43 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis

advertisement
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat verifikatif karena penelitian dilakukan untuk
mendeskripsikan nilai variabel-veriabel penelitian serta memastikan adanya
hubungan dan pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen.
Dalam penelitian ini, tingkat intervensi peneliti adalah minimal intervensi, karena
pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner yang dibagikan secara individual
atau kepada satu per satu pelanggan di restoran Nanny’s Pavillon Terrace. Study
setting yang digunakan adalah studi lapangan karena pengambilan data melalui
penyebaran kuesioner yang dilakukan satu kali tanpa ada perbandingan (crosssectional), serta tidak dilakukan manipulasi terhadap variabel bebas.
Tabel 3. 1 Desain Penelitian
Desain Penelitian
Tujuan
Penelitian
Jenis Penelitian
Unit Analisis
Time Horizon
T-1
Verifikatif
Individual
One Shot Cross-sectional
T-2
Verifikatif
Individual
One Shot Cross-sectional
T-3
Verifikatif
Individual
One Shot Cross-sectional
T-4
Verifikatif
Individual
One Shot Cross-sectional
T-5
Verifikatif
Individual
One Shot Cross-sectional
Sumber: Peneliti (2012)
43
44
Keterangan:
T-1: Untuk mengetahui apakah experiential marketing memiliki pengaruh
terhadap relationship marketing.
T-2: Untuk mengetahui apakah experiential marketing dan relationship
marketing secara simultan atau parsial mempengaruhi experiential value.
T-3: Untuk mengetahui apakah experiential value memiliki pengaruh
terhadap customer behavioral intention.
T-4: Untuk mengetahui apakah experiential marketing memiliki pengaruh
terhadap customer behavioral intention baik secara langsung maupun
secara tidak langsung dengan melalui experiential value.
T-5: Untuk mengetahui apakah relationship marketing memiliki pengaruh
terhadap customer behavioral intention baik secara langsung maupun
secara tidak langsung dengan melalui experiential value.
3.2 Operasionalisasi Variabel Penelitian
Variabel-variabel dalam penelitian ini dioperasionalisasikan berdasarkan
dimensi pengukuran yang diperoleh dari kajian pustaka pada bab sebelumnya dan
dirangkum dalam tabel di bawah ini.
45
Tabel 3. 2 Operasionalisasi Variabel Penelitian
Variabel
Experiential
marketing
Dimensi
Sense
Feel
Think
Definisi
Rangsangan
fisik yang
direspon oleh
panca indera,
dapat berupa
ciri-ciri visual
atau verbal yang
dapat
menciptakan
kesan secara
utuh.
Mempengaruhi
perasaan
terdalam (inner
feeling) dan
emosi konsumen
dengan
menciptakan
perasaan positif
terhadap merek
serta kesan yang
diasosiasikan
dengan
kegembiraan
atau
kebanggaan.
Menciptakan
pengalaman
kognitif dan
problem-solving
yang menuntut
konsumen untuk
berpikir kreatif
Indikator
1) Sight
2) Hearing
3) Touch
4) Taste
5) Smell
1) Inner feeling
2) emotion
1) Convergent
thinking
2) Divergent
thinking
Instrumen
Pengukuran
Kuesioner
dengan skala
likert
Skala
Ordinal
46
Variabel
Dimensi
Act
Relate
Relationship Financial
marketing
Bond
Definisi
Indikator
Menciptakan
pengalaman
yang berkaitan
dengan jasmani
fisik, pola
perilaku yang
nyata dan gaya
hidup, serta
interaksi dengan
orang lain
Meliputi aspek
sense, feel,
think, dan act,
bertujuan untuk
memberikan
pengalaman
individual
sehingga
individu dapat
menghubungkan
nya dengan
konsep diri,
budaya, atau
orang lain.
Mengandalkan
insentif finansial
untuk menjaga
agar pelanggan
tetap loyal dan
mendorong
mereka untuk
membeli lebih
banyak dan
menjadi pembeli
rutin.
1) Pengalaman
fisik
2) Lifestyle
3) Interaksi
Instrumen
Pengukuran
Skala
Pengalaman
yang
dihubungkan
dengan konsep
diri, budaya,
atau orang lain.
