BAB 2 TINJAUN PUSTAKA 2.1 Definisi Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Ada 2 golongan besar PJB, yaitu non sianotik dan sianotik yang masing – masing memberikan gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang berbeda. (Webb, 2011). 2.2 Epidemiologi Angka kejadian PJB dilaporkan sekitar 8 – 10 bayi per 1000 kelahiran hidup dan 30% diantaranya telah memberikan gejala pada minggu – minggu pertama kehidupan. Bila tidak terdeteksi secara dini dan tidak ditangani dengan baik, 50% kematiannya akan terjadi pada bulan pertama kehidupan. Di negara maju hampir semua jenis PJB telah dideteksi dalam masa bayi bahkan pada usia kurang dari 1 bulan, sedangkan di negara berkembang banyak yang baru terdeteksi setelah anak lebih besar, sehingga pada beberapa jenis PJB yang berat mungkin telah meninggal sebelum terdeteksi. Pada beberapa jenis PJB tertentu sangat diperlukan pengenalan dan diagnosis dini agar segera dapat diberikan pelayanan di Indonesia, selain pengadaan dana dan pusat pelayanan kardiologi anak yang adekwat, diperlukan juga kemampuan deteksi dini PJB dan pengetahuan saat rujukan yang optimal oleh para dokter umum yang pertama kali berhadapan dengan pasien (PERKI, 2000). Penelitian di Taiwan menunjukkan prevalensi yang sedikit berbeda, yaitu sekitar 13,08 dari 1000 kelahiran hidup, dimana sekitar 12,05 pada bayi berjenis kelamin laki-laki dan 14,21 pada bayi perempuan. Penyakit Jantung Bawaan yang paling sering ditemukan adalah Ventricular Septal Defect (Wu, 2009). Universitas Sumatera Utara Bayi baru lahir yang dipelajari di Indonesia adalah 3069 orang, 55,7% laki – laki dan 44,3% perempuan, 28 (9,1 per 1000) bayi mempunyai PJB. Patent Ductus Arteriosus (PDA) ditemukan pada 12 orang bayi (42,9%), 6 diantaranya bayi prematur. Ventricular Septal Defect (VSD) ditemukan pada 8 bayi (28,6%), Atrial Septal Defct (ASD) pada 3 bayi (19,7%), Complete Atrio Ventricular Septal Defect (CAVSD) pada 3,6% bayi, dan kelainan katup jantung pada bayi yang mempunyai Penyakit Jantung Sianotik (10,7%), satu bayi Transposition of Great Arteries (TGA), dua lain dengan kelainan jantung kompleks sindrom sianotik. Ditemukan satu bayi dengan Sindrom Down dengan ASD, dengan ibu pengidap diabetes. Atrial fibrillation ditemukan di satu orang bayi. Dari 28 bayi dengan PJB, 4 mati (14,3%) selama 5 hari pengamatan. Data menunjukkan ibu yang tidak mengkonsumsi vitamin B secara teratur selama kehamilan awal mempunyai 3 kali resiko bayi dengan PJB. Merokok secara signifikan sebagai faktor resiko bagi PJB 37,5 kali. Faktor resiko lain secara statistik tidak berhubungan (Harimurti, 1996). 2.3 Etiologi & Faktor Resiko Penyebab Penyakit Jantung Bawaan berkaitan dengan kelainan perkembangan embrionik, pada usia lima sampai delapan minggu, jantung dan pembuluh darah besar dibentuk. Penyebab utama terjadinya PJB belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian PJB misalnya (Colleen, 2011) :- Prenatal (riwayat kehamilan sebelumnya / umur ibu) - Genetik keluarga - Pendidikan orang tua - Suku - Lingkungan - Jenis kelamin bayi - Berat badan lahir, lingkar kepala dan panjang bayi Universitas Sumatera Utara 2.4 Klasifikasi 2.4.1 PJB Non Sianotik Penyakit Jantung Bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang di sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat jantung. Masing – masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi