BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perbandingan antara Regresi

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perbandingan antara Regresi Logistik dengan Analisis Diskriminan
Regresi logistik dan analisis diskriminan adalah suatu metode statistik
multivariat yang tergolong dalam analisis dependensi. Analisis dependensi
bertujuan untuk menerangkan atau memprediksi variabel dependen dengan
menggunakan dua atau lebih variabel independennya.
2.2 Regresi Logistik
Analisis regresi dalam statistika adalah salah satu metode untuk
menentukan hubungan sebab-akibat antara satu variabel dengan variabel yang
lain. Variabel penyebab disebut dengan bermacam istilah, seperti variabel
penjelas, variabel eksplanatorik, variabel independen atau variabel X (karena
seringkali digambarkan dalam grafik sebagai absis atau sumbu X). Variabel
terkena akibat dikenal sebagai variabel yang dipengaruhi, variabel dependen,
variabel terikat atau variabel Y. Kedua variabel ini dapat merupakan variabel
acak, namun variabel yang dipengaruhi harus selalu variabel acak. Analisis regresi
adalah salah satu analisis yang paling populer dan luas pemakaiannya. Hampir
semua bidang ilmu yang memerlukan analisis sebab-akibat boleh dipastikan
mengenal analisis ini.
Regresi logistik merupakan salah satu bagian dari analisis regresi yang
digunakan untuk memprediksi probabilitas kejadian suatu peristiwa dengan
mencocokkan data pada fungsi logit kurva logistik. Metode ini merupakan model
linear umum yang digunakan untuk regresi binomial. Seperti analisis regresi pada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
umumnya, metode ini menggunakan satu atau beberapa variabel bebas dengan
satu variabel tak bebas bersifat dikotomi. Regresi logistik juga digunakan secara
luas pada bidang kedokteran, ilmu sosial dan bahkan pada bidang pemasaran,
seperti prediksi kecenderungan pelanggan untuk membeli suatu produk atau
berhenti berlangganan.
Regresi logistik tidak memerlukan asumsi normalitas, heteroskedastisitas
dan autokorelasi, dikarenakan variabel terikat yang terdapat pada regresi logistik
merupakan variabel dummy (0 dan 1), sehingga residualnya tidak memerlukan
ketiga pengujian tersebut. Untuk asumsi multikolinearitas, karena hanya
melibatkan variabel-variabel bebas, maka masih perlu untuk dilakukan pengujian.
Untuk pengujian multikolinearitas ini dapat digunakan uji kesesuaian (goodness
of fit test) yang kemudian dilanjutkan dengan pengujian hipotesis guna melihat
variabel bebas mana saja
yang signifikan dan dapat tetap digunakan dalam
penelitian. Selanjutnya di antara variabel bebas yang signifikan, dapat dibentuk
suatu matriks korelasi, dan apabila tidak terdapat variabel bebas yang saling
memiliki korelasi yang tinggi, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
gangguan multikolinearitas pada model penelitian (David W. Hosmer, 2011).
Regresi logistik merupakan salah satu metode statistik nonparametrik
untuk menguji hipotesis. Metode regresi logistik adalah metode matematika yang
menggambarkan hubungan antara satu atau lebih variabel bebas dengan satu
variabel tak bebas yang dikotomi yang variabelnya dianggap hanya mempunyai
dua nilai yang mungkin yaitu 0 dan 1, dimana kondisi ini dapat diartikan sebagai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
solusi atau gagal pada analisis regresi logistik tunggal dan regresi logistik
berganda.
Pada umumnya analisis regresi membentuk suatu persamaan untuk
memprediksi variabel dependen berdasarkan variabel independennya. Model
regresi
logistik
ganda
adalah model
regresi
logistik dengan
variabel
independennya lebih dari satu variabel. Fungsi probabilitas untuk setiap observasi
adalah sebagai berikut :
Dimana jika y = 0 maka f(y) = 1-π dan jika y = 1 maka f(y) = π. Fungsi
regresi logistik dapat dituliskan sebagai berikut :
dengan k=banyaknya variabel independen
Nilai z antara -
dan +
sehingga nilai f(z) terletak antara 0 dan 1 untuk
setiap z yang diberikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa model logistik
sebenarnya menggambarkan probabilitas atau risiko dari suatu objek. Model
regresi logistik dapat dituliskan sebagai berikut :
Untuk mempermudah pendugaan parameter regresi maka model regresi
logistik diatas dapat diuraikan dengan menggunakan transformasi logit dari π(x).
Sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Model tersebut merupakan fungsi dari parameter-parameternya. Pada
regresi logistik, variabel dependen diekspresikan sebagai y = π(x) +
mempunyai salah satu dari kemungkinan dua nilai, yaitu
peluang π(x) jika y = 1 dan
dimana
=1-π(x) dengan
= -π(x) dengan peluang 1-π(x) jika y = 0 dan
mengikuti distribusi binomial dengan rataan nol dan varians
(Lemeshow, 2000).
2.2.1 Estimasi Parameter
Dalam regresi linier dikenal istilah last square yang digunakan untuk
estimasi parameter model, sedangkan untuk regresi logistik digunakan prinsip
estimasi maximum likelihood. Prinsip dari maximum likelihood ini adalah
parameter populasi diestimasi dengan cara memaksimumkan kemungkinan dari
data observasi. Setiap observasi untuk model regresi logistik adalah variabel
random dari distribusi Bernoulli (Netter et al., 1996).
Menurut Hosmer dan Lemeshow (1989), fungsi likelihood distribusi
Bernoulli untuk n sampel independen adalah sebagai berikut :
Untuk
log-likelihood
atau
logaritma
natural
fungsi
probabilitas
bersamanya adalah sebagai berikut :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Taksiran parameter
likelihood terhadap
, diperoleh dengan mendiferensialkan fungsi log-
dengan k = 0;1. Nilai maksimum diperoleh bila hasil
diferensial fungsi log-likelihood bernilai nol (0). Diperlukan metode iterasi untuk
mendapatkan taksiran pada metode maksimum likelihood karena tidak bisa
diperoleh taksiran parameter dari pendeferensialan fungsi log-likelihood.
2.2.2 Uji Signifikansi Parameter
Uji signifikan parameter ini dilakukan untuk mengetahui apakah taksiran
parameter berpengaruh berpengaruh terhadap model atau tidak secara signifikan,
serta mengetahui seberapa besar pengaruh masing-masing parameter tersebut. Uji
signifikansi parameter terdapat dua tahap, yaitu :
1. Uji signifikansi parameter model secara terpisah (parsial)
Uji signifikansi parameter model secara terpisah (parsial) dilakukan untuk
mengetahui signifikansi parameter terhadap variabel dependen. Uji yang
digunakan untuk mengetahui signifikansi parameter model secara terpisah
adalah dengan menggunakan uji Wald (Hosmer dan Lemeshow, 2000)
dengan hipotesis sebagai berikut :
H0 : βj = 0
Ha : βj ≠ 0
; j = 1,2,...,p
SU :
Statistik uji W mendekati distribusi Chi-square dengan derajat
bebas 1 dengan
penolakan H0 adalah
adalah taksiran standart error parameter. Daerah
atau
(v,α)
dengan derajat bebas v.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Uji signifikansi parameter model secara serentak
Uji signifikansi parameter model secara serentak dilakukan dengan uji
rasio likelihood. Suatu statistik uji rasio likelihood G adalah fungsi dari L0
dan L1 yang berdistribusi X2 dengan derajat bebas p. Pengujian secara
serentak dilakukan untuk memeriksa kemaknaan koefisien β secara
keseluruhan dengan hipotesis sebagai berikut :
H0 : β1 = β2 = ... = βp = 0
Ha : paling tidak terdapat satu βj ≠ 0
; j = 1,2,...,p
SU :
Daerah penolakan H0 adalah G > X2(v,α) atau p value < α (Hosmer
dan Lemeshow, 2000).
2.2.3 Uji Kesesuaian Model
Uji kesesuaian model digunakan untuk menilai apakah model sesuai
dengan data atau tidak. Untuk mengetahui apakah model sesuai atau tidak
terhadap data yang ada menggunakan uji Hosmer dan Lemeshow. Jika uji Hosmer
dan Lemeshow dipenuhi maka model dinilai dapat memprediksi nilai
observasinya.