Promosi
penjualan
Kuesioner
dengan skala
likert
Ordinal
47
Variabel
Dimensi
Social
Bond
Structural
Bond
Definisi
Indikator
Pendekatan
interpersonal di
mana
perusahaan
mengutamakan
proses
penyampaian
jasa, menjaga
komunikasi
yang lebih dekat
dengan
konsumen untuk
mengubah
konsumen
menjadi
pelanggan.
Menyediakan
layanan yang
bernilai bagi
konsumen yang
biasanya
berbasis
teknologi, yang
dirancang
sebagai bagian
dari keseluruhan
sistem
pelayanan.
1) Communicati
on
2) Trust
3) Emphaty
4) Commitment
Sistem
pelayanan yang
bernilai bagi
konsumen.
Instrumen
Pengukuran
Skala
48
Variabel
Experiential
value
Customer
Behavioral
Intention
Dimensi
Extrinsic/
intrinsic
Value
Definisi
Indikator
Instrumen
Pengukuran
Kuesioner
dengan skala
likert
Konsumen
1) Efficiency
melihat nilai
2) Excellence
atas
3) Status
kepemilikan
4) Esteem
atau
5) Aesthetic
penggunaan
6) Play
produk atau jasa 7) Ethics
sebagai sarana
8) Spirituality
untuk mencapai
tujuan akhir
tertentu atau
hanya untuk
pengalaman itu
sendiri.
SelfKonsumen
/Othersmelihat nilai
oriented
sebagai manfaat
bagi dirinya
sendiri atau
manfaat bagi
orang lain.
Active/
Konsumen
Reactive
melihat nilai
Value
melalui
penggunaan
langsung suatu
objek atau
melalui
pemahaman,
apresiasi, dan
respon terhadap
suatu objek.
Repurchase Kecenderungan konsumen untuk
Kuesioner
intention
membeli kembali produk atau jasa. dengan skala
Recommen Bentuk word-of-mouth yang positif. likert
dation to
Konsumen memberikan saran
others
positif kepada orang lain.
Skala
Ordinal
Ordinal
49
Variabel
Dimensi
Price
tolerance
Crossbuying
Definisi
Indikator
Rentang perubahan harga yang
dapat diterima oleh konsumen.
Perilaku konsumen membeli
tambahan produk atau jasa dari
perusahaan selain dari yang telah
dibelinya.
Sumber: peneliti (2012)
Instrumen
Pengukuran
Skala
50
3.3 Jenis dan Sumber Data Penelitian
Tabel 3. 3 Jenis dan Sumber Data
Data
Data
Experiential
marketing
Data
Relationship
marketing
Data
Experiential
Value
Sumber Data
Tujuan
T-1
T-2
T-3
T-4
T-5
√
√
-
√
-
√
√
-
-
√
-
√
√
-
-
-
-
√
√
√
Kualitatif - Data
Primer dari
kuesioner
konsumen
Kualitatif - Data
Primer dari
kuesioner
konsumen
Kualitatif - Data
Primer dari
kuesioner
konsumen
Data
Kualitatif - Data
Customer
Primer dari
Behavioral
kuesioner
Intention
konsumen
Sumber: peneliti (2012)
Keterangan:
T-1: Untuk mengetahui apakah experiential marketing memiliki pengaruh
terhadap relationship marketing.
T-2: Untuk mengetahui apakah experiential marketing dan relationship
marketing secara simultan atau parsial mempengaruhi experiential value.
T-3: Untuk mengetahui apakah experiential value memiliki pengaruh
terhadap customer behavioral intention.
51
T-4: Untuk mengetahui apakah experiential marketing memiliki pengaruh
terhadap customer behavioral intention baik secara langsung maupun
secara tidak langsung dengan melalui experiential value.
T-5: Untuk mengetahui apakah relationship marketing memiliki pengaruh
terhadap customer behavioral intention baik secara langsung maupun
secara tidak langsung dengan melalui experiential value.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
1) Studi Pustaka
Peneliti melakukan studi pustaka untuk mengumpulkan teori-teori
pendukung, variabel, dan indikator mengenai experiential marketing, relationship
marketing, experiential value dan customer behavioral intention melalui jurnal
dan buku. Selain itu informasi mengenai restoran Nanny’s Pavillon diperoleh dari
situs web serta artikel online.
2) Kuesioner
Kuesioner untuk penelitian ini disusun menggunakan skala likert untuk
memperoleh data mengenai experiential marketing, relationship marketing,
experiential value dan customer behavioral intention pada restoran Nanny’s
Pavillon. Kuesioner disebarkan kepada pelanggan Nanny’s Pavillon Terrace Central Park Mall.