dari ringan sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru (Roebiono, 2003). Kelompok dengan pirau kiri ke kanan adalah sebagai berikut : 1) Atrial Septal Defect (ASD) Artial Septal Defect (ASD) adalah anomali jantung kongenital yang ditandai dengan defek pada septum atrium akibat gagal fusi antara ostium sekundum, ostium primum dan bantalan endokardial. ASD dapat terjadi di bagian manapun dari septum atrium, tergantung dari struktur septum atrium yang gagal berkembang secara normal. (Bernstein, 2007). Tanda dan Gejala Karena pada awalnya tidak ditemukan simptom yang jelas pada pemeriksaan fisik, ASD bisa sulit dideteksi sehingga bertahun – tahun. Kelainan yang kecil dengan penyimpangan yang minimal (ratio aliran pulmonal ke sistemik kurang dari 1,5) biasanya tidak menunjukkan simptom dan tidak memerlukan penutupan. Bila aliran darah pulmonal 1,5 kali lebih dari aliran sistemik, ASD perlu ditutup secara pembedahan untuk mengelakkan dari terjadinya disfungsi ventrikel kanan dan hipertensi pulmonal irreversibel. Simptom dari ASD yang besar meliputi disapnea dengan ekskresi, disritmia supra ventrikular, gagal jantung kanan, emboli paradosikal dan infeksi pulmonal berulang. Agen profilaksis terhadap endokarditis infektif adalah tidak disarankan pada pasien Universitas Sumatera Utara dengan ASD melainkan terdapat kelainan valvular (mitral valve prolapse atau mitral valve cleft) (Marelli, 2011). 2) Ventricular Septal Defect (VSD) Ventricular Septal Defect (VSD) adalah lesi kongenital pada jantung berupa lubang pada septum yang memisahkan ventrikel sehingga terdapat hubungan antara rongga ventrikel (Ramaswamy, et al. 20090. Defek ini dapat terlekat dimanapun pada sekat ventrikel, baik tunggal atau banyak, serta ukuran dan bentuk dapat bervariasi (Fyler, 1996). Tanda dan Gejala Pasien dengan defek ventrikular cacat mungkin tidak ada simptom. Namun, jika lubang besar, bayi sering memiliki gejala yang berhubungan dengan gagal jantung. Gejala yang paling umum meliputi: - Disapnea - Takipnea - Pucat - Takikardi - Berkeringat - Infeksi system repiratori Kesan signifikan fisiologi VSD tergantung kepada ukuran defek dan resisten relative dalam sirkulasi sistemik dan pulmonari. Jika defeknya besar, tekanan sistolik ventrikel akan menyamakan dan magnitud sirkulasi sistemik dan paru ditentukan oleh resisten relatif vaskular diantara dua sirkulasi ini (Webb, 2011). Murmur pada VSD sedang adalah holo-sistolik dan paling kuat kedengaran pada bagian bawah kiri batas sternum. EKG dan foto dada tetap normal pada VSD yang kecil. Bila VSD menjadi besar didapatkan bukti pembesaran atrium kiri dan ventrikel pada EKG. Jika hipertensi pulmonal terjadi, axis QRS berpindah ke kanan dan atrium kanan dan ventrikel membesar ditemukan pada EKG (Webb, 2011). Universitas Sumatera Utara 3) Patent Ductus Arteriosus (PDA) Patent Ductus Arteriosus (PDA) disebabkan oleh duktus arteriosus yang tetap terbuka setelah bayi lahir (Soeroso and Sastrosoebroto, 1994). Jika duktus tetap terbuka setelah penurunan resistesi vaskular paru, maka darah aorta dapat bercampur ke darah arteri pulmonalis (Bernstein, 2007). Tanda dan Gejala Rata – rata pasien dengan PDA adalah asimptomatik dan hanya sedikit dengan penyimpangan fisik rutin dimana karakteristik murmur sistolik dan diastolik berterusan kedengaran. Jika penyimpangan kiri ke