantung atau paru akan mengalami dekompensasi. Perawatan untuk penderita
methemoglobinemia dengan memberikan obat pereduksi (metilen blue atau asam askorbat),
yang dapat secara cepat merubah methemoglobin menjadi hemoglobin kembali.5
2.3.4
Reaksi alergi
Obat anestesi lokal tipe ester dimetabolisme oleh derivat asam p-aminobenzoic. Hasil
metabolisme inilah yang dapat menyebabkan reaksi alergi pada sebagian kecil individu.
Sedangkan tipe amida tidak dimetabolisme oleh asam p-aminobenzoic, sehingga reaksi alergi
untuk tipe amida sangat jarang sekali.5
2.3.5
Efek Pada Respirasi
15
Pada dosis kecil akan merangsang pusat napas, sehingga frekuensi napas meningkat.
Selanjutnya pada dosis lebih besar, akan menimbulkan depresi pusat napas, sehingga terjadi
penurunan frekuensi napas dan volume tidal, sampai henti napas. Obat anestesi lokal juga
mempunyai efek seperti atropin, yaitu efek spasmolitik yang menyebabkan dilatasi bronkus.
Selain itu obat ini juga mempunyai efek antihistamin ringan pada saluran napas. 1 Anestesi
lokal juga akan menyebabkan relaksasi otot polos bronkus. Henti napas bisa terjadi akibat
paralise saraf frenikus, paralise interkostal atau depresi langsung pusat pengaturan napas.7
2.4 ANESTESI LOKAL SPESIFIK
2.4.1 Golongan ester
Procaine
Procaine adalah obat anestesi lokal pertama yang digunakan untuk kepentingan klinis.
Procaine memiliki potensi terendah diantara semua obat anestesi lokal dengan onset lambat
dan durasi aksi yang pendek. Toksisitas sistemiknya cukup rendah karena cepat dihidrolisis
di plasma. Hasil metabolisme procaine oleh asam p-aminobenzoic inilah yang biasa
menyebabkan reaksi alergi pada sebagian kecil individu yang menggunakan procaine
berulang kali. Procaine biasa digunakan untuk anestesi infiltrasi, mendiagnosis banding untuk
blok spinal pada beberapa kasus nyeri dan anestesi spinal untuk obstetrik.5
Chloroprocaine
Chlorprocaine memiliki onset yang cepat, durasi kerja pendek dan efek toksik
sistemik rendah. Obat ini dihidrolisis oleh esetrase plasama empat kali lebih cepat daripada
Procaine. Chlorprocaine biasa digunakan untuk analgesia dan anestesia epidural pada kasuskasus obstetrik karena onsetnya yang cepat dan toksisitas sistemiknya rendah pada ibu dan
janin. Untuk mendapat efek analgesi yang cukup, diperlukan injeksi berulang saat operasi
berlangsung. Terkadang, analgesi epidural chlorprocaine dikombinasikan dengan obat
anestesi lokal lain yang memiliki durasi kerja lebih lama seperti bupivacaine. Chlorprocaine
juga sering digunakan untuk pasien emergensi dimana waktu operasi kurang dari 30-60
menit. Walaupun begitu, potensi myotoksik dan neurotoksik dari chlorprocaine tetap perlu
diperhatikan.5
2.4.2 Golongan Amida
Lidocaine
16
Lidocaine, adalah obat anestesi golongan amida pertama yang dipergunakan untuk
kepentingan klinis. Lidocaine memiliki onset cepat, durasi aksi sedang dan dapat digunakan
untuk anestesi topikal. Lidocaine tersedia dalam bentuk solusi yang bisa dipergunakan untuk
infiltrasi, blok saraf perifer dan anestesi epidural. Hiperbarik lidocaine biasa dipergunakan
untuk anestesi spinal dengan durasi 30-60 menit. Lidocaine juga tersedia dalam bentuk salep,
jelly, viscous, dan aerosol untuk berbagai prosedur anestesi topikal. 5
Apabila larutan ini ditambah adrenalin, maka waktu yang diperlukan untuk hilang
sama sekali dari tempat suntikan 4 jam. Mempunyai afinitas tinggi pada jaringan lemak.1
Detoksikasi terjadi oleh hati secara deetilasi dan pemecahan ikatan amida. 1,5 Daya
penetrasinya sangat baik, mulai kerjanya dua kali lebih cepat dari prokain dan lama kerjanya
2 kali dari prokain.1
Dalam penggunaan klinik:1
Untuk infiltrasi lokal diberikan larutan 0,5%
Blok saraf yang kecil diberikan larutan 1%
Blok saraf yang lebih besar diberikan larutan 1.5%
Blok epidural diberikan larutan 1.5%-2%
Untuk blok subarakhnoid diberikan larutan hiperbarik 5%
Dosis untuk orang dewasa: 50 mg-750 mg (7-10 mg/kg BB)
Lidocaine juga terkadang diberikan via intravena sebagai antiepileptik, analgesik
untuk nyeri kronis dan suplemen bagi anestesi general. Pemberian intravena juga digunakan
untuk menyembuhkan disritmik ventrikel. Dengan dosis besar, terutama pada pasien yang
sebelumnya menderita gagal jantung, lidokain dapat menyebabkan hipotensi, sebagian besar
karena penekanan kontraktilitas otot jantung. Efek samping lidokain paling sering seperti
pada anestesi lokal lainnya terhadap saraf: parestesia, tremor, mual karena pengaruh sentral,
kepala terasa ringan, kelainan pendengaran, berbicara seperti menelan, dan konvulsi.