3) Wawancara
Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai strategi
pemasaran yang diterapkan dan bagaimana Nanny’s Pavillon membina hubungan
52
baik dengan pelanggan. Narasumber adalah pihak internal perusahaan yaitu
Marketing Communication Nanny’s Pavillon.
3.5 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik pengambilan sampel probabilita simple random sampling. Dengan
menggunakan simple random sampling, setiap elemen dalam populasi memiliki
peluang yang sama untuk terpilih sebagai subjek penelitian. Populasi dalam
penelitian ini adalah orang yang pernah berkunjung dan makan di restoran
Nanny’s Pavillon Terrace sebanyak minimal dua kali.
Ukuran sampel ditentukan dengan mempertimbangkan pendapat dari para
pakar dalam SEM. Kline (2011:12) menyebutkan bahwa ukuran sampel yang
umum digunakan dalam penelitian yang menggunakan SEM adalah sebanyak 200
sampel. Sementara itu Kline (2005) dalam Latan (2012:45) mensyaratkan bahwa
jumlah sampel yang cocok bagi SEM adalah >200. Namun, Hair, Black, Babin, &
Anderson (2010:643) menyimpulkan bahwa jumlah sampel untuk SEM yang
disarankan adalah antara 100-400 sampel. Dengan demikian, berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tersebut maka peneliti akan membagikan kuesioner
kepada 400 orang responden.
53
3.6 Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan adalah Structural Equation Modeling
dengan bantuan software LISREL versi 8.8, yang didasarkan pada tujuan
penelitian yang terdapat dalam tabel berikut ini.
Tabel 3. 4 Metode Analisis Berdasarkan Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian
T-1
T-2
T-3
T-4
T-5
Metode Analisis
Structural Equation Modeling
Structural Equation Modeling
Structural Equation Modeling
Structural Equation Modeling
Structural Equation Modeling
Sumber: Peneliti (2012)
3.6.1 Structural Equation Modeling
Structural Equation Modeling merupakan teknik analisis multivariat yang
menggabungkan antara analisis faktor, analisis regresi, dan analisis jalur untuk
mengatasi keterbatasan masing-masing teknik tersebut (Hox dan Bechger dalam
Andriyani, 2008). SEM banyak digunakan dalam ilmu sosial karena banyak
variabel yang bersifat laten (Santoso, 2011:1). Variabel-variabel laten tersebut
baru dapat diukur dengan sejumlah indikator atau variabel manifes. Seperti teknik
analisis lainnya, SEM juga mensyaratkan agar dilakukan uji normalitas terlebih
dahulu untuk mengetahui distribusi data penelitian.
Menurut Santoso (2011:7) variabel laten adalah variabel yang tidak dapat
diukur secara langsung kecuali diukur dengan satu atau lebih variabel manifes.
54
Variabel ini disebut juga dengan istilah unobserved variable, konstruk, atau
konstruk laten. Sedangkan variabel manifes adalah variabel yang digunakan untuk
mengukur atau menjelaskan sebuah variabel laten. Variabel ini disebut juga
observed variable, measured variable, atau indikator.
Variabel
Manifes
Variabel
Manifes
Variabel
Manifes
Variabel
Laten
Gambar 3. 1 Variabel Laten dan Manifes
Sumber: Singgih Santoso (2011:8)
Dalam SEM juga dikenal istilah variabel eksogen dan endogen. Variabel
eksogen adalah variabel independen yang mempengaruhi variabel dependen.
Sedangkan variabel endogen adalah variabel dependen yang dipengaruhi oleh
variable independen.
SEM menggunakan notasi matematik sebagai lambang dari masingmasing variabel. Notasi matematik dari variabel laten eksogen adalah
variabel laten endogen dilambangkan dengan
(eta).
(ksi) dan
55
Tabel 3. 5 Notasi Variabel Laten
Variabel Laten
Kategori
Simbol
Experiential Marketing
Variabel Eksogen
Relationship Marketing
Variabel Endogen
Experiential Value
Variabel Endogen
Customer Behavioral Intention Variabel Endogen
Sumber: peneliti (2012)
Variabel manifes yang mengukur variabel laten eksogen diberi notasi matematik
dengan label X, sedangkan yang mengukur variabel laten endogen diberi notasi
matematik dengan label Y.
