BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Teori Disiplin Kerja
Suatu organisasi pemerintah baik itu instansi, departemen, lembaga dalam
mencapai sesuatu tujuan sangat ditentukan oleh dan mutu profesionalitas juga
ditentukan oleh disiplin para pegawainya. Disiplin sangat penting untuk pertumbuhan
organisasi, terutama untuk memotivasi pegawai dalam melaksanakan pekerjaan baik
secara perorangan maupun kelompok. Disamping itu disiplin bermanfaat untuk
mendidik pegawai mematuhi dan mentaati peraturan, prosedur, maupun kebijakan
yang ada, sehingga dapat menghasilkan kinerja yang baik.
Menurut (Singodimejo dalam Edy, 2011: 86) mengatakan disiplin adalah
sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan menaati norma-norma
peraturan yang berlaku di sekitarnya. Disiplin karyawan yang baik akan mempercepat
tujuan perusahaan, sedangkan disiplin yang merosot akan menjadi penghalang dan
memperlambat pencapaian tujuan perusahaan. Bentuk disiplin yang baik akan
tercermin pada suasana, yaitu:
1. Tingginya rasa kepedulian karyawan terhadap pencapaian tujuan
perusahaan.
16 17 2. Tingginya semangat dan gairah kerja dan inisiatif para karyawan dalam
melakukan pekerjaan.
3. Besarnya rasa tanggung jawab para karyawan untuk melaksanakan tugas
dengan sebaik-baiknya.
4. Berkembangnya rasa memiliki dan rasa solidaritas yang tinggi dikalangan
karyawan.
5. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja para karyawan.
Disiplin itu sendiri diartikan sebagai kesediaan seseorang yang timbul dengan
kesadaran sendiri untuk mengikuti peraturan-peratuan yang berlaku dalam organisasi.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin
Pegawai Negeri Sipil telah diatur secara jelas bahwa kewajiban yang harus ditaati
oleh setiap pegawai negeri sipil merupakan bentuk disiplin yang ditanamkan kepada
setiap pegawai negeri sipil.
Menurut (Handoko, 2001: 208) disiplin adalah kegiatan manajemen untuk
menjalankan standar-standar organisasional. Ada dua tipe kegiatan pendisiplinan
yaitu preventif dan korektif. Dalam pelaksanaan disiplin, untuk memperoleh hasil
seperti yang diharapkan, maka pemimpin dalam usahanya perlu menggunakan
pedoman tertentu sebagai landasan pelaksanaan.
Menurut (Siagian, 1995: 278) secara spesifik memberikan pengertian disiplin
kerja sebagai berikut :
"Disiplin kerja merupakan suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan
taat terhadap semua peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun
18 yang tidak tertulis serta sanggup menjalankan dan tidak mengelak untuk menerima
sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan
kepadanya".
Berhubungan dengan pembahasan penulis tentang disiplin kerja, menurut
(Singodimedjo dalam Edy, 2011: 89), faktor yang mempengaruhi disiplin pegawai
adalah:
1. Besar Kecilnya pemberian kompensasi.
Besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi tegaknya disiplin. Para
karyawan akan mematuhi segala peraturan yang berlaku, bila ia merasa
mendapat jaminan balas jasa yang setimpal dengan jerih payahnya yang
telah dikontribusikan bagi perusahaan. Bila ia menerima kompensasi yang
memadai, mereka akan dapat bekerja tenang dan tekun, serta selalu berusaha
bekerja dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi, bila ia merasa kompensasi yang
diterimanya jauh dari memadai, maka ia akan berpikir mendua, dan berusaha
untuk mencari tambahan penghasilan lain di luar, sehingga menyebabkan ia
sering mangkir, sering minta izin keluar.
2. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan.
Keteladanan pimpinan sangat penting sekali, karena dalam lingkungan
organisasi, semua karyawan akan selalu memerhatikan bagaimana pimpinan
dapat menegakkan disiplin dirinya dan bagaimana ia dapat mengendalikan
dirinya dari ucapan, perbuatan, dan sikap yang dapat merugikan aturan
disiplin yang sudah ditetapkan.
19 3. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan.
Pembinaan disiplin tidak akan dapat terlaksana dalam organisasi, bila tidak
ada aturan tertulis yang pasti untuk dapat dijadikan pegangangan bersama.
Disiplin tidak mungkin ditegakkan bila peraturan yang dibuat hanya
berdasarkan instruksi lisan yang dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi
dan situasi.
4. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan.
Bila seorang karyawan yang melanggar disiplin, maka perlu ada keberanian
pimpinan untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tingkat pelanggaran
yang dibuatnya. Dengan adanya tindakan terhadap pelanggaran disiplin,
sesuai dengan sanksi yang ada, maka semua karyawan akan merasa
terlindungi, dan dalam hatinya berjanji tidak akan berbuat hal yang serupa.
5. Ada tidaknya pengawasan pimpinan.
Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan perlu ada
pengawasan,
yang
akan
mengarahkan
para
karyawan
agar
dapat
melaksanakan pekerjaan dengan tepat dan sesuai dengan yang telah
ditetapkan.
6. Ada tidaknya perhatian kepada para karyawan.
Karyawan adalah manusia yang mempunyai perbedaan karakter antara yang
satu dengan yang lain. Seorang karyawan tidak hanya puas dengan
penerimaan kompensasi yang tinggi, pekerjaan yang menantang, tetapi juga
mereka masih membutuhkan perhatian yang besar dari pimpinannya sendiri.
20 Keluhan dan kesulitan mereka ingin didengar, dan dicarikan jalan keluarnya,
dan sebagainya. Pimpinan yang berhasil memberi perhatian yang besar
kepada para karyawan akan dapat menciptakan disiplin kerja yang baik.
7. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin.