kanan adalah besar, akan ada bukti hipertrofi ventrikel pada EKG dan radiografi dada. Jika hipertensi pulmonal terjadi, ventrikel kanan akan membesar. Kewujudan PDA meningkatkan resiko infeksi endocarditis. Ligasi pembedahan PDA berkaitan dengan kadar kematian yang rendah dan tidak memungkinkan untuk memerlukan bypass kardiopulmonal. Tanpa penutupan, kebanyakkan pasien tetap asimtomatik sehingga dewasa apabila hipertensi pulmonal dan gagal jantung kongestif terjadi. Apabila hipertensi pulmonal berat berlaku, penutupan adalah dikontra indikasikan (Webb, 2011). Kelompok tanpa pirau meliputi: 4) Stenosis Aorta (SA) Stenosis Aorta (SA) merupakan penyempitan aorta yang dapat terjadi pada tingkat subvalvular, valvular atau supravalvular. Kelainan mungkin tidak terdiagnosis pada masa anak – anak karena katup berfungsi normal, hanya saja akan ditemukan bising sistolik yang lunak di daerah aorta dan baru diketahui pada masa dewasa sehingga terkadang sulit dibedakan apakah stenosis aorta tersebut merupakan Penyakit Jantung Bawaan atau didapat (Soeroso dan Sastrosoebroto, 1994). Universitas Sumatera Utara Tanda dan Gejala Terdapat tiga gejala umum yang terkait dengan stenosis aorta yang biasanya terjadi adalah dispnea dan gagal jantung. Dispnea terjadi karena disfungsi diastolik dengan peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri selama latihan, dan ketidakmampuan ventrikel kiri untuk meningkatkan output jantung karena aliran katup aorta kaku menghalangi. Gagal jantung terjadi lambat dan biasanya hanya pada pasien yang belum menerima perawatan medis. Seterusnya adalah pusing dan sinkop. Sinkop terjadi hasil dari ketidakmampuan untuk meningkatkan output jantung karena penyumbatan katup dan latihan vasodilatasi diinduksi. Terakhir adalah angina. Dada terasa tidak nyaman akibat iskemia miokard transien (Bonow, 2006). 5) Stenosis Pulmonal (SP) Obstruksi aliran keluar ventrikel kanan, baik dalam tubuh ventrikel kanan, pada katup pulmonalis, atau dalam arteri pulmonalis, diuraikan sebagai Stenosis Pulmonalis (Carabello, 2011). Tanda dan Gejala Gejala – gejala SP mungkin menyerupai kondisi medis lain atau masalah jantung. Berikut adalah gejala yang paling umum dari SP. - Takikardi - Takipnea - Sesak napas - Kelelahan/kelemahan - Ektremitas pucat - Kardiomegali - Kongesti paru Pasien stenosis pulmonal biasanya asimtomatik, kecuali keluhan cepat capek karena curah jantung berkurang. Apabila SP cukup berat, disertai dengan defek septum atrium dan defek septum ventrikel, maka kelainan seperti itu dapat Universitas Sumatera Utara memberikan gejala sianosis yang signifikan, yang disebabkan oleh terjadinya pirau aliran darah dari kanan ke kiri (Marelli, 2011). Pada SP yang sangat berat apa lagi disertai pirau dari kanan ke kiri, vaskularisasi paru bisa tampak oligemik. Hanya konus pulmonal tampak sangat menonjol, yang disebabkan oleh dilatasi pasca stenotik. Kadang – kadang beberapa kelainan memberikan gejala yang mirip dengan SP, seperti straight back syndrome, dilatasi idiopatik arteri pulmonal dan sebagainya (Carabello, 2011). 