Tabel 3. 6 Notasi Variabel Manifes untuk Experiential Marketing
Variabel Manifes
Sight
Hearing
Touch
Taste
Smell
Inner feeling
Emotion
Convergent thinking
Divergent thinking
Pengalaman fisik
Lifestyle
Interaksi
Pengalaman yang dihubungkan dengan
konsep diri, budaya, atau orang lain
Sumber: peneliti (2012)
Simbol
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
X9
X10
X11
X12
X13
56
Tabel 3. 7 Notasi Variabel Manifes untuk Relationship Marketing
Variabel Manifes
Promosi penjualan
Communication
Trust
Emphaty
Commitment
Sistem pelayanan berbasis teknologi
yang bernilai bagi konsumen
Sumber: peneliti (2012)
Simbol
Y1
Y2
Y3
Y4
Y5
Y6
Tabel 3. 8 Notasi Variabel Manifes untuk Experiential Value
Variabel Manifes
Efficiency
Excellence
Status
Esteem
Play
Aesthetic
Ethics
Spirituality
Simbol
Y7
Y8
Y9
Y10
Y11
Y12
Y13
Y14
Sumber: peneliti (2012)
Tabel 3. 9 Notasi Variabel Manifes untuk Customer Behavioral Intention
Variabel Manifes
Repurchase intention
Recommendation to others
Price tolerance
Cross-buying
Sumber: peneliti (2012)
Simbol
Y15
Y16
Y17
Y18
57
Model SEM secara umum dibagi menjadi dua, yaitu model pengukuran
(measurement model) dan model struktural (structural model) yang akan
dijabarkan dalam sub-bab selanjutnya.
3.6.2 Model Pengukuran dalam SEM
Model pengukuran adalah bagian dari model SEM yang menggambarkan
hubungan antara variabel laten dengan indikator-indikatornya (Santoso, 2011:1011). Variabel laten dihubungkan dengan variabel manifes melalui model
pengukuran yang berbentuk analisis faktor. Setiap variabel laten dimodelkan
sebagai sebuah faktor yang mendasari variabel-variabel terkait (Andriyani, 2008).
Parameter yang menghubungkan variabel laten dengan variabel manifes disebut
muatan faktor (factor loading) yang diberi notasi
(lambda). Error dalam model
pengukuran dibagi menjadi dua. Error yang berhubungan dengan variabel laten
eksogen dinotasikan dengan
(delta). Sedangkan error yang berhubungan dengan
variabel laten endogen dinotasikan dengan
(epsilon) (Santoso, 2011:14).
Andriyani (2008) menuliskan bahwa persamaan dalam model pengukuran
dibentuk dengan formula berikut ini :
Indikator =
konstruk + error
X=
variabel laten eksogen + error
Y=
variabel laten endogen + error
58
3.6.3 Model Struktural dalam SEM
Model struktural menggambarkan hubungan antar variabel-variabel laten
atau antara variabel laten eksogen dan endogen (Santoso, 2011:11). Parameter
yang menggambarkan hubungan variabel laten eksogen dan endogen
dinotasikan dengan simbol
(gamma). Sedangkan parameter untuk
menggambarkan hubungan antara variabel laten endogen pada variabel laten
endogen lainnya dinotasikan dengan simbol
(beta). Variabel laten eksogen
juga dapat memiliki hubungan dalam dua arah (covariance) yang dinotasikan
dengan simbol
(phi). Error dalam model struktural menunjukkan keragaman
yang tidak dapat dijelaskan dalam variabel endogen yang disebabkan oleh
faktor-faktor lain di luar penelitian yang tidak dapat diukur (Santoso, 2011:14).
Notasi untuk error dalam model struktural adalah
(zeta). Persamaan model
struktural dalam penelitian ini dibangun dengan formula berikut :
Model pengukuran dan model struktural bersama-sama membentuk Full
atau Hybrid Model seperti ditunjukkan dalam gambar di bawah ini:
59
X5
X4
X3
X2
X1
Y7
Y8
Y9
Y10
Y11
Y12
Y13
Y14
X6
X7
X8
X9
X10
X11
X12
X13
Y1
Y2
Y3
Y4
Y5
Y6
Gambar 3. 2 Full Hybrid Model
Sumber: peneliti (2012)
Y15
Y16
Y17
Y18
60
3.6.4 Tahapan dalam SEM
Menurut Cooper dan Schindler yang dikutip oleh Srirezeki (2010), tahapan
dalam SEM dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3. 3 Tahapan dalam SEM
Sumber: Diadaptasi dari Srirezeki (2010) dan Santoso (2011)
Kelima tahapan tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1) Spesifikasi Model
Menurut Yamin dan Kurniawan (2009:14-15), terdapat lima langkah yang
harus dilakukan dalam tahap spesifikasi model, antara lain:
o Menyusun konsep permasalahan yang diteliti dengan membuat
pernyataan atau dugaan hipotesis.