Kebiasaan – kebiasaan positif itu antara lain:
a) Saling menghormati, bila ketemu di lingkungan pekerjaan.
b) Melontarkan pujian sesuai dengan tempat dan waktunya, sehingga para
karyawan akan turut merasa bangga dengan pujian tersebut.
c) Sering mengikutsertakan karyawan dalam pertemuan- pertemuan, apalagi
pertemuan yang berkaitan dengan nasib dan pekerjaan mereka.
d) Memberitahu bila ingin meninggalkan tempat kepada rekan sekerja,
dengan menginformasikan, ke mana dan untuk urusan apa, walaupun
kepada bawahan sekalipun.
Beberapa faktor yang mempengaruhi disiplin kerja menurut (Hasibuan, 1999:
213) mengatakan bahwa banyak indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan
pegawai suatu organisasi di antaranya ialah :
1. Tujuan dan kemampuan.
2. Teladan pimpinan.
3. Balas jasa (gaji dan kesejahteraan).
4. Keadilan.
5. Waskat (pengawasan melekat).
6. Sanksi hukuman.
21 7. Ketegasan.
8. Hubungan kemanusiaan.
Dari pendapat Singodimejo dan Hasibuan dapat disimpulkan disiplin kerja
adalah suatu usaha dari manajemen organisasi untuk menerapkan atau menjalankan
peraturan ataupun ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap pegawai tanpa terkecuali.
Bahwa apabila suatu organisasi ingin mengusahakan agar kinerja pegawai optimal,
maka salah satu usaha yang harus dilakukan adalah menegakkan disiplin kerja
pegawai. Dalam menegakkan disiplin, unsur pemimpin diharapkan dapat selalu
menciptakan, menegakkan, dan memelihara kedisiplinan yang baik dari para anggota,
sehingga produktivitas yang dinginkan dapat terwujud.
Maka dari itu faktor penting disiplin kerja perlu mendapat perhatian dalam
rangka menggerakkan roda organisasi untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai
suatu instansi.
Disiplin kerja merupakan suatu sikap menghormati, menghargai,
patuh dan taat terhadap semua peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis
maupun yang tidak tertulis, disiplin kerja oleh para ahli diberi batasan atau pengertian
sebagai berikut :
Menurut (Bejo Siswanto, 1997: 287) disiplin kerja dapat diartikan sebagai :
Suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan
yang berlaku baik tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan
tidak mengalah untuk menerima sanksi-sanksi apabila ia melanggar tugas dan
wewenang yang diberikan kepadanya.
22 Pegawai akan mematuhi atau mengerjakan semua tugasnya dengan baik dan
bukan mematuhi tugasnya itu dengan paksaan. Kesediaan kerja adalah suatu sikap
perilaku dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan tugas pokok sebagai seorang
pegawai. Pegawai harus memiliki prinsip dan memaksimalkan potensi kerja, agar
pegawai lain mengikutinya sehingga dapat menanamkan jiwa disiplin dalam bekerja.
Niat juga dapat diartikan sebagai keinginan untuk berbuat sesuatu atau
kemauan untuk menyesuaikan diri dengan aturan-aturan. Sikap dan perilaku dalam
disiplin kerja ditandai oleh berbagai inisiatif, kemauan, dan kehendak untuk mentaati
peraturan. Artinya, orang yang dikatakan mempunyai disiplin yang tinggi tidak
semata-mata patuh dan taat terhadap peraturan secara kaku dan mati, tetapi juga
mempunyai kehendak (niat) untuk menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan
organisasi.
Dalam setiap organisasi, yang diinginkan adalah jenis disiplin yang pertama,
yaitu datang karena kesadaran dan keinsyafan. Akan tetapi selalu menunjukkan
bahwa disiplin itu lebih banyak terkesan semacam paksaan dari luar.
Dalam hal ini terdapat tiga hal yang perlu mendapat perhatian manajemen di
dalam penerapan disiplin pribadi, yaitu :
(Triguno, 2000) menyebutkan bahwa dari pendisiplinan preventif adalah
untuk mendorong pegawai agar memiliki disiplin pribadi yang tinggi, agar peran
kepemimpinan tidak terlalu berat dengan pengawasan, yang dapat mematikan
prakarsa, kreativitas serta partisipasi sumber daya manusia.
Selanjutnya (Triguno, 2000) mengatakan bahwa :
23 1. Para anggota organisasi perlu didorong, agar mempunyai rasa memiliki
organisasi, karena secara logika seseorang tidak akan merusak sesuatu yang
menjadi miliknya.
2. Para pegawai perlu diberi penjelasan tentang berbagai ketentuan yang wajib
ditaati dan standar yang harus dipenuhi. Penjelasan dimaksudkan seyogyanya
disertai oleh informasi yang lengkap mengenai latar belakang berbagai ketentuan
yang bersifat normatif.
3. Para pegawai didorong, menentukan sendiri cara-cara pendisiplinan diri dalam
rangka ketentuan-ketentuan yang berlaku umum bagi seluruh anggota organisasi.
Disiplin korektif adalah upaya penerapan disiplin kepada pegawai yang nyatanyata telah melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan yang berlaku atau gagal
memenuhi standar yang telah ditetapkan dan kepadanya dikenakan sanksi secara
bertahap.
(Burack, 1993) mengingatkan bahwa pemberian sanksi korektif yang efektif
terpusat pada sikap atau perilaku seseorang dalam unit kelompok kerja yang
melakukan kesalahan dalam melakukan kegiatan kerja dan bukan karena
kepribadiannya.
Sebenarnya sangatlah sulit menetapkan tujuan rinci mengapa pembinaan
disiplin kerja perlu dilakukan oleh manajemen. Secara umum dapat disebutkan bahwa
tujuan utama pembinaan disiplin kerja adalah demi kelangsungan organisasi sesuai
dengan motif organisasi.
24 Pada dasarnya, tujuannya semua disiplin adalah agar seseorang dapat
bertingkah laku sesuai dengan apa yang disetujui oleh organisasi / lembaga. Bagi
aparatur
pemerintahan
disiplin
mencakup
unsur-unsur
ketaatan,
kesetiaan,
kesungguhan dalam menjalankan tugas dan kesanggupan berkorban, dalam arti
mengorbankan kepentingan pribadi dan golongan untuk kepentingan negara dan
masyarakat.