Konvulsi terjadi terutama pada orang tua atau pada pasien yang peka dan berhubungan
dengan dosis, biasanya berlangsung singkat, serta respon terhadap pemberian intravena.5
Prilokain
Prilokain sering disebut sebagai propitocain, xylonest, citanest dan distanest sebagai
nama dagang. Ditemukan oleh Lofgan dan Tegner dan uji farmakologinya dilakukan oleh
Wiedlling selanjutnya digunakan di klinik pertama kali oleh Gordh pada tahun 1959. Efek
iritasi lokal pada tempat suntikan lebih kecil dibandingkan dengan lidokain bahkan jauh lebih
17
kecil dari prokain. Toksisitasnya kira-kira 60% dari toksisitas lidokain dan potensinya sama
dengan lidokain.1 Prilokain mengalami metabolisme di hati dan ginjal oleh amidase, lebih
cepat dibanding dengan lidokain dengan toksisitas lebih rendah dari lidokain. Menimbulkan
methaemoglobinemia pada penggunaan dosis tinggi, lebih dari 600 mg, sehingga timbul
gejala sianosis yang bisa hilang sendiri selama 24 jam.1 Dibanding dengan lidokain, prilokain
lebih kuat, daya penetrasinya lebih baik, mulai kerjanya lebih lama dan lama kerjanya lebih
lama dan efektif pada konsentrasi 0.5%-5.0%.1
Ropivacaine
Ropivacaine tersedia dalam S-isomer murni. Onset, potensi dan durasi kerjanya mirip
dengan bupivacaine, hanya saja ropivacaine memiliki potensi yang lebih rendah dan durasi
aksi yang lebih pendek untuk blokade serat motorik. Ropivacaine memiliki efek kardiotoksik
yang lebih rendah dibanding bupivacaine.
Bupivacaine
Bupivacaine adalah anestetik lokal pertama yang memiliki onset cepat, durasi aksi
lama, blokade konduksi yang dalam dan signifikan blokade terhadap serat sensorik dan
motorik. Obat ini digunakan untuk berbagai prosedur anestesi regional, mulai infiltrasi, blok
saraf perifer, epidural dan spinal anestesia. Durasi operasi dengan bupivacaine bervariasi
mulai 3 sampai 10 jam. Durasi kerja paling panjang terjadi saat dilakukan blok saraf perifer,
seperti pleksus brachialis.
Levobupivacaine
Karakteristik klinis levobupivacaine sama dengan bupivacaine. Hanya saja durasinya
lebih panjang dan toksisitasnya lebih rendah.5
EMLA (Eutectic Mixture of Lokal Anesthetic)
Campuran emulsi minyak dalam air (krim) antara lidokain dan prilokain masingmasing 2.5% atau masing-masing 5%. EMLA dioleskan di kulit intak 1-2 jam sebelum
tindakan untuk mengurangi nyeri akibat kanulasi pada vena atau arteri atau untuk
miringotomi pada anak, mencabut bulu halus atau menghilangkan tato. Tidak dianjurkan
untuk mukosa atau kulit terluka.7
2. 5 PREPARAT YANG TERSEDIA
18
Articaine (Septocaine)
Parenteral: 4% dengan 1:100.000 epinephrine
Benzocaine (generic)
Topikal: 5, 6% krim; 15, 20% gel; 5, 20% ointment; 0.8% lotion; 20% cair; 20% spray
Bupivacaine (generic, Marcaine, Sensorcaine)
Parenteral: 0.25, 0.5, 0.75% untuk injeksi; 0.25, 0.5, 0.75% dengan 1:200,000 epinephrine
Butamben picrate (Butesin Picrate)
Topikal: 1% ointment
Chloroprocaine (generic, Nesacaine)
Parenteral: 1, 2, 3% untuk injeksi
Cocaine (generic)
Topikal: 40, 100 mg/mL larutan encer dan pekat; 5, 25 g powder
Dibucaine (generic, Nupercainal)
Topikal: 0.5% krim; 1% ointment
Dyclonine (Dyclone)
Topikal: 0.5, 1% solution
Levobupivacaine (Chirocaine)
Parenteral: 2.5, 5, 7.5 mg/mL
Lidocaine (generik, Xylocaine)
Parenteral: 0.5, 1, 1.5, 2, 4% untuk injeksi; 0.5, 1, 1.5, 2% dengan 1:200,000 epinephrine; 1,
2% dengan 1:100,000 epinephrine, 2% dengan 1:50,000 epinephrine
Topical: 2.5, 5% ointments; 0.5, 4% krim; 0.5, 2.5% gel; 2, 2.5, 4% larutan; 23, 46 mg/2 cm2
Campuran Lidocaine and bupivacaine (Duocaine)
Parenteral: 10 mg/mL lidocaine plus 3.75 mg/mL bupivacaine untuk injeksi
Campuran Lidocaine and prilocaine eutectic (EMLA cream)
Topikal: lidocaine 2.5% plus prilocaine 2.5%
Mepivacaine (generik, Carbocaine)
Parenteral: 1, 1.5, 2, 3% untuk injeksi; 2% dengan 1:20,000 levonordefrin
Pramoxine (generic, Tronothane)