61
o Mendefinisikan variabel-variabel penelitian dan menentukannya
sebagai variabel eksogen dan endogen.
o Menentukan metode pengukuran untuk variabel tersebut, apakah
dapat diukur secara langsung atau membutuhkan variabel manifes
(indikator).
o Mendefinisikan hubungan kausal struktural antara variabel eksogen
dan endogen, apakah hubungan recursive atau nonrecursive.
Hubungan recursive merupakan pola hubungan yang memiliki satu
arah, sedangkan hubungan nonrecursive bersifat dua arah (timbal
balik).
o Pembuatan model baik pengukuran maupun struktural dengan
menggunakan diagram dan persamaan matematis.
2) Identifikasi
Setelah model pengukuran dan struktural dibuat, dilakukan uji identifikasi
untuk mengetahui apakah model memiliki nilai yang unik atau tidak
sehingga model tersebut dapat diestimasi. Terdapat tiga kemungkinan
identifikasi model dalam SEM (Latan, 2012:64-65), yaitu:
o Unidentified model: terjadi jika t > s/2, hal ini berarti model tidak
memiliki nilai yang unik sehingga tidak dapat diidentifikasi. Cara
yang dapat dilakukan untuk mengatasi unidentified model adalah:
Menambah indikator atau variabel manifes dari konstruk
laten.
62
Menentukan nilai tetap parameter tambahan sehingga
menghasilkan nilai degree of freedom = 0.
Mengasumsikan bahwa antara parameter yang satu dengan
lainnya memiliki nilai yang sama.
o Just-identified model: terjadi jika t = s/2
o Over-identified model: terjadi jika t < s/2
Keterangan: t = jumlah parameter yang diestimasi
s = jumlah varians dan kovarians antar indikator
3) Pengujian dan Estimasi Model
Pengujian model dilakukan untuk mengetahui keeratan hubungan antara
indikator dengan konstruknya. Metode estimasi model ditentukan oleh uji
normalitas data. Apabila data berdistribusi normal, estimasi model
dilakukan dengan menggunakan Maximum Likelihood Estimation.
Menurut Ghozali dan Fuad (Srirezeki, 2010) metode ini adalah metode
estimasi yang tepat digunakan untuk data yang berskala ordinal. Apabila
data tidak berdistribusi normal, maka alternatif metode estimasi yang
digunakan adalah Weight Least Square, Diagonal Weight Least Square,
atau Robust Maximum Likelihood.
4) Uji Kecocokan
Uji ini dilakukan untuk mengevaluasi derajat kecocokan (goodness of fit)
antara data dengan model. Uji kecocokan untuk keseluruhan model
63
(overall model) melibatkan model struktural dan model pengukuran secara
terintegrasi yang dibagi menjadi tiga kelompok pengujian, yaitu:
a) Ukuran kecocokan absolut (absolute fit measures): ukuran kecocokan
model secara keseluruhan terhadap matriks korelasi dan matriks
kovarians.
b) Ukuran kecocokan model inkremental (incremental fit measures):
ukuran kecocokan model relatif untuk membandingkan model yang
diusulkan dengan model dasar yang digunakan.
c) Ukuran kecocokan parsimoni (parsimonious fit measures): ukuran
kecocokan yang mempertimbangkan banyaknya koefisien dalam
model.
Berikut ini adalah beberapa ukuran derajat kecocokan dalam SEM:
Tabel 3. 10 Ukuran Derajat Kecocokan
Goodness of Fit
Test
Chi Square
Normed Chi Square
Keterangan
Menguji persamaan
kovarians populasi
dengan kovarians
sampel.
Digunakan untuk
n=100-200.
Model dikatakan baik
apabilai nilai
dan
df tidak jauh berbeda.