Pasal 29 UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999 dinyatakan bahwa
"Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana,
maka untuk menjamin tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas, diadakan
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil".
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah peraturan yang mengatur
mengenai kewajiban, larangan, dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau
larangan dilanggar oleh Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Disiplin Pegawai Negeri
Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Dalam Peraturan Disiplin PNS diatur ketentuanketentuan mengenai:
1. Kewajiban
2. Larangan
3. Hukuman disiplin
Disiplin kerja yang tinggi merupakan harapan bagi setiap pimpinan kepada
bawahan, karena itu sangatlah perlu bila disiplin mendapat penanganan intensif dari
25 semua pihak yang terlibat dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan dari suatu
organisasi. Dalam menangani pelanggaran yang dilakukan bawahan perlu adanya
kebijakan yang tegas guna mengoreksi, memperbaiki dan menghindari terulangnya
pelanggaran kembali hal-hal yang negatif di masa-masa mendatang.
Tujuan utama pengadaan sanksi disiplin kerja bagi para tenaga kerja yang
melanggar norma-norma organisasi adalah memperbaiki dan mendidik para tenaga
kerja yang melakukan pelanggaran disiplin.
Dalam penetapan jenis sanksi disiplin yang akan dijatuhkan kepada pegawai
yang melanggar hendaknya dipertimbangkan dengan cermat, teliti, dan seksama
bahwa sanksi disiplin yang akan dijatuhkan tersebut setimpal dengan tindakan dan
perilaku yang diperbuat. Dengan demikian, sanksi disiplin tersebut dapat diterima
dengan rasa keadilan. Kepada pegawai yang pernah diberikan sanksi disiplin dan
mengulangi lagi pada kasus yang sama, perlu dijatuhi sanksi disiplin yang lebih berat
dengan tetap berpedoman pada kebijakan pemerintah yang berlaku.
Salah satu tugas yang paling sulit bagi seorang atasan adalah bagaimana
menegakkan disiplin kerja secara tepat. Jika pegawai melanggar aturan tata tertib,
seperti terlalu sering terlambat atau membolos kerja, berkelahi, tidak jujur atau
bertingkah laku lain yang dapat merusak kelancaran kerja suatu bagian, atasan harus
turun tangan. Kesalahan semacam itu harus dihukum dan atasan harus mengusahakan
agar tingkah laku seperti itu tidak terulang.
26 (Siagian, 1995) mengatakan bahwa dalam sistem budaya yang berlaku di
Indonesia, pada umumnya dapat dikelompokkan menurut nilai-nilai dasar sebagai
berikut :
1. Nilai dasar yang terkandung dalam pancasila dan UUD 1945 adalah
merupakan sumber utama bagi pembentukan sistem nilai-nilai lain.
2. Norma atau kaidah yang dinamakan adat istiadat yang memberikan
pedoman tingkah laku masyarakat dengan budaya tertentu.
3. Peraturan tertulis atau hukum kebiasaan yang memberikan pedoman
dalam kegiata manusia diberbagai bidang kehidupan manusia.
4. Adat atau kebiasaan sebagai aturan yang tidak tertulis yang mengatur
tingkah laku manusia.
Berdasarkan ruang lingkup dari nilai budaya tersebut maa disiplin dapat
dibedakan tas tingatan, yaitu : (1) Disiplin pribadi sebagai perwujudan disiplin yag
lahir dari kepatuhan atas aturan-aturan yang mengatu perilaku individu, (2) Disiplin
kelompok sebagai perwujudan disiplin yang lahir dari sikap taat,patuh terhadap
aturan-aturan (hukum) dan norma-norma yang berlaku pada kelompok atau bidangbidang kehidupan manusia, (3) Disiplin nasional yakni wujud disiplin yang lahir dari
sikap patuh yang ditunjukkan oleh seluruh lapisan masyarakat terhadap aturan, nilai
yang berlaku secara nasional.
Hubungannya dengan kinerja, maka disiplin merupakan suatu ketaatan atau
kepatuhan yang sifatnya inpersonal terhadap suatu peraturan, perhitungan tanpa
pamrih, atau kepentingan pribadi untuk terciptanya tujuan peraturan tersebut secara
27 efisien dan efektif. Di lingkungan organisasi terdapat aturan-aturan yang bersifat
mengikat seluruh anggota organisasi. Dengan adanya tingkat kedisiplinan yang tinggi
maka akan terdapat suatu kondisi psikologis dalam diri seseorang untuk selalu
memenuhi aturan-aturan yang ada, sehingga diharapakan seorang pegawai tidak akan
bertindak di luar aturan yang telah ditentukan oleh organisasi. Artinya upaya menuju
tujuan organisasi
akan sangat tertunjang jika pegawai memberikan tingkat
kedisiplinan yang tinggi sebab hal tersebut akan berpengaruh terhadap kinerja
pegawai.
2.2
Teori Motivasi Kerja
Motivasi adalah suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan
suatu aktivitas tertentu, oleh karena itu motivasi seringkali diartikan pula sebagai
faktor pendorong perilaku seseorang. Setiap aktivitas yang dilakukan oleh seorang
pasti memiliki faktor yang mendorong aktivitas tersebut (Edy, 2011: 109). Motivasi
diartikan juga sebagai suatu kekuatan sumber daya yang menggerakkan dan
mengendalikan perilaku manusia. Motivasi sebagai upaya yang dapat memberikan
dorongan kepada seseorang untuk mengambil suatu tindakan yang dikehendaki,
sedangkan motif sebagai daya gerak seseorang untuk berbuat. Karena perilaku
seseorang cenderung berorientasi pada tujuan dan didorong oleh keinginan untuk
mencapai tujuan tertentu. Motivasi sebagai proses psikologis dalam diri seseorang
akan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dapat dibedakan atas
faktor intern dan ekstern yang berasal dari karyawan.