6) Koarktasio Aorta (KoA) Koarktasio Aorta (KoA) adalah suatu obstruksi pada aorta desendens yang terletak hampir selalu pada insersinya duktus arteriosus (Flyer, 1996). Tanda dan Gejala Gejalanya mungkin baru timbul pada masa remaja, tetapi bisa juga muncul pada saat bayi, tergantung kepada beratnya tahanan terhadap aliran darah. Gejalanya berupa : - Pusing - Pingsan - Kram tungkai pada saat melakukan aktivitas - Tekanan darah tinggi yang terlokalisir (hanya pada tubuh bagian atas) - Kaki atau tungkai teraba dingin - Perdarahan hidung - Sakit kepala berdenyut Pada usia beberapa hari sampai 2 minggu, setelah duktus arteriosus menutup, beberapa bayi mengalami gagal jantung. Terjadi gangguan pernapasan yang berat, bayi tampak sangat pucat dan pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan asam di dalam darah (asidosis metabolic) (Fraser, 2007). Universitas Sumatera Utara 2.4.2 PJB Sianotik Sesuai dengan namanya manifestasi klinis yang selalu terdapat pada pasien dengan PJB sianotik adalah sianosis. Sianosis adalah warna kebiruan pada mukosa yang disebabkan oleh terdapatnya > 5 mg/dl hemoglobin tereduksi dalam sirkulasi. Deteksi terdapatnya sianosis antara lain tergantung kepala kadar hemoglobin (Prasodo, 1994). 1) Tetralogi Fallot (TF) Tetralogi Fallot (TF) merupakan kombinasi 4 komponen, yaitu Defek Septum Ventrikel (DSV), over-riding aorta, Stenosis Pulmonalis (SP) serta hipertrofi ventrikel kanan. Komponen paling penting untuk menentukan derajat beratnya penyakit adalah SP yang bersifat progresif (Prasodo, 1994). Tanda dan Gejala Kebanyakkan pasien dengan tetralogi fallot mempunyai sianosis dari saat lahir atau bermula pada tahun pertama kelahiran. Penemuan askultasi didapatkan ejeksi murmur yang kedengaran sepanjang border sterna kiri yang dihasilkan dari aliran darah melalui katup pulmonal yang stenosis. Gagal jantung jarang terbentuk karena DSV besar membolehkan keseimbangan tekanan intraventrikuler dan kerja jantung. Radiografi dada menunjukkan tanda penurunan vaskularisasi paru dan jantung berbentuk seperti sepatu dengan apex terbalik kearah atas dan segmen arteri pulmonal berbentuk concave. EKG menunjukkan perubahan dalam deviasi axis kanan dan hipertrofi ventrikuler kanan. Desaturasi oksigen arterial muncul walau dalam 100% oksigen (PO2 sering kurang dari 50 mmHG). Eritropeosis kompensasi adalah proposional kepada magnitud hipoksemia arterial. PA CO2 dan pH arterial seringkali normal. Menjongkok adalah posisi yang paling sering didapatkan pada anak dengan TF. Ini adalah karena dengan menjongkok ia akan meningkatkan resistensi vaskular sistemik dengan cara menekan arteri di kawasan inguinal. Ini menyebabkan peningkatan resistensi vascular sistemik dan menurunkan magnitud penyimpangan kanan ke kiri yang mana mengarahkan ke peningkatan aliran darah pulmonal dan perbaikkan oksigenasi (Webb, 2011). Universitas Sumatera Utara 2) Transposisi Arteri Besar (TAB) Transposisi Arteri Besar (TAB) ditandai dengan aorta yang secara morfologi muncul dari ventrikel kanan dan aretri pulmonalis, muncul dari ventrikel kiri (Webb, 2011). Tanda dan Gejala Gejala – gejala dapat berupa sianosis, penurunan toleransi olahraga, dan gangguan pertumbuhan fisik, mirip dengan gejala pada TF walaupun begitu, jantung tampak membesar (Bernstein, 2007). Sianosis biasanya terjadi segera setelah lahir dan dapat memburuk secara progresif. Gejala gagal jantung kongestif mulai tampak dalam 2 – 6 minggu. (Emmanouilides, et al. 1998). 