Perbandingan antara
nilai Chi Square dan
Degrees of Freedom.
Tingkat Kecocokan yang Bisa
Diterima
P ≥ 0.05
2.0 ≤
≤ 5.0
64
Goodness of Fit
Test
Non-Centrality
Parameter (NCP)
Keterangan
Mengukur
penyimpangan antara
sample covariance
matrix dan fitted
(model).
Scale NonNCP yang dinyatakan
Centrality Parameter dalam bentuk rata-rata
perbedaan setiap
observasi dalam rangka
perbandingan
antarmodel. Scale NCP
dihitung dengan rumus
berikut = NCP/n
Goodness-of-Fit
Menguji kemampuan
Indices (GFI)
model dalam
menjelasakan
keragaman data.
Root Mean Square
Rata-rata perbedaan df
Error of
yang diharapkan terjadi
Approximation
dalam populasi.
(RMSEA)
Root Mean Square
Residu rata-rata antara
Residual (RMR)
matriks kovarian
teramati dan hasil
estimasi.
Standardized Root
RMR yang
Mean Square
distandarisasi.
Residual (SRMR)
Expected Cross
Mengukur
Validation Index
penyimpangan antara
(ECVI)
fitted (model) matriks
kovarian pada sampel
yang dianalisis dan
matriks kovarian yang
akan diperoleh pada
sampel lain, tetapi
memiliki ukuran sampel
yang sama besar
Tingkat Kecocokan yang Bisa
Diterima
Semakin kecil semakin baik &
interval yang sempit
Semakin kecil semakin baik
GFI = 1.00 → perfect fit
0.90 ≤ GFI ≤ 1.00 → good fit
0.80 ≤ GFI ≤ 0.90 → mediocre fit
RMSEA ≤ 0.05→close fit
0.05 ≤ RMSEA ≤ 0.08→good fit
0.08 ≤ RMSEA ≤ 0.10→mediocre fit
RMSEA > 0.10 →poor fit
RMR = 0 → perfect fit
RMR ≤ 0.05 → good fit
SRMR = 0 → perfect fit
SRMR ≤ 0.05 → good fit
Semakin kecil semakin baik. Nilai
ECVI dari model yang mendekati
nilai Saturated ECVI menunjukkan
Good Fit
65
Goodness of Fit
Test
Adjusted Goodnessof-Fit Indices
(AGFI)
Tucker-Lewis Index
(TLI) / Non-normed
Fit Index (NNFI)
Normed-Fit Index
(NFI)
Incremental Fit
Index (IFI)
Comparative Fit
Index (CFI)
Relative Fit Index
(RFI)
Parsimonious
Goodness-of-Fit
Index (PGFI)
Parsimonious
Normed-Fit-Index
(PNFI)
Akaike’s
Information
Criterion (AIC)
Keterangan
Menyesuaikan GFI
berdasarkan degree of
freedom.
Ukuran perbandingan
antarmodel yang
mempertimbangkan
banyaknya koefisien
dalam model.
Perbandingan nilai
model yang diusulkan
dengan null model atau
model dasar. Null
model merupakan
model di mana setiap
variabel terukur tidak
berkorelasi satu sama
lain.
Hampir sama dengan
NFI, namun IFI dapat
mengoreksi masalah
ukuran sampel.
Menguji kelayakan
model yang diusulkan
dengan model dasar.
Hampir sama dengan
TLI dan CFI.
Modifikasi GFI dengan
menyesuaikan loss of
degree of freedom.
Modifikasi NFI dengan
menyesuaikan degree of
freedom.
-
Tingkat Kecocokan yang Bisa
Diterima
AGFI = 1.00 → perfect fit
0.90 ≤ AGFI ≤ 1.00 → good fit
0.80 ≤ AGFI ≤ 0.90 → mediocre fit
TLI ≥ 0.90 → good fit
0.80 ≤ TLI < 0.90 → mediocre fit
NFI ≥ 0.90 → good fit
0.80 ≤ NFI < 0.90 → mediocre fit
IFI ≥ 0.90 → good fit
0.80 ≤ IFI < 0.90 → mediocre fit
CFI ≥ 0.90 → good fit
0.80 ≤ CFI < 0.90 → mediocre fit
RFI ≥ 0.90 → good fit
0.80 ≤ RFI < 0.90 → mediocre fit
Nilai PGFI semakin tinggi semakin
baik. Direkomendasikan nilai PGFI ≥
0.60
Nilai PNFI semakin tinggi semakin
baik.