Topikal: 1% krim, lotion, spray, dan gel
Procaine (generic, Novocain)
Parenteral: 1, 2, 10% untuk injeksi
19
Proparacaine (generic, Alcain, others)
0.5% larutan untuk penggunaan ophthalmic
Ropivacaine (Naropin)
Parenteral: 0.2, 0.5, 0.75, 1.0 % larutan untuk injeksi
Tetracaine (generik, Pontocaine)
Parenteral: 1% untuk injeksi; 0.2, 0.3% dengan 6% dextrose untuk anestesi spinal
Topikal: 1% ointment; 0.5% solution (ophthalmic); 1, 2% cream; 2% untuk hidung dan
tenggorokan; 2% gel
20
BAB III
KESIMPULAN
Obat anestesi lokal terbagi menjadi dua kelompok. Rantai aminoester dan rantai
aminoamide. Dalam tubuh, obat-obat ini berada dalam keadaan kation dan dalam keadaan tak
bermuatan. Pembagian kedua bentuk tersebut dapat dihitung menggunakan Konstanta
Disosiasi (pKa) dan persamaan Henderson-Haselbach. semakin tinggi konstanta disosiasi
suatu obat, semakin lambat onset kerja obat bersangkutan.
Absorpsi sistemik dari injeksi anestesi lokal ditentukan oleh dosis, lokasi pemberian,
jumlah ikatan yang terjadi antara obat dengan protein plasma, jumlah aliran darah sekitar
tempat pemberian, penggunaan vasokonstriktor, karakteristik obat itu sendiri. Fase awal
distribusi dari obat anestesi lokal adalah fase distribusi cepat yang kemudian diikuti oleh fase
distribusi lambat. Setelah itu, dimetabolisme di hati (tipe amida) atau plasma (tipe ester)
menjadi lebih water-soluble. Dimana kemudian obat tersebut akan dibuang lewat urine.
Mekanisme primer dari anestesi lokal adalah memblok voltage gated channel sodium.
Channel dalam kondisi istirahat, dimana membran bermuatan lebih negatif, memiliki afinitas
jauh lebih rendah daripada channel yang berada dalam keadaan teraktivasi ataupun yang
terinaktivasi. Karena itu, serta sensorik lebih gampang terblok daripada serat motorik, karena
seringnya mengalami depolarisasi. Semakin kecil dan lipofilik suatu anestesi lokal, maka
semakin cepat intreraksinya dengan reseptor channel sodium.
Pemberian anestesi lokal injeksi secara berulang dapat menurunkan keefektifitasannya
(tachyphylaxis) karena asidosis ekstraseluler. Selain itu, Kehamilan dapat meningkatkan
kerentanan terhadap efek toksisitas anestesi lokal, karena terjadi penurunan rata-rata dosis
yang dibutuhkan untuk blokade neural dan untuk mengeluarkan efek toksiknya.
Anestesi lokal via topikal sering digunakan untuk mata, telinga, hidung, tenggorokan atau
untuk pembedahan kosmetik karena kemampuan penetrasinya yang cepat menembus kulit
atau mukosa dan kecenderungan minimal untuk berdifusi ke sistemik.
Dua bentuk utama dari toksisitas anestesi lokal adalah : (1) efek sistemik karena absorpsi
obat dari tempat pemberian dan (2) neurotoksik langsung dari efek lokal obat tersebut jika
diinjeksikan ke sekitar medula spinalis atau cabang saraf besar lainnya.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Gede Mangku. Obat-obat Anestetik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Anestesi dan Reanimasi.
Jakarta: Indeks;2009
2. David E. Longnecker., David L Brown., Mark F. Newman., Warren M. Zapol.,(2008).
Pharmacology of Local Anesthetics. McGraw-Hill Companies, Inc.
3. Miller, Ronald D., (2005). Local Anesthetics. Miller’s Anesthesia 6th edition. Elsevier,
Inc.
4. Rathmell James et al. Pharmacology of Local Anesthethic. In: Natasha Andjelkovic,
editor. Regional Anesthesia The Requisites in Anesthesiology. Philadelphia: Elsevier
Mosby;2004
5. Bertram G Katzung. Lidokain. Dalam: Azwar Agoes, editor. Farmakologi Dasar dan
Klinik. Edisi keenam.Jakarta:EGC;1997
6. Barash, Paul G., Cullen, Bruce F., Stoelting, Robert K., (2001). Local Anesthetics.
Clinical Anesthesia 4th edition. Lippincott Williams & Wilkins Publishers.
7. Latief Said. Anestetik Lokal. Dalam: Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua.
Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2002
22
Download