Menurut Hosmer dan Lemeshow (1989), uji Hosmer dan Lemeshow yang
biasa ditulis dengan uji Ĉ dihitung berdasarkan taksiran probabilitas. Pada uji ini
sampel dimasukkan ke sejumlah g kelompok dengan tiap-tiap kelompok memuat
n/10 sampel pengamatan, dengan n adalah jumlah sampel. Jumlah kelompok ada
sekitar 10, dengan kelompok pertama memuat
sampel yang memiliki
taksiran probabilitas sukses terkecil yang diperoleh dari model taksiran.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kelompok kedua memuat
sampel yang memiliki taksiran probabilitas
sukses terkecil kedua, dan seterusnya (Liu, 2007).
Statistik uji Ĉ yang dihitung berdasarkan nilai y = 1 dirumuskan dengan
hipotesis sebagai berikut :
H0 : Model sesuai, tidak terdapat perbedaan antara hasil observasi dengan hasil
prediksi.
Ha : Model tidak sesuai, terdapat perbedaan antara hasil observasi dengan hasil
prediksi.
SU :
Dimana
adalah rata-rata taksiran probabilitas sukses kelompok ke-k, Ok
adalah jumlah sampel kejadian sukses dalam kelompok ke-k,
adalah total
sampel kelompok ke-k dengan k = 1, 2, ..., g. Statistik uji Ĉ mendekati distribusi
Chi-square dengan df = g-2. Daerah penolakan H0 adalah
2.3
Analisis Diskriminan
Analisis diskriminan merupakan teknik menganalisis data, dimana variabel
dependen merupakan data kategorik (nominal dan ordinal) sedangkan variabel
independen berupa data interval atau rasio. Analisis diskriminan ini termasuk
dalam analisis multivariat dengan metode dependensi. Ada dua metode dalam
analisis multivariat yaitu metode dependensi dan metode interdenpendensi.
Metode dependensi yaitu variabel-variabelnya tidak saling bergantung satu
dengan yang lain, sedangkan metode interdenpendensi adalah antarvariabelnya
ada saling ketergantungan. Jika variabel dependen terdiri dari dua kelompok atau
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kategori disebut Two-Group Discriminant Analysis , sedangkan jika lebih dari dua
kelompok atau kategori disebut dengan Multiple Discriminant Analysis.
Analisis diskriminan bertujuan untuk mengklasifikasikan suatu individu
atau observasi ke dalam kelompok yang saling bebas (mutually exclusive/disjoint)
dan menyeluruh (exhaustive) berdasarkan jumlah variabel independen. Menurut
Johnson
dan
Wichern
(2007)
analisis
diskriminan
digunakan
untuk
mengklasifikasikan individu ke dalam salah satu dari dua kelompok atau lebih.
Suatu fungsi diskriminan layak untuk dibentuk, bila terdapat perbedaan nilai
rataan di antara kelompok-kelompok yang ada.
Persamaan fungsi diskriminan yang dihasilkan untuk memberikan
peramalan yang paling tepat untuk mengklasifikasi individu kedalam kelompok
berdasarkan skor variabel independen. Sebelum fungsi diskriminan dibentuk,
perlu dilakukan pengujian terhadap perbedaan nilai rataan dari kelompokkelompok tersebut. Menurut Santoso (2010), terdapat beberapa asumsi yang harus
dipenuhi dalam pengujian ini, yaitu :
1. Multivariate Normality atau variabel independen seharusnya berdistribusi
normal, jika tidak berdistribusi normal akan menyebabkan masalah pada
ketepatan fungsi model diskriminan.
2. Matriks kovarians dari semua variabel independen seharusnya sama
(equal).
3. Tidak ada korelasi antar variabel independen. Jika dua variabel
independen
mempunyai
korelasi
yang
kuat,
dikatakan
terjadi
multikolinearitas.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Tidak adanya data yang sangat ekstrim (outlier) pada variabel independen.
Jika ada data outlier yang tetap diproses, hal ini bisa berakibat kurangnya
ketepatan klasifikasi dari fungsi diskriminan.
2.3.1 Proses Dasar Analisis Diskriminan
Menurut Santoso (2010), terdapat beberapa proses dasar yang harus
dilakukan dalam analisis diskriminan, diantaranya yaitu :
1. Memisah variabel-variabel menjadi variabel dependen dan variabel
independen.