28 1. Faktor Intern, faktor intern yang dapat mempengaruhi pemberian motivasi
pada seseorang antara lain:
a) Keinginan untuk dapat hidup, merupakan kebutuhan setiap manusia yang
hidup di muka bumi ini.
b) Keinginan untuk dapat memiliki, adanya keinginan memiliki sesuatu
benda dapat mendorong seseorang untuk melakukan pekerjaan. Hal ini
banyak kita alami dalam kehidupan kita sehari-hari, bahwa keinginan
yang keras untuk dapat memiliki itu dapat mendorong orang untuk mau
bekerja.
c) Keinginan untuk memperoleh penghargaan, seseorang mau bekerja
disebabkan adanya keinginan untuk diakui, dihormati oleh orang lain.
d) Keinginan untuk memperoleh pengakuan, bila kita perinci, maka
keinginan untuk memperoleh pengakuan itu dapat meliputi adanya
penghargaan terhadap prestasi, adanya hubungan kerja yang harmonis
dan kompak, pimpinan yang adil dan bijaksana, dan perusahaan tempat
bekerja dihargai oleh masyarakat.
e) Keinginan untuk berkuasa, faktor ini dapat mendorong karyawan untuk
bekerja lebih giat dan bahkan terkadang keinginan untuk berkuasa ini
dipenuhi dengan cara-cara tidak terpuji, namun cara-cara yang
dilakukannya itu masih termasuk bekerja juga.
29 2. Faktor Ekstern
a) Kondisi lingkungan kerja, lingkungan pekerjaan adalah keseluruhan
sarana dan prasarana kerja yang ada di sekitar karyawan yang sedang
melakukan pekerjaan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan.
b) Kompensasi yang memadai, kompensasi merupakan sumber penghasilan
utama bagi para karyawan untuk menghidupi diri beserta keluarganya.
Kompensasi yang memadai merupakan alat motivasi yang paling ampuh
bagi perusahaan untuk mendorong para karyawan bekerja dengan baik.
c) Supervisi yang baik, fungsi supervisi dalam suatu pekerjaan adalah
memberikan pengarahan, membimbing kerja para karyawan, agar dapat
melaksanakan kerja dengan baik tanpa membuat kesalahan.
d) Adanya jaminan pekerjaan, setiap orang akan mau bekerja mati-matian
mengorbankan apa yang ada pada dirinya untuk perusahaan, kalau yang
bersangkutan merasa ada jaminan karier yang jelas dalam melakukan
pekerjaan.
e) Status dan tanggung jawab, status atau kedudukan dalam jabatan tertentu
merupakan dambaan setiap karyawan dalam bekerja. Mereka bukan
hanya mengharapkan kompensasi semata, tetapi pada satu masa mereka
juga berharap akan dapat kesempatan menduduki jabatan dalam suatu
perusahaan. Dengan menduduki jabatan, orang merasa dirinya akan
dipercaya, diberi tanggung jawab, dan wewenang yang besar untuk
melakukan kegiatan-kegiatan.
30 f) Peraturan yang fleksibel, peraturan merupakan aturan main yang
mengatur hubungan kerja antara karyawan dengan perusahaan, termasuk
hak dan kewajiban para karyawan, pemberian kompensasi, promosi,
mutasi, dan sebagainya. Oleh karena itu, biasanya peraturan bersifat
melindungi dan dapat memberikan motivasi para karyawan untuk
bekerja lebih baik.
Motivasi merupakan unsur penting yang harus dimiliki oleh setiap orang.
Terdapat tiga hal utama dalam unsur motivasi yakni motivasi adalah fungsi
pendorong kemampuan, usaha dan keinginan. Kemampuan adalah kapasitas yang
dimiliki seseorang untuk melakukan atau menyelesaikan suatu pekerjaan. Usaha
adalah waktu, energy, gerak yang dikeluarkan seseorang untuk mencapai
keinginannya. (Duncan dalam Sardjun Mokke, 2003) menyatakan sebagai suatu
usaha sadar untuk mempengaruhi perilaku seseorang agar mengarahkan ketercepatan
tujuan. Pada hakekatnya motifasi merupakan terminology umum yang memberikan
makna daya dorong, keinginan, kebutuhan dan kemauan. Sesungguhnya motif atau
kebutuhan tersebut merupakan penyebab yang mendasari perilaku seseorang. Perilaku
yang timbul pada diri seseorang atau bawahan dalam kerangka motivasi sebagai
konsep manajemen, didorong adanya kebutuhan seseorang untuk berperilaku, dan
sikap perilaku seseorang selalu berorentasi pada tujuan, ialah terpenuhinya kebutuhan
yang diinginkan atau berbuat sesuatu.
Dalam konteks pekerjaan, motivasi merupakan salah satu faktor penting
dalam mendorong seorang pegawai untuk bekerja. Pengertian motivasi dalam
31 (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1999: 666) dapat diartikan :
a. Dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar
untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu.
b. Usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang
tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang
dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatan.
Upaya merupakan ukuran intensitas. Bila seseorang termotivasi maka ia akan
berupaya sekuat tenaga untuk mencapai tujuan, namun belum tentu upaya yang tinggi
akan menghasilkan kinerja yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan intensitas dan
kualitas dari upaya tersebut serta difokuskan pada tujuan organisasi.
Kebutuhan adalah kondisi internal yang menimbulkan dorongan, dimana
kebutuhan yang tidak terpuaskan akan menimbulkan tegangan yang merangsang
dorongan dari dalam diri individu. Dorongan ini menimbulkan perilaku pencarian
untuk menemukan tujuan, tertentu. Apabila ternyata terjadi pemenuhan kebutuhan,
maka akan terjadi pengurangan tegangan. Pada dasarnya, pegawai yang termotivasi
berada dalam kondisi tegang dan berupaya mengurangi ketegangan dengan
mengeluarkan upaya.
Pada umumnya kinerja yang tinggi dihubungkan dengan motivasi yang tinggi.