Nilai positif yang semakin kecil
semakin baik. Nilai AIC dari model
yang mendekati nilai Saturated AIC
menunjukkan Good Fit
66
Goodness of Fit
Test
Consistent Akaike
Information
Criterion (CAIC)
Keterangan
-
Tingkat Kecocokan yang Bisa
Diterima
Nilai positif yang semakin kecil
semakin baik. Nilai CAIC dari model
yang mendekati nilai Saturated
CAIC menunjukkan Good Fit
Sumber: Peneliti disadur dari Hooper, Coughlan & Mullen (2008), Yamin &
Kurniawan (2009), Jusuf (2010), Srirezeki (2010), dan Wijanto (2008)
5) Respesifikasi
Jika model telah diuji dan terdapat hasil yang tidak memenuhi ketentuan
kecocokan model, maka perlu dilakukan respesifikasi. Respesifikasi
dilakukan dengan menghapus koefisien jalur yang tidak signifikan
(Bachrudin dan Tobing dalam Srirezeki, 2010).
6) Interpretasi dan Komunikasi
Menyajikan model struktural berikut seluruh koefisien variabel untuk
menunjukkan tingkat hubungan antar variabel yang diteliti.
3.6.5 Pengujian Model SEM
Pengujian model dalam SEM dibagi menjadi dua, yaitu pengujian model
pengukuran dan pengujian model struktural. Pengujian model pengukuran
dilakukan dengan menguji validitas convergent, validitas discriminant, dan
reliabilitas (Latan, 2012). Latan (2012:46-47) menerangkan bahwa validitas
convergent menunjukkan bahwa indikator-indikator pengukur (variabel manifes)
67
dari sebuah konstruk laten seharusnya berkorelasi tinggi, sedangkan validitas
discriminant menunjukkan bahwa indikator-indikator dari konstruk yang berbeda
seharusnya tidak berkorelasi tinggi. Uji reliabilitas juga diperlukan untuk
mengetahui akurasi, konsistensi, dan ketepatan instrumen dalam mengukur
konstruk (Latan, 2012:47). Tabel berikut menjelaskan kriteria pengujian validitas
dan reliabilitas dalam SEM:
Tabel 3. 11 Kriteria Pengujian Validitas & Reliabilitas
Validitas dan
Reliabilitas
Parameter
Loading factor
Validitas Convergent
Average Variance
Extracted (AVE)
Cross Loading
Validitas Discriminant
Akar kuadrat AVE dan
Korelasi antar konstruk
laten
Cronbach’s Alpha
Reliabilitas
Composite/Construct
Reliability
Sumber: Latan (2012, p48)
Kriteria kelayakan
model
> 0.7 untuk Confirmatory
Research
> 0.5 untuk Confirmatory
maupun Exploratory
Research
Indikator loading >
seluruh Cross loading
Akar kuadrat AVE >
Korelasi antar konstruk
laten
> 0.7 untuk Confirmatory
Research
> 0.7 untuk Confirmatory
Research
Nilai Construct reliability dan Average Variance Extracted tidak dikeluarkan
dalam Lisrel, sehingga harus dihitung secara manual. Rumus untuk menghitung
construct reliability (Yamin & Kurniawan, 2009) antara lain:
68
di mana:
= standardized factor loading (muatan faktor baku)
= measurement error (
)
Sedangkan Average Variance Extracted dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
Sementara itu, Menurut Rigdon dan Ferguson serta Doll, Xia, dan
Torkzadeh dalam Yamin dan Kurniawan (2009:36), suatu variabel memiliki
validitas convergent yang baik terhadap konstruk laten apabila memenuhi kriteria
berikut:
1) Nilai t factor loading lebih besar dari nilai t tabel (1.96)
2) Standardized factor loading (muatan faktor standar) ≥ 0.7
Namun menurut Igbaria et al. (Wijanto, 2008; Yamin dan Kurniawan, 2009) nilai
standardized factor loading ≥ 0.5 adalah sangat signifikan, yang berarti memiliki
validitas convergent yang baik.