2.5 Diagnosis Diagnosis penyakit jantung bawaan ditegakkan berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dasar serta lanjutan. Pemeriksaan penunjang dasar yang penting untuk penyakit jantung bawaan adalah foto rontgen dada, elektrokardiografi dan pemeriksaan lab rutin. Pemeriksaan lanjutan mencakup ekokardiografi dan kateterisasi jantung. Kombinasi ke dua pemeriksaan lanjutan tersebut untuk visualisasi dan konfirmasi morfologi dan pato – anatomi masing – masing jenis penyakit jantung bawaan memungkinkan ketepatan diagnosis mendekati seratus persen. Kemajuan teknologi di bidang diagnostik kardiovaskular dalam dekade terakhir menyebabkan pergeseran persentase angka kejadian beberapa jenis penyakit jantung bawaan tertentu. Hal ini tampak jelas pada defek septum atrium dan transposisi arteri besar yang makin sering dideteksi lebih awal (Pediatri, 2000). Makin canggihnya alat ekokardiografi yang dilengkapi dengan Doppler berwarna, pemeriksaan tersebut dapat mengambil alih sebagian peran pemeriksaan kateterisasi dan angiokardiografi. Hal ini sangat dirasakan manfaatnya untuk bayi dengan PJB kompleks, yang sukar ditegakkan diagnosisnya hanya berdasarkan pemeriksaan dasar rutin dan sulitnya Universitas Sumatera Utara pemeriksaan kateterisasi jantung pada bayi. Ekokardiografi dapat pula dipakai sebagai pemandu pada tindakan septostomi balon transeptal pada transposisi arteri besar. Di samping lebih murah, ekokardiografi mempunyai keunggulan lainnya yaitu mudah dikerjakan, tidak menyakitkan, akurat dan pasien terhindar dari pajanan sinar X. Bahkan di rumah sakit yang mempunyai fasilitas pemeriksaan ekokardiografi, foto toraks sebagai pemeriksaan rutin pun mulai ditinggalkan. Namun demikian apabila di tangan seorang ahli tidak semua pertanyaan dapat dijawab dengan menggunakan sarana ini, pada keadaan demikian angiografi radionuklir dapat membantu. Pemeriksaan ini disamping untuk menilai secara akurat fungsi ventrikel kanan dan kiri, juga untuk menilai derasnya pirau kiri ke kanan. Pemeriksaan ini lebih murah daripada kateterisasi jantung, dan juga kurang traumatis (Pediatri, 2000). Tingginya akurasi pemeriksaan ekokardiografi, membuat pemeriksaan kateterisasi pada tahun 1980 menurun drastik. Sarana diagnostik lain terus berkembang, misalnya digital substraction angiocardiography, akokardiografi transesofageal, dan ekokardiografi intravascular. Sarana diagnostik utama yang baru adalah magnetic resonance imaging, dengan dilengkapi modus cine sarana pemeriksaan ini akan merupakan andalan di masa mendatang (Pediatri, 2000). 2.6 Penatalaksanaan Pada pasien PJB, dapat terjadi berbagai kelainan, baik pada otot jantung, paru, atau keduanya, yang apabila tidak dikoreksi kelainan yang terjadi dapat bersifat ireversibel. Karena itu, sebaiknya pasien PJB diperiksa secara menyeluruh dan dilakukan penatalaksanaan berupa pembedahan atau operasi pascabedah pada saat yang tepat. Terdapat 2 unsur yang diharapkan dalam tindakan pembedahan pada kasus PJB, yaitu tindakan bedah dengan risiko mortalitas yang rendah serta peningkatan harapan hidup layaknya orang normal lainnya. Bedah jantung merupakan bagian integral dalam pelayanan kardiologi anak. Kemajuan bedah jantung berlangsung sangat pesat dalam 2 dasawarsa terakhir. Perkembangan teknologi dalam mendeteksi kelainan jantung pada bayi baru lahir memudahkan Universitas Sumatera Utara dalam aspek pembedahan jantung itu sendiri. Kemajuan teknologi dalam mendeteksi adanya kelainan jantung pada anak telah bergeser hingga ke arah neonatus (Rachmat, 1994). Universitas Sumatera Utara