Sebaliknya, motivasi yang rendah dihubungkan dengan kinerja yang rendah. Kinerja
seseorang kadang-kadang tidak berhubungan dengan kompetensi yang dimiliki,
karena terdapat faktor diri dan lingkungan kerja yang mempengaruhi kinerja.
Menurut (Hadari Nawawi, 2003: 351), pengertian dari motivasi adalah
32 suatu keadaan yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan sesuatu
perbuatan atau kegiatan yang berlangsung secara sadar.
Motivasi menurut (Hasibuan, 1999: 142) adalah pemberian daya penggerak
yang menciptakan kegairahan seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja
efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.
Motivasi memegang peranan penting karena motivasi merupakan hal yang
menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja
giat dan antusias mencapai hasil yang optimal.
Menurut (Stephen P. Robbins, 2010: 213) motivasi adalah kesediaan individu
untuk mengeluarkan upaya yang tinggi untuk mencapai tujuan organisasi. Ada tiga
elemen kunci dalam motivasi yaitu upaya, tujuan organisasi dan kebutuhan.
Selanjutnya
dikemukakan oleh (Nimran, 2004: 40) bahwa ada tiga
karakteristik pokok dari motivasi yaitu :
1. Usaha
Menunjuk kepada kekuatan perilaku kerja seseorang atau jumlah usaha
yang ditunjukkan oleh seseorang dalam pekerjaannya.
2. Kemauan yang kuat
Menunjuk kepada kemauan keras yang ditunjukkan seseorang dalam
menerapkan usahanya kepada tugas-tugas pekerjaannya.
3. Arah/Tujuan
Arah yang dituju oleh usaha dan kemauan yang kuat.
Dari pengertian-pengertian menurut Hadari Nawawi, Hasibuan, William dapat
33 disimpulkan bahwa motivasi berkaitan dengan kekuatan yang mendorong,
mengarahkan, dan menggerakkan individu untuk bersikap dan berperilaku guna
mencapai tujuan, baik individu maupun organisasi. Motivasi merupakan respon dari
aksi, yaitu tujuan. Motivasi muncul karena ada rangsangan atau dorongan, yaitu
tujuan, termasuk kebutuhan yang merupakan bagian dari tujuan. Dengan demikian,
tercapainya tujuan organisasi melalui kinerja pegawai dan pimpinan, akan sangat
bergantung pada motivasi kerja.
Adapun teori-teori motivasi yang telah dikenal secara garis besar dapat
dijelaskan sebagi berikut :
2.2.1
Teori Kebutuhan
Abraham Maslow mengembangkan teori hirarki kebutuhan (hierarchy of
needs). Teori ini menyarankan bahwa manusia membagi tingkat kebutuhan ke dalam
lima kategori umum. Jika mencapai kategori kebutuhan, maka akan termotivasi untuk
meraih kategori berikutnya.
Menurut (McShane / Von Glinow, 2010: 136), kategori kebutuhan itu antara
lain :
a. Physiological. Kebutuhan fisiologis dasar : makanan, pakaian, perumahan dan
fasilitas-fasilitas dasar lainnya yang berguna untuk kelangsungan hidup pegawai.
b. Safety. Kebutuhan akan rasa aman : lingkungan kerja yang bebas dari segala
bentuk ancaman, keamanan jabatan/posisi, status kerja yang jelas, keamanan alat
kerja.
34 c. Belongingness. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi : interaksi dengan rekan
kerja, kebebasan beraktivitas sosial, kesempatan menjalin hubungan yang akrab
dengan orang lain.
d. Esteem. Kebutuhan untuk dihargai : pemberian penghargaan atau reward,
pengakuan atas hasil karya individu.
e. Self-actualization. Kebutuhan aktualisasi diri : kesempatan dan kebebasan untuk
merealisasikan cita-cita atau harapan, kebebasan untuk mengembangkan bakat
atau talenta yang dimiliki.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut bersifat hierarkis, yaitu suatu kebutuhan akan
timbul apabila kebutuhan dasar sebelumnya telah dipenuhi. Setelah kebutuhan
fisiologis seperti pakaian, makanan dan perumahan terpenuhi, maka kebutuhan
tersebut akan digantikan dengan kebutuhan rasa aman dan seterusnya. Sehingga
tingkat kebutuhan seseorang akan berbeda-beda dalam bekerja. Seseorang yang
kebutuhan hanya sekedar makan, maka pekerjaan apapun akan dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan tersebut.
2.2.2
Teori X dan Y
Mc Gregor mengemukakan dua model yang menjelaskan motivasi pegawai
yang bekerja yaitu teori X dan teori Y.
Menurut (Mc Gregor dalam Stephen P.Robbins, 2010: 240) teori X
menganggap bahwa :
a. Pegawai tidak suka bekerja dan cenderung untuk menghindari kerja.
35 b. Pegawai harus diawasi dengan ketat dan diancam agar mau bekerja dengan baik.
c. Prosedur dan disiplin yang keras lebih diutamakan dalam bekerja.
d. Uang bukan satu-satunya faktor yang memotivasi kerja.
e. Pegawai tidak perlu diberikan kesempatan untuk mengembangkan diri.
Teori Y menganggap bahwa:
a. Pegawai senang bekerja, sehingga pengawasan dan hukuman tidak diperlukan
oleh pegawai.
b. Pegawai akan memiliki komitmen terhadap pekerjaan dan organisasi jika merasa
memuaskan.
c. Manusia cenderung ingin belajar.
d. Kreatifitas dan Imajinasi digunakan untuk memecahkan masalah.
2.2.3 Teori Hygine dan Motivator
Menurut (Herzberg dalam Stephen P.Robbins, 2010: 241), faktor yang
menimbulkan kepuasan kerja pegawai berbeda dengan faktor yang menimbulkan
ketidak-puasan kerja yakni :
Faktor hygine menurut (Herzberg dalam Stephen P.Robbins, 2010: 243)
meliputi :
a. Kebijakan organisasi dan sistem administrasinya.
b. Sistem pengawasan.
c. Gaya kepemimpinan.
d. Kondisi lingkungan kerja.