Pengujian model struktural dilakukan untuk mengetahui keakuratan model
dalam menggambarkan hubungan antara variabel-variabel penelitian dengan
menguji apakah koefisien hubungan antar variabel tersebut signifikan atau tidak
(Yamin dan Kurniawan, 2009:39). Untuk menguji akurasi model struktural, nilai
t-hitung pada persamaan struktural dibandingkan dengan nilai t-statistik 1,96
(dengan tingkat signifikansi 95%). Sementara itu, untuk mengevaluasi
69
keseluruhan persamaan struktural, koefisien determinasi total (overall coefficient
of determination) atau
digunakan untuk menjelaskan besarnya pengaruh antara
variabel eksogen terhadap variabel endogen. Nilai
Nilai
berkisar antara 0 sampai 1.
yang besar atau mendekati 1 menunjukkan bahwa variabel eksogen
mampu menerangkan variabel endogen.
3.7 Rancangan Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis terhadap setiap parameter di dalam SEM dapat
dilakukan dengan uji t. Pengujian ini dilakukan terhadap :
1. Parameter Lambda (
yang mengukur variable laten berdasarkan variable
manifes (berkaitan dengan validitas instrumen).
2. Parameter Delta ( ) dan Epsilon ( ) yang merupakan error pada pengukuran
variable laten berdasarkan variable manifest.
3. Parameter Beta ( ) untuk menguji pengaruh variable endogen terhadap variable
endogen.
4. Parameter Gamma ( ) untuk menguji pengaruh variable eksogen terhadap
variabel endogen.
3.7.1 Uji Hipotesis
Hipotesis
Hipotesis nol: menyatakan bahwa setiap parameter yang diuji = 0
Hipotesis alternatif: menyatakan bahwa setiap parameter yang diuji
0.
70
Dasar Pengambilan Keputusan
•
Jika |t hitung| < |t tabel|, maka hipotesis nol diterima
•
Jika |t hitung| ≥ |t tabel|, maka hipotesis nol ditolak
Nilai t hitung diperoleh dari hasil analisis menggunakan LISREL 8.8, sedangkan
nilai t tabel diperoleh dari tabel t. Tingkat signifikansi yang digunakan adalah 5%
(0.05), maka nilai t tabel adalah 1.96.
3.8 Rancangan Implikasi Hasil Penelitian
Setelah semua data berhasil dikumpulkan dan dianalisa, maka hasil
penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk mendefinisikan hubungan serta pengaruh
antara strategi pemasaran Nanny’s Pavillon yang berorientasi pada experiential
marketing dengan pemasaran berbasis hubungan pelanggan (relationship
marketing), serta dengan variabel lain yaitu nilai pengalaman bagi konsumen dan
minat perilaku pelanggan.
Apabila diketahui bahwa experiential marketing memiliki hubungan dan
mempengaruhi relationship marketing secara signifikan dan positif, maka dengan
strategi Nanny’s Pavillon dalam menciptakan pengalaman yang berkesan bagi
konsumen melalui konsep suasana atau atmosfer restoran, pelayanan staf, menu
makanan, dan lainnya mampu membentuk koneksi atau hubungan dengan
konsumen. Apabila diketahui strategi experiential marketing yang diterapkan
Nanny’s Pavillon berkontribusi secara positif terhadap experiential value, maka
strategi tersebut telah berhasil menciptakan suatu kesan di benak konsumen dan
memberikan manfaat tertentu bagi masing-masing individu konsumen yang akan
71
mempengaruhi minat perilaku mereka di masa mendatang. Jika experiential
marketing, relationship marketing, dan experiential value berkontribusi secara
signifikan terhadap customer behavioral intention, maka pengalaman-pengalaman
yang diperoleh konsumen Nanny’s Pavillon dapat membuat mereka tertarik untuk
datang kembali, ingin mencoba makan di outlet Nanny’s Pavillon lainnya, bahkan
merekomendasikan Nanny’s Pavillon kepada teman, keluarga, atau kerabat lain,
yang mengindikasikan bahwa strategi yang selama ini diterapkan tepat. Namun,
jika hasil analisis menyatakan sebaliknya, bahwa tidak ada hubungan dan
pengaruh yang signifikan antar variabel-variabel tersebut, maka perlu dicari tahu
lebih lanjut mengenai penyebabnya melalui pendapat konsumen yang berkaitan
dengan aspek fisik restoran, staf pelayan, harga, dan promosi yang selama ini
dijalankan, serta akan dibutuhkan usaha-usaha perbaikan berdasarkan pendapat
konsumen tersebut.
Download