2. Menentukan metode untuk membuat fungsi diskriminan. Pada prinsipnya
ada dua metode dasar, yaitu :
a. Simultaneous Estimation
Semua variabel dimasukkan secara bersama-sama kemudian dilakukan
proses diskriminan.
b. Step-Wise Estimation
Variabel dimasukkan satu per satu ke dalam model diskriminan. Pada
proses ini tentu ada variabel yang tetap ada pada model, dan ada
kemungkinan satu atau lebih variabel independen yang dibuang dari
model.
3. Menguji signifikansi dari fungsi diskriminan yang telah terbentuk dengan
menggunakan Wilk’s Lambda, Pilai, F-test dan lainnya.
4. Menguji
ketepatan klasifikasi
dari fungsi
diskriminan, termasuk
mengetahui ketepatan klasifikasi secara individual dengan Casewise
Diagnostics.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Melakukan interpretasi terhadap fungsi diskriminan tersebut.
6. Melakukan uji validasi fungsi diskriminan.
2.3.2 Uji Normalitas
Untuk menguji kenormalan ganda (Multivariate Normality) adalah dengan
mencari nilai jarak kuadrat untuk setiap pengamatan yaitu dengan rumus sebagai
berikut :
Dimana :
= Nilai jarak kuadrat untuk setiap pengamatan ke-i
Xi = Pengamatan ke-i (i=1, 2, ..., n)
= Rata-rata variabel independen
S-1 = Kebalikan (inverse) matriks varians-kovarians S
Kemudian
diurutkan dari yang paling kecil ke yang paling besar.
Selanjutnya dibuat plot
dimana i = urutan 1, 2, ..., n. Bila hasil plot dapat
didekati dengan garis lurus maka dapat disimpulkan bahwa peubah ganda
menyebar normal.
2.3.3 Uji Kesamaan Matriks Kovarians
Dalam
analisis
diskriminan,
matriks
kovarians
seluruh
variabel
independen seharusnya sama (equal). Untuk menguji kesamaan matriks kovarians
digunakan rumus dengan hipotesis sebagai berikut :
H0 : S1=S2
Ha : S1≠S2
SU :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dengan :
Keterangan :
S = Matriks kovarians dalam kelompok gabungan
Si = Matriks kovarians kelompok ke-i (i = 1, 2, ..., k)
ni = Jumlah responden pada kelompok ke-i
k = banyaknya kelompok
p = Jumlah peubah pembeda (Y) dalam fungsi diskriminan = 1
Daerah penolakan H0 adalah jika
.
2.3.4 Persamaan Fungsi Diskriminan
Analisis diskriminan membentuk suatu persamaan yang dikenal dengan
persamaan fungsi diskriminan. Suatu fungsi diskriminan dibentuk, bila terdapat
perbedaan nilai rataan di antara kelompok-kelompok yang ada. Fungsi
diskriminan dapat dibentuk dengan menggunakan uji Wald yaitu :
Dimana :
X = Vektor pengamatan
= Vektor rata-rata variabel independen
S-1 = Invers matriks varians kovarian dalam kelompok gabungan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dimana uji Wald tersebut diatas akan menghasilkan model atau persamaan
fungsi diskriminan sebagai berikut :
Y = b0 + b1Xi1 + b2Xi2 + ... + bjXij
Dimana :
Y = Skor fungsi diskriminan dari responden ke-i
b0 = Konstanta (intercep)
bj = Koefisien fungsi diskriminan dari variabel ke-j
Xij = Variabel bebas ke-j dari responden ke-i (i = 1, 2, ..., n)
(Johnson dan Wichern, 2007).
2.3.5. Cut Off Score
Hasil z-score yang didapat dari persamaan fungsi diskriminan yang
terbentuk selanjutnya dibandingkan dengan cut off score untuk mengetahui
apakah responden tersebut termasuk kedalam grup tidak diet atau grup diet.
Pembuatan cut off score dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Dimana :
Zcu = Angka kritis yang berfungsi sebagai cut off score.
NA = Jumlah sampel di grup tidak diet.
NB = Jumlah sampel di grup diet.
ZA = Angka centroid pada grup tidak diet.
ZB = Angka centroid pada grup diet.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jika angka skor kasus lebih besar dari nilai angka kritis (Z cu), maka
responden tersebut masuk kedalam grup tidak diet. Sedangkan jika angka skor
kasus lebih kecil dari nilai angka kritis (Zcu), maka responden tersebut masuk
kedalam grup diet (Santoso, 2010).