36 e. Hubungan antar pribadi.
f. Gaji / upah.
g. Status.
h. Kesehatan dan keselamatan kerja.
Faktor Motivator menurut (Herzberg dalam Stephen P.Robbins, 2010: 243)
meliputi :
a. Pengakuan.
b. Penghargaan atas prestasi.
c. Tanggungjawab yang lebih besar.
d. Pengembangan karir.
e. Pengembangan diri.
f. Minat terhadap pekerjaan.
2.2.4 Teori Motivasi Berprestasi
(David Mc Clelland dalam McShane / Von Glinow, 2010: 138) menjelaskan
tentang keinginan seseorang untuk mencapai kinerja yang tinggi. Hasil penelitian
tentang motivasi berprestasi menunjukkan pentingnya menetapkan target atau standar
keberhasilan. Pegawai dengan ciri-ciri motivasi berprestasi yang tinggi akan memiliki
keinginan bekerja yang tinggi. Pegawai lebih mementingkan kepuasan pada saat
target telah tercapai dibandingkan imbalan atas kinerja tersebut. Hal ini bukan berarti
mereka tidak mengharapkan imbalan, melainkan mereka menyukai tantangan.
Ada tiga macam kebutuhan yang dimiliki oleh setiap individu menurut (David
37 Mc Clelland dalam McShane / Von Glinow, 2010: 139) yaitu:
a. Kebutuhan berprestasi (Achievement motivation) yang meliputi tanggung jawab
pribadi, kebutuhan untuk mencapai prestasi, umpan balik dan mengambil risiko
sedang.
b. Kebutuhan
berkuasa
(Power
motivation)
yang
meliputi
persaingan,
mempengaruhi orang lain.
c. Kebutuhan berafiliasi (Affiliation motivation) yang meliputi persahabatan,
kerjasama dan perasaan diterima.
Dalam lingkungan pekerjaan, ketiga macam kebutuhan tersebut saling
berhubungan, karena setiap pegawai memiliki semua kebutuhan tersebut dengan
kadar yang berbeda-beda. Seseorang dapat dilatihkan untuk meningkatkan salah satu
dari tiga faktor kebutuhan ini. Misalnya untuk meningkatkan kebutuhan berprestasi
kerja, maka pegawai dapat dipertajam tingkat kebutuhan berprestasi dengan
menurunkan kebutuhan yang lain.
Ciri-ciri perilaku pegawai yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi
menurut (Mc Clelland dalam McShane / Von Glinow, 2010: 139) adalah:
a. Menyukai tanggung jawab untuk memecahkan masalah.
b. Cenderung menetapkan target yang sulit dan berani mengambil risiko.
c. Memiliki tujuan yang jelas dan realistik.
d. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh.
e. Lebih mementingkan umpan balik yang nyata tentang hasil prestasinya.
38 f. Senang dengan tugas yang dilakukan dan selalu ingin menyelesaikan dengan
sempurna.
Sebaliknya ciri-ciri pegawai yang memiliki motivasi berprestasi rendah
adalah:
a. Bersikap apatis dan tidak percaya diri.
b. Tidak memiliki tanggungjawab pribadi dalam bekerja.
c. Bekerja tanpa rencana dan tujuan yang jelas.
d. Ragu-ragu dalam mengambil keputusan.
e. Setiap tindakan tidak terarahkan dan menyimpang dari tujuan.
2.2.5 Teori Penguatan (Reinforcement Theory)
Menurut (Skinner dalam Stephen P.Robbins, 2010: 254) bahwa melalui
metode penguatan tertentu, maka perilaku pegawai dapat dikendalikan, bentuknya
ada 2 cara yaitu :
1) Penguatan Positif
Akan memotivasi pegawai dengan memberikan penghargaan untuk kinerja yang
tinggi, bentuk penghargaan dapat berupa pujian, promosi dan bonus yang besar.
Pegawai dapat menanggapi dengan cara berbeda dalam berbagai bentuk
penguatan positif. Semakin mereka menghargai bentuk penguatan semakin besar
motivasinya untuk melanjutkan kinerja terbaiknya.
2) Penguatan Negatif, memotivasi pegawai dengan mendorong mereka untuk
berperilaku dalam sikap menghindari akibat yang tidak diinginkan. Sebagai
39 contoh, pegawai akan termotivasi utnuk menyelesaikan tugasnya hari ini, untuk
menghindari keterlambatan yang disampaikan dalam rapat kelompok atau untuk
menghindari evaluasi negatif oleh pengawasnya. Contoh dari berbagai bentuk
dan penguatan negatif bisa dimulai dari teguran ringan hingga sampai pemutusan
hubungan kerja.
(Skinner dalam Stephen P.Robbins, 2010: 254) mengemukakan pendekatan
lain terhadap motivasi yang mempengaruhi dan merubah perilaku kerja yaitu teori
pembentukan perilaku (operant conditioning). Pendekatan ini didasarkan terutama
atas hukum pengaruh (law effect), yang menyatakan bahwa perilaku yang diikuti
dengan
konsekuensi-konsekuensi
positif/pemuasan
akan
cenderung
diulang,
sedangkan perilaku yang diikuti konsekuensi-konsekuensi negatif/hukuman akan
cenderung dihentikan. Dengan demikian perilaku individu di waktu mendatang dapat
diperkirakan atau dipelajari dari pengalamannya melakukan tingkah laku tertentu di
waktu yang lalu.
Proses pembentukan teori perilaku menurut (Skinner dalam Stephen
P.Robbins, 2010: 254) dalam teori ini secara sederhana digambarkan sebagai berikut :
Stimulus → Respons → Konsekuensi → Respon berkondisi
Perilaku (respon berkondisi) individu terhadap suatu situasi atau kejadian
adalah penyebab konsekuensi tertentu. Bila konsekuensi positif, individu akan
memberikan tanggapan sama terhadap situasi yang sama, tetapi bila konsekuensi
tidak meyenangkan individu akan cenderung mengubah perilakukanya untuk
menghindarkan dari konsekuensi tersebut. Hal ini memberikan petunjuk bila
40 pimpinan akan mengubah perilaku bawahan, maka dia harus mengubah konsekuensi
dari perilaku tersebut.
Berdasarkan teori-teori menurut Skinner, beberapa kesimpulan umum dapat
ditawarkan dalam memotivasi pegawai dan mengupayakan kepuasan pegawai.
1. Biasanya pegawai akan membandingkan perolehan kompensasi dan kontribusi
mereka dengan yang lain. Untuk mencegah ketidakpuasan pekerjaan, para
pimpinan harus berusaha untuk menjamin bahwa pegawai mendapatkan
kompensasi sewajarnya atas kontribusi yang mereka berikan.
2. Meskipun pegawai ditawarkan kompensasi yang tinggi, mereka tidak perlu
sangat puas. Karena mereka juga memerlukan kebutuhan lain, seperti kebutuhan
sosialisasi, tanggung jawab dan penghargaan diri. Pekerjaan yang dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini akan lebih banyak memberikan kepuasan,
dan kemudian juga akan memberikan motivasi.
3. Pegawai akan termotivasi jika mereka dapat mencapai suatu tingkat yang akan
menghasilkan penghargaan yang diinginkan.
Manfaat motivasi kerja yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga
produktivitas kerja meningkat semantara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja
dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan
tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala
waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang melakukan pekerjaannya.
Memotivasi merupakan salah satu faktor kunci untuk bekerja dan mencapai
kinerja yang tinggi. Kegiatan memotivasi berkaitan dengan sejauhmana komitmen
41 seseorang terhadap pekerjaannya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Pegawai
yang motivasinya terhadap suatu pekerjaan rendah atau turun akan memiliki
komitmen terhadap pelaksanaan penyelesaian pekerjaannya. Pegawai tersebut
termasuk orang yang kurang semangat atau motivasi rendah. Pada dasarnya, yang
membuat pegawai kehilangan motivasi atau tidak semangat adalah situasi dan kondisi
pekerjaan itu sendiri.
Dengan keteladan seorang pimpinan, bawahan akan dapat termotivasi
bagaimana cara bekerja dengan baik, berkata dan berbuat dengan baik. Jangan
diharap bawahan akan termotivasi bila pimpinan selalu mengatakan hal-hal yang
bertentangan dengan nasihat dan ucapan yang selalu disampaikannya. Oleh sebab itu,
dalam motivasi bawahan faktor contoh dan keteladanan ini memegang peranan
penting. Bila pimpinan tidak ingin bawahannya merokok diruang ber AC, maka
pimpinan harus mencontohkan tidak merokok diruangan ber AC. Dengan demikian
suatu pemberian motivasi dapat diberikan tidak melalui kata-kata tetapi dengan sikap
yang baik.
Manfaat motivasi kerja yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga
produktivitas kerja meningkat semantara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja
dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan
tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala
waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang melakukan pekerjaannya.
42 2.3
Teori Kinerja
Kinerja, pada dasarnya adalah hasil kerja seseorang karyawan selama periode
tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan misalnya standar kinerja, target
atau sasaran, kriteria yang ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama
(Suprihanto dalam Bina, 2004: 15). Dalam pelaksanaan kerja yang secara
keseluruhan bukan berarti hanya dilihat atau dinilai hasil fisiknya saja tetapi meliputi
berbagai hal seperti kepemimpinan, kemampuan kerja, disiplin, hubungan kerja,
prakarsa dan hal-hal khusus sesuai dengan bidang dan level pekerjaannya. Pencapaian
kinerja tergantung pada motivasi atau keinginan individu yang bersangkutan untuk
mencapainya, disamping itu juga diperlukan faktor pendukung lain seperti
kemampuan dan keterampilan (Pareek dalam Bina, 2004: 15).
Batasan mengenai kinerja bisa dilihat dari berbagai sudut pandang tergantung
pada tujuan masing-masing organisasi (misalnya untuk profit ataukah untuk customer
satisfaction) juga tergantung pada bentuk organisasi itu sendiri (misalnya organisasi
publik versus organisasi swasta, atau organisasi bisnis ataukah organisasi sosial).
Pengertian kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau
tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau pimpinan sering
tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah.
Terlalu sering pimpinan tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot
sehingga perusahaan / instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan-kesan buruk
organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda-tanda peringatan adanya
kinerja yang merosot.
43 Dalam (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1999: 466) dikatakan bahwa kinerja
mempunyai pengertian sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, dan
kemampuan kerja. Kinerja dikatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan
dapat dicapai dengan baik. Efisiensi dan efektivitas merupakan dua aspek penting
dalam menilai suatu kinerja. Efisiensi adalah perbandingan antara hasil yang dicapai
dengan usaha yang dikeluarkan. Sedangkan efektivitas adalah perbandingan antara
hasil yang dicapai dengan hasil yang diharapkan.
Menurut (Vroom dalam As’ad, 1995: 48) kinerja adalah tingkat sejauh mana
keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaannya disebut “level of
performance” biasanya orang yang level of performance-nya tinggi disebut sebagai
orang yang produktif, dan sebaliknya orang yang levelnya tidak mencapai standar
dikatakan sebagai tidak produktif atau performance rendah.
Menurut (Stephen P.Robbins, 2010: 248) mengatakan kinerja merupakan
kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Istilah yang lain
adalah human output yang dapat diukur dari productivity, absence, turnover
,citizenship dan satisfaction.