2.4 Diet Penurunan Berat Badan
Diet berasal dari bahasa Yunani, yaitu diaita yang berarti cara hidup.
Menurut Saraswati (2006), diet adalah membatasi dengan cermat konsumsi kalori
atau jenis makanan tertentu. Pada prinsipnya diet adalah membatasi konsumsi
makanan sampai di bawah kebutuhan ideal tubuh. Dengan demikian, diet tidak
saja berarti menurunkan berat badan, tetapi mengatur dan membatasi jumlah
asupan makanan yang dibutuhkan tubuh yang bersangkutan agar terjadi
keseimbangan energi.
Menurut tim kedokteran EGC tahun 1994 (dalam Hartantri, 1998) diet
adalah kebiasaan yang diperbolehkan dalam hal makanan dan minuman yang
dimakan oleh seseorang dari hari ke hari, terutama yang khusus dirancang untuk
mencapai tujuan dan memasukkan atau mengeluarkan bahan makanan tertentu.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa fungsi diet itu
sendiri bermacam-macam. Saraswati (2013) membagi diet itu sendiri menjadi diet
normal, diet untuk menaikkan dan menurunkan berat badan, diet khusus penyakit
tertentu, diet alergi makanan, diet kelompok usia tertentu, dan diet ibu menyusui
dan mengandung. Akan tetapi didalam masyarakat pada umumnya, diet dilakukan
untuk tujuan penurunan berat badan. Maka dari itu dalam penelitian ini, diet yang
dimaksud adalah diet yang bertujuan untuk menurunkan berat badan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Hill, dkk (1992) berpendapat bahwa perilaku diet menjadi populer di
masyarakat, termasuk di kalangan remaja karena dipandang sebagai usaha yang
mudah dilakukan, ekonomis, dan yang terpenting tanpa efek samping yang nyata.
Menurut French (1995), diet dapat memberi keuntungan psikososial yaitu
berkurangnya berat badan maka penampilan diri menjadi semakin baik. Hal ini
tentu membuat seseorang dengan bentuk badan yang tidak ideal atau memiliki
berat badan lebih dari normal akan melakukan tindakan diet penurunan berat
badan untuk memperbaiki penampilannya dan menumbuhkan rasa percaya diri
akan bentuk tubuhnya.
Tubuh ideal menjadi dambaan bagi kebanyakan kaum perempuan, namun
tidak menutup kemungkinan bahwa kaum lelaki tidak menginginkan bentuk tubuh
yang ideal. Untuk itu baik kaum perempuan maupun kaum lelaki melakukan
banyak cara untuk dapat menurunkan berat badan agar terlihat lebih menarik dan
lebih percaya diri dalam beraktifitas.
2.4.1 Jenis Diet
Kim dan Lennon (2006), menjabarkan beberapa perilaku diet kedalam dua
kelompok, yaitu :
1. Diet Sehat
Diet dapat diasosiasikan dengan perubahan perilaku ke arah yang lebih
sehat, seperti mengubah pola makan dengan mengkonsumsi makanan
rendah kalori dan melakukan aktifitas fisik secara wajar. Diet sehat adalah
penurunan berat badan yang dilakukan dengan jalan perubahan perilaku ke
arah yang lebih sehat, seperti
mengubah pola
makan dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mengkonsumsi makanan rendah kalori dan rendah lemak, menambah
aktifitas fisik secara wajar. Diet sehat dilakukan dengan memperhitungkan
asupan makanan sehari hari yang diperbolehkan.
2. Diet Tidak Sehat
Orang-orang yang melakukan diet semata-mata
bertujuan untuk
memperbaiki penampilan akan cenderung menempuh cara-cara yang tidak
sehat untuk menurunkan berat badan. Diet tidak sehat adalah penurunan
berat badan yang dilakukan dengan melakukan perilaku-perilaku yang
membahayakan kesehatan, seperti melewatkan waktu makan dengan
sengaja, penggunaan obat-obatan penurunan berat badan, mengkonsumsi
penahan nafsu makan serta muntah dengan sengaja.