(Whitmore dalam Priyodarminto, 2004) secara sederhana mengemukakan
bahwa kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut seseorang. Pengertian
ini menurut Whitmore merupakan pengertian yang menuntut kebutuhan paling minim
untuk berhasil. Lebih lanjut (Whitmore dalam Priyodarminto, 2004) mengemukakan
pengertian kinerja yang dianggapnya representatif untuk menuntut tergambarnya
tanggung jawab yang besar dari pekerjaan seseorang. Menurutnya kinerja yang jauh
44 nyata jauh melampaui apa yang diharapkan adalah kinerja yang menetapkan standarstandar tinggi (kualitas) dari orang itu sendiri, selalu standar-standar melampaui apa
yang diminta atau diharapkan orang lain. Dengan demikian menurut Whitmore
kinerja adalah suatu perbuatan, suatu prestasi atau apa yang diperlihatkan seseorang
melalui keterampilan yang nyata.
(Mitchall dalam Tjokrowinoto, 1999) memandang bahwa kinerja atau
Performance merupakan hasil interaksi atau berfungsinya unsur-unsur motivasi (m),
kemampuan (k), dan persepsi (p) dalam diri seseorang. Pandangan yang hampir
senada dengan ini adalah (Daniel dalam Suyadi, 1999) yang mengemukakan bahwa
kinerja adalah interaksi antara kemampuan seseorang dengan motivasinya.
Berdasarkan pandangan ini dapat dutegaskan bahwa kinerja merupakan penjumlahan
antar kemampuan dan motivasi yang dimiliki seseorang. Lebih lanjut Mitchell
merinci cakupan wilayah kinerja atas lima faktor dominan, yaitu (1) kualitas kerja,
(2) kecepatan/ketetapatan, (3) inisiatif, (4) kemampuan, dan (5) komunikasi.
Selanjutnya terdapat tiga kriteria dasar yang berkaitan dengan kinerja yaitu : (1)
proses, (2) karakteristik-karakteristik pegawai, dan (3) hasil atau produk yang
dihasilkan.
Kerjasama merupakan salah satu aspek penting yang harus ada dalam suatu
organisasi. Kerjasama ini terjadi akibat adanya saling ketergantungan antara sesama
anggota organisasi, baik secara intern maupun secara ekstern organisasi. (Thoha,
1997) mengemukakan bahwa harus ada tata hubungan antara individu, tata hubungan
antar unit-unit organisasi, tata hubungan atar orang-orang dengan sifat dan keharusan
45 yang diminta oleh pekerjanya. Dalam konteks ini, kemampuan kerjasam ini
memegang peran yang yang sangat penting bagi pencapaian suatu organisasi.
Dari berbagai definisi yang telah dikemukakan di atas, dapat dikemukakan
bahwa kinerja merupakan suatu prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam
melaksanakan tugas-tugas atau pekerjaannya sesuai dengan standar baku atau kriteria
yang ditetapkan untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut, dan lebih lanjut menurut
(Gordon dalam Bina, 2004: 18), ‘’performance was a function of employee’s ability,
acceptance of the goals, and the interaction of the goal with their ability’’.
Organisasi didirikan manusia disebabkan karena kesamaan kepentingan, baik
dalam rangka mewujudkan hakekat kemanusiaannya maupun secara berkelanjutan
untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan kata lain di dalam organisasi, para
anggotanya bermaksud
mencapai tujuan yang sama, sebagai tujuan bersama,
termasuk juga bidang bisnis. Oleh karena itu jika tujuan bersama itu dipilah, maka
paling tidak terdapat satu dari dua tujuan yaitu (1) tujuan yang bersifat material dan
finansial, dan ini menjadi karateristik organisasi profit dan (2) tujuan yang bersifat
tidak mencari keuntungan, ini menjadi karateristik bagi organsasi nonprofit (Nawawi
: 2003).
Contoh dari organisasi profit yaitu bank, perusahaan-perusahaan swasta yang
bertujuan mencari laba dari hasil usahanya. Sedangkan organisasi nonprofit
contohnya yaitu gereja, mesjid, sekolah negeri, derma publik, rumah sakit dan
klinik publik, organisasi politis, bantuan masyarakat dalam hal perundang-undangan,
46 organisasi jasa sukarelawan, serikat buruh, asosiasi profesional, institut riset, museum
dan beberapa para petugas pemerintah
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa diantara organisasi profit dan
organisasi nonprofit terdapat perbedaan khas dengan tidak mengesampingkan
persamaan-persamaan yang fundamental. Organisasi nonprofit mempunyai misi
melayani publik dan konsumenya lebih terbatas sedangkan organisasi profit
mempunyai motif untuk mencari untung, yaitu hanya melayani konsumen yang dapat
memberikan keuntungan. Apabila dari suatu kelompok konsumen tidak akan
diperoleh keuntungan maka organisasi bisnis umumnya tidak bersedia melayani.
(dalam http://strategimanajemen.net) Key performance indicators merupakan
Indikator yang memberikan informasi sejauh mana kita telah berhasil mewujudkan
target kerja yang telah kita tetapkan. Pengelolaan kinerja pegawai melalui sistem KPI
memberikan sejumlah manfaat positif bagi perusahaan, diantaranya adalah :
• Melalui metode key performance indicators maka kinerja setiap pegawai dapat
dievaluasi secara lebih obyektif dan terukur, sehingga dapat mengurangi unsur
subyektivitas yang sering terjadi dalam proses penilaian kinerja pegawai.
• Melalui penentuan key performance indicators (KPI) secara tepat, setiap pegawai
juga menjadi lebih paham mengenai hasil kerja yang diharapkan darinya. Hal ini akan
mendorong pegawai bekerja lebih optimal untuk mencapai target kinerja yang telah
ditetapkan.
47 • Melalui penetapan key performance indicators yang obyektif dan terukur, maka
proses pembinaan kinerja pegawai dapat dilakukan secara lebih transparan dan
sistematis.
• Hasil skor key performance indicators yang obyektif dan terukur juga dapat
dijadikan dasar untuk pemberian reward dan punishment pegawai. Dengan demikian,
pegawai yang kinerjanya lebih bagus akan mendapat reward, sebaliknya yang
kerjanya kurang baik akan mendapat punishment.
Download