2.4.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tindakan Diet
Menurut
McDuffie
dan
Kirkley
dalam
Kurnianingsih
(2009)
mengemukakan secara umum faktor-faktor yang memengaruhi tindakan diet
penurunan berat badan pada remaja yaitu :
1. Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan
dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2001). Cara untuk mengetahui
status gizi seseorang ada berbagai macam cara, salah satunya dengan
menghitung nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) berdasarkan berat badan dan
tinggi badan seseorang tersebut.
Dwyer (1997) mengatakan bahwa orang yang memiliki berat badan
lebih, lebih perhatian terhadap berat badannya dari pada orang yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
memiliki berat badan lebih ringan. Pada umumnya memang seseorang
yang memiliki berat badan lebih melakukan banyak cara untuk dapat
menurunkan berat badanya sampai seperti yang diinginkan.
2. Citra Tubuh
Citra tubuh merupakan gambaran kombinasi tentang keakuratan
satu persepsi mengenai ukuran tubuh, perasaan dan perilaku yang
menerima atau menolak perasaan tersebut (Heinberg, 1996). Seseorang
yang menilai buruk akan bentuk tubuhnya cenderung akan melakukan
tindakan diet untuk mendapatkan bentuk tubuh ideal.
3. Pengetahuan tentang Diet
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah
seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmojo,
2003).
Pengetahuan tentang diet berarti seseorang tersebut telah
melakukan penginderaan terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan
diet, baik melalui indera penglihatan maupun pendengaran.
4. Sikap Keluarga
Keluarga memberikan pengaruh yang besar terhadap sikap dan
perilaku makan remaja. Pada umumnya seorang remaja putri meniru pola
makan yang dilakukan ibunya. Menurut Strober dalam Kurnianingsih
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2009), komentar negatif dan sindiran tentang bentuk tubuh dan ukuran
tubuh yang dilontarkan oleh keluarga akan menyakiti hati anak dan
mengakibatkan anak tersebut mengembangkan hubungan dan kebiasaan
yang tidak sehat dengan makanan.
5. Sikap Teman Sebaya
Davis (1999) mengatakan bahwa teman sebaya dapat memberikan
pengaruh buruk terhadap kebiasaan yang tidak sehat seperti melakukan
upaya penurunan berat badan dan kebiasaan makan yang salah dan
timbulnya persaingan sekaligus tekanan untuk menjadi yang terkurus dan
terkecil. Pada umumnya para remaja merasa lebih nyaman berteman
dengan seseorang yang sebaya karena dapat memberikan keamanan
emosional dan memiliki masalah yang sama. Levine dalam Field (2001)
berpendapat bahwa perilaku mengontrol berat badan berhubungan dengan
teman sebaya, tekanan yang ditimbulkan oleh teman sebaya ditemukan
dapat meningkatkan resiko terjadinya perilaku makan menyimpang.
6. Media Massa
Media massa memiliki pengaruh yang besar terhadap perubahan
sikap dan perilaku remaja, apalagi di jaman yang modern seperti sekarang
ini. Malinauskas (2006) menyatakan bahwa media massa dipercaya
mendorong dan memberi tekanan pada remaja putri untuk membentuk
tubuh yang ideal, hal ini akan mengakibatkan seseorang menjadi cemas
akan berat dan bentuk tubuhnya. Penelitian yang dilakukan oleh Bergs
dalam Kurnianingsih (2009) di Minnesota menunjukkan membaca artikel
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
diet di majalah juga dapat memengaruhi perilaku diet, sebesar 44% remaja
putri tingkat menengah yang membaca artikel tentang diet akan
menunjukkan perubahan perilaku makan menjadi ekstrim, lebih ketat, dan
tidak sehat selama lima tahun kedepan, selain itu juga menimbulkan
perilaku makan dan kesehatan yang salah seperti penggunaan pil diet,
laksatif, memuntahkan makanan dengan sengaja untuk mengontrol berat
badan.
2.4.3 Dampak Perilaku Diet
Menurut
Hawks
(2008),
tindakan
diet
penurunan
berat
badan
menimbulkan beberapa dampak bagi seseorang yang melakukannya, yaitu :
1. Dampak Biologis
Diet akan meningkatkan level systemic cortisol. Cortisol merupakan
pertanda dari timbulnya stress yang merupakan predictor terhadap level
rasa lapar dan hal lain merupakan faktor yang beresiko terhadap timbulnya
tulang yang rapuh.
2. Dampak Psikologis
Individu yang melakukan diet biasanya akan lebih depresi dan emosional
dari pada individu yang tidak diet, dan akan mengalami kecemasan serta
kurangnya penyesuaian diri yang baik pada area sosialisasi, kematangan,
tanggung jawab dan struktur nilai intrapersonal.
3. Dampak Kognitif
Kerusakan dalam working memory, waktu reaksi, tingkat perhatian dan
performansi kognitif dipengaruhi oleh bentuk tubuh, makanan dan diet
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang disebabkan oleh kecemasan yang dihasilkan oleh efek stress terhadap
diet.
2.4.4 Remaja
Istilah remaja berasal dari kata latin, yaitu adolescere yang berarti
perkembangan menjadi dewasa (Monks, 1999). Menurut Santork (2003), masa
remaja adalah masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa
yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial.
Masa remaja memiliki batasan yang berbeda-beda menurut beberapa ahli.
Hall (dalam Santrock, 2003) menyatakan bahwa usia remaja adalah masa antara
usia 12 sampai 23 tahun. Monks (1999) berpendapat bahwa batasan usia remaja
antara 12 sampai 21 tahun yang terbagi dalam tiga fase, yaitu remaja awal (12-15
tahun), remaja tengah/madya (15-18 tahun), dan remaja akhir (18-21 tahun).
2.4.5 Perkembangan Remaja
1. Perkembangan Fisik
Menurut Dacey & Travers (2004), perkembangan fisik remaja ditandai
dengan adanya suatu periode yang disebut pubertas. Pada masa pubertas, hormone
seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon yang berhubungan
dengan pertumbuhan, yaitu Follicle-Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing
Hormone (LH).
Perkembangan secara cepat dari kedua hormon tersebut menyebabkan
terjadinya perubahan sistem biologis seorang anak. Pada anak perempuan,
peristiwa pertawa yang terjadi adalah telarke, yaitu terbentuknya payudara diikuti
oleh pubarke, yaitu tumbuhnya rambut pubis di ketiak, lalu menarke, yaitu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
periode haid pertama. Selain itu terjadi juga pertumbuhan otot yang cepat,
tumbuhnya rambut pubis serta suara yang semakin halus.
Perubahan yang terjadi pada anak laki-laki yaitu suara yang semakin berat,
pertumbuhan otot dan pertumbuhan rambut tubuh. Perkembangan fisik remaja
akan berlangsung sangat cepat sejak awal terjadinya pubertas.
2. Perkembangan Kognitif
Tahap ini merupakan tahap yang paling tinggi dalam perkembangan
kognitif individu, dimana remaja mempunyai kemampuan untuk memanipulasi
informasi dan mempunyai pemikiran yang lebih luas lagi. Pada masa remaja,
proses pembentukan gambaran tubuh sudah diikuti dengan proses kognisi.
Pproses
kognisi
tersebut
berupa
pemikiran
dan
keinginan
untuk
mengidentifikasikan diri sesuai dengan tokoh idolanya. Proses pembentukan
gambaran tubuh yang baru pada masa remaja ke dalam diri adalah bagian dari
tugas perkembangan yang sangat penting (Dacey & Kenny, 2001).
3. Perkembangan Sosial
Menurut Handel (dalam Rice, 1990), sejak masa puber, remaja umumnya
mulai memperhatikan dan membandingkan hal-hal khusus seperti penampilan
fisik (misalnya bentuk tubuh) dan kemampuan sosialisasinya dengan lingkungan
pergaulan dan tokoh idolanya.
Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang
berhubungan dengan penyesuaian social. Remaja harus menyesuaikan diri dengan
lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menyesuaikan dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah
(Hurlock, 1999).
2.5 Kerangka Konsep
Berdasarkan rumusan teori diatas maka peneliti dapat merumuskan
kerangka konsep penelitian berdasarkan variabel-variabel yang akan diteliti
sebagai berikut :
Variabel Independen
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Indeks Massa Tubuh
Citra Tubuh
Pengetahuan Tentang Diet
Sikap Keluarga
Sikap Teman Sebaya
Media Massa
Variabel Dependen
Tindakan Diet
Penurunan Berat Badan
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Download